BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Dwi Roro Anggraeni BAB I

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) atau yang biasa disebut Demam Berdarah Dengue (DBD), sejak ditemukan pertama kali pada tahun 1968

  sampai dengan sekarang, seringkali menyebabkan kematian dan menyebar hampir ke seluruh wilayah Indonesia (Effendi, 1995). Di Indonesia, jumlah kasus menunjukkan kecenderungan meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit secara sporadic dan selalu terjadi kejadian luar biasa (KLB) pada setiap tahunnya (Effendi, 1992 dalam Riswanto, 2003).

  Seluruh wilayah di Indonesia mempunyai resiko untuk terjangkit penyakit DBD. Penyakit ini disebabkan virus dan ditularkan oleh nyamuk

  

Aedes Aegypti yang tersebar luas baik di rumah maupun di tempat-tempat

  umum, kecuali yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Oleh karena itu untuk mencegah penyakit ini, diperlukan peran serta masyarakat dalam membasmi jentik nyamuk penularannya, serta menjaga kebersihan lingkungan (Depkes, 2010).

  KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Insidence Rate (IR) = 35,19 Per 100.000 dan CFR = 2 %. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17 %, namun pada tahun–tahun berikutnya IR cenderung meningkat hingga mencapai 15,99 % pada tahun 2000, 21,66 % pada tahun 2001, 19.24 % pada tahun 2002, dan 23.87 % pada tahun 2003 (Depkes,

  2004). Sedangkan data pada tahun 2008 menunjukkan 28.244 kejadian dengan jumlah kematian 348 orang (Waspada, 2008).

  Penyakit DBD belum ditemukan vaksinnya, sehingga tindakan yang paling efektif untuk mencegah perkembangbiakan nyamuk ini adalah dengan program pemberantasan sarang nyamuk (Hadinegoro, 1997 dalam Nanda Febriansyah, 2008). Dari berbagai kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah dalam rangka pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) melalui upaya- upaya pencegahan yang dilakukan secara berkelanjutan, namun hasilnya belum optimal bahkan masih dijumpai Kejadian Luar Biasa (KLB) yang menelan korban jiwa. Hal ini tentu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan Demam Berdarah Dengue/DBD (Nanda, 2008).

  Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk dengue. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti pengendalian lingkungan, pengendalian biologis dan pengendalian kimiawi. (Depkes, 1991 dalam Soetopo, 2007). Meskipun telah banyak penyuluhan yang dilakukan, target Pemerintah untuk menurunkan angka kejadian DBD menjadi 20 per 100.000 penduduk di daerah endemis masih tetap sulit dicapai pada 2009 karena pada akhir 2008 saja jumlah kasus DBD masih tetap tinggi. Target 20 per 100.000 saat ini terlalu tinggi karena kasus yang terjadi sekarang ini belum memperlihatkan kecenderungan menurun yang signifikan. Secara Nasional angka kejadian DBD saat ini 48 per 100.000 dengan angka kematian/Case

  

Fatality Rate (CFR) saat ini adalah 1.8 %, tidak jauh berbeda dengan angka kejadian DBD tahun 2008 sebanyak 50 per 100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 1 %. Hal ini sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang pencegahan DBD (Kandun, 2009).

  Soejono (2001) mengatakan bahwa pengetahuan masyarakat di Indonesia pada umumnya relatif masih sangat rendah, sehingga perlu dilakukan sosialisasi berulang mengenai pencegahan DBD. Menurut Ajeng (1996) dalam Sosialisasi Pencegahan DBD, penyuluhan tentang pencegahan DBD harus sering dilakukan agar masyarakat termotivasi untuk ikut berperan serta dalam upaya-upaya tersebut. Dalam melakukan berbagai upaya pencegahan penyakit DBD, peranan ibu sangat menentukan, karena kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumah biasanya lebih dominan dilakukan oleh ibu yang lebih banyak waktunya di rumah (Hendra, 2003).

  Penderita DBD di Kabupaten Banyumas menurut Dinas Kesehatan Jawa Tengah (2010) menunjukkan bahwa kasus DBD yang di Kabupaten Banyumas tercatat paling banyak ditemukan di Kecamatan Cilongok berjumlah 42 orang sementara di Kecamatan Sokaraja menduduki urutan keempat. Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas juga melaporkan bahwa kejadian DBD terbanyak berada di Kecamatan Sokaraja yaitu sebanyak 33 orang (Depkes Jateng, 2010).

  Oleh karena itu peneliti ingin lebih jauh mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan pemberantasan sarang nyamuk terhadap pengetahuan pencegahan demam berdarah dengue pada ibu-ibu dasawisma di Desa Sokaraja Kulon dan di Perumahan Kalikidang Sokaraja.

B. Perumusan Masalah

  Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit endemik di daerah tropik, sehingga suatu daerah mudah terserang. Mengatasi penyakit ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tindakan kuratif secara medis ketika seseorang telah terserang penyakit, dan tindakan preventif berupa pencegahan.

  Salah satu usaha pencegahan adalah dengan mengadakan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit DBD dan upaya pencegahannya.

  Persoalannya adalah kurang efektifnya penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk. Oleh karena itu kajian tentang pengaruh pendidikan kesehatan berupa penyuluhan PSN dipandang perlu untuk dapat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana efektifitas penyuluhan PSN dalam upaya pemberantasan sarang nyamuk. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah: “Apakah pendidikan kesehatan pemberantasan sarang nyamuk berpengaruh terhadap pengetahuan pencegahan demam berdarah dengue pada ibu-ibu dasawisma di desa Sokaraja Kulon dan di perumahan Kalikidang Sokaraja?” C.

   Tujuan Penelitian 1.

  Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan pemberantasan sarang nyamuk terhadap pengetahuan pencegahan demam berdarah dengue.

2. Tujuan Khusus a.

  Mengetahui karakteristik responden yang meliputi usia, pendidikan dan pekerjaan di desa Sokaraja Kulon dan di perumahan Kalikidang

  Sokaraja.

  b.

  Mengetahui pengetahuan ibu-ibu dasawisma tentang pemberantasan sarang nyamuk sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di desa Sokaraja Kulon.

  c.

  Mengetahui pengetahuan ibu-ibu dasawisma tentang pemberantasan sarang nyamuk sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan di perumahan Kalikidang.

  d.

  Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk terhadap pengetahuan pencegahan demam berdarah pada ibu-ibu dasawisma di desa Sokaraja Kulon dan di perumahan Kalikidang Sokaraja.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Bagi Peneliti Dapat mempraktikkan ilmu yang diperoleh di kampus dalam menerapkan teori yang diterima dengan permasalahan yang terjadi di lapangan.

  2. Bagi Instansi Pendidikan Dapat menambah kepustakaan ilmiah yang berkaitan dengan upaya pencegahan DBD.

  3. Bagi Masyarakat Penelitian ini dapat dijadikan acuan dan masukan bagi tenaga medis khususnya, serta sebagai bahan penyuluhan di masyarakat pada umumnya untuk lebih peduli terhadap upaya pencegahan DBD.

E. Penelitian Terkait 1.

  Widyawati (2010) berjudul “Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Dalam Pencegahan Demam Berdarah Dengue Di Kecamatan Medan Denai”. Hasil uji t-test menunjukkan terdapat perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan pada kelompok satu kali penyuluhan dan kelompok dua kali penyuluhan (p = 0,00). Hasil uji regresi linear berganda menunjukkan materi mempunyai pengaruh yang paling dominan dalam peningkatan pengetahuan ( Nilai B = 0,590 dan p = 0,00) dan sikap ( Nilai B = 0,154 dan p = 0,039 ) untuk kelompok satu kali penyuluhan dan pengetahuan (Nilai B = 0,635 dan p = 0,000) pada kelompok dua kali penyuluhan, sedangkan media mempunyai pengaruh yang paling dominan dalam perubahan sikap (Nilai B = 0,524 dan p=0,001) pada siswa SD dalam pencegahan DBD. Persamaannya dengan penelitian ini adalah digunakan tehnik penyuluhan kesehatan. Adapun perbedaan terletak pada selain sampel penelitian yaitu siswa SD Kelas V juga pada materi penyuluhan.

2. Widodo (2007), dilakukan terhadap 46 ibu-ibu PKK dengan judul :

  “Peningkatan Pengetahuan, Sikap, Dan Keterampilan Ibu-Ibu PKK Desa Makamhaji Mengenai Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)”. Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan mengenai penanggulangan penyakit DBD, pengetahuan, sikap, dan ketrampilan ibu- ibu PKK desa Makamhaji menjadi lebih baik. Perbedaan penelitian ini jelas terletak pada sampel yang dijadikan responden. Namun demikian persamaannya adalah tentang metode penyuluhan yang mengkhususkan tentang PSN.

  3. Arum Pratiwi (2006), berhasil menemukan fakta empiris tentang pentingnya penyuluhan PSN dalam penanggulangan DBD. Hal yang menarik dari penelitian ini adalah digunakannya metode kelas kontrol dan kelas eksperiment. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan pada kedua kelas tersebut yang berarti pada dasarnya pengetahuan pencegahan DBD pada siswa SD sudah dimiliki hanya saja detailnya yang kurang.