LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKA TOLERANSI TANA

LAPORAN PRAKTIKUM SILVIKA
II. TOLERANSI TANAMAN TERHADAP CAHAYA

Oleh :
EDI SUMARNO
M1A1 13 136

UNIT LABORATORIUM KEHUTANAN
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
2015

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap tanaman mempunyai toleransi yang berlainan terhadap cahaya
matahari. Ada tanaman yang tumbuh baik ditempat terbuka sebaliknya ada
beberapa tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada tempat teduh atau
bernaungan. Ada pula tanaman yang memerlukan intensitas cahaya yang berbeda
sepanjang periode hidupnya. Pada waktu masih muda memerlukan cahaya dengan

intensitas rendah dan menjelang sapihan mulai memerlukan cahaya dengan
intensitas tinggi.
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber
energi utama bagi tumbuhan khususnya yang berklorofil, cahaya sangat penting
dalam proses fotosintesis. Cahaya matahari juga dapat mempengaruhi tumbuhan
untuk bergerak gerak yang dipengaruhi oleh cahaya disebut gerak fototropisme.
Kekurangan cahaya matahari akan mengganggu proses fotosintesis, meskipun
jumlah cahaya matahari bergantung pada jenis tumbuhan. Selain itu, kekurangan
jumlah matahari saat perkembangan akan menyebabkan etiolasi, dimana batang
kecambah akan tumbuh lebih cepat tapi tipis, lemah dan berwarna pucat (tidak
hijau). Semua ini terjadi karena tidak adanya cahaya sehingga memaksimalkan
kerja hormon auksin untuk penunjang sel-sel tumbuhan.
Pohon Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa inggris). Nama ini
datang dari kata thekku didalam bahasa malayalam, bahasa di negara bagian
Kerala yang ada di India Selatan. Nama ilmiah jati yaitu Tectona Grandis L.F.

Pohon Jati di awal tumbuh harus mendapatkan sinar matahari yang cukup untuk
pertumbuhannya.
Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum toleransi tanaman terhadap
cahaya agar kita dapat mengetahui cara yang tepat dalam melakukan persemaian

yang baik dengan naungan atau tanpa naungan pada jati lokal (Tectona grandis
L.f)

B. Tujuan Dan Kegunaan Praktikum
Tujuan pelaksanaan praktikum ini yaitu untuk mengetahui pengaruh
cahaya terhadap pertumbuhan tanaman.
Kegunaan praktikum ini yaitu agar dapat mengetahui pengaruh cahaya
terhadap pertumbuhan tanaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Tanaman jati lokal (Tectona grandisL.f)
1. Klasifikasi
Jati lokal (Tectona grandis L.f) menurut Plantamor 2015 adalah sebagai
berikut :
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas: Asteridae
Ordo: Lamiales
Famili: Lamiaceae
Genus: Tectona
Spesies: Tectona grandis L.f.
2. Morfologi
Habitus pohon dapat tumbuh mencapai tinggi 45 m dengan panjang bebas
cabang 15 – 20 m, diameter dapat mencapai 220 cm,umummnya 50 cm, bentuk
batang tidak teratur dan beratur. Ciri umum, kayu teras berwarna coklat, coklatkelabu, sampai coklat-merah tua, atau merah-coklat. Kayu gubal berwarna putih
atau kelabu kekuning-kuningan. Tekstur kayu agak kasar dan tidak merata. Arah
serat lurus atau kadang-kadang agak terpadu. Permukaan kayu licin atau agak

licin, kadang-kadang seperti berminyak. Lingkaran tumbuh nampak jelas , baik
pada bidang transversal maupun radial, seringkali menimbulkan gambar yang
indah. Pori sebagian besar atau hamper seluruhnya soliter dalam susunan tata
lingkar, diameter 20-40 µ, frekuensi 3-7 per mm². Penyusutan sampai kering tanur
2,8% (R) dan 5,2% (T).(Martawijaya., et al, 2005).
3. Ekologi
Secara umum tanaman jati idealnya ditanam di areal dengan tofografi yang
relatif datar (hutan dataran rendah) atau memiliki kemiringan lereng < 20%, selain

itu tanaman jati membutuhkan iklim dengan curah hujan minimum 750
mm/tahun, optimum 1000-1500 mm/tahun dan maksimum 2500 mm/tahun.
Walaupun demikian, tanaman jati masih dapat tumbuh di daerah dengan curah
hujan 3750 mm/tahun (Purwowidodo, 1992). Menurut Sumarna (2002) suhu
udara yang dibutuhkan tanaman jati minimum 13-17C dan maksimum 39-43°C.
pada suhu optimal, 32-42°C, tanaman jati akan menghasilkan kualitas kayu yang
baik. Adapun kondisi kelembaban lingkungan tanaman jati yang optimal sekitar
80% untuk fase vegetatif dan antara 60-70% untuk fase generatif.(Indah, 2012).

4. Kegunaan
Kayu jati merupakan jenis kayu yang paling banyak dipakai untuk
berbagai keperluan terutama di Pulau Jawa karena sifat-sifatnya yang baik. Kayu
jati praktis sangat cocok untuk segala jenis konstruksi seperti untuk pembuatan
tiang, balok dan gelagar pada bangunan rumah, jembatan, mebel dan sebagainya.
Meskipun kayu jati mempunyai kegunaan yang luas, tetapi karena sifatnya yang
agak rapuh sehingga kurang baik untuk digunakan sebagai bahan yang

memerlukan kelenturan yang tinggi seperti alat olah raga, tangkai perkakas dan
lain-lain. Kayu jati merupakan kayu yang paling baik untuk pembuatan kapal dan
biasa dipakai untuk papan kapal, terutama untuk kapal yang berlayar di daerah

tropis serta mempunyai daya tahan terhadap berbagai bahan kimia (Ilyasa, 2008).
B. Toleransi Tanaman Terhadap Cahaya
Kebutuhan

tanaman

akan

cahaya

berbeda-beda

tergantung jenis

tanamannya. Terdapat beberapa jenis tanaman yang toleran terhadap cahaya
matahari langsung dan ada pula tanaman yang tidak terlalu toleran terhadap
cahaya matahari langsung sehingga membutuhkan naungan. Namun, melalui
teknik budi daya tertentu, tanaman yang membutuhkan intensitas cahaya tinggi
bisa menjadi toleran terhadap tempat yang teduh (bernaung). Beberapa jenis
tanaman juga memiliki kemampuan untuk beradaptasi pada intensitas cahaya

tinggi maupun terbatas (Ratnasari, 2008).
Tanaman yang toleran terhadap sinar matahari sebaiknya di tempatkan di
tempat-tempat yang terkena sinar matahari secara penuh sehingga dapat tumbuh
secara optimal, sementara tanaman yang toleran terhadap naungan sebaiknya
ditempatkan di tempat yang teduh atau tidak terkena sinar matahari, contohnya di
bawah pohon, di beri naungan paranet, atau bisa juga di teras rumah. Jika tidak
terdapat naungan, tanaman jenis ini juga bisa diletakkan di tempat-tempat yang
hanya terkena sinar matahari pagi atau sore saja (Sudarmono, 2009).

Mekanisme toleransi pada tanaman sebagai respon adanya cekaman
kekeringan meliputi (I) kemampuan tanaman tetap tumbuh pada kondisi

kekurangan air yaitu dengan menurunkan luas daun dan memperpendek siklus
tumbuh,(II) kemampuan akar untuk menyerap air di lapisan tanah paling
dalam,(III) kemampuan untuk melindungi meristem akar dari kekeringan dengan
meningkatkan akumulasi senyawa tertentu seperti glisin, betain, gula alkohol, atau
prolin untuk osmotic adjusment dan (IV) mengoptimalkan peranan stomata untuk
mencegah hilangnya air melalui daun (Lestari, 2005).
Tanaman yang toleran terhadap naungan 50% akan membentuk tubuhnya
yang tidak terlalu tinggi sehingga kokoh dan tidak mudah rebah. Melihat dari

hasil uji lanjut diketahui bahwa varietas cikurai merupakan variates yang paling
sedikit mengalami pemanjangan tajuk sehingga merupakan variates terbaik dalam
tinggi tanaman di dalam naungan 50% (Evita, 2011).
Sifat toleransi atau tahan merupakan sifat yang dapat di wariskan, sifat
tersebut memungkinkan patogen berkembang dan memperbanyak diri di dalam
inangnya sedangkan inang tersebut tidak mempunyai bagian reseptor untuk
mengaktifkan zat-zat beracun yang dikeluarkan patogen, sehingga tanaman masih
mampu berproduksi (Dewi, et al., 2013).

C. Pengaruh Cahaya Terhadap Tanaman
Sinar matahari memberikan berbagai pengaruh terhdap pertumbuhan
tanaman, selain menyediakan sumber energi untuk fotosintesis. Sebaiknya,
ketiadaan sinar akan mempengaruhi status fisiologis jaringan tanaman.
Kandungan karbohidrat akan berkurang pada intensitas cahaya yang rendah atau
gelap (Yuliarti, 2010).

Intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi (ekstrem panas) juga
menyebabkan tanaman menampakkan gejala sakit, yaitu daun mengalami
klorosis, beberapa jaringan berwarna cokelat mengering seperti jerami padi, buah
cabai menjadi kering terbakar (gejala sakit Isun burn), dan warna buah cokelat

seperti jerami padi. Pengaruh cahaya matahari terhadap pertumbuhan tanaman
dan pembentukan hasil tergantung pada intensitas cahaya dan lama penyinaran
pada setiap fase pertumbuhan tananaman (Cahyono, 2003).
Faktor cahaya matahari yang penting untuk pertumbuhan tanaman
adalah intensitas dan lama penyinaran. Semakin besar intensitas cahaya matahari
yang dapat di terima oleh tanaman, semakin cepat proses pembungaan dan
pembentukan buah/biji berlangsung. Untuk dapat berasimilasi dengan baik,
tanaman memerlukan intensitas cahaya matahari yang besar (Juanda dan
Cahyono, 2005).
Semua faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan di
sebut faktor luar. Faktor-faktor luar tersebut, di antaranya cahaya, suhu,
kelembapan, dan nutrisi. Cahaya mutlak di perlukan oleh semua makhluk hidup.
Tumbuhan hijau memanfaatkan energi cahaya matahari dalam fotosintesis. Secara
tidak langsung, energi cahaya juga di butuhkan oleh hewan dan manusia (Pahan,
2006).
Pengaruh

cahaya

matahari


terhadap

pertumbuhan

tanaman

dan

pembentukan hasil tergantung pada intensitas cahaya dan waktu penyinaran, pada
setiap fase pertumbuhan tanaman. Setiap fase pertumbuhan memerlukan intensitas
dan waktu penyinaran yang berbeda (Cahyono, 2007).

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum dilaksanakan, di Unit. Laboratorium Kehutanan, Jurusan
Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo.
Pada hari Kamis, 19 Maret 2015. Pukul 13.00 WITA sampai selesai.


B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu : Kertas Label, 10 benih Jati
Lokal (Tectona grandis L.f) yang memilki tinggi + 30 cm, air, patok kayu,tally
sheet, dan poly bag.
Alat yang digunakan pada praktikum yaitu : Alat tulis menulis, kamera,
dan pita ukur/mistar.

C. Prosedur Pelaksanaan

Prosedur pelakasanaan praktikum perkecambahan biji adalah sebagai
berikut :
1.

Menyiapkan 10 benih jati lokal (Tectona grandis L.f) yang memiliki tinggi +
30 cm. kemudian di beri label A untuk tanaman yang di naungi dan label B
untuk tanaman yang tanpa naungan.

2.


Mengukur tinggi dan menghitung jumlah daun tanaman jati lokal
(Tectona grandis L.f) tersebut.

3.

Setelah itu pisahkan Label A dan letakkan pada tempat yang ternaungi dan
label B pada tempat yang tidak ternaungi.

4.

Melakukan penyiraman setiap hari.

5.

Melakukan pengamatan selama 4 minggu kemudian mendokumentasikan
pengamatan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan toleransi tanaman terhadap cahaya disajikan pada table
2dan 3.
Tabel 2. Pengamatan Toleransi Tanaman Terhadap Cahaya (Dengan Naungan)

No.

Jenis tanaman
Jati Lokal
(Tectona grandisL.f)

1
2
3
4
5

A6.1
A6.2
A6.3
A6.4
A6.5

Pengamatan (Minggu)
I
T
16
11
12
13,6
12

II
JD
9
8
9
8
10

T
16
11
12
14,2
12

III
JD
9
5
7
8
6

T
16,3
11,2
12,1
14,3
12,2

IV
JD
8
7
5
7
6

T
16,4
11,2
12,3
14,6
12,3

JD
6
8
6
7
6

Tabel 3. Pengamatan Toleransi Tanaman Terhadap Cahaya (Tanpa Naungan)

No.
1
2
3
4
5

Jenis tanaman
Jati Lokal
(Tectona grandisL.f)
B6.1
B6.2
B6.3
B6.4
B6.5

Ket : T = Tinggi (cm)
JD = Jumlah Daun

I
T
11,5
12
11,3
13
9,4

JD
12
11
9
12
11

Pengamatan (Minggu)
II
III
T
JD
T
JD
12
9
12,1
8
12,7
8
12,9
8
12,8
6
12,9
7
13
7
13,2
6
9,8
7
9,9
7

IV
T
12,2
12,9
13
13,4
7

JD
7
6
8
4
5

B. Pembahasan

Praktikum ini dilakukan selama satu bulan pengamatan dilakukan mulai
tanggal 19 - 9 Maret 2015. Dalam praktikum toleransi tanaman terhadap cahaya,
kami menggunkan 10 semai jati yang memiliki tinggi + 20 cm sampai 30 cm yang
di bagi dalam 2 label yaitu 5 tanaman berlabel A sebagai tanaman yang di naungi
dan 5 tanaman berlabel B yang tidak di naungi.
Dari hasil pengamatan, diperoleh data seperti di atas yang menunjukkan
bahwa adanya perbedaan yang cukup signifikan antara minggu pertama hingga
pengamatan minggu terakhir baik itu pada tinggi maupun pada jumlah daun. Dari
tabel di atas dapat diketahui bahwa semai jati lokal (Tectona grandis L.f) berlabel
(A) memiliki pertambahan tinggi berkisar dari 0 – 0,3 cm sedangkan jumlah
daunnya

terus mengalami penurunan dari minggu ke minggu. Hal ini dapat

disebabkan oleh faktor lingkungan seperti suhu, intensitas cahaya dan
kelembahapan.
Pada semai jati yang tanpa naungan,diperoleh data seperti di atas yang
menunjukan perbedaan yang signifikan dengan semai jati (Tectona grandis L.f)
yang di naungi. Hal ini dapat dilihat pada pertambahan tinggi semai yang berkisar
0 – 0,5 cm dan juga jumlah daun yang gugur. Dengan data yang diperoleh dari
hasil pengamatan selama 4 bulan, maka dapat disimpulkan bahwa tanaman jati
lokal (Tectona grandis L.f) adalah tanaman yang intoleran atau membutuhkan
cahaya matahari yang cukup di awal pertumbuhannya.

Pohon Jati cocok tumbuh di daerah musim kering agak panjang yaitu
berkisar 3-6 bulan per tahun. Besarnya curah hujan yang dibutuhkan rata-rata
1250-1300 mm/tahun dengan temperatur rata-rata tahunan 22-26° C. Daerahdaerah yang banyak ditumbuhi Jati umumnya tanah bertekstur sedang dengan pH
netral hingga asam.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan semai jati yang di naungidan tidak di naungi, maka
dapat disimpulkan bahwa tanaman jati adalah tanaman yang intoleran atau
membutuhkan cahaya yang cukup di awal pertumbuhannya dan intensitas cahaya
sangat memperngaruhi pertumbuhan tanaman.

B. Saran
Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum toleransi terhadap tanaman
adalah agar semai jati (Tectona grandis L.f) dapat terus dirawat hingga menjadi
pohon dan jangan hanya pada saat praktikum saja.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2015. Http ://www.plantamor.com/Klasifikasi Tectona grandis L.f.
Asmayannur, I. Chairul., dan Syam, Z., 2012. Analisis Vegetasi Dasar di Bawah
Tegakan Jati Emas (Tectona grandis L.) dan Jati Putih
(Gmelina arborea Roxb.) di Kampus Universitas Andalas. Laboratorium
Riset Ekologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Universitas Andalas,
Kampus UNAND : Limau Manis Padang, Sumatra Barat.
Cahyono, B, 2003. Cabai Rawit Teknik Budi Daya & Analisi Usaha Tani.
Kanisius : Yogyakarta.
Cahyono, B, 2007. Cabai Paprika Teknik Budi Daya Dan Analisis Usaha Tani.
Kanisius : Yogyakarta.
Dewi, I., Cholil, A., dan Muhibuddin, A. 2013. Hubungan Karekteristik Jaringan
Daun Dengan Tingkat Serangan Penyakit Blas Daun ( Pyticularia oryzae
cav.) Pada Beberapa Genotipe Padi ( Oryza sativa L. ). Universitas
Brawijaya Program Study Agroekoteknologi : Malang.
Evita. 2011. Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa Varietas Kedelai
(Glycine max (L) merrill) Pada Naungan Buatan. Fakultas Pertanian
Universitas Jambi Kampus Pinang Masak : Jambi.
Juanda, D. dan Cahyono, B. 2005. Wijen Teknik Budi Daya Dan Analisis Usaha
Tani. Kanisius : Yogyakarta.
Lestari, E. 2005. Hubungan Antara Kerapatan Stomata Dengan Ketahanan
Kekeringan Pada Somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti, Dan IR 64.
Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Biotektonologi Dan
SumberDaya Genetik Pertanian ( Balitbiogen) : Bogor.
Martawijaya, A. Kartasujana, I. Kadir, K. dan Prawira, A.s, 2005. Atlas Kayu
Indonesia Jilid I. Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan : Bogor, Indonesia.
Novendra, I.Y, 2008. Karakteristik Biometrik Pohon Jati (Tectona grandis l.f.).
Departemen manajemen hutan Fakultas kehutanan Institut Pertanian
Bogor : Bogor.

Pahan, I. 2006. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir.
Kanisius : Yogyakarta.
Ratnasari, J. 2008. Galeri Tanaman Hias Daun. Penebar Swadaya : Jakarta.
Sudomo, A., Hani, A., dan Suhaendah, E. 2007. Pertumbuhan Semai Gmelina
arborea Linn Dengan Pemberian Mikoriza, Pupuk Organik Yang Di
Perkaya Dan Cuka Kayu. Balai Penelitian Kehutanan : Ciamis.
Yuliarti, N., 2010. Kultur Jaringan Tanaman Skala Rumah Tangga.
Lily Publisher : Yogyakarta.