BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian - Mochamad Aris BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hipertensi 1. Pengertian Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

  tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi di definisikan sebagai tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg (Shep, 2010).

  Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg (milimeter air raksa) dan bisa juga disertai tekanan diastoliknya yang diatas 90 mmHg pada dua atau tiga kali pemeriksaan (Prince & Wilson, 1995).

2. Klasifikasi a.

  Hipertensi Esensial (primer) Hipertensi esensial disebut hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya, biasanya merupakan kombinasi antara berbagai faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan fenotipe hipertensif. Tercatat 13.353 kasus hipertensi esensial pada tahun 2010 di Rumah Sakit Panti Rapih (RS Panti Rapih, 2013). b.

  Hipertensi Sekunder Hipertensi sekunder mempunyai prevalensi berkisar antara 5-

  8% dari seluruh penderita hipertensi. Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit endokrin, penyakit renal dan penyakit lainnya yaitu stress berat, penyempitan aorta, obat-obatan seperti hormon, kokain, siklosporin (Aziz, S., 2009).

3. Patofisiologi

  Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula dari saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.

  Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

  Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer pada lansia yaitu perubahan pada tekanan darah. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Brunner & Suddarth, 2000).

4. Tanda dan gejala

  Dalimartha, S., Purnama, B.T., Sutarina, N., Mahendra, B., & Darmawan, R., (2008) mengemukakan bahwa gejala dari hipertensi adalah sebagai berikut: a.

  Sakit kepala Darah mengalir lebih cepat di dalam pembuluh darah di kepala sehingga kerja dari otak untuk memenuhi kebutuhan oksigennya juga lebih besar. Sehingga akibat yang di timbulkan adalah sakit kepala.

  b.

  Leher kaku Pembuluh darah yang ada di sekitar leher menjadi menyempit dengan berkala sehingga leher akan mengalami pengerutan baik oleh otot leher maupun pembuluh darahnya.

  c.

  Perdarahan dari hidung (Epistaksis) Menurut Budiman B.J., & Hafidz, A (2012) menjelaskan bahwa mimisan atau epistaksis terjadi karena lesi lokal di hidung yang menyebabkan pembuluh darah infeksi atau penyebab lainnya yang menghancurkan pembuluh darah, sementara hipertensi hanyalah faktor pemberat dari epistaksis itu sendiri. Hipertensi berat dapat menyebabkan epistaksis masif, biasanya dibagian posterior hidung dengan tekanan diatas konka media. Dapat disertai oleh pusing, kepala seperti ditusuk-tusuk, ansietas, edema perifer, nokturia, mual, muntah, letargi (Kowalak, 2002). d.

  Wajah kemerahan dan kelelahan Kerja jantung semakin cepat dan aliran darahnya juga cepat maka akan mempengaruhi sistem saraf pusat sehingga sebagai kompensasinya tubuh akan mengalami kelelahan dan aliran darah akan mengumpul di daerah wajah.

  e.

  Mual Pada saat darah masuk ke dalam organ lambung maka lambung akan mendapatkan suplai darah yang banyak dan lambung juga akan meningkatkan asam lambung. Sementara asam lambung harus seimbang dengan keadaan volume makanan yang masuk. Pada pasien hipertensi terjadi penurunan nafsu makan, sehingga produktifitas asam lambung meningkat dan akan menimbulkan gejala mual.

  f.

  Muntah Muntah merupakan tanda umum gangguan saluran cerna dan jantung. Muntah disebabkan oleh suatu rangkaian kontraksi otot abdomen terkoordinasi dan gerakan peristaltik esofagus yang terbalik, khasnya didahului mual (Kowalak, 2002).

  g.

  Gelisah Pada saat keadaan ini sistem saraf simpatis yang merangsang pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi. Saat itu juga akan mengakibatkan tambahan aktivitas yaitu muncul perasaan gelisah. h.

  Pandangan kabur Otot siliaris pada mata akan melemah akibat tekanan intraokuler.

  Otot ini akan merangsang daya akomodasi pada lensa sehingga letak bayangan tidak bisa sampai ke dalam titik buta retina, sehingga bayangan tidak jelas pada saat di proyeksikan.

5. Faktor-faktor resiko

  Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya hipertensi menurut Martuti (2010) & Sutomo, B (2009) antara lain: a.

  Faktor yang tidak dapat diubah 1)

  Usia Hampir tiap survei yang dilakukan para ahli menemukan terjadinya kenaikan tekanan darah dengan naiknya umur diatas

  45 tahun. Pada orang lanjut usia (usia > 60 tahun) terkadang mengalami peningkatan tekanan nadi dikarenakan arteri lebih kaku akibat terjadinya arteriosklerosis sehingga menjadi tidak lentur (Guyton, 2008).

  2) Ras

  Suku berkulit hitam berisiko lebih tinggi terkena hipertensi. Di Amerika, penderita hipertensi berkulit hitam 40% lebih banyak dibandingkan penderita berkulit putih.

  3) Jenis kelamin

  Penelitian di Jawa Tengah dan daerah lain di Indonesia menunjukkan kejadian hipertensi lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan pria karena pada wanita mengalami menopause sehingga terjadi penurunan jaringan perifer dan hormon. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lopoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause (Anggraini, A.D., 2009).

  Hipertensi banyak ditemukan pada laki-laki dewasa muda dan paruh baya. Sebaliknyan hipertensi sering terjadi pada sebagian besar wanita setelah berusia 55 tahun atau yang sudah menopause (Sutomo, B., 2009).

  4) Keturunan

  Suatu pendapat memperkirakan 3% dari anak yang lahir dari ayah-ibu normotensif (tekanan darah normal) mungkin akan menderita hipertensi, sedangkan kemungkinan ini naik menjadi 45% jika kedua orang tuanya menderita hipertensi.

  Jadi seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Marliani, 2007).

  b.

  Faktor yang dapat diubah 1)

  Obesitas Penelitian membuktikan bahwa curah jantung

  (kemampuan memompa darah oleh jantung) dan sirkulasi volume darah penderita hipertensi dengan obesitas lebih tinggi dibandingkan penderita hipertensi dengan berat badan normal. Obesitas di anggap sebagai salah satu faktor yang dapat meningkatkan prevalensi hipertensi, intoleransi glukosa, dan penyakit jantung koroner aterosklerotik pada pasien-pasien yang kegemukan (Alwi, 2009).

  2) Sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik

  Faktor ini dipercaya para dokter sebagai faktor keturunan. Glukosa hasil sintesa makanan akan diangkut oleh darah ke seluruh tubuh lalu diubah menjadi sumber energi. Agar glukosa bisa masuk ke dalam sel-sel tubuh dibutuhkan insulin. Namun, ada beberapa orang yang kurang mampu merespon insulin sehingga tubuh memproduksi lebih banyak insulin. Dalam jangka waktu yang lama, pankreas tidak mampu lagi mengatasi resistensi insulin. Kondisi ini akan mengarah ke diabetes tipe II.

  3) Lingkungan dan faktor geografi

  Faktor lingkungan dan geografi dapat mempengaruhi kemungkinan tinggi rendahnya tekanan darah seseorang.

  Lingkungan di pinggir pantai, kebiasaan akan mengkonsumsi makanan dengan tinggi garam sangat menonjol karena sebagian besar mata pencaharian penduduk di daerah pantai adalah sebagai nelayan. Faktor tersebut yang mempengaruhi tingkat hipertensi semakin tinggi (Martuti, 2009). 4)

  Stress Pekerjaan yang memiliki tekanan tinggi bisa menimbulkan stress. Menurut Anggraini (2009) mengatakan stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung melalui aktifasi saraf simpatik sehingga akan menyebabkan tekanan darah mengalami kenaikan. 5)

  Konsumsi garam Mengkonsumsi garam ≤ 3 gram perhari kemungkinan akan terjadi hipertensi beberapa persen saja, namun jika konsumsi garam antara 5-15 gram perhari maka kemungkinan hipertensi menjadi 15-20%.

  6) Konsumsi minuman beralkohol berlebihan Sekitar 5-20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol.

  Hubungan alkohol dan hipertensi memang belum jelas. Tetapi penelitian menyebutkan, risiko hipertensi meningkat dua kali lipat jika mengonsumsi alkohol tiga gelas atau lebih.

  7) Merokok

  Merokok merupakan suatu kegiatan yang sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh khususnya pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. Zat-zat kimia tembakau seperti nikotin dan karbonmonoksida dari asap rokok, membuat dinding pembuluh darah arteri menjadi tebal dan semakin menyempit sehingga jantung akan bekerja lebih keras untuk memompa darah (Elsanti, 2009). 8)

  Kurangnya aktivitas fisik Jika seseorang kurang gerak, frekuensi denyut jantung menjadi lebih tinggi sehigga memaksa jantung bekerja lebih keras setiap kontraksi. Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan mungkin memiliki tekanan darah yang lebih rendah dari pada mereka yang tidak melakukan baik dari pada olahraga berat tetapi hanya sekali (Beever, 2002).

  9) Kalium yang rendah

  Kalium membantu tubuh menjaga keseimbangan jumlah natrium di dalam cairan sel. Apabila tubuh kekurangan kalium, natrium yang berlebihan di dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan sehingga risiko hipertensi meningkat.

  Arief, I (2013) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan hipertensi adalah sebagai berikut: 1)

  Obesitas Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada penderita hipertensi dengan berat badan normal. 2)

  Stress Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).

3) Faktor keturunan (genetik).

  Apabila riwayat hipertensi didapati pada kedua orang tua, maka dugaan hipertensi essensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur) apabila salah satunya adalah penderita hipertensi.

  4) Jenis Kelamin (gender)

  Wanita lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada pria. Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan), depresi, dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran. 5)

  Usia Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar.

  6) Asupan garam

  Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah yang akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem perdarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial mekanisme inilah yang terganggu.

  7) Gaya hidup yang kurang sehat

  Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok, minum minuman beralkohol dan kurang olah raga dapat pula mempengaruhi peningkatan tekanan darah.

  Menurut Armilawaty, Amalia, H., & Amiruddin, R., (2007), dalam mengatur menu makanan yang sangat dianjurkan bagi penderita hipertensi untuk menghindari dan membatasi makanan yang dapat meningkatkan kadar kolesterol darah serta meningkatkan tekanan darah, sehingga penderita tidak mengalami stroke atau infark jantung.

  Makanan yang harus di hindari atau dibatasi adalah: 1.

  Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa).

  2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biskuit, craker, kripik, dan makanan kering yang asin).

  3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-buahan dalam kaleng, soft drink).

  4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur atau buah, abon, ikan asin, pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).

  5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonaise, serta sumber protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi atau kambing) kuning telur, kulit ayam.

  6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi saus tomat, saus sambal, tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.

  7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian dan tape.

  6. Komplikasi

  Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endothel arteri dan mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Hipertensi adalah faktor resiko utama untuk penyakit serebrovaskular (stroke, transient ischemic attack), penyakit arteri koroner (infark miokard, angina), gagal ginjal, dementia, dan atrial fibrilasi. Bila penderita hipertensi memiliki faktor- faktor resiko kardiovaskular lain, maka akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas akibat gangguan kardiovaskularnya tersebut. Menurut Studi Framingham, pasien dengan hipertensi mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit arteri perifer, dan gagal jantung (Muchid, A., 2006).

  Kerusakan pada serebrovaskuler yaitu stroke trombotik dan hemoragik. Kerusakan jantung mengakibatkan penyakit jantung koroner. Hipertensi menyebabkan kerusakan renovaskuler dan kerusakan glomerulus (Davey, P, 2005).

  Menurut Sutomo, B (2009), dampak yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi adalah sebagai berikut: a.

  Jantung Selain diabetes melitus dan kolesterol tinggi, hipertensi merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit jantung. Sekitar

  75% penderita hipertensi akan terkena penyakit jantung. Kondisi ini biasanya baru disadari saat penderita berusia lanjut, yaitu ketika jantung telah menurun daya memompa darah dengan tekanan berat. Tekanan darah tinggi yang akan menyebabkan pembesaran ventrikel kiri dan mempercepat timbulnya aterosklerosis. b.

  Diabetes Penderita diabetes melitus harus mengendalikan tingkat gula darahnya, karena diabetes dan hipertensi saling berkaitan. Kedua penyakit ini bisa menyerang bersama-sama. Bila tidak segera diobati, akibatnya resiko berkembangnya aterosklerosis (dinding pembuluh darah menjadi kaku dan sempit). Komplikasi baru sangat mungkin terjadi berupa serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal.

  c.

  Penyakit ginjal Hipertensi berkaitan erat dengan kesehatan ginjal. Penyakit ini merupakan faktor pemicu utama terjadinya penyakit ginjal dan gagal ginjal. Begitu pula sebaliknya, tekanan darah akan meningkat hingga menyebabkan hipertensi ketika fungsi ginjal terganggu.

  Kondisi ini disebabkan rusaknya organ-organ yang dilewati pembuluh darah akibat tekanan darah tinggi, salah satunya adalah ginjal. Akibat terparah, terjadi gagal ginjal progresif yaitu fungsi ginjal berhenti sama sekali. Pada stadium akhir, penderita menggantungkan hidup pada dialisis (cuci darah) dan transplantasi ginjal.

  d.

  Stroke Tekanan darah tinggi merupakan faktor utama penyebab stroke dan penyakit jantung. Di Amerika, satu dari empat orang dewasa atau sekitar 50 juta orang menderita hipertensi. Sementara, angka kejadian stroke akibat darah tinggi di indonesia mencapai 36% pada lansia diatas 65 tahun.

  Stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Stroke hemoragik adalah perdarahan otak yang disebabkan sobeknya pembuluh dinding darah (akibat tekanan darah yang tinggi dan mendadak). Stroke non hemoragik adalah menyumbatnya aliran darah pada jaringan otak yang akibatnya jaringan yang tidak dialiri darah akan mati dan terjadi kematian jaringan diotak.

7. Penatalaksanaan

  Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis atau dan penatalaksnaan non farmakologis. Pengobatan hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi herbal.

  a.

  Penatalaksanaan Farmakologis Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi. Ada bebagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis menurut Klodas, E (2012) & Davey, P (2005) hal 130 yaitu: 1)

  Diuretik Obat-obatan ini bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh

  (melalui kencing). Membuang kandungan garam yang berlebih dan cairan dalam ginjal untuk membantu menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung untuk memompa lebih ringan.

  Contoh obat diuretik adalah bendrofluazid. Obat ini efektif dan aman.

  2) β Blocker

  Beta Blocker adalah obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Obat ini menghambat atau mengeblok sistem saraf simpatik di dalam jantung.

  Atenolol dan metropolol, menurunkan denyut jantung dan tekanan darah dengan bekerja secara antagonis terhadap sinyal adrenegik. Sangat efektif untuk jangka panjang pada penyakit jantung koroner. Efek samping

  β blocker diantaranya adalah

  letargi, impotensi, perifer dingin, eksaserbasi diabetes dan hiperlipidemia. Kontra indikasi adalah pada penyakit asma dan penyakit vaskuler perifer.

  3) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor adalah

  obat untuk tekanan darah tinggi yang dapat melebarkan pembuluh darah untuk memenuhi volume darah pada saat jantung memompa sehingga tekanan darah menjadi turun.

  Kaptopril, enalapril, lisinopril, dan ramipil, memberikan efek anti hipertensi dengan menghambat pembentukan angiotensin II. Efek samping di antaranya adalah batuk kering dan angioedema.

  4) Angiotensin II Receptor Blocker (ARBs) Angiotensin II Receptor Blocker (ARBs) memiliki efek

  yang sama dengan ACE Inhibitor walaupun data penelitian yang mendukung penggunaannya kurang komprehensif.

  Losartan dan valsartan, bekerja sebagai antagonis terhadap aksis angiotensin II-renin. Indikasinya pada gagal jantung atau gangguan fungsi ventrikel kiri jika batuk akibat inhibitor ACE terasa mengganggu. Efeknya dalam fungsi ginjal pada hipertensi renovaskuler sama.

  5) Antagonis α

  Seperti Doksazosin. Vasodilator yang menurunkan tekanan darah dengan bekerja antagonis terhadap reseptor α adrenegik pada pembuluh darah perifer.

  6) Calsium Channel Blocker

  Obat ini digunakan untuk menurunkan tekanan darah. Cara kerjanya ialah melambatkan pergerakan kalsium di dalam sel di jantung dinding pembuluh darah untuk memudahkan kerja jantung dan melebarkan pembuluh darah. Nifedipin, amlodipin, felodipin, nisoldipin yaitu untuk menurunkan kerja jantung, meningkatkan pengiriman oksigen ke dalam myocardium, Diltiazem hydrochloride (Cardizem SR, Cardizem CD, Dilacor XR, Tiazac) yaitu untuk menghambat kekakuan arteri koroner yang tidak terkontrol oleh beta blocker. Kontra indikasi AV block Hipotensi, gagal jantung (Brunner & Suddart, 2000).

  b.

  Penatalaksanaan Non Farmakologis Pengobatan non farmakologis saat ini adalah pilihan utama untuk menurunkan tekanan darah karena selain tidak memiliki efek samping yang membahayakan bagi kesehatan. Pengobatan non farmakologis yang saat ini banyak digunakan untuk penderita hipertensi adalah terapi menggunakan seduhan teh karena dianggap murah dan tidak berbahaya bagi kesehatan. Salah satu pengobatan yang pernah dilakukan adalah dengan menggunakan bunga rosella.

B. Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa L.) 1. Deskripsi Tanaman

  Tanaman rosella sudah dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak tahun 1922 sebagai tanaman hias, tanaman pagar dan tanaman penghasil serat. Rosella saat ini menjadi tanaman yang diminati oleh masyarakat karena berbagai produk yang dapat dihasilkan dari bunga dan seratnya sehingga mengalami peningkatan budidaya yang cukup tinggi (Astuti, 2010).

  Rosella merupakan tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5 sampai 3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu, dan berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi dan pangkal berlekuk. Panjang daun 6 sampai 15 cm dan lebarnya 5 sampai 8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau dengan panjang 4 sampai 7 cm.

  Bunga rosella mempunyai 8 sampai 11 helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berlekatan dan berwarna merah. Kelopak bunga ini sering dianggap sebagai bunga oleh masyarakat. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman. Bunga rosella telah dibudidayakan di India, Hindia Timur, Nigeria, dan ke Amerika untuk diambil serat raminya (Morton, 1987). Sudan, Egypt Thailand, Meksiko, dan China adalah negara yang di import bunga rosella terbanyak dari daerah Angola (Bisset, N.G., & Wichtl, M., 2001).

  

(a) (b)

Gambar 2.1 (a) Tanaman bunga rosella (b) Kelopak bunga rosella yang sudah dikeringkan

  2. Sifat Botani Tanaman

  Rosella mempunyai nama ilmiah Hibiscus Sabdariffa Linn, merupakan anggota famili malvaceae. Rosela dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai habitat asli di daerah yang terbentang dari India hingga Malaysia. Namun sekarang tanaman ini telah tersebar luas di daerah tropis dan subtropis di seluruh dunia. Karena itu, tidak heran jika tanaman ini mempunyai nama umum yang berbeda-beda di berbagai negara.

  Di Inggris dan di negara berbahasa inggris lainnya, tanaman ini dikenal dengan nama roselle, rozelle, sorrel, red sorel, white sorrel,

  jamaica sorrel, indian sorrel, guinea sorrel, sour-sour, queensland

jelly plant, jelly okra, lemon bush, dan florida cranberry. Di Perancis,

  rosela juga disebut dengan nama oseille rouge atau oseille de guinee. Di Spanyol dikenal dengan nama quimbombo chino,sereni, rosa de

  

jamaica, flor de jamaica, jamaica, agria, agrio de guinea, quetmia

acida, vina, dan venuela. Di Malaysia, rosela dikenal sebagai asam

susur dan di Thiland disebut kacieb priew (Maryani, H., & Kristiana,

L., 2005).

  3. Lingkungan tumbuh

  Distribusi bunga rosella hampir seluruh daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 900 meter diatas permukaan laut dan bisa bertahan di daerah yang beriklim sedang. Tanah yang cocok untuk tanaman rosella adalah tanah yang berpasir dan memiliki sedikit lempung. Cara perkembangbiakan tanaman rosella yaitu menggunakan biji, akan tetapi tumbuh dengan mudah melalui stek (Morton, 1987).

  Pada 4 sampai 5 bulan setelah tanam, tanaman ini memerlukan banyak sinar matahari untuk mencegah munculnya bunga prematur.

  Biasanya bunga yang muncul sebelum waktunya mempunyai kualitas yang rendah. Selain itu, pada awal pertumbuhannya rosela juga memerlukan curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang diperlukan selama pertumbuhannya sekitar 182 cm. Jika curah hujan tidak mencukupi, bisa diatasi dengan pengairan yang baik (Maryani, H., & Kristiana, L., 2005).

4. Kandungan Kimia dan Nilai Gizi

  Tanaman rosella yang mempunyai kelopak bunga tebal (juicy) diketahui bermanfaat untuk pencegahan penyakit antara lain penyakit kanker dan radang, mengendalikan tekanan darah, melancarkan peredaran darah dan melancarkan buang air besar, anti kejang, anti cacing dan anti bakteri. Manfaat ini disebabkan karena kelopak bunga rosella mengandung vitamin C, vitamin A, protein, mineral, asam amino, gossypeptin, anthocyanin, dan glucoside hibiscin, asam organik, polisakarida dan flavonoid (Suryawati, 2011). Menurut Mahadevan N, Shivali & Kamboj, P., (2009) menyebutkan bahwa kelopak kering dari rosella mengandung flavonoid gossypetine, hibiscetine dan sabdaretine. Dan juga mengandung alkaloid, β- sitosterol, antosianin, asam sitrat, cyanidin-3-rutinose, delphinidine, galaktosa, pektin, asam protocatechuic, quercetine, asam stearat dan mengandung lilin.

  Kandungan senyawa dan gizi yang terdapat di dalam bunga rosella menurut Maryani, H., & Kristiana, L., (2005) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Kandungan senyawa dalam kelopak Bunga Rosella (Hibiscus Sabdariffa)

  Nama Senyawa Jumlah Campuran asam sitrat dan asam malat 13 %

  Anthocyanin yaitu gossypetin (hydroxyflavone) dan 2 % hibiscin Vitamin C

  0,004-0,005 % Protein 6,7 %

  • Berat segar

  7,9 %

  • Berat kering
    • Flavonol glucoside hibiscritin
    • Flavonoid gossypetine
    • Hibiscetine dan sabdaretine
    • Delphinidin 3-monoglocoside
    • Cyanidin 3-monoglucoside (chrysantehnin)

Tabel 2.2 Kandungan gizi rosella

  100 g 100 g 100 g 100 g Buah Segar Daun Segar Kelopak Segar Biji

  • Kalori 49 kal 43 kal 44 kal Air 84,5 % 85,6 % 86,2 % 7,6 % Protein 1,9 g 3,3 g 1,6 g 24, 0 % Lemak 0,1 g 0,3 g 0,1 g 22,3 % Karbohidrat 12,3 g 9,2 g - 11,1 g Serat 2,3 g 1,6 g 2,5 g 15,3 %

  Abu 1,2 g 1,6 g 1,0 g 7,0 % Kalsium 1,72 mg 213 mg 160 mg 0,3 % Fosfor 57 mg 93 mg 60 mg 0,6 % Besi 2,9 mg 4,8 mg 3,8 mg - Betakaroten 4135 ig 285 ig - 300 ig Vitamin C 14 mg 54 mg 14 mg - Tiamin

  • 0,17 mg 0,04 mg -
  • Ribofl
  • 0,45 mg 0,6 mg 1,2 mg - - Niasin

  0,5 mg Sulfida - - - 0,4 %

  • Nitrogen

  23,8 % -

Tabel 2.3 Kandungan asam lemak dalam biji rosella Jenis asam lemak Jumlah

  Asam miristin 2,1 % Asam palmitin 35,2 % Asam stearat 2 % Asam oleat 3,4 %

  Asam linoleat 34 %

Tabel 2.4 Kandungan sterol dalam minyak biji rosella Jenis sterol Jumlah

  61,3 % β-sitosterol kampasterol 16,5 % kolesterol 5,1 % ergosterol 3,2 %

  Menurut Bisset, N.G., & Wichtl, M., (2001), kandungan senyawa dalam bunga rosella adalah 1,5% antosianin diantaranya delphinidin 3-sambubioside, delphinidin, cyanidin 3-sambubioside, dan warna merah anggur. Ketiga kandungan ini merupakan senyawa antioksidan aktif yang dapat menangkal radikal bebas. Bunga rosella juga mempunyai kandungan flavonoid diantaranya gossypetin (hexahydroxyflavone) 3-glucoside. Minyak Bunga Rosella mengandung 15% polisakarida dan 2% pektin. Bunga Rosella berfungsi sebagai obat spasmolitik, antibakterial, kolagogic, diuretik dan juga mempunyai sifat anthelmintic.

5. Manfaat Teh Rosella a.

  Anti Hipertensi Menurut Mahadevan, N., Shivali & Kamboj, P., (2009) menyebutkan bahwa teh dari kelopak bunga rosella menunjukkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 11,2% dan 10,7% pada tekanan darah diastolik. Ekstrak dalam bentuk cair dari kelopak mengandung dosis yang cukup untuk menurunkan tekanan rata- rata arteri (MAP) pada hewan percobaan yaitu tikus. Ekstrak tersebut mempunyai sebuah efek vasodilator di cincin aorta yang paling kecil pada tikus yang terkena hipertensi. Menurut Ulbricht, C., & Seamon, E., (2010) menyebutkan bahwa kelopak bunga rosella mempunyai evidence-based grade B yang berarti aman untuk dikonsumsi. Praktisioner medis dari Cina sudah lama menggunakan kelopak bunga rosella untuk mengobati penyakit hipertensi baik hipertensi ringan dan hipertensi sedang. Dosis yang digunakan sebanyak 10 gram yang diseduh dengan air panas selama 4 minggu.

  b.

  Hepatoprotektif Menurut Mahadevan N, Shivali & Kamboj, P., (2009) menyebutkan bahwa efek proteksi dari ekstrak kelopak kering rosella bisa melawan stress oksidatif pada tikus dengan penyakit hati primer. Ekstrak daun bunga melindungi tikus melawan induksi cadmium hati, prostat, dan testis peroksidasi.

  c.

  Anti hiperlipidemia Efek inhibitor pada ekstrak tanaman rosella pada oksidasi LDL dan anti hiperlipidemia dalam fruktosa dan kolesterol dalam tikus yang di teliti. Ekstrak daun dan bunga dari tanaman yang berwarna merah dan hijau dapat menurunkan konsentrasi total plasma pada tikus yang menunjukkan efek protektif kardiovaskuler (Mahadevan N, Shivali & Kamboj, P., 2009).

  d.

  Antioksidan Antioksidan yang terkandung di dalam kelopak kering bunga rosella dapat menghambat radikal bebas sehingga sel-sel yang abnormal penyebab kanker dapat teratasi dan dapat di cegah. Cyanidin dan cyanidin 3-glucoside adalah senyawa yang mempunyai sifat proteksi menangkal radikal bebas (Mahadevan N, Shivali & Kamboj, P., 2009).

  e.

  Anti kanker Antosianin yang terkandung di dalam kelopak bunga rosella dapat menghancurkan sel-sel kanker yang berkembang secara abnormal.

  Aktifitas antioksidan dari antosianin tersebut dapat menginhibisi oksidasi LDL dan oksidasi LDL makrofag pada pembelahan sel kanker. Efek inhibitor asam protocatechuic yang di demonstrasikan pada kulit tikus menunjukkan bahwa asam tersebut potensial sebagai agen kemopreventif untuk kanker.

  f.

  Efek vasoprotective Cyanidine 3-glukoside memberikan efek proteksi melawan induksi peroksinitrit disfungsi endotel dan kegagalan pembuluh darah (Galvano, F., Fauci, L.L., Vitaglione, P., Fogliano, V., Vanella, L., & Velgines, C., 2007). Jadi pembuluh darah akan tetap terjaga tingkat elastisitasnnya atau tidak terjadi spasme pembuluh darah.

  g.

  Efek anti inflamasi Polisakarida pada bunga rosella yaitu fenolik dapat menstimulasi proliferasi dan diferensiasi dari keratinosit pada manusia. Fenolik aktif untuk mengobati masalah di dalam ginjal dan perut yang berguna sebagai efek anti inflamasi (Mungole, A., & Chaturvedi, A, 2011) h. Anti obesitas dan Anti diabetes

  Implikasi dari Cyanidin 3-glukoside yaitu untuk mencegah obesitas dan anti diabetes. Antosianin dari bunga rosella adalah salah satu pigmen yang memberikan warna merah keunguan yang berguna untuk mencegah hiperglikemia, hiperinsulinemia, dan hiperletinemia (Galvano, F., Fauci, L.L., Vitaglione, P., Fogliano, V., Vanella, L., & Velgines, C., 2007)

C. Kerangka Teori

  Kerangka teori dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 sebagai berikut:

  Faktor yang tidak dapat di ubah

  • Primer • Ras
  • seku
  • Umur • Jenis kelamin
  • Riwayat keluarga/keturunan Faktor yang dapat di ubah
  • Merokok • Kegemukan • Sindroma resistensi insulin atau sindroma metabolik

  Hipertensi

  • Kurangnya aktivitas fisik
  • Sensitivitas natrium
  • Kalium rendah
  • Konsumsi minuman beralkohol berlebihan
  • Stress • Lingkungan dan faktor geografi Farmakologis Nonfarmakologis (seduhan teh rosella)

Gambar 2.2 Kerangka Teori Sintesa dari Sutomo, B (2009), Martuti

  (2009)

D. Kerangka Konsep

  Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3 sebagai berikut:

  

Hipertensi Primer Seduhan Teh Penurunan Tekanan

Rosella Darah

Gambar 2.3 Kerangka Konsep E.

   Hipotesis

  Hipotesis dalam penelitian ini penulis rumuskan sebagai berikut: 1.

  Terdapat perbedaan tekanan darah sistolik antara sebelum dan sesudah intervensi (ada pengaruh pemberian seduhan teh rosella terhadap tekanan darah sistolik).

  2. Terdapat perbedaan tekanan darah diastolik antara sebelum dan sesudah intervensi (ada pengaruh pemberian seduhan teh rosella terhadap tekanan darah diastolik).