Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dari Pe

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DARI PENCULIKAN
Yurisal D. Aesong

Pendahuluan
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(UUD 1945) Pasal 1 Ayat (3) menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara
hukum”. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu dan perbuatan harus didasarkan dan
memiliki konsekuensi sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara Republik
Indonesia.
Tujuan hukum itu sendiri menurut Dr. L.J. Van Apeldoorn yaitu mengatur
pergaulan hidup manusia secara damai. Hal ini didasari karena dalam kehidupannya,
manusia selalu menjalin hubungan antara satu dengan yang lain berdasarkan sifat dan
keinginan

yang

berbeda-beda.

Maka

fungsi


hukum

ialah

mengatur

dan

menyeimbangkan sifat dan keinginan yang berbeda-beda itu agar hubungan manusia
senantiasa berada dalam kedamaian.
Berkaitan dengan hal ini menurut Friedman, ada empat fungsi sistem hukum.
Pertama sebagai sistem kontrak sosial, kedua sebagai sarana penyelesaian sengketa,
ketiga sebagai bagian dari perencanaan soal dalam kebijakan publik yang disebut
dengan social engineering dan keempat sebagai sosial maintenance, yakni sebagai
fungsi pemulihan ketertiban.
Masyarakat sebagai suatu kumpulan orang yang mempunyai sifat dan watak
masing-masing yang berbeda, membutuhkan hukum yang mengatur kehidupannya agar
berjalan tertib dan lancar, selain itu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul
dalam kehidupan masyarakat tersebut, karena itu dibentuklah berbagai peraturan hukum

1

yang mengatur berbagai hal yang terjadi sepanjang kehidupan manusia yaitu sejak lahir
sampai kemudian kematian merenggutnya.
Anak sebagai bagian dari masyarakat secara umum, dan keluarga secara khusus
mempunyai hak yang sama dengan masyarakat maupun manusia/orang lainnya yang
harus dihormati, dihargai dan dilindungi. Setiap negara harus memberikan perhatian
serta perlindungan terhadap hak-hak anak terutama perlindungan dari tindak kekerasan
dan kejahatan.
Anak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup
manusia dan keberlangsungan sebuah Bangsa dan Negara, dimana dalam konstitusi
Indonesia anak memiliki peran strategis, hal ini secara tegas dinyatakan dalam
konstitusi bahwa Negara menjamin setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, karena itu kepentingan terbaik bagi anak patut dihayati sebagai
kepentingan terbaik bagi kelangsungan hidup umat manusia. Konsekuensi dari
ketentuan Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
perlu ditindaklanjuti dengan membuat kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk
melindungi anak.
Berdasarkan konvensi internasional, hak setiap orang termasuk juga hak anak

atas suatu keamanan dan perlindungan hukum tertuang dalam Universal Declaration of
Human Rights dalam Article 3 ditegaskan bahwa “everyone has the right to life, liberty
and security of person” kemudian dalam Article 7 yang menyatakan bahwa “all are
equal before the law and are entitled without any discrimination to equal protection of
the law. All are entitled to equal protection against any discrimination in violation of
this Declaration and against any incitement to such discrimination”.
2

Kemudian

hak-hak

anak

atas

perlindungan

hukum


dalam

hukum

internasional/konvensi internasional diatur juga dalam Kovenan Internasiona Tentang
Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Kovenan Ekosob) yang diratifikasi Indonesia
melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan
Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dimana dalam Pasal 10 butir ke-3
menentukan bahwa “langkah-langkah khusus untuk perlindungan dan bantuan harus
diberikan untuk kepentingan semua anak dan remaja, tanpa diskriminasi apapun
berdasarkan keturunan atau keadaan lain”.
Hak anak atas perlindungan hukum juga tertuang dalam Konvensi Internasional
Tentang Hak-Hak Sosial dan Politik yang diratifikasi Indonesia melalui UndangUndang Nomor 12 Tahun 2005, dimana dalam Pasal 24 butir ke-1 ditentukan bahwa
“setiap anak berhak untuk mendapa hak atas langkah-langkah perlindungan karena
statusnya sebagai anak di bawah umum, terhadap keluarga, masyarakat dan negara
tanpa diskriminasi.
Secara khusus, hak anak diatur dalam Kovenan Internasional Tentang Hak
Anak/Konvensi Hak Anak, dalam konvensi tersebut menegaskan bahwa anak perlu
dilindungi dari, pertama, keadaan darurat atau keadaan yang membahayakan. Kedua,
kesewenang-wenangan hukum. Ketiga, eksploitasi termasuk tindak kekerasan (abuse)

dan penelantaran. Keempat , diskriminasi.
Karena anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental
maupun sosial, karena kondisinya yang rentan tergantung dan berkembang, anak
dibanding dengan orang dewasa lebih beresiko terhadap tindak eksploitasi, kekerasan,
penelantaran dan lain-lainnya. Anak juga sangat rawan sebagai korban dari kebijakan

3

ekonomi makro atau keputusan politik yang salah, meskipun secara umum pandangan
masyarakat, termasuk para politisi terhadap anak kadang bersikap naif dan politis.
Berdasarkan Konvensi Hak Anak, apabila pelanggaran dilakukan oleh orang tua
atau anggota masyarakat, maka negara berkewajiban menjamin agar anggota
masyarakat tidak melakukan pelanggaran hak anak atau menjamin agar jika terjadi
pelanggaran seperti itu, maka pelaku harus mempertanggungjawabkan tindakannya dan
korban dibantu pemulihannya. Hal ini bisa dilakukan dengan menyelaraskan
perundangan dan peraturan nasional sesuai Konvensi Hak Anak.
Perlindungan hukum bagi anak mempunyai spektrum yang cukup luas. Dalam
berbagai dokumen dan pertemuan internasional terlihat bahwa perlunya perlindungan
hukum bagi anak dapat meliputi berbagai aspek, yaitu :
1) Perlindungan terhadap hak - hak asasi dan kebebasan anak.

2) Perlindungan anak dalam proses peradilan.
3) Perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan
dan lingkungan sosial).
4) Perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan kemerdekaan.
5) Perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan
anak, pelacuran, pornografi, perdagangan / penyalahgunaan obat - obatan,
memperalat anak dalam melakukan kejahatan dan sebagainya).
6) Perlindungan terhadap anak - anak jalanan.
7) Perlindungan anak dari akibat - akibat peperangan / konflik bersenjata.
8) Perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan.

Perlakuan bagi anak yang berorientasi terhadap perlindungan serta pemenuhan
hak-hak bagi anak sudah merupakan suatu kewajiban bagi seluruh komponen bangsa
terutama para aparat penegak hukum sebagaimana telah diamanatkan oleh Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan Undang-Undang Nomor
4

23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak maupun dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana. Undang-Undang tersebut merupakan jaminan pelaksanaan hak-hak
anak di bidang hukum.
Aneka tindakan yang tidak wajar terhadap anak tersebut dapat menghambat

tumbuh kembang mereka terutama karena hak - haknya tidak terjamin dengan baik. Saat
ini diupayakan perlindungan bagi anak - anak, baik dalam keluarga dan masyarakat oleh
berbagai segmen dalam masyarakat, namun masih bersifat persial sesuai dengan tugas
dan fungsi masing - masing segmen tersebut. Agar upaya ini dapat lebih terintegrasi,
terencana dan menjangkau semua anak Indonesia, maka pemerintah telah menetapkan
kebijaksanaan dan strategi perlindungan terhadap anak Indonesia, melalui Gerakan
Nasional Perlindungan Anak bertepatan dengan Hari anak Nasional 1997, sebagai
perwujudan komitmen dari semua pihak untuk meningkatkan intensitas perhatian
keluarga dan masyarakat dalam mengatasi berbagai tindak kekerasan, eksploitasi dan
penelantaran terhadap anak.
Berdasarkan Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Pasal 2 tentang Kesejahteraan
Anak menyatakan bahwa :
1) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam
kandungan maupun sudah melahirkan.
2) Anak berhak atas perlindungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
dengan wajar. Kedua ayat ini dengan jelas menyatakan demi mendorong perlu
adanya perlindungan anak dalam rangka mengusahakan kesejahteraan anak dan
perlakuan yang adil terhadap anak.
Kampanye mengenai perlindungan terhadap anak dan kampanye menghindari
kekerasan terhadap anak semakin hari semakin terus bergema, namun berbagai bentuk

5

kekerasan masih saja ditemui dimana-mana. Kesadaran dari setiap individu, baik
anggota keluarga, sekolah, maupun lingkungan masyarakat masih sangat diperlukan.
Kekerasan ternyata tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga bisa dalam bentuk
verbal, emosional, maupun seksual. Kekerasan verbal termasuk bentuk kekerasan yang
kerap ditemui dan biasanya orang tua tidak menyadari telah melakukan hal tersebut.
Kemudian tindakan penculikan terhadap anak, yang saat ini semakin meningkat,
baik yang dilakukan oleh orang lain, maupun anggota keluarga, alasan serta tujuannya
pun bermacam-macam, mulai dari eksploitasi ekonomi, permasalahan keluarga, dan
sebagainya. Banyak juga kasus yang terjadi pada anak dibawah umur, sampai masih
tergolong balita, yang kadang dilakukan oleh ibunya, maupun bapaknya yang
seharusnya masih dalam pengawasan, pemeliharaan, ibunya (orang tua perempuan),
yang kebanyakan masyarakat atau keluarga lainnya tidak menyadari bahwa kasus-kasus
atau hal-hal tersebut dapat digolongkan juga dalam kasus penculikan atau perbuatan
penculikan.
Penculikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai mencuri
atau melarikan orang lain dengan maksud tertentu, jadi pada prinsipnya perbutan yang
menjauhkan dengan maksud melarikan seseorang termasuk anak dapat dikategorikan
juga sebagai penculikan.

Perlindungan Hukum
Ditinjau dari segi besarnya, perlindungan anak dapat dibedakan dalam dua
bagian yaitu :
1. Perlingungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi perlindungan dalam
bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan.

6

2. Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, meliputi perlindungan dalam
bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan.
Menurut konvensi hak anak Indonesia yang telah diratifikasi dengan Kepres
No.36 tahun 1990 antara lain mencakup :
1) Hak atas kelangsungan hidup.
2) Hak atas perlindungan.
3) Hak untuk tambah kembang optimal.
4) Hak untuk berpartisipasi (Tunggal, 2000 : 8).
Berdasarkan hal tersebut, secara yuridis, perlindungan hukum terhadap anak dari
tindakan kejahatan terutama penculikan diatur secara tegas dalam beberapa peraturan
perundang-undangan, antara lain :
a. Berdasarkan KUHP (Kitab Unddang-Undang Hukum Pidana).

Pasal 328
Barang siapa membawa pergi seorang dari tempat kediamannya atau tempat
tinggalnya sementara dengan maksud untuk menempatkan orang itu secara
melawan hukum di bawah kekuasaannya atau kekuasaan orang lain, atau untuk
menempatkan dia dalam keadaan sengsara, diancam karena penculikan dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
Pasal 330
1) Barang siapa dengan sengaja menarik seorang yang belum cukup umur dari
kekuasaan yang menurut undang-undang ditentukan atas dirinya, atau dari
pengawasan orang yang berwenang untuk itu, diancam dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
2) Bilamana dalam hal ini dilakukan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman
kekerasan, atau bilamana anaknya belum berumur dua belas tahun, dijatuhkan
pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 331

7

Orang siapa dengan sengaja menyemhunyikan orang yang belum dewasa yang
ditarik atau menarik sendiri dari kekuasaan yang menurut undang-undang

ditentukan atas dirinya. atau dari pengawasan orang yang berwenang untuk itu,
atau dengan sengaja menariknya dari pengusutan pejabat kehakiman atau
kepolisian diancam dengan penjara paling lama empat tahun, atau jika anak itu
berumur di bawah dua belas tahun, dengan pidana penjara paling lama tujuh
tahun.
Pasal 334
1) Barang

siapa

karena

kealpaannya

menyebabkan

seorang

dirampas

kemerdekaannya secara melawan hukum, atau diteruskannya perampasan
kemerdekaan yang demikian, diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga
bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, maka yang bersalah diancam
dengan pidana kurungan paling lama sembilan bulan.
3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu
tahun
b. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Berdasarkan UU Perlindungan Anak, dalam Pasal 1 menjelaskan bahwa anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau
suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga
sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga. Orang

8

tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu
angkat.
Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam
situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan,
perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang
cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.
Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip
dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi :
1) non diskriminasi.
2) kepentingan yang terbaik bagi anak.
3) hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
4) penghargaan terhadap pendapat anak. (Pasal 2).
Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh
orang tuanya sendiri, dalam hal karena suatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin
tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak
diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 7). Setiap anak berhak
memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik,
mental, spiritual, dan sosial (Pasal 8).

9

Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun
yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari
perlakuan, diskriminasi, eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaran,
kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya,
dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan
tersebut, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman. (Pasal 13).
Kemudian dalam Pasal 68 mengatur mengenai perlindungan khusus bagi anak
korban penculikan, penjualan, dan perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 59 dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan,
dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Setiap orang dilarang menempatkan,
membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan,
penjualan, atau perdagangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Ketentuan pidana terhadap penculikan terhadap anak yaitu :
Pasal 78
Setiap orang yang mengetahui dan sengaja membiarkan anak dalam situasi
darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, anak yang berhadapan dengan
hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang tereksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi
korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya
(napza), anak korban penculikan, anak korban perdagangan, atau anak korban
kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, padahal anak tersebut
memerlukan pertolongan dan harus dibantu, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
Pasal 83
Setiap orang yang memperdagangkan, menjual, atau menculik anak untuk diri
sendiri atau untuk dijual, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima
10

belas) tahun dan paling singkat 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling sedikit Rp 60.000.000,00
(enam puluh juta rupiah).

Penutup
Hak terhadap perlindungan (Protection Rights) terhadap anak baik dalam
konvensi internasional maupun perundang-undangan nasional merupakan hak anak
yang penting. Kiranya perlindungan hukum terhadap anak dapat lebih dioptimalkan
demi perkembangan dan pertumbuhannya, mengingat anak sebagai penerus keluarga,
bangsa dan juga negara, serta mengoptimalkan peran undang-undang dengan
penindakan yang tegas terhadap pelaku kejahtan terhadap anak, terutama penculikan.

Referensi
Barda

Nawawi
Arief,
Beberapa
Aspek
Kebijakan
Penegakan
Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998.

Dan

Indonesian Children, Kekerasan Pada Anak : Kekerasan Verbal Pada Anak, Masihkah
Ada
Dalam
Keluarga
Kita?,
2009,
Diakses
dari,
<
http://korandemokrasiindonesia.wordpress.com/2009/11/28/kekerasan-padaanak-kekerasan-verbal-pada-anak-masihkah-ada-dalam-keluarga-kita/ >.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.
Kovenan Internasional Tentang Hak Sosial dan Politik.
Konvensi Hak Anak.
L. J. Van Apeldoorn, alih bahasa oleh C. S. T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Indonesia, Balai pustaka, Jakarta, 1986.
Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di
Indonesia, Makalah, Pascasarjana Universitas Katolik Parahyangan, Bandung,
2001.

11

Supriyadi W. Eddyono, Pengantar Konvensi Hak Anak, Seri Bacaan Kursus HAM
Untuk Pengacara X, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 2005.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-undang No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak.
Undang - Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Zulkhair dan Sholeha Soeaidy, Dasar Hukum Perlindungan Anak, CV. Novindo
Pustaka Mandiri, Jakarta, 2001.

12