BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI MEDIS 1. Definisi Persalinan Preterm - Fikilhusna BAB II
BAB II A. TINJAUAN TEORI MEDIS
1. Definisi Persalinan Preterm
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan 37 minggu atau kurang. (Wiknjosastro , 2005 ;h.
312).
Persalinan preterm menurut WHO adalah lahirnya bayi sebelum kehamilan berusia lengkap 37 minggu.(Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009; h. 7). Persalinan preterm dapat diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai pendataran dan atau dilatasi serviks serta turunnya bayi pada wanita hamil yang lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari pertama haid terakhir.(Oxorn H, 2010; h. 581).
Persalinan preterm adalah persalinan yang dimulai setiap saat setelah awal minggu gestasi ke-20 sampai akhir minggu gestasi ke- 37.(Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC, 2008 ; h. 782).
2. Faktor Predisposisi
a. Status perkawinan Persalinan preterm pada ibu yang menikah tidak resmi / sah meningkat pada semua golongn etnik dan semua golongan usia ibu.
Penyebab pasti belum diketahui, berkaitan dengan faktor psikososial (kecemasan,stres), dukungan lingkungan dan faktor sosio-ekonomi. Di
10 USA 40% persalinan preterm terjadi pada ibu-ibu yang tidak menikah, dunia lain, hubungan pasangan hidup bersama di luar nikah meningkat dan meningkatkan kejadian persalinan preterm. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.51-52 )
b. Riwayat persalinan preterm Riwayat kelahiran preterm sangat berkolerasi dengan persalinan preterm berikutnya. Risiko kelahiran preterm berulang bagi mereka yang kelahiran pertamanya preterm meningkat tiga kali lipat di banding dengan wanita yang bayi pertamanya mencapai aterm. ( Cuningham GF, 2006 ; h. 776).
c. Pertambahan Berat Badan selama kehamilan yang tidak adekuat dan Indeks Masa Tubuh
Berat Badan (BB) sebelum hamil merupkan perilaku, tetapi berhubungan dengan pola makan/diet, oleh karena itu dimasukkan dalam faktor kebiasaan. Bukti menunjukkan bahwa Berat Badan sebelum hamil rendah berhubungan dengan kejadian persalinan preterm.
Kenaikan berat badan selama hamil dan Indeks Masa Tubuh sebelum hamil juga berhubungan dengan kejadian prematuritas.
Berkowitz dan Papiernik (1993) mendapatkan hubungan antara persalinan preterm dengan pertambahan berat badan selama hamil yang rendah, wanita yang tidak obese dengan risiko relatif antara 1,5 – 2,5. Ibu dengan Indeks Masa Tubuh rendah (< 19,8) dan kenaikan berat badan selama hamil <0,5 kg/minggu akan meningkatkan risiko kejadian persalinan preterm 3 kali lipat dibandingkan dengan ibu selama hamilnya rendah. Pertambahan berat badan selama kehamilan tidak hanya karena naiknya kalori atau deposit lemak, tapi juga akibat retensi cairan, hal ini menyebabkan hidrasi penting dalam upaya menurunkan persalinan preterm. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 48-49).
d. Pekerjaan Ibu Kejadian persalinan preterm lebih rendah pada ibu hamil yang bukan pekerja dibangdingkan dengan ibu pekerja yang hamil.
Pekerjaan ibu dapat meningkatkan kejadian persalinan preterm baik melalui kelelahan fisik atau stres yang timbul akibat pekerjaanya. Jenis pekerjaan yang berpengaruh terhadap peningkatan kejadian prematuritas adalah bekerja terlalu lama, pekerjaan fisik berat, dan pekerjaan yang menimbulkan stres seperti berhadapan dengan konsumen atau terlibat dengan masalah uang/kasir.
Ibu hamil yang bekerja sering dianggap merepotkan dan sering diminta segera mengambil cuti agar tidak mengganggu kelancaran pekerjaannya. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; 46-47).
Menurut Cuningham, faktor pekerjaan ibu juga mempengaruhi persalinan preterm ( Cuningham GF, et al , 2006 ; p.771 ).
e. Pola kebutuhan sehari-hari Ibu hamil yang perokok dan peminum alkohol
Merokok dalam kehamilan mempunyai hubungan yang kuat dengan kejadian solutio plasenta, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dan kematian janin. Akibat langsung terhadap persalinan preterm akhir kehamilan. Pada ibu yang berhenti merokok segera setelah hamil atau pada trimerster pertama, tidak didapatkan hasil persalinan yang buruk.
Risiko persalinan preterm pada perokok meningkat sebanyak 1,2 kali. Akibat merokok aktif tidak jauh berbeda dengan merokok pasif selama kehamilan. Wanita hamil yang merokok pasif (suaminya perokok atau bekerja di lingkungan perokok) akan mengalami sulit tidur, tidur kurang nyenyak dan rasa sulit beernafas dibandingkan ibu hamil yang tidak terpapar asap rokok.
Pemakaian alkohol semasa kehamilan mempunyai hubungan erat dengan gangguan pertumbuhan dan cacat janin, demikian juga dengan kejadian persalinan preterm. Marijuana dan kokain merupakan obat-obatan yang banyak diteliti dan dihubungkan dengan kejadian prematuritas.
Pemakai kokain mempunyai kemungkinan prematuritas dua kali lebih tinggi. Meskipun disebutkan penyebabnya adalah vasokontriksi, masih harus dipikirkan apakah benar hanya hal itu yang berhubungan dengan persalinan preterm. Pertama karena ibu hamil pemakai Narkotika, Psikotropika dan zat aditif lainnya biasanya juga peminum alkohol, yang sering mempunyai masalah lain seperti infeksi atau nutrisi yang buruk; kedua, perkiraan memakai kokain bisa lain dengan memang memakai kokain, termasuk cara pemakainnya. Terbukti perilaku dapat diubah, sehingga dapat menurunkan angka kejadian preterm, tetapi kebenaran data sulit diperoleh, karena pada umumnya pada pemakai narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya atau alkohol. (Sofie RK , Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; 47-48)
f. Faktor nutrisi ibu Berat badan sebelum hamil rendah ; pertambahan berat badan kurang dari 10 pon pada minggu ke-20 gestasi ; berat badan turun ; asupan protein dan kalori yang tidak adekuat. ( Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC, 2008 ; h. 782 )
g. Sosial ekonomi Perbedaan kejadian persalinan preterm berdasarkan kondisi sosio
- ekonomi telah lama diketahui,yang pada umumnya dengan tingkat sosio-ekonomi yang cukup baik. Hal ini berkaitan dengan faktor-faktor lain yang dapat terjadi pada kondisi tersebut seperti kecenderungan untuk hamil pada usia muda, tidak menikah, mengalami lebih banyak stres nutrisi yang kurang, tidak dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan,merokok atau pemakaian obat-obatan narkotika, dan kekerasan fisik ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.52 ).
Ras bukan kulit putih ; perbedaan antara angka kelahiran prematur untuk orang berkulit hitam dan berkulit putih tetap ada walaupun status sosioekonomi bukan merupakan suatu faktor risiko. Hal ini menggambarkan fakta bahwa wanita berkulit putih yang saat ini digolongkan dalam kelas menengah, dikandung dan dibesarkan dalam kemiskinan ; kemungkinan dampak kumulatif kemiskinan dari generasi ke generasi yang berada dalam kemiskinan dan kemungkinan peningkatan angka berat badan lahir rendah pada wanita berkulit hitam dalam kelas ekonomi menengah. ( Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC, 2008 ; h. 782 )
h. Faktor psikis 1) Kecemasan dan Depresi
Penelitian awal tentang pengaruh psiksosial terhadap kejadian persalinan kurang bulan, yaitu mengenai kecemasan dan depresi pada ibu, dilakukan oleh Gorsuch dan Key. Mereka menyatakan bahwa sulit untuk memisahkan faktor tingkat kecemasan dengan faktor depresi. Dari 11 penelitian prospektif yang menghubungkan antara tingkat kecemasan ibu dengan kejadian persalinan preterm, ternyata 9 penelitian menyimpulkan adanya hubungan antara kecemasan dengan gangguan pertumbuhan janin, bukan dengan usia kehamilan.
Dole dkk, membuat skoring risiko dari berbagai faktor kecemasan dan menemukan hanya ibu hamil yang mengalami kecemasan disertai dengan kenaikan berat badan tidak adekuat yang berhubungan dengan kejadian persalinan preterm. Di Indonesia belum ada penelitian nasional (multisenter) yang menghubungkan kecemasan dan depresi terhadap usia kehamilan. 2) Stres
Stresor adalah rangsangan eksternal atau internal yang memunculkan gangguan pada keseimbangan hidup individu. Karenanya, secara sederhana sters dapat didefinisikan sebagai Stres merupakan suatu keadaan yang menuntut pola respons individu, karena peristiwa atau rangsangan yang hal tersebut mengganggu keseimbangannya. Stres ditampilkan antara lain dengan meningkatnya kegelisahan, ketegangan, kecemasan, sakit kepala, ketegangan otot, gangguan tidur, meningkatnya tekanan darah, cepat marah, kelelahan fisik, atau perubahan nafsu makan.
Stres pada ibu dapat meningkatkan kadar katekolamin dan kortisol yang akan mengaktifkan plasental corticotrophin releasing
hormone dan mempresipitasi persalinan melalui jalur biologis.
Stres juga mengganggu fungsi imunitas yang dapat menyebabkan reaksi inflamasi atau infeksi intraamnion dan akhirnya merangsang proses persalinan. Moutaqin, membuktikan bahwa stres yang berhubungan dengan kejadian prematuritas adalah adanya peristiwa kematian, keluarga yang sakit, kekerasan dalam rumah tangga, atau masalah keuangan. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.45-46 ) i. Penyakit Medis dan Keadaan Kehamilan
Penyakit ibu, kondisi dan pengobatan medis akan mempengaruhi keadaan kehamilan dan dapat berhubungan atau meningkatkan kejadian persalinan preterm. Penyakit sistemik terutama yang melibatkan sistem peredaran darah, oksigenasi atau nutrisi ibu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi plasenta yang akan mengurangi nutrisi oksigen bagi janin. Penyakit-penyakit tersebut menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dalam rahim dan meningkatkan kejadian kematian.
Penyakit-penyakit pada ibu yang diketahui menyebabkan persalinan preterm adalah : Hipertensi kronis dan hipertensi dalam kehamilan. Hipertensi menyebabkan pertumbuhan janin terhambat sehingga menyebabkan persalinan preterm. Diabetes pregestasional dan gestasional ( Sofie RK , Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.56 – 57 ).
Kondisi kehamilan ibu yang dapat meningkatkan kejadian persalinan preterm adalah : hidramnion karena kelebihan cairan amniotik sebesar 2000ml, terjadi sekitar 10 kali lebih sering dalam kehamilan diabetik. Hidramnion menyebabkan distensi uterus yang berlebihan, meningkatkan risiko ruptur membran yang prematur dan persalinan premetur, anemia berat ( Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005 ; h. 703 ). j. Perdarahan antepartum
Pada solusio plasenta terlepasnya plasenta akan merangsang untuk terjadi persalinan preterm, meskipun sebagian besar (65%) terjadi pada aterm. Pada pasien dengan riwayat solusio plasenta maka kemungkinan terulang menjadi lebih besar yaitu 11% ( Varney H, Kriebs MJ, Gegor LC, 2008 ; h. 783 ).
Pada plasenta previa sering kali berhubungan dengan persalinan preterm akibat harus dilakukan tindakan pada perdarahan yang banyak. Bila telah terjadi perdarahan banyak maka kemungkinan kondisi janin kurang baik karena hipoksia ( Mochtar R, 2002 ; h. 274).
Perdarahan antepartum karena plasenta previa dapat koagulum darah pada serviks. Selain itu jika banyak plasenta yang lepas, kadar progesteron turun dan dapat terjadi his, juga lepasnya plasenta sendiri dapat merangsang his ( Wiknjosastro, 2005 ; h. 365).
3. Etiologi
Pada persalinan preterm belum dapat diketahui secara pasti, beberapa faktor etiologi : a. Interval kehamilan
Beberapa penelitian membuktikan terdapatnya hubungan terbalik antara interval kehamilan ( jarak antara persalinan terakhir sampai awal kehamilan berikutnya ) dengan kejadian persalinan preterm.
Risiko mengalami persalinan preterm <32 minggu akan meningkat 30-90% pada ibu yang mempunyai interval kehamilan <6 bulan dibandingkan dengan ibu yang mempunyai interval kehamilan >12 bulan. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 54 ).
b. Usia ibu Penyulit pada kehamilan akan lebih tinggi dibandingkan pada kurun waktu reproduksi sehat yaitu pada wanita hamil yang berumur
20-35 tahun. Karena pada wanita hamil yang berumur kurang dari 20 tahun disebabkan belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan janin ( Cuningham Gf, et al, 2006 ; p.771 ).
Kehamilan remaja yang berusia < 20 tahun, terutama yang secara riwayat ginekologis juga muda (remaja yang mendapatkan haid pertamanya <2 tahun sebelum kehamilannya) akan meningkatkan Wanita usia >35 tahun juga meningkat risikonya untuk mengalami persalinan preterm. Astolfi dan Zonta mendapatkan 64% peningkatan persalinan preterm pada wanita yang berusia 35 tahun atau lebih, terutama pada kehamilan pertama (primi tua). Alasan peningkatan ini belum diketahui, masih perlu penelitian lebih lanjut untuk menjelaskan hubungan kejadian ini ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.51 )
c. Kehamilan kembar Kehamilan kembar merupakan penyebab persalinan prematur yang penting. Rata-rata kehamilan kembar dua hanya mencapai usia kehamilan 35 minggu, sekitar 60 % mengalami persalinan prematur pada usia kehamilan 32 minggu sampai < 37 minggu dan 12 % terjadi persalinan sebelum usia kehamilan 32 minggu. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 54 ).
d. Riwayat ketuban pecah dini Risiko persalinan preterm pada ibu dengan riwayat Ketuban
Pecah Dini saat kehamilan <37 minggu (PPROM, preterm premeture
rupture of membrane) adalah 34,44%, sedangkan risiko untuk
mengalami PPROM kembali sekitar 16-32%.( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 53-54 ).
e. Inkompetensi Serviks Hal ini juga mungkin menjadi penyebab abortus selain partus preterm, riwayat tindakan terhadap serviks dapat di hubungkan dengan terjadinya inkompeten. Mc Donals menemukan 59 % pasiennya Demikian pula Chamberlain dan Gibbings yang menemukan 60 % dari pasien serviks inkompetens pernah mengalami abortus spontan dan 49 % mengalami pengakhiran kehamilan pervaginam. ( Sujiyatini, Mufdlilah, Asri H, 2009 ; h. 42 ).
4. Patofisiologi
Patologi over distensi Pendarahan desidua Penyebab Fetal Inflamasi/Infeksi uterus
Abruptia plasenta -
-
distress Didalam ketuban Kehamilan kembar- - Thrombophilias Stress Servik / desidua - -
-
-- Kondisi
- - Uterus abnormal psikologys
Desidua dan Fetal membranes
Protein urine
Polyhidramnion - Sistemik
Prostaglandin selain uterotonika Pembukaan serviks
Kontraksi uterus
Persalinan Preteim Keterangan : Menyebabkan
Gambar 1 Patofisiologi persalinan preterm, Diterjemahkan dari : (Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ;h. 29 ).
5. Tanda dan Gejala
Penilaian klinik Kriteria persalinan prematur antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan adanya pengeluaran lendir kemerahan atau cairan pervaginam dan diikuti salah satu berikut : 1) Pada periksa dalam
a) Pendataran 50-80 % atau lebih 2) Pembukaan 2 cm atau lebih.
3) Mengukur panjang serviks dengan vaginal probe USG
a) Panjang serviks kurang dari 2 cm pasti akan terjadi persalinan prematur.
b) Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan prematur.
(Saefudin AB, 2006; h. 301).
a. Tanda dan gejala persalinan prematur 1) Kram seperti nyeri haid (mungkin sulit dibedakan dengan nyeri pada ligamentum teres uteri.
2) Nyeri tumpul pada pinggang (berbeda dari nyeri pinggang yang biasa terjadi pada kehamilan).
3) Nyeri atau tekanan suprapubis (mungkin sulit dibedakan dengan gejala infeksi saluran kemih).
4) Sensasi tekanan atau terasa berat pada panggul. kental, lebih encer, encer, bercampur darah, cokelat, bening ).
6) Diare 7) Kontraksi uterus tidak terpalpasi (sangat nyeri atau tidak nyeri) yang dirasakan lebih sering dari 10 menit sekali selama satu jam atau lebih dan tidak kunjung reda setelah berbaring.
8) Ketuban pecah dini. ( Varney H, 2004 ; h. 784)
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan HB Yaitu untuk mengetahui apakah pasien mengalami anemia atau tidak, ini berhubungan dengan persalinan preterm, Hb normal adalah
11gr %.( Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S, 2001 ; h.274 ).
2) Pemeriksaan Protein Urin Yaitu dilakukan untuk mengetahui preeklampsi. (Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S , 2001 ; h. 270).
3) USG dan letak plasenta. (Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S , 2001 ; h.274 ). 4) Amniosentesis untuk melihat kematangan beberapa organ janin, seperti rasio lesitin sfingomielin, surfaktan dll.
(Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S , 2001 ; h. 274).
7. Diagnosa Klinik
Diagnosa persalinan preterm ditetapkan jika pada usia kehamilan antara 20 minggu hingga 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari.
a. Kontraksi uterus (his) teratur, pastikan dengan pemeriksaan inspekulo adanya pembukaan dan servisitis.
b. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50- 80%, atau sedikitnya 2 cm.
c. Selaput ketuban seringkali telah pecah
d. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa tekanan intrapelvik dan nyeri bagian belakang e. Mengeluarkan lendir pervaginam, bercampur darah.
f. Tes fibronektin janin positif (fFn) Sering kali sulit untuk menentukan apakah seorang wanita mengalami iritabilitas uterus atau benar-benar mengalami gejala persalinan preterm. Hasil fFn negatif memberikan kepastian 99,2% bahwa kelahiran tidak akan terjadi dalam kurun waktu dua minggu.
( Kriebs JM, Gegor LC, 2009 ; h. 389).
8. Diagnosa Banding
rahim yang reguler dengan inteval tiap 8-10 menit, disertai dengan perubahan serviks. Hal ini berbeda dengan iritabilitas rahim yang ditandai dengan adanya rasa sakit karena kontraksi, tidak disertai dengan perubahan serviks berupa pemendekan atau pembukaan serviks.
Adanya kontraksi Braxton-Hicks adalah biasa pada kehamilan tanpa komplikasi sampai aterm yang sulit dibedakan dengan kontraksi persalinan. Dilaporkan bahwa 26% dari semua wanita hamil mengalami kontraksi sebelum usia kehamilan 37 minggu dan di anggap mempunyai risiko relatif untuk mengalami persalinan preterm pada usia kehamilan 18-36 minggu. Tetapi berbeda wanita hamil dengan risiko persalinan preterm kadang-kadang tidak mengalami episode kontraksi. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 124).
9. Komplikasi
Ibu setelah persalinan preterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomi. Bayi-bayi preterm memiliki risiko infeksi neonatal lebih tinggi ; Morales (1987) menyatakan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang menderita amnionitis memiliki risiko mortalitas 4 kali lebih besar, dan risiko distres pernafasan, sepsis neonatal, dan perdarahan intraventrikuler 3 kali lebih besar. ( Wiknjosastro H, 2007 ; h.316).
10. Pencegahan
kerugian kelahiran preterm atau berat lahir rendah. Masyarakat diharapkan untuk menghindarkan faktor risiko di antaranya ialah dengan menjarangkan kelahiran menjadi lebih dari 3 tahun, menunda usia hamil sampai 22-23 tahun dan sebagainya.
b. Menggunakan kesempatan periksa hamil dan memperoleh pelayanan antenatal yang baik.
c. Mengusahakan makan lebih baik pada masa hamil agar menghindarkan kekurangan gizi dan anemia.
d. Menghindari kerja berat selama hamil. Dalam hal ini diperlukan peraturan yang melindungi wanita hamil dari sangsi pemutusan hubungan kerja. ( Wiknjosastro H, 2007 ; h. 315).
11. Tindakan Umum
a. Dilaksanakan perawatan prenatal, diet, pemberian vitamin dan penjagaan hygiene.
b. Aktivitas (kerja, perjalanan, coitus) dibatasi pada pasien-pasien dengan riwayat partus prematurus.
c. Penyakit-penyakit panas yang akut harus diobati secara aktif dan segera.
d. Keadaan seperti toksemia dan diabetes memerlukan kontrol yang seksama.
e. Tindakan pembedahan abdomen yang elektif dan tindakan operatif gigi yang berat harus ditunda.
Tindakan Khusus tidur sejak minggu ke-28 hingga minggu ke-36 atau ke-38.
b. Fibromyoma uteri, kalau memberikan keluhan, dirawat dengan istirahat di tempat tidur dan analgesia. Pembedahan sedapat mungkin dihindari.
c. Plasenta previa dirawat dengan istirahat total dan transfusi darah untuk menunda kelahiran bayi sampai tercapai ukuran yang viabel.
Tentu saja perdarahan yang hebat memerlukan pembedahan segera.
d. Inkompetensi cervix harus dijahit dalam bagian pertama trimester kedua selama semua persyaratannya terpenuhi.
e. Sectio caesarea elektif dan ulangan hanya dilakukan kalau kita yakin bahwa bayi sudah cukup besar. Bahaya pada pembedahan yang terlalu dini adalah kelahiran bayi kecil yang tidak bisa bertahan hidup.
f. Obat-obat dapat digunakan untuk menghentikan persalinan.
(Oxorn H, Forte RW, 2010 ; h. 582-83).
12. Prognosis
a. Prematuritas dewasa ini merupakan faktor yang paling sering terjadi yang terkait kematian dan morbiditas bayi. Sebagian besar bayi yang meninggal dalam 28 hari pertama mempunyai bobot yang kurang dari 2.500 gram pada saat lahir.
b. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi-bayi prematur.
c. Gangguan respirasi menyebabkan 44% kematian yang terjadi pada umur kurang dari 1 bulan. Jika berat bayi kurang dari 1.000 gram, angka kematian naik menjadi 74%. d. Karena lunaknya tulang tengkorak dan immaturitas jaringan otak,
e. Perdarahan intracranial lima kali lebih sering pada bayi prematur dibandingkan pada bayi aterm. Kebanyakan keadaan ini terjadi akibat anoksia.
f. Cerebral palsy lebih sering dijumpai pada bayi-bayi prematur.
g. Prognosis untuk kesehatan fisik dan intelektual pada bayi berat badan lahir rendah belum jelas sekalipun telah dilakukan sejumlah penyelidikan. Tampaknya terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi-bayi prematur (meskipun banyak orang- orang jenius dilahirkan sebelum aterm. ( Oxorn H, Forte RW, 2010 ; h. 589-90 ).
Pada pusat pelayanan yang maju dengan fasilitas yang optimal, bayi yang lahir dengan berat 2.000-2.500 gram mempunyai harapan hidup lebih dari 97%. 1.500-2.000 gram lebih dari 90%, dan 1.000- 1.500 gram sebesar 65-80%. ( Arief M, Kuspuji T, Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S, 2001 ; h. 275 ).
13. Penatalaksanaan
a. Pematangan fungsi paru Sebelum persalinan paru-paru penuh dengan cairan yang mengandung konsentrasi garam yang tinggi, sedikit protein, sedikit mukus dari kelenjar bronkus, dan surfaktan dari sel alveoli tipe II. Jumlah surfaktan terus meningkat, terutama 2 minggu sebelum persalinan.
Kortikosteroid Profilaksis
random, pemberian kostikosteroid antenatal secara signifikan menurunkan kejadian Respiratory distress syndrome (RDS) neonatal dan kematian neonatal.
Efek glukokortikoid terhadap paru-paru janin adalah menstimulasi biosintesis fosfatidikholin.
Betametason adalah kortikosteroid pilihan utama untuk pematangan paru-paru. Dosis yang digunakan adalah 12miligram intramuskuler, sebanyak 2 dosis. Obat lain yang sering digunakan adalah deksametason 6 miligram intramuskuler sebanyak 4 dosis.
Metaanalisis yang dilakukan oleh Crowle, betametason dan deksametason mempunyai efektifitas yang sama dalam mencegah
Respiratory distress syndrome.( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h. 166-167).
Thyrotropin releasing hormone 400 ug intravena, akan
meningkatkan kadar tri-iodothyronine yang dapat meningkatkan produksi surfaktan. Suplemen inositol, karena inositol merupakan komponen membran fosfolipid yang berperan dalam pembentukan surfaktan.( Sujiyatini, Mufdlilah, Asri H, 2009 ; h. 45 ).
b. Pemberian Antibiotika
Pemberian antibiotika pada persalinan tidak dianjurkan karena
terbukti tidak dapat meningkatkan luaran persalinan. Pada ibu dengan ancaman persalinan prematur dan terdeteksi adanya vaginosis bakterial, pemberian klindamisin (2 kali 300 mg sehari selama 7 hari ) atau metronidazol (2 kali 500 mg sehari selama 7 minggu.
Pada persalinan prematur yang disertai dengan pecahnya ketuban, pemberian antibiotika terbukti menurunkan kejadian korioamnionitis (RR 0,57 pada metaanalisis Cochrane) dan memperpanjang usia kehamilan. Juga terdapat bukti keuntungan pemberian antibiotika pada neonatus yakni menurunnya kejadian infeksi, pemakaian surfaktan, terapi oksigen dan kebutuhan pemeriksaan USG sebelum bayi keluar dari rumah sakit. Saat ini terbukti pemberian co-amoxiclav dapat meningkatkan enterokolitis nekrotikans sehingga pemberiannya tidak dianjurkan. Antibiotik yang direkomendasikan adalah eritromisin. ( Sofie RK, Jusuf SE, Adhi P, 2009 ; h.137).
Mercer dan Arheart (1995) menunjukkan bahwa pemberian antibiotika yang tepat dapat menurunkan angka kejadian korioamnionitis dan sepsis neonatorum. Diberikan 2 gram ampicillin intravena tiap 6 jam sampai persalinan selesai. Peneliti ini memberikan antibiotika kombinasi untuk kuman aerob maupun anaerob. Yang terbaik bila sesuai dengan kultur dan tes sensitivitas.
Setelah itu dilakukan deteksi dan penanganan terhadap faktor risiko persalinan preterm, bila tidak ada kontra indikasi , diberi tokolitik.
(Sujiyatini, Mufdlilah, Asri H, 2009 ; h. 45). c. Pemberian Tokolitik 1) Memenuhi kriteria persalinan preterm 2) Pembukaan serviks kurang dari 4 cm 3) Usia kehamilan kurang dari 34 minggu.
Tokolisis adalah penggunaan obat-obatan untuk menghambat kontraksi uterus. Obat yang digunakan sangat toksik dan dapat menimbulkan efek samping yang membahayakan ibu dan janin. Obat yang paling sering digunakan adalah agonis beta- adrenergik (betamimetik) terbutalin, dan magnesium sulfat. Indometasin adalah obat yang paling sering digunakan sebagai inhibitor sintesis prostaglandin dan lebih efektif dalam menghambat kontraksi uterus daripada obat betamimetik apa pun.
Penelitian menunjukkan bahwa tokolisis memperlama kehamilan untuk waktu yang singkat, yaitu maksimal 24 hingga 48 jam, dan pada beberapa kasus mencapai tiga hingga tujuh hari. (Varney H,Kriebs MJ, Gegor LC, 2010 ; h. 392)
a. Peran bidan sebagai tugas mandiri dalam persalinan preterm adalah : 1) Menanyakan kepada ibu Hari pertama haid terakhir 2) Memberi konseling pada ibu dan menganjurkan ibu supaya berbaring dengan miring kekiri untuk mempercepat proses dilatasi serviks. 3) Merujuk pasien. b. Peran bidan dalam kolaborasi dengan dokter obgyn Misalnya dengan betamethasone 12 mg Intramuskuler 2 kali dalam 24 jam. Atau dexametason 5 mg tiap 12 jam intramusluler sampai 4 dosis. ( Sujiyatini, Mufdlilah, Asri H, 2009 ; h. 45).
2) USG Dilakukan untuk mengetahui Taksiran berat janin, posisi janin, dan letak plasenta. ( Arief M, Kuspuji T,Rakhmi S, Wahyu IW, Wiwiek S, 2001 ; h.274 ). 3) Letak plasenta perlu dikaji untuk antisipasi persalinan dengan seksio sesarea).
4) Dengan fasilitas dan tenaga kesehatan yang mampu menangani calon bayi terutama adanya neonatologis, bila perlu dirujuk. ( Saefudin AB, 2006 ; h. 302 ).
14. Penatalaksanaan Intrapartum
Asuhan kebidanan selama persalinan preterm :
1. Asuhan Persalinan Normal
I. Mengenali gejala dan tanda kala II
1. Mendengar, melihat dan memeriksa gejala dan tanda kala dua a) Ibu merasa ada dorongan kuat dan meneran
b) Ibu merasakan regangan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina c) Perineum tampak menonjol
II. Menyiapkan pertolongan persalinan
2. Pastikan kelengkapan peralatan, bahan, dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan penatalaksanaan komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia yaitu menyiapkan perlengkapan resusitasi bayi baru lahir.
a) Menggelar kain di atas perut ibu, tempat resusitasi, ganjal bahu bayi dan baju bayi b) Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam partus set, vitamin K dan salep mata. Peralatan yang harus tersedia adalah :
a) Partus set (di dalam wadah stenlis yang berpenutup) : 1) 2 kem kelly atau 2 klem kocher; 2) Gunting tali pusat; 3) Benang tali pusat atau klem plastik; 4) Kateter nelaton; 5) Gunting episiotomi; 6) Alat pemecah selaput ketuban atau klem setengah kocher; 7) 2 pasang sarung tangan DTT atau steril; 8) Kassa atau kain kecil (untuk membersihkan jalan nafas bayi); 9) Gulungan kapas basah (menggunakan air DTT);
10) Tabung suntik 2,5 ml atau 3 ml dengan jarum IM 11) Kateter penghisap de lee (penghisap lendir) atau bola karet penghisap yang baru dan bersih; 12) 4 kain bersih (bisa disiapkan oleh keluarga); 13) 3 handuk atau kain untuk mengeringkan dan menyelimuti bayi (bisa disediakan oleh keluarga).
Bahan-bahan yang harus tersedia pada setiap persalinan adalah : a) Partograf (halaman depan dan belakang);
b) Catatan kemajuan persalinan atau KMS ibu hamil;
c) Termometer;
d) Pita pengukur;
e) Doppler
f) Jam yang mempunyai jarum detik;
g) Stetoskop;
h) Tensimeter; i) Sarung tangan pemeriksaan bersih 5 pasang.
Benda-benda yang harus tersedia pada setiap persalainan adalah : a) Sarung tangan DTT atau steril (5 pasang);
b) Sarung tangan rumah tangga (1 pasang);
c) Larutan klorin (bayclin 5,25% atau setara);
d) Perlengkapan pelindung pribadi : masker, kacamata, dan alas kaki yang tertutup; e) Sabun cuci tangan;
g) Sikat kuku dan gunting kuku;
h) Celemek plastik atau gaun penutup; i) Lembar plastik untuk alas tempat tidur ibu saat persalinan; j) Kantong plastik (untuk sampah); k) Sumber air bersih yang mengalir; l) Wadah untuk larutan klorin 0,5% (bisa disediakan oleh keluarga); m) Wadah untuk air DTT (bisa disediakan oleh keluarga).
Obat-obatan dan perlengakapan untuk asuhan rutin dan penatalaksanaan / penanganan penyulit : a) 8 ampul oksitosin, 1 ml oksitosin sama dengan 10 U
(atau 4 ampul oksitosin 2 ml U/ml) (simpan didalam lemari pendingin dengan suhu 2-8 derajat C); b) 20 ml lidokain 1% tanpa epinefrin atau 10 ml lidokain
2% tanpa epinefrin dan air steril atau cairan garam fisiologis (NS) 500 ml; c) Selang infus;
d) 2 kanula IV no. 16-18 G;
e) 2 ampul metil ergometrin maleat (disimpan di dalam suhu 2-8 derajat C); f) 2 vial larutan magnesium sulfat 40% (25g); g) 6 tabung suntik 2,5-3 ml steril, sekali pakai dengan
h) 2 tabung suntik 5 ml steril, sekali pakai dengan jarum
IM; i) 1 10 ml tabung suntik steril, sekali pakai dengan jarum
IM ukuran 22, panjang 4 cm atau lebih; j) 10 kapsul/kaplet Amoksilin/Ampisilin 500 mg atau Amoksilin/Ampisilin IV 2g.
Perlengkapan resusitasi bayi baru lahir :
a) Balon resusitasi dan sungkup no. 0 dan 1;
b) Lampu sorot; c) Tempat resusitasi.
Perlengkapan hecting set dan peralatan untuk bayi adalah :
a) Set jahit;
b) 1 tabung suntik 10 ml steril, sekali pakai dengan jarum
IM ukuran 22, panjang 4 cm atau lebih;
c) Pinset sirurgis dan pinset anatomis;
d) Pegangan jarum / nalpuder;
e) 2-3 jarum jahit tajam (ukuran 9 dan 11);
f) Benang chromic (satu kali pemakaian) ukuran 2,0 atau 3,0;
g) 1 pasang sarung tangan DTT atau steril;
h) 1 dok steril i) 1 bak instrumen untuk tempat hecting set; j) Salep mata 1% untuk bayi. bot, dan masker.
4. Lepaskan dan simpan semua perhiasan yang dipakai,cuci tangan 7 langkah dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan kering.
5. Pakai sarung tangan DTT untuk periksa dalam
6. Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik (gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik).
III. Memastikan pembukaan lengkap dan keadaan janin baik
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang dibasahi air DTT .
a) Jika introitus vagina, perineum atau anuss terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama dari arah depan ke belakang
b) Buang kapas atau kassa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia c) Ganti sarung tangan jika terkontaminasi
(dekontaminasi, lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5%.
8. Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap. a) Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan
9. Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Periksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 120-160 kali per menit ).
a) Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
b) Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian.
IV. Menyiapkan ibu dan keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran.
11. Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya.
a) Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedoman penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada b) Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
12. Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13. Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran : a) Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif b) Dukung dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai c) Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama)
d) Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi
e) Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu f) Beri cukup asupan cairan peroral (minum)
g) Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selesai
14. Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit
V. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15. Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm
16. Letakkan kain bersih yang dilipat sepertiga bagian di
17. Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
VI. Pertolongan kelahiran bayi Lahirnya kepala
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan sambil bernafas cepat dan dangkal.
20. Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan lanjutkan proses kelahiran bayi.
a) Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi b) Jika tali pusat melilit secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong diantara dua klem tersebut.
21. Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahirnya bahu
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang. Lahirnya badan dan tungkai
23. Setelah kedua bahu lahir, geser tangan ke bawah kearah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dengan ibu jari dan jari- jari lainnya).
VII. Penanganan bayi baru lahir
25. Lakukan penilain (selintas)
a) Apakah bayi menangis kuat dan /atau bernafas tanpa kesulitan? b) Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap- megap segera lakukan tindakan resusitasi (langkah 25 ini berlanjut ke langkah-langkah prosedur resusitasi bayi baru lahir dengan asfiksia).
26. Lakukan manajemen resusitasi ketuban bercampur
a) Bayi tidak bernapas / bernapas megap-megap, buka mulut bayi lebar, usap mulut dan isap lendir, potong tali pusat dengan cepat, tidak diikat dan tidak dibubuhi apapun, dilanjutkan dengan langkah awal.
Langkah awal ;
b) Selimuti dengan handuk atau kain yang diletakkan di atas perut ibu, bagian muka dan dada bayi tetap terbuka
c) Letakkan bayi di tempat resusitasi
d) Posisikan kepala bayi pada posisi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi dengan mengatur tebal handuk atau kain ganjal bahu yang telah disiapkan
e) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut sedalam kurang dari 5 cm dan kemudian hidung bayi sedalam kurang dari 3 cm
f) Keringkan bayi (dengan sedikit tekanan) dan gosok- gosok dada / perut / punggung bayi sebagai rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan. Ganti kain yang basah dengan kain yang kering. Selimuti bayi dengan kain kering. Biarkan muka dan dada terbuka g) Meroposisikan kepala bayi dan nilai kembali usaha napas
(1) Bila menangis kuat atau bernapas spontan, (2) Bila tetap tidak bernapas atau megap-megap maka lakukan ventilasi
Perhatikan : langkah a sampai g dilakukan dalam waktu 30 detik.
Ventilasi
h) Mulai ventilasi (1) Beritahu ibu dan keluarga bahwa bayi mengalami masalah ( seperti yang telah diprediksikan sebelumnya ) sehingga perlu dilakukan tindakan resusitasi
(2) Minta ibu dan keluarga memahami upaya ini dan minta mereka membantu (pengawasan ibu dan pertolongan bagi bayi baru lahir dengan asfiksia) i) Ventilasi dilakukan dengan balon dan sungkup. j) Sisihkan kain yang menutupi bagian dada agar penolong dapat menilai pengembangan dada bayi waktu dilakukan peniupan udara k) Uji fungsi balon dan sungkup dengan menekan balon sambil menahan corong sungkup l) Pasang sungkup melingkupi hidung, mulut dan dagu (perhatikan perlengkapan sungkup dan daerah mulut bayi).
Ventilasi percobaan m) Tekan balon untuk mengalirkan udara (20 cm air) ke (1) Naiknya dinding dada mencerminkan mengembangnya paru dan udara masuk dengan baik
(2) Bila dinding dada tidak naik / mengembang, periksa kembali kemungkinan kebocoran perlekatan sungkup dan hidung, posisi kepala dan jalan napas, sumbatan jalan napas oleh lendir pada mulut atau hidung dan lakukan koreksi dan ulangi ventilasi percobaan.
Ventiasi definitif n) Setelah ventilasi percobaan berhasil maka lakukan ventilasi definitif dengan jalan meniupkan udara dengan frekuensi 20 kali dalam waktu 30 detik.
Nilai hasil ventilasi pernapasan tiap 30 detik. o) Lakukan penilaian ventilasi dan lanjutkan tindakan :
(1) Jika setelah 30 detik pertama bayi tidak menangis kuat dan bergerak aktif maka selimuti bayi dan serahkan pada ibunya untuk menjaga kehangatan tubuh dan inisiasi menyusui dini
(2) Jika setelah 30 detik pertama bayi belum bernapas spontan atau megap-megap maka lanjutkan tindakan ventilasi p) Jika bayi belum bernapas spontan atau megap-megap, dan lakukan penilaian ulang Hentikan resusitasi sesudah 10 menit bayi tidak bernapas dan tidak ada denyut jantung.
27. Jika bayi dapat menangis dan bernapas, lanjutkan penatalaksanaan aktif kala III
28. Periksa kembali perut ibu untuk memastikan tak ada bayi lain dalam uterus (hamil tunggal).
29. Beritahukan ibu bahwa penolong akan menyuntikkan oksitosin (agar uterus berkontraksi dengan baik).
30. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 unit (intramuskuler) di 1/3 paha atas bagian distal laten 1 (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
31. Dengan menggunakan klem, jepit tali pusat (dua menit setelah bayi lahir) pada sekitar 3 cm dari pusar (umbilikus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan lakukan penjepitan kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
32. Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a) Dengan satu tangan, angkat tali pusat yang telah dijepit dan lakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi) diantara 2 klem tersebut.
b) Ikat tali pusat dengan benang DTT /steril pada satu sisi kemudian lingkarkan kembali benang ke sisi berlawanan dan lakukan ikatan kedua menggunakan
c) Lepaskan klem dan masukkan dalam wadah yang telah disediakan.
33. Tempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke kulit bayi Letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel dengan baik di dinding dada perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting payudara ibu.
34. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi.
VIII. Penatalaksanaan aktif kala tiga
35. Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
36. Letakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi atas symphisis untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
37. Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur di
a) Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi puting susu. Mengeluarkan plasenta
38. Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial)
a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta
b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat : (1) Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM (2) Lakukan kateterisasi (aseptik) jika kandung kemih
Penuh (3) Minta keluarga untuk menyiapkan rujukan (4) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya (5) Segera rujuk jika plasenta tidak segera lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir (6) Bila terjadi perdarahan, lakukan plasenta manual.
39. Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang disediakan
a) Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput ketuban kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil (masase) uterus
40. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
a) Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan taktil/masase
IX. Menilai perdarahan
41. Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta ke dalam kantong plastik atau tempat khusus 42. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif,
X. Melakukan asuhan pasca persalinan
43. Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
44. Lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K 1 mg intramuskular di paha kiri anterolateral setelah 1 jam kontak kulit ibu-bayi
45. Berikan suntikkan imunisasi hepatitis B (setelah satu jam pemberian vitamin K) di paha kanan anterolateral.
Evaluasi
46. Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam a) 2-3 kali dalam 15 menit pertama pascapersalinan
b) Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
c) Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
d) Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
47. Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
49. Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pascapersalinan a) Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam
b) Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
50. Periksa kembali kondisi bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik (40-60 kali/menit) serta suhu tubuh normal (36,5-37,5). Kebersihan dan keamanan
51. Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah didekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai