BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi - Dyah Elvina Wulandari BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

  peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukan oleh angka systolik (bagian atas) dan diastolik (angka bawah). Hipertensi merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian. Secara umum hipertensi merupakan masalah kesehatan yang ditandai oleh tekanan darah sistolik presisiten di atas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 85 mmHg (Kurniawan, 2006). Menurut WHO, (2010) yaitu tekanan darah yang masih di anggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah ≥160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

  Hipertensi adalah suatu gangguan keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah ≥ 140 mmHg (tekanan sistolik) dan 90 mmHg (tekanan diastolik). Tekanan sistolik merupakan fase darah yang dipompa oleh jantung dan tekanan diastolik menunjukan fase darah kembali ke dalam jantung (DepKes RI, 2006). Sedikit berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Sustrani, (2006) bahwa hipertensi merupakan salah satu gangguan pembuluh darah yang menyebabkan suplay darah yang berisi oksigen melibatkan jantung harus memompa darah keseluruh tubuh lebih kuat.

  Klasifikasi hipertensi menurut WHO, (2009) berdasarkan tingginya tekanan diastolik, yaitu: a.

  Hipertensi derajat I yaitu, jika tekanan diastoliknya 95- 109mmHg.

  b.

  Hipertensi derajat II yaitu, jika tekanan diastolnya 110- c.

  Hipertensi derajat III yaitu, jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.

Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Commite 7

  (2007) yaitu:

  Kategori Sistol (mmHg) Diastole (mmHg) Normal < 120 < 80 Prehipertensi 210-139 80-89 Hipertensi tahap 1 140-159 90-99 Hipertensi tahaap 2 ≥ 160 ≥ 100

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Berusia 18

  Tahun Keatas

  Kategori Sistole (mmHg) Distole (mmHg) Normal < 130 <85 Normal tinggi 130-139 85-89 Hipertensi Stadium 1 (ringan) 140-159 90-99

Hipertensi Stadium 2 (sedang) 160-179 100-109

Hipertensi Stadium 3 (berat) 180-209 110-119

Hipertensi Setadium 4 (SB) ≥ 210 ≥ 120

  Sumber : Brunner & Suddarth (2001) 2.

   Epidemiologi Hipertensi

  Hipertensi adalah suatu gangguan pada system peredaran darah yang mengganggu kesehatan masyaraakat. Umumnya terjadi pada manusia yang berusia setengah baya (>40 tahun). Namun banyak yang tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi akibat gejalanya tidak nyata. Pada stadium awal, hipertensi belum menimbulkan gangguan yang serius. Sekitar 1,8% - 28,6% penduduk dewasa penderita hipertensi. Pervalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan antara 15-20% (Depkes RI, 2006).

  3. Jenis Hipertensi

  Jenis hipertensi ada dua golongan menurut Udjianti, (2010) yaitu: Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya diantaranya adalah seperti genetik, jenis kelamin, dan usia, konsumsi diit tinggi garam dan lemak, berat badan (obesitsa > 25% diatas BB ideal), gaya hidup, merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.

  b.

  Hipertensi sekunder misalnya dalam penggunaan kontasepsi oral, neurogenik (tumor otak, gangguan pesikiatris), kehamilan dan stress. Hipertensi sekunder terjadi karena dari penyakit lain, seperti penyakit ginjal, kelainan hormonal, obat-obatan.

  4. Penyebab Hipertensi

  Hipertensi disebabkan oleh faktor yang kompleks, yang belum di ketahui kepastian etiologinya. Perkembangan penyakit ini berhubungan dengan abnormalitas struktur fungsi faskuler yang menyebabkan kerusakan jantung, ginjal, otak dan pembuluh darah dengan akibat morbiditas dan kematian dini (Susalit, 2001).

  Menurut Bustam, (2009) Faktor yng menyebabkan hipertensi terbagi menjadi dua yaitu: a.

  Faktor yang dapat dikontrol, pada faktor yang dapat di kontrol antara lain obesitas, disiplidemia, stress, aktifitas fisik, merokok, konsumsi garam yang berlebihan, dietrik, b.

  Faktor-faktor yang dan faktor yang tidak dapat di kontrol seperti usia, jenis kelamin, dan Ras.

  Hipertensi juga berhubungan dengan komposisi tubuh, asupan makanan, faktor emosi, dan gaya hidup. Berhubung dari 90% penderita hipertensi digolongkan atau disebabkan oleh hipertensi primer maka secara umum yang disebut hipertensi primes (esensial) (Kusmana, 2007).

  1) Faktor yang dapat diubah:

  a) Obesitas

  Kelebihan berat badan meningkatkan resiko seseorang terserang penyakit hipertensi. Semakin besar masa tubuh, maka semakin banyak pula darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Maka volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat, sehingga akan memberi tekanan lebih besar ke dinding arteri. Selain itu obesitas dapat meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah (Martuti, 2009).

  b) Stress

  Stress adalah interaksi antara seseorang dengan lingkungan termasuk penilaian seseorang terhadap tekanan dari suatu tekanan tersebut, keadaan ini diikuti respon secara psikologi antara lain berupa emosi, kecemasan, depresi, dan perasaan stress. Sedangkan respon secara fisiologis dapat berupa rangsangan fidik meningkat, perut mules, badan berkeringat, jaantung berdebar-debar. Respon secara perilaku antara lain mudah marah, mudah lupa, dan susah berkosentrasi (Stuart, 2007).

  c) Merokok

  Individu yang terus menerus menggunakan tembakau cenderung meningkatkan risiko hipertensi, hal ini disebabkan karena adanya konsumsi komulatif dari penggunaan tembakau. Apapun yang menimbulkan ketegangan pembuluh darah dapat menaikan tekanan darah, termasuk nikotin yang ada dalam rokok. Nikotin merangsang system syaraf simpatik, sehingga pada ujung syaraf melepaskan hormon stress norepineprihne dan segera meningkat hormone reseptor alpha. Hormon ini mengalir dalam pembuluh darah dan seluruh tubuh. Oleh karena itu jantung akan berdenyut lebih cepat dan pembuluh darah akan mengkerut. Selanjutnya akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah dan menghalangi arus darah secara normal, sehingga tekanan darah meningkat (WHO,

  Nikotin akan meningkatkan tekanan darah dengan merangsang untuk melepaskan system hormonal kimia, yaitu norephinephirin melalui syaraf adrenegrik dan meningkatkan katekolamin yang dikeluarkan medulla adrenal. Volume darah merupakan faktor peting yang harus diperhitungkan pada system pengendalian darah. Karene volume darah dan jumlah kapasitas pembuluh darah harus selalu sama dan seimbang jika terjadi perubahan diameter pembuluh darah (penyempitan pembuluh darah) maka akan terjadi perubahan pada nilai osmotil (Ibnu, 2006).

  d) Aktivitas Fisik

  Kurang melakukan aktivitas fisik dapat meningkatkan resiko seseorang terserang penyakit hipertensi. Hal ini berkaitan dengan masalah kegemukan. Orang yang tidak aktif, cenderung memiliki frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi, Sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras pada saat kontraksi (Martini, 2009). e) Konsumsi alkohol yang berlebihan Alkohol juga dihubungkan dengan peningkatan darah peminum alkohol berat akaan cenderung hipertensi messkipun mekanisme timbulnya hipertensi yang pasti belum diketahui. Beberapa studi menunjukan hubungan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila mengonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran setandar setiap harinya (Karyadi, 2005).

  f) Konsumsi garam yang tinggi Tingginya konsumsi garam mengakibatkan tekanan darh meningkat. Penelitian telah membuktikan bahwa pembatasan konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah dan pengeluaran garam (natrium) oleh obat diuretik akan menurunkan tekanan darah. Garam terdapat dua komponen mineral, natrium dan klorida yang sangat dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa, transmisi syaraf, serta kontaksi otot. Garam adalah zat tambahan makanan sesudah gula, yang digunakan atau disalahgunakan. Apabila mengkonsumsi garam terlalu banyak dari yang dapat di olah oleh ginjal maka kelebihan garam akan ditimbun dan harus dicairkan sebelum tubuh menanganinya. Jadi tubuh harus menahan berkilogram air, hanya untuk menjaga agar kelebihan garam tetap cair. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah, karena ginjal harus mendorong cairan garam itu melalui penyaring- penyaring yang terdapat pada ginjal (Bustam, 2007).

  g) Kurang Serat dapat menurunkan kadar kolestrol darah. Kolestrol yang tinggi akan membentuk plak dalam arteri, dan mempersempit arteri yang dapat meningkatkan tekanan darah setiap gram konsumsi serat dapat menurunkan kolestrol, rata-rata 2,2 mg/dl konsumsi serat juga menghindari kelebihan gula dan natrium, serta dapat menurunkan berat badan dan mencegah kegemukan. Faktor- faktor yang mempengaruhi tekanan darah dalam sehari dianjurkan oleh Dietary Guidelines For American untuk mengkonsumsi makanan mengandung serat 20-35 gram.

  Rata-rata penduduk Indonesia konsumsi serat pada makanannya tergolong rendah, menurut hasil penelitian Puslitbang Gizi Bogor berkisar 10-15 gram/hari (Martini, 2009).

  2) Faktor yang tidak dapat dikontrol

  a) Umur

  Penambahan usia dapat meningkatkan penambahan resiko terjangkitnya penyakit hipertensi. Walaupun penyakit hipertensi bisa terjadi pada segala usia, tetapi sering dan khususnya pada lansia. Meningkatnya tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia memang sangat umum. Hal ini disebabkan karena ada perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon. Namun perubahan ini disertai dengan faktor yang lain bisa memicu terjadinya penyakit hipertensi (Crown, 2011).

  b) Jenis kelamin

  Faktor gander berpengaruh terhadap terjadinya hipertensi, dimana pria lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan wanita, dengan ratio sekitar 2,29 untuk kenaikan tekanan darah sistolik dan 3,76 untuk kenaikan tekanan darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan wanita. Namun setelah memasuki monopose, prevalensi hipertensi pada wanita tinggi. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal (DepKes RI, 2006).

  c) Ras

  Berbagai golongan etnik dapat berbeda dalam kebiasaan makan, genetika, gaya hidup dan sebagainya yang kelompok orang dewasa di Amerika, kenaikan tekanan darah seiring umur dijumpai lebih banyak pada orang berkulit hitam dari pada berkulit putih (Darmojo, 2009).

5. Manifestasi Klinis

  Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada penderita hipertensi menurut Nurarif , (2013) yaitu : a.

  Tidak ada gejala Tekanan darah yang tinggi namun penderita tidak merasakan perubahan kondisi tubuh. Seringkali hal ini yang menyebabkan banyak penderita hipertensi terlalu mengabaikan kondisinya karena memang gejala atau keluhan yang tidak dirasakan.

  b.

  Gejala yang lazim Gejala yang lazim pada penyakit hipertensi adalah nyeri kepala dan kelelahan. Beberapa penderita yang memerlukan pertolongan medis karena mereka mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, kelelahan, sesak napas, gelisah, mual, muntah, epistaksin, kesadaran menurun.

  Menurut Martuti, (2009). Hipertensi berat biasanya akan menimbulkan keluhan yang sangat nampak yaitu : sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, napas pendek (terengah- engah), gelisah, pandangan mata kabur dan berkunang-kunang, emosional, telinga berdengung, sulit tidur, tengkuk terasa berat, pembengkakan pada kakai dan pergelangan kaki, keringat berlebihan, denyut jantung yang kuat, cepat atau tidak teratur, impotensi, pendarahan di urine, bahkan mimisan.

6. Pengendalian Tekanan Darah

  Hipertensi memang penyakit berbahaya, namun bukan berarti orang akan menderita penyakit ini seumur hidupnya, karena penyakit hipertensi dapat dikontrol, untuk itu dibutuhkan pengendalian tekanan darah yang tepat dan berkesinambungan.

  Salah satu masalaah utama dalam mengontrol hipertensi adalah kemampuan penderita hipertensi untuk patuh terhadap intruksi tenaga kesehatan (WHO, 2009).

  Penatalaksanaan penderita hipertensi dapat dibagi menjadi dua yaitu secara farmakologis dan non farmakologis. Menurut Junaidi (2010), yaitu : a.

  Penatalaksanaan Non Farmakologis Merupakan pengobatan tanpa menggunakan obat-obatan yang diterapikan untuk hipertensi, dengan cara ini penurunan tekanan darah diupayakan untuk merubah kebiasaan yang dapat mengakibatkan terjadinya hipertensi yaitu : 1)

  Penderita hipertensi yang obesitas dianjurkan untuk mengurangi berat badan sampai batas ideal dengan cara diit yang diatur porsi makannya. Mengurangi penggunaan garam sampai kurang dari 2-3 gram natrium perhari atau 6 gram natrium klorida setiap setiap harinya yang disertai dengan asupan kalsium, magnesium, dan kalium yang cukup.

  3) Managemen stress agar tidak terlalu mempengaruhi pikiran. 4) Melakukan olahraga secara teratur. 5) Berhenti merokok. 6) Berusaha membina hidup yang positif.

  b.

  Penatalaksanaan Farmakologi Merupakan pengobatan yang didasarkan pada obat-obatan medis.

  Pengobatan farmakologis merupakan pengobatan jangka panjang bahkan mungkin sampai seumur hidup. Diantaranya yaitu : 1)

  Obat yang terkenal dari jenis beta-blocker adalah propanolol, atenolol, pindolo dan sebagainya.

  2) Obat yang bekerja sentral

  Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non adrenalin sehingga menurunkan aktivitas syaraf adrenergic perifer dan turunnya tekanan darah. Penggunaan obat ini perlu memperhatikan efek hipertensi ortostatik. Obat yang termasuk jenis ini adalah Clonidine, Guanfacine dan Metildopa.

  a) Vosodilator

  Obat vasodilator mempunyai efek mengembangkan dan tekanan darah menurun, obat yang termasuk dalam jenis ini adalah Hidralazine dan Ecarazine

  b) Antagonis Kalsium

  Mekanisme antagonis kalsium adalah menghambat pemasukan ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh darah dengan efek vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Obat jenis antagonis kalsium yang terkenal adalah Nifedupine dan Verapamil.

B. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga

  Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat merupakan penerimaan asuhan keperawatan, keluarga berperan menentukan cara asuhan keperawatan yang diperlukan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Bila salah satu dari anggota keluarga mengalami masalah kesehatan, maka sistem didalam keluarga akan terganggu (Friedman, 1998).

  Menurut pendapat (Gillis & Davis, 1993 ; dalam Friedman 1998), mengungkapkan keluarga merupakan sumber daya penting dalam pemberian layanan kesehatan, baik bagi individu maupun keluarga saat perawatan di fokuskan pada keluarga, efektifitas perawatan terbukti meningkat.

   Fungsi Keluarga

  Beberapa fungsi keluarga menurut Friedman, (1998) yaitu : a.

  Fungsi afektif (Fungsi pemeliharaan kepribadian) Untuk stabilitas keperibadian keluarga dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan anggota keluarganya termasuk dalm mendapatkan kesehatan yang layak.

  b.

  Fungsi sosialisasi Untuk sosialisasi primer yang bertujuan untuk membuat anggota keluarga menjadi anggota masyarakat yang produktif c.

  Fungsi reproduktif Menjaga kelangsungan generasi dan keberlangsungan hidup anggota keluarga.

  d.

  Fungsi ekonomi Menyediakan sumber ekonomi yang cukup dan alokasi efektif.

  e.

  Fungsi-fungsi keperawatan kesehatan Untuk pengadaan, perawatan dan penyediaan kebutuhan- kebutuhan fisik hingga kebutuhan akan perawatan kesehatan untuk anggota keluarga.

  3. Tugas Keluarga

  Beberapa tugas keluarga menurut Friedman (1998) yaitu : a.

  Mampu mengatasi dan megambil keputusan yang tepat bila terdapat masalaah dalam keluarga tersebut.

  b.

  Mengenal maslah, keluarga harus mampu mengenali masalah c.

  Merawat anggota keluarga yang sakit.

  d.

  Memanfaatkan fasilitas kesehatan yang sudah ada.

  e.

  Memelihara lingkungan. Dari fungsi dan tugas keluarga di atas, dapat disimpulkan bahwa peran keluarga merupakan sumber utama dalam memberikan sebuah layanan kesehatan bagi anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

  4. Jenis Dukungan Keluarga

  Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Keluarga terdiri atas suami, istri, anak. Keluarga berfungsi sebagai system pendukung bagi anggota keluarganya, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang besifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Friedman, 1998).

  Dukungan sosial keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan keluarga. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat penting terhadap pembentukan identitas seseorang individu dan perasaan harga diri. Keluarga memainkan suatu peran yang bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan pemulihan terhadap anggota yang mengalami masalah kesehatan. Apabila dukungan pemulihan sangat berkurang (Friedman, 1998).

  Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan internal, seperti dukungan dari suami, istri, atau dukungan dari saudara kandung, dan dukungan eksternal seperti dukungan dari sahabaat, teman, maupun petugas kesehatan (Kuspiatiningsih, 2009).

  Menurut Friedman, (1998) terdapat empat dimensi dukungan keluarga yaitu : a.

  Dukungan emosional Meliputi ungkapan empati, perhatian dan kepedulian yang bersangkutan dengan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan. Misalnya umpan balik dan penegasan dari anggota keluarga. Keluarga merupakan tempat yang aman untuk pemulihan penguasaan emosi.

  b.

  Dukungan Instrumental Dukungan ini bersifat nyata, bertujuan untuk meringankan beban ataau masalah bagi individu. Sehingga keluarga merupakan sumber pertolongan yang praktis dan konkrit. c.

  Dukungan Informasi Dukungan ini di berikan dalam bentuk informasi, nasehat dan petunjuk tentang penyelesaian masalah. Keluarga merupakan penyebar informasi yang dapat memberikan dukungan pengawasan, serta semangat terhadap pola hidup sehari-hari.

  Dukungan Penghargaan Terjadi lewat ungkapan hormat, atau positif untuk anggota keluarga yang mengalami masalah kesehtan. Misalnya : pujian, reward terhadap tindakan atau penyampaian pesan ataupun masalah, keluarga berperan sebagai pembimbing seperti dorongan bagi anggota keluarga.

5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kesehatan

  Secara umum dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi sebagai koping. Baik dukungan sosial keluarga internal maupun eksternal terbukti bermanfaat bagi keluarga saat mengalami masalah gangguan kesehatan (Friedman, 1998).

  Status sehat atau sakit para anggota keluarga dan anggota mempengaruhi satu sama lain. Satu penyakit dalam keluarga mempengaruhi seluruh keluarga dan sebaliknya mempengaruhi jalannya suatu penyakit dan setatus kesehatan anggota keluarga.

  Keluarga cenderung menjadi seorang reactor terhadap masalah- masalah kesehatan dan menjadi actor dalam menentukan masalah- masalah kesehatan anggota keluarga, keluarga juga harus dilibatkan dalam program pendidikan dan penyuluhan dan proses terapeutik pada setiap tahap sehat dan sakit para anggota keluarga, mulai dari keadaan sehat (ketika mulai diajarkan pengenalan kesehatan dan strategi kesehatan) hingga tindakan dan penyembuhan. Agar keluarga mampu mendukung usaha penderita untuk mengendalikan antara penderita dengan keluarganya dimana kedua pihak tersebut dapat mengungkapkan kebutuhan dan kepentingan mereka secara terbuka (Friedman, 1998).

  Penyuluhan, bimbingan dan dorongan secara terus-menerus biasanya diperlukan agar penderita hipertensi tersebut dapat atau mampu melaksanakan rencana yang dapat diterima untuk mengendalikan hipertensi dan mematuhi aturan terapinya. Keluarga selalu dilibatkan dalam memenuhi kebutuhan pasien, mendukung kepatuhan terhadap program terapi dan mengetahui kapan harus mencari pertolongan dari professional kesehatan, Keluarga juga harus memperingatkan bahwa terapi obat hipertensi dapat menimbulkan masalah kesehatan yang lain, misalnya hipotensi yang harus dilaporkan (Brunner and Suddart, 2001).

  Penyuluhan perawatan kesehatan sangat penting untuk menyampaikan informasi mengenai kesehatan keluarga, perawatan kesehatan mulai ketika keluarga menyatakan bahwa anggota keluarga yang sakit benar-benar sakit dan membutuhkan pertolongan. Keluarga mulai mencari informasi, penyembuhan, nasehat, untuk membantu keluarga memeliharara dan meningkatkan kesehatanny Friedman (1998).

C. Lansia Pengertian Lansia

  Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Secara umum seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 60 tahun ke atas. Lansia bukan penyakit, namun tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan. Lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual. Usia lanjut dapat dikatakan usia emas, karena tidak semua orang dapat mencapai usia tersebut, maka dari itu orang yang berusia lanjut sangat memerlukan tindakan keperawatan baik yang bersifat perventif maupun promotif agar mereka dapat menikmati masa usia emas serta menjadi usia lanjut yang berguana dan bahagia (Maryam, 2008).

  Menurut WHO, (2004) ada 4 tahap batasan umur lansia yaitu: a.

  Usia pertengahan (middle age) yaitu usia 45 sampai 59 tahun.

  b.

  Lanjut usia (elderly) yaitu antara 60 sampai 74 tahun.

  c.

  Lanjut usia tua (old) yaitu antara 75 sampai 90 tahun.

  d.

  Usia sangat tua (very old) yaitu diatas 90 tahun.

   Klasifikasi Lansia

  Menurut Maryam, (2008) klasifikasi lansia dibagi menjadi lima, yaitu: a.

  Pralansia (prasenelis), yaitu seseorang yang berusia antara 45 sampai 59 tahun.

  b.

  Lansia yaitu, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

  c.

  Lansia resiko tinggi, yaitu seseorang yang berusia 70 tahun lebih atau seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan.

  d.

  Lansia Potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

  e.

  Lansia tidak potensial, yaitu lansia tidak bisa mencari nafkah, sehingga hidup bergantung orang lain.

3. Tipe Lansia

  Menurut Effendi & Makhfudi, (2009) tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya. Tipe tersebut yaitu: a.

  Tipe mandiri baru, selektif dalam mencari pekerjaan, dan dapat bergaul dengan teman.

  b.

  Tipe arif bijaksana Lansia tersebut bisa menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, dermawan, dan menjadi panutan.

  c.

  Tipe pasrah Lansia tersebut hanya menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

  d.

  Tipe tidak puas Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

  e.

  Tipe bingung Lansia biasanya suka kaget, kehilangan keperibadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

  Menurut Nugroho, (2008) ada tiga perubahan yang terjadi pada lansia yaitu: a.

  Perubahan atau kemunduran biologis 1.

  Kulit menjadi tipis, kering, keriput dan tidak elastis lagi, fungsi masuknya kuman.

  2. Rambut rontok, berwarna putih kering,dan tidak mengkilat.

  Hal ini berkaitan dengan perubahan degenerative kulit.

  3. Gigi mulai habis 4.

  Penglihatan dan pendengaran berkurang 5. Mudah lelah, gerakan menjadi gambaran lamban dan kurang lincah.

  6. Kerampingan tubuh menghilang terjadi timbunan lemak terutama di bagian perut dan panggul.

  7. Jumlah sel otot berkurang mengalami atrofi sementara jumlah jaringan ikat bertambah, volume otot secara keseluruhan menyusut, fungsi dan kekuatan menurun atau berkurang.

  8. Berbagai pembuluh darah sangat penting, khususnya di jantung dan otak mengalami kekakuan. Lapisan intim menjadi kasar akibat merokok, hipertensi, diabetes mellitus, kadar kolestrol tinggi dan lain-lain yang memudahkaan timbulnya penggumpalan darah dan thrombosis.

9. Tulang pada proses menua kadar kapur (kalsium) menurun akibat tulang menjadi kropos dan mudah patah.

  10. Seks yaitu produksi hormone testoteron pada pria dan hormone progesterone dan estrogen wanita menurun dengan bertambahnya umur. Perubahaan atau kemunduran kemampuan kognitif 1.

  Mudah lupa karena ingatan tidak berfungsi dengan baik.

  2. Ingatan kepada hal-hal dimasa muda lebih baik dari pada yang terjadi dimasa tuanya.

  3. Orientasi umum dan perepsi terhadap waktu dan ruangan atau tempat juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah mundur dan juga karena pandangan yang sudah menyempit.

  4. Meskipun mempunyai banyak pengalaman skor yang dicapai dalam test intelegensi menjadi lebih rendah sehingga lansia tidak mudah untuk menerima hal-hal yang baru.

  c.

  Perubahan-perubahan Psikososial 1.

  Pensiun, merupakan produktifitas selain itu identitas pensiun dikaitkan dengan peranan dalam sebuah pekerjaan.

  2. Merasakan atau sadar akan kematian 3.

  Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan bergerak lebih sempit.

  4. Penyakit kronis dan ketidaak mampuan.

  5. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.

  6. Gangguan syaraf panca indra.

  7. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.

  8. Rangkaaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dan teman maupun family.

  Hilangnya kemampuan dan ketegapan fisik.

  10. Perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

D. Kerangka Teori Faktor Penyebab Hipertensi

  Obesitas, stress, aktifitas fisik, merokok, Pengendalian Tekanan Darah pada Lanjut Usia Penderita konsumsi garam yang berlebihan, deuretik,

  Hipertensi kebiasaan makan dan konsumsi alkohol. Faktor Penguat Dukungan Keluarga : Farmakologi (Obat- obatan) a.

  Dukungan Emosiaonal Aturan atau ketetapaan yang membuat individu b.

  Dukungan Informasi mengubah perilaku terapi.

   c. Dukungan Penghargaan Non Farmakologi

  Perubahan gaya hidup d. Dukungan Instrumental dan perilaku kesehatan (mengurangi stress, olah raga, menurunkan berat badan, mengurangi konsusmsi garam, kafein, dan alkohol, serta mengatur pola makan.

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber : Modifikasi Friedman (1998), Kusmana (2007), Junaidi (2010)

E. Kerangka Konsep

  Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep F.

   Hipotesis

  Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat hubungan dukungan keluarga dengan pengendalian tekanan darah pada lanjut usia Penderita hipertensi di Puskesmas Kalimanah Kabupaten Purbalingga.

  Dukungan Keluarga Pengendalian tekanan darah pada lanjut usia penderita hipertensi