INTRODUKSI KEARIFAN LOKAL pdf 1

INTRODUKSI KEARIFAN LOKAL “TOR-TOR” SEBAGAI
IKON BUDAYA SUMUT DI KANCAH NASIONAL HINGGA
INTERNASIONAL

OLEH :
ESTER SURDINA SIMANGUNSONG
FAJAR ANUGRAH TUMANGGOR
TONGAM NADEAK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

INTRODUKSI KEARIFAN LOKAL “TOR-TOR” SEBAGAI IKON BUDAYA
SUMUT DI KANCAH NASIONAL HINGGA INTERNASIONAL

Tari adalah suatu pertunjukan yang melibatkan seluruh elemen masyarakat
sebaga pendukungnya. Tari merupakan warisan budaya leluhur dari beberapa abad
yang lampau. Tari diadakan sesuai dengan kebudayaan setempat dalam konteks
yang berbeda-beda. Tari diadakan untuk upacara-upacara yang berkaitan dengan
adat dan kepercayaan, namun ada juga yang melaksanakannya sebagai hiburan atau

rekreasi. Sistem sosial dan lingkungan alam mempengaruhi bentuk dan fungsi tari
pada suatu komunitas suku dan budaya, tidak terkecuali dengan masyarakat Batak
Toba. Tari dalam kehidupan masyarakat Batak Toba berhubungan erat dengan
upacara adat, upacara ritual, maupun untuk hiburan1.Tari dalam kehidupan
masyarakat Batak Toba disebut tor-tor , sedangkan penari biasa disebut dengan
Panortor . Tor-tor memiliki prinsip semangat kebersamaan, rasa persaudaraan, atau

solidaritas untuk kepentingan bersama.
Dalam kehidupan masyarakat tradisional Batak Toba, tor-tor mempunyai
peranan penting dalam aktivtas kehidupan mereka yang berkaitan dengan
kehidupan spiritual mereka dan juga untuk hubungan sosial kemasyarakatannya.
Tor-tor dilakukan dalam berbagai kegiatan ritual maupun upacara keagamaan dan

juga dapat dipertunjukkan dalam konteks adat. Tor-tor ditarikan sesuai dengan
kedudukan masing-masing warga masyarakat di dalam kehidupan adat masyarakat

1

Dalam Diskusi Tari Tradisi yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta pada Desember
1975, sejumlah ahli tari merumuskan pengertian dasar unsur estetika tari yang meliputi medium

(bahan baku), penggarapan, isi, dan penyajian (Dewan Kesenian Jakarta, 1976: 157). Medium atau
bahan baku tari adalah gerak yang setiap hari kita lakukan. Berdasarkan fungsinya, gerak dapat
dibedakan atas tiga macam, yaitu gerak bermain yang dilakukan untuk kesenangan pelakunya, gerak
bekerja yang dilakukan untuk memperoleh hasil, dan gerak tari yang dilakukan untuk
mengungkapkan pengalaman seseorang atau masyarakat agar dihayati secara estetika oleh penikmat
atau penontonnya. Sebuah gerakan dinilai baik jika tujuan gerak tersebut dapat dipenuhi dengan
efisiensi maksimal dengan usaha yang sekecil-kecilnya, sehingga gerakan tersebut dapat dilakukan
dengan mudah dan terkendali tanpa gerak tambahan yang tidak perlu. Ellfeldt (1976: 136)
menyebutkan bahwa yang melahirkan gerakan-gerakan yang gemulai, anggun, indah adalah
pengendalian tenaga dalam melakukan gerak.

Batak Toba yang disebut sebagai sistem kekerabatan. Sistem ini disebut dengan
Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu terdiri dari Hula-hula (pihak pemberi istri),
Boru (pihak keluarga istri), Dongan Sabutuha (kerabat semarga).

Adat Batak Toba yang dimaksud ialah rangkaian atau tatanan norma-norma
sosial dan religius yang mengatur kehidupan sosial, hubungan manusia dengan
leluhurnya, hubungan vertikal kepada Sang Pencipta, serta pelaksanaan upacaraupacara ritual keagamaan (Purba, 2003: 1). Tor-tor adalah “seni tari dengan
menggerakkan seluruh badan dengan dituntun irama gondang sabangunan (musik
tradisional masyarakat Batak Toba), dengan pusat gerakan pada tangan dan jari,

kaki dan telapak kaki/punggung dan bahu (Malau, 2000: 215). Setiap gerakan pada
tor-tor Batak yang berekspresi disebut urdot. Mangurdot berarti menggerakkan

badan dan anggota tubuh secara ekspresif. Urdot ini dilakukan sesuai dengan
iringan gondang. Gondang dan tor-tor adalah perpaduan bunyi dan gerak tubuh
yang sedang dibawakan. (Lumbantobing, 1968: 120).
Manortor biasanya dilakukan oleh muda-mudi. Tor-tor yang dilakukan oleh

muda-mudi adalah bentuk penyampaian hasrat hati kepada lawan jenisnya, dan
pada dulunya tarian ini dilakukan pada malam bulan purnama. Artinya, aktivitas
manortor ini dilakukan sebagai sarana penyampaian isi batin, baik kepada roh-roh

leluhur maupun kepada orang-orang yang dihormati maupun yang disayangi
(sesama manusia) yang ditunjukkan dalam bentuk tarian. Setelah panjalo gondang
(orang yang meminta gondang dimainkan yang sekaligus juga berperan sebagai
pemimpin kelompok penari) menyerukan untuk manjalo gondang (meminta
gondang) dimainkan, dimulailah gerakan mangurdot seiring dengan bunyi ritme

dari gong (ogung) dan gendang (taganing). Dalam hitungan 2 x 8 atau 3 x 8 dengan
dimulainya bunyi suara sarune (alat tiup berlidang ganda) maka panortor mulai

membuka tangan dan melakukan gerak tor-tor sesuai yang diminta. Urdot selalu
dimulai dengan kaki kanan dalam hitungan untuk memulainya. Kaki kanan itu
melambangkan keberhasilan dari sesuatu hal yang kita kerjakan. Dalam bahasa
Batak biasa disebut dengan parlangka siamun.
Gerak tari sebagai bagian dari seni budaya refleksi dan perwujudan dari
sikap, sifat, perilaku dan perlakuan serta pengalaman hidup masyarakat itu sendiri.

Tarian atau gerak adalah bahasa tubuh yang menggambarkan identitas bangsa atau
daerah. Dalam tarian atau gerak tergambar cita rasa, daya cipta dan karsa dari
sekelompok orang. Tor-tor menggambarkan pengalaman hidup orang Batak dalam
kehidupan keseharian, gembira atau senang, bermenung, berdoa, menyembah,
menangis, bahkan keinginan dan cita-cita maupun harapan tergambar dalam tortor . Tor-tor adalah tarian seremonial yang secara fisik merupakan tarian namun

makna yang lebih dari gerakan-gerakannya menunjukkan tor-tor adalah sebuah
media komunikasi, karena melalui media gerakan yang disajikan terjadi interaksi
antara partisipan upacara (Purba, 2004:64).
Percepatan

arus


globalisasi

yang

semakin

kencang

yang

telah

mengintegrasikan dunia dalam sebuah desa dunia (Marshall McLuhan, 1964)
memiliki dampak terhadap kebudayaan di suatu negara, termasuk juga tor-tor yang
merupakan salah satu kebudaayaan di Indonesia. Arus globalisasi yang semakin
deras secara tidak langsung menepikan nilai-nilai yang terkandung dalam
kebudayaan tor-tor . Pemanfaatan teknologi yang sigap dan tepat oleh suatu bagian
dalam desa dunia akan berhasil mendominasi desa dunia lainnya. Misalnya K-Pop
(dari Korea) yang booming dalam beberapa tahun terakhir telah berhasil menarik
perhatian dunia dan secara tidak langsung mengkooptasi (mencekoki) budaya

murni Indonesia termasuk tor-tor . Dalam hal ini, tor-tor terpinggirkan karena
dianggap tidak menyenangkan dan disajikan dalam suatu konsep yang tidak
dinamis dengan perkembangan zaman (masih terlalu tradisional).
Di sisi lain, kurangnya perhatian pemerintah Indonesia termasuk
pemerintahan daerah setempat dalam pengembangan dan pelestarian tor-tor
menjadi tantangan tersendiri bagi kebudayaan ini. Hal ini dapat dilihat dalam
beberapa tahun terakhir isu tor-tor yang di klaim adalah kebudayaan asli Malaysia
memberikan sinyalmen negatif terhadap eksistensi kebudayaan bangsa Indonesia.
Bukan kali ini saja budaya kita di klaim oleh negara tetangga itu. Masalah tari
Pendet, Kecak dan bahkan lagu rasa Sayang-Sayange, juga diklaim sebagai
kebudayaan mereka.
Semakin kemari, identitas kebangsaan kita mengalami sebuah tantangan
yang kini tidak lagi berada diambang pintu, taji globalisasi yang begitu kuat

mempengaruhi kebudayaan bangsa kita perlahan tapi pasti tidak hanya
menghegemoni kebudayaan bangsa, tetapi juga menjadi sebuah ancaman yang
harus dihadapi dengan sigap, tanggap, dan berkelanjutan. Demikian juga dengan
peran pemerintah pusat dan terkhusus pemerintahan daerah yang belum optimal
dalam mempublikasikan identitas kebangsaan seperti tor-tor ini, juga menjadi salah
satu faktor minimnya antusias pemuda sebagai generasi penerus kebudayaan tortor tersebut.


Padahal, tor-tor mengajarkan banyak hal akan pentingnya edukasi dan
entropi wawasan kebangsaan. Mengapa hal ini kami tekankan? Karena saat ini
negara Indonesia sedang mengalami degradasi persatuan akibat beragam macam
hal yang bisa memecah belah bangsa. Melalui tor-tor , kita diberikan edukasi akan
pentingnya

jiwa

gotong-royong,

kolektifitas

dan

adanya

rasa

senasib-


sepenanggungan dalam bingkai kebhinekaan.
Oleh karena itu, kehadiran sebuah inovasi dalam introduksi kebudayaan tortor

di

kancah

nasional

hingga internasional

sangat

diperlukan

untuk

meminimalisasi pudar atau bahkan punahnya budaya tor-tor itu sendiri.
Pemanfaatan teknologi yang tepat dan terpadu dapat memperkenalkan tor-tor

secara global. Misalnya, pemanfaatan media sosial Facebook menjadi salah satu
alternatif dalam pengenalan budaya tor-tor di kancah nasional dan global. Yang
mana, Indonesia merupakan salah satu negara dengan pengguna Facebook terbesar
di dunia (dengan jumlah 82 juta pengguna), yang dapat menggencarkan publikasi
tor-tor di kancah nasional hingga internasional. Kampanye tor-tor dapat dilakukan

dengan mengunggah video tor-tor ini melalui Facebook.
Selain itu, pemberdayaan peran pemuda sebagai generasi penerus dalam
pengadaan berbagai aktivitas pertunjukan budaya sangat dinantikan. Tanpa
berlebihan, dan tidak ingin menggurui, kami menyarankan kepada pemerintahan
terkait agar budaya tor-tor ini dimasukkan ke kurikulum pendidikan Indonesia,
dengan alasan tor-tor mengandung nilai kolektifitas yang tinggi, yang dipadu oleh
alunan gondang sebagai simbol kebahagiaan dari bangsa Batak sendiri.

Pemerintah perlu menguatkan eksistensi peran mereka dalam merawat
budaya serta memberdayakan masyarakat sesuai dengan amanat Undang-undang
Dasar Tahun 1945 pasal 32 ayat 1 yang mengamanatkan bahwa: ”negara
memajukan kebudayaan nasional Indonesia ditengah peradaban dunia dengan
menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilainilai kebudayaannya”.
Dalam beberapa kesempatan, pada acara penting dalam pemerintahan, kita

dapat melihat penampilan tari tor-tor dijadikan sebagai kegiatan pembuka acara.
Hal ini merupakan suatu kegiatan yang positif dalam pengembangan tor-tor .
Namun, kegiatan ini jarang sekali dilakukan di ranah pemerintahan kita, padahal ini
bisa menjadi salah satu alternatif pengenalan tor-tor kepada khalayak umum.
Kedepannya diharapkan semakin banyak pemerintah yang peduli terhadap hal ini.
Satu hal yang ditekankan disini adalah peranan para stakeholder pemerintahan
dalam mencantumkan penampilan tor-tor dalam agenda acara yang akan mereka
persiapkan .
Selain itu, inovasi lain yang dapat dilakukan adalah diadakannya berbagai
event perlombaan tari tor-tor setiap tahunnya. Walhasil, menimbulkan motivasi dan

ketertarikan

masyarakat untuk belajar tor-tor dan mempersiapkan diri untuk

perlombaan tersebut karena dilakukan secara rutin dan tidak menutup kemungkinan
akan muncul sanggar-sanggar tari tor-tor bukan hanya pada masyarakat Batak,
namun juga menjangkau masyarakat luas. Sehingga yang mempelajarinya pun akan
semakin luas dan semakin beragam. Dan dapat diperkirakan ke depannya, tor-tor
tidak hanya


dibudayakan di

masyarakat Batak itu sendiri namun seluruh

masyarakat Indonesia dan bahkan masyarakat dunia.

DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Dibia, Wayan I Widaryanto, FX Suanda. 2006. Tari Komunal. Lembaga
Pendidikan Seni Nusantara (LPSN). Jakarta.
DJ. Gultom Raja Marpodang. 1987. Dalihan Na Tolu. Medan.
Greetz, Hildred. 1986. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia . Terjemahan
Irwansyah, Harahap. 1990. “Analisis Komparatif Bentuk (Penggarapan) dan
Teknik Permainan dari sebuah Gondang yang disajikan oleh Tujuh
Partaganing.” Skripsi S-1. Universitas Sumatera Utara.
Lumbantobing, M. Andar. 1996. Makna Wibawa Jabatan dalam Gereja Batak.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.
McLuhan, Marshall. 1997. Understanding Media: Extension of A Man. London:
The MIT Press.
Sinaga, Sannur. 2012. “Tortor Dalam Pesta Horja Pada Kehidupan Masyarakat
Batak Toba: Suatu Kajian Struktur Dan Makna .” Skripsi S-2. Universitas
Sumatera Utara.
Zainuddin A. Rahman. Jakarta: Yayasan Ilmu-ilmu Sosial dan FIS-UI.
Sumber Internet :
Eko Huda S. 2012. Giliran Tari Tor-tor Batak Diklaim Malaysia . Diakses dari
http://m.news.viva.co.id/news/read/326095-giliran-tari-tor-tor-batak-diklaimmalaysia, pada tanggal 08 November 2016 pukul 17:31.
Zika Zakiya. 2012. Mengupas Sejarah dan Makna Tari Tor-tor . Diakses dari
http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/06/mengupas-sejarah-dan-maknatari-tor-tor, pada tanggal 08 November 2016 pukul 17:43.

BIODATA PENULIS

Nama lengkap

: Fajar Anugrah Tumanggor

Tempat, tanggal lahir

:Bagan Batu, 11 Juni 1996

NIM

:140906051

Jurusan

: Ilmu Politik

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas

: Universitas Sumatera Utara

Nomor HP

: 082277031394

email

: [email protected]

Nama lengkap

: Ester Surdina Simangunsong

Tempat, tanggal lahir

: Kampung Baru, 30 Oktober 1996

NIM

: 140903108

Jurusan

: Ilmu Administrasi Negara

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas

: Universitas Sumatera Utara

Nomor HP

: 085218664457

email

: [email protected]

Nama lengkap

: Tongam Nadeak

Tempat, tanggal lahir

: Sidikalang, 05 Juli 1995

NIM

: 140903074

Jurusan

: Ilmu Administrasi Negara

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas

: Universitas Sumatera Utara

Nomor HP

: 082165125432

email

: [email protected]