TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

  

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

  Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu, pada zaman Mesir Kuno sudah banyak orang menggunakan bawang merah untuk pengobatan.

  Varietas bawang merah yang ditanam oleh petani di Indonesia cukup banyak, antara lain sebagai berikut :  Varietas Bawang Merah Australia Jenis bawang merah impor yang banyak ditanam di Indonesia pada daerah dataran rendah sampai dataran tinggi. Bawang merah jenis ini berwarna merah pucat, bentuknya bulat, berukuran agak besar dan sudah dapat dipanen pada umur 65-70 hari.

   Varietas Bawang Merah Bali Varietas bawang merah Bali sangat cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian 1.800 mdpl dan curah hujan rata-rata 1.500-2.000 mm/tahun. Bawang merah jenis ini dapat dipanen pada umur 80-90 hari dengan produksi dapat mencapai 13 ton/ha umbi kering. Bawang merah ini memiliki ciri berwarna merah muda sampai merah dengan berbentuk bulat.

   Varietas Bawang Merah Bangkok Varietas ini merupakan varietas impr dan cocok ditanam pada dataran rendah dengan ketinggian 30 mdpl. Bawang merah ini dapat dipanen pada umur 60-70 hari dengan produksi dapat mencapai 15 ton/ha. Bawang merah ini berwarna merah muda sampai merah tua dan berbentuk agak bulat.

   Varietas Bawang Merah Filipina Varietas ini merupakan varietas impor dari Filipina. Produksi varietas ini dapat mencapai 21 ton/ha umbi kering dan dapat dipanen setelah berumur 70hari. Bawang merah ini berwarna merah sampai merah muda, berbentuk bulat mirip dengan bawang merah Bangkok dan berukuran besar.

   Varietas Bawang Merah Medan Bawang merah varietas ini merupakan bawang lokal dan cocol ditanam di segala musim, tapi produksinya tergolong sedang yaitu berkisar 7 ton/ha umbi kering dan dapat dipanen setelah berumur sekitar 80 hari. Umbi bawang merah ini berwarna merah dan berbentuk meruncing.

   Varietas Bawang Merah Ampenan Vairetas ini berasal dari daerah Ampenan (Bali), cocok ditanam pada dataran rendah dan sangat peka terhadap hujan. Bawang merah ini memiliki produksi yg tergolong sedang yaitu sekitar 7 ton/ha umbi kering dan dapat dipanen sesudah berumur sekitar 70 hari. Bawang merah varietas ini berwarna merah muda dan berbentuk lonjong.

   Varietas Bawang Merah Bima Brebes Bawang merah ini berasal dari daerah Brebes dan sangat cocok ditanam pada musim hujan. Produksi bawang merah jenis ini tergolong cukup tinggi yaitu sekitar 10 ton/ha umbi kering dan dapat dipanen sesudah berumur sekitar 60-70 hari. Umbi bawang merah ini berwarna merah muda, bercincin kecil, berbentuk lonjong dan berukuran agak besar.

   Varietas Bawang Merah Sumenep ( Tim Bina Karya Tani, 2008 ) Bawang merah ini berasal dari daerah Sumenep (Madura), cocok ditanam pada daerah dengan ketinggian 500-700 mdpl. Produksi bawang merah ini termasuk sedang dan dapat dipanen sesudah berumur sekitar 70 hari. Umbi bawang merah ini berwarna merah muda hingga kuning kepucatan dan terdapat garis-garis halus memanjang dari pangkal ke arah ujung umbi. Bawang merah Sumenep ini termasuk jenis yang sangat digemari oleh masyarakat karena kualitas gorengnya yang tahan lama dan aromanya harum.

  Pemasaran sebagai kegiatan produksi mampu meningkatkan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu. Menciptakan guna tempat, guna bentuk dan guna waktu diperlukan biaya biaya pemasaran. Pemasaran produk agraris cenderung merupakan proses yang kompleks sehingga saluran distribusi lebih panjang dan mencakup banyak perantara. Biaya pemasaran diperlukan untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran dari produsen kepada konsumen akhir. Pengukuran kinerja pemasaran ini memerlukan ukuran efisiensi pemasaran (Soekartawi,2002)

  Saluran tataniaga merupakan suatu jalur dari lembaga-lembaga penyalur yang mempunyai kegiatan menyalurkan barang dari produsen ke konsumen. Penyalur ini secara aktif akan mengusahakan perpindahan bukan hanya secara fisik tetapi dalam arti agar barang-barang tersebut dapat dibeli konsumen. Lembaga tataniaga adalah badan atau usaha atau individu yang menyelenggarakan tataniaga, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir, serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga- lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses pemasaran produk-produk pertanian sangat beragam sekali tergantung dari jenis komoditi yang dipasarkan.

  Lembaga-lembaga pemasaran itu melakukan fungsi pemasaran sebagai berikut : A.

  Fungsi Pertukaran 1.

  Pembelian (buying) adalah memilih barang-barang yang dibeli untuk dijual dengan harga dan kualitas produk tertentu

  2. Penjualan (selling) adalah sumber pendapatan yang diperlukan untuk menutupi ongkos-ongkos dengan harapan mendapatkan laba B. Fungsi Fisik 1.

  Penyimpanan (storage) adalah fungsi penyimpanan barang- barang selesai diproduksi sampai pada saat barang dikonsumsi

  2. Pengangkutan (transportation) adalah fungsi pemindahan barang dari tempat barang dihasilkan ke tempat barang akan dikonsumsi 3. Pengolahan (processing) adalah fungsi pengolahan barang dari yang belum diolah (bahan baku) menjadi barang yang telah jadi atau bahkan yang siap untuk dikonsumsi C.

  Fungsi Fasilitas 1.

  Pengepakan (packing) adalah fungsi pengemasan atau pengepakan barang pada saat diproduksi sampai pada saat barang dikonsumsi 2. Pembiayaan (financing) adalah fungsi mendapatkan modal dari sumber luar guna menyelenggarakan kegiatan pemasaran

  3. Penentuan mutu (grading) adalah penentuan batas-batas dasar dalam pembentukan spesifikasi barang-barang hasil manufaktur 4. Penanggungan resiko (marketing loss) adalah fungsi menghindari dan mengurangi resiko yang berkaitan dengan pemasaran 5. Informasi pasar (market information) adalah fungsi untuk mengumpulkan dan penafsiran keterangan-keterangan tentang kebutuhan konsumen, harga dan sebagainya (Mubyarto,1977)

  Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Deasy M.N.Sitanggang (2011) mengenai Analisis Tataniaga Bawang Merah di Kabupaten Samosir, disimpulkan bahwa ada tiga saluran tataniaga yang digunakan untuk memasarkan bawang merah, yaitu : 1.

  Saluran I (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Besar Propinsi) Saluran tataniaga ini digunakan oleh 64% sampel dari keseluruhan sampel yang diteliti dan diperoleh margin tataniaga sebesar Rp 3000,00 dengan besar biaya tataniaga sebesar Rp 320,01 dan keuntungan lembaga tataniaga keseluruhan sebesar Rp 2679,99 dan saluran tataniaga ini tidak efisien.

2. Saluran II (Petani – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen)

  Saluran tataniaga ini digunakan oleh 32.14% sampel dari keseluruhan sampel yang diteliti. Margin tataniaga pada saluran tataniaga ini sebesar Rp 5700,00, dimana pedagang besar memperoleh share tertinggi yaitu Rp 2040,19. Saluran tataniaga ini efisien karena nilai efisiensinya sebesar 1,275 (e >1).

3. Saluran III (Petani – Konsumen)

  Saluran tataniaga ini digunakan oleh 2,96% sampel dari seluruh sampel yang diteliti. Petani bertindak langsung sebagai pedagang pada saluran tataniaga ini, nilai tunai yang diperoleh sebesar Rp 15.700,00 dengan share yang diterima sebesar Rp 7924,33. Saluran tataniaga ini efisien karena nilai efisiensinya sebesar 1,019 (e >1)

  Nilai koefisien elastisitas transmisi harga yang diperoleh sebesar 0,681 yang diartikan bahwa perubahan harga 1% di tingkat konsumen akan mengakibatkan perubahan harga sebesar 0,681% di tingkat petani atau dapat juga diartikan perubahan harga sebesar Rp 1000,00 yang dibayarkan konsumen mengakibatkan perubahan harga sebesar Rp 681,00 di tingkat petani. Nilai elastisitas transmisi harga sebesar 0,681 ( Etr < 1) mengindikasikan bahwa transmisi harga yang terbentuk antara pasar petani dan pasar konsumen lemah sehingga struktur pasar yang terbentuk bukan pasar persaingan.

  Landasan Teori

  Dalam Kusnadi, dkk (2009), Schaffner et.al. (1998) mengemukakan pengertian tataniaga dapat ditinjau dari dua perspektif yaitu perspektif mikro dan makro. Tataniaga dalam perspektif mikro, tataniaga merupakan aspek manajemen dimana perusahaan secara individu, pada setiap tahapan tataniaga dalam mencari keuntungan, melalui pengelolaan bahan baku, produksi, penetapan harga, distribusi dan promosi yang efektif terhadap produk perusahaan yang akan dipasarkan. Tataniaga dalam perspektif makro menganalisis efisiensi sistem secara keseluruhan dalam penyampaian produk/jasa hingga konsumen akhir atau pemakai, yaitu sistem tataniaga setelah dari petani dengan menggunakan fungsi- fungsi tataniaga atau aktivitas yang diperlukan untuk menyampaikan produk/jasa yang berhubungan dengan nilai guna waktu, bentuk, tempat dan kepemilikan kepada konsumen dan kelembagaan atau perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam sistem tataniaga tersebut (pengolah, distributor, broker, agen, grosir dan pedagang eceran).

  Fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan menjadi fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran terdiri atas fungsi penjualan dan fungsi pembelian. Fungsi fisik adalah semua tindakan yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan tempat , dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi kegiatan penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan. Fungsi fasilitas yaitu semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi dan grading, fungsi penanggulangan resiko, fungsi pembiayaan, dan fungsi informasi pasar.

  Komoditas pertanian merupakan komoditas yang cepat rusak, maka komoditas pertanian harus cepat diterima oleh konsumen. Kondisi seperti ini memerlukan saluran tataniaga yang relatif pendek. Jika jarak antara produsen dengan konsumen semakin jauh, maka saluran tataniaga yang terbentuk pun akan semakin panjang. Karena adanya perbedaan jarak dari lokasi produsen ke konsumen, maka lembaga tataniaga diharapkan kehadirannya untuk membantu penyampaian barang dari produsen ke konsumen. Oleh sebab itu, dalam hal melancarkan penyampaian dan memindahkan barang-barang dari produsen ke pasar (para konsumen) peranan lembaga-lembaga tataniaga (marketing institutions ) adalah demikan besar.

  Lembaga tataniaga merupakan segala usaha yang berkait dalam jaringan lalu lintas barang-barang di masyarakat, seperti halnya jasa-jasa yang ditawarkan oleh agen-agen atau perusahaan dagang, perbankan, perusahaan pengepakan dan peti kemas, perusahaan angkutan, usaha pertanggungan atau asuransi dan lain sebagainya. Perusahaan dagang, perusahaan pengepakan, perusahaan angkutan, perusahaan asuransi, kesemuanya memegang peranan dalam menyampaikan produk-produk itu ke pasar (konsumen) dengan menjamin sampainya produk- produk itu ke konsumen (pasar) tanpa ada kerusakan-kerusakan di samping waktu penyampaiannya yang tepat (Kartasapoetra, 2002).

  Lembaga tataniaga yang berperan dalam proses penyampaian barang- barang dan jasa dari sektor produsen ke konsumen ini akan melakukan fungsi- fungsi tataniaga yang berbeda-beda pada tiap lembaga tataniaga dimana dalam penyampaian tersebut terdapat biaya tataniaga. Kemampuan menyampaikan hasil- hasil dari petani produsen ke konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi apabila ingin dianggap efisien dalam sistem tataniaga (Mubyarto,1977).

  Margin pemasaran merupakan perbedaan harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Komponen margin pemasaran terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang disebut dengan biaya pemasaran atau biaya fungsional dan keuntungan lembaga pemasaran (Sudiyono,2004). Gambar 3. Grafik hubungan antara fungsi permintaan dan penawaran primer dengan fungsi permintaan dan penawaran sekunder terhadap margin tataniaga dan nilai margin tataniaga

  Rp/ Unit

  Kurva Penawaran Turu Kurva P A P r

  Kurva Pe M

  B P f

  Kurva Permintaan Q* Jumla

  Sumber : Limbong dan Sitorus,1987

  Keterangan : Pr = harga di tingkat pengecer Pf = harga di tingkat petani Q* = julah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

  Berdasarkan grafik pada gambar di atas, dapat dilihat besarnya nilai margin tataniaga yang merupakan hasil perkalian antara perbedaan harga pada dua tingkat lembaga tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah produk yang dipasarkan. Semakin besar perbedaan harga antara lembaga tataniaga yang terlibat, terutama antara harga yang terjadi di tingkat eceran dengan harga yang diterima petani, maka semakin besar pula margin tataniaga komoditi yang bersangkutan. Hal ini disebabkan banyak lembaga tataniaga yang terlibat sehingga biaya tataniaga meningkat dan akan diikuti peningkatan pengambilan keuntungan leh setiap lembaga tataniaga yang terlibat (Limbong dan Sitorus,1987)

  Efisiensi Pemasaran untuk komoditas pertanian menurut Mubyarto (1986) dikatakan efisien apabila :

  1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya

  2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi pemasaran. Pasar yang tidak efisien akan terjadi jika biaya pemasaran semakin besar dengan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efisiensi pemasaran terjadi jika :

  1) harga pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan pemasaran lebih tinggi, 2) persentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, 3) adanya kompetisi pasar yang sehat ( Soekartawi, 2002 ). Harga adalah pertemuan antara penawaran dan permintaan. Terjadinya atau terciptanya harga adalah akibat adanya proses tawar menawar antara penjual

  (produsen) dan pembeli (konsumen). Penjual menawarkan harga tertentu terhadap komoditinya sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang telah dilakukan penjual, dan pembeli menawarkan harga tertentu untuk komoditi bersangkutan sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan yang dimiliki pembeli. Bila terjadi kesesuaian harga antara harga yang ditawarkan penjual dengan harga yang diminta pembeli, maka saat itulah terjadi harga pasar dan kemudian transaksi dapat berlangsung.

  Elastisitas transmisi harga adalah perbandingan persentase perubahan harga di tingkat konsumen dengan persentase perubahan harga di tingkat produsen. Analisis transmisi ini memberikan gambaran bagaimana harga yang dibayar konsumen akhir ditransmisikan kepada petani produsen. Pada umumnya nilai elastisitas transmisi ini lebih kecil dari 1 (satu), artinya pada volume dan harga input konstan maka perubahan nisbi harga di tingkat petani pengecer tidak akan melebihi perubahan nisbi harga di tingkat petani ( Sudiyono, 2004 ).

  Kerangka Pemikiran

  Dalam jalur tata niaga bawang merah terdapat tiga pihak yang terlibat, yaitu petani sebagai penyedia komoditi, pedagang perantara, dan konsumen akhir. Ada beberapa saluran pemasaran produk pertanian yang ditujukan untuk segmen pasar konsumen, demikian juga dengan bawang merah. Beberapa petani atau produsen menjual langsung hasil panennya kepada konsumen. Ada juga produsen yang menjual hasil panennya kepada pedagang perantara. Panjang–pendeknya saluran pemasaran ini dilihat dari banyaknya jumlah pedagang perantara yang terlibat dalam saluran tersebut.

  Pedagang perantara yang terlibat mungkin menjalankan lebih dari satu fungsi pemasaran. Fungsi–fungsi pemasaran tersebut meliputi : fungsi pembelian, penjualan, pengangkutan atau transportasi, pergudangan atau penyimpanan serta kegiatan pendistribusian, penerapan standarisasi produk, penyediaan dana (financing), penanggungan resiko, serta penyediaan informasi pasar.

  Dalam menjalankan fungsi–fungsi pemasaran, pedagang perantara memperoleh balas jasa berupa margin pemasaran yaitu selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen. Margin pemasaran ini oleh pedagang perantara dialokasikan di antaranya untuk biaya–biaya yang diperlukan lembaga pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fugsional dan keuntungan lembaga yang terlibat di dalam penyampaiannya. Margin pemasaran ini akan mempengaruhi efisiensi pemasaran, dalam banyak hal semakin tinggi biaya pemasaran maka saluran pemasaran tersebut akan semakin tidak efisien.

  Elastisitas transmisi digunakan untuk menjelaskan perbandingan persentase perubahan harga di tingkat pengecer dengan persentase perubahan harga di tingkat produsen. Analisis elastisitas transmisi ini memberikan gambaran bagaimana harga yang dibayar konsumen akhir ditransmisikan kepada petani produsen. Secara sistematis, kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut.

  Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran Tataniaga Bawang Merah Keterangan :

KONSUMEN PEDAGANG PERANTARA

1. Fungsi Pertukaran a.

  : Menyatakan ada hubungan

  PRODUSEN MARGIN TATANIAGA Efisiensi Tataniaga

  Harga di tingkat konsumen

FUNGSI DALAM TATANIAGA :

  Penjualan b. Pembelian 2. Fungsi Fisis a.

  Penyimpanan b. Pengangkutan 3. Fungsi Pelancar a.

  Standarisasi b. Permodalan c. Penanggung Resiko d. Informasi Pasar Harga di tingkat petani

  Elastisitas Transmisi Harga BIAYA TATANIAGA

  Hipotesis Penelitian

  Sesuai dengan latar belakang yang sudah diuraikan, maka hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut :

  1. Pembagian share margin merata di setiap pola tataniaga di daerah penelitian

2. Tataniaga bawang merah di daerah penelitian efisien ( e > 1 ) 3.

  Laju perubahan harga di tingkat produsen lebih kecil daripada laju perubahan harga di tingkat konsumen ( Elastisitas transmisi (Et) < 1 )