MEMBANGUN BUDAYA QURBAN UNTUK KESEJAHTER
MEMBANGUN BUDAYA QURBAN UNTUK
KESEJAHTERAAN BANGSA
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukurt kehadirat Allah SWT, yaitu Allah yang Maha
Kuasa, Allah yang telah menciptakan alam semesta dan seisinya, termasuk di dalamnya ada manusia dari ibu-ibu
dan bapak2, para pemudi dan para pemuda, dari tukang tahu sampai tukang calana. Allah yang Agung, Allah yang
telah menciptkan manusia dari mulai orang kota sampai orang kampong, dari orang yang pesek sampai orang
mancung, dari mulai orang pendek sampai orang jangkung, dari mulai orang yang gendut sampai orang yang
rengkung.
Kedua kalinya shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan Nabi besar kita nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang, dari zaman
onta menuju zaman Honda.
hadirin yang dirahmati Allah SWT
Hari raya ‘Idul Adha ditandai dengan peristiwa kemanusian dalam sejarah kehidupan manusia
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail, yaitu “pengorbanan” yang bermuara pada
iman dan taqwa kepada Ilahi Rabbi, Allah semesta alam. Allah berfirman :
“Setelah anak itu mencapai umur, Ibrahim bertanya kepadanya, “Hai anakku, kulihat dalam mimpi
bahwa aku “menyembelihmu sebagai kurban, bagaimana pendapatmu”? Anaknya menjawab, “Wahai
ayahku, kerjakanlah yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah ayah akan menemukan aku sabar
menerima” [as-shaaffat:102].
Allahu Akbar, peristiwa “pengorbanan” Ibrahim dan Ismail adalah persitiwa besar dalam sejarah
perjalanan kehidupan umat manusia. Peristiwa ini berlandaskan pada keikhlasan dan rasa cinta kepada
Allah SWT.
Dr. Ali Syariati dalam bukunya “Al-Hajj” mengatakan bahwa Isma’il adalah sekedar simbol.
Simbol dari segala yang kita miliki dan cintai dalam hidup ini. Kalau Isma’ilnya nabi Ibrahim adalah
putranya sendiri, lantas siapa Isma’il kita? Bisa jadi diri kita sendiri, keluarga kita, anak dan istri kita,
harta, pangkat dan jabatan kita. Yang jelas seluruh yang kita miliki bisa menjadi Isma’il kita yang
karenanya akan diuji dengan itu. Kecintaan kepada “Isma’il kita” itulah yang kerap membuat iman kita
goyah atau lemah untuk mendengar dan melaksanakan perintah Allah. Kecintaan kepada ”Isma’il kita”
yang berlebihan juga akan membuat kita menjadi egois, mementingkan diri sendiri, dan serakah tidak
mengenal batas kemanusiaan.
Janganlah kecintaan terhadap isma’il-isma’il itu membuat kita lupa kepada Allah. Tentunya
negeri ini yang saat ini dalam kondisi yang dipenuhi dengan berita-berita keburukan dalam berbagai sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara sangat membutuhkan hadirnya sosok Ibrahim di elite politik dan
pemimpin bangsa yang siap berbuat untuk kemaslahatan orang banyak dengan berjihad dalam semangat
totalitas, integritas, dan loyalitas sesuai tanggung jawab yang diemban dan kewenangan yang dipunyai
untuk lebih mementingkan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi atau golongan guna
mencapai Indonesia yang maju, sejahtera, berdaulat dan bermartabat.
hadirin yang dirahmati Allah.
Kehadiran Idul Adha di tengah kehidupan peradaban umat saat ini, memiliki makna amat
penting untuk ditangkap dalam perspektif ajaran dan makna agama yang substansial. Idul Adha
merupakan ritual keagamaan yang sarat nuansa simbolik-metaforis yang perlu dimaknai secara
kontekstual dalam pijakan nilai-nilai universal Islam.
Makna terpenting Idul Adha, salah satunya terletak pada upaya meneladani ajaran tauhid Nabi
Ibrahim (AS) yang bersifat transformatif. Dalam perspektif Islam, pengalaman rasional dan spiritual
yang dilalui Ibrahim mengantarkan kepada keyakinan tentang tauhid sebagai suatu kebenaran hakiki.
Ajaran ini meletakkan Allah sebagai sumber kehidupan, moralitas, bahkan eksistensi itu sendiri. Tanpa
Allah, yang ada hanya kekacau-balauan, kehampaan, bahkan ketiadaan dalam arti sebenarnya. Keyakinan
seperti itu berimplikasi langsung pada keharusan Ibrahim untuk menampakkan eksistensi itu dalam
kehidupan nyata sehingga manusia dan dunia dapat menyaksikan dan "menikmati" kehadiran Sang
Pencipta dalam bentuk kehidupan yang teratur, harmonis, dan seimbang.
Di dalam Al-Qur’an kita dianjurkan agar mengikuti agama Nabi Ibrahim yang hanif .firman Allah dalam
(Q.S.an nahl 123)”, yang berbunyi :
Artinya : “ kemudian kami telah wahyukan kepadamu (Muhammad) ikutlah agama Ibrahim,
seorang yang hanif. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.
Pengorbanan atau persembahan yang dilakukan Ibrahim merupakan manifestasi dari hal itu. Peristiwa
ini memiliki dua dimensi yang bersifat vertikal dan horizontal. Secara vertikal, kejadian simbolik itu
merupakan upaya pendekatan diri (kurban) dan dialog dengan Tuhan dalam rangka menangkap nilai
dan sifat-sifat ketuhanan. Proses ini mengkondisikan umat manusia melepaskan segala hawa nafsu,
ambisi, dan kepentingan sempit dan pragamatisnya sehingga dapat "menjumpai" Tuhan. Secara
horizontal, hal itu melambangkan keharusan manusia untuk membumikan nilai-nilai itu dalam
kehidupan nyata.
Dalam sebuah hadis yang diriwaatkan oleh Imam Tirmidzi Rasulullah SAW bersabda : “AtTho’im as-syakir kas-sho’im as-shobir”
Artinya :
(dermawan yang mensyukuri dan mencintai kedermawanannya seperti ahli puasa yang shabar dengan
ibadah puasanya) .
Agama telah mengajarkan arti penting ibadah sosial dalam pembangunan bangsa dan pengembangan
kesejahteraan masyarakat sebagai bagian dari refleksi keimanan dan tauhid yang kita yakini.
hadirin yang dirahmati Allah.
Wahyu Allah SWT kepada Ibrahim untuk mempersembahkan putranya yang kemudian diganti
binatang kurban memperlihatkan, tidak satu manusia pun boleh merendahkan manusia lain,
menjadikannya sebagai persembahan, atau melecehkannya dalam bentuk apapun. Sebab, manusia sejak
awal dilahirkan setara dan sederajat. Nilai-nilai yang merepresentasikan kesetaraan dan sejenisnya perlu
diaktualisasikan ke dalam realitas kehidupan sehingga dunia dipenuhi kedamaian, saling peduli, saling
menghormati.
Dalam kondisi inilah maka esensi perayaan Idul Qurban yang sesungguhnya perlu kita
aktualisasikan dengan pembelaan kepada mereka yang kurang mampu secara ekonomi, pembelaan
terhadap mereka yang mendapat perlakuan tidak adil secara hukum, pembelaan terhadap mereka yang
tidak mendapatkan haknya
hadirin yang dirahmati Allah.
Hari raya qurban yang sesungguhnya adalah menumbuhkan sikap tenggang rasa dan kepedulian
terhadap sesama. Norma atau cita-cita sosial inilah yang sesungguhnya ingin dihidupkan dalam ajaran
tauhid. Sebagaimana yang ditegaskan dalam sabda Nabi SAW :
” Maa aamina bii man baata syab’anun wa jaaruhu jaai’uun ila janbinhi wahuwa ya’lamu”
Artinya :
(Tidaklah sempurna iman seseorang terhadapku, bila dia hidup dalam keadaan kenyang
sedangkan dia tahu tetangganya sedang dalam kelaparan).
Marilah nilai-nilai substansi “pengorbanan ibrahim” dapat kita jadikan nilai-nilai keseharian,
nilai-nilai dalam kita bekerja untuk para pegawai, nilai-nilai dalam kita berdagang untuk para pengusaha,
nilai-nilai dalam kita menjalankan tugas untuk para pejabat dan pegawai negeri, nilai-nilai dalam kita
mendalami dan menyebarkan ilmu untuk para generasi muda serta nilai-nilai buat semua umat manusia..
Amin ya robbal alamin...
Marilah makna dan nilai Idul Adha tidak sebatas kita maknai dengan ritual berkorban kambing,
unta, sapi, 1 tahun sekali, tetapi hendaknya memaknai bahwa semangat untuk memberi dan peduli kepada
sesama (Rahmatan Lil Alamin) harus selalu ada dalam jiwa umat Islam dalam kehidupan dan
kesehariannya, siapapun dia, dimana pun dia dan sampai kapan pun.
Sekian yang dapat kami sampaikan, lebih kurangnya kami mohon maaf,,
Pak Topik menjahitnya kopiah
Kopiah dijahit Beldu yang utuh
Wabillahi taufik walhidayah
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
AGAMA ISLAM AGAMA KASIH SAYANG
Siapa bilang Islam identik dengan teroris? bahkan banyak orang yang mengaitkan simbolsimbol islam dengan aksi terorisme; sebut saja jilbab dalam, apalagi jilbab dan cadar, baju
gamis sampai bawah lutut, jenggot, celana diatas mata kaki, dan lain-lainnya.
MAY 27, 12
Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu
mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam serta menjauhi apa yang
dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.
Salah satu karakter menonjol syariat Islam, adalah agama kita datang dengan membawa dan menjunjung
tinggi kasih sayang. Begitu banyak nas dari al-Qur’an maupun Sunnah yang menjelaskan hal itu. Di antaranya:
Firman Allah SWT
ن
سل يننا ن
“ن
م ة
عال ن م
ة ل مل ي ن
ك إ مل ل نر ي
ما أير ن
مي ي ن
ح ن
و ن
“ ن
Artinya: “Kami tidaklah mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat (kasih sayang) bagi seluruh
alam”. QS. Al-Anbiya’: 107.
Dalam hadis riwayat Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr, rasullullah SAW bersabda :
ي ن
”ء
ما م
ن م
ن م
“اللرا م
مو ن
ض؛ ي نير ن
اير ن،ن
م اللر ي
ن ي نير ن
في ال ل
م ك
م ي
م ي
م ك
س ن
م ن
مك ك ي
ح ي
موا ن
ح ك
ح ن
ه ي
ح ك
ح ك
في الير م
“Orang-orang yang penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa yang ada di atas
muka bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh siapa yang ada di langit”. HR. Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr
Dalam mengajarkan kasih sayang, Islam tidak cukup hanya dengan memaparkan konsep global, namun
juga menjabarkannya secara terperinci. Menyebutkan potret-potretnya secara detil dan menggambarkan dengan
begitu jelas praktek nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari orang terdekat, yakni anak dan istri, hingga manusia terjauh baik dari sisi kekerabatan maupun agama,
semuanya berhak mendapat kasih sayang sesuai dengan porsi dan aturan yang telah digariskan agama. Tidak
cukup hanya para manusia yang perlu disayangi, makhluk lain, semisal binatang dan tetumbuhan pun mendapatkan
jatah kasih sayang, jauh hari sebelum orang-orang barat mengkampanyekan kasih sayang terhadap binatang atau
mencanangkan program green life.
Mengenai kasih sayang terhadap anak, kiranya kisah yang terjadi di zaman nubuwwah berikut bisa sedikit
menggambarkannya. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bertutur,
عن يدنهك ايل ن ي
“ ن
سو ك
قب ل ن
س
قنر ك
ن ن
ه ن
و م
عل ني ي م
ل الل ل م
ن ن
م ال ي ن
ح ن
و ن
ل نر ك
ع بي ك
ن بي ن
س ن
سل ل ن
صللى الل ل ك
ه ن
ي ن
ه ن
عل م ي
حاب م س
ن
ن
ن.”دا
ما ن
ل ايل ي
ف ن
ن.سا
ع ن
قا ن
فن نظننر
ن ملي ن
قنر ك
ت م
ول ن م
شنرةة م
مي م
الت ل م
“إ م ل:ع
ح ة
مأ ن
ي ن
قب لل ي ك
من ي ك
جال م ة
م ي
ه ي
د ن
ن ال ي ن
م ي
م ن
قا ن
سو ك
”م
ه ن
عل ني ي م
ل الل ل م
إ مل ني ي م
م نل ي كير ن
ن نل ي نير ن
و ن
ه نر ك
م ي
ح ك
ح ك
“ ن:ل
م ثك ل
سل ل ن
صللى الل ل ك
ه ن
ه ن
“Suatu saat Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mencium (cucu beliau) al-Hasan bin ‘Ali dan saat itu ada al-Aqra’
bin Hâbis at-Tamimy duduk di samping beliau. Serta merta al-Aqra’ berkomentar, “Aku memiliki sepuluh anak,
sungguh tidak pernah satupun di antara mereka yang kucium”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam pun
memandangnya seraya berkata, “Barang siapa tidak mengasihi maka ia tidak akan dikasihi!”. HR. Bukhari dan
Muslim.
Kaum muslimin dan muslimat yang semoga dirahmati Allah…
Untuk memotivasi sifat saling menyayangi sesama muslim, selain dengan menjelaskan hak dan kewajiban
di antara mereka, Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihiwasallam juga membuat sebuah perumpamaan yang sangat
indah, tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin berkasih sayang di antara mereka,
شت ن ن
م ي
ذا ا ي
مث ن ك
مث ن ك
إ م ن،د
و؛
ه ك
عاطك م
ن م
ع ي
كى م
س م
ح م
وادد م
ؤ م
ل ال ي ن
وت ن ن
وت ننرا ك
ج ن
ممني ن
من ي ك
م ن
ه ي
ه ي
ه ي
ل ال ي ك
“ ن
ض و
م ن
م ن
في ت ن ن
ف م
م م
.”مى
دا ن
س م
وال ي ك
سائ مكر ال ي ن
تن ن
س ن
د مبال ل
ج ن
ه ن
ح ل
عى ل ن ك
ر ن
ه م
“Perumpamaan kaum mukminin dalam ukhuwah, kasih sayang dan kepedulian sesama mereka bagaikan satu tubuh.
Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bersolidaritas dengan ikut begadang dan
merasa sakit”. HR. Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu.
Bahkan Islam juga menerangkan jalan yang seharusnya ditempuh untuk mengantarkan kepada terciptanya kasih
sayang tersebut. Di antaranya, dalam sabda Nabi shallallahu’alaihiwasallam,
ن
ن
ونل ت ك ي
حلتى ت ك ي
عنلى ن
ء إم ن
ذا
ي س
“نل ت ندي ك
م ن
جن ل ن
ؤ م
ؤ م
خكلو ن
حلتى ت ن ن
مكنوا ن
ة ن
ن ال ي ن
ونل أدكل يك ك ي
أ ن.حايبوا
ن،مكنوا
ش ي
م؟ أ ن ي
ن
ف ك
”م
موهك ت ن ن
ف ن
سنل ن
شوا ال ل
م ب ني ين نك ك ي
حاب نب يت ك ي
عل يت ك ك
“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling
mencintai. Maukah kalian kutunjukkan tentang sesuatu yang jika kalian praktekkan niscaya kalian akan saling
mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Para hadirin dan hadirat yang kami cintai…
Dalam menebarkan kasih sayang, Islam tidak hanya berhenti dalam wilayah sesama muslim saja, namun juga
merambah hubungan dengan non muslim. Di antara potretnya yang paling jelas, Islam memotivasi mereka untuk
masuk dan mengikuti agama kasih sayang; agama Islam, agar mereka bahagia di dunia dan selamat di akhirat.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
ن
ك
ذي ن ن ي
م
ن ن
م م
ذ م
ه م
حدو م
د م
د ب مي ن م
م س
وال ل م
ع مبي أ ن
م ك
م ن
ي ن ك،ة
نل ي ن ي،ه
م ي
ث ك ل،ي
هومد ي
ه ايل ل
س ن
ح ل
س ك
ونل ن ن ي
ف ك
ي ن
“ ن
صنران م ي
ن
ك
ه؛ إ ملل ن
م يك ي
”ر
ن م
ت بم م
ذي أير م
ن مبال ل م
ؤ م
كا ن
ص ن
مو ك
سل ي ك
م ي
م ي
ول ن ي
ين ك
حا م
نأ ي
ت ن
ب اللنا م
“Demi Allah, tidaklah seorang pun dari umat ini, entah itu Yahudi atau Nasrani, yang mendengar tentang diriku, lalu ia
mati dalam keadaan belum beriman dengan risalahku, melainkan ia akan menjadi penghuni neraka”. HR. Muslim dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Andaikan mereka enggan masuk Islam dan tidak memerangi kaum muslimin, mereka tetap berhak untuk disikapi
secara lahiriah dengan baik. Allah ta’ala menjelaskan,
جو ك
م يك ن
م نأن
م يك ي
ه ن
م م
ن ال ل م
ر ك
في ال د
“نل ي نن ي ن
ذي ن
رك ك ي
كم د
ول ن ي
قات مكلوك ك ي
ن لن ي
م الل ل ك
هاك ك ك
ن،ن
من مدنيا م
خ م
دي م
ع م
ن
ق م ك
م ي
وت ك ي
.”ن
ه يك م
ت نب نيرو ك
س م
ق م
إ م ل،م
ح ي
طي ن
ب ال ي ك
ن الل ل ن
ه ي
ه ي
م ن
سطوا إ ملي ي م
Artinya: “Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tidak
memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kalian dari kampung halaman. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil”. QS. Al-Mumtahanah: 8.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Yang lebih menakjubkan lagi, agama kita tidak hanya memperhatikan kasih sayang sesama manusia, namun juga
mengajarkan kasih sayang kepada penghuni bumi lainnya, yaitu binatang dan tetumbuhan.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengisahkan,
ن ن،فان يطنل نق ل محاجت مه
ن،ر
س ن
منرةة
ه ن
م م
ن ن ن م
عل ني ي م
ل الل ل م
فنرأي يننا ك
م ن
في ن
و ن
ع نر ك
ح ن
سل ل ن
صللى الل ل ك
“ك كلنا ن
ه ن
ه ن
سو م
ف س
ن.ش
ت تن ي
منرةك ن
ن،ها
خذيننا ن
ن،ن
ها ن
ه
فير ن
فأ ن ن
فير ن
ف ن
ج ن
ف ن
ت ال ي ك
ف ن
م ن
جاءن ي
عل ن ي
خي ي ن
ع ن
صللى الل ل ك
ح ن
ن
ي ن
ر ك
خا م
جاءن الن لب م ي
ف م
ن
ن
ن
ن
ل
ن
ل ن
ونرأى ن
ن ن
ف ن
م ن
قا ن
ن
قيري ن ن
ولدن ن
د ن
ع ن
ول م
ذ م
ه م
علي ي م
قد ي
ها؟ كر ي
ج ن
ف ن
ها إ ملي ي ن
و ن
م ي
ة نن ي
“ ن:ل
سل ن
م س
ها!” ن
دوا ن
ه بم ن
ه ن
ن
ن” ن
ه؟” ك
ف ن
ها ن
حلر ي
قا ن
قا ن
ر إ ملل
ه نل ي نن يب ن م
حلرقن ن
قننا ن
ذ م
ه م
غي أ ي
عذد ن
ن يك ن
“ن ن ي:قل يننا
ن ن
ن
ح ك
م ي
“إ من ل ك:ل
“ ن:ل
ب مباللنا م
”ر
نر ي
ب اللنا م
“Suatu hari kami bepergian beserta Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Di tengah perjalanan, beliau memisahkan
diri untuk menunaikan hajat. Saat itu kami melihat induk burung bersama kedua anaknya yang masih kecil. Maka
kami mengambil dua anak burung itu. Induk burung pun mengepak-epakkan sayapnya gelisah. Manakala Nabi
shallallahu’alaihiwasallam datang beliau bertanya, “Siapa yang menyakiti burung ini (dengan mengambil) anaknya?
Kembalikan anaknya kepada sang induk!”. Beliau juga melihat ada perkampungan sarang semut telah dibakar.
Beliaupun berkata, “Siapa yang membakar ini?”. “Kami”. “Tidak pantas menyiksa dengan api kecuali Penguasa
api” . HR. Abu Dawud dan isnadnya dinilai sahih oleh al-Hakim.
Tidak cukup hanya mengajarkan kasih sayang semasa hidup para hewan tersebut, bahkan Islam juga
memerintahkan agar mempraktekkan kasih sayang, sampaipun di detik-detik akhir hidup para hewan tersebut, yakni
manakala kita bermaksud untuk menyembelihnya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
قت نل يت كم ن ن
ذا ن
ن،ء
ل ن
عنلى ك ك د
وإ م ن
فإ م ن
م
ي س
ن ن
قت يل ن ن
سكنوا ال ي م
ح م
سا ن
“إ م ل
ذا ذنب ن ي
فأ ي
ب ايل م ي
ه ك نت ن ن
ح ن
حت ك ي
ي
ن الل ل ن
ن،ة
ش ي
ن
ن ن
ن،ه
ش ي
م ن
”ه
ول يي ك م
ح م
ح ذنمبي ن
ر ي
حد ل أ ن
سكنوا الذلب ي ن
فأ ي
حت ن ك
فنرت ن ك
حدكك ك ي
ح؛ ن
فل يي ك م
“Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik dalam segala sesuatu. Jika kalian akan membunuh, bunuhlah
dengan cara yang baik. Jika kalian akan menyembelih sembelihlah dengan cara yang baik, hendaklah kalian
mengasah pisau kalian dan menenangkan hewan yang akan disembelihnya”. HR. Muslim dari Syaddad bin
Aus radhiyallahu’anhu.
Jamaah Jum’at yang kami hormati …
Masih banyak potret lain yang menggambarkan betapa ajaran Islam sangatlah menjunjung kasih sayang. Kasih
sayang kepada pelaku kesalahan terutama dari kalangan orang-orang yang terbatas ilmunya. Kasih sayang kepada
tetumbuhan. Kasih sayang kepada orang tua dan kerabat. Kasih sayang kepada tetangga. Dan segudang contoh
lainnya, yang tidak mungkin dipaparkan dalam kesempatan singkat ini. Semoga sedikit pemaparan di atas bisa
menggambarkan pada kita betapa Islam benar-benar agama yang mengutamakan kasih sayang dan memotivasi
umatnya untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari…
نبانر ن
في ال ي ك
ن
م م
ول نك ك ي
ك الل ك
قيرآْ م
ه ملي ن
ال ي
ون ن ن
د
ي
ظ
ع
سي د م
سن ل م
م
ف ن
ي
ن
ة ن
م بم ك
وإ ملياك ك ي
ي ن
ن،م
عن م ي
م
ُ.م
ب اللر م
ه ك
وا ك
مير ن
سل مي ي ن
حي ي ك
إ من ل ك،ن
ال ي ك
و الت ل ل
ه ن
Itulah sekelumit konsep kasih sayang dalam Islam. Namun demikian, di zaman kita ini, ada dua kubu yang bertolak
belakang dalam menyikapi konsep tersebut.
Golongan pertama: yang kurang mempedulikan salah satu tujuan utama kedatangan Islam ke muka bumi itu.
Sedangkan golongan kedua: yang kebablasan dalam menerjemahkan kasih sayang.
Golongan pertama adalah mereka yang menampakkan Islam sebagai agama yang garang, galak dan gemar
menumpahkan darah –tanpa aturan–. Setali tiga uang, ada pula yang menggambarkan pada umat bahwa seorang
muslim yang berpegang teguh dengan ajaran Islam, haruslah bermuka sangar, bertutur kata pedas, tidak ramah,
enggan menebarkan salam dan seabreg perilaku kurang simpatik lainnya.
Kebalikannya, golongan kedua, yakni orang-orang yang keliru dalam menafsirkan kasih sayang. Mereka
menjadikan kasih sayang sebagai dalih untuk mempertahankan tradisi yang bertolak belakang dengan Islam. Tidak
cukup sampai di situ, bahkan mereka melontarkan tuduhan miring kepada pihak yang berusaha mengembalikan
umat kepada ajaran murni Rasulullahshallallahu’alaihiwasallam, sebagai kaum yang tidak peduli dengan prinsip
kasih sayang.
Memang lembaran sejarah mengatakan, bahwa setiap kali muncul penyimpangan yang bernuansa ekstrim dan
berlebihan, hampir bisa dipastikan akan muncul tandingannya berupa penyimpangan yang bernuansa bermudahmudahan.
Adapun sikap yang benar adalah: sikap pertengahan di antara keduanya.:
ك جعل ينناك ك ك
س ة
”طا
م ة
وك نذنل م ن ن ن
و ن
مأ ل
ي
ة ن
“ ن
Artinya: “Demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang pertengahan”. QS. Al-Baqarah: 143.
Sekurang-kurangnya, seorang muslim tertuntut untuk bisa memadukan antara dua hal: tegas dalam berprinsip dan
santun dalam bersikap. Tegas dalam berprinsip menggambarkan keteguhannya dalam berpegang dengan ajaran
Islam yang benar. Sedangkan santun dalam bersikap dan keluwesan dalam bermu’amalah dengan siapapun –
selama masih dalam koridor yang dibolehkan agama– merupakan penjabaran dari kasih sayang kepada sesama
insan. Bahkan perilaku simpatik tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendakwahi orang-orang yang
menyimpang dari garis lurus tuntunan Rasul shallallahu’alaihiwasallam.
Semoga Allah berkenan mengaruniakan taufik-Nya pada kita agar termasuk golongan pertengahan tersebut. Amien
ya rabbalalamin
KESEJAHTERAAN BANGSA
Assalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh
Pertama-tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukurt kehadirat Allah SWT, yaitu Allah yang Maha
Kuasa, Allah yang telah menciptakan alam semesta dan seisinya, termasuk di dalamnya ada manusia dari ibu-ibu
dan bapak2, para pemudi dan para pemuda, dari tukang tahu sampai tukang calana. Allah yang Agung, Allah yang
telah menciptkan manusia dari mulai orang kota sampai orang kampong, dari orang yang pesek sampai orang
mancung, dari mulai orang pendek sampai orang jangkung, dari mulai orang yang gendut sampai orang yang
rengkung.
Kedua kalinya shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada junjungan Nabi besar kita nabi
Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang, dari zaman
onta menuju zaman Honda.
hadirin yang dirahmati Allah SWT
Hari raya ‘Idul Adha ditandai dengan peristiwa kemanusian dalam sejarah kehidupan manusia
yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail, yaitu “pengorbanan” yang bermuara pada
iman dan taqwa kepada Ilahi Rabbi, Allah semesta alam. Allah berfirman :
“Setelah anak itu mencapai umur, Ibrahim bertanya kepadanya, “Hai anakku, kulihat dalam mimpi
bahwa aku “menyembelihmu sebagai kurban, bagaimana pendapatmu”? Anaknya menjawab, “Wahai
ayahku, kerjakanlah yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah ayah akan menemukan aku sabar
menerima” [as-shaaffat:102].
Allahu Akbar, peristiwa “pengorbanan” Ibrahim dan Ismail adalah persitiwa besar dalam sejarah
perjalanan kehidupan umat manusia. Peristiwa ini berlandaskan pada keikhlasan dan rasa cinta kepada
Allah SWT.
Dr. Ali Syariati dalam bukunya “Al-Hajj” mengatakan bahwa Isma’il adalah sekedar simbol.
Simbol dari segala yang kita miliki dan cintai dalam hidup ini. Kalau Isma’ilnya nabi Ibrahim adalah
putranya sendiri, lantas siapa Isma’il kita? Bisa jadi diri kita sendiri, keluarga kita, anak dan istri kita,
harta, pangkat dan jabatan kita. Yang jelas seluruh yang kita miliki bisa menjadi Isma’il kita yang
karenanya akan diuji dengan itu. Kecintaan kepada “Isma’il kita” itulah yang kerap membuat iman kita
goyah atau lemah untuk mendengar dan melaksanakan perintah Allah. Kecintaan kepada ”Isma’il kita”
yang berlebihan juga akan membuat kita menjadi egois, mementingkan diri sendiri, dan serakah tidak
mengenal batas kemanusiaan.
Janganlah kecintaan terhadap isma’il-isma’il itu membuat kita lupa kepada Allah. Tentunya
negeri ini yang saat ini dalam kondisi yang dipenuhi dengan berita-berita keburukan dalam berbagai sendi
kehidupan berbangsa dan bernegara sangat membutuhkan hadirnya sosok Ibrahim di elite politik dan
pemimpin bangsa yang siap berbuat untuk kemaslahatan orang banyak dengan berjihad dalam semangat
totalitas, integritas, dan loyalitas sesuai tanggung jawab yang diemban dan kewenangan yang dipunyai
untuk lebih mementingkan kepentingan bangsa daripada kepentingan pribadi atau golongan guna
mencapai Indonesia yang maju, sejahtera, berdaulat dan bermartabat.
hadirin yang dirahmati Allah.
Kehadiran Idul Adha di tengah kehidupan peradaban umat saat ini, memiliki makna amat
penting untuk ditangkap dalam perspektif ajaran dan makna agama yang substansial. Idul Adha
merupakan ritual keagamaan yang sarat nuansa simbolik-metaforis yang perlu dimaknai secara
kontekstual dalam pijakan nilai-nilai universal Islam.
Makna terpenting Idul Adha, salah satunya terletak pada upaya meneladani ajaran tauhid Nabi
Ibrahim (AS) yang bersifat transformatif. Dalam perspektif Islam, pengalaman rasional dan spiritual
yang dilalui Ibrahim mengantarkan kepada keyakinan tentang tauhid sebagai suatu kebenaran hakiki.
Ajaran ini meletakkan Allah sebagai sumber kehidupan, moralitas, bahkan eksistensi itu sendiri. Tanpa
Allah, yang ada hanya kekacau-balauan, kehampaan, bahkan ketiadaan dalam arti sebenarnya. Keyakinan
seperti itu berimplikasi langsung pada keharusan Ibrahim untuk menampakkan eksistensi itu dalam
kehidupan nyata sehingga manusia dan dunia dapat menyaksikan dan "menikmati" kehadiran Sang
Pencipta dalam bentuk kehidupan yang teratur, harmonis, dan seimbang.
Di dalam Al-Qur’an kita dianjurkan agar mengikuti agama Nabi Ibrahim yang hanif .firman Allah dalam
(Q.S.an nahl 123)”, yang berbunyi :
Artinya : “ kemudian kami telah wahyukan kepadamu (Muhammad) ikutlah agama Ibrahim,
seorang yang hanif. Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan tuhan.
Pengorbanan atau persembahan yang dilakukan Ibrahim merupakan manifestasi dari hal itu. Peristiwa
ini memiliki dua dimensi yang bersifat vertikal dan horizontal. Secara vertikal, kejadian simbolik itu
merupakan upaya pendekatan diri (kurban) dan dialog dengan Tuhan dalam rangka menangkap nilai
dan sifat-sifat ketuhanan. Proses ini mengkondisikan umat manusia melepaskan segala hawa nafsu,
ambisi, dan kepentingan sempit dan pragamatisnya sehingga dapat "menjumpai" Tuhan. Secara
horizontal, hal itu melambangkan keharusan manusia untuk membumikan nilai-nilai itu dalam
kehidupan nyata.
Dalam sebuah hadis yang diriwaatkan oleh Imam Tirmidzi Rasulullah SAW bersabda : “AtTho’im as-syakir kas-sho’im as-shobir”
Artinya :
(dermawan yang mensyukuri dan mencintai kedermawanannya seperti ahli puasa yang shabar dengan
ibadah puasanya) .
Agama telah mengajarkan arti penting ibadah sosial dalam pembangunan bangsa dan pengembangan
kesejahteraan masyarakat sebagai bagian dari refleksi keimanan dan tauhid yang kita yakini.
hadirin yang dirahmati Allah.
Wahyu Allah SWT kepada Ibrahim untuk mempersembahkan putranya yang kemudian diganti
binatang kurban memperlihatkan, tidak satu manusia pun boleh merendahkan manusia lain,
menjadikannya sebagai persembahan, atau melecehkannya dalam bentuk apapun. Sebab, manusia sejak
awal dilahirkan setara dan sederajat. Nilai-nilai yang merepresentasikan kesetaraan dan sejenisnya perlu
diaktualisasikan ke dalam realitas kehidupan sehingga dunia dipenuhi kedamaian, saling peduli, saling
menghormati.
Dalam kondisi inilah maka esensi perayaan Idul Qurban yang sesungguhnya perlu kita
aktualisasikan dengan pembelaan kepada mereka yang kurang mampu secara ekonomi, pembelaan
terhadap mereka yang mendapat perlakuan tidak adil secara hukum, pembelaan terhadap mereka yang
tidak mendapatkan haknya
hadirin yang dirahmati Allah.
Hari raya qurban yang sesungguhnya adalah menumbuhkan sikap tenggang rasa dan kepedulian
terhadap sesama. Norma atau cita-cita sosial inilah yang sesungguhnya ingin dihidupkan dalam ajaran
tauhid. Sebagaimana yang ditegaskan dalam sabda Nabi SAW :
” Maa aamina bii man baata syab’anun wa jaaruhu jaai’uun ila janbinhi wahuwa ya’lamu”
Artinya :
(Tidaklah sempurna iman seseorang terhadapku, bila dia hidup dalam keadaan kenyang
sedangkan dia tahu tetangganya sedang dalam kelaparan).
Marilah nilai-nilai substansi “pengorbanan ibrahim” dapat kita jadikan nilai-nilai keseharian,
nilai-nilai dalam kita bekerja untuk para pegawai, nilai-nilai dalam kita berdagang untuk para pengusaha,
nilai-nilai dalam kita menjalankan tugas untuk para pejabat dan pegawai negeri, nilai-nilai dalam kita
mendalami dan menyebarkan ilmu untuk para generasi muda serta nilai-nilai buat semua umat manusia..
Amin ya robbal alamin...
Marilah makna dan nilai Idul Adha tidak sebatas kita maknai dengan ritual berkorban kambing,
unta, sapi, 1 tahun sekali, tetapi hendaknya memaknai bahwa semangat untuk memberi dan peduli kepada
sesama (Rahmatan Lil Alamin) harus selalu ada dalam jiwa umat Islam dalam kehidupan dan
kesehariannya, siapapun dia, dimana pun dia dan sampai kapan pun.
Sekian yang dapat kami sampaikan, lebih kurangnya kami mohon maaf,,
Pak Topik menjahitnya kopiah
Kopiah dijahit Beldu yang utuh
Wabillahi taufik walhidayah
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
AGAMA ISLAM AGAMA KASIH SAYANG
Siapa bilang Islam identik dengan teroris? bahkan banyak orang yang mengaitkan simbolsimbol islam dengan aksi terorisme; sebut saja jilbab dalam, apalagi jilbab dan cadar, baju
gamis sampai bawah lutut, jenggot, celana diatas mata kaki, dan lain-lainnya.
MAY 27, 12
Mari kita tingkatkan ketaqwaan kepada Allah ta’ala dengan ketaqwaan yang sebenar-benarnya; yaitu
mengamalkan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam serta menjauhi apa yang
dilarang oleh-Nya dan Rasul-Nya shallallahu’alaihiwasallam.
Salah satu karakter menonjol syariat Islam, adalah agama kita datang dengan membawa dan menjunjung
tinggi kasih sayang. Begitu banyak nas dari al-Qur’an maupun Sunnah yang menjelaskan hal itu. Di antaranya:
Firman Allah SWT
ن
سل يننا ن
“ن
م ة
عال ن م
ة ل مل ي ن
ك إ مل ل نر ي
ما أير ن
مي ي ن
ح ن
و ن
“ ن
Artinya: “Kami tidaklah mengutusmu (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat (kasih sayang) bagi seluruh
alam”. QS. Al-Anbiya’: 107.
Dalam hadis riwayat Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr, rasullullah SAW bersabda :
ي ن
”ء
ما م
ن م
ن م
“اللرا م
مو ن
ض؛ ي نير ن
اير ن،ن
م اللر ي
ن ي نير ن
في ال ل
م ك
م ي
م ي
م ك
س ن
م ن
مك ك ي
ح ي
موا ن
ح ك
ح ن
ه ي
ح ك
ح ك
في الير م
“Orang-orang yang penyayang akan disayangi Allah Yang Maha Penyayang. Sayangilah siapa yang ada di atas
muka bumi, niscaya kalian akan disayangi oleh siapa yang ada di langit”. HR. Tirmidzi dari Abdullah bin ‘Amr
Dalam mengajarkan kasih sayang, Islam tidak cukup hanya dengan memaparkan konsep global, namun
juga menjabarkannya secara terperinci. Menyebutkan potret-potretnya secara detil dan menggambarkan dengan
begitu jelas praktek nyatanya dalam kehidupan sehari-hari.
Mulai dari orang terdekat, yakni anak dan istri, hingga manusia terjauh baik dari sisi kekerabatan maupun agama,
semuanya berhak mendapat kasih sayang sesuai dengan porsi dan aturan yang telah digariskan agama. Tidak
cukup hanya para manusia yang perlu disayangi, makhluk lain, semisal binatang dan tetumbuhan pun mendapatkan
jatah kasih sayang, jauh hari sebelum orang-orang barat mengkampanyekan kasih sayang terhadap binatang atau
mencanangkan program green life.
Mengenai kasih sayang terhadap anak, kiranya kisah yang terjadi di zaman nubuwwah berikut bisa sedikit
menggambarkannya. Abu Hurairah radhiyallahu’anhu bertutur,
عن يدنهك ايل ن ي
“ ن
سو ك
قب ل ن
س
قنر ك
ن ن
ه ن
و م
عل ني ي م
ل الل ل م
ن ن
م ال ي ن
ح ن
و ن
ل نر ك
ع بي ك
ن بي ن
س ن
سل ل ن
صللى الل ل ك
ه ن
ي ن
ه ن
عل م ي
حاب م س
ن
ن
ن.”دا
ما ن
ل ايل ي
ف ن
ن.سا
ع ن
قا ن
فن نظننر
ن ملي ن
قنر ك
ت م
ول ن م
شنرةة م
مي م
الت ل م
“إ م ل:ع
ح ة
مأ ن
ي ن
قب لل ي ك
من ي ك
جال م ة
م ي
ه ي
د ن
ن ال ي ن
م ي
م ن
قا ن
سو ك
”م
ه ن
عل ني ي م
ل الل ل م
إ مل ني ي م
م نل ي كير ن
ن نل ي نير ن
و ن
ه نر ك
م ي
ح ك
ح ك
“ ن:ل
م ثك ل
سل ل ن
صللى الل ل ك
ه ن
ه ن
“Suatu saat Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam mencium (cucu beliau) al-Hasan bin ‘Ali dan saat itu ada al-Aqra’
bin Hâbis at-Tamimy duduk di samping beliau. Serta merta al-Aqra’ berkomentar, “Aku memiliki sepuluh anak,
sungguh tidak pernah satupun di antara mereka yang kucium”. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam pun
memandangnya seraya berkata, “Barang siapa tidak mengasihi maka ia tidak akan dikasihi!”. HR. Bukhari dan
Muslim.
Kaum muslimin dan muslimat yang semoga dirahmati Allah…
Untuk memotivasi sifat saling menyayangi sesama muslim, selain dengan menjelaskan hak dan kewajiban
di antara mereka, Nabi kita Muhammad shallallahu’alaihiwasallam juga membuat sebuah perumpamaan yang sangat
indah, tentang bagaimana seharusnya kaum muslimin berkasih sayang di antara mereka,
شت ن ن
م ي
ذا ا ي
مث ن ك
مث ن ك
إ م ن،د
و؛
ه ك
عاطك م
ن م
ع ي
كى م
س م
ح م
وادد م
ؤ م
ل ال ي ن
وت ن ن
وت ننرا ك
ج ن
ممني ن
من ي ك
م ن
ه ي
ه ي
ه ي
ل ال ي ك
“ ن
ض و
م ن
م ن
في ت ن ن
ف م
م م
.”مى
دا ن
س م
وال ي ك
سائ مكر ال ي ن
تن ن
س ن
د مبال ل
ج ن
ه ن
ح ل
عى ل ن ك
ر ن
ه م
“Perumpamaan kaum mukminin dalam ukhuwah, kasih sayang dan kepedulian sesama mereka bagaikan satu tubuh.
Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh bagian tubuh akan bersolidaritas dengan ikut begadang dan
merasa sakit”. HR. Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu’anhu.
Bahkan Islam juga menerangkan jalan yang seharusnya ditempuh untuk mengantarkan kepada terciptanya kasih
sayang tersebut. Di antaranya, dalam sabda Nabi shallallahu’alaihiwasallam,
ن
ن
ونل ت ك ي
حلتى ت ك ي
عنلى ن
ء إم ن
ذا
ي س
“نل ت ندي ك
م ن
جن ل ن
ؤ م
ؤ م
خكلو ن
حلتى ت ن ن
مكنوا ن
ة ن
ن ال ي ن
ونل أدكل يك ك ي
أ ن.حايبوا
ن،مكنوا
ش ي
م؟ أ ن ي
ن
ف ك
”م
موهك ت ن ن
ف ن
سنل ن
شوا ال ل
م ب ني ين نك ك ي
حاب نب يت ك ي
عل يت ك ك
“Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman. Dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling
mencintai. Maukah kalian kutunjukkan tentang sesuatu yang jika kalian praktekkan niscaya kalian akan saling
mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian”. HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Para hadirin dan hadirat yang kami cintai…
Dalam menebarkan kasih sayang, Islam tidak hanya berhenti dalam wilayah sesama muslim saja, namun juga
merambah hubungan dengan non muslim. Di antara potretnya yang paling jelas, Islam memotivasi mereka untuk
masuk dan mengikuti agama kasih sayang; agama Islam, agar mereka bahagia di dunia dan selamat di akhirat.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
ن
ك
ذي ن ن ي
م
ن ن
م م
ذ م
ه م
حدو م
د م
د ب مي ن م
م س
وال ل م
ع مبي أ ن
م ك
م ن
ي ن ك،ة
نل ي ن ي،ه
م ي
ث ك ل،ي
هومد ي
ه ايل ل
س ن
ح ل
س ك
ونل ن ن ي
ف ك
ي ن
“ ن
صنران م ي
ن
ك
ه؛ إ ملل ن
م يك ي
”ر
ن م
ت بم م
ذي أير م
ن مبال ل م
ؤ م
كا ن
ص ن
مو ك
سل ي ك
م ي
م ي
ول ن ي
ين ك
حا م
نأ ي
ت ن
ب اللنا م
“Demi Allah, tidaklah seorang pun dari umat ini, entah itu Yahudi atau Nasrani, yang mendengar tentang diriku, lalu ia
mati dalam keadaan belum beriman dengan risalahku, melainkan ia akan menjadi penghuni neraka”. HR. Muslim dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Andaikan mereka enggan masuk Islam dan tidak memerangi kaum muslimin, mereka tetap berhak untuk disikapi
secara lahiriah dengan baik. Allah ta’ala menjelaskan,
جو ك
م يك ن
م نأن
م يك ي
ه ن
م م
ن ال ل م
ر ك
في ال د
“نل ي نن ي ن
ذي ن
رك ك ي
كم د
ول ن ي
قات مكلوك ك ي
ن لن ي
م الل ل ك
هاك ك ك
ن،ن
من مدنيا م
خ م
دي م
ع م
ن
ق م ك
م ي
وت ك ي
.”ن
ه يك م
ت نب نيرو ك
س م
ق م
إ م ل،م
ح ي
طي ن
ب ال ي ك
ن الل ل ن
ه ي
ه ي
م ن
سطوا إ ملي ي م
Artinya: “Allah tidak melarang kalian berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (kafir) yang tidak
memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kalian dari kampung halaman. Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil”. QS. Al-Mumtahanah: 8.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah…
Yang lebih menakjubkan lagi, agama kita tidak hanya memperhatikan kasih sayang sesama manusia, namun juga
mengajarkan kasih sayang kepada penghuni bumi lainnya, yaitu binatang dan tetumbuhan.
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu mengisahkan,
ن ن،فان يطنل نق ل محاجت مه
ن،ر
س ن
منرةة
ه ن
م م
ن ن ن م
عل ني ي م
ل الل ل م
فنرأي يننا ك
م ن
في ن
و ن
ع نر ك
ح ن
سل ل ن
صللى الل ل ك
“ك كلنا ن
ه ن
ه ن
سو م
ف س
ن.ش
ت تن ي
منرةك ن
ن،ها
خذيننا ن
ن،ن
ها ن
ه
فير ن
فأ ن ن
فير ن
ف ن
ج ن
ف ن
ت ال ي ك
ف ن
م ن
جاءن ي
عل ن ي
خي ي ن
ع ن
صللى الل ل ك
ح ن
ن
ي ن
ر ك
خا م
جاءن الن لب م ي
ف م
ن
ن
ن
ن
ل
ن
ل ن
ونرأى ن
ن ن
ف ن
م ن
قا ن
ن
قيري ن ن
ولدن ن
د ن
ع ن
ول م
ذ م
ه م
علي ي م
قد ي
ها؟ كر ي
ج ن
ف ن
ها إ ملي ي ن
و ن
م ي
ة نن ي
“ ن:ل
سل ن
م س
ها!” ن
دوا ن
ه بم ن
ه ن
ن
ن” ن
ه؟” ك
ف ن
ها ن
حلر ي
قا ن
قا ن
ر إ ملل
ه نل ي نن يب ن م
حلرقن ن
قننا ن
ذ م
ه م
غي أ ي
عذد ن
ن يك ن
“ن ن ي:قل يننا
ن ن
ن
ح ك
م ي
“إ من ل ك:ل
“ ن:ل
ب مباللنا م
”ر
نر ي
ب اللنا م
“Suatu hari kami bepergian beserta Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam. Di tengah perjalanan, beliau memisahkan
diri untuk menunaikan hajat. Saat itu kami melihat induk burung bersama kedua anaknya yang masih kecil. Maka
kami mengambil dua anak burung itu. Induk burung pun mengepak-epakkan sayapnya gelisah. Manakala Nabi
shallallahu’alaihiwasallam datang beliau bertanya, “Siapa yang menyakiti burung ini (dengan mengambil) anaknya?
Kembalikan anaknya kepada sang induk!”. Beliau juga melihat ada perkampungan sarang semut telah dibakar.
Beliaupun berkata, “Siapa yang membakar ini?”. “Kami”. “Tidak pantas menyiksa dengan api kecuali Penguasa
api” . HR. Abu Dawud dan isnadnya dinilai sahih oleh al-Hakim.
Tidak cukup hanya mengajarkan kasih sayang semasa hidup para hewan tersebut, bahkan Islam juga
memerintahkan agar mempraktekkan kasih sayang, sampaipun di detik-detik akhir hidup para hewan tersebut, yakni
manakala kita bermaksud untuk menyembelihnya.
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
قت نل يت كم ن ن
ذا ن
ن،ء
ل ن
عنلى ك ك د
وإ م ن
فإ م ن
م
ي س
ن ن
قت يل ن ن
سكنوا ال ي م
ح م
سا ن
“إ م ل
ذا ذنب ن ي
فأ ي
ب ايل م ي
ه ك نت ن ن
ح ن
حت ك ي
ي
ن الل ل ن
ن،ة
ش ي
ن
ن ن
ن،ه
ش ي
م ن
”ه
ول يي ك م
ح م
ح ذنمبي ن
ر ي
حد ل أ ن
سكنوا الذلب ي ن
فأ ي
حت ن ك
فنرت ن ك
حدكك ك ي
ح؛ ن
فل يي ك م
“Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik dalam segala sesuatu. Jika kalian akan membunuh, bunuhlah
dengan cara yang baik. Jika kalian akan menyembelih sembelihlah dengan cara yang baik, hendaklah kalian
mengasah pisau kalian dan menenangkan hewan yang akan disembelihnya”. HR. Muslim dari Syaddad bin
Aus radhiyallahu’anhu.
Jamaah Jum’at yang kami hormati …
Masih banyak potret lain yang menggambarkan betapa ajaran Islam sangatlah menjunjung kasih sayang. Kasih
sayang kepada pelaku kesalahan terutama dari kalangan orang-orang yang terbatas ilmunya. Kasih sayang kepada
tetumbuhan. Kasih sayang kepada orang tua dan kerabat. Kasih sayang kepada tetangga. Dan segudang contoh
lainnya, yang tidak mungkin dipaparkan dalam kesempatan singkat ini. Semoga sedikit pemaparan di atas bisa
menggambarkan pada kita betapa Islam benar-benar agama yang mengutamakan kasih sayang dan memotivasi
umatnya untuk mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari…
نبانر ن
في ال ي ك
ن
م م
ول نك ك ي
ك الل ك
قيرآْ م
ه ملي ن
ال ي
ون ن ن
د
ي
ظ
ع
سي د م
سن ل م
م
ف ن
ي
ن
ة ن
م بم ك
وإ ملياك ك ي
ي ن
ن،م
عن م ي
م
ُ.م
ب اللر م
ه ك
وا ك
مير ن
سل مي ي ن
حي ي ك
إ من ل ك،ن
ال ي ك
و الت ل ل
ه ن
Itulah sekelumit konsep kasih sayang dalam Islam. Namun demikian, di zaman kita ini, ada dua kubu yang bertolak
belakang dalam menyikapi konsep tersebut.
Golongan pertama: yang kurang mempedulikan salah satu tujuan utama kedatangan Islam ke muka bumi itu.
Sedangkan golongan kedua: yang kebablasan dalam menerjemahkan kasih sayang.
Golongan pertama adalah mereka yang menampakkan Islam sebagai agama yang garang, galak dan gemar
menumpahkan darah –tanpa aturan–. Setali tiga uang, ada pula yang menggambarkan pada umat bahwa seorang
muslim yang berpegang teguh dengan ajaran Islam, haruslah bermuka sangar, bertutur kata pedas, tidak ramah,
enggan menebarkan salam dan seabreg perilaku kurang simpatik lainnya.
Kebalikannya, golongan kedua, yakni orang-orang yang keliru dalam menafsirkan kasih sayang. Mereka
menjadikan kasih sayang sebagai dalih untuk mempertahankan tradisi yang bertolak belakang dengan Islam. Tidak
cukup sampai di situ, bahkan mereka melontarkan tuduhan miring kepada pihak yang berusaha mengembalikan
umat kepada ajaran murni Rasulullahshallallahu’alaihiwasallam, sebagai kaum yang tidak peduli dengan prinsip
kasih sayang.
Memang lembaran sejarah mengatakan, bahwa setiap kali muncul penyimpangan yang bernuansa ekstrim dan
berlebihan, hampir bisa dipastikan akan muncul tandingannya berupa penyimpangan yang bernuansa bermudahmudahan.
Adapun sikap yang benar adalah: sikap pertengahan di antara keduanya.:
ك جعل ينناك ك ك
س ة
”طا
م ة
وك نذنل م ن ن ن
و ن
مأ ل
ي
ة ن
“ ن
Artinya: “Demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) umat yang pertengahan”. QS. Al-Baqarah: 143.
Sekurang-kurangnya, seorang muslim tertuntut untuk bisa memadukan antara dua hal: tegas dalam berprinsip dan
santun dalam bersikap. Tegas dalam berprinsip menggambarkan keteguhannya dalam berpegang dengan ajaran
Islam yang benar. Sedangkan santun dalam bersikap dan keluwesan dalam bermu’amalah dengan siapapun –
selama masih dalam koridor yang dibolehkan agama– merupakan penjabaran dari kasih sayang kepada sesama
insan. Bahkan perilaku simpatik tersebut bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk mendakwahi orang-orang yang
menyimpang dari garis lurus tuntunan Rasul shallallahu’alaihiwasallam.
Semoga Allah berkenan mengaruniakan taufik-Nya pada kita agar termasuk golongan pertengahan tersebut. Amien
ya rabbalalamin