FAKTOR-FAKTOR PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU BEKERJA DI PONKESDES AWANG AWANG KECAMATAN MOJOSARI MOJOKERTO

  

FAKTOR-FAKTOR PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF PADA IBU BEKERJA DI

PONKESDES AWANG AWANG KECAMATAN MOJOSARI MOJOKERTO

Dyah Siwi Hety

  

Dosen STIKes Majapahit Mojokerto

Abstract

  

The women workers, especially in the formal sector, often have difficulty giving exclusive breast milk

to their babies because of limited time and the availability of facilities for breastfeeding in the

workplace. Impact, many mothers who work are forced to switch to formula milk and stop giving

exclusive breast milk. The purpose of this study is to know the socio-cultural factors, family, and

information effect giving exclusive breast milk to women workers.

Design of this study is observation with survey. The variables are the factors of giving exclusive

breast milk to women workers. The population in this study is mothers working who breastfeed their

infants age 0-6 months amount 26 woman and the sample with consists of 26 respondents. The

technique uses non probability sampling total sampling. It had been conducted in the Ponkesdes

Awang Awang Mojosari Mojokerto on September to December, 2017. Collecting data uses a

questionnaire. The data are processed with editing, coding, scoring, tabulating.

The results show the majority of respondents believe social culture amount 17 respondents (65.4%).

Most respondents whose families the women workers in giving breast milk amount 14 respondents

(53.8%). Most respondents have never received information about women workers in giving breast

milk amount 15 respondents (57.7%).

Based on this study shows the factors of social culture have relationship with giving exclusive breast

milk and most respondent whose do families never support the women giving workers don’t give

breast milk to their infants and this is coused by almost all of their husband are workers. Mothers

who do not breastfeed exclusively are affected with the lack of information obtained about exclusive

breastfeeding.

The results of this study show that socio-cultural factors, family, and the information determine the

women workers giving exclusive breast milk. The health workers or midwife must improve their

knowledge with counseling to the community about exclusive breast milk for healthy infant.

  Keywords: Mother, Working, Giving, exclusive breastfeeding

  2009). Sayangnya, pada ibu pekerja, terutama 1.

PENDAHULUAN

  ASI Eksklusif adalah terbaik untuk bayi di sektor formal, sering kali mengalami karena tidak hanya membuat anak lebih sehat, kesulitan memberikan ASI eksklusif kepada tetapi juga membuat lebih cerdas dan lebih bayinya karena keterbatasan waktu dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. ketersediaan fasilitas untuk menyusui di ASI juga termurah karena gratis langsung dari tempat kerja. Dampaknya, banyak ibu yang ibu (Roesli, 2004). Waktu pemberian ASI (Air bekerja terpaksa beralih ke susu formula dan Susu Ibu) adalah saat yang penting bagi menghentikan memberi ASI secara eksklusif. seorang bayi demi masa depan perkembangan (Depkes RI, 2011). fisik dan otaknya. Program Peningkatan WHO (World Health Organization) Pengetahuan Air Susu (PPPASI) khususnya merekomendasikan para ibu untuk menyusui ASI Eksklusif merupakan program prioritas, secara ekslusif selama 6 bulan, melanjutkannya karena dampaknya yang luas terhadap status dengan memberikan makanan pendamping gizi dan kesehatan balita. Pemberian ASI ASI dari bahan – bahan lokal yang kaya nutrisi secara eksklusif ini diberikan selama 6 bulan. sambil tetap memberikan ASI sampai anak Setelah berumur 6 bulan, bayi baru diberi berusia 2 tahun atau lebih. Pada tahun 2010. makanan pendamping atau makanan padat Organisasi Internasional Unicef menyebutkan yang benar dan tepat. ASI dapat diberikan hanya 40% bayi mendapatkan ASI eksklusif sampai anak berusia 2 tahun (Kristiyansari, pada 6 bulan pertama kehidupannya (Unicef,

  2011). Berdasarkan data SDKI bayi usia 4 bulan pada tahun 2008-2009 hanya 55% yang memberikan ASI eksklusif, bahkan lebih parahnya bayi usia 6 bulan hanya 39,5% dari keseluruhan bayi. Secara otomatis pemakaian susu formula meningkat 3 kali lipat antara tahun 2004

  • –2008 (Suririnah, 2008). Data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013 menunjukkan Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 61,5%. (Depkes RI, 2013). Menurut data dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur tahun 2015 diketahui cakupan ASI Eksklusif sebesar 73,8%. Sedangkan di Kabupaten Mojokerto tahun 2015 cakupan ASI Eksklusif masih sebesr 51,7%. (Profil Dinkes

  Kab.Mojokerto,2015).

  Berdasarkan hasil studi pendahuluan tanggal 11 September 2017 didapatkan dari 12 responden, 5 responden memberikan ASI eksklusif, dan 7 responden tidak memberikan ASI eksklusif (ibu memberikan makanan pendamping seperti pisang dan susu formula pada saat bayi berusia kurang dari 6 bulan).

  Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. ASI tanpa bahan makanan lain dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sampai usia sekitar enam bulan. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras. Berbagai alasan dikemukakan oleh ibu-ibu mengapa keliru dalam pemanfaatan ASI secara Eksklusif kepada bayinya, antara lain adalah produksi ASI kurang, kesulitan bayi dalam menghisap, keadaan puting susu ibu yang tidak menunjang, ibu bekerja, keinginan untuk disebut modern dan pengaruh iklan/promosi pengganti ASI dan tdak kalah pentingnya adalah anggapan bahwa semua orang sudah memiliki pengetahuan tentang manfaat ASI (Arifin, 2004). Penyebab gagalnya program pemberian ASI Eksklusif ini antara lain adalah akibat diperkenalkan botol dan susu formula pada awal kelahiran bayi. Selain itu juga kondisi psikologi ibu, dimana ibu merasa tidak yakin akan persediaan ASI-nya bagi bayi karena tidak adanya dukungan suami ataupun keluarga. Alasan ibu bekerja juga sering menjadi penyebabnya, walaupun juga banyak para ibu yang bisa meneruskan pemberian ASI pada bayinya sambil terus berkarir di luar rumah. Semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan sang ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam pemberian ASI Esklusif. Ayah cukup memberikan dukungan secara emosional dan bantuan bantuan yang praktis. Pengertian dan dukungan ayah dalam upaya pemberian ASI Eksklusif adalah suatu investasi yang berharga (Roesli, 2004).

  Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membangkitkan kemauan dan kesediaan untuk memberikan ASI Eksklusif, memberikan ASI saja tanpa memberikan minuman/makanan lain. Bayi harus sering disusui, perhatikan juga posisi menyusui, dan jangan di beri dot atau empeng. Tindakan lain yaitu memotivasi ibu untuk tetap menyusui itu juga penting, dengan cara menghimbau agar kembali pada praktek menyusui anak sendiri. Karena hal itu mendatangkan keuntungan bagi hubungan ibu dan anak (Roesli, 2004).

  Berdasarkan permasalah tersebut diatas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul faktor-faktor pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di Ponkesdes Awang-Awang Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto.

  2. KAJIAN LITERATUR

  Setiap Ibu dapat menyusui anaknya sampai 2 tahun. Bekerja di luar rumah bukan alasan untuk menghentikan menyusui bayi atau memberi susu formula untuk bayi. ASI mengandung zat antiinfeksi, maka ASI dapat diperah dan disimpan (biasa disebut ASIP = ASI Perahan). ASIP dapat diberikan kepada Ibu selama bekerja. Tapi, tentu diperlukan manajemen laktasi yang baik agar proses menyusui dapat dilakukan secara eksklusif selama 6 bulan pertama dan dilanjutkan hingga 2 tahun.

  Bekerja dan tetap memberikan ASI untuk bayi memiliki tantangan karena menyusui memerlukan proses adaptasi antara Ibu dan bayi. Setelah bekerja, Ibu harus berjuang keras untuk menyusui di rumah, memerah dan tetap bekerja dengan baik di kantor. Akan lebih mudah menyusui bayi jika terus berada di dekat bayi karena tingkat keberhasilan menyusui juga ditentukan oleh durasi cuti setelah melahirkan. Penelitian di Amerika Serikat dan Skotlandia menunjukkan ibu yang mengambil cuti melahirkan lebih lama akan menyusui bayinya lebih lama pula. Di Indonesia, umumnya cuti melahirkan selama 3 bulan, bahkan sebagai PNS menurut UU Kepegawaian hanya diberikan 2 bulan setelah melahirkan. Jadi, selama cuti melahirkan tersebut, Ibu harus mempersiapkan diri untuk tetap menyusui setelah kembali bekerja.

  Ibu bekerja yang memiliki tekad untuk tetap memberikan ASI kepada bayinya harus memerah ASI di tempat kerja. Terkadang, kesibukan selama bekerja ataupun kebijakan perusahaan yang tidak kooperatif tidak memberikan waktu yang cukup untuk Ibu memerah ASI. Selain itu belum banyak tempat bekerja yang menyediakan tempat khusus untuk memerah ASI. Pun, fasilitas seperti kulkas jarang tersedia untuk Ibu bekerja yang hendak menyimpan ASIP.

  Berita baik untuk Ibu Menyusui yang bekerja seiring dengan ditetapkannya PP Nomor 33 tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif pada tanggal 1 Maret 2012. Peraturan ini dibuat dalam rangka melindungi, mendukung dan mempromosikan pemberian ASI Eksklusif sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan dukungan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Tenaga Kesehatan, masyarakat serta Keluarga agar ibu dapat memberikan ASI eksklusif kepada bayi.

  Melalui PP ini pemerintah mengharuskan pengurus tempat kerja (perusahaan, perkantoran milik Pemerintah, Pemda dan swasta) serta penyelenggaraan tempat sarana umum untuk mendukung program ASI eksklusif, menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan, membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI eksklusif. Pengurus tempat kerja wajib memberikan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja (BKKBN, 2012) 3.

  Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional . Rancang bangun penelitian adalah

  survei .

  Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama membuat gambaran atau deskriptif tentang faktor-faktor pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di Ponkesdes Awang-Awang Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto. Secara subyektif penelitian ini dilakukan dengan menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan atau analisis data, membuat kesimpulan dan laporan. Populasi dalam penelitian ini menggunakan ibu bekerja yang menyusui bayi 0-6 bulan di Desa Awang-Awang Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto pada bulan September-Desember 2017 sebanyak 26 responden. Penelitian ini menggunakan

  non probability sampling tipe sampling

  jenuh (total sampling), dengan cara mengambil semua anggota populasi menjadi sampel. Teknik pengolahan data menggunakan editing, coding, scoring, tabulating, untuk teknik analisa data menggunakan skala likert. Untuk mengukur dukungan keluarga digunakan skala likert. Pada skala likert disediakan 4 alternative jawaban dan setiap jawaban sudah tersedia nilainya. Dalam skala

  likert item ada yang bersifat positif

  (favorable) terhadap masalah yang diteliti, sebaliknya ada yang bersifat negatif (unfavorable) terhadap masalah yang diteliti. Dukungan dikategorikan menjadi dukungan positif dan dukungan negatif dengan menghitung terlebih dahulu skor-T. Untuk mencari T-skor menggunakan rumus (Setiadi, 2013).

  4. PEMBAHASAN 4.1. Sosial budaya

  Sebagian besar responden percaya dengan sosial budaya sebanyak 17 responden (65.4%). Pengaruh sosial budaya sangat erat kaitannya dengan pemberian ASI eksklusif. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi di masyarakat seperti Kebiasaan membuang kolostrum (cairan yang keluar pertama dari susu ibu setelah melahirkan) karena kolostrum dianggap kotor disebabkan karena warnanya kekuning-kuningan, padahal kolostrum memberikan zat kekebalan tubuh bayi terhadap berbagai penyakit. Memberikan ASI diselingi atau ditambah minuman atau makanan lain pada waktu bayi baru lahir beberapa hari. Cara ini tidak tepat karena pemberian makanan atau minuman selain ASI akan menyebabkan bayi kenyang sehingga mengurangi keluarnya ASI. Selain itu, bayi menjadi malas menyusui karena sudah mendapat minuman atau makanan tersebut terlebih dahulu. Berbagai tahayul untuk berpantangan makanan yang seharusnya tidak dimakan oleh ibu yang sedang menyusui seperti ikan dengan anggapan ASI akan berbau amis sehingga bayi tidak menyukainya. Anggapan tersebut tidak tepat karena ikan mengandung banyak protein dan akan mempengaruhi rasa pada ASI (Wahyuningsih, 2012).

  Melalui PP ini pemerintah mengharuskan pengurus tempat kerja (perusahaan, perkantoran milik Pemerintah, Pemda dan swasta) serta penyelenggaraan tempat sarana umum untuk mendukung program ASI eksklusif, menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan/atau memerah ASI sesuai dengan kondisi kemampuan perusahaan, membuat peraturan internal yang mendukung keberhasilan program pemberian ASI eksklusif. Pengurus tempat kerja wajib memberikan kesempatan kepada ibu yang bekerja untuk memberikan ASI Eksklusif kepada bayi atau memerah ASI selama waktu kerja di tempat kerja (BKKBN, 2012). Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan, dkk, 2010). Responden yang memiliki tradisi yang menghambat dalam pemberian ASI Eksklusif pada bayi disebabkan karena pendidikan ibu yang masih dasar/rendah. Sesuai dengan teori Wawan (2010) Karena semakin tinggi tingkat pendidikan formal yang diperoleh, semakin tinggi pula pengetahuan tentang pemberian ASI yang dimiliki.

  Pendidikan tentang pemberian ASI merupakan suatu proses mengubah kepribadian, sikap, dan pengertian tentang ASI sehingga tercipta pola kebudayaan dalam memberikan ASI secara tanpa tambahan bahan makanan apapun. Responden yang dalam keluarganya terdapat tradisi memberikan makanan pada bayi baru lahir karena ibu mengikuti kebisaan dari keluarga untuk memberikan makanan selain ASI pada bayi yang sebelumnya di haluskan terlebih dahulu, agar bayi terangsang atau terlatih untuk dapat makan dan minum. Responden menyatakan bahwa dalam keluarganya terdapat tradisi untuk memberikan makanan pada bayi ketika bayi berusia kurang dari 6 bulan, hal ini dilakukan karena sudah menjadi tradisi turun temurun untuk memberikan makanan pralakteral pada bayi. Responden mengungkapkan kebanyakan ditempat mereka belum ada yang menyediakan tempat untuk menyusui sehingga dari kebanyakan responden jarang yang memberikan ASI eksklusif.

  4.2. Dukungan Keluarga.

  Sebagian besar responden keluarga tidak mendukung dalam pemberian ASI pada ibu bekerja sebanyak 14 responden (53.8%).

  Seorang ibu yang tidak pernah mendapat nasehat atau penyuluhan tentang ASI dari keluarga dapat mempengaruhi sikapnya pada saat ibu tersebut harus menyusui sendiri bayinya. Hubungan yang harmonis akan mempengaruhi lancarnya proses laktasi. Beberapa unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan untuk tidak memberikan ASI karena merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya, hal ini sangat bertentangan dengan berbagai prinsip yang ada. Adanya pantangan tersebut didasarkan pada keagamaan, tetapi ada pula yang merupakan tradisi yang menurun (Suparyanto, 2011).

  Responden banyak yang tidak mendapatkan dukungan dari keluarga tidak memberikan ASI Eksklusif, hal ini disebabkan karena hampir seluruh dari suami ibu adalah seorang pekerja, sehingga suami kurang memiliki waktu yang cukup banyak untuk memberikan perhatian kepada istrinya dikarenakan mereka intensitas bertemu sangatlah kurang. Selain itu banyak dari suami ibu yang berpendidikan dasar (SD atau SMP) sehingga mempengaruhi dukungan sosial terhadap ibu nifas dalam pemberian ASI pada bayi. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi wawasan dan pengetahuan suami sebagai kepala rumah tangga semakin rendah pengetahuan suami maka akses terhadap informasi kesehatan istrinya akan berkurang sehingga suami akan kesulitan akan mengambil keputusan secara efektif.

  Status bekerja atau tidak bekerja sangat berpengaruh dalamwaktu pemberian ASI sehingga dapat mempengaruhi dorongan atau motivasi ibu untuk memberikan ASI, ibu bekerja cenderung tidak memberikan ASI eksklusif karena kesibukanya (Handoko, 2011).

  Seorang ibu yang bekerja berfikir untuk tidak memberikan ASI eksklusif karena cenderung terlalu sibuk dengan pekerjaannya sehingga memilih cara yang praktis yaitu memberikan susu formula sebagai pengganti ASI. Maka dari itu pekerjaan ibu dapat dijadikan salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI Eksklusif.

  Sebagian besar responden tidak pernah mendapat informasi tentang pemberian ASI pada ibu bekerja sebanyak 15 responden (57.7%).

  Kurangnya informasi kepada ibu yang menyusui juga mempengaruhi dalam pemberian ASI eksklusif kepada bayi. Banyak ibu yang merasa bahwa susu formula itu sama baiknya atau malah lebih baik dari ASI sehingga cepat menambah susu formula bila merasa bahwa ASI kurang. Petugas kesehatanpun masih banyak yang tidak memberikan informasi pada saat pemeriksaan kehamilan atau saat memulangkan bayi (Wahyuningsih, 2012).

  Ibu yang tidak memberikan ASI secara eksklusif dipengaruhi oleh kurangnya informasi yang diperoleh tentang ASI eksklusif. Rendahnya tingkat pemahaman ibu tentang pentingnya ASI setelah kelahiran bayi dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu mengenai segala nilai plus nutrisi dan manfaat yang terkandung dalam ASI.

  Pemberian ASI Ekslusif dipengaruhi oleh beberapa hal. Salah satunya adalah umur. Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 20-35 tahun sebanyak 14 responden (53.8%).

  Umur dapat mempengaruhi seseorang, semakin cukup tingkat pengetahuan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan menerima informasi dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. (Wawan A, 2010)

  Didapatkan kebanyakan responden yang tidak memberikan ASI Eksklusif adalah responden yang berusia 20-35 tahun. Hal ini dikarenakan pada umur ini merupakan umur cenderung bertahan dengan pemikiran/pendapatnya sendiri, sehingga ibu sulit menerima informasi dari luar tentang pemberian ASI Ekslusif sehingga ibu kurang mempersiapkan diri untuk memberikan ASI secara Ekslusif. Sedangkan usia >35 tahun mereka banyak yang memberikan ASI eksklusif dikarenakan mereka kaya akan pengalaman yang menjadikan mereka dapat memilah informasi yang berguna untuk dirinya atau yang merugikan dirinya.

  Faktor petugas kesehatan mempunyai peranan penting dalam pemberian informasi sehingga masyarakat mendapat penerangan atau dorongan (motivasi) tentang manfaat pemberian ASI eksklusif (Handoko, 2011).

  Kebanyakan responden yang yang tidak memberikan ASI eksklusif dikarenakan mereka tidak paham pentingnya ASI bagi bayi dan manfaat ASI yang sudah dijelaskan oleh tenaga kesehatan waktu pemeriksaan ANC di Posyandu maupun di BPM dikarenakan penyampaiannya kurang menarik dan penjelasan dari tenaga kesehatan berbelit-belit sehigga para ibu hamil sulit mencerna informasi yang didapat, juga waktu saat penyampaian materi banyak ibu yang mengobrol dan banyak bayi yang menangis yang menjadikan konsentrasi ibu berkurang.

  5. KESIMPULAN

  Kesimpulan hasil dari penelitian yang dilakukan tentang faktor-faktor pemberian ASI eksklusif pada ibu bekerja di Ponkesdes Awang-awang Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto didapatkan bahwa sebagian besar responden percaya dengan sosial budaya untuk tidak memberikan ASI eksklusif sebanyak 17 responden (65.4%), sebagian besar respoden tidak mendapat dukungan dari keluarga dalam pemberian ASI pada ibu bekerja sebanyak 14 responden (53.8%) dan sebagian besar responden tidak pernah mendapat informasi tentang cara pemberian ASI pada ibu yang bekerja sebanyak 15 responden (57.7%).

  REFERENSI 1.

  Riset Keperawatan . Yogyakarta: Graha

  Medika 15. Nuth. 2012. Gizi Nutrisi Dan Jenis

  Permainan Untuk Bayi 0-6 Bulan

  http://ulfahsita.blogspot.com/2013/12/giz i-nutrisi-dan-jenis-permainan- untuk_7051.html 16. Prasetyono, Dwi Sunar. 2009. Buku

  Pintar ASI Eksklusif. Yogyakarta: Diva Press 17. Purwanti. 2009. Konsep Penerapan ASI Eksklusif. Bandung: Cendekia.

  18. Roesli, U .2004. Mengenal ASI Eksklusif,

  edisi 2. Jakarta: Trubus Agriwidya 19.

  Riksani, Ria. 2012. Keajaiban ASI (Air

  susu ibu), Jakarta Timur: Dunia seha 20.

  Setiadi. 2007. Konsep dan Penulisan

  Ilmu 21. Setiadi. 2013. Konsep dan Penulisan

  Yogyakarta: CV. Andi 14. Nursalam, 2013. Konsep & Penerapan

  Riset Keperawatan . Yogyakarta: Graha

  Ilmu 22. Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas.

  Yogyakart: Penerbit Fitramaya 23. Sugiono, 2009. Statistika untuk

  Penelitian. Bandung: Alfabeta 24.

  Suparyanto. 2011. Konsep Pemberian Asi

  (Air Susu Ibu) . http://dr-

  suparyanto.blogspot.com 25. Yuliarti, N. 2010. Keajaiban ASI-

  Makanan Terbaik untuk Kesehatan, Kecerdasan, dan Kelincahan Si kecil .

  Yogyakarta: Andi Offset 26. Wahyuningsih, Puji. 2012. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan . http://wahuyuniheni. blogspot.com 27. Wawan, A dan Dewi, M. 2010. Teori dan Pengukuran Pengetahuan , Sikap dan.

  Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.edisi 1 . Jakarta: Salemba

  Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan, dan Kelincahan si Kecil .

  Arifin, Siregar. 2004. Pemberian ASI

  7. Handoko, Riwidikdo. 2011. Statistik

  Eksklusif dan Faktor –faktor yang. Mempengaruhinya . Sumatra Utara: Universitas Sumatra Utara.

  2. Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

  Jakarta: Rineka Cipta 3. BKKBN. 2012. Evaluasi Program Kependudukan dan KB . Semarang.

  Materi Rakerda 4. Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2010.

  Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur Tahun 2010 . Surabaya: Dinkes Jatim

  5. Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2012.

  Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur Tahun 2012 . Surabaya: Dinkes Jatim

  6. Departemen Kesehatan RI. 2011. Profil

  Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011 . Jakarta: Depkes

  Kesehatan . Yogyakarta : Mitra Cendekia

  Jakarta: Rineka Cipta 13. Nurheti, Yuliarti. 2010. Keajaiban ASI-

  Press 8. Hidayat, Aziz, Alimul . 2010. Metode

  Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data . Jakarta : Salemba Medika

  9. Kristiyansari, Weni. 2009. ASI, Menyusui

  dan Sadari . Yogyakarta: Nuha Medika 10.

  Laksono, Kodrat. 2010. Dahsyatnya ASI

  & Laktasi Untuk kecerdasan Buah Hati Anda . Yogyakarta: Media Baca

  11. Nazir, Mohammad. 2011. Metode

  Penelitian . Jakarta: Ghalia Indonesia 12.

  Notoatmodjo, Soekidjo. 2010.

  Metodologi Penelitian Kesehatan.

  Perilaku Manusia .. Yogyakarta : Nuha Medika.

Dokumen yang terkait

PENENTUAN KADAR ASAM AMINO ESENSIAL (METIONIN, LEUSIN, ISOLEUSIN DAN LISIN) PADA TELUR PENYU DAN TELUR BEBEK DETERMINATION OF AMINO ACIDS ESSENTIAL’S CONTENT(METHIONINE, LEUCINE, ISOLEUCINE AND LYSINE) ON TURTLE EGGS AND DUCK EGGS

0 0 9

STUDI DOCKING MOLEKULAR SENYAWA ASAM SINAMAT DAN DERIVATNYA SEBAGAI INHIBITOR PROTEIN 1J4X PADA SEL KANKER SERVIKS MOLECULAR DOCKING STUDY OF CINNAMATE ACID COMPOUND AND ITS DERIVATIVES AS PROTEIN 1J4X INHIBITOR TO CERVICAL CANCER CELL

0 0 7

IDENTIFIKASI POTENSI JERUK PURUT SEBAGAI DEMULSIFIER UNTUK MEMISAHKAN AIR DARI EMULSI MINYAK DI LAPANGAN MINYAK RIAU IDENTIFICATION OF POTENTIAL KAFFIR LIME AS DEMULSIFIER TO SEPARATE WATER FROM OIL EMULSION IN RIAU’S OIL FIELD

0 0 5

SINTESIS SELULOSA ASETAT DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT DAN SIFATNYA SEBAGAI MEMBRAN POLIMER ELEKTROLIT PADA BATERAI ION LITIUM SYNTHESIS OF CELLULOSE ACETATE FROM OIL PALM EMPTY FRUIT BUNCH AND ITS PROPERTIES AS POLYMER ELECTROLYTE MEMBRANES ON LITHIUM

0 0 7

INKORPORASI VITAMIN E PFAD PADA CAMPURAN GALAKTOMANAN KOLANG-KALING (Arenga pinnata) DAN GUM ACASIA INCORPORATION VITAMIN E FROM PFAD IN MATRIX OF MIXED GALAKTOMANAN KOLANG-KALING (Arenga pinnata) AND GUM ACASIA

0 0 7

LINGKAR LENGAN ATAS DENGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL TRIMESTER III DI UPT PUSKESMAS KUTOREJO KABUPATEN MOJOKERTO

0 0 7

EFEKTIFITAS RUJUKAN BIDAN ERA JKN PADA PRE EKLAMSIA DAN EKLAMSIA DI RS dr. SAIFUL ANWAR MALANG

0 0 8

FUNGSI KOGNITIF DENGAN ACTIVITIES OF DAILY LIVING (ADL) PADA LANSIA (Kognitif Function With Activities Of Daily Living (ADL) In The Elderly)

1 3 14

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN RUPTUR PERINEUM DI PUSKESMAS PURI KABUPATEN MOJOKERTO

0 0 8

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN JUMLAH ANAK DENGAN PEMILIHAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA AKSEPTOR KB (Di RW 03 Kelurahan Kedung Cowek Surabaya)

0 0 6