BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Teori Tentang Kinerja 2.1.1 Pengertian Kinerja - Analisis Kinerja dan Pelayanan Pegawai Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada PDAM Tirtanadi Cabang Sei Agul Medan

BAB II KERANGKA TEORITIS

2.1 Teori Tentang Kinerja

2.1.1 Pengertian Kinerja

  Kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi pada ekonomi.

  Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya.

  Bernadin dan Russel (2006 : 379) menyatakan bahwa kinerja adalah the

  record of outcomes produced on a specified job fuction or activity during a specified time periods yang dapat diterjemahkan bebas dengan catatan hasil dan

  keuntungan yang dihasilkan oleh fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas tertentu selama periode waktu tertentu.

  Kinerja sama artinya dengan prestasi. Istilah kinerja atau prestasi itu sendiri sebenarnya adalah pengalihbahasaan dari bahasa Inggris, yakni

  performance. Echols dan Shadily (1996 : 425) menyatakan bahwa dalam kamus An English - Indonesian Dictionary mengartikan kata performance sebagai :

  1) pertunjukan yang biasanya digunakan dalam kalimat His performance was

  exellent (pertunjukannya hebat), 2) perbuatan yang digunakan dalam kalimat His performance was disgracefu (perbuatannya memalukan), 3) prestasi atau hasil

  yang digunakan dalam kalimat, misalnya tentang mobil yang sangat cepat (high

  performance car) atau tentang hasil ujiannya (his performance on the exam), 4) pelaksanaan tugas yang biasanya digunakan dalam kalimat In the performance of o’s duty (dalam melaksanakan kewajibannya/ tugasnya), dan 5) pertunjukan yang

  biasanya digunakan dalam kalimat Folk Dance Performance (pertunjukan tari- tarian rakyat), seperti of wayang play.

  Bernardin dan Russel (2006 : 378) mendefinisikan performance itu dengan “Performance is defined as the record of out comes produced on a specified job

  function or activity during a specified time period” (Kinerja atau prestasi adalah

  catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).

2.1.2 Indikator Penilaian Kinerja Penilaian kinerja dilakukan terhadap pegawai sejak diterima bekerja.

  Menurut Hasibuan (2007 : 87) penilaian adalah kegiatan manajer untuk mengevaluasi perilaku prestasi kerja pegawai serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya, dan penilaian prestasi adalah menilai hasil kerja nyata dengan standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan oleh setiap pegawai.

  Perilaku yang dimaksudkan adalah penilaian terhadap kesetiaan, kerjasama, loyalitas, dedikasi, dan partisipasi pegawai. Sedangkan istilah yang sama artinya dengan penilaian prestasi adalah condute, employee rating,

  performance appraisal, employee evaluation, personel review, service rating, dan

  atau behavioral assessment (Hasibuan, 2007:87). Disertakannya istilah

  performance appraisal dan penjelasan perilaku yang mencakup aspek menyeluruh

  dari kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan, kerjasama, loyalitas, dedikasi, dan partisipasi pegawai, maka penilaian prestasi kerja yang dimaksud oleh Hasibuan di atas dapat disamakan maknanya dengan penilaian kinerja.

  Bernadin dan Russel (2006 : 380) mendefinisikan penilaian kinerja sebagai a way of measuring the contributions of individuals to their organization (suatu cara untuk mengukur sebagai kontribusi yang diberikan oleh setiap individu bagi organisasinya).

  Berdasarkan seluruh uraian beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian penilaian kinerja sebagai kegiatan evaluasi terhadap kesetiaan, kejujuran, kepemimpinan, kerjasama, loyalitas, dedikasi, dan partisipasi sebagai kontribusi keseluruhan yang diberikan oleh setiap individu bagi organisasinya.

  Sedangkan penilaian kinerja yang efektif menurut Triton PB (2005 : 97- 98) adalah apabila dalam penilaian kinerja tersebut benar-benar memperhatikan dan memprioritaskan dua hal berikut :

  1. Kriteria pengukuran kinerja memenuhi objektivitas. Untuk memenuhi persyaratan ini, maka ada tiga kualifikasi penting bagi pengembangan kriteria pengukuran kinerja yang objektif, yaitu meliputi : a. Relevansi, yang berarti harus ada kesesuaian antara kriteria dengan tujuan- tujuan kinerja. Misalnya apabila tujuan perusahaan adalah meningkatkan kualitas produksi dan penilaian kinerja dilakukan di bagian produksi, maka kualitas pekerjaan pegawai dijadikan kriteria lebih utama dibandingkan dengan keramahan.

  b. Reliabilitas, yang berarti harus terpenuhinya konsistensi atas kriteria yang dijadikan ukuran kinerja. Dalam hal ini, cara melakukan pengukuran dan pihak yang melakukan penilaian kinerja turut mempengaruhi reliabilitas pengukuran.

  c. Diskriminasi, yang berarti pengukuran dan penilaian kinerja harus mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan kinerja hasil pengukuran. Hasil pengukuran yang seragam, misalnya baik semua atau jelek. Semua menunjukkan tidak ditemukannya diskriminasi dalam penilaian kinerja.

  2. Proses penilaian kinerja mempertahankan nilai objektivitas. Proses penilaian kinerja sangat penting diperhatikan. Objektivitas dalam proses penilaian berarti tidak adanya pilih kasih, pengistimewaan atau bahkan kecurangan dalam proses penilaian kinerja terhadap pegawai tertentu.

  Dalam hal indikator penilaian kinerja ini, Swanson (2005 : 60) menyatakan sepuluh penilaian kinerja, yakni :

  1. Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

  2. Quantity of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan.

  3. Job knowledge, yaitu pemahaman pegawai mengenai prosedur atau tata cara kerja serta informasi teknis tentang pekerjaan.

  4. Dependability, yaitu kemampuan untuk diandalkan khususnya dalam bekerja

  atau kemampuan menyelesaikan pekerjaan secara tepat sesuai dengan waktu yang ditentukan.

  5. Adaptability, yaitu kemampuan beradaptasi atau kemampuan menanggapi kondisi dan perubahan yang terjadi di tempat kerja.

  6. Dependability, yaitu upaya untuk melakukan hal-hal baru berkaitan dengan pekerjaan.

  7. Initiative, yaitu kemampuan memunculkan gagasan baru atau ide-ide baru berkaitan dengan pekerjaan.

  8. Problem Solving, yaitu kemampuan dalam melakukan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

  9. Attendence, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan absensi atau sering tidaknya pegawai meninggalkan pekerjaannya.

  10. Cooperation, yaitu kesediaan bekerjasama dan berpartisipasi dengan pegawai lainnya baik secara vertikal maupun horizontal di dalam dan di luar pekerjaan.

  Indikator penilaian kinerja menurut Swanson (2005 : 60) hampir sama dengan komponen data kinerja menurut Umar (2007 : 102), yaitu :

  1) Kualitas pekerjaan, 2) Kejujuran pegawai, 3) Inisiatif, 4) Kehadiran, 5) Sikap, 6) Kerja sama, 7) Keandalan, 8) Pengetahuan tentang pekerjaan, 9) Tanggung jawab, dan 10) Pemanfaatan waktu.

2.1.3 Budaya Kerja Dalam Organisasi

  Supriyadi dan Guno (2007) menyatakan budaya kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang. Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik : 1. meningkatkan jiwa gotong royong.

  2. meningkatkan kebersamaan. 3. saling terbuka satu sama lain. 4. meningkatkan jiwa kekeluargaan. 5. meningkatkan rasa kekeluargaan. 6. membangun komunikasi yang lebih baik. 7. meningkatkan produktivitas kerja. 8. tanggap dengan perkembangan dunia luar.

  Peranan budaya kerja ini dapat sebagai daya dorong yang efektif dalam mencapai tujuan sesuai visi dan misi perusahaan. Budaya kerja yang efektif dilaksanakan dalam suatu perusahaan dapat: a) Menyatukan cara berpikir, berperilaku dan bertindak seluruh insan organisasi. b) Mempermudah penetapan dan implementasi visi, misi dan strategi dalam organisasi, c) Memperkuat kerjasama tim dalam organisasi, menghilangkan friksi-friksi internal yang timbul, d) Memperkuat ketahanan dalam menghadapi tekanan-tekanan eksternal.

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

  Mangkunegara (2006:16) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja itu terdiri dari dua faktor, yakni :

  1. Faktor Individu.

  Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmaniah).

  Dengan adanya integritas yang tinggi antara fungsi psikis dan fisik maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari-hari dalam mencapai tujuan organisasi.

  2. Faktor Lingkungan Organisasi.

  Faktor lingkungan kerja organisasi sangat menunjang bagi individu dalam mencapai kinerja, antara lain seperti uraian jabatan yang jelas, otoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja yang respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.

  Dharma (2006:9-11) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja itu terdiri dari empat faktor, yakni :

  1. Pegawai, berkenaan dengan kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan pekerjaan.

  2. Pekerjaan, menyangkut desain pekerjaan, uraian pekerjaan dan sumber daya untuk melaksanakan pekerjaan.

  3. Mekanisme kerja, mencakup sistem, prosedur pendelegasian dan pengendalian serta struktur organisasi.

  4. Lingkungan kerja, meliputi faktor-faktor lokasi dan kondisi kerja, iklim organisasi dan komunikasi.

  L. Mathis dan H. Jackson (2007 : 82) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai, terdiri dari lima faktor, yakni :

  1. Kemampuan mereka

  2. Motivasi

  3. Dukungan yang diterima

  4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan 5. Hubungan mereka dengan organisasi.

2.1.5 Manfaat Penilaian Kinerja

  Bagi perusahaan, manfaat penilaian adalah, (Rivai & Basri, 2004:62) antara lain: a. Perbaikan seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan karena: 1)

  Komunikasi menjadi lebih efektif mengenai tujuan perusahaan dan nilai budaya perusahaan; 2) Peningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas; 3) Peningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk menggunakan keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan keterampilan karyawan.

  b. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan oleh masing-masing karyawan.

  c. Meningkatkan kualitas komunikasi.

  d. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan.

  e. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian tujuan perusahaan.

  f. Peningkatan segi pengawasan melekat dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh setiap karyawan.

  g. Harapan dan pandangan jangka panjang dapat dikembangkan.

  h. Untuk mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan. i. Kemampuan menemu kenali setiap permasalahan. j. Sebagai sarana penyampaian pesan bahwa karyawan itu dihargai oleh perusahaan.

  Sedangkan manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar bagi mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan seperti yang dinyatakan Rivai dan Basri (2004:55). Pihak-pihak yang berkepentingan dalam penilaian adalah: (1) Orang yang dinilai (karyawan), (2) Penilai (atasan, supervisor, pimpinan, manager, konsultan) dan (3) Perusahaan.

2.2 Teori Tentang Pelayanan

2.2.1 Pengertian Pelayanan

  Secara harfiah, menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karya WJS Poerwadarminta, pelayanan adalah menolong menyediakan segala apa yang diperlukan orang lain, seperti tamu atau pembeli. Di bidang manajemen, Iqbal (2007:53) menyatakan beberapa pakar menguraikannya secara beragam yang diolah dari kata service, diantaranya adalah sebagai berikut :

  1. Self Awareness & Self Esteem : Menanamkan kesadaran diri bahwa melayani adalah tugasnya dan melaksanakannya dengan menjaga martabat diri dan pihak lain yang dilayani.

  2. Empathy & Enthuasiasm : Mengetengahkan empati dan melayani pelanggan dengan penuh kegairahan.

  3. Reform : Berusaha untuk memperbaiki pelayanan.

  4. Vision & Victory : berpandangan ke masa depan dan memberikan layanan yang baik untuk memenangkan semua pihak.

  5. Initiative & Impressive : Memberikan layanan dengan penuh inisiatif dan mengesankan pihak yang dilayani.

  6. Care & Cooperative : Menunjukkan perhatian kepada pelanggan dan membina kerjasama yang baik.

  7. Empowerment & Evaluation : Memberdayakan diri secara terarah dan selalu mengevaluasi setiap tindakan yang telah dilakukan.

  Dari uraian masing-masing di atas, maka dalam pelayanan (service) ada beberapa dimensi/persyaratan yang harus di penuhi, antara lain adalah : kesadaran untuk melayani, empati kepada pelanggan, selalu memperbaiki pelayanan, berpandangan ke masa depan, penuh inisiatif, menunjukkan perhatian dan selalu melakukan evaluasi. Sehingga makna dari pelayanan itu adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara–cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan.

  Setiap pelayanan menghasilkan produk, baik berupa barang ataupun jasa. Hasil pelayanan berupa jasa tidak dapat diinventarisasi, tidak dapat ditumpuk atau digudangkan, melainkan diserahkan secara langsung kepada pelanggan ataupun konsumen. Dalam hal pelayanan diberikan dengan tidak optimal maka pelayanan tidak dapat diulangi, karena pelayanan diberikan secara langsung kepada pelanggan. Sedangkan pelayanan umum terkait dengan tugas aparatur pemerintah, baik pemerintah tingkat pusat maupun daerah, termasuk BUMN dan BUMD. Oleh karena itu, pengertian pelayanan umum menurut Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Men-PAN) No.81 Tahun 1993 adalah segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan BUMN dan BUMD dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang–undangan.

2.2.2 Pelayanan Prima

  Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan prima adalah pelayanan terbaik yang diberikan kepada pelanggan. Pelayanan prima sangat mengutamakan pelanggan karena "pelanggan adalah raja" atau "pelanggan adalah profit" (Iqbal, 2007 : 57).

  Oleh karena itu, berbagai kemudahan dan kenyamanan harus diberikan kepada pelanggan. Pelanggan perlu dipelihara dengan cara menghargai, memuliakan dan menghormatinya.

  Dalam hal pelayanan prima berarti pelayanan yang bermutu. Untuk meningkatkan mutu berarti meningkatkan keprimaan. Oleh karena itu, hakikat dari pelayanan umum yang prima adalah :

  1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum.

  2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat dilaksanakan secara lebih berdaya guna (efisien dan efektif).

  3. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

  Sesuai dengan pengertian dan hakikat pelayanan prima, maka pelayanan secara umum harus dilaksanakan dalam rangkaian kegiatan terpadu yang bersifat sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau.

2.2.3 Dimensi Kualitas Pelayanan

  Kualitas adalah sebuah kata yang bagi penyedia jasa merupakan suatu yang harus dikerjakan dengan baik. Aplikasi kualitas sebagai sifat dari penampilan produk atau kinerja merupakan bagian utama strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan sebagai strategi untuk terus tumbuh.

  Keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan dan keinginan pelanggan.

  Kualitas pelayanan merupakan driver kepuasan pelanggan yang bersifat multidimensi. Banyak studi yang mencoba untuk melakukan eksplorasi terhadap dimensi dari kualitas pelayanan. Pada intinya, setiap studi ingin memberikan jawaban atas dua pertanyaan, yaitu apakah dimensi dari kualitas pelayanan dan dimensi manakah yang penting dalam mempengaruhi kepuasan pelanggan.

  Salah satu studi mengenai dimensi dari kualitas pelayanan yang saat ini masih populer menurut Irawan (2005 : 57-58) adalah konsep ServQual yang dikembangkan oleh Zeithaml, Parasuraman dan Berry sejak 15 tahun yang lalu. Ketika pertama konsep dari dimensi pelayanan ini diformulasikan, terdapat 10 dimensi. Setelah itu, disederhanakan menjadi 5 dimensi, yaitu Tangible,

  Reliability, Responsiveness, Assurance, dan Empathy. Kelebihan dari konsep ini

  adalah karena didasarkan atas suatu riset yang sangat komprehensif, mudah dipahami dan mempunyai instrumen yang jelas untuk melakukan pengukuran.

  Adapun 5 dimensi yang dinyatakan Irawan (2005 : 58-73) dari kualitas pelayanan menurut konsep ServQual adalah sebagai berikut :

  1. Dimensi Tangible, yakni karena suatu service tidak bisa dilihat, tidak bisa dicium dan tidak bisa diraba, maka aspek tangible sangat penting sebagai ukuran terhadap kualitas pelayanan. Pelanggan akan menggunakan indra penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan.

  2. Dimensi Reliability, yaitu dimensi yang mengukur kehandalan dari perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Ada dua aspek dari dimensi ini. Pertama adalah kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan. Kedua adalah seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat.

  3. Dimensi Responsiveness, yakni dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis. Di mana terdapat hubungan yang berbeda antara mutu, pelayanan pelanggan, dan kepuasan pelanggan. Perbedaan tersebut semakin nyata apabila perusahaan mempertimbangkan bahwa mutu dan pelayanan ditentukan oleh persepsi pelanggan, bukan pandangan perusahaan. Sedangkan kepuasan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi.

  4. Dimensi Assurance, yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staf dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Berdasarkan banyak riset yang dilakukan, ada empat aspek dari dimensi ini, yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan.

  5. Dimensi Empathy, yaitu pelanggan mau egonya seperti gengsinya dijaga dan mereka mau statusnya di mata banyak orang dipertahankan dan apabila perlu ditingkatkan terus-menerus oleh perusahaan. Dimensi ini memberikan peluang besar untuk memberikan pelayanan yang bersifat “surprise”. Sesuatu yang tidak diharapkan pelanggan, ternyata diberikan oleh perusahaan.

  Oleh karena itu, tidak ada perbedaan antara layanan dan produk karena pelanggan memiliki harapan yang jelas akan pengalaman yang luar biasa dari produk, layanan atau keduanya sebagaimana yang dinyatakan oleh Berry dan Parasuraman (2005) tentang lima fokus penentu kualitas layanan, yaitu : 1. Kepercayaan, yakni layanan dilaksanakan secara akurat dan konsisten.

  2. Responsif, yaitu layanan diberikan dengan tepat disertai dengan kemauan.

  3. Jaminan, yakni kepercayaan dan keyakinan pelanggan diperoleh lewat layanan yang luar biasa dari staf.

  4. Empati, yaitu perhatian secara individu pada pelanggan dan pemenuhan harapan spesifik mereka.

  5. Nyata, yaitu staf, perangkat, tempat, tampilan materi yang superior.

  Dari penjelasan tentang kualitas pelayanan di atas dan jika diaplikasikan kepada pelayanan yang diberikan pegawai PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara kepada pelanggannya, maka dapat terlihat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan pegawai PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara ditentukan oleh dimensi :

  a. Tangible, yaitu dimensi dimana pelanggan menggunakan indera penglihatan untuk menilai suatu kualitas pelayanan.

  b. Reliability, yaitu dimensi yang mengukur keandalan dari pegawai PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dimensi ini sangat penting bagi pelanggan, karena selain kemampuan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dalam misinya juga mampu memberikan pelayanan yang akurat.

  c. Responsiveness adalah dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis.

  Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan hampir dapat dipastikan akan berubah yang kecenderungannya naik dari waktu ke waktu, sehingga pelanggan bersedia mengorbankan atau membayar pelayanan yang lebih mahal untuk setiap waktu yang dapat dihemat.

  d. Assurance, yaitu dimensi kualitas pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara dan kinerja pegawainya dalam menanamkan rasa percaya kepada para pelanggan melalui : keramahan, kompetensi, kredibilitas dan keamanan yang diperoleh pelanggan dari setiap pegawai.

  e. Empathy, yaitu dimensi dimana PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara mengenal pelanggan secara pribadi, baik nama mereka, kebutuhan mereka secara spesifik dan bila perlu mengetaui apa yang menjadi hobi dan karakter personal lainnya. Jika tidak, maka PDAM Tirtanadi Provinsi Sumatera Utara akan kehilangan kesempatan untuk memuaskan pelanggannya dari aspek ini.

  Dengan demikian jika dijelaskan dalam bentuk gambar tentang Indikator Kinerja dan Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan akan terlihat pada

Gambar 2.1 berikut ini :

  Gambar 2.1

  Faktor Kinerja Pegawai (X ) 1

  1. Kualitas pekerjaan

  2. Jumlah kerja yang dilaksanakan

  3. Pemahaman pegawai

  4. Kemampuan untuk diandalkan

  5. Kemampuan beradaptasi

  6. Upaya melakukan hal-hal baru

  7. Inisiatif

  8. Kemampuan memecahkan masalah Kepuasan

  9. Hal yang berkaitan dengan absensi Pelanggan

  10. Kerjasama dan partisipasi (Y) Faktor Pelayanan Pegawai (X ) 2

  1. Berwujud (tangible)

  2. Keandalan (reliability)

  3. Ketanggapan (responsiveness)

  4. Keyakinan (assurance)

  5. Empati (empathy)

2.2.4 Dimensi Kualitas Jasa

  Suatu cara perusahaan jasa untuk tetap dapat unggul bersaing adalah memberikan jasa dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaingnya secara konsisten. Harapan pelanggan dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut serta promosi yang dilakukan oleh perusahaan jasa, lalu dibandingkannya.

  Parasuraman, Zeithaml dan Berry (2005 : 240) membentuk model kualitas jasa yang menyoroti syarat-syarat utama untuk memberikan kualitas jasa yang diharapkan. Adapun model di bawah ini mengidentifikasikan lima kesenjangan yang mengakibatkan kegagalan penyampaian jasa, yaitu :

  1. Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan pelanggan.

  2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa.

  Manajemen mungkin benar dalam memahami keinginan pelanggan, tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik.

  3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Para personil mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar.

  4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan ikatan perusahaan.

  5. Kesenjangan antara jasa yang dialami dan jasa yang diharapkan. Hal ini terjadi bila konsumen mengukur kinerja perusahaan dengan cara yang berbeda dan memiliki persepsi yang keliru mengenai kualitas jasa.

  Terdapat lima determinan kualitas jasa yang dirinci (Kotler, 1995 : 561) sebagaimana yang disadur dalam Supranto (2007 : 231) sebagai berikut :

  1. Keandalan (reliability) : Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

  2. Ketanggapan (Keresponsifan) : Kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat atau ketanggapan.

  3. Keyakinan (confidence) : Pengetahuan dan kesopanan pegawai serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan keyakinan (assurance).

  4. Empati (empathy) : Syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi bagi pelanggan.

  5. Berwujud (tangible) : Penampilan fasilitas fisik, peralatan, personel dan media komunikasi.

  Berbagai hasil studi menunjukkan, bahwa perusahaan jasa yang dikelola dengan sangat baik memiliki sejumlah persamaan, di antaranya adalah :

  1. Konsep strategis : Perusahaan jasa ternama memiliki pengertian yang jelas mengenai pelanggan sasaran dan kebutuhan pelanggan yang akan mereka puaskan.

  Untuk itu dikembangkan strategi khusus untuk memuaskan kebutuhan ini yang menghasilkan kesetiaan pelanggan.

  2. Sejarah komitmen kualitas manajemen puncak :

  Tidak hanya melihat pada prestasi keuangan bulanan, melainkan juga pada kinerja jasa.

  3. Penetapan standar tinggi : Penyedia jasa terbaik menetapkan standar kualitas jasa yang tinggi, antara lain berupa kecepatan respon terhadap keluhan pelanggan.

  4. Sistem untuk memonitor kinerja jasa : Secara rutin memeriksa kinerja perusahaan maupun pesaingnya.

  5. Sistem untuk memuaskan keluhan pelanggan : Menanggapi keluhan pelanggan dengan cepat dan ramah.

  6. Memuaskan karyawan sama seperti pelanggan : Percaya bahwa hubungan karyawan akan mencerminkan hubungan pelanggan Manajemen menjalankan pemasaran internal dan menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai prestasi pelayanan karyawan yang baik.

  Secara teratur manajemen memeriksa kepuasan karyawan akan pekerjaan. (Supranto, 2007 : 233)

2.3 Teori Tentang Kepuasan Pelanggan

2.3.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan

  Untuk mengetahui arti kepuasan pelanggan, lebih dulu diartikan apa itu kepuasan dan pula arti pelanggan. Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja/hasil yang dirasakannya dengan harapannya (Supranto, 2007 : 233). Jadi, tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Bila kinerja sesuai dengan harapan, pelanggan akan puas. Sedangkan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas.

  Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pengalaman masa lampau, komentar dari kerabatnya serta janji dan informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan.

  Sedangkan pelanggan atau konsumen atau klien adalah orang yang menggunakan jasa dan membayar atas jasa tersebut (Johns, 2006 : 69). Jadi, pengertian pelayanan kepada pelanggan adalah upaya suatu proses sadar dan terencana yang dilakukan oleh organisasi (birokrasi) yang ingin agar produk atau jasanya tetap dapat menang bersaing melalui pemberian atau penyajian pelayanan kepada konsumen yang mampu memberikan kepuasan yang optimal kepada konsumen yang dilakukannya sebagian integral dari proses menentukan visi, misi, dan strategi serta system yang diterapkan dalam organisasi.

  Untuk menciptakan kepuasan pelanggan, perusahaan harus menciptakan dan mengelola suatu sistem untuk memperoleh pelanggan yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pelanggannya (Supranto, 2007 : 234).

  Dengan demikian, jelaslah bahwa untuk dapat mengimplementasikan pendekatan tersebut secara tepat, perusahaan perlu secara aktif melakukan langkah-langkah strategis untuk mengidentifikasi harapan dan tingkat kepuasan pelanggan, dan perlu memiliki sensitivitas dalam “mendengarkan” suara pelanggannya.

  Setiap perusahaan menginginkan agar pelanggan yang telah ada dapat terus setia kepada perusahaan, kesetiaan pelanggan kepada perusahaan inilah yang diartikan sebagai loyalitas pelanggan. Untuk itu, Nasution (2007 : 21) mengutip definisi kepuasan pelanggan dari Parasuraman dan Lee bahwa kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan terhadap satu jenis pelayanan yang didapatkannya. Kepuasan pelanggan ini merupakan kunci untuk mendapatkan keuntungan jangka panjang dan tetap memberikan kesenangan pada pelanggan adalah merupakan kebutuhan bisnis setiap orang.

  Kunci kepuasan pelanggan di atas adalah persepsi (pandangan) pelanggan yang diperolehnya dari perusahaan. Hal ini menjadi keuntungan bagi perusahaan sekaligus menjadi kepuasan bagi pelanggan.

2.3.2 Penentuan Tingkat Kepuasan Pelanggan

  Pelanggan merupakan pokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan atau kualitas jasa. Oleh karena itu, pelanggan memegang peranan penting dalam mengukur kepuasan terhadap produk maupun pelayanan yang diberikan perusahaan.

  Menurut Susanto (2005 : 52) kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja untuk dia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Sedangkan pelanggan adalah orang yang secara kontinu dan berulang kali datang ke suatu tempat dengan produk yang sama untuk memuaskan keinginannya memiliki suatu produk atau mendapatkan suatu jasa dan membayar produk atau jasa tersebut.

  Dalam menentukan tingkat kepuasan, konsumen sering kali melihat dari suatu proses pembelian terhadap produk/jasa dibandingkan dengan perusahaan lain. Besarnya nilai lebih yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa kepada konsumen tersebut merupakan jawaban dari pertanyaan yang timbul tentang mengapa konsumen melakukan pilihannya. Konsumen pada dasarnya mencari nilai terbesar (value maxmizer) yang diberikan suatu produk/jasa.

2.3.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan

  Pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah untuk menciptakan para pelanggan merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, di antaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan serta rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-

  mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan. Ada beberapa pakar yang

  memberikan defenisi mengenai kepuasan/ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli di mana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

  Meskipun umumnya definisi yang diberikan di atas menitik beratkan pada kepuasan/ketidakpuasan terhadap produk atau jasa, pengertian tersebut juga dapat diterapkan dalam penilaian kepuasan/ketidakpuasan terhadap suatu perusahaan karena keduanya berkaitan erat. Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan terhadap suatu produk manufaktur, antara lain adalah :

  1. Kinerja (performance) karakteristik operasi pokok dari produksi inti (core

  

product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan bakar, jumlah

  pelanggan yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam mengemudi, dan sebagainya.

  2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya kelengkapan interior dan eksterior seperti dashboard, AC, sound system, door lock system, power steering, dan sebagainya.

  3. Keandalan (realibility), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya mobil tidak sering ngadat/macet/rewel/rusak.

  4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications), yaitu sejauh mana karasteristik desain dan operasi memenuhi standar, misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan.

  5. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil. Umumnya daya tahan buatan Amerika atau Eropa lebih baik daripada mobil buatan Jepang.

  6. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi, serta penanganan keluhan yang memuaskan. Pelayanan yang diberikan tidak terbatas hanya sebelum penjualan, tetapi juga selama proses penjualan hingga purna jual yang juga mencakup pelayanan reparasi dan ketersediaan komponen yang dibutuhkan.

  7. Estetika, yaitu daya tarik produk terhadap panca indera, misalnya bentuk fisik mobil yang menarik, mode desain yang artistik, warna, dan sebagainya.

  8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality), yaitu reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya pengetahuan membeli akan atribut/ciri-ciri produk yang akan dibeli, maka pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, Man, reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya.

  Oleh karena itu, kepuasan pelanggan harus disertai dengan pemantauan terhadap kebutuhan dan keinginan mereka. Mengidentifikasi atribut produk dan dukungan pelayanan yang dianggap penting oleh pelanggan pada saat mereka menggunakan produk tersebut. Sehingga dapat diketahui bahwa kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh sistem pengiriman produk (dalam hal ini adalah kontuinitas air PDAM Tirtanadi), performa produk atau jasa (dalam hal ini adalah kualitas dan kuantitas air PDAM Tirtanadi), serta citra perusahaan (yang berhubungan dengan kinerja dan pelayanan pegawai).

2.3.4 Mengukur Kepuasan Pelanggan dan Implikasinya dalam Manajemen

  Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistim penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran.

  Menurut Kotler (1997:38) ada empat metode yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen yaitu : a. Sistem keluhan dan saran.

  Untuk mengidentifikasikan masalah maka perusahaan harus mengumpulkan informasi langsung dari konsumen dengan cara menyediakan kotak saran.

  Informasi yang terkumpul untuk memberikan masukan bagi perusahaan.

  b. Survei kepuasan konsumen.

  Survei kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara survei melalui pos surat, telephone, maupun wawancara pribadi. Dengan metode ini perusahaan dapat menciptakan komunikasi 2 arah dan menunjukkan perhatiannya kepada konsumen.

  c. Ghost Shopping.

  Metode ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan pesaing dan membandingkannya dengan perusahaan yang bersangkutan.

  d. Analisis kehilangan konsumen.

  Tingkat kehilangan konsumen menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan konsumennya. Perusahaan seharusnya menganalisa dan memahami mengapa konsumen tersebut berhenti mengkonsumsi produk kita.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Pdam Tirtanadi Cabang Sei Agul Medan

19 157 111

Analisis Kinerja dan Pelayanan Pegawai Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada PDAM Tirtanadi Cabang Sei Agul Medan

8 105 110

Pengaruh Kinerja Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Di PDAM Tirtanadi Cabang Sei Agul

63 440 160

Pengaruh Promosi Jabatan Terhadap Kinerja Pegawai Pada PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota.

41 347 98

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan - Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik Di Kecamatan Medan Deli, Medan Barat dan Medan Timur Kota Medan

0 1 33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Karyawan 2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan - Pengaruh Keahlian Manajerial Terhadap Kinerja PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk Cabang Iskandar Muda Medan

0 1 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Pendidikan 2.1.1 Pengertian Tingkat Pendidikan - Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Pdam Tirtanadi Cabang Sei Agul Medan

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai Pada Pdam Tirtanadi Cabang Sei Agul Medan

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Kepuasan 2.1.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan - Pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat Pada Pelayanan Publik Di Kecamatan Medan Selayang, Medan Sunggal dan Medan Tuntungan Kota Medan

0 0 36

BAB II KERANGKA TEORETIS 2.1. Sekilas Tentang Air 2.1.1. Penggolongan air - Pengaruh Kualitas Pelayanan dan Distribusi Air Terhadap Kepuasan Pelanggan PDAM Tirtanadi Cabang Medan Kota

0 1 41