Antisipasi Implementasi MP3EI di Jawa T

Angelina Ika Rahutami
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Katolik Soegijapranata
12 Desember 2011

• IndustrI atau sektor apa yang akan menjadi pendorong terbaik
pertumbuhan ekonomi, namun pada saat yang sama juga bersifat inklusif,
yang berarti pengurangan kemiskinan?

• Hal-hal yang menjadi penting:
1.
2.
3.

Struktur ekonomi Jawa Tengah  potensi pengembangannya, termasuk
pada aspek perdagangan dan investasi
Penyerapan tenaga kerja
Kemiskinan

• Dari ketiga hal tersebut maka perlu dilakukan periksa silang dengan
RPJMD


Pertanyaannya siapkah kita?

Sumber : Masterplan for Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development
2011, Coordinating Ministry For Economic Affairs, Republic of Indonesia

Sejalankah dengan struktur ekonomi Jawa Tengah dan
Kebijakan yang selama ini diambil?

Sumber : Masterplan for Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development
2011, Coordinating Ministry For Economic Affairs, Republic of Indonesia

• Konsep pertumbuhan yang mengacu pada suatu
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
• Peluang ekonomi yang dihasilkan dapat dinikmati atau
terdistribusi ke semua lapisan masyarakat, termasuk kaum
miskin dan termarjinalkan, baik sekarang maupun masa
yang akan datang,
• Dengan demikian terdapat dua hal pokok dalam
pertumbuhan inklusif

• Inklusi (penyertaan), yang berarti terdapat adanya difusi

peluang bagi semua, yang berarti juga memberikan peluang
ekonomi kepada mereka yang dalam pertumbuhan saat ini
tersingkirkan
• Pertumbuhan yang berkelanjutan, yang berarti bahwa proses
tidak akan berhenti pada saat ini tetapi juga pada masa yang
akan datang



Trade and development board, Geneva 2010






Habito (2009) dengan menggunakan data 15 negara asian








Dari sisi produksi, pertumbuhan inklusif akan menjadi terbaik bila berasal dari sektor dan
industri yang bersifat labor intensive dan atau proses produksinya memiliki keterkaitan
backward dan forward dalam ekonomi domestik,
Membutuhkan kebijakan khusus dan intervensi pemerintah
kualitas kepemerintahan, pengeluaran publik untuk jasa sosial dan komposisi sektoral dari
pertumbuhan PDB memiliki hubungan yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi inklusif
Kontrbusi sektor pertanian penting untuk kurangi kemiskinan desa
Perlu dikembangkan ke agroindustri dan pariwisata agar pertumbuhan lebih luas
Promosi dan pengembangan SME penting

Chatterjee (2005)









Infrastruktur desa memegang peran penting
Partisipasi pemerintah dan desentralisasi penting
Komposisi sektoral dari pertumbuhan adalah penting, ketia kemiskinan desa masih tinggi dan
kemungkinan transformasi struktural rendah, maka pertumbuhan pertanian penting
Pertumbuhan yang menyerap tenaga kerja adalah penting,
Perlu kebijakan untuk mengurangi rigiditas penyerapan tenaga kerja, termasuk struktur
dualistik dan mempromosikan transformasi struktural yang cepat
Pentingnya lembaga keuangan mikro
Pembangunan human capital harus intensif

70,000,000
60,000,000

Juta Rp


50,000,000
40,000,000
2006

30,000,000

2007

20,000,000

2008
10,000,000

2009

3.79%

11.28%

Pertanian

5.45%

2010*
2011*

18.62%

Pertambangan

1.12%

Industri pengolahan
Listrik, gas dan air bersih
Konstruksi

21.75%
31.22%

PHR
Pengangkutan, komunikasi


5.92%

Keuangan
Jasa-jasa

Sumber: KER Jateng, data diolah

Jasa-jasa

Keuangan

Pengangkutan, komunik
asi

PHR

Konstruksi

Listrik, gas dan air

bersih

Industri pengolahan

4 besar industri
pengolahan, PHR,
pertanian, dan jasa
sejalan dengan
MP3EI, namun
perlu cek
penyerapan tenaga
kerjanya

Pertambangan

Pertanian

0

0.85%


PDRB 2011*

120,000,000
100,000,000
Juta Rp

80,000,000
60,000,000
2006

40,000,000

2007

20,000,000

2008
Ekspor barang dan jasa


Pembentukan modal tetap
domestik bruto

Konsumsi pemerintah

PDRB 2011*

2009

Impor barang dan jasa (-/-)

Hati-hati dengan
konsumsi
pemerintah dan
Investasi yang
relatif rendah
proporsinya

Konsumsi Nirlaba


Konsumsi Rumah tangga

-

2010*
2011*

Konsumsi Rumah tangga

23.54%

Konsumsi Nirlaba

34.11%

Konsumsi pemerintah
24.61%

Pembentukan modal tetap
domestik bruto

7.48%
9.48%
0.78%

Ekspor barang dan jasa
Impor barang dan jasa (-/-)

Sumber: KER Jateng, data diolah

Pertanian
Pertambangan
Industri
LGA
Bangunan
Perdagangan
Angkutan
Keuangan
Jasa

EMPLOY
MENT

∆ PDRB

AGT 2009

2009

37.04
0.77
16.78
0.18
6.49
21.86

4.38
5.49
1.84
5.55
6.77
6.01

4.3
0.98
11.6

6.96
7.78
7.85

PROPORSI EMPLOY
∆ PDRB
PDRB
MENT
AGT
2009
2010
2010
19.89
35.53
2.50
1.11
0.74
7.10
30.82
17.81
6.90
0.84
0.12
8.40
5.86
6.62
6.90
21.50
21.43
6.10
5.27
3.81
10.89

4.2
1.14
12.41

6.70
5.00
7.40

PROPORSI
PROPORSI EMPLOY
∆ PDRB
PDRB
PDRB
MENT
2010

FEB 2011

2011

19.27
1.13
31.14
0.86
5.92
21.56

36.05
0.45
18.22
0.18
5.99
20.92

2.57
5.70
6.43
4.03
6.13
7.10

18.64
1.12
31.25
0.85
5.93
21.78

5.32
3.79
11.06

3.78
1.24
13.17

8.73
6.27
8.27

5.45
3.79
11.29

Industri cenderung belum mampu menjadi
penyerap tenaga kerja terbesar
Sumber: KER Jateng, data diolah

2011

Tahun

PDRB (Juta rupiah)

2006
2007
2008
2009
2010
2011

Miskin Kota ∆ Miskin
Kota (%)
(%)
2.958,10
2.687,30
-9,15
2.556,50
-4,87
2.420,90
-5,30
2.258,94
-6,69
2.092,51
-7,37

∆ PDRB (%)

150.682.654,74
159.110.253,76
167.790.369,85
175.685.267,57
185.875.013,09
197.083.276,38

5,59
5,46
4,71
5,80
6,03

Miskin Desa ∆ miskin
desa (%)
(%)
4.142,50
3.869,90
-6,58
3.633,10
-6,12
3.304,80
-9,04
3.110,22
-5,89
3.014,85
-3,07

Perlu cek penurunan kemiskinan disebabkan oleh apa?
Maret 2009
Kota
Desa
Indeks Kedalaman
Kemiskinan (P1)
Indeks Keparahan
Kemiskinan (P2)
Garis Kemiskinan
Bahan Makanan
Bukan Bahan Makanan
Total
Sumber: KER Jateng, data diolah

Maret 2010
Kota
Desa

Maret 2011
Kota
Desa

2,56

3,34

2,09

2,86

2,46

2,64

0,62

0,85

0,50

0,69

0,66

0,66

133.948
46.034
179.982

158.524
63.907
222.430

139.875
56.603
196.478

126.183
43.129
169.312

146.107
59499
205.606

148.284
50.526
198.814

30

8000
7000

25
20

5000
4000

15

%

Miskin Desa
Miskin Kota
proporsi miskin kota (RA)

3000

10

2000
1000

5
30

0

0
25
2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

proporsi miskin desa (RA)

2011
20

1. Kemiskinan desa yang jauh
lebih tinggi dibandingkan
dengan kemiskinan kota
membutuhkan kebijakan
khusus
2. Walaupun proporsinya
menurun namun jumlahnya
masih relatif besar

15

%

Ribu Orang

6000

10
5
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
% miskin kota 20.5 19.6 17.5 17.2 18.9 17.2 16.3 15.4 14.3 14.1
% miskin desa 24.9 23.1 23.6 23.5 25.2 23.4 21.9 19.8 18.6 17.1
% miskin

23.0 21.7 21.1 20.4 22.1 20.4 19.2 17.7 16.5 15.7

Sumber: KER Jateng, data diolah

2,500,000

2,000,000

1,924,966
1,773,841
1,612,675

1,500,000

1,518,949

1,424,922

1,000,000

500,000

707,247

645,312

578,176
435,916

624,790
513,063

525,347

459,830

476,508

0
2006

2007

2008

2009

2010

Tekstil dan Barang dari Tekstil
Kayu, Barang dari Kayu, dan Barang Anyaman
Berbagai Barang Hasil Pabrik
Mesin dan Pesawat Mekanik, Perlengkapan Elektonik dan Bagiannya
Makanan, Minuman, Minuman Keras, dan Tembakau
Alas Kaki, Tutup Kepala, Payung, dan Bunga Tiruan
Plastik, Karet, dan Barang dari Plastik dan Karet
Produk Industri Kimia dan Industri Sejenis
Binatang Hidup, Produk Hewani
Produk Nabati

2011*

Karakteristik ekspor
(jenis barang)
• Tekstil dan barang
tekstil (#1)
• Makanan, Minuman,
Minuman Keras dan
tembakau (#5)
Detil (SITC)
• Pakaian (#1)
• Barang tenun, kain
tekstil dan hasilnya
(#2)
• Kopi, teh coklat (#13)
• Tembakau dan
olahannya (#14)
• Buah dan sayuran
(#17)
Sumber: KER Jateng, data diolah

Ekspor - Kelompok barang

Impor - Kelompok Barang

Tekstil dan Barang dari Tekstil
Produk Nabati
Makanan, Minuman, Minuman Keras, dan
Tembakau
Ekspor - SITC

Tekstil dan Barang dari Tekstil
Produk Nabati
Makanan, Minuman, Minuman Keras, dan
Tembakau
Impor - SITC
Benang Tenun, Kain Tekstil dan HasilBenang Tenun, Kain Tekstil dan Hasil-Hasilnya Hasilnya
Serat Tekstil dan Sisa-sisanya
Gula,Olahan Gula dan Madu
Hasil Susu dan Telur
Tembakau dan Olahan Tembakau

Tembakau dan Olahan Tembakau

Perlu berhati-hati karena selain eksportir,
Jawa Tengah juga importir

RPJMD
2010-2014

RPJMD
2015-2019

RPJMD
2020-2024

• Pengembangan peran UMKM yang berorientasi ekspor
• Pengembangan struktur perekonomian daerah yang berbasis potensi dan produk unggulan
melalui sinergi sektor hulu dan hilir,
• Pengembangan produk pertanian, perikanan, kelautan, dan kehutanan yang bertumpu pada
sistem agribisnis
• Pengembangan diversifikasi produk, peningkatan kinerja kelembagaan dan sarana-prasarana
pendukung sektor perindustrian, perdagangan, dan pariwisata,

• Penguatan UMKM yang berorientasi ekspor melalui pengembangan akses pasar,
• Penguatan struktur perekonomian daerah yang berbasis produk unggulan yang komparatif dan
kompetitif
• Penguatan kelembagaan agribisnis guna menjamin petersediaan pangan dan ekspor,
• Penguatan sektor perindustrian, perdagangan, dan pariwisata guna menghasilkan produk yang
mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif

• Pemantapan UMKM yang mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif di pasar global
yang berbasis teknologi informasi,
• Pemantapan struktur perekonomian yang didukung oleh produk-produk unggulan
• Pemantapan pembangunan pertanian, perikanan, kelautan, dan kehutanan
• Pemantapan kualitas dan pemasaran produk pada sektor perindustrian, perdagangan, dan
pariwisata

PERMASALAHAN
PERINDUSTRIAN

PROGRAM

TARGET

Ketergantungan terhadap impor
bahan baku industri

Pengembangan IKM berbasis
sumberdaya lokal

Rendahnya daya saing dan nilai
tambah
Lemahnya struktur industri dan
keterkaitan hulu hilir
Terbatasnya teknologi dan R&D, serta
infrastruktur industri di pedesaan
Terbatasnya kesediaan SDM,
kompetensi, etos, profesionalitas
PERDAGANGAN

Pengembangan sentra/klaster
industri potensial

•Pengembangan 35 jenis produk unggulan,
•Penurunan kandungan bahan baku impor
pada IKM 20-40%,
Pengembangan 6 klaster dan pendukung
klaster lainnya,

Penataan struktur industri

Pembinaan terhadap 1,500 IKM,

Peningkatan kemampuan
teknologi
Peningkatan SDM, pelatihan
dan bantuan peralatan industri

Pembinaan dan bimbingan teknis terhadap
1,000 IKM
Pendidikan dan pelatihan terhadap 3,000 IKM
dan penyaluran bantuan peralatan

Terbatasnya akses dan perluasan
pasar ekspor, lemahnya daya
saing, belum optimalnya desain

Peningkatan dan
pengembangan ekspor

Lemahnya jaringan perdagangan
dalam dan luar negeri
Belum optimalnya ketersiedaan dan
distriusi kebutuhan pokok
Ketersediaan dan distribusi

Peningkatan kerjasama
perdagangan
Peningkatan efisiensi
perdagangan dalam negeri
Perdagangan dalam

•Pertumbuhan ekspor non migas 8-8,5% per
tahun
•Jumlah komoditas ekspor meningkat 15 jenis
•Sertifikasi mutu barang 350 jenis
Pengembangan kerjasama, dan promosi di 10
negara tujuan ekspor utama
Pembinaan 5,000 unit usaha
Pengembangan sarana pasar 25 unit

Strategi

Regulasi

• Pemasaran yang lebih
efektif untuk
memenuhi pasar
domestik
• Menaikkan
penggunaan SNI dan
branding/labeling yang
kuat untuk menaikkan
ekspor regional dan
menciptakan value
added

• Reformasi
Kebijakan, mis. Bea
masuk
• Tarif untuk bahan
dasar seperti
tepung, kentang, susu,
coklat lebih rendah
dari tarif barang tsb
• Review kebijakan
turunkan biaya
packaging

SDM dan
teknologi
• Rekrut SDM yang
berkualifikasi baik
dari dalam maupun
luar negeri
• Meningkatkan
pendidikan dan
pelatihan

Regulasi

Infrastruktur

• Meningkatkan kerjasama
bilateral dengan negara
pengimpor tekstil
• Review UU No 13/2003
ttg ketenagakerjaan
• Memberi intensif bagi
aktivitas tekstil dengan
value added tinggi
• Pasar domestik
• Monitoring masuknya
tekstil impor legal/tidak
legal

• Menaikkan supply listrik
agar dapat berkompetisi
dengan China dan
Vietnam
• Meningkatkan efisiensi
waktu untuk pelabuhan
utama
• Menurunkan biaya
transport (terminal
handling charge) agar
lebih rendah dari negara
ASEAN lainnya

SDM dan
Teknologi
• Pendidikan vokasi
untuk disain produk
tekstil
• Provisi dan dukungan
untuk meningkatkan
mesin tekstil
• Meningkatkan inovasi
teknologi

Struktur ekonomi:
industri, pertanian, jasa
Kemiskinan desa
dominan

penyelarasan RPJPD, RPJMD, dengan MP3EI

Penyerapan TK di
pertanian

Mengikutii skema MP3EI berbasis potensi
yang ada
pembangunan ekonomi lokal  perbaikan
distribusi
Peningkatan kualitas dan kuantitas
infrastruktur
keterkaitan antara industri hulu dan hilir 
libatkan yang bersifat agribisnis
Intervensi lebih banyak untuk kemiskinan

Fokus kebijakan
perlu direvitalisasi
Dorong ke arah
investment dan
government
expediture

Pendidikan dan training