stres dan konflik terhadap kinerja

SKRIPSI

Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

Disusun oleh :

IKHWANUSHALIHIN NIM. 0701025028

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MULAWARMAN

SAMARINDA 2013

ABSRACT

Ikhwanushalihin. The Influence of Stress and Job Conflict on Employee Performance in Kota Bangun Kutai Kartanegara District . Supervised by Dr. Tetra Hidayati, SE, M.Si and Purwadi, SE, M.Si.

This research is conducted to analyze the effect of stress and job conflict on employee performance, and which variable have the dominant influence on employee performance. The number of the sample are 51 respondent and data collecting is conducted by filling out some questionnaires.

The method used on this research is multiple linear regression analysis technique that would be able to test the significant level of independent variables. Based on the las result examination, simultan stress has positive and significant effect on employee performance with significant value 0,000 < 0,10.

Through the partial examination, could tell that stress has the dominan influence employee„s performance with T count > T table. Comparing with the partial ex amination on job conflict, this variable doesn‟t have significant influence against employee‟s performance with T count >T table

Kata Kunci : Stress, job conflict and employee peformance

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia sebagai tenaga kerja memiliki karakteristik khusus dan keunikan dibekali jiwa yang kompleks dan sangat pelik untuk dipahami. Tuntutan dalam peningkatan kualitas mutu pekerjaan serta produk jasa yang dihadirkan oleh pihak perusahaan untuk pengguna jasa dan masyarakat agar para pengguna jasa dan masyarakat umum mendapatkan kepuasan dan manfaat maksimal. Dalam upaya memenuhi keinginan pengguna jasa tidak jarang menimbulkan stress dan konflik pada pegawai sebagai manusia memiliki keterbatasan dan kekurangan serta dituntut tetap dapat memberikan pelayanan yang terbaik

Stress mempunyai potensi untuk mendorong atau menggangu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress. Bila tidak ada stress, tantangan kerja juga tidak ada dan prestasi kerja juga cenderung naik, akan tetapi jika stress sudah mencapai puncaknya maka prestasi kerja karyawan akan menurun, karena stress mengganggu pelaksanaan kerja, karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan stress yang mengakibatkan tidak mampu mengambil keputusan dan perilaku yang tidak teratur.

Konflik kerja juga memiliki potensi yang sama dengan stress pada kinerja karyawan. Selama konflik itu dapat dikendalikan dan mengarah pada hal yang produktif, misalnya perdebatan tentang metode kerja, peningkatan mutu pekerjaan, cara menghadapi keluhan pengguna jasa atau perbedaan pendapat, semua itu Konflik kerja juga memiliki potensi yang sama dengan stress pada kinerja karyawan. Selama konflik itu dapat dikendalikan dan mengarah pada hal yang produktif, misalnya perdebatan tentang metode kerja, peningkatan mutu pekerjaan, cara menghadapi keluhan pengguna jasa atau perbedaan pendapat, semua itu

Pemerintah Kecamatan Kota Bangun sedang berupaya secara terencana menuntaskan berbagai masalah mengenai stress dan konflik kerja aparaturnya agar dapat menjalankan tugas dan fungsi kecamatan dengan baik dimana di dalamnya terdapat berbagai macam pelayanan, seperti kepengurusan berbagai bentuk perizinan, rekomendasi, koordinasi, pembinaan, pengawasan, fasilitasi, penetapan,

penyelenggaraan dan kewenangan lain yang dilimpahkan ke Kecamatan. Dari hasil observasi fenomena yang terjadi bahwa stres dan konflik kerja aparatur di Kecamatan Kota Bangun disinyalir masih perlu dikelola dengan baik atas adanya indikasi menurunnya semangat kerja pegawai serta jam pulang pegawai yang tidak tepat waktu.

Keluhan masyarakat dalam berurusan dengan pihak kecamatan bahwa perlu proses yang lama, terkesan sulit, persyaratan yang diperlukan banyak, proses penyelesaian tidak tepat waktu dan prosedur berbelit-belit dalam pembuatan perizinan, rekomendasi fasilitasi dan sebagainya, sehingga tak jarang membuat pegawai stres. Sedangkan para pegawai sering mengeluh tentang dengan tidak lengkapnya persyaratan yang diberikan oleh pemohon dan masayarakat yang tidak mau bekerja sama, dengan prosedur yang panjang kadang menyebabkan terjadinya konflik antar pegawai. Oleh karena itu, penulis disini ingin melakukan penelitian Keluhan masyarakat dalam berurusan dengan pihak kecamatan bahwa perlu proses yang lama, terkesan sulit, persyaratan yang diperlukan banyak, proses penyelesaian tidak tepat waktu dan prosedur berbelit-belit dalam pembuatan perizinan, rekomendasi fasilitasi dan sebagainya, sehingga tak jarang membuat pegawai stres. Sedangkan para pegawai sering mengeluh tentang dengan tidak lengkapnya persyaratan yang diberikan oleh pemohon dan masayarakat yang tidak mau bekerja sama, dengan prosedur yang panjang kadang menyebabkan terjadinya konflik antar pegawai. Oleh karena itu, penulis disini ingin melakukan penelitian

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah stress kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai di kantor camat Kota Bangun

2. Apakah konflik kerja berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai di kantor camat Kota Bangun

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh stress kerja terhadap kinerja pegawai di kantor camat Kota Bangun

2. Untuk mengetahui pengaruh konflik kerja terhadap kinerja pegawai di kantor camat Kota Bangun

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi pihak kecamatan sebagai informasi tentang kondisi stress dan konflik yang ada disana serta pengaruhnya terhadap kinerja karyawan. Sehingga bisa dijadikan salah satu sumber pengambilan keputusan untuk peningkatan kinerja bagi pegawai

2. Bagi akademisi khususnya bidang SDM, memberikan refrensi tentang keterkaitan antara stress kerja dengan konflik kerja dan kinerja pegawai pemerintahan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori

2.1.1. Stres Kerja

2.1.1.1. Pengertian Stres Kerja

Berbagai tekanan-tekanan yang dialami dalam pekerjaan dan keluarga akan menimbulkan suatu peristiwa-peristiwa yang merupakan luapan dari emosi yaitu stres kerja.

Menurut Robin (2006:793) stres adalah suatu kondisi yang dinamis dalam mana seseorang individu dikontradiksikan dengan sebuah peluang, kendala atau tuntutan yang berkaitan dengan apa yang hasilnya dipersepsikan tidak pasti dan penting. Sedang menurut Rivai (2008:516) stress kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya keseimbangan fisik dan psikis yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seorang pegawai.

Menurut Ivancevich dan Matteson (2006:275 ), stres diartikan sebagai interaksi individu dengan lingkungan, tetapi kemudian diperinci lagi menjadi respon

adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara berlebihan pada seseorang. Handoko (2008:200) mengatakan bahwa stress adalah satu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Sedangkan menurut Anaroga yang dikutip dari buku psikologi kerja (2005) mendefinisikan istilah stress adalah suatu tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental, adaptif yang dihubungkan oleh perbedaan individu dan atau proses psikologi yang merupakan konsekuensi tindakan, situasi, atau kejadian eksternal (lingkungan) yang menempatkan tuntutan psikologis dan atau fisik secara berlebihan pada seseorang. Handoko (2008:200) mengatakan bahwa stress adalah satu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Sedangkan menurut Anaroga yang dikutip dari buku psikologi kerja (2005) mendefinisikan istilah stress adalah suatu tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental,

Rue dan Bya rs (1999) mengemukakan “ Stres is the mental and or physical condition that result fro a perceived thereat of danger (physical or emotional) and the pressure to remove it “. Artinya kondisi fisik atau mental yang dihasilkan dari perasaan akan adanya ancaman bahaya (secara fisik atau emosional) dan tekanan untuk menghiangkan bahaya atau ancaman tersebut. Maka akan timbul kecemasan yang sangat mengganggu.

Stres tidak selalu merupakan fenomena yang merusak/merugikan karena dalam kenyataannya, walaupun stress lazimnya dibahas dengan konteks negatif sejumlah, namun stres merupakan suatu hal penting dan proses yang mungkin perlu dilalui seseorang dalam rangka mencapai tujuan. Bila digunakan untuk

menggambarkan perasaan subyektif, stres merupakan persamaan dari ketegangan, kecemasan, kekhawatiran atau ketakutan.

Stres dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi positif dan sisi negatif. Stress merupakan peluang bila itu memuaskan perolehan yang potensial dan menimbulkan keinginan-keinginan untuk melakukan hal-hal yang lebih baik.

2.1.1.2. Jenis-Jenis Stres Kerja

Stres yang dikondisikan sebagai sesuatu yang negatif disebut dengan distres, sedangkan stres yang memberikan dampak positif disebut eustress (Quick dan Quick (1984).

a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat, positif dan kontruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibelitas, kemampuan adaptasi dan tingkat performance yang tinggi a. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stress yang bersifat sehat, positif dan kontruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibelitas, kemampuan adaptasi dan tingkat performance yang tinggi

Dari dua jenis stres ini kita tahu bahwa stres dapat dicegah timbulnya dan bahkan memperoleh dampak yang positif seperti semangat kerja. Manajemen stres harus lebih dari pada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh.

2.1.1.3. Sumber-Sumber Stres Kerja

Menurut Robbins (2001:565-567) tingkat stres pada tiap orang akan menimbulkan dampak yang berbeda. Sehingga ada beberapa faktor penentu yang mempengaruhi tingkat stres seseorang. Faktor tersebut adalah:

1. Faktor Lingkungan Selain mempengaruhi desain struktur sebuah organisasi, ketidakpastian

lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres. Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stres yang dialami karyawan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan dalam bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat lingkungan juga mempengaruhi tingkat stres. Ketidakpastian menyebabkan meningkatnya tingkat stres yang dialami karyawan. Ketidakpastian ekonomi, ketidakpastian politik, dan ketidakpastian teknologi sangat berpengaruh pada eksistensi karyawan dalam bekerja. Tingkat ekonomi yang tidak menentu dapat

2. Faktor Organisasional Faktor lain yang berpengaruh pada tingkat stres karyawan adalah faktor

organisasional. Ada beberapa hal yang dapat dikategorikan sebagai penyebaab stres, yaitu: tuntutan tugas, tuntutan peran, tuntutan antarpribadi, struktur organisasi dan kepemimpinan organisasi.

3. Faktor Individual Jika di logika, setiap individu bekerja rata-rata 40-50 jam per minggu.

Sedangkan waktu yang digunakan mengurusi hal-hal diluar pekerjaan lebih dari 120 jam per minggu, sehingga akan besar kemungkinan segala macam urusan di luar pekerjaan mencampuri pekerjaan. Berbagai hal di luar pekerjaan yang mengganggu terutama adalah masalah keluarga, masalah ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam diri seseorang.

Dari sumber stres di atas kita bisa menganalisa sampai pada tingkatan stres yang baik dan bisa di hadapi, selain itu juga bisa dibedakan stres yang tidak perlu atau stres yang bisa dihindari.

2.1.1.4. Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja

Menurut Handoko (2001:200), faktor yang mempengaruhi stres dapat digolongkan menjadi dua penyebab, yaitu:

1) On The Job Adalah segala hal yang berhubungan dengan pekerjaan, yang dapat menimbulkan

stres pada karyawan. Hal-hal yang bisa menimbulkan stres yang berasal dari beban pekerjaan antara lain:

a. Beban kerja yang berlebihan.

b. Tekanan atau desakan waktu.

c. Kualitas supervisi yang jelek.

d. Iklim politis yang tidak aman.

e. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai.

f. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab.

g. Kemenduaan peran (role ambiguity).

h. Frustasi

i. Konflik antar pribadi dan antar kelompok. j. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan. k. Berbagai bentuk perubahan.

2) Off The Job Adalah permasalahan yang berasal dari luar organisasi yang menimbulkan stres

pada karyawan. Permasalahan yang sering terjadi antara lain:

a. Kekuatan finansial.

b. Masalah yang bersangkutan dengan anak.

c. Masalah fisik.

d. Masalah perkawinan

e. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal.

3) Masalah pribadi lain, misalnya kematian sanak saudara

Begitu banyak hal yang bisa menyebabkan stres, bahkan karena sumber- sumber stres ini tidak bisa diperkirakan dan tidak bisa dideteksi kedatangannya, maka tergantung pada kekuatan individu untuk mengolah stres itu sendiri apakah akan menempatkan stres itu pada tingkatan yang tinggi atau rendah

2.1.1.5. Gejala Stres Kerja

Cary Cooper dan Alison Straw (2003:8-15) mengemukakan gejala stres dapat berupa tanda-tanda berikut ini:

1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.

2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, saiah paham, tidak berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat keputusan, hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat terhadap orang lain.

3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan, cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel menjadi meledak-ledak. Stres ada dua jenis yaitu stres berat dan stres ringan. Kadang kita tidak

menyadari bahwa kita mengalami stres, kita merasa takut, atau sakit kepala bahkan gelisah, ini adalah tanda-tanda stres ringan. Sedangkan stres berat bisa mengakibatkan hilangnya kesadaran

Berbagai macam tantangan kehidupan yang dihadapi oleh individu menyebabkan tekanan-tekanan hidup baik fisik maupun emosional, begitu pula Berbagai macam tantangan kehidupan yang dihadapi oleh individu menyebabkan tekanan-tekanan hidup baik fisik maupun emosional, begitu pula

2.1.2. Konflik Kerja

2.1.2.1. Pengertian Konflik Kerja

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Konflik juga dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki tujuan atau kepentingan yang berbeda. Konflik biasanya dilatarbelakangi oleh individu maupun kelompok karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat dalam hal tujuan yang akan dicapai. Konflik atau perbedan merupakan suatu hal yang sering terjadi didalam suatu organisasi. Bukan hanya dalam hal berorganisasi tetapi hal ini juga sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat Dalam proses interaksi antara suatu hal dengan hal lainnya tidak ada jaminan akan selalu terjadi kesesuaian antara individu atau kelompok pelaksananya.

Setiap saat konflik dapat saja muncul, baik antar individu maupun antarkelompok dalam organisasi. Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik Setiap saat konflik dapat saja muncul, baik antar individu maupun antarkelompok dalam organisasi. Ada beberapa pengertian konflik menurut beberapa ahli. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik

Menurut Gibson, et al (1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri- sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka mempersepsikan bahwa di dalam organisasi telah ada konflik maka konflik tersebut telah menjadi kenyataan.

Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres. Menurut Minnery (1985), Konflik organisasi merupakan interaksi antara dua atau lebih pihak yang satu sama lain berhubungan dan saling tergantung, namun terpisahkan oleh perbedaan tujuan.

Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993). Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam Konflik dalam organisasi sering terjadi tidak simetris terjadi hanya satu pihak yang sadar dan memberikan respon terhadap konflik tersebut. Atau, satu pihak mempersepsikan adanya pihak lain yang telah atau akan menyerang secara negatif (Robbins, 1993). Konflik merupakan ekspresi pertikaian antara individu dengan individu lain, kelompok dengan kelompok lain karena beberapa alasan. Dalam

Konflik dapat dirasakan, diketahui, diekspresikan melalui perilaku-perilaku komunikasi (Folger & Poole: 1984). Konflik senantisa berpusat pada beberapa penyebab utama, yakni tujuan yang ingin dicapai, alokasi sumber – sumber yang dibagikan, keputusan yang diambil, maupun perilaku setiap pihak yang terlibat (Myers,1982:234-237; Kreps, 1986:185; Stewart, 1993:341). Interaksi yang disebut komunikasi antara individu yang satu dengan yang lainnya, tak dapat disangkal akan menimbulkan konflik dalam level yang berbeda-beda (Devito, 1995:381)

Jadi konflik terjadi karena adanya interaksi yang disebut komunikasi dan respon yang diberikan. Semua konflik mengandung komunikasi, tapi tidak semua konflik berakar pada komunikasi yang buruk karena tergantung pada respon dari yang menanggapi komunikasi yang buruk tersebut.

Menurut Handoko (2001:346) dalam organisasi klasik terhadap 4 daerah structural dimana konflik sering timbul :

a. Konflik Hierarki Adalah konflik antara berbagai tingkatan organisasi, misalnya antara

manajemen menengah dengan personalia, dewan direktur dengan manajemen puncak atau manajemen dengan karyawan dan sebagainya

b. Konflik Fungsional Adalah konflik antara berbagai departemen fungsional organisasi, misalnya

antara departemen produksi dengan departemen pemasaran dalam suatu organisasi perusahaan

c. Konflik Lini Staf Yaitu konflik antara lini dan staf, misalnya adanya perbedaan antara

personalia lini dan personalia staf personalia lini dan personalia staf

Ada konflik yang sengaja diciptakan sebagai studi kasus atau bahan percobaan. Biasanya para manajer akan menciptakan konflik tergantung pada bagian-bagian mana yang sedang mengalami stagnasi, tidak ada gairah atau tidak adanya tanda-tanda untuk menambah target kegiatannya.

Telah disinggung sedikit bahwa konflik tidak mesti menyebabkan akibat negatif. Dengan kata lain akibat yang timbul oleh konflik pada dasarnya dapat pula menguntungkan. Seperti yang dikatakan Nitisemito (2001:159) :

a. Menimbulkan kemampuan mengoreksi diri sendiri

b. Meningkatkan prestasi

c. Pendekatan yang lebih baik

d. Mengembangkan alternatif yang lebih baik

Konflik biasa diciptakan untuk meningkatkan kemampuan organisasi maupun individual, diharapakan adanya konflik maka diharapkan para anggota organisasi akan mencapai harapan-harapan di atas.

2.1.2.2. Bentuk-bentuk Konflik Kerja

Konflik dalam organisasi adalah tiadanya penyesuaian antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok, karena keharusan membagi sumber yang langka di antara mereka atau keharusan bekerja sama, sedangkan mereka berbeda tingkat, tujuan, nilai-nilai ataupun persepsi. Bentuk konflik kerja menurut Rivai (2004) :

1. Konflik fungsional, adalah sebuah konfrontasi diantara kelompok yang menambah keuntungan kinerja perusahaan

2. Konflik disfungsional, adalah setiap atau interaksi diantara kelompok yang merugikan perusahaan atau menghalangi pencapaian tujuan perusahaan

3. Konflik dan kinerja perusahaan, adalah konflik dapat mempunyai dampak positif atau negatif terhadap efektivitas maupun kinerja perusahaan, tergantung pada sifat konflik dan bagaimana konflik itu dikelola.

Jadi bentuk konflik di atas bisa dikatakan bahwa konflik ini ada berdasarkan pada tujuannya, untuk meningkatkan kemampuan organisasi maupun individual. Jenis konflik ini juga bisa diciptakan, untuk merugikan bahkan menghancurkan suatu organisasi atau perusahaan.

2.1.2.3. Faktor-Faktor Penyebab Konflik Kerja

Jika organisasi kaku, bertahan terhadap perubahan, maka konflik tidak akan bisa disembuhkan yang menimbulkan konflik organisasi dalam informasi, dimana tiap bagian akan tergantung satu dari yang lain dalam informasi. Untuk mencegah terjadinya konflik organisasi dalam informasi maka sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor konflik, Menurut Nitisemito (2001:159) faktor-faktor konflik adalah sebagai berikut :

a. Perbedaaan pendapat

b. Salah paham

c. Merasa dirugikan

d. Perasaan yang selalu sensitif

Faktor-faktor penyebab konflik ini bisa dimanfaatkan sebagai sumber untuk menghindari konflik, agar kondisi dalam suatu organisasi atau perusahaan tidak terpecah belah. Di lain pihak faktor-faktor penyebab ini juga bisa dimanfaatkan untuk menciptakan konflik guna perkembangan organisasi atau perusahaan.

2.1.2.4. Sumber-sumber konflik

Sumber konflik yang dibahas terutama dalam hal konflik yang terjadi antara kelompok-kelompok dalam organisasi. Meskipun demikian seumber konflik tersebut dapat pula terjadi antara individu. Sumber-sumber konflik menurut Mangkunegara (2008:24) :

a. Bersama-sama menggunakan sumber-sumber daya organisasi yang sama

b. Perbedaan dalam tujuan antara bagian-bagian dalam organisasi

c. Saling ketergantungan pekerjaan dalam organisasi

d. Perbedaan nilai-nilai atau persepsi yang dimiliki oleh masing-masing bagian- bagian organisasi

e. Sumber-sumber lain seperti gaya perorangan, kekaburan organisasi dan masalah komunikasi

2.1.2.5. Langkah penanganan konflik

Intensitas konflik yang tinggi akan menyebabkan ketegangan yang memuncak, perselisihan akan memecah organisasi yang sulit untuk dipersatukan kembali. Untuk itu diperlukan langkah-langkah penanganan konflik. Menurut Martoyo (2000) langkah penanganan konflik adalah sebagai berikut : Intensitas konflik yang tinggi akan menyebabkan ketegangan yang memuncak, perselisihan akan memecah organisasi yang sulit untuk dipersatukan kembali. Untuk itu diperlukan langkah-langkah penanganan konflik. Menurut Martoyo (2000) langkah penanganan konflik adalah sebagai berikut :

b. Menentukan tujuan yang hendak dicapai, apabila masalah dapat dipecahkan nanti. Tujuan tersebut bersifat kualitatif ataupun kuantitatif

c. Menentukan kriteria keberhasilan, adalah untuk menyusun instrument penilaian efektivitas suatu alternatif tindakan dalam pencapaian tujuan

d. Menjabarkan alternatif/ alternatif tindakan, beberapa alternatif pemecahan masalah konflik perlu dirumuskan dalam rangka mencari pemecahan yang terbaik diantara alternatif-alternatif tersebut

e. Memilih alternatif terbaik, dengan penjabaran berbagai alternatif tersebut maka dipilih alternatif yang paling tepat

f. Percobaan dan penyempurnaan. Setelah alternatif dipilih, perlu dicoba dilaksanakan, jika dalam pelaksanaan kurang tepat maka perlu disempurnakan atau diteliti efektivitasnya

g. Pelaksanaan, setelah dilakukan penyempurnaan-penyepurnaan kembali, maka tahap berikutnya adalah menerapkan alternatif terbaik yang telah disempurnakan tersebut sehingga dapat diharapkan masalah konflik dapat ditanggulangi dengan baik dan tepat Metode penanganan konflik dalam organisasi perlu ketepatan dan secermat

mungkin. Karena ketidak jelian dan kurang tepatnya penanganan konflik akan berdampak pada banyak bagian di organisasi tersebut, seperti rusaknya wibawa mungkin. Karena ketidak jelian dan kurang tepatnya penanganan konflik akan berdampak pada banyak bagian di organisasi tersebut, seperti rusaknya wibawa

Untuk mengolah konflik di tempat kerja Hendricks dalam bukunya “How to Manage Conflict ” (2004:7), pada nilai-nilai universal yang bisa diterima semua tipikal orang dengan mengacu pada tujuh C yaitu :

a. Characteristic (watak) Karakteristik yang spesifik adalah umum pada semua konflik. Maka dibutuhkan

kesadaran tentang karakteristik ini, maka mudah untuk memetakan kawasan yang tidak dikenal dan meneliti kawasan itu.

b. Classification (klasifikasi) Konflik dapat diklasifikasikan. Jika mengidentifikasi konflik, ini memungkinkan

untuk menyelesaikan dengan strategi manajemen yang paling cocok

c. Constructive (konstuktif) Tindakan positif adalah tanggapan yang paling baik atas peristiwa negatif.

Pemenang mendapatkan kemenangan dan manajer yang baik adalah manajer yang produktif, bahkan selama terlibat dalam konflik

d. Credibility (kredibelitas) Kredibelitas manajer meningkat bila isu-isu itu diselesaikan dengan cara

konsisten dan penuh nalar. Dalam manajemen konflik satu yang hendak dicapai adalah meningkatkan kredibelitas melalui penyesuaian strategi manajemen konflik dengan strategi bisnis modern.

e. Conditional (persyaratan)

Tidak ada dua konflik yang sama. Orang berganti dan demikian juga isu yang menjadi pangkal konflik. Sifat-sifat yang melandasi konflik menjadi penting untuk diketahui sehingga dapat mengembangkan berbagai macam gaya dan mampu menyesuaikan diri dengan dinamika bisnis berubah

f. Care (perhatian) Ketakutan adalah respon ilmiah untuk melakukan perubahan dan konflik, tapi

ketakutan ini tidak perlu merintangi kegiatan organisasi. Hendaknya diperhatikan kegiatan organisasi dan orang-orang yang bekerja sama di dalamnya. Unsure emosi dari manajemen konflik cepat mengundang reaksi emosional yang tidak menyenangkan, tapi ini juga harus dapat dikelola dan dikendalikan dengan baik

g. Constraint (kendala) Sumber-sumber eksternal dibutuhkan pada saat-saat tertentu untuk menjaga

segala sesuatunya tetap berada dalam perspektif. Faktor kendala mendorong karyawan untuk menggunakan tim intervensi saat konflik mengalami eskalasi pada tingkat yang membahayakan

Suatu konflik yang masih dalam tingkat dini, mungkin hanya merugikan masing-masing pihak, misalnya kekakuan hubungan, ketegangan, hubungan yang tidak baik, putusnya persahabatan dan sebagainya. Meskipun demikian hal ini tidak berpengaruh terhadap tujuan organisasi yang ingin dicapai. Dalam keadaan yang demikian mungkin tindakan yang dapat dilakukan oleh pimpinan adalah mengarahkan atau bahkan membiarkan seakan-akan tidak ada konflik.

Kadang-kadang membiarkan konflik merupakan tindakan yang tepat, sebab membiarkan merupakan keputusan yang dianggap berat. Tapi bila konflik Kadang-kadang membiarkan konflik merupakan tindakan yang tepat, sebab membiarkan merupakan keputusan yang dianggap berat. Tapi bila konflik

2.1.3. Kinerja

2.1.3.1. Pengertian Kinerja

Kinerja yang baik merupakan suatu langkah untuk menuju tercapainya tujuan organisasi, oleh karena itu, kinerja juga merupakan sarana penentu dalam pencapaian tujuan organisasi sehingga perlu diupayakan untuk meningkatkan kinerja karyawan

Rivai (2009:548) mendefinisikan kinerja sebagai perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Menurut Dessler (2001:514-516) kinerja merupakan prestasi kerja, yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Karena organisasi pada dasarnya dijalankan oleh manusia, maka kinerja sesungguhnya merupakan perilaku manusia di dalam organisasi yang memenuhi standar perilaku yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan menurut Anoraga (2006:108) kinerja merupakan prestasi atau hasil kerja yang ditunjukkan oleh orang per orang atau kelompok maupun organisasi sesuai persyaratan-persyaratan pekerjaan yang telah ditentukan.

Mathis (2002:78) mengungkapkan bahwa komponen kinerja meliputi kemampuan individual perluasan usaha dan dukungan organisasional. Kemampuan individual mencakup bakat, minat, faktor kepribadian. Usaha meliputi motivasi, etika kerja, kehadiran dan rancangan tugas. Sedangkan dukungan organisasional terdiri atas pelatihan dan pengembangan,peralatan teknologi, manajemen dan rekan kerja.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada masing-masing individu yang telah ditentukan standar yang telah berlaku dalam suatu organisasi

Untuk mengetahui tinggi rendahnya kinerja seseorang maka diperlukan adanya suatu pengukuran kinerja atau penilaian kinerja. Penilaian kinerja yang efektif dapat mempengaruhi produktivitas dan kualitas kerja. Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk karyawan yang merupakan kunci bagi pengembangan dimasa depan.

Menurut Ivancevich (2007), arti hasil kinerja memiliki nilai bagi organisasi dan individu, yaitu:

a. Hasil tujuan (kuantitas dan kualitas output, absensi, keterlambatan, dan pergantian karyawan)

b. Hasil perilaku pribadi (hadir secara teratur atau absen, kesehatan, stres, kerja, kecelakaan)

c. Hasil intrinsik dan ekstrensik

d. Hasil kepuasan kerja

Dari hasil kinerja ini juga bisa diketahui bahwa banyak faktor yang akan membuat individu atau organisasi menetapkan hasil akhir dari sebuah penilaian kinerja yang sudah ditetapkan di awal. Hasil yang disebut dengan tujuan biasanya terdapat dalam target awal yang direncanakan. Hasil perilaku pribadi lebih bergantung pada kedisiplinan yang ditetapkan. Hasil intrinsic dan ekstrinsik lebih sering digunakan oleh organisasi. Sedangkan hasil kepuasan kerja lebih mengarah pada hasil yang diterima oleh individu

2.1.3.2. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja berfungsi untuk mengetahui tinggi rendahnya kinerja seseorang. Pengukuran kinerja menurut Simamora (2001) adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan akuntabilitas. Dharma (2004) menyatakan bahwa pengukuran kinerja harus mempertimbangkan kualitas, kuantitas dan ketepatan waktu.

1. Kualitas adalah tingkat dimana hasil aktifitas yang dilakukan mendekati sempurna dalam arti menyesuaikan beberapa cara ideal dari penampilan aktifitas ataupun memenuhi tujuan yang diharapkan suatu aktifitas. Hasil dari pekerjaan yang memiliki kualitas yang tinggi yang dapat diterima oleh atasan dan rekan kerja.

2. Kuantitas adalah banyaknya jumlah atau hasil pekerjaan yang dapat diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan. Jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktifitas yang diselesaikan.

3. Ketepatan waktu adalah tingkat suatu aktifitas diselesaikan pada waktu awal yang diinginkan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktifitas lain.

2.1.3.3. Penilaian Kinerja

Setiap perusahaan harus dapat menyediakan suatu sarana untuk menilai kinerja karyawan dan hasil penilaian dapat dipergunakan sebagai informasi pengambila keputusan manajemen tentang kenaikan gaji/upah, penguasaan lebih lanjut, peningkatan kesejahteraan karyawan dan berbagai hal penting lainnya yang dapat mempengaruhi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya. Ada beberapa metode penilaian kinerja karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Rivai (2004:311) menyatakan metode yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1) Metode penilaian berorientasi masa lalu Dengan mengevaluasi prestasi kerja masa lalu, karyawan dapat mendapatkan umpan balik yang bisa mengarah kepada perbaikan-perbaikan prestasi. Teknik- teknik penilaian ini meliputi :

a. Skala peringkat (Rating Scale), dalam metode ini para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala kerja tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi.

b. Daftar pertanyaan (Checklist), penilaian berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang menjelaskan beraneka ragam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu.

c. Metode dengan penilaian terarah (Forced Choice Methode) metode ini di rancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian

d. Metode peristiwa kritis (Critical Incident Methode), Metode ini merupakan pemilihan yang berdasarkan pada catatan kritis penilaian atas perilaku karyawan, seperti sangat baik atau sangat jelek dalam melaksanakan pekerjaan

e. Metode catatan prestasi, metode ini berkaitan dengan peristiwa kritis yaitu catatan penyempurnaan

f. Skala peringkat dikaitkan dengan tingkah laku (Behaviourally Anhcore Rating Scale-BARS), metode ini merupakan suatu cara penilaian prestasi kerja suatu kurun waktu tertentu di masa lalu dengan mengaitkan scala peringkat prestasi kerja dengan perilaku tertentu

g. Metode peninjauan lapangan (Field Review Methode), penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM

h. Tes dan observasi prestasi kerja (Comparative Evaluation Approach), metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seorang pegawai lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis Beberapa metode untuk menilai prestasi kerja di waktu yang lalu dan hampir

semua teknik tersebut merupakan suatu upaya untuk meminimumkan berbagai masalah tertentu yang dijumpai dalam pendekatan-pendekatan ini.

2) Metode penilaian berorientasi masa depan

Metode ini mengunakan asumsi bahwa karyawan tidak lagi sebagai objek penilaian yang tunduk dan tergantung pada penilai, tetapi pegawai dilibatkan dalam proses penilaian. Metode ini terdiri dari :

a. Penilaian diri sendiri (Self Appasal), perusahaan mengemukakan harapan- harapan yang diinginkan dari pegawai, tujuan organisasi dan tantangan- tantangan yang dihadapi organisasi pada pegawai

b. Manajemen berdasarkan sasaran (Management By Objectivity), suatu bentuk penilaian dimana pegawai dan penilai bersama-sama menetapkan tujuan- tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan dating

c. Penilaian secara psikologis, penilaian yang dilakukan oleh ahli psikologi untuk mengetahui potensi pegawai

d. Pusat penelitian (Assesment Center), serangkaian teknik penilaian oleh sejumlah penilai untuk mengetahui potensi seseorang dalam melakukan tanggung jawab yang lebih besar Pada metode penilaian berorientasi masa depan, pegawai mengambil peran

penting bersama-sama penilai dalam menetapkan tujuan-tujuan perusahaan. Pegawai hanya perlu berfokus pada sasaran-sasaran yang telah ditetapkan bersama. Jika dalam pertengahan jalan ada permasalahan yang muncul pegawai dilibatkan dalam pengambilan keputusan pemecahan masalah yang dihadapi.

Mangkunegara (2005), tentang tujuan penilaian kinerja karyawan ialah :

a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa a. Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk prestasi, pemberhentian dan besarnya balas jasa

c. Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektifitas seluruh kegiatan dalam perusahaan

d. Sebagai dasar untuk mengevaluasi program latihan dan efektifitas program kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan dan kondisi kerja

e. Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan akan latihan bagi pegawai yang berada dalam organisasi

f. Sebagai alat untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan sehingga dicapai performance yang baik

g. Sebagai alat untuk melihat kekurangan atau kelemahan dan meningkatkan kemampuan pegawai selanjutnya

h. Sebagai alat untuk memperbaiki atau mengembangkan kecakapan pegawai

i. Sebagai dasar untuk memperbaiki atau mengembangkan uraian tugas Tujuan penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja sumber daya manusia organisasi. Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan. Evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan pegawai dan kinerja organisasi (Mangkunegara, 2005). Menurut Gibson (1977) ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja :

1. Faktor individu : kemampuan, ketrampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang.

2. Faktor psikologis : persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja

3. Faktor organisasi : struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward system). Secara umum faktor yang mempengaruhi kinerja ada 3, yaitu kemampuan

individu, motivasi dan dukungan dari lingkungan. Kinerja karyawan secara umum merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi.

Stres (X1)

Kinerja (Y)

Konflik (X2) Gambar 2.1. Kerangka Konsep

2.2. Kerangka Konsep dan Model Penelitian

a. Hubungan stress kerja karyawan terhadap kinerja pegawai Menurut Gibson et.al (1985), stress kerja menunjukkan kurva U terbalik. U

terbalik adalah suatu kondisi dimana dengan penanganan yang tepat stres akan meningkatkan kinerja pada titik tertentu, namun jika stres terus berlanjut, maka kinerja akan menurun kembali. Pegawai sering dihadapkan dengan berbagi masalah dalam perusahaan sehingga sangat tidak mungkin untuk terhindar dari stres. Stres pekerjaan dapat diartikan sebagi tekanan yang dirasakan pegawai karena tugas- tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stres muncul saat karyawan tidak mampu memenuhi apa yang menjadi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Ketidak terbalik adalah suatu kondisi dimana dengan penanganan yang tepat stres akan meningkatkan kinerja pada titik tertentu, namun jika stres terus berlanjut, maka kinerja akan menurun kembali. Pegawai sering dihadapkan dengan berbagi masalah dalam perusahaan sehingga sangat tidak mungkin untuk terhindar dari stres. Stres pekerjaan dapat diartikan sebagi tekanan yang dirasakan pegawai karena tugas- tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi. Artinya, stres muncul saat karyawan tidak mampu memenuhi apa yang menjadi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Ketidak

Dalam jangka pendek, stres yang dibiarkan begitu saja tanpa penanganan yang serius dari pihak perusahaan membuat karyawan menjadi tertekan, tidak termotivasi, dan frustasi menyebabkan karyawan bekerja tidak optimal sehingga kinerjanya pun akan terganggu. Dalam jangka panjang, karyawan yang tidak dapat menahan stress kerja maka ia tidak mampu lagi bekerja diperusahaan. Pada tahap yang semakin parah, stres bisa membuat karyawan menjadi sakit atau bahkan akan mengundurkan diri (turnover). Hipotesis 1 : Diduga bahwa stress memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai pada kantor kecamatan Kota Bangun kabupaten Kutai Kartanegara

b. Hubungan konflik kerja karyawan terhadap kinerja pegawai Menurut Mangkunegara (2008 : 23) konflik juga menunjukkan kurva U

terbalik, yang artinya semakin lama konflik itu terjadi makan akan menurun kinerja seseoarang. Konflik yang muncul dalam suatu organisasi akan mengganggu kelancaran hubungan antar individu anggota organisasi. Apabila hubungan antar individu terganggu akibat adanya konflik, maka pribadi-pribadi yang berkonflik akan merasakan suasana kerja dan suasana psikologis tertekan. Orang-orang yang bekerja di bawah tekanan psikologis dapat mengakibatkan menurunnya tingkat motivasi kerja. Akibat dari semua itu prestasi kerja berkurang sehingga secara luas terbalik, yang artinya semakin lama konflik itu terjadi makan akan menurun kinerja seseoarang. Konflik yang muncul dalam suatu organisasi akan mengganggu kelancaran hubungan antar individu anggota organisasi. Apabila hubungan antar individu terganggu akibat adanya konflik, maka pribadi-pribadi yang berkonflik akan merasakan suasana kerja dan suasana psikologis tertekan. Orang-orang yang bekerja di bawah tekanan psikologis dapat mengakibatkan menurunnya tingkat motivasi kerja. Akibat dari semua itu prestasi kerja berkurang sehingga secara luas

kerja pribadi dan organisasi/perusahaan menurun. Konflik pada dasarnya berkaitan erat dengan perasaan (emosi) manusia, seperti perasaan diabaikan, disepelekan, dan tidak dihargai oleh kawan seprofesi, atasan, maupun terhadap orangorang yang menjadi bawahan. Perasaan tidak dihargai dan disepelekan seringkali muncul ketika distribusi informasi organisasi tidak terkomunikasikan dengan baik sesuai standar operasioanl prosedur yang telah disepakati bersama. Keadaan seperti ini dapat mempengaruhi seseorang dalam melakukan pekerjaan yang terlalu sering berbuat salah. Hipotesis 2 :

mengakibatkan

produktivitas

Diduga bahwa konflik memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kinerja pegawai pada kantor kecamatan Kota Bangun kabupaten Kutai Kartanegara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Untuk memperjelas arah dari penulisan skripsi ini, maka penulis memberikan batasan dari variabel yang dibahas, dalam penulisan ini telah dikemukakan secara teoritas dan untuk mempermudah dalam mempelajari pengertian dan bahasan tersebut, maka diperlukan penjabaran dalam bentuk operasionalnya sebagai berikut:

1. Stress kerja (indevenden variable X1) dalam penelitian ini adalah kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi yang dialami oleh pegawai Kecamatan Kota Bangun Kutai Kartanegara, dengan indikator sebagai berikut :

a. Beban kerja yang berlebihan

b. Tekanan dan desakan waktu

c. Umpan balik mengenai pelaksanaan kerja yang tidak memadai

d. Frustasi (semangat kerja menurun)

2. Konflik kerja (indevenden variable X2) dalam penelitian ini adalah suatu interaksi pertentangan yang terjadi pada pegawai dalam menjalankan pekerjaan atau tugas-tugas yang ditentukan oleh camat, dengan indikator sebagai berikut :

a. Penekanan atau pemaksaan pendapat dan persepsi

b. Adanya pertentangan mengenai pekerjaan yang diberikan

c. Komunikasi antar pegawai yang kurang lancar

d. Persaingan kerja

3. Kinerja (devenden variable Y) disini adalah hasil penilaian atasan pegawai atau evaluasi terhadap tugas pegawai atau kejadian-kejadian di tempat kerja (Dharma, 2004 : 355). Indikator dari variabel kinerja pegawai adalah :

a. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau harus dicapai

b. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik atau tidaknya)

c. Ketepatan waktu, yaitu sesuai dengan waktu yang direncanakan/tidak

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah jumlah keseluruhan semua anggota yang diteliti, sedangkan sampel adalah bagian yang diambil dari populasi (Usman. 2000:182). Dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah pegawai yang ada di kantor kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara yang berjumlah 51 orang. Oleh karena populasi sudah diketahui jumlahnya, maka metode yang akan dipakai adalah sensus

Tabel 3.1. Besarnya Populasi No

Bagian/Bidang

3 Kasi pemerintahan

6 orang

4 Kasi PMD

7 orang

5 Kasi Kessos

6 orang

6 Kasi Tramtib

6 orang

7 Kasi Pelayanan Umum

6 orang

8 kasubag Umum

6 orang

9 Kasubag keuangan

6 orang

10 Kasubag kepegawaian

Sumber : Kantor Camat Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara

3.3. Jenis dan Sumber Data

a. Data Primer Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan langsung dari sumbernya

(Warsito, 1995:69). Dalam penelitian ini, data primer diperoleh melalui kuesioner dengan menggunakan skala Likert 1-5 yang diberikan kepada responden, yaitu pegawai yang ada di kantor kecamatan Kota Bangun Kabupaten Kutai Kartanegara. Data yang didapatkan berupa identitas dan persepsi atau pendapat responden tentang stres kerja, konflik kerja dan kinerja pegawai. Selain itu penulis melakukan wawancara dengan beberapa stres kerja,, terkait penelitian.

b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, baik berupa

keterangan maupun literature yang ada hubungannya dengan penelitian yang sifatnya melengkapi atau mendukung data primer (Hadi, 1997: 134). Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip yang tidak dipublikasikan maupun yang dipublikasikan perusahaan secara langsung serta laporan-laporan yang yang berhubungan dengan penelitian ini, berupa data absen, turnover pada karyawan wanita.elain itu data sekunder lain yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah studi pustaka, penelitian terdahulu, literature, dan jurnal yang mendukung penelitian ini.

3.4. Metode Pengambilan Data

a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data sekunder a. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data sekunder

Penulis melakukan pengukuran dengan menggunakan skala Likert untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial dengan menggunakan lima jenjang pilihan jawaban. Ada dua bentuk pertanyaan yang menggunakan Likert yaitu pertanyaan positif untuk mengukur minat positif , dan bentuk pertanyaan negatif untuk mengukur minat negatif. Pertanyaan positif diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1; sedangkan bentuk pertanyaan negatif diberi skor 1, 2, 3, 4, dan 5. Bentuk jawaban skala Likert terdiri dari sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

Pertanyaan satu pertanyaan positif terdapat pada variabel stres (X1) yaitu pada nomor tiga, dan yang lainnya adalah pertanyaan negatif, pada variabel konflik (X2) semua pertanyaan negatif, sedangkan pada variabel kinerja (Y) semua pertanyaan positif

3.5. Analisis Data