MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEM

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI
SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015

ARTIKEL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :
VERONICA TYAS LARASATI
121134106

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2016

ARTIKEL


2

MISKONSEPSI IPA FISIKA SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI
SE-KECAMATAN KALASAN SLEMAN TAHUN 2015

Veronica Tyas Larasati
Program Studi PGSD Univesitas Sanata Dharma
Jl. Affandi (Gejayan) Mrican, Tromol Pos 29 Yogyakarta 55002
Email: larasativt@gmail.com

ABSTRAK
Miskonsepsi dalam pembelajaran IPA di SD Negeri Se-Kecamatan Kalasan
siswa masih banyak yang mengalami miskonsepsi, nilai dalam pembelajaran IPA
masih rendah. Tujuan peneliti memfokuskan penelitian tersebut dengan tujuan
peneliti mendeskripsikan miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 seKecamatan Kasan Kabupaten Sleman dan mengetahui adanya perbedaan
miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 seKecamatan Kalasan Kabupaten Sleman.
Peneliti menggunakan jenis penelitian kuantitatif survey. Instrumen yang
digunakan peneliti adalah instrumen tes dan non tes. Populasi seluruh siswa SD
Negeri se-Kecamatan Kalasan 863 siswa, dan jumlah sampel yang digunakan
peneliti ada 265 siswa. Pengolahan data dilakukan secara random sampling dari

setiap sekolah, siswa akan diacak menggunakan undian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa kelas V SD se-Kecamatan
Kalasan mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat sederhana, membuat
suatau karya model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya, dan proses
pembentukan tanah karena pelapukan. Selain itu diperoleh data bahwa tidak ada
perbedaan miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD semester 2 seKecamatan Kalasan dilihat dari jenis kelamin.
Kata Kunci : jenis kelamin, Miskonsepsi IPA Fisika
PENDAHULUAN
Pendidikan pada prinsipnya merupakan proses pematangan kualitas hidup.
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak hanya mempersiapkan para
siswanya untuk suatu profesi atau jabatan, tetapi untuk menyelesaikan masalahmasalah yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari (Buchori dalam Trianto,
2009: 4). Karena itulah fokus pendidikan diarahkan pada pembentukan
kepribadian unggul dengan menitikberatkan proses pematangan kualitas logika,
hati, akhlak dan keimanan. Sama halnya seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar

1

Dewantara (1889-1959), “Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk
memajukan budi pekerti (karakter, kekuatan batin), pikiran (intellect) dan jasmani
anak-anak selaras dengan alam dan masyarakat. Mulyasana (2012: 120)

mengatakan bahwa diharapkan pendidikan pada waktu dekat ini menampilkan
pendidikan yang lebih bermutu. Pendidikan bermutu adalah pendidikan yang
mampu melakukan proses pematangan kualitas peserta didik yang dikembangkan
dengan cara membebaskan peserta didik dari ketidaktahuan, ketidakmampuan,
ketidakberdayaan dan dari buruknya akhlak keimanan.
Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di pendidikan formal sudah ada pada
jenjang Sekolah Dasar (SD). Karena pelajaran IPA berhubungan dengan
kehidupan kita sehari-hari dan sebagai dasar mengungkapkan fenomena alam
yang terjadi, sehingga pembelajaran IPA harus diajarkan secara mendalam agar
siswa mampu memahami konsep-konsep yang terkandung IPA . Pada jenjang
pendidikan Sekolah Dasar, IPA diajarkan dengan tujuan untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir dan mampu memecahkan masalah dalam kehidupan seharihari. Untuk mencapai tujuan tersebut diharapkan siswa dapat memahami konsepkonsep belajar IPA secara benar (Suparno, 2005: 54).
Faktanya prestasi pembelajaran IPA di Indonesia masih sangat rendah, dengan
beberapa bukti dari Program for Internasional Student Assesment (PISA) dan
Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menyatakan
bahwa kemampuan siswa Indonesia untuk semua bidang yang diukur ternyata
Indonesia berada di bawah rata-rata skor internasional yang sebesar 500, menurut
PISA 2006 dan TIMSS 2007. Berdasarkan studi PISA tahun 2003, Indonesia
berada di urutan 39 dari 41 negara untuk Matematika dan IPA (Kompas, 28
Oktober 2009), dan dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan lima

guru dari lima sekolah yang berada di Kecamatan Kalasan bahwa nilai KKM di
wilayah Kecamatam Kalasan untuk mata pelajaran IPA masih sangat rendah.
Berdasarkan fakta yang peneliti dapatkan, maka peneliti tertarik untuk
melaksanakan penelitian dengan judul “Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V
SD Negeri Semester 2 se-Kecamatan Kalasan, Sleman Tahun 2015”. Penelitian
ini, dilakukan

untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa dan

2

perbedaan miskonsepsi yang dilihat dari jenis kelamin siswa, sehingga guru dapat
dengan cepat melakukan penanganan kepada siswa yang mengalami miskonsepsi.
Rumusan masalah dalam penelitian ini ada dua yaitu bagaimanakah
miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se Kecamatan Kalasan Kabupaten
Sleman? Dan apakah ada perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis kelamin
siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman?.
Tujuan dari penelitian ini juga ada dua adalah untuk mendeskripsikan
miskonsepsi IPA siswa kelas V SD semester 2 se Kecamatan Kalasan Kabupaten
Sleman, dan mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi IPA dilihat dari jenis

kelamin siswa kelas V SD semester 2 se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman

Miskonsepsi
Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar. Miskonsepsi dapat
berbentuk konsepsi, kesalahan hubungan yang tidak benar antar konsep-konsep,
gagasan intuitif atau pandangan yang salah. Menurut Fowler (dalam Suparno,
2005:4) miskonsepsi dapat merupakan

pengertian yang tidak akurat tentang

konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah
tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsepkonsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.
Sutrisno menyatakan miskonsepsi adalah konsepsi-konsepsi lain, yang tidak
sesuai dengan konsep ilmuwan secara umum. Sementara itu, Brown (dalam
Suparno, 2005: 4) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang
salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima
para ahli.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Menurut Trianto (2010:137) bahwa hakikatnya IPA dibangun atas dasar
produk ilmiah, proses ilmiah, dan sikap ilmiah. Selain itu, IPA dipandang pula
sebagai proses, sebagai produk, dan sebagai prosedur. Sebagai proses diartikan
semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam
maupun menentukan pengetahuan baru. Sebagai produk diartikan sebagai hasil

3

proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah ataupun bahan bacaan
untuk penyebaran.
IPA sebagai proses menyangkut proses atau cara kerja untuk memperoleh
hasil (produk) inilah yang kemudian dikenal sebagai proses ilmiah. Melalui
proses-proses ilmiah akan didapatkan temuan-temuan ilmiah.

Materi IPA Fisika
Materi IPA fisika yang digunakan untuk penelitian dengan menggunakan
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) sebagai berikut:
Standar Kompetensi (SK)
5.


Memahami hubungan antara gaya, gerak, dan energi, serta fungsinya.

6.

Menerapkan sifat-sifat cahaya melalui kegiatan membuat suatu karya atau
model.

7.

Memahami perubahan yang terjadi di alam dan hubungannya dengan
penggunaan sumber.

Kompetensi Dasar (KD)
5.1

Mendeskripsikan hubungan antara gaya, gerak dan energi melalui percobaan
(gaya gravitasi, gaya gesek, gaya magnet).

5.2


Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat membuat pekerjaan lebih
mudah dan lebih cepat.

6.1

Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya,

6.2

Membuat suatu karya/model, misalnya periskop atau lensa dari bahan
sederhana dengan menerapkan sifat-sifat cahaya

7.1 Mendeskripsikan proses pembentukan tanah karena pelapukan.
7.3 Mendeskripsikan struktur bumi.

Penelitian yang Relevan
Penelitian Suryanto,

dan Hewindati (2009) dengan judul tentang


“Pemahaan murid Sekolah Dasar (SD) terhadap konsep ilmu pengetahuan alam
(IPA) berbasis biologi”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian survey.
Penelitian Rochman, dkk dengan judul “Miskonsepsi siswa kelas V SDN
Sidorejo Lor 04 Salatiga Tentang Gaya Gravitasi

dan Pembelajaran

4

Remediasinya” jenis penelitian eksperimen semu (quasi experiment) dengan
Design One Group Pretest-Postest.
Penelitian Pujayanto (2010) dengan judul “Profil Miskonsepsi Siswa SD
Pada Konsep Gaya dan Cahaya” penelitian ini dilakssanakan dengan menerapkan
metode penelitian exposefacto. Sumber data yang digunakan merupankan sumber
data primer, karena penelitian memperoleh data langsung dari subyek penelitian.
Penelitian Clara, Stephan, dan Haratua (2011) dengan judul “Miskonsepsi
Siswa Kelas Rangkap SDN 47 Sekadu Pada Materi Sifat dan Perubahan Wujud
Benda”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan bentuk
penelitian survey.
Penelitian


Mufidah,

S

(2013)

dengan

judul

“Pengaruh

metode

pembelajaran Mind mapping dan jenis kelamin Terhadap hasil belajar matematika
Siswa Kelas VII MTsN Karangrejo Tulungagung”. Dengan menggunakan teknik
t-test.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini adalah Miskonsepsi IPA Fisika banyak terjadi
pada siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Kalasan, Sleman.
Miskonsepsi akan banyak terjadi pada pada materi gaya, pesawat sederhana,
cahaya, dan proses pembentukan tanah, dan Ada perbedaan miskonsepsi IPA
dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD semester 2 se Kecamatan Kalasan.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif survei. Penelitian kuantitatif
merupakan penelitian yang berorientasi pada data-data empiris berupa angka atau
suatu fakta yang bisa dihitung (Mahdi dan Mujahidin, 2014: 104). Survei
digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang populasi yang besar
dengan menggunakan sampel kecil. Survei ditujukan untuk memperoleh
gambaran umum tentang karakteristik populasi (Sukmadinata, 2008: 82).
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif karena data berupa angka dan
dihitung menggunakan SPSS versi 20 dan penelitian survei karena mengambil
sampel dari satu populasi yaitu siswa kelas V se-Kecamatan Kalasan.

5

Penelitian ini dilakukan di 26 SD Negeri se-Kecamatan Kalasan
Kabupaten Sleman. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD
Negeri se-Kecamatan Kalasan Kabupaten Sleman tahun pelajaran 2014/2015 yang
berjumlah 863 siswa. Sampel dalam penelitian ini dihitung menggunakan tabel
Krejcie dan Morgan dengan taraf kepercayaan 95% terhadap populasi dan
kesalahan 5% dengan jumlah 265 siswa. Teknik pengambilan sampel dilakukan
dengan cara simple random sampling.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu tes tertulis,
wawancara, dan studi dokumenter. Tes tertulis yang digunakan dalam penelitian
ini berupa soal pilihan ganda dan soal uraian pada materi IPA Fisika semester 2.
Wawancara dilakukan kepada guru kelas V untuk mendapatkan data awal berupa
informasi yang menyatakan bahwa para siswa mengalami kesulitan, kendala, dan
miskonsepsi yang terjadi dalam pembelajaran IPA. Studi dokumenter yang
digunakan dalam penelitian ini adalah daftar nama SD Negeri se-Kecamatan
Kalasan dan jumlah siswa setiap SD yang didapat dari UPT. Jenis kelamin,
pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua yang didapat dari data yang diisi oleh
siswa. Dokumen gambar yang digunakan dalam penelitian ini adalah foto-foto
kegiatan selama penelitian berlangsung.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
instrumen tes, kisi-kisi wawancara, dan data siswa. Instrumen tes berupa soal
pilihan ganda sejumlah 20 soal dan soal uraian sejumlah 5 soal. Kisi-kisi
wawancara dibuat untuk lebih memudahkan peneliti saat melakukan wawancara
dengan guru kelas V. Data siswa merupakan hasil rekap data yang telah diisi oleh
siswa.
Teknik pengujian instrumen pada penelitian ini menggunakan teknik
pengujian validitas dan reliabilitas untuk mengetahui kelayakan instrumen.
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu validitas isi, validitas muka,
dan validitas konstruk. Uji validitas isi perangkat pembelajaran berupa 50 soal
pilihan ganda dan 11 soal uraian yang diujikan menggunakan cara yang sering
disebut dengan expert judgment. Terdapat empat ahli yang dipilih untuk
melakukan validitas isi yaitu 2 dosen dari Program Studi Pendidikan Fisika
Universitas Sanata Dharma dan 2 guru kelas V SD. Uji validitas muka berupa soal

6

yang telah divalidasi oleh para ahli terdiri dari 38 soal pilihan ganda dan 9 soal
uraian. Validitas muka pada instrumen tes dilakukan kepada 5 siswa kelas V SD
Negeri Candiroto 1, Temanggung. Uji validitas konstruk berupa soal yang telah
lolos uji validitas isi.
Validitas konstruk dalam penelitian ini dilakukan pada 50 siswa kelas V
SD yang tidak digunakan sebagai sampel penelitian. Hasil uji validitas konstruk
akan direkap menggunakan Microsoft Excel dan dihitung menggunakan program
SPSS versi 20. Kriteria yang digunakan untuk menarik kesimpulan jika harga Sig
(2-tailed) < 0,05, maka soal tersebut dinyatakan valid. Jika harga Sig (2-tailed) >
0,05, maka soal tersebut dinyatakan tidak valid (Priyatno, 2012: 101).
Berdasarkan hasil perhitungan terdapat 20 item soal pilihan ganda dan 9 soal
uraian yang dinyatakan valid.
Reliabilitas diuji menggunakan cronbach alpha dan pengujian dilakukan
dengan bantuan SPSS versi 20. Priyatno (2012: 103) menjelaskan bahwa suatu
konstruk dikatakan reliabel jika harga cronbach alpha > 0,60. Hasil uji reliabilitas
untuk soal pilihan ganda menunjukkan bahwa nilai cronbach alpha soal nomor 2,
4, 5, 8, 9, 11, 14, 18, 19, , 37, dan 38. sebesar 0,408 artinya soal sudah valid,
termasuk dalam kategori tinggi dan dinyatakan reliabel. Untuk soal nomor 20. 22,
23, 24, 25, 26, 28, 33,dan 34 dengan tingkat reliabilitasnya 0,804 artinya soal
sudah valid, termasuk dalam kategori tinggi dan dinyatakan reliabel. Soal uraian
semua valid dan dapat dikatakan reliabel dengan 0,654 dapat dikatakan
mempunyai reliabilitas dengan kategori tinggi.
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif.

Hasan (2004:185) mengungkapkan bahwa analisis

deskriptif

merupakan bentuk analisis data penelitian untuk menguji generalisasi hasil
penelitian yang didasarkan atas satu sampel. Analisis deskriptif berfungsi untuk
menganalisis data miskonsepsi dari jawaban siswa baik dari soal pilihan anda dan
soal uraian. Analisis data miskonsepsi dilakukan untuk setiap kompetensi dasar.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

7

Deskripsi Data Miskonsepsi IPA Fisika Siswa Kelas V SD se-Kecamatan
Ngaglik
Deskripsi data dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
miskonsepsi yang dialami siswa kelas V SD se-Kecamatan Kalasan dalam
menyelesaikan soal IPA Fisika semester 2. Data yang diperoleh dalam penelitian
ini berupa soal pilihan ganda dan uraian. Hasil data miskonsepsi IPA Fisika dapat
dilihat pada penjelasan di bawah ini.
1.

Deskripsi Soal Pilihan Ganda
Terjadinya miskonsepsi pada siswa SD kelas V se-Kecamatan Kalasan
dapat dilihat dari pilihan jawaban siswa yang salah dan menurut
keyakinannya bahwa jawaban yang dipilih itu yakin benar. Rincian
jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi pada soal pilihan ganda dapat
dilihat pada tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1 Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Soal Pilihan Ganda
No
Soal
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Jumlah Siswa yang Mengalami
Miskonsepsi
247
124
97
184
107
80
122
11
77
81
156
51
133
48
65
4
52
71
138
148

Persentase
93,43 %
47,08 %
36,86 %
69,70 %
37,95 %
30,29 %
45,98 %
4,01 %
29,19 %
30,65 %
19,34 %
50,07 %
18,54 %
53,5 %
24,54 %
1,45 %
19,70 %
26.64 %
52,18 %
55,83 %

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa lebih dari 30 % dari 265
siswa yang mengalami miskonsepi pada aitem 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 11, 13, 19,

8

dan 20. Hanya ada sembilan aitem yang memiliki persentase siswa yang
mengalami miskonsepsi di bawah 30 % yaitu 8, 9, 10, 12, 14, 15, 16, dan 17.
Siswa yang mengalami miskonsepsi tertinggi yaitu pada aitem 1 yang
membahas tentang gaya dengan persentase 93,43 % serta persentase siswa
yang mengalami miskonsepsi paling rendah yaitu aitem 16 yang membahas
tentang batuan sedimen dengan persentase 1,45 %. Berdasarkan hasil di atas
maka dapat disimpulkan bahwa ada siswa yang mengalami miskonsepsi pada
kompetensi dasar yang diujikan pada soal pilihan ganda.

2.

Deskripsi Soal Uraian
Jika pada soal pilihan ganda deskripsi data disajikan dan dianalisis
berdasarkan Kompetensi Dasar, maka pada soal uraian tetap berdasarkan
Kompetensi dasar tetapi deskripsi data disajikan dan dianalisis berdasarkan
konsepnya. Miskonsepsi pada soal uraian dapat dilihat dari jawaban siswa
yang tidak sesuai dengan pedoman jawaban yang benar sesuai konsep yang
dipelajari. Rincian jawaban siswa yang mengalami miskonsepsi pada soal
pilihan ganda dapat dilihat pada tabel 2 sebagai berikut.
Tabel 2 Siswa yang Mengalami Miskonsepsi pada Soal Uraian
No
Soal
1
2
3
4
5

Jumlah Siswa yang Mengalami
Miskonsepsi
212
58
236
205
215

Persentase
80 %
22 %
89 %
79 %
81 %

Tabel 2 merupakan grafik siswa yang mengalami miskonsepsi pada IPA
Fisika kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan. Grafik di atas menunjukkan
lebih dari 30 % dari 265 siswa yaitu item 1, 3, 4, dan 5. Aitem 3 adalah aitem
tertinggi siswa yang mengalami miskonsepsi sebesar 95,62 %. Hanya 1 item
yang mengalami miskonsepsi rendah yaitu item 2 dengan presentase 26,54 %.
Berdasarkan kajian peneliti di atas maka dapat disimpulkan bahwa
miskonsepsi terjadi pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan

9

a. Sebagian siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan mengalami
kesalahan konsepsi dengan 14.96% siswa mengalami kesalahan konsepsi
dalam menentukan jenis pengungkitgambar A dan gambar B. Ada 13.87%
siswa mengalami kesalahan konsepsi dalam menentukan jenis pengungkit
gambar A dan gambar B; 8.03% siswa mengalami kesalahan dalam
menentukan posisi titik kuasa, beban, dan tumpu pada jenis pengungkit;
12.04% siswa mengalami kesalahan dalam konsepsi dalam menentukan
jenis pengungkit yaitu dengan menjawab bahwa gambar A merupakan
pemecah biji kemiri katerol pertama dan gambar B merupakan katrol yang
ke dua, serta ada 0.36% siswa menjawab bahwa kedua alat tersebut
digunakan untuk membuat pesawat sederhana. Siswa yang menjawab di
luar konteks dari jawaban pesawat sederhana dan beberapa siswa tidak
menjawab ada 12.77%.
b. Pada sebagian siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan mengalami
miskonsepsi pada (KD) 5.2 Menjelaskan pesawat sederhana yang dapat
membuat pekerjaan lebih mudah dan lebih cepat dengan indikator yang
kedua yaitu 5.2.2 menjelaskan fungsi bidang miring. Hasil penelitian pada
tabel—menjelaskan bahwa jalan dipegunungan dibuat berkelok-kelok agar
ban mobil tidak cepat aus ada 4.38%. Beberapa siswa mengalami
miskonsepsi ada 4.38% menjelaskan bahwa jalan di pegunungan dibuat
berkelok-kelok agar sewaktu jalan di pegunungan tidak mudah tergelincir
atau terpeleset. Ada 13.14 % siswa menjelaskan bahwa jalan
dipegunungan dibuat berkelok-kelok karena mengikuti perinsip bidang
miring. Sebanyak 9.49% siswa menjelaskan bahwa jalan di pegunungan
dibuat berkelok-kelok agar mempercepat laju kendaraan dan sama dengan
fungsi bidang miring. Siswa yang menjawab diluarkonteks soal ada
37.59%.
c. Sebagian siswa menjelaskan mengapa pensil yang dimasukkan terlihat
patah karena cahaya dapat merambat melalui 3 medium yaitu air, udara,
dan angin. Ada juga yang menyatakan bahwa ke zat yang kurang pada
sebesar 0,73%. Sebesar 1,82 % siswa menjelaskan mengapa pensil yang
dimasukkan terlihat patah karena penguraian cahaya sehingga terlihat

10

menjadi patah. Ada 0,36% siswa menjelaskan mengapa pensil yang
dimasukkan terlihat patah karena menembus benda bening. Beberapa
siswa sebanyak 0,73% menjelaskan mengapa pensil yang dimasukkan
terlihat patah karena cahaya merambat lurus. Pensil tempak terlihat patah
dan karena cahaya merambat kemedium yang kurang rapat maka cahaya
itu akan dibiaskan menjadi garis normal. Bebrapa siswa yang menjawab
diluar konteks ada 3,28 %.
d. Dari hasil yang peneliti lakukan banyak siswa yang mengalamai
miskonsepsi pada konsep bayangan pada cermin. Hasil tabel 4.9
menunjukkan bahwa 11.68% siswa mengatakan tidak selalu terbalik jika
benda dekat dengan cermin bayangan benda bersifat maya, tegak, dan
diperbesar jika benda jauh dari cermin maka bayangan nyata dan terbalik.
Ada 4.83% siswa mengatakan karena cermin cembung adalah cermin yang
bisa dibalik kesegala arah. Ada 1,09 % siswa menjawab karena bayangan
ditangkap oleh cermin cekung maya/semu dan diberbesar. Siswa yang
menyatakan karena terjadinya pemantulan cahaya yang mengenai cermin
cekung yang memantulkan bayangan terbalik ada 5,84%. Ada 2,55% siswa
mengatakan karena cahaya dibiaskan sampai menjadi terbalik. Ada 1,82%
siswa mengatakan Karena cermin cekung mempunyai sifat mengumpulkan
cahaya. Jadi itulah yang dimaksud cermin cekung. Ada 3,28% siswa
menjawab cermin cekung adalah cermin yang cekung seperti sendok jika
kita bercermin cekung maka kita terlihat kecil. Ada 8,39% siswa
mengatakan, karena sifat cermin cekung mengumpulkan cahaya/difergen.
Ada 8,03% siswa menjawab tidak karena cermin cekung bersifat maya dan
semu. Dan sebagian siswa menjawab diluar konteks sebesar 48,54%
e. Pada soal no 5 juga mengalami miskonsepsi dilihat dari jumlah presentase
yang didapat oleh peneliti. Ada 6,57% siswa menjawab batuan beku
adalah batuan yang terjadi dari pembekuan magma/lava, batuan sedimen
adalah batuan yang terjadi dari endapan magma/lava. Ada 3,28%
menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu batuan
beku terjadi karena pembekuan magma/lava, batuan sedimen terjadi
karena endapan/pelapukan mahkluk hidup yang telah mati. Sebagian siswa

11

12,04% menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu
atuan beku adalah karena pelapukan batuan, batuan Sedimen terbuat dari
lava. Ada juga siswa yang menjelaskan perbedaan batuan beku dengan
batuan sedimen yaitu batuan beku, batuan yang berasal dari letusan
gunung berapi, batuan sedimen, batuan yang terjadi akibat endapan pasir
dan untuk membuat semen sebesar 4,38%. Beberapa siswa menjelaskan
perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu batuan beku adalah
batu yang terbentuk oleh tekanan suhu udara, batu Sedimen adalah batu
yang terbentuk dari endapan magma ada 2,55%. Sebesar 13,87%
menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan sedimen yaitu batuan
beku terbuat dari gas magma batuan sedimen terbuat dari aliran arus
sungai. Ada yang menjelaskan perbedaan batuan beku dengan batuan
sedimen yaitu batuan beku: terbentuk dari lava yang mengendap
Batuan sedimen: terbentuk dari fosil yang berusia jutaan tahun sebesar
6,93%. Sebesar 4,74% menjelaskan batuan beku dan batuan sedimen yaitu
batuan beku adalah batuan bisidian dan batuan sedimen adalah batuan
yang sisa makhluk hidup. Dan yang menjelaskan diluar konsep dari batuan
beku dan batuan sedimen ada 28,10%.
Uji Prasyarat Analisis untuk Melihat Perbedaan Miskonsepsi Siswa Kelas V
SD dilihat dari jenis kelamin
a. Uji Normalitas
Uji Normaliatas ini dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui apakah
data tersebar terdistribusi normal atau tidak. Peneliti melakukan uji normalitas
ini dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnovpada SPSS versi 20.
Penelitian peneliti menggunakan taraf signifikansi 0,05. Hipotesis stastistik
dalam penelitian ini adalah:
H0

=

Sebaran data tidak sesuai dengan kurva normal atau data
tidak normal

H1

=

Sebaran data sesuai dengan kurva normal atau data normal
Dari data yang didapat oleh peneliti merupakan hasil uji nomalitas

menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Tabel tersebut memperlihatkan sig(2-

12

.tailed) pada variabel jenis kelamin adalah 0,000, maka data dapat
dikatakan tidak normal karena nilai signifikansinya kurang dari taraf
signifikansi α = 0,05. Pada variabel skor memperlihatkan sig(2-.tailed)
adalah 0,005, maka data dapat dikatakan tidak normal karena nilai
signifikansinya lebih besar dari taraf signifikansi α = 0,05.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk membuktikan adanya kesamaan
variansi populasi atau data variabel homogen atau tidak. Data yang dapat
dikatakan homogen bila nilai disignifikansi lebih dari 0,05.Uji
homogenitas didasarkan pada uji Levene Statistic dilakukan dengan
menggunakan SPSS versi 20. Hasil uji homogenitas dapat dilihat pada
tabel.
Dari data yang sudah diperoleh peneliti menunjukkan hasil uji
homogenitas yang menyatakan taraf signifikansinya 0,284. Taraf
signifikansi yang telah didapatkan oleh peneliti lebih besar dari 0,05. Hasil
yang uji homogenitas pada data yang telah diuji dapat dikatakan bahwa
dua kelompok data yaitu laki-laki dan perempuan memiliki variansi yang
sama.
1. Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan uji Independent samples t-test pada SPSS 20. Uji
Independent samples t-test dilakukan untuk mengetahui perbedaan
miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari

jenis kelamin siswa kelas V SD

Negeri semeseter 2 se-Kecamatan Kalasan. Dari data menunjukkan hasil
uji hipotesis yang telah di uji dengan Independent samples t-test yang
menunjukkan bahwa harga sig (2-.tailed) adalah 0,257. Hasil uji hipotesis
ini menyatakan bahwa harga sig (2-.tailed) ≥ 0,05. Berdasarkan hasil yang
didapat peneliti dapat disimpulkan bahwa H0 ditolak atau H1 gagal ditolak,
artinya tidak ada perbedaan miskonsepsi IPA Fisika dilihat dari jenis
kelamin siswa kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Kalasan.

Pembahasan

13

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui terjadinya miskonsepsi IPA
Fisika kelas V SD Negeri semester 2 se-Kecamatan Kalasan dan untuk
mengetahui adanya perbedaan miskonsepsi dilihat dari jenis kelamin siswa kelas
V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan. Penelitian ini dilakukan dengan
menyebarkan soal pilihan ganda yang berjumlah 20 item dan 5 item soal uraian.
Soal-soal tersebut peneliti sebar di SD Negeri se-Kecamatan Kalasan yang
menggunakan kurikulum KTSP dan dibagikan sesuai dengan jumlah sampel yang
dibutuhkan peneliti.
Miskonsepsi merujuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan
pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima para pakar. Miskonsepsi dapat
berbentuk konsepsi, kesalahan hubungan yang tidak benar antar konsepkonsep,gagasan intuitif atau pandangan yang salah. Menurut Fowler (dalam
Suparno, 2005:4) miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat
tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang
salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan
konsep konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak
benar. Sama dengan halnya siswa SD se-Kecamatan Kalasan yang memiliki
gagasan yang salah terhadap beberapa materi pada pembelajaran IPA Fisika.
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan peneliti dan telah dianalisis oleh
peneliti menujukkan bahwa ada banyak siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan
Kalasan yang mengalami miskonsepsi IPA Fisika pada setiap kompetensi dasar
(KD) dan indikator yang telah diujikan ke siswa. Penelitian ini juga menunjukkan
bahwa ada perbedaan miskonsepsi dilihat dari jenis kelamin siswa kelas V SD
Negeri se-Kecamatan Kalasan.
Hasil analisis pertama yang dilakukan peneliti menunjukan bahwa ada
banyak siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan yang mengalami
miskonsepsi pada IPA Fisika. Hal ini dibuktikan dari hasil yang peneliti dapat dari
pekerjaan siswa pada soal pilihan ganda dan soal uraian. Peneliti akan membahas
terjadinya miskonsepsi yang pertama melalui soal pilihan ganda. Siswa tersebut
dikatakan mengalami miskonsepsi dilihat dari pilihan jawaban yang salah dan
menurut mereka jawaban yang mereka pilih adalah benar. Berikut gambar 4.2

14

peneliti menyajikan persentase siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan
yang mengalami miskonsepsi IPA Fisika melalui soal pilihan ganda.
Berdasarkan bahasan peneliti di atas dapat disimpulkan bahwa siswa kelas
V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan banyak yang mengalami miskonsepsi IPA
Fisika. Miskonsepsi siswa tersebut terjadi karena kosepsi yang dimiliki siswa
tidak sesuai dengan kosep IPA Fisika yang sebenarnya.
Hasil penelitian yang sudah didapatkan oleh peneliti sejalan dengan hasil
peneltian yang dilakukan oleh Suryanto, dkk (2009) tentang “Pemahaan murid
Sekolah Dasar (SD) terhadap konsep ilmu pengetahuan alam (IPA) berbasisi
biologi”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian wawancara. Hasil penelitian
menunjukkan sedikit anak yang dapat memahami konsep dengan benar dengan
perbandingan 1:4 hanya ada 1 konsep yang dapat dipahami dengan baik oleh
siswa dan juga kesalahan konsepsi banyak disebabkan karena dalam memahami
suatu konsep siswa hanya memberikan jawaban berdasarkan atas pengalaman
mereka sehari-hari. Hasil penelitian yang dilakukan peneliti juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Clara, Stepanus dan Harahtuah tentang
“Miskonsepsi Siswa Kelas Rangkap SDN 47 Sekadu Pada Materi Sifat dan
Perubahan Wujud Benda”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan bentuk penelitian survey. Hasil penelitian ini ini menunjukkan
bahwa siswa kelas III dan IV (kelas rangkap) SD Negeri 47 Sekadau masih
memiliki konsepsi yang keliru (miskonsepsi). Dari analisis data dapat
dikemukakan bahwa rata-rata 58,38 % dari 14 siswa kelas III dan rata-rata 54,67
% dari 15 siswa kelas IV mengalami miskonsepsi pada materi sifat dan perubahan
wujud benda.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo dkk dan Suwarna
telah menguatkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil yang
didapatkan oleh peneliti dapat membuktikan bahwa miskonsepsi terjadi pada
siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Kalasan pada materi IPA Fisika,
walaupun tempat penelitian, variabel penelitian, dan sampel yang digunakan
berbeda.
Penelitian Mufidah, S (2013) dengan judul “Pengaruh metode pembelajaran
Mind mapping dan jenis kelamin Terhadap hasil belajar matematika Siswa Kelas

15

VII MTsN Karangrejo Tulungagung”. Dengan menggunakan teknik t-test. Hasil
analisis penelitian menunjukan bahwa t(hitung) > t(tabel) yaitu 3,040 > 1,995
sehingga menolah Ho dan menerima H1. Analisis kedua mengenaijenis kelamin
terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTsN Karangrejo Tulungagung
yang ditunjukan oleh nilai t(hitung) < t (tabel) yaitu 1,062 < 2,027 sehingga
menerima Ho dan menolak H1. Besarnya pengaruh metode pembelajaran mind
mapping terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTsN Karangrejo
Tulungagung tidak dihitung karena analisis menunjukan bahwa tidak adanya
pengaruh jenis kelamin terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII MTsN
Karangrejo Tulungagung. Namun analisis menunjukan bahwa nilai rata-rata siswa
perempuan lebih besar dari pada nilai rata-rata siswa laki-laki yaitu 87,56 > 83,17.
Relasi yang dilakukan peneliti dengan penelitian yang didapat bahwa
kesalahan konsep atau miskonsepsi banyak disebabkan karena siswa kurang
mendalami sebuah materi dan siswa hanya menjawab dari pengalam yang mereka
peroleh sehari-hari. Selanjutnya siswa yang mengalami miskonsepsi pada materi
sifat dan perubahan wujud benda, gaya, dan cahaya. Jenis kelamin yang didapat
dari penelitian sebelumnya mengatakan bahwa tidak adanya pengaruh hasil
belajar siswa antara laki-laki dan perempuan

Kesimpulan
Pada soal uraian miskonsepsi paling besar adalah pada konsep pesawat
sederhana bidang miring yaitu 89,1 %, dan yang paling sedikit mengalami
miskonsepsi pada konsep cahaya yaitu 25,3 %. Siswa kelas V SD Negeri seKecamatan Kalasan mengalami miskonsepsi pada konsep gaya, pesawat
sederhana, membuat suatu karya/model dengan menerapkan sifat-sifat cahaya,
dan proses pembentukan tanah karena pelapukan. Miskonsepsi ini dilihat dari
pekerjaan siswa pada soal pilihan ganda yaitu siswa yang menjawab salah dan
menurut keyakinan mereka bahwa jawaban yang dipilih yakin benar serta soal
uraian yaitu dengan melihat jawaban siswa ditinjau dari konsepsi yang mereka
miliki sesuai dengan konsep yang sebenarnya atau tidak.
Tidak ada perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD
Negeri se-Kecamatan Kalasan dilihat dari jenis kelamin. Hal ini ditunjukkan oleh

16

hasil analisis peneliti dengan menggunakan IBM SPSS 20 dengan memperoleh
harga sig(2-.tailed) adalah 0,275. Karena 0,275 > 0,05 maka artinya tidak ada
perbedaan Miskonsepsi IPA Fisika pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan
Kalasan dilihat dari jenis kelamin.

Keterbatasan Penelitian
1.

Keterbatasan waktu yang dialami oleh peneliti karena jumlah siswa dan
sekolah yang sangat banyak sehingga peneliti tidak bisa melakukan
pengawasan dengan baik saat siswa mengerjakan soal.

2.

Penelitian ini hanya bertujuan mengetahui dan mendeskripsikan terjadinya
miskonsepsi IPA Fisika kelas V Negeri se-Kecamatan Kalasan saja

Saran
1.

Sebaiknya peneliti mempertimbangkan waktu yang digunakan untuk
melaksanakan penelitian.

2.

Penelitian selanjutnya sebaiknya lebih mendalam dan tidak hanya mengenai
miskonsepsi saja tetapi penyebab minskonsepsi.

DAFTAR REFERENSI
Clara, Stephan, Haratua (2012) dengan judul “Miskonsepsi Siswa Kelas Rangkap
SDN 47 Sekadu Pada Materi Sifat dan Perubahan Wujud Benda”.
Jurnal Penelitian. FKIP Untan Pontianak. Pontianak

Diunduh :

http://repo.iain-untan.ac.id/400/1/Skripsi%20SITI%20IVA%20MUFIDA.pdf
(02/11/2015) (19.20)

Dahar, R dan Wilis. (2006). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Bandung :
Erlangga.
Djohar (1993). Analisis hubungan antara konsep dengan unsur-unsur penyusun
Sebagai pendekatan untuk deskripsi kesulitan memahami konsep dan
proses konseptualisasi bidang ilmu pengetahuan alam. Laporan
Penelitian (Tidak diterbitkan). Yogyakarta. FP MIPA IKIP YOGYA

17

Mufidah, S (2013). “Pengaruh metode pembelajaran Mind mapping dan Jenis
Kelamin Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas vii MTSN
Karangrejo Tulungagung”. SKRIPSI : Sekolah Tinggi Islam Negeri.
Tulungagung.

Diunduh

:

http://repo.iaintulungagung.ac.id/400/1/Skripsi%2A. df (03/03/2016) (20.00)

Pujayanto, dan Wijaya, E. (2011). “Profil miskonsepsi siswa SD pada konsep
gaya dan cahaya”. Jurnal Penelitian.FKIP UNS. Solo Diunduh :
http://repo.iain-UNSac.id/400/1/Skripsi%20SITI%20IVA%20.pdf
(02/11/2015) (19.20)

Rochman, A dan Winanto, A (2010). “Miskonsepsi siswa kelas V SDN Sidorejo
Lor 04 Salatiga Tentang Gaya Gravitasi

dan Pembelajaran
Diunduh:http://repo.iain-

Remediasinya”.

UKSW.ac.id/400/1/Skripsi%20SITI%20IVA%20.pdf (02/11/2015) (19.20)

Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan perubahan konsep dalam pendididkan fisika.
Jakarta: Gramedia
Sugiyono. (2011). Metode penelitian kuantitatif Kualitatif danrnd. Bandung :
Alfabeta.
Sukmadinata, Nana dan Syaodih. (2008). Metode penelitian pendidikan. Bandung
: Rosda.
Sulistyorini. (2007). Pembelajaran konsep dan kesalahan konsep IPA yang sering
dijumpai di Sekolah Dasar. SKRIPSI. Jakarta: UT
Suryanto, A dan Herman, Y. (2009) tentang “Pemahaan murid Sekolah Dasar
(SD) terhadap konsep ilmu pengetahuan alam (IPA) berbasis biologi”.
Laporan

Penelitian.

UT

http://pjjpgsd.ut.ac.id/dok/6.Modul-6-

Miskonsepsi%20dan%20Remediasi%20Pembelajaran%20IPA.pdf
(02/11/2015) (19.20)

NN

:

http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa
(01/02/2016) (12.30)

18