Chapter II Kajian Organologis Garantung Simalungun Buatan Bapak Rossul Damanik Di Desa Sari Matondang ecamatan Sidamanikabupaten Simalungun

BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI
SINGKAT BAPAK ROSUL DAMANIK

Dalam Bab ini penulis akan menjelaskan secara umum gambaran wilayah
penelitian serta etnografi Simalungun, penulis akan menjelaskan lokasi penelitian,
Keadaan Penduduk, Sistem Bahasa, Sistem Kesenian, Sistem Kekerabatan,
Marga-Marga Simalungun, Sistem Kepercayaan, dan Biografi Singkat bapak
Rosul Damanik.

2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang menjadi sasaran kerja penulis berada di Desa
Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun yang merupakan
lokasi produksi, sekaligus tempat pembuatan Garantung Simalungun, tempat ini
juga merupakan tempat tinggalnya bapak Rosul Damanik.

2.2 Keadaan Penduduk
Desa Sarimatondang merupakan tempat berdomisilinya sebahagian besar
dari masyarakat Simalungun. Simalungun yang merupakan salah satu dari tujuh
kelompok etnis asli Sumatera Utara ini merupakan etnis yang sekaligus memiliki
nama daerahnya sendiri, yaitu Kabupaten Simalugun di Sumatera Utara.

Kabupaten Simalungun terletak antara 02°36’ - 03° 1’ Lintang Utara dan
berbatasan dengan lima kabupaten tetangga yaitu: Kabupaten Serdang Bedagai,
Kabupaten Karo, Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir, dan Kabupaten Asahan.

Universitas Sumatera Utara

Para ahli berpendapat bahwa “Simalungun” memiliki beberapa makna,
yang dibagi menjadi tiga penggalan suku kata yaitu, Si berarti “Orang”, ma
sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun berarti “sunyi, sepi, jarang
dikunjungi”. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang sedih hati, sunyi atau
kesepian” ( A.D. Jansen, 2003:10).
D. Kenan Purba dan M. D Purba memberikan pengertian yang sama
mengenai asal nama Simalungun. Mereka menyebutkan bahwa istilah Simalungun
berasal dari kata sima dan lungun.Sima atau sima-sima artinya “peninggalan” atau
“sisa”.Lungun artinya sepi atau sedih.Sehingga penggabungan dari dua kata
tersebut menjadikan Simalungun yang artinya peninggalan orang-orang sepi atau
sedih. Pengertian lain adalah berawal dari si dan malungun. Si artinya “yang” dan
malungun artinya “rindu”.Jadi Simalungun artinya yang dirindukan. (Setia
Dermawan Purba, 1994 : 31). Pada awalnya Desa Sarimatondang I merupakan
tempat berdomisilinya masyarakat Simalungun, namun setelah beberapa dekade

terakhir terjadi urbanisasi kependudukan, Desa Sarimatondang I menjadi desa
yang bersifat heterogen, karena terdiri dari berbagai ragam suku dan etnis, antara
lain : Simalungun, Toba, Jawa, melayu Mandaliling, Nias dan Tiongkok.

2.3 Sistem Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang kompleks yang dimiliki oleh
setiap suku bangsa di dunia. Bahasa memiliki peranan yang sangat penting
sebagai sarana komunikasi antar penduduk yang tinggal disuatu daerah, Bahasa
dalam konteks tradisi disebut sebagai “Bahasa Daerah”, penamaan bahasa dalam

Universitas Sumatera Utara

suatu etnis ditentukan berdasarkan nama etnis yang bersangkutan, misalnya etnis
Batak Toba bahasa yang digunakan adalah bahasa Batak Toba,demikian juga
halnya dengan etnis Simalungun bahasa yang digunakan adalah bahasa
Simalungun. Bahasa Simalungun sendiri adalah bahasa rumpun austronesia yang
lebih dekat dengan bahasa Sansekerta yang banyak sekali memperngaruhi bahasabahasa yang ada di indonesia, (Dr. P. Voorhoeve: 1937), Voorhoeve menyebutkan
kedekatan bahasa Simalungun dengan bahasa Sansekerta dapat ditemui dalam
beberapa penggalan kata-kata Simalungun, antara lain dengan huruf penutup suku
kata mati yaitu uy dalam kata apuy dan babuy, huruf G dalam kata dolog, huruf B

dalam kata abab, huruf D dalam kata bagod, huruf AH dalam kata babah dan
sabah, juga EI dalam kata simbei dan OU dalam kata sopou dan lopou.
Dalam masyarakat Simalungun terdapat beberapa jenis bahasa yang
disesuaikan dengan pemakaian penggunanya yaitu:
1. Bahasa simbol
Bahasa simbol merupakan bahasa yang ditafsirkan dengan bendabenda untuk menyatakan maksud tertentu.Biasanya bahasa ini
digunakan dalam permainan muda-mudi masyarakat Simalungun.
2. Bahasa Simalungun kasar
Bahasa ini disebut juga dengan saitni hata yaitu bahasa yang
dipakaiketika situasi emosional seseorang sedang marah atau
menghina orang lain karena tersinggung atas sanggahan tertentu,
misalnya kata tangan bahasa kasarnya tiput, babah bahasa kasarnya
mulut, bodoh

bahasa kasarnya tursik atau lossot, borhat artinya

berangkat.

Universitas Sumatera Utara


3. Bahasa yang digunakan oleh dukun
Dalam bahasa Simalungun dukun disebut datu.Bahasa ini biasanya
mengandung mantra-mantra dalam setiap pengucapannya.
4. Bahasa Simalungun Ratap Tangis
Bahasa ini dikenal juga dengan guruni hata karena dipakai untuk
pengucapan hal yang dianggap lebih halus.Misalnya Simahulsop
artinya mulut, simakidop artinya mata, sihumoyon artinya perut,
marhehenauli artinya berangkat.
5. Bahasa Tingkatan
Bahasa tingkatan merupakan bahasa yang digunakan untuk
berbicara kepada orang di masyarakat Simalungun secara umum.
Bahasa tingkatan terbagi menjadi dua yaitu:


Bahasa Simalungun yang dipakai menurut tingkatan usia dalam
pergaulan ataupun partuturan misalnya ho dan hanima
biasanya digunakan oleh orang yang lebih tua sebagai
panggilan untuk orang yang lebih muda. Ho sebagai
penyebutan subjek tunggal dan hanima sebagai penyebutan
subjek jamak.




sBahasa yang dipakai untuk berbicara kepada raja misalnya
paramba yang berarti hamba.

2.4 Sistem Kesenian
Kesenian adalah bentuk ungkapan perasaaan dan pikiran manusia yang
diekspersikan berdasarkan keindahan dalam suatu kebudayaan. Hal ini juga
diungkapakan oleh Koentjaraningrat (1986) Beliau mengatakan Kesenian

Universitas Sumatera Utara

merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan dalam kebudayaan
suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif. Masyarakat Simalungun
memiliki keanekaragaman seni. Kesenian yang ada di Simalungun dapat
dibedakan atas tiga bagian besar, yaitu: seni musik (gual), seni tari (tor-tor), dan
seni suara (doding), (Taralamsyah Saragih 1974).

2.4.1 Seni Musik (Gual)

Pada masyarakat Simalungun, seni musik digunakan untuk upacaraupacara hiburan dan upacara-upacara adat lainnya. Upacara tersebut terbagi atas
upacara dukacita (pusok ni uhur) dan sukacita (malas ni uhur). Alat-alat musik
pada masyarakat Simalungun dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu
alat musik yang dimainkan secara ensambel dan alat musik yang dimainkan secara
tunggal (Solo Instrument). Alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah
Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu atau dapat dikelompokkan delam
bagian besar Gonrang Bolon, sedangkat alat musik yang dimainkan secara tunggal
(Solo Instrument) adalah Garantung, Jatjaulu/ Tengtung, Hodong-hodong, Oleole, Saligung, Sordam, husapi, Tulilla dsb.
Di dalam upacara-upacara ritual Simalungun, penggunaan Gonrang Siduadua dan Gonrang Sipitu-pitu sangat penting diantaranya:
1. Manombah yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada sembahan
2. Maranggir yaitu upacara untuk membersihkan badan dari perbuatanperbuatan yang tidak baik, dan juga membersihkan diri dari gangguan rohroh jahat.

Universitas Sumatera Utara

3. Ondus Hosah yaitu upacara ritual khusus yang dilakukan suatu desa atau
keluarga agar terhindar dari mara bahaya.
4. Rondang Bittang yaitu acara tahunan yang diadakan suatu desa karena
mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan
tersebut untuk mencari jodoh.
Dalam upacara adat, kedua ensambel tersebut digunakan dalam acara:

1. Mamongkot Rumah Bayu yaitu acara memasuki rumah baru agar
mendapatkan rejeki dan jauh dari marabahaya.
2. Patuekkon yaitu acara untuk membuat nama seseorang yang biasanya
dibawa ke air untuk dimandikan.
3. Bagah-bagah ni Sahalak yaitu upacara acara yang dilaksanakan
seseorang karena ada sesuatu niat untuk membuat pesta.
4. Marhajabuan yaitu acara pemeberkatan pernikahan.
5. Mangiligi yaitu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang
yang meninggal dunia, yang sudah tua, yang sudah memiliki cucu.
Dalam upacara sukacita ensambel Gonrang digunakan dalam acara:
1. Mangalo-alo tamu yaitu upacara untuk menyambut tamu dari luar
daerah.
2. Marilah yaitu acara muda-mudi yang menyanyi bersama.
3. Pesta Malas ni Uhur yaitu acara kegembiraan yang diadakan suatu
keluarga yang menari bersama-sama.
Adapun alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal adalah Alat musik
yang dimainkan untuk hiburan pribadi ketika lelah bekerja di ladang, maupun
dirumah, setelah pulang dari pekerjaan.

Universitas Sumatera Utara


2.4.2 Seni Suara/vokal (Doding)
Nyanyian dalam masyarakat Simalungun disebut juga dengan doding
sedangkan teknik bernyanyi dalam bahasa Simalungun disebut inggou. Berikut
adalah beberapa contoh nyanyian Simalungun:
1. Mangmang adalah nyanyian berupa mantera. Mangmang ini dinyanyikan
oleh seorang dukun atau dalam masyarakat Simalungun disebut datu
sebagai mediasi dalam menyembuhkan suatu penyakit. Mangmang ini
juga dapat digunakan untuk menobatkan seorang raja pada zaman dahulu.
2. Urdo-urdo adalah suatu bentuk nyanyian yang biasanya dinyanyikan oleh
seorang ibu kepada anaknya atau juga dapat dinyanyikan oleh seorang
anak

perempuan

kepada

adiknya.

Urdo-urdo


dinyanyikan

untuk

menidurkan anak.
3. Tihtah adalah suatu bentuk nyanyian gembira. Nyanyian ini sering sekali
dinyanyikan pada saat anak-anak bermain.
4. Taur-taur adalah nyanyian yang digunakan oleh sepasang muda-mudi
secara

saut-sautan,

biasanya

nyanyian

ini

digunakan


untuk

mengungkapakan satu sama lainnya.
5. Doding-doding adalah bentuk nyanyian pujian ataupun sindiran biasanya
dinyanyikan oleh sekelompok pemuda –pemudi atau orangtua.
6. Tangis-tangis

adalah suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang

gadis, biasanya nyanyian ini berupa ungkapan putus asa ataupun karena
akan berpisah dengan keluarga karena akan menikah.

Universitas Sumatera Utara

2.4.3 Seni Tari (Tor-tor)
Pada

masyarakat


Simalungun,

seni

tari

disebut

sebagai

Tor-

tor.Keberadaan Tor-tor sendiri dalam kebudayaan Simalungun memiliki peranan
penting terutama dalam aspek upacara-upacaranya. Namun, pada saat ini banyak
jenis Tor-tor yang hilang,

hal ini dikarenakan tidak ada masyarakat yang

meneruskannya, sehingga keberadaannya tidak diketahui lagi. Melakukan gerakan
Tor-tor dalam Simalungun disebut dengan Manortor (menari).Manortor (menari)
pada umumnya mempertontonkan atau mempertunjukkan gerakan tubuh dan
anggota tubuh sebagai hiburan dalam koridor seni tari yang dibatasi oleh etika dan
norma-norma yang berlaku di lingkungannya.Tor-tor Simalungun biasanya tidak
hanya sebatas hiburan semata tetapi terdapat nilai plus bersifat sakral yang
merupakan realisasi dari salah satu elemen budaya Simalungun yang mengandung
nilai-nilai luhur sosial universal dan dogma-dogma religi. Adapun jenis Tor-tor
yang sering digunakan antara lain:
1. Tor-tor Turahan adalah Tor-tor yang dilakukan untuk bergotong
royong menarik kayu untuk membangun sebuah istana kerajaan atau
rumah besar. Biasanya kinerja gotong-royong diawasi oleh seorang
mandor yang sekaligus bertugas untuk penyemangat para pekerja.
2. Tor-tor Toping-toping adalah Tor-tor yang digunakan untuk
menghibur keluarga atau kerabat orang yang sudah meninggal dalam
kondisi Saurmatua 3. Tarian ini merupakan bentuk tarian yang mirip
dengan gerakan kuda, dalam tarian ini juga sebahagian dari penari
memakai topeng. Dahulu tarian ini digunakan untuk menghibur para
3

Tingkatan kematian yang dianggap tinggi karena telah menyelesaikan tugas-tugasnya (dalam
konteks adat) selama yang bersangkutan hidup.

Universitas Sumatera Utara

raja yang mengalami duka karena anggota keluarganya yang
meninggal.
3. Tor-torSombah adalah tarian yang digunakan untuk menyambut
kehadiran Tondong 4. Tarian ini juga sering digunakan untuk
menyambut para tamu kehormatan yang datang berkunjung untuk
menghadiri acara ataupun upacara.
4. Tor-tor Porang yaitu tarian adu ketangkasan seni beladiri dengan
tangan kosong.
5. Tor-tor Dihar Manglao-alo yaitu tarian yang digunakan untuk
penyambutan dan pengawalan tamu-tamu kerajaan atau tamu
pemerintahan. Tarian ini biasanya ditarikan oleh dua orang atau empat
orang pria dengan menggunakan sebilah pedang di setiap penari.
6. Tor-tor Haro-haro tarian ini disebut sebagai Haroan Bolon yang
merupakan Tor-tor hiburan dalam konteks kreasi.

2.4.4 Seni Ukir atau Seni Gorga
Seni Gorga adalah seni ukir yang sering digunakan sebagai simbol-simbol
kekerabatan

ataupun

sebagai

bukti

sejarah

perkembangan

kebudayaan

Simalungun biasanya Gorga terdapat pada dinding-dinding dan tiang rumah adat
Simalungun. Ada beberapa jenis Gorga pada masyarakat Simalungun diantaranya:

4

Sanak saudara yang memiliki hubungan darah yang erat.

Universitas Sumatera Utara

1.

Gambar 1 : Gorga Pinar Suleppat
2.

Gambar 2 :Gorga Pinar Sirangrang

3.

Gambar 3 :Gorga Pinar Sihilap Bajaronggi

Universitas Sumatera Utara

4.

Gambar 4 :Gorga Pinar Rumbak-Rumbak Sihala

5.

Gambar 5 : Gorga Pinar Porkis Manakkih Bakkar

6.

Gambar 6 :Gorga Pinar Pahu-Pahu Patundal

Universitas Sumatera Utara

7.

Gambar 7 :Gorga Pinar Mombang

8.

Gambar 8 :Gorga Pinar Jembut Uwou

9.

Gambar 9 :Gorga Pinar Hambing Mardugu

Universitas Sumatera Utara

10.

Gambar 10 :Gorga Pinar Hail Putor

11.

Gambar 11 :Gorga Pinar Gundur Manggulapa

12.

Gambar 12 :Gorga Pinar Gatip-Gatip

Universitas Sumatera Utara

13.

Gambar 13 :Gorga Pinar Bulungni Andudur

14.

Gambar 14 :Gorga Pinar Asi-Asi

15.

Gambar 15 :Gorga Pinar Appul-Appul

Universitas Sumatera Utara

16.

Gambar 16 : Gorga Pinar Andoni Tabu

Dan masih banyak jenis Gorga pada masyarakat Simalungun yang setiap
jenis ukirannya melambangkan nilai-nilai dan norma kehidupan. Pada masyarakat
Simalungun juga terdapat beberapa aspek kesenian lainnya yang pada saat ini
sudah tidak lagi dijumpai dengan mudah. Beberapa diantaranya adalah Seni pahat
yaitu seni dalam membuat patung dari batu ataupun kayu, aspek ini biasa
digunakan untuk mengabadikan suatu kejadian atau tokoh besar di suatu kerajaan,
biasanya bentuk kesenian ini dapat ditemukan di perkampungan asli masyarakat
Simalungun tetapi karena banyaknya pergesekan budaya bentuk kebudayaan ini
sudah jarang ditemukan sehingga pemerintah mengabadikannya di dalam museum
daerah. Seni Tenun yaitu seni pembuatan kain dengan rajutan benang-benang yang
dibentuk sesuai dengan yang diinginkan, aspek seni ini biasanya menghasilkan
suatu kerajinan kain yang disebut Ulos. Ulos pada masyarakat Simalungun
biasanya digunakan sebagai ungkapan perasaan masyarakat Simalungun.

Universitas Sumatera Utara

Masyarakat Simalungun menggunakan Ulos dalam beberapa upacara adat
misalnya dalam upacara pernikahan, upacara kematian dan dalam kegiatan adat
istiadat lainya. Bentuk kesenian lainnya adalah Seni Arsitektur yaitu seni untuk
membangun rumah dengan arsitektur tradisional. Aspek seni ini berperan sebagai
tolak ukur ketepatan bangunan rumah adat Simalungun. Biasanya yang menjadi
pertimbagan dalam Seni Arsitektur adalah posisi rumah, jumlah tangga rumah,
besar kecilnya rumah, hingga aturan ruangan dalam rumah.
Banyak dari aspek kesenian tersebut ditinggalkan oleh masyarakat karena
dianggap kurang sesuai dengan perkembangan zaman.Walaupun demikian
beberapa masyarakat Simalungun yang memilih hidup di perkampungan lebih
mempertahankan aspek kesenian tersebut.Hal ini dikarenakan aspek kesenian
tersebut menjadi sebuah mata pencaharian pokok dalam kehidupan masyarakat di
perkampungan tersebut.

2.5 Sistem Kekerabatan
Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan
Simalungun (1985), ada dua cara yang umum yang dipakai untuk menarik garis
keturunan, yaitu :
1. Menarik garis keturunan hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak
laki-laki dan mungkin pula dari pihak perempuan. Masyarakat demikian
dinamakan masyarakat unilateral. Jika masyarakat tersebut menarik garis

Universitas Sumatera Utara

keturunan dari pihak laki-laki atau ayah saja, maka keturunan tersebut
disebut masyarakat patrilineal. Dan jika menarik dari garis keturunan
perempuan (ibu) maka disebut matrilineal.
2. Menarik garis keturunan dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu,
masyarakat demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat
parental.
Berdasarkan teori di atas, masyarakat Simalungun dalam garis
keturunannya menganut sistem patrilineal, dimana ayah sebagai penentu garis
keturunan dalam suatu keluarga, sehingga anak laki-laki dalam suatu keluarga
adat Simalungun dianggap lebih memiliki posisi penting. Beberapa pembuktian
mengenai garis keturunan Simalungun adalah sistem marga, setiap kelahiran
seorang anak dalam adat Simalungun akan mengikuti marga ayahnya. Hal lain
yang mendukung gagasan di atas adalah kedudukan laki-laki sebagai kepala
rumah tangga sekaligus sebagai pewarta harta warisan.
Hubungan kekerabatan masyarakat Simalungun dilandasi oleh tata marga
yang masing-masing mempunyai hubungan tertentu. Perkawinan dalam
masyarakat Simalungun hanya dapat dilakukan dengan marga yang berbeda,
perkawinan antar marga yang satu dengan yang lainnya akan menghasilkan
penggolongan marga yang membuat marga lainnya memiliki status kedudukan
tertentu.
Dalam kehidupan masyarakat Simalungun sering dikenal sebutan
Partuturan yaitu istilah yang digunakan untuk penggolongan setiap marga, jauh
atau dekatnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon) dalam penggolongan

Universitas Sumatera Utara

setiap masyarakat Simalungun ditentukan oleh Partuturan. Partuturan dibagi ke
dalam beberapa bagian:
1. Tutur Manorus / Langsung
Kekerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya:
Sima-sima artinya anak dari Nono/Nini. Botou artinya saudara perempuan
baik lebih tua atau lebih muda.Mangkela (baca: Makkela) artinya suami
dari saudara perempuan dari ayah.
2. Tutur Holmouan / Kelompok
Proses berjalannya adat istiadat dalam kehidupan masyarakat
Simalungun dapat dilihat melalui tutur Holmouan. Misalnya: Panogolan
artinya kemenakan, anak laki/perempuan dari saudara perempuan.
Tondong Bolon artinya pambuatan (orang tua atau saudara laki dari
istri/suami).Bapa Tongah artinya saudara lelaki ayah yang lahir
dipertengahan (bukan paling muda, bukan paling tua).

3. Tutur Natipak / Kehormatan
Dalam

kehidupan

sehari-hari

masyarakat

Simalungun

Tutur

Natipak/Kehormatan biasanya digunakan sebagai pengganti nama dari
orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kaha
digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Ambia Panggilan
seorang laki-laki terhadap laki-laki lain yang seumuran atau bawahan.
Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dalam suatu sistem yang dalam bahasa
Simalungun dikenal Tolu Sahundulan, yaitu :
1. Tondong (Pemberi istri)

Universitas Sumatera Utara

2. Anak Boru/Boru (Penerima Istri)
3. Sanina/Sapanganonkon (Sanak saudara, individu semarga atau pembawa
garis keturunan).
Dalam masyarakat Simalungun pengakuan atas seorang pria dewasa dapat
dilihat dari keikutsertaannya dalam kegiatan adat istiadat, menurut aturan adat
yang berlaku, pria yang sudah menikah dan memiliki anak adalah syarat
seseorang agar dapat ikut serta dalam kegiatan adat-istiadat.

i.

Marga-marga Simalungun
Dalam penggolongan marga pada masyarakat Simalungun terdapat empat
bagian besar marga dengan akronim SISADAPURyaitu:
1. Damanik
2. Saragih
3. Purba
4. Sinaga
Keempat marga besar itu didapatkan dari Permusyawaratan Besar atau
disebut dengan “Harungguan Bolon” yang dilakukan oleh empat raja besar
Simalungun yang berjanji untuk tidak saling menyerang dan tidak saling
bermusuhan, Marsiurupan bani hasunsuhan na legan, rup mangimbang munsuh.
Raja-raja tersebut aalah:
1. Raja Nagur bermarga Damanik
2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih
3. Raja Banua Purba bermarga Purba
4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Universitas Sumatera Utara

Adapun penjelasan mengenai keempat raja di atas adalah sebagai berikut :
1. Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa
Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan
(bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).Raja ini
berasal dari kaum bangsawan Hindia Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada
abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja
Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari
Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian
sesuai dengan jumlah puteranya: Marah Silau yang menurunkan Raja
Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja
Siantar dan Tuan Raja Damanik Soro Tilu (yang menurunkan marga raja
Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih,
Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola) Timo Raya
(yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik
Tomok). Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja,
Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau
Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.
2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana
Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik
aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
Keturunannya adalah :

Universitas Sumatera Utara

 Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan
kembali ke Raya. Saragih Garingging kemudian pecah menjadi
dua, yaitu: Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei, Dajawak
merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga
Ginting Jawak.
 Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan
Bona ni Gonrang.
Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada dua keturunan Raja Banua
Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku
dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi) yaitu: Turnip, Sidauruk,
Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.
Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu
Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir.Rumah Bolon Raja Purba
di Pematang Purba Simalungun.
3. Raja Banua Purba bermarga Purba
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang
berarti timur, gelagat masa datang, pengatur, pemegang Undang-undang,
tenungan pengetahuan, cendekiawan atau sarjana. Keturunannya adalah:
Tambak,

Sigumonrong,

Tua,

Sidasuha

(Sidadolog,

Sidagambir).

Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang,
Sihala, Raya.Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara
melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku
dirinya Purba.Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba
Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.

Universitas Sumatera Utara

4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa
dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor. Keturunannya adalah
marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. Saat
kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14,
pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke
kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.
Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian
menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia
mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou
dalam suatu ritual adu umpah (Sibijaon). (Tideman, 1922).

2.6 Sistem Kepercayaan.
Dalam kepercayaan Masyarakat Simalungun yang diperoleh melalui
catatan (analisis) Tiongkok sewaktu Dinasty SWI (570-620), Kerajaan Nagur
sebagai Simalungun Tua, banyak disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan
Martua Raja Siregar yang dimuat dalam Buku Sejarah Batak oleh Batara Sangti
Simanjuntak, yang mana terdapat pernyataan bahwa pada abad ke V Kerajaan
“Nagur” sebagai satu “Simalungun Batak First Kingdom” yang telah mempunyai
hubungan bilateral dagang dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok
(China).
Seiring dengan berkembangnya Kerajaan Nagur tersebut muncul sebuah
sistem kepercayaan yaitu Animisme, dalam hal ini kepercayaan yang dianut adalah

Universitas Sumatera Utara

supajuh begu-begu/sipele begu, dimana pemimpin kepercayaannya disebut Datu.
Dalam kepercayaan supajuh begu-begu/sipele begu mereka mempercayai adanya
tiga Dewa, yaitu :
1. Naibata na i babou/i nagori atas (di Benua Atas)
2. Naibata na i tongah/i nagori tongah (di Benua Tengah)
3. Naibata na i toruh/i nagori toruh (di Benua Bawah)
Dalam Kerajaan Nagur terdapat istilah “Parhutahon” yaitu pemanggilan
arwah nenek moyang melalui upacara ritual, dimana dalam upacara tersebut
dipercayai hadirnya roh melalui “Paninggiran” (kesurupan) oleh salah seorang
keturunannya atau seseorang yang mempunyai kemampuan sebagai perantara
“paniaran”.
Dalam penelitian G. L Tichelman dan P. Voorhoeve yang dimuat dalam
bukunya “Steenplastiek Simaloengoen” terbitan Kohler&Co Medan tahun 1936
bahwa di Simalungun (kerajaan Nagur) terdapat 156 Panghulubalang (Berhala).
Panghulubalang adalah patung batu yang pada mulanya adalah panglima perang
yang kalah di medan pertempuran musuh yang kemudian kepala

panglima

tersebut dijadikan sebagai sesajen untuk para dewa dan selanjutnya roh panglima
perang tersebut terikat pada patung dan setia kepada musuh. Panghulubalang ini
akan ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan (Sinumbah).
Dalam sebuah upacara ritual peserta yang mengikuti jalannya upacara adalah para
Datu.Setiap Datu memiliki tongkat sihir atau disebut juga “Tungkot Tunggal
Panaluan”.Pimpinan tertingginya dari Datu-datu disebut “GURU BOLON”.Acara
ritual kepercayaan ini dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di tengah
masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

2.7 Biografi Singkat Bapak Rosul Damanik
Dalam bagian ini penulis akan memaparkan perjalanan hidup sekaligus
riwayat Bapak Rosul Damanik, terutama peranan Bapak Rosul Damanik sebagai
seniman dan pembuat alat musik tradisional Simalungun di Sumatera Utara
khususnya di kabupaten Simalungun. Biografi ini akan membahas hal-hal umum
yang berkaitan dengan kehidupan Bapak Rosul Damanik. Data biografi diperoleh
melalui wawancara langsung dengan Bapak Rosul Damanik serta para musisi
tradisional Simalungun yang memiliki kedekatan emosional dengan Bapak Rosul
Damanik. Hal ini dilakukan untuk melengkapi keabsahan biografi beliau.
Bapak Rosul Damanik lahir pada 10 November 1957 di desa Sari
Matondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun. Beliau adalah
pemeluk agama islam anak dari Bapak (alm) D. Damanik dan Ibu (almh) O
Saragih. Kedua orang tua beliau berprofesi sebagai petani. Dalam perjalanannya
di dunia pendidikan, bapak Rosul Damanik menyelesaikan pendidikan akhirnya di
tingkat Diploma III jurusan SPG Pematang Raya pada tahun 1977. Beliau pertama
kali menekuni kesenian Simalungun khususnya di bidang musik pada tahun 1994
yang kemudian berkembang hingga saat ini. Penampilan dalam acara Marsombu
SiholSimalungun (Istora Senayan Jakarta, 1994) merupakan penampilan
perdananya dalam acara nasional. Pengalaman perdananya menjadi suatu motivasi
tersendiri dalam setiap karya lanjutannya, yang kemudian mendapatkan beberapa
anugrah penghargaan atas jasanya dalam kesenian Simalungun, dari tingkat
nasional hingga internasional. Saat ini bapak Rosul Daamanik bekerja sebagai
Pegawai Negeri Sipil bidang pengawas kebudayaan setelah sebelumnya

Universitas Sumatera Utara

ditugaskan di tenaga pengajar bidang seni budaya. Beliau juga memiliki grup
musik Simalungun yang bernama Riahmadear, grup ini bermain disegala jenis
kegiatan Simalungun, mulai dari upacara-upacara, hiburan, sampai peresmian.
Selain grup musik beliau juga memiliki bengkel musik sendiri, tempat ini
dijadikan sebagai tempat perbaikan sekaligus tempat pembuatan alat-alat musik
Simalungun. Banyak produk alat musik Simalungun yang telah dibuat oleh bapak
Rosul Damanik, mulai dari ensambel Gondrang Sidua sampai Gondrang
Sipitu.bahkan alat musik solo instrumen juga menjadi sasaran beliau.
Kepiawaiannya dalam membuat alat musik didapatkan dari pengalamanpengalaman selama bergelut di dunia kesenian Simalungun.

Universitas Sumatera Utara