PENGARUH MOTIVASI KERJA, DISIPLIN KERJA DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI KESEHATAN PADA RUMAH SAKIT PANTI SECANTI GISTING

PENGARUH MOTIVASI KERJA, DISIPLIN KERJA DAN BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA PEGAWAI KESEHATAN PADA RUMAH SAKIT PANTI SECANTI GISTING

  Imam Jayadi

  Abstract In light of efficient and effective hospital health efforts in providing priority to curative and rehabilitative aspects at Children's Hospital Secanti, harmonious and integrated way should be implemented in order to obtain high performance Human Resource involved in the service. This study was carried out in the Secanti Hospital Panti, Gisting, in which effects of work motivation, work discipline and organizational culture on yhe performance were examined and further analyzed. Data analysis techniques used in this study is a descriptive and statistical methods in accordance with the prevailing theory. Stratified random sampling method was applied and the data used are primary ones collected through questionnaires while secondary data gathered through library research. Data analysis were conducted through correlation analysis, determination coefisient test, regression test and t test for hypothesis testing. Furthermore, the conclusion: there were positive and significant influence between motivation Work (X 1 ) on employee performance (Y) with a correlation of test results for 0874, presenting the relationship of 76.4%, for Work Discipline relations (X 2 ) to variable (Y) for 0675 , presentation of the relationship by 45.6% is also positive and significant effect, whereas the relationship Cultural Organization (X 3 ) with variable (Y) for 0869, presenting the relationship of 75.6% also had a positive and significant impact on the performance of Children's Hospital employees Secanti , Gisting. Thus note that the quality of HR (Human Resources) at the Hospital Panti Secanti, Gisting quite good and very strong views of the three variables: Work Motivation, Discipline of Work and Organizational Culture together / simultaneously with the correlation 0927, presentation by 86 ties , 0%. Based on the results of hypothesis tests obtained probability (Sig. = rejected and H 1 accepted or there is significant

  0.0

   a) <0.05 (α) then H influence between motivation, work discipline and organizational culture on employee performance Secanti Children's Hospital.

  Keyword: Motivation, Discipline, Work, Organizational Culture, Employee Performance Health, Hospital, and Panti Secanti Gisting.

  

Abstrak

  Agar Rumah Sakit mampu melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitative yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya promotif dan preventif serta melaksanakan upaya rujukan maka Sumber Daya Manusia di dalamnya dituntut untuk mempunyai kinerja yang baik. Demikian halnya dengan Rumah Sakit Panti Secanti. Untuk itu diteliti Kinerja karyawan Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting, dalam penelitian ini faktor yang diteliti pengaruhnya terhadap kinerja Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting adalah faktor motivasi kerja, disiplin kerja dan budaya organisasi. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif yaitu analisis dengan cara mengungkapkan atau menggambarkan mengenai keadaan atau fakta yang akurat dari objek yang diamati, yang sesuai dengan teori yang berlaku. Dalam penelitian ini digunakan metode sampling, yaitu cara untuk melakukan pengambilan contoh dari populasi yang diketahui, baik dari cara penentuan jumlah sampel maupun dari model pengambilan sampel dimaksud, dengan harapan agar sampel yang digunakan dapat mewakili populasinya. penetapan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan metode

  

proportionate stratified random sampling, yaitu penentuan sampel secara

  acak pada strata jabatan Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuesioner dan data skunder yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan. Berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan diketahui Kinerja karyawan Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting selama ini tergolong baik. Dari penelitian juga diketahui faktor motivasi kerja mempunyai pengaruh yang signifikan (76,4%) terhadap kinerja karyawan Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting. Faktor disiplin kerja juga mempunyai pengaruh yang signifikan (45,6%) terhadap kinerja karyawan Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting. Faktor budaya organisasi mempunyai pengaruh yang signifikan (75,6%) terhadap kinerja karyawan Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting. Dari penelitian yang dilakukan diketahui bahwa kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting sangat kuat. Pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja, dan budaya organisasi secara bersama/simultan terhadap kinerja karyawan sebesar 86,0%. Kata kunci: Motivasi, Disiplin, Kerja, Budaya Organisasi, Kinerja Pegawai Kesehatan, Rumah Sakit, dan Panti Secanti Gisting.

  Pendahuluan Latar Belakang

  Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia yang sehat, cerdas dan produktif, serta mapu memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat dengan komitmen yang tinggi terhadap kemanusiaan dan etika, dan dilaksanakan dengan semangat pemberdayaan dan kemitraan yang tinggi.

  Departemen Kesehatan Republik Indonesia telah menggariskan bahwa rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasilguna dengan mengutamakan upaya kuratif dan rehabilitative yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya promotif dan preventif serta melaksanakan upaya rujukan (Departemen kesehatan RI, Petunjuk Pelaksanaan Penetapan Indikator menuju Indonesia Sehat 2010 Jakarta, 2001). Rumah sakit merupakan

  bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang melayani pasien dengan berbagai jenis pelayanan. Rumah sakit merupakan salah satu bentuk organisasi yang bergerak dibidang pelayanan kesehatan dimana salah satu upaya yang dilakukannya adalah menjadi tujuan rujukan dari pelayanan tingkat bawahnya, seperti Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), dokter praktek swasta dan rumah sakit lainnya. Untuk itu, sebagai salah satu tujuan dari rujukan layanan kesehatan, maka rumah sakit perlu menjaga kualitas layanannya terhadap masyarakat yang membutuhkan.

  Pelayanan kesehatan inilah yang selalu dituntut oleh para pengguna jasa di bidang kesehatan agar selalu bertambah baik dan pada akhirnya tujuan organisasi dalam melakukan pelayanan yang prima dan berkualitas dapat terwujud. Untuk mewujudkan hal ini, tentu saja tidak mudah karena perlu adanya perbaikan manajemen pengelolaan layanan dan sudah pasti terdapat persaingan yang semakin ketat antar rumah sakit.

  Pelayanan rumah sakit di Indonesia sudah bersifat padat modal, padat karya dan padat teknologi, yang diandalkan untuk memberikan pengayoman medik untuk pusat – pusat pelayanan kesehatan. Untuk melaksanakan pelayanan tersebut sangat erat kaitannya dengan profesionalisme staf rumah sakit.

  Profesionalisme staf rumah sakit berkaitan langsung dengan masalah ketersediaan sumber daya manusia yang memadai dan berkualitas yang karyawan, banyak faktor yang mempengaruhi prilaku masing-masing pribadi yang pada akhirnya berdampak pada hasil kinerja secara keseluruhan sebagai organisasi.

  Motivasi yang mendasari prilaku seseorang berbeda antara satu dengan yang lain, meskipun mungkin terdapat kemiripan antara satu dengan yang lain pastilah sebagai pribadi yang unik, masing-masing pribadi mempunyai kekhasan yang dominan yang menggerakkan dirinya untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini berkaitan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai karyawan dalam suatu organisasi.

  Disiplin kerja mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberiakn kepadanya. Dalam kaitan dengan disiplin kerja erat hubungannya dengan tata tertib yang harus ditaati oleh setiap karyawan demi terlaksananya tujuan organisasi.

  Budaya organisasi merupakan wadah tempat individu bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi. Erat hubungannya dengan visi misi pendiri organisasi yang pada perkembangannya terus menyesuaikan diri pada kebutuhan zaman. Budaya Organisasi berfungsi sebagai perkat, pemersatu, identitas, citra, motivator, bagi seluruh staff dan orang-orang yang ada di dalamnya.

  Rumah Sakit Panti Secanti adalah salah satu rumah sakit umum swasta di daerah Gisting, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Berdiri sejak tahun 1956 dan dikelola oleh Yayasan Santo Georgius Pringsewu, Lampung. Rumah sakit ini sudah menjadi rumah sakit rujukan untuk beberapa pusksesmas selain rumah sakit umum yang ada di daerah Tanggamus dan sekitarnya.

  Masalah Penelitian

  Melihat perkembangan dari awal berdirinya (diawali dengan sebuah balai pengobatan) hingga sekarang, Rumah Sakit Panti Secanti telah berusaha melayani masyarakat terutama dalam bidang kesehatan masyarakat dengan segala keterbatasannya.

  Rumusan Masalah

  Atas dasar uraian latar belakang tersebut, rumusan masalah dalam penelitian ini dapat disusun dalam suatu pertanyaan sebagai berikut :

  1. Apakah ada pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai kesehatan pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting?

  2. Apakah ada pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai kesehatan pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting?

  3. Apakah ada pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai kesehatan pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting?

  4. Apakah ada pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai kesehatan pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting?

  Tujuan Penelitian

  Dari masalah yang telah dirumuskan terdahulu maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk:

  1. Mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai kesehatan pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting.

  2. Mengetahui seberapa besar pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai kesehatan pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting.

  3. Mengetahui seberapa besar pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja pegawai kesehatan pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting.

  4. Mengetahui seberapa besar pengaruh motivasi kerja, disiplin kerja dan budaya organisasi terhadap kinerja pegawai kesehatan pada Rumah Sakit Panti Secanti, Gisting.

  Keterbatasan Penelitian

  Dalam melakukan penelitian masih terdapat berbagai kelemahan dan kekurangan, walaupun penulis telah berupaya semaksimal mungkin dengan berbagai usaha untuk membuat hasil penelitian ini bisa menjadi sempurna. Penulis menyadari bahwa keterbatasan penelitian ini antara lain:

  1. Keterbatasan uji coba kuesener hanya dilakukan di satu di rumah sakit

  2. Keterbatasan kemampuan peneliti dalam penelitian perilaku terhadap berbagai lapisan tenaga medis dan karyawan serta tugas-tugasnya.

  3. Penulis mempunyai keterbatasan dalam melakukan penelaahan penelitian, pengetahuan yang kurang, literatur yang kurang, waktu dan tenaga yang terbatas.

  Tinjauan Pustaka Teori Motivasi

  Komang Ardana, Ni Wayan Mujianti, Anak Agung Ayu Sriathi (2009 : 31) mengatakan tetang proses timbulnya motivasi pada seseorang dan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi sebagai berikut: 1) Kebutuhan yang belum terpenuhi; 2) Mencari dan memilih cara-cara untuk memuaskan kebutuhan (di sini akan terlihat kemempuan, ketrampilan dan pengalaman); 3) Perilaku yang diarahkan pada tujuan; 4) Evaluasi prestasi; 5) Imbalan atau hukuman; 6) Kepusan; 7) Menilai kembali kebutuhan yang belum terpenuhi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi adalah: 1) Karakteristik Individu seperti minat, sikap terhadap diri sendiri, pekerjaan dan situasi pekerjaan, kebutuhan individual, kemampuan atau kompetensi, pengetahuan tentang pekerjaan, dan emosi, suasana hati, perasaan keyakinan dan nilai-nilai; 2) Faktor- faktor pekerjaan seperti faktor lingkungan pekerjaan, dam faktor dalam pekerjaan. Ricky W. Griffin & Ronalg J. Ebert (2003: 288) mengemukakan tentang teori motivasi klasik (classical theory of motivation), para pekerja termotivasi semata-mata oleh uang. Sedangkan dalam buku The Principles of Scientific Manajement (1911) apabila para pekerja termotivasi oleh uang. Pendekatan ini dikenal sebagai manajemen ilmiah (scientific management). Sondang P Siagian (2004 : 143) menjelaskan bahwa sangat penting untuk menyadari bahwa motif biasanya diwujudkan dalam berbagai tindak tanduk seseorang. Ada ahli yang mengklasifikasikan tindak tanduk tersebut pada tiga jenis, yaitu: 1) Tindak tanduk yang bersifat konsumatorial; 2) Tindak tanduk yang bersifat instrumental; dan 3) Tindak tanduk yang bersifat substitutif. Tindak tanduk yang bersifat konsumatorial adalah bentuk tindak tanduk yang paling nyata: makan kalau lapar, minum kalau haus, istirahat kalau lelah, merupakan beberapa contoh konkrit. Tindak tanduk yang bersifat instrumental tidak langsung memuaskan kebutuhan tertentu yang dirasakan dan karenanya hasilnyapun tidak serta merta memuaskan kebutuhan tersebut. Misalnya jika seseorang mampir di toko makanan dan membeli banah-bahan makanan yang diperklukan kemudian, orang tersebut tidak serta merta menghilangkan rasas laparnya. Akan tetapi ia menggunakan dorongan mampir di toko makanan itu sebagai instrumen untuk memuaskan kebutuhannya akan bahan pangan. Tindak tanduk yang substitutif dapat dikatakan bahwa tindak tanduk demikianlah yang paling sulit dipahami dibandingkan dengan dua jenis tindak tanduk yang lain. Alasannya, jika dilihat sepintas tindak tanduk substitutif ini seolah-olah tidak ada kaitannya dengan kebutuhan tertentu yang sesungguhnya ingin dipuaskan oleh seseorang. Misalnya, tidak mustahill bahwa seseorang akan bekerja keras melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya dengan harapan bahwa dengan prestasi kerja yang tinggi ia dapat diterima sebagai teman baik oleh banyak rekan sekerjanya. Pengamatan sepintas lalu mungkin saja orang menarik kesimpulan bahwa ia adalah seorang yg

  ‘ambisius’ yang ingin meraih jabatan yang lebih tinggi. Padahal yang bersangkutan tidak bermotif. Demikian tindak tanduknya hanyalah merupakan substitusi pemenuhan kebutuhan afilisiasi, bukan kebutuhan kekuasaan.

  Veithzal Rivai (2004: 458), menjelaskan: 1) Hierarki Teori Kebutuhan

  

(Hierarchical of Needs Theory). Menurut Abraham Maslow manusia

  mempunyai sejumlah kebutuhan yang diklasifikasikan pada lima tingkatan atau hierarki, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan kemilikan sosial/kasih sayang, kebutuhan penghargaan diri, dan kebutuhan aktualisasi diri. 2) McClelland

  ’s Theory of Needs memfokuskan kepada tiga hal yaitu: kebutuhan dalam mencapai kesuksesan (needs for

  

achievement), kebutuhan dalam kekuasaan atau otoritas kerja (need for

power), dan kebutuhan untuk berafiliasi (needs for affilation); 3) Teeory X

and Theory Y. Douglas McGregor mengajukan 2 pandangan yang berbeda

  tentang manusia; negatif dengan tanda label X dan positif dengan tanda label Y. Jadi teori McGregor ini lebih memihak kepada asumsi-asumsi Y atau positive side dari prilaku sumberdaya manusia di dalam organisasi. Boleh jadi, ide-ide secara partisipasi dalam mengambil keputusan, dan tanggung jawab atau grup relasi sebagai pendekatan untuk memotivasi karyawan dalam kepuasan kerjanya; 4) Teori ERG yang dikembangkan oleh Clayton Alderfer, dari Universitas Yale, Amerika Serikat. Akronim “ERG” merupakan huruf pertama dari tiga kata, yaitu: Eksistensi,

  Relatedness, and Growth. Dengan demikian, Veithzal Rivai (2004: 462),

  menjelaskan ketiga kategori kebutuhan individu itu adalah: 1) Kebutuhan eksistensi untuk bertahan hidup, kebutuhan fisik; 2) Kebutuhan keterhubungan adalah kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain yang bermanfaat seperti keluarga, sahabat, atasan, keanggotaan di dalam masyarakat; dan 3) Kebutuhan pertumbuhan adalah kebutuhan untuk menjadi produktif dan kreatif, misalnya diberdayakan di dalam potensi tertentu dana berkembang secara terus – menerus.

  

Model Harapan. Keith Davis & Jihn W. Newstrom (2008: 90- 92),

  menjelaskan pendekatan motivasi yang diterima secara luas adalah model harapan (expectancy model), juga dikenal sebagai teori harapan, yang dikembangkan oleh Victor H. Vroom dan telah diperluas dan disempurnakan oleh poster dan Lewller serta yang lain. Vroom menjelaskan bahwa motivasi adalah hasil dari tiga vaktor: seberapa besar seseorang menginginkan imbalan (valensi), perkiraan orang itu tentang kemungkinan bahwa upaya yang dilakukan akan menimbulkan prestasi yang berhasil (harapan), dan perkiraan bahwa prestasi itu akan menghasilakn perolehan imbalan (instrumentalitas). Hubungan ini dinyataka dalam rumus berikut: Valensi x harapan x instrumentalitas = motivasi

  Valensi mengacu pada kekuatan preferensi seseorang untuk

  memperoleh imbalan. Ini merupakan ungkapan kadar keinginan seseorang untuk mencapai suatu tujuan. Sebagai contoh, apabila seorang pegawai sangat menginginkan promosi, maka promosi ini memiliki valensi yang tinggi bagi pegawai tersebut. Valensi imbalan setiap pegawai tidak sama, dikondisikan oleh pengalaman masing-masing, dan boleh jadi sangat berbeda setelah beberapa waktu demikian ketika kebutuhan lama terpenuhi dan muncul kebutuhan baru menggantikannya. Valensi relatif yang dilekatkan karyawan pada imbalan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti usia, pendidikan dan jenis pekerjaan. Karena orang-orang mungkin memiliki preferensi positif atau negatif atas suatu hasil, valensi juga mungkin positif atau negatif. Apabila seseorang lebih suka tidak mendapatkan suatu hasil ketimbang memperolehnya, valensi hasil itu negatif. Apabila seseorang tidak menaruh perhatian pada suatu hasil, valensinya 0. Jenjang valensi itu secara keseluruhan beranjak dari -1 sampai dengan +1.

  

Harapan adalah kadar kekuatan keyakinan bahwa upaya kerja akan

  menghasilkan penyelesaian suatu tugas. Sebagai contoh seseorang yang menawarkan pelangganan majalah dari rumah ke rumah dari pengalamannya mungkin mengetahui bahwa volume penjualannya berkaitan langsung dengan jumlah tawaran penjualan yang dilakukan. Harapan dinyatakan sebagai kemungkinan (probability)- perkiraan pegawai tentang kadar sejauh mana prestasi yang dicapai ditentukan oleh upaya yang dilakukan. Karena harapan merupakan hubungan antara upaya dan prestasi, nilai dapat beranjak dari 0 sampai 1. Apabila seorang pegawai tidak melihat adanya kemungkinan bahwa upayanya akan menghasilkan prestasi yang diinginkan, harapannya dalah 0. Pada ekstrem yang lain, apabila pegawai sangat yakin bahwa tugas dapat diselesaikan, nilai harapannya adalah 1. Biasanya, memperkirakan letak harapan di suatu tempat di antara kedua ekstrem itu.

  Instrumentalitas menunjukkan keyakina pegawai bahwa ia akan

  memperoleh suatu imbalan apabila tugas dapat diselesaikan. Di sini pegawai melakukan kata putus (judgement) subyektif lainnya tetang kemungkinan bahwa organisasi menghargai prestasi itu dan akan memberikan imbalan atas dasar kemungkinan. Nilai instrumentalitas juga beranjak dari 0 sampai dengan 1. Apabila seorang pegawai memandang bahwa promosi didasarkan atas data prestasi, instrumentslits akan dinilai tinggi. Akan tetapi, apabila dasar bagi keputusan itu tidak jelas, maka ia akan mempertkirakan kecil kemungkinannnya. Hasil valennsi, harapan dan instrumentalitas adalah motivasi. Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan dorongan untuk melakukan suatu tindakan.

  

Tabel 1

Kombinasi valensi, harapan dan instrumentalitas

Valensi Harapan Instrumentalitas Motivasi

Tinggi positif Tinggi Tinggi Motivasi kuat

  Tinggi positif Tinggi Rendah Motivasi sedang Tinggi positif Rendah Tinggi Motivasi sedang Tinggi positif Rendah Rendah Motivasi lemah

Tinggi positif Tinggi Tinggi Sangat menghindar

Tinggi positif Tinggi Rendah Agak menghindar Tinggi positif Rendah Tinggi Agak menghindar

Tinggi positif Rendah Rendah Kurang menghindar

  Scott Snair (2008 : 120), mengemukakan: meskipun beberapa dari teori motivasi tidak selalu selaras antara satu dengan yang lain, sebagian besar teoritisi motivasi selama bertahun-tahun telah sepakat mengenai suatu hal: Manusia adalah makhluk yang rumit. Berusaha menerapkan segala model di atas ke dalam jenis penerapan kepemimpinan yang sama sepertinya tidak akan berhasil. Kuncinya adalah memahami tegori-teori akademik, mengapresiasikan apa yang mereka kemukakan (dan apa yang tidak mereka kemukakan), dan berusaha memengaruhi tim sambil mempertimbangkan hl-hal yang perlu.

  Disiplin Kerja Pengertian Disiplin kerja. Veithzal Rivai (2004 : 444-445), Disiplin

  kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu prilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-normasosial yang berlaku. Sebagai contoh, beberapa karyawan terbiasa terlambat untuk bekerja, mengabaikan prosedur keselamatan, melalaikan pekerjaan detail yang diperlukan untuk pekerjaan mereka, tindakan yang tidk sopan ke pelanggan, atau terlibat dalam tindakan yang tidak pantas. Disiplin karyawan memerlukan alat komunikasi, terutama pada peringatan yang bersifat spesifik terhadap karyawan yang tidak mau berubah sifat dan prilakunya. Penegakan disiplin karyawan biasanya dilakukan oleh penyelia. Sedangkan kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanaggungjawabnya. Sehingga seorang karyawwan yang dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konskuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya.

  

Bentuk-bentuk Disiplin Kerja. Terdapat empat perspektif daftar yang

  menyangkut disiplin kerja yaitu: 1) 1) Disiplin Retributif (Retributive

  Discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah; 2)

  Disiplin Korektif (Corrective discipline), yaitu berusaha membantu karyawan mengoreksi prilakunya yang tidak tepat; 3) Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), yaitu berusaha melindungi hak- hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner. 4) Perspektif Utilitarium (Ulilitarium Perspective), yaitu berfokus kepada penggunaan disiplin hanya pada saat konskuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya. Darsono P. & TjatjukSiswandoko (2011 : 130

  • 134) menjelaskan beberapa bentuk disiplin, antara lain: 1) Displin Preventif merupakan cara manajemen untuk mencipta iklim organisasi yang kondusif untuk meningkatkan produktivitas kerja. Pekerja prilakunya diatur oleh norma-norma organisasi agar tidak merugikan organisasi di tempat mereka bekerja; 2) Disiplin Positif ialah pembinaan mental kerja karyawan yang kinerjanya tidak memuaskan. Tujuannnya adalah membantu karyawan untuk memperbaiki diri, bukan memberi sanksi. Pandangan ini didasarkan bahwa karyawan pada umumnya bersedia bertanggungjawab atas pekerjaannya. Jika karyawan tidka mempunyai kesadaran diri terhadap kinerjanya, disiplin positif tidak ada artinya apa- apa; 3) Disiplin Progresif ialah intervensi manajemen kepada karyawan yang kinerjanya tidak memuaskan organisasi sebelum karyawan yang bersangkutan diberi sanksi atau diberhentikan. Tujuannya adalah untuk memberikan kesempatan kepada SDM untuk memperbaiki kinerja sebelum terkena hukuman atau pemberhentian. Didamping itu untuk memberi peluang pada pimpinan agar dapat bekerja sama dengan SDM dalam memperbaiki kesalahan yang dilakukan. Davis dan Newstrom (1985 : 90) menjelaskan bahwa untuk menerapkan disiplin progresif diperlukan beberapa langkah yaitu teguran lisan, teguran tertulis, skorsing, dan pemberhentian atau pemecatan; 4) Disiplin Tanpa Hukuman. Gray Dessler (1994:600) menjelaskan disiplin tanpa hukuman (discipline without

  punishment) dengan tujuan untuk memperoleh peneerimaan karyawan

  terhadap aturan, dengan mengurangi sifat punitif (menghukum) dari disiplin itu sendiri. Adapun caranya adalah dengan memberi cuti selama satu hari tanpa potong gaji kepada karyawan untuk mempertimbangkan apakah bersedia mematuhi aturan yang ada dan tetap ingin bekerja. Pada disiplin tanpa hukuman ini nampaknya keputusan diserahkan kepada karyawan yang bersangkutan dengan memberikan kesempatan/ waktu untuk berfikir dan mempertimbangkan antara bersedia atau tidak dalam mematuhi aturan-aturan yang berlaku. Tindakan seperti ini lebih baik karena karyawan seolah-olah tidak mersa dihukum. Berdararkan uraian di atas, yang dimaksud dengan disiplin kerja itu ialah prilaku patuh dan taat pada segala peraturan organisasi berdasarkan kesadaran untuk tercapainya tujuan organisasi. Kepatuhan atau ketaatan itu secara garis besarnya dapat diukur melalui prilaku karyawan dalam pelaksanaan tugas, tanggung jawab, kerja sama dan pengabdian.

  Pendekatan Disiplin Kerja. Terdapat tiga konsep dalam pelaksanaan

  tindakan disipliner: aturan tungku panas (Hot stove rule), tindakan didiplin progresif (progresive discipline), dan tindakan disiplin positif (positive

  

descipline). Pendekatan-pendekatan aturan tungku panas dan tindakan

  disiplin progresif terfokus pada perilaku masa lalu. Sedangkan pendekatan disiplin positif berorientasi pada tindakan yang akan datang dalam bekerja sama dengan para karyawan untuk memecahkan masalah-masalah sehingga masalah itu tidak timbul lagi.

  Gambar 1 Konsep Kedisiplinan Indikator-indikator Kedisiplinan. Malayu S.P. Hasibuan (2010 : 194 -

  198) menjelaksan tentang indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi yang dapat dipergunakan dalam mempengaruhi bawahannya: 1) Tujuan dan kemampuannya. 2) Teladan kepemimpinan; 3) Balas jasa; 4) Keadilan; 5) Waskat; 6) Sanksi hukum; 7 ) Ketegasan; dan 8) Hubungan kemanusian. Selain dari indikator- indikator di atas, Moekijat (2010 : 132) menjelaskan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara moral / semangat kerja yang tinggi dan displin. Apabila pegawai-pegawai merasa bahagia dalam pekerjaannnya maka mereka pada umumnya mempunyai disiplin. Sebaliknya apabila moral kerja atau semangat kerja mereka rendah maka mereka dapat menyesuaikan diri dengan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik, misalnya mereka terlalu banyak menggunakan waktu untuk keluar sekedar minum kopi, atau mereka sering datang terlambat ke kantor. Bahkan mungkin juga mereka tidak bersikap sopan terhadap pimpinan. Pada umumnya mereka itu menyetujui saja perintah-perintah, tetapi dengan perasaan yang kurang senang. Konsep kedisiplinan dapat digambarkan sebagai berikut: (H. Malayu S.P. Hasibuan, 2010:201).

  Budaya Organisasi

  Darsono (2009: 8-9) mengatakan prestasi manusia sepanjang sejarahnya merupakan kebudayaan. Untuk memahami manusia, seyogyanya ia ditempatkan pada kontek kebudayaan. Dalam kebudayaan tercermin segala kenyataan yang bernilai dan berharga dari prestasi manusia. Dalam kebudayaan kita bertemu dengan segala gejala kehidupan yang telah diolah serta diatur menurut tata cara tertentu. E.B. Taylor (1871) yang dikutip dalam buku: Soejono Soekanto (1990 : 172 -173) mengatakan kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenia, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. ” Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yang didapatkan atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari pola-pola berfikir, merasakan dan bertindak.

  

Pengertian Budaya Organisasi. A.A. Anwar Prabu Mangkunegara

(2005: 113) mengemukakan beberapa pengertian mengenai budaya

  organisasi menurut beberapa sumber sebagai berikut: Keit Davis dan John W.Newstrom (1989:60) mengemukakan bahwa “organizational culture is

  the set of assumption, belives, values, and norms that is shared among its membe rs” Lebih lanjut John R. Schermerhorn dan James G. Hunt

  (1991:340) mengemukakan bahwa,

  “Organizational culture is the system of shared beliefs and value that develops within an organization and guides the behavior of its membe rs”. Sedangkan Edgar H. Schein (1992:21)

  berpendapat bahwa: An organization

  ’s culture is a pattern of basic assumption invented, discovered or developed by a given group as it learns to cope with its problems of external adaptation and internal integration that has worked well enaugh to be considered valid and to be though to new members as the correct way to percieve, think and feel in relation to these problems. Berdasarkan pendapat itu dapat disimpulkan bahwa

  pengertian budaya organisasi adalah seperangkat asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam organaisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integritas internal.

  

Definisi Budaya Organisasi. Definisi Budaya Organisasi menurut

Ideational School yang dikutip oleh Achmad Sobirin (2009: 125-128)

  memberikan pengertian budaya organisasi sebagai

  “the system of such publicly and collectively accepted meanings operating for given group at a given time ” – Budaya adalah sistem makna yang diterima secara terbuka

  dan kolektif, yang berlaku untuk waktu tertentu bagi sekelompok orang tertentu. ” Sedangkan menurut Adaptationist School seperti dikemukakan oleh stanly Charlem Hapden

  • – Turner adalah sebagai adalah “Corporate

  culture is the pattern of shared beliefs and value that give the members of

  organization ”. Selanjutnya menurut Realist School seperti dikemukakan

  oleh Edgar Schein adalah “Culture is a pettern of shared basic assumptions

  

that the group learned as it solved its problems of external adaptation and

internal integration, that has work well enaugh to be considered valid and,

therefore, to be tought to new members as the correct way to perceive,

think and feel in relation to these problem s” Dimensi Budaya Organisasi. Komang Ardana, Ni Waya Mujiati, Anak

  Agung Ayu Sriathi (2009 : 167) mengemukakan tentang tujuh dimensi yang secara keseluruhan menangkap hakikat budaya organisasi. Dimensi- dimensi itu adalah sebagai berikut: 1) Inovasi dan pengambilan risiko; 2) Perhatian ke hal yang rinci/ detil; 3) Orientai hasil; 4) Orientasi orang; 5) Orientasi tim; 6) Keagresifan; dan 7) Kemantapan/ Stabilitas.

  Fungsi Budaya Organisasi. Nevizond Chatab (2007: 11) menyataakan

  fungsi budaya organisasi sebagai berikut: 1) 1) Identitas yang merupakan ciri atau karakter organisasi; 2) Social cohesion atau pengikat/ pemersatu seperti bahasa Sunda yang bergaul dengan orang Sunda, sama hobi olahraganya; 3) Sources, misalnya inspirasi; 4) Sumber penggerak dan

  

pola prilaku; 5) Kemampuan meningkatkan nilai tambah, seperti adanya

  aqua sebagai teknologi baru.; 6) Pengganti formalisasi, seperti olehraga rutin Jumat yang tidak dipaksa; 7) Mekanisme adaptasi terhadap perubahan seperti adanya rumah susun; 8) Orientasinya seperti konteks tinggi (kata-kata menjadi jaminan), konteks rendah (tertulis menjadi penting) dan konteks rendah (karena diikuti tertulis) dengan subkonteks tinggi (perintah lisan). Sedangkan menurut Luthans (2007), beberapa karakteristik penting budaya organisasi mencakup sebagai berikut: 1) Keteraturan prilaku yang dijalankan; seperti pemakaina bahasa atau terminologi yang sama; 2) Norma; seperti standar prilaku yang ada pada suatu organisasi atau komunitas; 3) Nilai yang dominant; seperti mutu produk yang tinggi, efisiiensi yang tinggi; 4) Filosofi; seperti kebijakan bagaimana pekerja diperlakukan; 5) Aturan; seperti tuntunan bagi pekerja baru untuk bekerja di dalam organisasi; 6) Iklim organisasi; seperti cara para anggota organisasi berinteraksi dengan pelanggan internal dan eksternal atau pengaturan tata letak bekerja (secara fisik). Menurut Kreitner & Kinick (2007) yang di kutip oleh Komang Ardana, Ni Waya Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi (2009: 170) menyatakan bahwa fungsi budaya organisasi mencakup sebagaimana yang diperlihatkan dalam bagan sebagai berikut: 1) Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja; 2) Dapat dipakai untuk mengembangkan kekuatan pribadi dengan perusahaan; 3) Membantu stabilitas perusahaan sebagai sistem sosial; dan 4) Menjadi pedoman prilaku, sebagai hasil dari norma-norma prilaku yang sudah terbentuk.

  

Gambar 3

Fungsi Budaya Organisasi

Proses Budaya Organisasi. Nevizond Chatab (2007 : 12), menjelaskan

  bahwa proses budaya organisasi dapat dipandang dari terbentuknya / terciptanya, dipertahankan / dipeliharanya dan diubah/ dikembangkannya budaya organisasi. Sedangkan untuk menghadapi tantangan perubahan budaya diperlukan adaptasi proses budaya:

  1. Pembentukan/ Menciptakan Budaya Terbentuknya budaya terutama karena adanya para pendiri, yaitu orang berpengaruh yang dominant atau kharismatik yang memperagakan bagaimana orgaanisasi seharusnya bekerja dalam menjalani misi guna meraih visi yang ditetapkan. Selanjutnya diseleksi orang yang memiliki pengetahuan, ketrampilan kepemimpinan dan keteladanan untuk melanjutkan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan kaidah dan norma dari para pendirinya. Gambar 4 menjelaskan bagaimana organisasi membentuk budaya.

  

Gambar 4

Organisasi Membentuk Budaya

  Bambang Rudito (2009 : 145) mengatakan perusahaan tentunya mempunyai harapan dan cita-cita agar para karyawannya khususnya yang menjalankan roda perusahaan harus bersifat inovatif untuk membaca pasar, kreatif dan jujur.

  2. Pemeliharaan/ Mempertahankan Budaya

  Sumber yanng paling pokok dan awal dalam menciptakan budaya adalah para pendirinya. Langkahnya harus dimulai dari: berbagi pengetahuan, praktek dan amalkan pengetahuannya, kembangkan ketrampilan dan kemampuan yang sesuai, memiliki sikap yang konsisten dalam menanggapi berbagai hal, pupuk kebiasaan, tampilkan karakter sesuai kebiasaan pada berbagai kesempatan. Untuk mempertahankan budaya sedikitnya terdapat tiga kekuatan berikut, yang memanikannya secara khusus, yaitu tindakan dan keterllibatan manajemen puncak, praktek seleksi, dan metode serta keefektifan penerapan sosialisasi-sosialisasi

  3. Pengembangan Budaya Organisasi Menurut Luthans dan model Hirarki Sistem Organisasional oleh Tenner & De Toro, strategi perubahan dalam kaitannya dengan pengembangan budaya dapat dilakukan melalui pilihan structural

  change, process / system change dan HR change.

  4. Adaptasi Proses Budaya Dalam beradaptasi dengan tantangan perubahan lingkungan, andaikan suatu dimensi budaya X yang ada saat ini, akan berinteraksi dengan dimensi budaya Y, maka pilihan keluaran dimensi budayanya dapat berupa seperti tabel berikut:

  

Tabel 2

Keluaran Dimensi Budaya

Keluaran Pilihan Dimensi

  No Dimensi keterangan Adaptasi Budaya budaya Gunakan pilihan ini jika

  1 Akomodasi X + Y X,Y dimensinya dipertahankan Pilihan ini, semua dimensi

2 Akulturasi X + Y X,Y,Z budaya dipertahankan & ada dimensi baru.

  Pilihan ini jika membentuk

  3 Assimilasi X + Y Z menjadi dimensi budaya Z Cara - cara Karyawan Mempelajari Budaya. Robbins dan Coulter

  (2004) yang di kutip oleh Komang Ardana, Ni Waya Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi (2009 : 172) mengatakan bahwa budaya organisasi itu dapat ditransformasikan kepada para pegawai dengan berbagai macam cara, yang mana yang paling banyak digunakan adalah cara-cara berikut: 1) Cerita. Pendongeng organisasi dalam hal ini kalangan ekskutif senior menjelaskan warisan perusahaan dan menampilkan cerita sebagai wujud penghargaan terhadp orang yang telah melakukan sesuatu; 2) Ritual. Setia organisasi biasanya memiliki corak ritual sendiri-sendiri, dan terkadng sudah mengakr dan menjadi bagian hidup suatu organisasi.

  Kegiatan ini mengekspresikan serta meneguhkan nilai-nilai utama organisasi; 3) Simbol/ Lambang materi, seperti: pakaian aseragam, tata letak kantor, tipe mobil yang diberikan, dan lain-lain atribut fisik yang dapat organisasi dan unit di dalam organisasi memakai bahasa sebagai cara untuk mengidentifikasi budaya. Dari waktu ke waktu, sering organisasi mengembangkan istilah-istilah khusus untuk menggambarkan peralatan, orang-orang penting, para pemasok, pelanggan atau produk-produk yang berkaitan dengan bisnis, yang bisa sebagai alat pemersatu anggota organisasi.

  

Visi dan Misi. Budaya Organisasi terkait erat dengan visi dan misi yang

  menjiwai seluruh gerak langkah suatu organisasi. Cyntia D. Scott, Dennis T. Jaffe, Glenn R. Tobe (2010 : 3) mengatakan salah satu karakteristik utama organisasi serta tim dengan kinerja tinggi adalah, mereka memiliki gambaran jelas tentang apa yang berusaha mereka ciptakan bersama. Mereka pun merasa senang dan memahami tujuan dasar. Mereka memiliki nilai bersama. Nilai, misi dan visi membentuk inti dan identitas mereka.

  Elemen kunci ini mngandung lem yang membuat orang, tim dan organisasi bersikap responsif dan inovatif di dalam situasi baru. Visi menyatakan “kita ingin menjadi apa”; misi menyatakan “apa yang harus diperbuat”. Darsono (2009 : 57 -58) memberi gambaran pola pikir organisasi seperti yang terlihat pada Gambar 5.

  Gambar 5 Pola Pikir Organisasi

  Djokosantoso Moeljono, Steve Sudjatmiko (2007 : 88

  • – 89) mengutip apa yg dikatakan Burt Nanus menyatakan visi adalah gambaran masa depan organisasi yang realistis, kreadibel, dan atraktif. Visi adalah artikulasi dari arah yang dituju, yaitu suatu masa depan yang secara hakiki lebih baik, lebih hebat, dan lebih memikat daripada sekarang. Sedangkan Stephen R. Covery mengatakan:

  “Misi organisasi merupakan suatu yang merefleksikan visi dan nilai-nilai bersama, guna menciptakan kesatuan dan komitmen yang kuat. Misi seperti ini menciptakan kerangka referensi, kriteria, serta pedoman dalam hati dan pikiran segenap warga organisasi.

  ” Dari uraian di atas dapat disimpulakan bahwa visi adalah cita - cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan untuk menjamin kelestarian dan kesuksesan jangka panjang. Dan Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga dalam usahanya mewujudkan Visi. Dalam operasionalnya orang berpedoman pada pernyataan misi yang merupakan hasil kompromi intepretasi Visi. Misi merupakan sesuatu yang nyata untuk dituju serta dapat pula memberikan petunjuk garis besar cara pencapaian Visi.

  Kinerja Pengertian Kinerja. Wirawan (2009 : 5) menjelaskan konsep kinerja

  merupakan seingatan dari kinetika energi kerja yang padanannya dalam bahasa Inggris adalah performance. Sedangkan Payaman J. Simanjuntak. (2005 : 1) menjelaskan arti kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Selanjutnya Veithzal Rivai, Ahmad Fawzi Moh. Basri, Ella Jauvani Sagala, Silviana Murni (2008 : 14-15) menerangkan kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas dibandingkan denganb erbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaraa atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Beberapa pengertian berikut ini akan memperkaya wawasan kita tentang kinerja adalah: 1) seperangkat hasil yang dicapai dan merujuk pada tindakan pencapaian serta pelaksanaan sesuatu pekerjaan yang yang diminta (Stolovitch and Keeps: 1992); 2) salah satu kumpulan total dari kerja yang ada pada diri pekerja (Griffin: 1987); 3) dipengaruhi oleh tujuan (Monday and Premeaux, 1993); 4) fungsi dari motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan, seseorang harus memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemempuan tertentu. Kesediaan dan ketrampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan sesuatuu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya (Hersey and Blanchard, 1993); 5) merujuk pada pencapaian tujuan karyawan atas tugas yang diberikan (Casio:1992); 6) merujuk kepada tingkat keberhasilan dalam pelaksanaan tugas serta kemampuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kinerja dinyatakan baik dan sukses jikak tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan baik (donnelly, Gibson and Ivancevich:1994); 7) Pencapaian tujuan yang telah ditetapkan merupakan salah satu tolak ukur kinerja individu. Ada tiga kriteria dalam melakukan penilaian kinerja individu, yakin: (a) tugas individu; (b) prilaku individu; dan (c) ciri individu (Robbin: 1996); 8) sebagai kualitas dan kuantitas dari pencapaian tugas-tugas, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok maupun perusahaan (Schermerhorn, Hunt and Osborn: 1991); dan 9) sebagai fungsi interaksi antarar kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan opportunity (O), yaitu kinerja = f (A, M, O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan (Robbins:1996). Dengan demikian, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemempuan, motivasi dan kesempatan.

  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja. Mahmudi 2010 : 20) mencakup banyak faktor yang memperngaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: 1) faktor personal / individual, meliputi: pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaann diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu; 2) faktor kepemimpinan, meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader; 3) faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim; 4) faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi; 5) faktor kontekstual (situasional), meliputi tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

  Penilaian Kinerja. John Soeprihanto (2009 : 7

  • – 8) penilaian pelaksanaan pekerjaan atau penilaian prestasi kerja (apprasial of