PERBEDAAN AKTUALISASI BUDAYA KERAJAAN YOGYAKARTA DAN KERAJAAN SURAKARTA PASCA PALIHAN NAGARI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Pendidikan Sejarah

  Oleh: DAMASUS FERIX LOYS HERMAWAN NIM: 071314019 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Pendidikan Sejarah

  Oleh: DAMASUS FERIX LOYS HERMAWAN NIM: 071314019 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

PERSEMBAHAN

  Dengan segenap hati karya ini dipersembahkan untuk:

  1. Yesus Kristus yang penuh dengan ajaran cinta dan Bunda Maria, ibu yang pemurah dan rendah hati.

  2. Kedua orang tua ku Al. Supardiyana dan Ch. Suyati yang telah membesarkan, mendidikku dan mendoakan ku.

  3. Kakakku C. Ika Rina Hermawati.

  4. Kakek dan nenek.

  5. Rohma Yunita Putri terima kasih.

  6. DIKSASIUS.

  7. Sahabat dan semua orang yang telah memberikan dukungan kepada saya.

  Kupersembahkan karya ini untuk almamaterku: Universitas Sanata Dharma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

MOTTO

  “Akal menguasai dunia, jadi sejarah dunia juga dikuasai oleh akal” (George Wilhem Friedrich Hegel)

  “Bertahan hidup itu melelahkan tapi bagaimanapun harus tetap diperjuangkan” “Kesalahan terbesar dalam hidup adalah lupa terhadap masa lalu, karena masa lalu yang membentuk kita sedemikian rupa”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

ABSTRAK

PERBEDAAN AKTUALISASI BUDAYA KERAJAAN

YOGYAKARTA DAN KERAJAAN SURAKARTA PASCA

PALIHAN NAGARI

  Damasus Ferix Loys Hermawan Universitas Sanata Dharma

  2012 Skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis 1) bagaimana perbedaan aktualisasi budaya di Yogyakarta dan Surakarta Pasca

  Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti, 2) mengapa aktualisasi budaya kerajaan Yogyakarta dan Surakarta mengalami perbedaan pasca Palihan Nagari.

  Skripsi ini disusun berdasarkan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahap: 1) Pengumpulan data (heuristik), 2) kritik sumber (verifikasi), 3) intepretasi, 4) penulisan sejarah (historiografi). Berdasarkan topik, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan budaya dan pendekatan politik, dan jenis penulisannya menggunakan model deskriptif analitis.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) di antara Yogyakarta dan Surakarta yang memiliki akar budaya sama pada perkembangannya menunjukkan aktualisasi budaya yang berbeda dalam beberapa tradisi, misalnya tradisi/ gaya tari, gaya pertunjukan wayang kulit, bidang musik (gamelan), adat perkawinan dan tata cara berbusana serta busana dan aksesori yang dipakai (keris dan blangkon). 2) Bila melihat dari beberapa perbedaan aktualisasi yang ada antara dua pihak terbukti bahwa perpecahan budaya itu memang benar-benar disengaja.

  Artinya pembelahan budaya dijadikan media untuk memperkokoh legitimasi, jati diri dan menyebarkan pengaruh yang memperlihatkan rivalitas di antara kedua pihak Yogyakarta dan Surakarta hal ini berkaitan dengan kepentingan politik masing-masing raja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  ABSTRACT DIFFERENCE OF CULTURAL ACTUALIZATION IN

YOGYAKARTA KINGDOM AND SURAKARTA KINGDOM AFTER

GIYANTI AGREEMENT

  Damasus Ferix Loys Hermawan Sanata Dharma University

  2012 This study aims to describe and analyze how and why the differences in cultural actualization of Yogyakarta and Surakarta after Palihan Nagari or Giyanti

  Agreement.

  This study is based on historical research method that consists of four stages; 1) the collecting data ( Heuristic), 2) source criticism ( verification), 3) interpretation, 4) historiography. The approaches of this study are cultural and political approaches. The type of writing is a descriptive analysis model.

  The result shows 1) that among the Yogyakarta and Surakarta has the same cultural roots but its development shows the different cultural actualization in some traditions, such as the style of dances, puppet show style, the music (gamelan), marriage customs and ordinances as well as clothing and dressing accessory. 2) When it is seen the actualization of some of the differences that exist between the two parties indicates that cutural division are really intentional. This means that cleavage of the cultural media used to strengthen the legitimacy, identity and spreading of influences of those two kingdom in political mission of each king.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas curahan berkat dan rahmat, sehingga skripsi berjudul Perbedaan Aktualisasi Budaya Yogyakarta dan Surakarta Pasca Palihan Nagari dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Skripsi ini dapat diselesaikan tentunya tidak lepas dari berbagai pihak yang yang telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

  3. Dr. Anton Haryono, M.Hum., selaku dosen pembimbing I yang membantu dan sabar membimbing serta memberikan banyak inspirasi, saran dan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  4. Drs. A.K. Wiharyanto, M.M., selaku dosen pembimbing II yang memberikan motivasi dan berbagai arahan yang tentunya sangat berharga dalam penyelesaian skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  5. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.

  6. Ki Nardi Slamet, Ki Sancoko, Ki Bayu Gito Gati, Ki Catur “Benyek” Kuncoro dan Bapak Hendricus Suroyo yang telah bersedia menjadi nara sumber dan berbagi pengetahuan sehingga penulis memperoleh banyak informasi dan pengetahuan yang sangat berguna bagi penyusunan skripsi ini.

  7. Seluruh keluarga (Mbah, Mbok’e, orang tua, kakak dan saudara) yang memberikan motivasi dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini.

  8. Untuk seseorang yang telah begitu bersabar dan setia menghadapi keluh kesah penulis dalam usaha menyelesaikan skripsi ini.

  9. Seluruh rekan-rekan DIKSASIUS yang memberikan motivasi bagi penyelesaian skripsi ini, Om Tomi Dono yang bersedia meminjamkan kamera sehingga kegiatan wawancara dapat dilakukan dengan lancar.

  10. Teman-teman Pendidikan Sejarah angkatan 2007 yang memberikan pengalaman dan persahabatan yang indah sehingga mampu menjadi motivasi dalam studi.

  11. Demikian terima kasih tiada tara diucapkan kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu namun telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

  iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................

  

HALAMAN MOTTO ..................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ..................................... vii

ABSTRAK ...................................................................................................... viii

ABTRACT ....................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR .................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xiii

  xv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

  1 BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah ................................................................

  6 B. Rumusan Masalah .........................................................................

  7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................

  8 D. Tinjauan Pustaka ...........................................................................

  13 E. Landasan Teori ..............................................................................

  24 F. Metodologi .....................................................................................

  24 1. Metode Penelitian .....................................................................

  27 2. Pendekatan ................................................................................

  28 3. Jenis Penulisan ..........................................................................

  29 G. Sistematika Penulisan ....................................................................

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  BAB II PERBEDAAN AKTUALISASI BUDAYA KERAJAAN YOGYAKARTA DAN SURAKARTA PASCA PALIHAN

NAGARI ..............................................................................................

  30 A. Aktualisasi kesenian di Yogyakarta dan Surakarta Pasca Palihan Nagari ...............................................................................

  30

  30 1. Perbedaan dalam tari-tarian ......................................................

  39 2. Perbedaan dalam wayang kulit .................................................

  58 3. Perbedaan dalam musik ............................................................

  B. Aktualisasi tradisi dan adat istiadat di Yogyakarta dan Surakarta Pasca Palihan Nagari ..................................................

  63

  63 1. Adat Perkawinan .......................................................................

  70 2. Tata cara berbusana ...................................................................

  BAB III FAKTOR PENDORONG PERBEDAAN AKTUALISASI BUDAYA KERAJAAN YOGYAKARTA DAN SURAKARTA PASCA PALIHAN NAGARI .........................................................

  81

  82 A. Budaya sebagai legitimasi kekuasaan ...........................................

  90 B. Budaya sebagai jati diri .................................................................

  C. Budaya sebagai upaya menyebarkan pengaruh/rivalitas ............... 101

  D. Budaya sebagai upaya meningkatkan Prestise .............................. 108

  

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 116

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 122

LAMPIRAN..................................................................................................... 131

  DAFTAR GAMBAR

  65 Gambar xi. Tata rias putri Jogja Paes Ageng ...................................................

  73 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  73 Gambar xvi. Beskap Surakarta..........................................................................

  72 Gambar xv. Surjan Lurik (kiri) dan Surjan Kembang (kanan) ........................

  69 Gambar xiv. Blangkon Yogyakarta (kiri) dan blangkon Surakarta (kanan) .....

  69 Gambar xiii. Jogja Paes Ageng (kiri) dan Solo Basahan (kanan) ....................

  65 Gambar xii. Pengantin tata rias Jogja Paes Kanigaran (kiri) dan Solo Basahan Keprabon (kanan) .........................................................

  62 Gambar x. Tata rias Solo Putri (kiri) dan Yogya Putri (kanan) ......................

  Gambar i. Pertunjukan wayang kulit dengan kelir gaya Solo (atas) dan Jogja (bawah) ........................................................................................

  57 Gambar ix. Saron laras Slendro Surakarta (atas) dan Yogyakarta (bawah) ....

  56 Gambar vii. Bagong gaya Cirebon (depan) dan gaya Yogyakarta (belakang)... 57 Gambar viii. Tokoh Antareja Solo (kiri) dan Antareja Yogya (kanan).............

  52 Gambar vi. Dua tokoh Bagong gaya Surakarta ................................................

  51 Gambar v. Praba dengan motif Gaya Surakarta ...........................................

  50 Gambar iv. Praba dengan motif-motif gaya Yogyakarta .................................

  49 Gambar iii. Tatahan Seritan gaya Yogyakarta (atas) dan gaya Surakarta (bawah) .......................................................................................

  44 Gambar ii. Tatahan Blebekan gaya Yogyakarta (atas) dan gaya Surakarta (bawah) ......................................................................................

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Gambar xvii. Motif batik Truntum Solo (kiri) dan motif batik Truntum Yogya (kanan) ............................................................................

  75 Gambar xviii. Keris Gayaman gaya Surakarta (kiri) dan Yogyakarta (kanan)..........................................................................................

  77 Gambar xix. Keris Ladrang Solo (kiri) dan Branggah Jogja (kanan)...............

  77 Gambar xx. Contoh hulu keris Yogyakarta (kiri) dan Surakarta (kanan) ........

  79 Gambar xxi. Bendera kematian Solo dan sekitarnya warna merah atau kuning dan bendera kematian Jogja warna putih .......................

  99 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan kehidupan kerajaan Mataram islam mengalami titik balik

  sangat fenomenal ketika kerajaan ini mengalami perpecahan yang tak terhindarkan. Konflik kepentingan yang berkepanjangan pada akhirnya mempengaruhi kehidupan rakyat Mataram, yakni perang saudara antara Pangeran Mangkubumi yang bersekutu dengan Raden Mas Said melawan Paku Buwono II

  1

  dan kemudian dengan Paku Buwono III, yang bersekutu dengan VOC. Seperti konflik-konflik kerajaan lainnya, konflik tersebut sarat dengan muatan politik dan ketidakpuasan. Sebuah alasan yang kadang tertutupi oleh nuansa perjuangan walau kadang terdapat ketidakjelasan untuk siapa dan mengapa sebuah

  2

  pemberontakan harus terjadi. Walau demikian banyak pula yang menyatakan bahwa perpecahan di Mataram merupakan sebuah ungkapan rasa kekecewaan terhadap raja yang melanggar konsep sabda pandhita ratu tan kena wola-wali mengenai masalah Sokawati, dan campur tangan VOC dalam istana yang telah

  3 merendahkan harga diri keraton Mataram sebagai pusat dunia.

  Raja merupakan patokan nilai bagi masyarakat. Apabila seorang raja tidak 1 mampu memegang perkataannya maka menjadi kurang dapat dipercayalah raja

  

Moedjanto, G., Suksesi dalam Sejarah Jawa, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2002,

2 hlm. 128

R, Moh. Ali, Perdjuangan Feodal, Bandung - Jakarta – Amsterdam, Ganaco N.V, 1954, hlm.

3 156

Moedjanto, G., Konsep Kekuasaan Jawa; Penerapannya oleh Raja-raja Mataram, Yogyakarta,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  tersebut. Demikian mengapa Mangkubumi memutuskan untuk memberontak. Perpecahan ini kemudian diakhiri secara resmi dengan lahirnya Perjanjian Giyanti, sebuah perjanjian damai yang dilakukan di desa Giyanti dekat Surakarta

  4

  pada tanggal 13 Februari 1755. Perjanjian ini memuat kesepakatan antara Mangkubumi dan Pakubuwono untuk membagi daerah kekuasaan Mataram, sehingga perjanjian ini sering disebut pula dengan istilah Palihan Nagari

  5

  (pembagian Negara). Perjanjian ini menjadi titik awal yang benar-benar memisahkan Yogyakarta di bawah Mangkubumi bergelar Sultan

  

Hamengkubuwana Senopati Ingalogo Abdul Rachman Sajidin Pantagama

Kalifatulah dan Susuhunan Pakubuwono III .

  Perpecahan politis di kerajaan Mataram yang terbagi menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta dan disusul pula dengan munculnya Mangkunegaran (1757) dan Pakualaman (1813) berpengaruh terhadap kebudayaan masing-masing pihak. Perpecahan politik telah menyebabkan berkembangnya perpecahan budaya.Walaupun dipecah menjadi empat namun hanya ada dua gaya kebudayaan yang besar pengaruhnya terhadap masing-masing kerajaan yaitu gaya Surakarta dan gaya Yogyakarta. Perpecahan budaya antara kedua belah pihak memang tidak serta-merta langsung terlihat, karena aspek budaya begitu melekat dengan kehidupan rakyat. Perubahan atau munculnya perbedaan aktualisasi budaya antara keduanya terjadi secara perlahan.

  Perbedaan aktualisasi kebudayaan di antara kedua pihak tersebut tentunya 4 dipengaruhi oleh alasan-alasan kuat. Hal ini sesuai dengan pengertian bahwa

  

Soekanto, Perdjandjian Gianti – perang Pahlawan Diponegara, Jakarta, N.V Soeroeng, 1952,

5 hlm. 8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  kebudayaan bersifat adaptif, karena kebudayaan itu melengkapi manusia dengan cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan fisiologis dari badan mereka sendiri dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-geografis, maupun

  6

  pada lingkungan sosialnya. Tentunya dalam hal ini penyesuaian terhadap lingkungan sosial politik menjadi faktor yang terlihat jelas dalam perbedaan aktualisasi budaya antara Kerajaan Yogyakarta dan Surakarta. Perlu diingat pula bahwa suatu perubahan kebudayaan di dalam suatu masyarakat juga dapat dipengaruhi oleh faktor intern dalam masyarakat itu sendiri. Usaha manusia untuk mempertahankan kehidupannya (survive) mengakibatkan terbentuknya

  7

  kebudayaan baru. Kesenian di Yogyakarta menunjukkan perbedaan yang menyolok dibandingkan kesenian yang berkembang di Surakarta. Padahal keduanya sama-sama keturunan Mataram. Budaya Yogyakarta bersifat “serba adanya- gagah- maskulin aktif” sedangkan budaya Surakarta bersifat “kenes

  

8

  penuh bunga- feminim- kontemplatif”. Tentang kebudayaan khususnya seni, busana dan tari terjadi persaingan antara Sultan (memakai baju surjan, blangkon dan gerakan tari yang statis) dan Susuhunan yang akan Yasa ingkang Enggal

  9

  (menciptakan gaya baru) yang memberi kesan dinamis. Semakin menegaskan bahwa perbedaan budaya di antara kedua pihak ini merupakan usaha menjawab tantangan sosial politik sebagai suatu kerajaan yang telah berdiri sendiri-sendiri dan memerlukan kekhasan budaya sebagai jati dirinya. Di bidang seni tari menjadi 6 7 Ihromi, T.O., Pokok-pokok Antropologi budaya, Jakarta, PT. Gramedia, 1987, hlm. 28

Astris. S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Jakarta, Bina Cipta, 1985, hlm.

8 122 9 Wan Anwar, Kuntowijoyo: Karya dan dunianya, Jakarta, Grasindo, 2007, hlm. 9

Moedjanto, G., Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta, Kanisius,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  sangat jelas bahwa kedua pihak baik Yogyakarta maupun Surakarta “menegaskan perbedaan-perbedaan kebudayaannya” walau sedikit banyak sama-sama masih terpengaruh oleh kebudayaan awalnya yaitu kebudayaan Mataram. Dua tradisi tari Jawa klasik terpenting terdapat di dua daerah terpisah namun berdekatan, yaitu daerah Jawa Tengah bagian timur yang dipengaruhi oleh keraton Surakarta dan

  10 daerah Jawa Tengah bagian barat yang dipengaruhi oleh keraton Yogyakarta.

  Perbedaan-perbedaan aktualisasi kebudayaan di antara Kasultanan dan Kasunanan tidak hanya berhenti pada bidang tari-tarian tetapi berikut pula dalam hal tata busana dan kesenian-kesenian lainnya, seperti wayang, dan musik (gamelan). Selain dalam bidang kesenian, perbedaan aktualisasi kebudayaan di antara Kasultanan dan Kasunanan juga terdapat dalam penggunaan gelar masing- masing rajanya. Setelah kerajaan Mataram dibagi menjadi dua pada 1755, kepala kerajaan Surakarta bergelar Sunan/ Susuhunan, sedangkan kepala negara

11 Yogyakarta bergelar Sultan. Perbedaan penggunaan gelar ini semakin

  menegaskan pula bahwa masing-masing pihak merasa harus membuat perbedaan aktualisasi yang tegas di antara keduanya. Ini merupakan salah satu upaya legitimasi kekuasaan agar dapat diakui oleh rakyatnya.

  Munculnya perbedaan aktualisasi budaya di antara dua kerajaan tersebut memerlukan penjelasan mengenai alasan-alasan yang mendasarinya. Seperti yang sempat disinggung di atas, suatu kebudayaan mengalami perubahan karena antara 10 satu komponen dengan komponen lainnya saling berkaitan erat. Apabila salah

  

Brakel-Papenhuyzen, Clara, Seni Tari Jawa: Tradisi Surakarta dan Peristilahannya, Belanda,

11 Leiden University Press., hlm. 40

Moedjanto, G., Konsep Kekuasaan Jawa; Penerapannya oleh Raja-Raja Mataram., op.cit, hlm.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  satu komponen mengalami perubahan maka akan berdampak pada komponen yang lain. Demikian suatu kebudayaan itu akan selalu mengalami perubahan.

  12 Faktor waktu mempunyai peranan penting dalam pembentukan kebudayaan.

  Tanpa terjadinya perpecahan di kerajaan Mataram pun kebudayaannya akan mengalami perubahan, karena kebudayaan itu bersifat adaptif, menyesuaikan dengan kebutuhan manusia. Sedangkan kebutuhan manusia selalu berubah seiring dengan waktu. Dengan mengesampingkan faktor waktu dalam perubahan kebudayaan Mataram perlulah mempertanyakan tentang alasan yang djadikan dasar dari perbedaan aktualisasi budaya di antara kedua kerajaan tersebut.

  Kedua kerajaan dengan sengaja mengembangkan tradisi artistik di bidang tari, karawitan dan wayang dengan tujuan membentuk/ menciptakan identitas

  13

  artistik yang khas. Kesengajaan yang dilakukan oleh kedua kerajaan ini menyiratkan sebuah alasan tertentu yang perlu diperjelas. Bagaimana sebuah perpecahan politis mampu membuat perubahan dalam bidang kebudayaan. Perpecahan Mataram ini secara resmi adalah sebuah masalah politis, tetapi kemudian memberikan dampak pada perubahan aktualisasi budaya di antara Yogyakarta dan Surakarta. Perbedaan budaya ini terus berjalan dan bahkan semakin berkembang hingga kini menjadi sebuah kebudayaan yang berbeda namun memiliki satu darah yang sama.

  12 13 Astris. S. Susanto, op.cit, hlm. 124

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi yang berjudul “Perbedaan Aktualisasi Budaya Kerajaan Yogyakarta dan Kerajaan Surakarta Pasca Palihan Nagari” sebagai berikut;

  1. Bagaimana perbedaan-perbedaan aktualisasi budaya kerajaan Yogyakarta dan kerajaan Surakarta pasca Palihan Nagari?

  2. Mengapa aktualisasi budaya kerajaan Yogyakarta dan kerajaan Surakarta mengalami perbedaan pasca Palihan Nagari? Pada permasalahan pertama hendak dibahas beberapa wujud perbedaan budaya di antara Yogyakarta dan Surakarta dalam bidang kesenian khususnya tari-tarian dan musik serta dalam tradisi yang berkembang hingga saat ini khususnya adat perkawinan dan mengenai tata cara berpakaian.

  Pada permasalahan kedua hendak dibahas mengenai faktor-faktor kebutuhan politis yang menjadi dasar pembedaaan budaya antara Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Inilah yang kemudian benar-benar membedakan budaya Yogyakarta dan Surakarta pasca Palihan Nagari yang dilakukan berdasarkan Perjanjian Giyanti. Pada permasalahan kedua terdapat beberapa alasan perbedaan budaya di antara dua pihak tersebut, mengenai upaya legitimasi, upaya pembentukan jati diri, sebagai salah satu kesempatan untuk menyebarkan “pengaruh” masing-masing dan meningkatkan prestise. Pada setiap pembahasan telah disengaja untuk dibatasi aspek kajian dari kedua permasalahan tersebut untuk memberikan ruang yang lebih lebar bagi penulis dalam rangka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  menganalisis permasalahan-permasalahan dan sebagai garis tegas agar pembahasan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki penulis.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

  Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: · Mengidentifikasi perbedaan aktualisasi budaya Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pasca Palihan Nagari.

  · Menganalisis faktor yang mempengaruhi terjadinya perbedaan aktalisasi budaya antara Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pasca Palihan Nagari. Manfaat yang disumbangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang berharga bagi ilmu pengetahuan di Indonesia sehingga membantu pembahasan mengenai dampak perpecahan di Kerajaan Mataram yang ditandai Palihan Nagari terhadap kehidupan budaya masing-masing pihak (Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta).

  2. Bagi Universitas Sanata Dharma Hasil penulisan ini sedapatnya mampu memberikan informasi yang berguna bagi para pembaca dan khususnya dapat memberikan referensi baru mengenai masalah perbedaan aktualisasi budaya di Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pasca Palihan Nagari atau perpecahan kerajaan Mataram bagi civitas akademika Universitas Sanata Dharma.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

3. Bagi Penulis

  Hasil penulisan ini mampu memberikan pengetahuan dan informasi baru bagi penulis khususnya mengenai pembahasan perbedaan aktualisasi budaya di Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta pasca Palihan Nagari.

D. Tinjauan Pustaka

  Dalam usaha merumuskan dan menyelesaikan karya ilmiah ini penulis menggunakan beberapa buku yang dijadikan sebagai sumber sejarah. Buku-buku tersebut walaupun merupakan buku yang bukan berasal langsung saat peristiwa berlangsung tetapi setidaknya memuat data-data yang merupakan sumber primer.

  Sumber sejarah primer adalah kesaksian dari pada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau dengan saksi panca indera yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya (di sini selanjutnya secara singkat disebut dengan saksi pandangan

  14

  mata). Sedangkan yang dimaksud sumber sekunder merupakan kesaksian dari pada siapa pun yang bukan merupakan saksi pandangan mata, yakni dari

  15 seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya.

  Dalam penulisan ini penulis menggunakan beberapa sumber sebagai berikut: Pertama adalah buku berjudul Eksotisme Jawa: Ragam Kehidupan dan

  1 6 14 Kebudayaan Masyarakat Jawa , berisi mengenai deskripsi seorang Inggris yaitu 15 Gottschalc, Louis, Mengerti Sejarah, Jakarta, Universitas Indonesia, 1986, hlm. 35. 16 Ibid

Karangan Joseph Stockdale, terjemahan dari Island of Java yang diterbitkan tahun 2010

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Sir Samuel Auchmuty ke Jawa dalam rangka ekspedisi terhadap pemukiman yang berada di bawah kekuasaan Eropa yang bermusuhan dengan Inggris. Buku ini mendeskripsikan mengenai keadaan pulau Jawa sebagai vasal Belanda (VOC). Isinya antara lain mengenai hidup orang Jawa, cara berpakaian, dan tentang usaha campur tangan kolonial (Belanda) terhadap perseteruan di dalam kerajaan Mataram sebagai wujud usaha untuk tetap menjaga eksistensi kekuasaan kolonial di tanah Jawa. Selain di dalamnya yang juga dibicarakan mengenai keberadaan Batavia (Jacatra dari kata Jakarta).

  1 7

  Kedua, buku berjudul JAWA: on The Subject of Java , berisi mengenai adanya kontak-kontak antara budaya Jawa (Surakarta) dengan budaya Eropa (Belanda), adanya sebuah interaksi yang menegaskan terbentuknya budaya Jawa. Disampaikan pula mengenai bagaimana peran dan keterlibatan Belanda (Walandi) dalam penyelenggaraan kehidupan budaya di Keraton. Dijelaskan di dalam buku tersebut bagaimana kedekatan hubungan antara Pakubuwono dan pembesar Belanda yang memungkinkan tidak terjadi konflik terbuka antara Surakarta dan Belanda. Ketika terjadi pemberontakan atas Mataram oleh Mangkubumi dan Mas Said terlihat pula bagaimana intervensi yang sangat jelas dilakukan oleh Belanda.

  Tidak lain ini dilakukan untuk menjaga eksistensinya di tanah Jawa.

  Ketiga, buku berjudul Djawa dan Bali: Dua Pusat perkembangan Drama

  1 8

tari Tradisional di Indonesia. Buku ini membicarakan posisi Jawa dan Bali

17 sebagai pusat perkembangan tari di Indonesia, tetapi di dalamnya memuat pula

  

Karangan John Pemberton, Mata Bangsa, Yogyakarta, 2003. Terjemahan dari “On The Subject

of Java” Cornell University Press, Ithaca, 1994. Hasil kerjasama dengan Yayasan Adikarya dan

18 The Ford Foundation.

  

Karangan Soedarsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1972. Mengenai Wayang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  mengenai perpecahan di kerajaan Mataram yang kemudian memisahkan antara Yogyakarta dan Surakarta. Begitu pula dalam hal seni tari yang kemudian di antara keduanya saling mengusahakan perbedaan satu sama lain. Seperti dalam tari Bedaya, di Yogyakarta bernama Bedaya Semang dan di Surakarta bernama Bedaya Ketawang, kendatipun keduanya menceritakan tentang hal yang sama.

  Dikatakan dalam buku ini bahwa perbedaan antara keduanya hanya terletak pada teknis pelaksanaannya. Selain tari Bedaya beberapa tari lain juga berusaha digunakan sebagai pembeda antara keduanya seperti tari Srimpi, Wayang Wong dan lain-lain.

  Keempat, buku berjudul Jogjakarta Under Sultan Mangkubumi 1749-

  1 9

1792, memberikan analisis mengenai perpecahan Mataram menjadi Yogyakarta

  dan Surakarta. Pada salah satu bab buku dianalisis mengenai dampak perpecahan itu. Berbagai persoalan sebagai konsekuensi dari pembagian negara berdampak pada permasalahan penegakan kedaulatan pada kedua belah pihak. Pembagian negara yang dilakukan secara acak memungkinkan terjadinya konflik-konflik yang diakibatkan oleh kurang jelasnya batas-batas kekuasaan di antara kedua belah pihak. Buku ini menjelaskan pula mengenai bagaimana campur tangan

  VOC pada permasalahan di Mataram yang akhirnya menjadikan permanent division.

  2 0

  Kelima, buku berjudul Babad Mangkubumi. Buku ini berisi perjalanan kehidupan kerajaan Yogyakarta yang penuh dengan intrik-intrik politik dan 19 budaya di dalam kalangan bangsawan kerajaan. Pada beberapa cuplikan peristiwa 20 Karangan M.C Ricklefs, Oxford University Press, London, 1974.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  yang digambarkan hubungan yang terjadi di antara Yogyakarta dan Kompeni. Di dalam buku ini juga dapat dilihat bagaimana usaha Kompeni untuk terus mencampuri urusan kerajaan. Selain itu juga diceritakan mengenai berbagai kejengkelan Hamengkubuwono menghadapi Kompeni dan konspirasi yang terjadi di antara bangsawan kerajaan dengan sesamanya atau dengan Kompeni.

  Keenam, buku berjudul buku berjudul Seni Tari Jawa: Tradisi Surakarta

  21

dan Peristilahannya. Buku ini sangat banyak membahas mengenai tari-tari

  Jawa, khususnya disinggung adalah mengenai tari-tari yang tumbuh dan berkembang di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta. Selain itu juga dibicarakan mengenai perangkat-perangkat kebudayaan seperti gamelan dan

  22

  tradisi-tradisi yang hidup di kedua kerajaan. Di dalam buku ini dimuat banyak informasi mengenai analisis gerak, formasi, bahkan kegunaan tari dalam sebuah upacara tertentu.

  Ketujuh, buku berjudul Wayang Wong: Drama Tari Ritual Kenegaraan di

  2 3

Keraton Yogyakarta yang berisi penjelasan pergelaran wayang wong. Buku ini

  juga berisi mengenai sejarah wayang wong sebagai kesenian yang diminati dan dianggap keramat pula di keraton Yogyakarta. Posisi wayang wong sebagai kesenian di kehidupan keraton Yogyakarta. Isi lainnya juga menyinggung bahwa 21 wayang wong juga digunakan sebagai sarana politik dalam rangka menghadirkan

  

Karangan Clara Brakel-Papenhuyzen, diterbitkan Indonesia Linguistics Development Project

1991. Juga buku berjudul Ilmu Tari Joged Tradisi Gaya Kasunanan Surakarta karangan Nanik

Sri Prihartini dkk, diterbitkan Pengembangan Ilmu Budaya bekerja sama dengan ISI Press

Surakarta 2007. Khususnya membahas mengenai tari Bedhaya yang dimiliki oleh kedua kerajaan

22 tersebut.

  

Disampaikan pula mengenai gamelan dan kesenian di Yogyakarta dalam buku berjudul

Jogjakarta Kota Pusaka, karangan M. Mardjana penerbit Noordhoff-Kolff N.V. Jakarta 1980,

dan buku berjudul Buku Pinter Budaya Jawa: Mutiara Adiluhung Orang Jawa karangan

23 Suwardi Endraswara Penerbit Gelombang Pasang, Yogyakarta, 2005.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  kesusastraan pada masa Majapahit yang diangkat kembali untuk memperkuat legitimasi kekuasaan Sultan. Di dalam buku ini juga dimuat beberapa langkah gubahan ataupun tambahan yang dilakukan oleh Sultan sebagai satu-satunya yang berhak menggubah kesenian wayang wong ini.

  2 4

  Kedelapan, buku berjudul Gamelan Tari dan Wajang di Jogjakarta, berisi banyak mengenai uraian tentang posisi gamelan dalam seni musik, penggunaan gamelan dalam pertunjukan tari dan juga jenis-jenis gamelan. Buku ini juga menguraikan hubungan antara gamelan dengan berbagai kegiatan upacara atau tradisi yang dilakukan di keraton dan mengenai keterkaitan dengan kehidupan budaya pada masa modern.

  Kesembilan, buku berjudul Konsep Kekuasaan Jawa; Penerapannya oleh

25 Raja-raja Mataram. Buku ini berisi tentang kehidupan kekuasaan di kerajaan

  Mataram yang dianalisis dari sejarah silsilah raja-raja Mataram yang merupakan keturunan kalangan orang kebanyakan (petani). Selain itu juga disampaikan mengenai permasalahan penggunanaan gelar kebangsawanan di kerajaan Mataram yang menjadi salah satu ciri khas yang membedakan antara Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Dalam buku ini disampaikan pula mengenai pelanggaran Konsep Sabda Pandhita Ratu tan keno wola-wali. Salah satunya adalah mengenai Paku Buwono II yang telah melanggar janjinya atas Mangkubumi mengenai permasalahan daerah Sokawati. Daerah Sokawati telah 24 disayembarakan dan berdasarkan sayembara tersebut Mangkubumi berhak atas 25 Wasisto Suryodiningrat, Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, 1970.

  

G. Moedjanto, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1987. Buku yang serupa khususnya tentang

konsep Sabda Pandhita Ratu tan keno wola-wali berjudul Suksesi dalam Sejarah Jawa dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Sokawati, tetapi yang terjadi PB II tidak menepati janji. Buku ini sangat membantu penulis dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perpecahan Mataram dari sudut pandang konsep kekuasaan kerajaan Mataram.

  Kesepuluh, buku berjudul Adat Istiadat Jawa: Sedari seseorang masih

  

2 6

dalam kandungan hingga Ia tiada lagi. Penulisnya Marbangun Hardjowirogo,

  menjelaskan secara detail mengenai prosesi-prosesi yang dilalui “orang Jawa” selama ia akan dilahirkan sampai kepada ajal yang menjemput. Buku ini antara lain membahas tentang seorang Jawa yang sebelum dapat melihat matahari telah dipersiapkan berbagai tradisi yang harus dijalani oleh sang ibu. Tidak hanya sampai di situ setelah sang bayi lahir, dalam waktu-waktu tertentu ia masih harus menjalani berbagai tradisi seperti Sepasaran, Selapanan, Tujuhlapanan, Khitan,

  

Perkawinan dan lain-lain, sampai pada upaya menentukan garis keturunan

  berikutnya (kawin) dan tradisi saat ajal telah menjemput. Ini semua diceritakan dengan menggunakan nama penulis yang kebetulan merupakan keturunan kerajaan, sehingga apa yang ditulis merupakan pengalaman yang telah dijalani oleh penulis tersebut.

E. Landasan Teori

  Penulisan sebuah karya ilmiah membutuhkan bantuan berupa kerangka teoretik yang berguna bagi penulis untuk menjaga batas-batas kajian penelitiannya. Judul penelitian ini yaitu, Perbedaan Aktualisasi Budaya Kerajaan 26 Yogyakarta dan Kerajaan Surakarta Pasca Palihan Nagari. Landasan atau

  

Karangan Marbangun Hardjowirogo diterbitkan oleh Penerbit Patma Bandung 1980. Diterbitkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  kerangka teoretik yang hendak dipakai adalah pengertian kebudayaan, pengertian konflik, negara dan politik identitas, kesenian, dan Palihan Nagari.

1. Kebudayaan

  Berdasarkan asal katanya, budaya adalah pikiran atau akal budi, sedangkan kebudayaan adalah hasil kegiatan dan penciptaan membatin (akal budi) manusia

  27

  (seperti kepercayaan, kesenian, adat istiadat dsb). Kebudayaan adalah semua perwujudan baik yang berupa struktur maupun proses dari kegiatan manusia

  28

  dalam dimensi ideasional, etis, dan estetis. Dapat pula kebudayaan dipandang

  29

  sebagai tindakan berpola dalam masyarakat. Suatu kebudayaan dapat juga dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-nilai, dan cara berlaku (artinya kebiasaan) yang dipelajari yang pada umumnya dimiliki bersama oleh

  30

  para warga dari suatu masyarakat. Kebudayaan merupakan pola yang terjadi di dalam masyarakat yang dihasilkan dari kegiatan serta pikiran dan akal budi manusia berdasarkan pada nilai yang ada. Tentu kebudayaan sangatlah erat hubungannya dengan nilai-nilai atau norma yang ada. Oleh karenanya kebudayaan dalam suatu lingkup masyarakat tertentu dapat berbeda-beda. Masyarakat (manusia) tidak pernah akan benar-benar lepas dari kebudayaan, segala sesuatu yang ada di dalam masyarakat adalah hasil kebudayaan itu sendiri.

  Oleh karenanya tidak ada masyarakat yang tidak memiliki budaya. Ini mencerminkan bahwa setiap masyarakat memiliki kebudayaannya sendiri-sendiri 27 Poerwadarminta, W. J. S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1976, hlm. 28 157 29 Sartono Kartodirdjo, op.cit, hlm. 195

Redi Panuju, Ilmu Budaya Dasar dan Kebudayaan, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994,

30 hlm. 28

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  terlepas bahwa ada unsur budaya yang sama dalam masyarakat tertentu dengan yang lain. Tetapi sekali lagi tidak pernah ada suatu kebudayaan dalam masyarakat benar-benar sama dengan kebudayaan masyarakat lain.