LAMPIRAN 1: ANALISIS PROYEKSI PADA HIKAYAT KETAPEL AWANG BUNGSU Penghitungan Jumlah Proyeksi Pada ‘Hikayat Ketapel Awang Bungsu

  

LAMPIRAN 1: ANALISIS PROYEKSI PADA HIKAYAT KETAPEL AWANG

BUNGSU

Penghitungan Jumlah Proyeksi Pada ‘Hikayat Ketapel Awang Bungsu

  No Unit Jenis Proyeksi dan Jumlah Notasi

  1 Lokusi Parataksis

  1 “Ayah, hari begini baru pulang!. Sejak pagi terus pagi terus menerus hujan, dinginnya

  “1 2 bukan kepalang”, kata Awang Bungsu tatkala melihat ayahnya baru saja pulang.

  2 Lokusi Parataksis

  1 “Ya, Awang, ayah baru pulang!. Hujan seharian, ikan agak kurang. Menangkap ikan

  “1 2 yang besar agak sulit. Hari ini ayah hanya mendapatkan beberapa ekor ikan caru”, sahut ayahnya sambil terus mengepul-ngepulkan asap api rokoknya.

  3. Lokusi Parataksis

  1 “Kalau hari ini hujan mengapa tidak segera pulang. Bukankah hari hujan badai laut sangat

  “1 2 besar dan berbahaya. Lagipula pergi ke laut saat gelombang pasang itu membahayakan. Kalau keadaan tidak menguntungkan dan cuaca dingan begini mengapa tidak cepat pulang. Tubuh tidak menjadi dingin seperti ini. Coba lihat, badan ayahmu menggigil kedinginan”, kata ibu menyela sambil membawa secangkir teh panas untuk ayah.

  4. Lokusi Parataksis

  1 “Tak bisalah ayah cepat pulang!. Mau membawa apa kalau ke laut hanya sejam dua

  “1 2 jam. Tidak ada artinya sama sekali pulang dengan tangan hampa. Mana mungkin bisa hidup layak kalau ke laut hanya seperti main- main”, sahut ayah sambil melihat itu yang sedang memulai menganyam tikar bambu.

  5. Lokusi Parataksis

  1 “Dasar orang keras kepala, diberitahu malah membantah”, kata ibu tak mau kalah. “1 2

  6 Lokusi Parataksis “Uh ......., perempuan tahu apa. Ayah sejak

  1

  turun temurun sudah terbiasa mengarungi “1 2 lautan lepas. Tidak perlu ibu ajari. Dari nenek- moyang ayah pekerjaan ke laut ini sudah biasa. Sejak dahulu darah pelaut ini sudah tertanam dalam jiwa ayah. Coba dengar, ayahku, kakek dari Awang Bungsu ini pelaut ia tetap sebagai pelau pemberani. Begitu juga abangku, ia juga pelaut yang setiap harinya mengarungi samudera lepas. Ia sampai tua tetap hidup sebagai pelaut. Nah, begitulah sampai pada kehidupan ayah sekarang ini. Sejak kanak-kanak ayah sudah terbiasa pergi ke laut. Laut merupakan dunia ayah yang sulit ditinggalkan. Pekerjaan melaut ini sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa diganti. Anak kita si Bungsu ini pun merupakan darah pelaut. Sebab ia keturunan orang-orang laut sejak turun- temurun”, demikian kata ayah menyanggah kata-kata ibu.

  7 Lokusi Parataksis “Jadi Awang disebut darah pelaut, ayah?”,

  1 tanya Awang kepada ayahnya.

  “1 2

  8 Lokusi Parataksis “Ya, engkau darah pelaut. Sebab pekerjaan ke

  1

  laut ini sudah dilakukan sejak nenek “1 2 moyangmu dulu. Karena bila pergi ke laut hanya sejam, dua jam apalah artinya”, kata ayah mengulang-ulang kebanggaannya sebagai seorang pelaut.

  9 Lokusi Parataksis “Kalau begitu Awang bakal menjadi orang

  1

  laut jugalah, ayah”, tanya Awang Bungsu. “1 2

  10 Lokusi Parataksis “Benar, Awang anakku!. Ayah bangga dan

  1

  berharap kelak engkau juga seorang pelaut “1 2 yang tangguh. Ayah berharap hendaknya kelak engkau berjasa terhadap laut. Tetapi hendaknya jangan menjadi nelayang seperti ayah. Engkau boleh menjadi Panglima Angkatan Laut, Nakhoda Laut atau pekerjaan lain yang ada hubungan dengan laut. Lautan masih menjanjikan jaminan hidup yang lebih leluasa. Lautan masih menyimpan kekayaan alam yang melimpah. Di sana masih tersimpan harta karun yang belum banyak diambil.

  Sebab itulah engkau hendaknya rajin-rajin belajar, menuntuk ilmu. Agar bisa mengolah kekayaan laut perlu ilmu yang cukup. Kobarkan semangat belajarmu, cita-citamu pasti tercapai”, demikian kata-kata ayah yang sering kepada Awang Bungsu.

  11 Lokusi Parataksis

  1 “Laut...., laut...!. Cuma itu saja yang engkau harapkan. Apa tidak ada pekerjaan lain yang

  “1 2 lebih enak. Lebih baik nanti Si Awang menjadi pedagang. Semua itu lebih enak tidak pernah menggigil kedinginan kena air laut. Hari-hari laut, hari-hari laut. Kalau sudah kedinginan baru merasakannya”, kata ibu Si Awang.

  12 Lokusi Parataksis

  1 “Ei ..., awas!. Engkau siapa dan hendak kemana, anak ingusan?” tanya seorang “1 2 pengawal pintu gerbang dengan ucapan kasar.

  13 Lokusi Parataksis

  1 “Kedatangan hamba di kampung ini hendak merantau. Hamba mencari pekerjaan atau

  “1 2 jawab Awang Bungsu pengalaman”, menjelaskan kedatangannya.

  14 Lokusi Parataksis

  1 “Ah ...., di tempat ini bukan penampungan anak-anak merantau. Siapa saja tidak boleh

  “1 2 lewat di pentu gerbang ini. Siapa yang hendak berlalu, pasti merasaka n bogem mentahku ini”, kata pengawal itu sambil berkecak pinggang.

  15 Lokusi Parataksis

  1 “Hamba hanya sekedar ingin mencari pekerjaan. Hendaknya abang maklum. Hamba

  “1 2 sama sekali tidak bermaksud jahat”, sahut Awang Bungsu menjelaskan sekali lagi.

  16 Lokusi Parataksis

  1 “Hore....!, jumpa batunya”, sorak sorai orang- orang yang sedang berada di tepian dekat

  “1 2 penyeberangan itu.

  17 Lokusi Parataksis

  1 “Itulah kalu pengawal yang suka lancang dan sok jago. Kini baru kena batunya. Rasakan

  “1 2 engkau, kekelahanmu di tangan anak- anak”, demikian ucap seorang penonton yang bernama Kolok.

  18 Lokusi Parataksis

  1 “Apa sebab-sebabnya mereka berkelahi?”, tanya Kolok ingin tahu.

  “1 2

  19 Lokusi Parataksis

  1 “Seorang anak laki-laki baru saja datang. Si pengawal pembengis itu menyapanya dengan

  “1 2 ucapan kasar dan main tangan”, jawab orang- orang yang menyaksikan itu.

  20 Lokusi Parataksis

  1 “Engkau sebenarnya siapa, nak?”, tanya Kolok dengan kata-kata penuh kasih sayang.

  “1 2

  21 Lokusi Parataksis

  1 “Hamba bernama awang Bungsu. Asal hamba dari kampung seberang”. Sahut “1 2 Awang Bungsu dengan kata-kata yang sopan.

  22 Lokusi Parataksis

  1 “Lalu maksud kedatanganmu ke mari?”, tanya Kolok ingin tahu.

  “1 2

  23 Lokusi Parataksis

  1 “Hamba ingin merantau hendak mencari kerjaan dan pengalaman, sebab ayah dan ibu

  “1 2 hamba sudah meninggal dunia. Hamba sebatang kara”, sahut Awang Bungsu.

  24 Lokusi Parataksis

  1 “Jadi maksudmu mencari pekerjaan dan penggalaman?”, tanya Kolok kembali. “1 2

  25 Lokusi Parataksis

  1 “Benar paman!. Mengingat hari sudah senja, bila diperkenankan hamba ingin menginap di

  “1 2 rumah paman”, kata Awang Bungsu dengan ucapan pelan dan santun.

  (Lokusi Parataksis

  1

  26 “Boleh saja anak menginap di gubukku.

  Bahkan untuk sementara waktu boleh juga “1 2) bekerja membantu aku ke sawah atau ke ladang, bahkan sesekali ke laut mencari ikan”.

  27 Lokusi Parataksis

  1 “Terimakasih paman!. Pertolongan paman yang begitu besar semoga dibalas oleh Tuhan

  “1 2 berlipat ganda”, kata Awang Bungsu.

  28 Lokusi Parataksis

  1 “Kuharap engkau jangan berlaku gegabah. Perlakukan setiap tamu sebagai layaknya.

  “1 2 Walaupun tamu itu anak-anak. Seharusnya tunjukkan rasa belas kasihan. Jangan membawa buruk nama kampung ini. Perlakukan tamu siapa saja dan darimana saja”, kata Kolok menasehati pengawal itu, kemudian mereka menginggalkan tempat penyeberangan.

  29 Lokusi Parataksis

  1 “Hai ...., ada buaya!:”, seru Atan salah seorang anak laki-laki di antara mereka.

  “1 2

  30 Lokusi Parataksis

  1 “Mana sahabat, buayanya!” sahut Awang Bungsu sambil mendekati temannya itu.

  “1 2

  31 Lokusi Parataksis

  1 “Buayanya sudah kucampakkan ke hilir”, ucap Atan anak yang suka membuat lelucon itu.

  “1 2 Sering membuat teman-temannya geli.

  32 Lokusi Parataksis

  1 “Oh, Atan. Pandai benar engkau menggoda kawan. Semua orang terkejut mendengar

  “1 2 katamu itu”, demikian sela diantara mereka.

  33 Lokusi Parataksis

  1 “Aduh...., airnya sejuk sekali, paman!”, ucap Awang Bungsu pada Kolok.

  “1 2

  34

  (Lokusi Parataksis

  1 “Memang demikian adanya, duduklah, kita makan pagi!. Pagi ini di Balai Bandar

  “1 2 Serapuh ada acara pemilihan pengawal baru. ) Datuk Syahperi hendak memilih pengawal- pengawal baru yang lebih tangguh. Sebab menurut kabar, di Balairung akhir-akhir ini sering terjadi kerusuhan. Ada beberapa orang pengawal yang berkhianat. Mereka membuat kerusuhan dalam Balai”.

  35 Lokusi Parataksis

  1 “Ya, paman!. Awang juga mendengar dari mulut ke mulut tatkala hamba sedang mandi

  “1 2 di sungai tadi. Di antara orang-orang di tepian sana ada yang membicarakan acara itu. Konon kabarnya di Balai sedan dilanda kerusuhan yang perlu diselesaikan”, sahut Awang Bungsu sambil duduk bersila di tikar bambu.

  36 Lokusi Parataksis

  1 “Makan apa adanya, nak Awang. Beginilah kami tinggal di kampung. Segalanya

  “1 2 sederhana”, kata istri Kolok sambil mempersilahkan mereka sarapan.

  37 Lokusi Parataksis

  1 “Sudah cukup lezat, makcik!. Tidak ada kekurangan sesuatu apa”, jawab Awang “1 2 Bungsu sambil menyuap nasi.

  38 Lokusi Parataksis

  1 “Baiklah paman, kalau keadaan mengizinkan. Selainnya lagi Awang memang belum pernah

  “1 2 menyaksikan acara di Balairung yang megah semacam itu”, sahut Awang Bungsu menanggapi ajakan Kolok.

  39 Lokusi Parataksis

  1 “Benar, memang sangat meriah dan mendebarkan hati. Nak Awang Bungsu bolhe mengikuti kalau

  “1 2 menghendaki”, kata Kolok menjelaskan.

  40 Lokusi Parataksis

  1 “Paman, malulah rasanya!. Hamba ini apalah, hanya seorang perantau. Mana mungkin

  “1 2 diperkenankan oleh Datuk. Lagipula hamba anak miskin, bahkan yatim piatu”. Ucap Awang Bungsu menanggapi ajakan pamannya.

  41 Lokusi Parataksis

  1 “Jangan begitu nak Awang!. Kemenangan bukan memandang kaya atau miskin, besar atau kecil

  “1 2 dan lati tua atau anak-anak. Tetapi nasib dan keberuntungan yang menentukan”, sahut Kolok bersemangat.

  42 Lokusi Parataksis

  1 “Kalau paman mengizinkan hamba hendak mencobanya. Tetapi kalau tidak mendapatkan

  “1 2 kemenangan jangan ditertawakan. Hamba bukanlah anak kampung setempat. Lagi pula hamba masih anak-anak. Sedang lawannya orang- orang dewasa bertubuh gempal pula”, kata Awang merendah diri.

  43 Lokusi Parataksis

  1 “Belum tentu nak Awang!. Kemenangan bukan terletak pada tubuh semata-mata. Tetapi kearifan

  “1 2 merupakan kunci keberhasilan seseorang”, ucap Kolok seolah-olah membesarkan hati Awang Bungsu.

  44 Lokusi Parataksis

  1 “Hai ...., Bauduri!. Dengarkan kataku. Jangan ganggu Datuk!. Hentikan tindakanmu yang jahat

  “1 2 itu. Kalian terlalu gegabah dan ceroboh. Pemimpin yang berbudi kalian perlakukan kasar. Ayo, hentikan tindakanmu yang kurang pantas itu. Bila kalian tidak mau mendengarkan cakapku akan ku ketapel kepalamu”, kata awang Bungsu dari atas bubungan.

  45 Lokusi Parataksis “Jangan berteriak anak ingusan!. Turunlah nanti kulemparkan kau ke sungai sana. Hai ...,

  “1 2 pengikut-pengikutku!. Kita tidak perlu takut pada anak sebesar kelingking jari itu. Senjatanya cuma ketapel. Sedang kelompok kita lebih banyak. Kalau kita kalah memang malu benar. Apalagi lawan kita cuma anak kecil”, seru Baiduri kepada anak buahnya. 146

  “Hai ....., anak kecil!. Jangan hanya menggerantang di puncak bubungan saja. Ayo turun kita bertanding di bawah. Aku dan pengikutku tidak takut senjatamu yang hanya ketapel itu”, demikian suara lantang Baiduri. Giginya menyeringai seolah-olah hendak menggigit Awang.

  “Tahukah kalian. Aku bukan mencari musuh. Tetapi akupun bukan mencari imbang”, sahut Awang Bungsu dari bubungan.

  48 “Oi....., Awang Bungsu!. Berkat pertolonganmu Balai kini menjadi aman kembali. Untuk imbalan terima kasihku engkau hendaknya tinggal di Balai bersama pengawal yang lain. Aku sangat membutuhkan tenagamu Tenaga dan akan yang bisa memadamkan segala kerusuhan. Sebab sudah berulanbg kali aku mencari orang-orng yang bisal mengalahkan penjahat-penjahat itu.

  Tetapi tidak satupun yang bisa mengalahkannya. Baru engaulah yang bisa mengalahkan, walaupun engkau masih anak- anak”, kata Datuk Syahperi kepada Awang Bungsu.

  49 “Ampun Datuk, mohon ampun!, hamba tidak terbiasa tinggal di Balairung seperti ini. Hamba selama ini hanya anak dusun dari keluarga miskin. Karena itu hamba ingin tinggal bersama paman Kolok di dusun saja. Di sana bisa membantu paman Kolok ke sawah atau ke ladang. Bahkan sekali-sekali pergi ke laut mencari ikan. Di dusun hamba bisa leluasa bergaul dan bergotong-royong dengan penduduk di sana. Bukankah hamba masih anak-anak.

  Masih ada tugas belajar menuntut ilmu. Dan berusaha mengejar cita-cita untuk menyongsong hari esok”, demikian sahut Awang Bungsu.

  50 Lokusi Parataksis

  1 “Oh ..., begitu cita-citamu anak manis!. Bagus, bagus engkau benar-benar anak berbudi. Cita-

  1 “2 citamu tinggi dan mulia. Baiklah aku mendukungmu. Kalau engkau ingin menuntut ilmu lebih dahulu di desa, baiklah. Itu keinginan yang sangat bagus. Semua biaya pendidikanmu aku tanggung. Engkau kujadikan anak asuh. Karena itu belajarlah dengan sungguh-sungguh. Hanya dengan belajarlah semua dapat dimiliki. Ilmu itulah yang kelak dapat engkau buktikan kepada nusa dan bangsa. Hanya saja aku pinta, karena tenagamu aku manfaatkan. Sewaktu- waktu aku memerlukan tenagamu, engkau akan kupanggil ke kota. Bantulah demi kedamaian negeri kita. Selamat belajar anak manis. Semoga engkau kelak berhasil”, kata Datuk Syahperi memberi nasehat.

  51 Ide Parataksis

  1 “Biarlah dia belajar dulu secara leluasa. Siapa tahu kelak dapat dipetik hasilnya. Belajar adalah penting bagi anak- anak”, demikian ‘1 2 pendapat Datuk Syahperi selaku pempinan yang bijaksana.

  52 Lokusi Parataksis

  1 “Benarkah ini rumah Kolok tempat menginap Awang Bungsu?”, tanya hulubalang yang baru “1 2 saja turun dari biduk itu.

  53 Lokusi Parataksis

  1 “Benar, ada kabar apa kiranya?”, tanya Kolok yang diikuti Awang Bungsu sambil

  “1 2 mempersilahkan hulubalang naik ke rumahnya.

  54 Lokusi Parataksis

  1 “Kedatanganku kemari menyampaikan pesan Datuk Syahperi dari Balai Bandar Serapuh.

  “1 2 Beliau mengharapkan agar Awang Bungsu menghadap ke Balai. Di sana menunggu tugas berat”, ucap hulubalang menyampaikan pesan.

  55 Lokusi Parataksis

  1 “Baiklah, kalau memang Datuk yang memerintah, bagaimanapun pasti kulaksanakan.

  “1 2 Sebab tugas merupakan amanah”, jawab Awang Bungsu.

  56 Lokusi Parataksis

  1 “Nak, Awang!. Bila tugas sudah selesai cepatlah kembali ke dusun. Pakcik dan makcik

  “1 2 pasti akan merindukan dirimu di sini. Bukankah kita di gubuk ini hanya bertiga saja. Dengan kepergianmu bertugas, rasanya gubuk ini terasa sunyi”, demikian kata istri Kolok dengan air mantanya meleleh jatuh.

  57 Lokusi Parataksis “Baiklah makcik!. Hamba tidak akan lupa pada

  1

  dusun ini. Tetapi tugas perlu hamba laksanakan “1 2 dengan sepenuh hati”, sahut Awang Bungsu.

  58 Lokusi Parataksis “Ampun Datuk yang Mulia!. Ampun seribu

  1

  ampun, hamba sedikit terlambat datang “1 2 menghadap Datuk. Sebab hamba baru saja pulang dari ladang bersama paman Kolok.

  Hamba bersama paman Kolok sedang mengerjakan ladang untuk ditanami. Bukankah tinggal di dusun, pekerjaan ke ladang atau ke

  Karena itu kelambatan hamba ini mohon maaf”, kata Awang Bungsu.

  (Lokusi

  59 “Tidak apa-apa, Engkau bisa datang kemari. Ini

  1

  sudah syukur sekali. Kedatanganmu berarti Parataksis membawa kegembiraanku. Sebab dalam “1 2) sepekan ini hatiku selau khawatir. Sebab menurut berita dari pesisir, dalam sepekan ini telah tiga orang yang menjadi korban penyamun di sana. Menurut perkiraanku, penjahat itu besar kemungkinan dipimpin Baiduri, bekas hulubalangku. Oleh karena itu tangkap dan bawa penjahat itu ke istana dengan tangan terikat.

  Mereka akan kupenjarakan, sebab mereka melanggar hukum. Selalu membuat kerugian rakyat di Bandar Serapuh ini”.

  60 Lokusi Parataksis

  1 “Baiklah datuk, akan hamba lakukan tugas itu. Hanya pentunjuk dan doa Datuk hamba

  “1 2 harapkan”, demikian jawab Awang Bungsu.

  61 Ide Parataksis

  1 “Mungkin tempat ini yang disebut Rimba Ruwai agaknya?”, kata hati salah seorang prajurit.

  ‘1 2

  62 Lokusi

  1 “Ini ada bekas tapak kaki yang besar-besar. Bahkan kelihatannya seperti tempat orang-orang Parataksis yang sedang berkelahi. Mungkin di tempat ini

  “1 2 penyamun-penyamun itu melakukan kejahatannya”, demikian kata Awang Bungsu sambil mengamati sekeliling tempat itu.

  63 Lokusi

  1 “Tolong, tolong ada penyamun. Mereka

  Parataksis merampas milik kami.” Suara itu terdengar keras dari jarak agak jauh.

  “1 2

  64 Lokusi Parataksis

  1 “Mari kita mendekat, apa yang terjadi di sana?”, ucap Awang Bungsu mengajak pasukannya.

  “1 2

  65 Lokusi Parataksis

  1 “Hai ..., keparat!. Mengapa kalian berani datang kemari. Di sinilah tempatnya gerombolan Ruwai

  “1 2 yang ganas itu. Kalian pasti ingin mengatarkan nyawa agaknya. Di sinilah tempatnya penyamun- penyamun ulung yang tidak terkalahkan. Ayo, tinggalkan tempat ini, kalau kalian ingin selamat!”. Seru orang-orang bertopeng itu sambil mengacung-acungkan goloknya.

  (Lokusi Parataksis

  1

  66

  “Aku bukan mencari musuh, tetapi juga tidak mencari imbang. Aku mendapat tugas dari Datuk (“1 2)

  Syahperi supaya menumpas semua penjahat- penjahat yang mengancam keselamatan rakyat Negeri Serapuh”.

  67 Lokusi Parataksis

  1 “Hai ... anak ingusan!. Jangan banyak omong. Kalau tidak mau kembali ke istana, pasti kalian

  “1 2 akan merasakan senjata golokku yang berbisa ini. Tahu kalian, golokku sudah banyak menelan korban. Setiap nelayan yang melawan kehendakku, pasti ia akan menjadi mangsa golok berbisa ini”, demikian suara orang-orang bertopeng itu.

  68 Tatkala itu Awang Bungsu masih tetap diam. Ia Ide Hipotaksis

  1 sempat berpikir, menerawang jauh ingat akan kematian ayahnya. Ia meninggal karena dianiaya

  ‘α β penyamun tatkala pulang dari laut.

  69 Ide Parataksis

  1 “Mungkin saja orang-orang ini yang menganiaya ayahku hingga tewas”, bisiknya. ‘1 2

  70 Lokusi Parataksis

  1 “Hai ..., hentikan tindakanmu yang kotor itu!”, kata Awang Bungsu memperingatkan dari atas

  “1 2 pohon.

  71 Lokusi Parataksis

  1 “Hai ...., akhirnya engkau mati di ujung golokmu sendiri. Itulah kalau orang berlaku khianat.

  “1 2 Berpura-pura pengawal tetapi malah memimpin kejahatan. Kini rasakan balasannya dari Tuhan”, demikian ucap setiap prajurit yang menyaksikan kematian Bauduri (pemimpin penyamun).

  72 Lokusi Parataksis

  1 “Kawan, kini pemimpin penjahat itu sudah menjadi mayat. Kita tinggal menangkap anak

  “1 2 buahnya. Itupun menurut pengakuannya mereka sudah menyerah kalah. Mereka sudah minta ampun. Sebab mereka takut mati. Mari kita ikat tangannya, kemudian kita giring ke Balai Bandar Serapuh. Semua penjahat itu kata serahkan pada Datuk Syahperi. Beliaulah yang berhak menghukumnya”, kata Awang Bungsu kepada pasukannya.

  73 Lokusi Parataksis

  1 “Baiklah, akan kita ikat tangannya satu per satu. Agar mereka kapok tidak melakukan kejahatan

  “1 2 lagi”, ucap salah seorang prajurit.

  74 Lokusi Parataksis

  1 “Terima kasih Awang Bungsu!. Aku baru tahu ketangguhanmu. Engkau agaknya bukan

  “1 2 sembarang anak, engkau anak luar biasa. Seperti anak yang memiliki tuah. Engkau bisa membantu tugas-tugas negeri secara sempurna. Rasa terima kasihku tidak dapat diucapkan dengan kata-kata. Hanya Tuhanlah membalasNya. Semoga engkau menjadi anak yang berhasil sepanjang hidupmu. Karena itu belajarlah dengan baik-baik. Gunakan kesempatan untuk meraih cita- cita”, demikian kata-kata Datuk Syahperi tatkala menyambut kedatangan pasukan Awang Bungsu.

  75 Lokusi Parataksis

  1 “Terima kasih kembali Datuk. Baru demikian inilah yang bisa hamba sumbangkan ke negeri.

  “1 2 Semoga negeri dalam naungan kekuasaan Datuk selalu jaya sepanjang masa”, demikian sahut Awang Bungsu sambil mundur selangkah.

  76 Lokusi Parataksis

  1 “Seluruh rakyatku!. Tahukah yang akan kuumumkan hari ini? Bahwa aku akan melantik

  “1 2 Awang Bungsu sebagai Panglima. Bukankah ia sudah dua kali mengalahkan penjahat-penjahat di balai kita. Tahukah bahwa usiaku pun semakin bertambah tua. Sudah sepantasnya balai memerlukan Panglima yang tangguh dan arif bijaksana. Rasanya tidaklah salah bila aku mimilih Awang Bungsu sebagai Panglima. Walaupun ia masih anak-anak, mampu berbuat banyak kepada balai dan negeri”, demikian kata Datuk di kerumunan rakyatnya.

  77 Lokusi Parataksis

  1 “Hidup ..., Awang Bungsu!. Hidup panglima kecil! Hidup anak bertuah!”, demikian suara “1 2 gemuruh itu ke angkasa.

  78 Lokusi Parataksis

  1 “Oh ...., betapa sedapnya angin senja ini. Angin laut berembus pelan masuk ke kulit”, demikian “1 2 bisik Awang Bungsu tatkala pulang berjalan menyusuri pantai.

  79 Lokusi Parataksis

  1 “Anakku engkau adalah darah pelaut!. Engkau adalah keturunan pelaut. Nenek moyangmu adalah

  “1 2 orang-orang laut yang tidak kenal lelah”. Inilah pikiran Awang Bungsu menerawang mengingat kata-kata ayahnya sebelum dirinya meninggal dunia.

  80 Ide Parataksis

  1 “oh, laut!. Laut di sana tersimpan kekayaan alam yang melimpah. Cita-cita itu semakin dekat. Ia sudah diangkat menjadi Panglima Bandar

  ‘1 2 Serapuh. Tugas itu akan banyak hubungannya dengan lautan. Disanalah akan dibuktikan diriku untuk kepentingan orang banyak”, demikian hati Awang Bungsu bergejolak keras.

  

LAMPIRAN II:ANALISIS PROYEKSI PADA ‘LEGENDA PANTAI CERMIN

Penghitungan Jumlah Proyeksi Pada ‘Legenda Pantai Cermin’ No. Unit Jenis Proyeksi Jumlah dan Simbol 1.

  Lokusi Parataksis

  1 “Penghulu Janggut Merah, apakah kabar yang selama ini beredar luas di Negeri ini, tentang seorang pemuda yang bernama Marajaya itu

  “1 2 benar?” kata Datuk megawali pertemuan agung itu.

  2 Lokusi Parataksis

  1 “Ampun junjungan hamba Datuk Indra Bestari yang mulia, apa yang Datuk maksudkan memang ada. Bahkan pemuda yang bernama Marajaya itu

  “1 2 tidak jauh tinggalnya dari ibu kota,” jawab Penghulu Janggut Merah sambil menyembah.

  3.

  (Lokusi

  1 “Baiklah kalau begitu, kita semua wajib bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Barangkali pemuda inilah yang telah hadir dalam mimpi saya Parataksis beberapa malam yang lalu. Dalam mimpi itu, saya mendapat petunjuk gaib, bahwa Negeri kita kelak

  “1 2) akan menemui zaman kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. Negeri ini nanti diperintahkan oleh salah seorang dari keturunan rakyat jelata. Namun yang dimaksud petunjuk gaib itu Marajaya atau bukan, kita semua wajib mencari pemuda itu”.

  4. Lokusi Parataksis

  1 “Bagaimana menurut pendapat adinda Indra Bongsu dalam persoalan ini?” Datuk tiba-tiba bertanya kepada adindanya.

  “1 2 5. Lokusi Parataksis

  1 “Maaf abangda yang mulia, adinda sebagai orang yang lebih muda hanya bisa mendukung apa yang menjadi keputusan rapat ini. Yang penting demi

  “1 2 kejayaan kita bersama. Atau demi kemakmuran Air Hitam yang sama- sama kita cintai ini’, jawab Datuk Muda Indra Bongsu sambil menahan geram.

  6. Lokusi Parataksis

  1 “Ampun beribu-ribu ampun ayahanda, apakah hamba dalam persoalan ini boleh ikut mengajukan saran dan usul?” tanya Kemala Putri yang sejak “1 2 tadi hanya menunduk malu-malu.

  7. Lokusi Parataksis

  1 “Oh, tentu saja boleh-boleh saja. Bukankah rapat ini untuk mencari kemufakatan kita bersama. Apa yang ada dalam pikiran ananda keluarkan saja.

  “1 2 Siapa tahu ide ananda bisa memecahkan masalah”.

  8 (Lokusi

  1 “Terima kasih ayahanda yang menjadi junjungan di negeri ini. Namun sebelumnya hamba minta maaf, apabila nanti hamba salah dalam Parataksis mengucapkan sepatah kata ini.”

  “1 2)

  10 Lokusi Parataksis

  1 “Baiklah. Ayahnanda yang hamba hormati. Kabar tentang pemuda Marajaya dengan kepandaiannya berburu, itukan baru kabar burung. Kita semua

  “1 2 yang ada di sini tentunya belum pernah berjumpa dengan pemuda itu. Memang pemuda yang perkasa seperti Marajaya keberadaannya untuk saat ini sangat diperlukan. Apalagi mimpi ayahanda sudah mengarah ke masa yang akan datang. Kalau memang benar Marajaya yang sesuai dengan mimpi ayahanda. Hamba pun ingin sekali berjumpa dengan pemuda itu. Daripada hamba dilamar banyak pendekar dari negeri seberang, bukankah akan lebih baik hamba bersuamikan pemuda negeri sendiri. Untuk itu, hamba punya usul, bagaimana kalau ayahanda

  Kemala Putri mengadakan sayembara?” mengajukan usul itu dengan rasa malu-malu.

  11. Lokusi Parataksis

  1 “Sepertinya saran ananda bagus sekali. Tapi apa kira- kira yang akan kita sayembarakan?” tanya Datuk.

  “1 2 12. ayahanda. Lokusi Parataksis

  1 “Mengapa harus susah-susah, Bukankah menurut kabar yang tersiar itu, Marajaya andai berburu rusa”. “1 2

  13 Lokusi Parataksis

  1 “Baiklah kalau begitu, ayah sudah tahu maksud keinginan ananda. Hai para pendekar yang perkasa, para penghulu, para hulubalang, dan

  “1 2 Penghulu Janggut Merah sebagai penasehat Negeri. Mulai hari ini sebarkan ke seluruh penjuru Negeri kita, akan diadakan saayembara berburu rusa. Barang siapa yang mendapatkan hasil buruan paling banyak dalam waktu satu hari, entah itu orang kampung, entah itu orang kota Pari, akan mendapatkan hadiah besar. Pertama, ia akan dapat memperistri putri tunggalku, sedangkan hanya siapa saja yang menang dalam perlombaan ini berhak duduk sebagai Kepala di sini!” sabda Datuk berapi-api.

  14 Lokusi Parataksis

  1 “Apa rencana kita selanjutnya Pengulu Janggut Merah!”

  “1 2

  15 Lokusi Parataksis

  1 “Datuk Muda Indra Bongsu jangan terlalu risau dengan sayembara itu. Semua rencana kita akan mulus ke depan. Datuk Muda sebagai adik

  “1 2 kandung Datuk adalah pewaris sah Kepala Negeri ini. Langkah kita sekarang, tetaplah biasa saja jangan macam-macam. Jangan terlalu mencolok dan mencurigakan orang-orang istana kepercayaan Datuk. Yang paling penting sekarang ikuti perkembangan sayembara itu. Apakah sayembara itu mendapat dukungan penuh, kita selidiki dari jauh. Apakah anak muda bernama Marajaya itu ikut atau tidak. Kalau memang dia memang benar-benar ikut, saya sudah siapkan pasukan mata-mata yang sangat terampil untuk menggagalkan Marajaya agar tidak bisa menang dalam sayembara berrburu rusa. Itulah saran hamba. Datuk Muda Indra Bongsu. Apakah bisa diterima?”

  16 Lokusi Parataksis

  1 “Bagus-bagus Pengulu Janggut Merah! Itulah jawaban yang paling jitu, dan sangat saya harapkan in i berhasil!” “1 2

  17. Lokusi Parataksis

  1 “Ha ...! Ha-ha-ha...! Tuan muda jangan sangsikan Pengulu Janggut Merah. Akulah penasehat Datuk yang telah dipercaya puluhan tahun!” “1 2

  18. Lokusi Parataksis

  1 “Terima kasih Pengulu Janggut Merah! Ha-ha- ha...

  .!” Kedua orang petinggi Negeri pun tertawa riang membayangkan cita-citanya yang akan “1 2 segera menjadi kenyataan.

  19. Lokusi Parataksis

  1 “Pengumuman-pengumuman .....! Dengan ini diberitakan, sebuah sayembara besar. Sayembara ini terbuka untuk para pemuda Air Hitam. Barang

  “1 2 siapa yang paling banyak memperoleh dalam berburu rusa dalam waktu satu hari, akan diberi hadiah besar. Hadiah itu berupa putri tunggal Datuk, yaitu Kemala Putri, dan sekaligus bisa menduduki Negeri Air Hitam menggantikan Datuk Indr a Bestari!”

  20. Ide Parataksis “Mendapat hasil buruan terbanyak dalam satu

  1

  hari. Ah, itu bukan pekerjaan yang ringan. Aku harus masuk hutan lebih dalam lagi, kalau mau ‘1 2 dapat rusa banyak. Tapi aku akan mencoba ikut.

  Ya, siapa tahu akulah yang ak an menang.” Bisik Marajaya dalam hati.

  21. Lokusi Parataksis

  1 “Wahai seluruh peserta sayembara. Kalian sudah bisa berangkat sekarang. Sebelum senja tiba, kalian harus sudah sampai di alun-alun ini.

  “1 2 Barang siapa yang membawa hasil paling banyak itulah yang keluar sebagai pemenang!” teriak

  Pengulu Janggut Merah kepada para peserta sayembara.

  Lokusi Parataksis

  1

  22 “Hai, para pengikutku yang setia, besok adalah

  saat yang tepat kita bergerak. Seluruh tempat yang telah kita atur harus bergerak secara serentak.

  “1 2 Jangan ada yang setengah hati dalam menjalankan pemberontakan ini, Sebab kalau ini berhasil, istana bisa kita rebut. Kalian semua akan aku angkat menjadi pejabat tinggi di Negeri ini.

  Kalian semua akan menjadi orang yang terpandang dan berkuasa di Negeri ini!” Datuk

  Muda Indra Bongsu membakar semangat para pengikutnya.

  Lokusi Parataksis

  1

  23 “Apa yang disampaikan tuan pangeran muda kita

  benar. Tapi yang saya minta jangan sampai diantara kalian yang menjadi pengkhianat. Ingat “1 2 hukuman bagi yang mengkhianati perjuangan kita ini sangat berat” sambung Pengulu Janggut Merah.

  24 Lokusi Parataksis “Wahai Kemala Putri yang cantik. Hamba adalah para peri dari Kahyangan Istana Cermin yang terdapat di langit. Kedatangan hamba ke hutan ini

  1 “1 2 atas utusan ratu kami. Agar mengajak tuan ke

  Istana Cermin. Di atas sana nanti tuan akan kami jadikan ratu. Janganlah tuan putri takut, marilah kita sama- sama terbang menuju langit”. Kata salah seorang peri yang cantik dan pakaiannya bersinar gemerlapan itu.

  25 Lokusi Parataksis

  1 “Oh, mimpikah hamba?” Kemala Putri bertanya penuh rasa heran.

  “1 2 26. (Lokusi

  1 “Sudahlah tuan Putri jangan sangsikan kami. Parataksis

  Marilah kita tinggalkan hutan ini, tuan putri?” “1 2)

  27 (Lokusi

  1 “Tapi hamba, hamba tidak bisa terbang”

  Parataksis “1 2)

  28 “Tuan putri jangan khawatir. Pakailah selendang ini.”

  33 “Ya, itulah hukum rimba. Siapa yang kuat pastilah yang berkuasa

  Lokusi Parataksis “1 2

  1 37. “Ha... ha...ha...ha..! jangan takut hai anak muda! Akulah Datuk Pertapa Sakti dari Istana Angkasa Raya!” jawab sosok yang berjubah dan berjanggut putih itu.

  Lokusi Parataksis “1 2

  1 36. “Si .... siapakah tu, tuan?” tanya Marajaya ketakutan.

  Ide Parataksis ‘1 2

  Setelah kenyang pasti ngantuk. Tidur, ah enak,” omel batinnya sendiri.

  35 “Ah, penyakit lama. Habis makan kenyang.

  1

  Ide Parataksis ‘1 2

  34 “Daripada lapar, apa salahnya aku bakar rusa ini stu. Sayembara sudah tak mungkin menang. Aku harus membuat api unggun tuntuk membakar rusa.” Kata Marajaya dalam hati.

  1

  Ide Parataksis ‘1 2

  ,” batin Marajaya lirih.

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  32 “Baiklah elang perkasa prajurit sejati, siapkanlah pasukan itu sekarang juga. Kita rebut kembali Kota Pari!”

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  Pokoknya ratu janganl ah ragu!” kata elang.

  31 “Segala sabda ratu, akan hamba laksanakan dengan baik. Seluruh burung-burung yang ada di angkasa ini siap. Seluruh burung-burung siap melaksanakan dan membantu Tuan ratu.

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  30 “Hai, elang perkasa! Untuk pasukan ini kau kuangkat sebagai komandannya. Aturlah bagaimana cara yang terbaik menyerang Kota Pari. Hanya perlu kalian ketahui Datuk yang sekarang berkuasa sebenarnya masih saudara ayahku. Tapi ia telah menghukum Datuk yang sebenarnya yaitu Datuk Indra Bestari, ayahandaku!” sabda putri.

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  29 “Terima kasih peri-peri yang cantik”.

  1

  1

  38 “Apa maksud tuan menemui hamba di hutan ini?” (Lokusi

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  45 “Silahkan lekas dipakai anak muda!”

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  44 “Terima kasih, tuan! Terima kasih!”

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

   Marajaya.

  Agar anak muda bisa terbang, pakailah baju ini!” Datuk Pertapa Sakti itu memberikan sepotong pakaian kepada

  43 “Ketahuilah, hai, anak muda, kalau Tuhan Yang Maha Esa menghendaki. Dimana dunia ini tidak ada yang tidak mungkin. Semua bisa saja terjadi.

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  Parataksis “1 2)

  42 “Tuan jangan bercanda, mana mungkin itu! Hamba manusia biasa. Hamba hanya orang kampung. Pekerjaan hamba hanya berburu. Mana mungkin bisa terbang. Hanya burunglah yang bisa terbang ke angkasa”.

  1

  Sekarang marilah ikuti langkahku terbang ke atas.” (Lokusi Parataksis “1 2)

  41 “Sudahlah anak muda jangan banyak tanya.

  1

  “Apa maksud Datuk?” (Lokusi Parataksis “1 2)

  1 40.

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  “Dengarlah hai anak muda. Aku diutus Ratu Merak Kayangan yang menguasai Istana Angkasa Raya, supaya membawamu ke sana!”

  1 39.

  1

  46 “Oh, mimpikah hamba? Dimanakah ini? Soa[alaj tiam sesimggijmua? Mengapa hamba jadi berubah seperti ini?” tanya Marajaya penuh keheranan.

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  Sejauh-jauh orang merantau, pasti suatu waktu akan teringat-ingat dan kembali ke kampung halamannya. Hanya saja anak muda harus bersumpah! Walaupun sudah pulang ke bumi, tapi harus ingat ke Istana Angkasa Raya ini, kalau tidak malapetaka akan melanda!”

  53 “Kalau yang anak muda maksudkan itu, sebenarnya tak apa-apa. Ibarat pepatah lama mengatakan, setinggi-tinggi bangau terbang, suatu saat pasti ia akan pulang ke sarangnya juga.

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  52 “Tapi, hamba hanyalah seorang anak kampung! Suatu saat pun hamba harus meninggalkan istana Angkasa Raya ini?”

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  51 “Bagus anak muda, itulah jawaban yang hamba nantikan!”

  1

  50 “Kalau Tuhan sudah menghendaki, apalah hamba mau berkata?”

  Lokusi Parataksis “1 2

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  49 “Apakah engkau mau tinggal di istana Angkasa Raya ini?”

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  48 “Anak muda inilah yang ratu maksud? Hamba telah menemukan di hutan.” Sembah Datuk Pertapa sakti ketika sampai di Istana angkasa Raya, kepada Putri Merak Kayangan.

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  Dengan dirimu yang telah berubah seperti pangeran yang gagah dan perkasa. Marilah kita terbang menuju angkasa. Tuan putri Merak Kayangan sudah menanti kedatangan kita!” Datuk Pertapa sakti lalu menggandeng tangan Marajaya.

  47 “Sekarang bukankah engkau percaya anak muda? Tuhan telah memberimu nasib yang bagus.

  1

  1

  54 “Apa maksud tuan putri?”

  58 “Oh, tentu saja abang akan segera kembali, adinda jangan cemas!”

  Ide Parataksis ‘1 2

  Jangan-jangan telah terjadi perubahan di sana. Dan aku pun ingin tahu, siapa sesungguhnya yang menang dalam sayembara berburu rusa yang diadakan beberapa waktu yang lalu,” bisik Marajaya dalam hati.

  61 “Aku harus cepat-cepat menuju Kota Pari.

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  60 “Percayalah adinda!” Jawab Marajaya mantap.

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  59 “Ingat dengan sumpah itu abangda! apapun yang terjadi di bumi, abangda harus kembali ke langit!” pesan Putri Merak kayangan kepada marajaya.

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  Silahkan abangda turun ke bumi sendirian. Ingat anangda harus cepat kembali. Bila perlu melihat kampung halaman dari atas saja. Adinda tak tahan pisah lama- lama dengan abangda!”

  57 “Abangda Marajaya, adinda sebenarnya ingin ikut turun ke bumi. Melihat-lihat pemandangan dunia yang indah. Tapi itu tak mungkin. Siapa nanti yang mengurusi kerajaan Angkasa Raya ini.

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  56 “Adinda Merak Kayangan yang tercinta. Izinkan abangda turun ke bumi sebentar saja. Abangda sudah ingin sekali melihat-lihat kampung sendiri yang telah lama abangda tinggalkan. Apakah adinda putri tak keberatan?”

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  Anak muda harus kawin dengan hamba!” desak tuan Putri Merak Kayangan.

  55 “Sudahlah anak muda! Sekali bicara hamba tak akan menjilat lagi ludah yang telah terbuang.

  1

  1

  62 “Ampun beribu-ribu ampun baginda. Di alun-alun telah datang pasukan beribu-ribu burung yang akan menyerbu ke sini, menurut pandangan hamba, pasukan itu dipimpin oleh Kemala Putri, kemanakan Batuk Muda!” kata prajurit itu melapor.

  67 “Ampun Pengulu! Hamba siap mati!”

  (Lokusi

  71 “Pengulu Janggut Merah, bagaimana ini? Kita hampir kalah!”

  1

  Ide Parataksis ‘1 2

  70 “Oh, alangkah perkasanya pemuda itu. Siapakah gerangan ia? Apakah seorang pangeran yang kasihan padaku? Tapi, dari negeri mana dirinya berasal? Ya, Tuhanku! Terima kasih atas pertolonganMu!” bisik batin Kemala Putri lirih.

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  69 “Ayo! Para prajurit burung! Gempur terus. Jangan mundur!” teriaknya lantang.

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  68 “Bagus! Mari kita sambut pasukan burung itu!”

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  Lokusi Parataksisi “1 2

  Janggut Merah ikut menghardik prajurit itu.

  66 “He, prajurit! Kau harus bisa mempertanggungjawabkan laporanmu ini!” Kalau tidak, kupenggal batang lehermu!” Pengulu

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  65 “Ah, sudah sana minggat! Aku muak melihat tampangmu!”

  1

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  64 “Am ... ampun Datuk, a... apa, yang hamba sampaikan benar. Kalau Datuk tidak percaya, silahkan Datuk datang ke sana. Balai ini sudah terkepung dari berbagai sudut Datuk!”

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  Kalau mau masih hidup ngomongmu jangan kacau. Apa kamu sudah bosan hidup? Ha!” bentak Datuk Muda Indra Bongsu lantang.

  63 “He, bedebah! Apa kau bilang, kemenakanku datang ke sinsi? Ha, kau hanya prajurit rendahan.

  1

  1 Parataksis “1 2)

  72 “Datuk Muda Indra bongsu junjungan mulia, jangan cemas dulu. Keluarkanlah senjata andalan tuan! Lidah Tanah!”

  “Tombak Serampang Sakti! Ya, hanya pusaka inilah yang sangat ditakuti Lidah Tanah! Bisik batin Kemala Putri.

  Hamba sebenarnya salah seorang peserta sayembara berburu rusa. Namun karena tersesat di Lokusi Parataksis

  81 “Ampun paduka Datuk hamba yang mulia.

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  80 “Ya, hamba pun ingin berkenalan” sela tuan putri.

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  79 “Siapa sebenarnya engkau, wahai anak muda? Sungguh jasamu sangat besar bagi Neger i” tanya Datuk Indra Bestari.

  1

  Lokusi Parataksis “1 2

  78 “Hai, Lidah Tanah!” hari ini tamatlah riwayatmu!” teriak tuanku Kemala Putri lantang.

  1

  Ide Parataksis ‘1 2

  77

  (Lokusi Parataksis “1 2)

  1