HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN PENYESUAIAN DIRI SEMINARIS DI ASRAMA SEMINARI MENENGAH SANTO PETRUS CANISIUS MERTOYUDAN MAGELANG Skripsi

  

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN

PENYESUAIAN DIRI SEMINARIS DI ASRAMA

SEMINARI MENENGAH SANTO PETRUS CANISIUS

MERTOYUDAN MAGELANG

Skripsi

  

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

  

Oleh :

Dian Kusumaningtyas

  

NIM : 999114116

NIRM : 990051121705120113

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

I dedicate my thesis for:

Christ, the source of my strength .

  

The angels in my meaningful life:

My Lovely Parents, My Brothers,

and Iyo Chubby.

  

ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN

PENYESUAIAN DIRI SEMINARIS DI ASRAMA

SEMINARI MENENGAH SANTO PETRUS CANISIUS MERTOYUDAN

  Dian Kusumaningtyas Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2007

  Jenis penelitian ini korelasional dan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sense of humor dan penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara sense of humor dan penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan. Asumsinya adalah apabila seminaris memiliki sense of humor yang tinggi, maka penyesuaian dirinya akan tinggi pula.

  Subjek dalam penelitian ini adalah seminaris Kelas Persiapan Pertama Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan. Subjek sebanyak 49 orang, dengan usia 15-17 tahun. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala sense of humor yang terdiri dari 56 item sahih dengan reliabilitas skala 0,9418, dan skala penyesuaian diri seminaris di asrama yang terdiri dari 54 item sahih dengan reliabilitas 0,9220.

  Berdasarkan hasil analisis data penelitian, diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,429 dengan taraf signifikansi 0,01, dan koefisien determinasi sebesar 0,184. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan diterima, dan sense of humor berperan sebesar 18,4% terhadap penyesuaian diri seminaris di asrama. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara

  

sense of humor dan penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari Menengah

Santo Petrus Canisius Mertoyudan.

  

ABSTRACT

CORRELATION BETWEEN SENSE OF HUMOR AND

ADJUSTMENT OF SEMINARIANS AT DOMITORY OF SEMINARY

OF SAINT PETRUS CANISIUS MERTOYUDAN

  Dian Kusumaningtyas Universitas Sanata Dharma

  Yogyakarta 2007

  This was a correlation study that was aimed to find out correlation between sense of humor and adjustment of seminarians at dormitory of Seminary of Saint Petrus Canisius Mertoyudan. The hypothesis of this research was there was a positive correlation between sense of humor and adjustment of seminarians at dormitory of Seminary of Saint Petrus Canisius Mertoyudan. The underlying assumption was “if seminarians have high sense of humor, then their adjustment at dormitory will be high”.

  The subject of this research was the First Preparation Class seminarians of Seminary of Saint Petrus Canisius Mertoyudan. They were 49 seminarians of the age of 15-17 years old. This research applied a scale for sense of humor measure consisted of 56 valid items with reliability score 0,9418, and scale for adjustment of seminarians at dormitory measure consisted of 54 valid items with reliability score 0,9220. Data analysis of the research was found that the correlation coefficient was 0,429 that was significant at the 0,01 level, and the determinant coefficient was 0,184. It means that the hypothesis was accepted. The result of this research shows that there’s a positive correlation between sense of humor and adjustment of seminarians at dormitory of Seminary of Saint Petrus Canisius Mertoyudan. The result also shows that sense of humor plays a role 18,4% in determining adjustment of seminarians at dormitory.

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur atas berkat Allah Yang Maha Kasih sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Hubungan Antara Sense of Humor dan Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama Seminari Santo Petrus Canisius Mertoyudan. Tugas tersebut merupakan tugas akhir di Fakultas Psikologi.

  Keberhasilan ini dapat tercapai berkat bantuan dari berbagai pihak yang dengan kesungguhan hati telah mengorbankan sebagian waktu dan tenaganya. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

  1. P. Eddy Suhartono, S. Psi., M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi yang telah berkenan memberikan surat ijin penelitian kepada peneliti.

  2. Agnes Indar Etikawati, Psi. M. Si. selaku dosen pembimbing penyusunan skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, memberi masukan guna kelancaran penulisan skripsi ini.

  3. A. Tanti Arini, M. Si. selaku dosen pembimbing akademik atas semangat dan dorongan pada penulis selama masa studi dan penulisan skripsi, terutama saat penulis kehilangan semangat.

  4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan ilmu selama masa studi, sebagai bekal agar penulis kelak dapat melangkah lebih jauh.

  5. Romo Ant. Gustawan, SJ. selaku Rektor Seminari Menengah Mertoyudan yang telah memberikan ijin penelitian kepada penulis untuk mengambil data

  6. Romo Saptana Hadi DH, Pr. dan Frater Kristi yang telah banyak membantu peneliti selama melakukan penelitian di seminari.

  7. Seminaris Medan Pratama angkatan 2006/2007 yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menjadi responden dalam penelitian ini, juga atas ramah tamah dan keterbukaan pada peneliti.

  8. Suster Haryanti, CB. dan Suster Godelieve, CB. yang selalu menyapa dan menerima dengan terbuka terutama saat penelitian berlangsung.

  9. Orang tuaku, Papa Clemens Kristiadi dan Mama Naniek Hariani, yang memberikan separuh nafasnya untukku, menuangkan kasih dan dukungan material maupun spiritual selama ini.

  10. Keempat bodyguard-ku, Mas Antok, Mas Yoyok, Mas Hari dan Dek Bowo yang selalu mendukung dan memberikan semangat, serta banyak membantu ketika komputer atau printer bermasalah.

  11. Mas Iyo “Chubby-ku” atas kesetiaan mendukungku dari jauh, menyalakan semangatku, dan membukakan mataku pada hal-hal baru.

  nd

  12. My 2 family CLC-IFO, Bu Magda dan Pak Gun atas doa yang setia mengalir untukku. Ayu dan Adven teman seperjuangan skripsi, “aku nyusul kalian..” Anna “Emmaus-ku” yang selalu menguatkan di saat beban merayap di jalan hidup. Sepri yang tidak pernah menolak untuk mengantarku kemanapun selama penyusunan skripsi. Sanggo, Ika dan Putri,

  always cheer up my life, dan Romo Bismoko, Pr. atas bantuan pinjaman

  buku-buku referensi dan laporan TOP-nya, “you are the best brother in my

  eye.” Akhirnya satu niat untuk mendoakan kami yang sedang skripsi terlaksana sudah.

  13. Romo Agung, SJ yang telah meluangkan waktu untuk berdiskusi membahas skripsi ini, Frater Didik atas bantuan kroscek item, Suster Irene, FCJ yang memberi teladan untuk menebar senyum. Suster Okta, CB. yang sudah mendukung dengan doa. Mbak Nita dan Mas Darto atas hari-hari yang penuh warna di Campus Ministry terutama selama penulisan skripsi.

  14. Mas Muji yang selalu membantu dengan senyum saat praktikum, Mas Doni yang telah “merelakan” ruang baca menjadi tempat diskusi, Mas Gandung, Mbak Nanik, dan pak Gi yang dengan tulus melayani kami.

  15. The last ’99 soldiers, Rani, Ana, Della, Ika, Vincent “Bemo”, Deny, Meli, Yuyun, Tesa, Asti, Galih, Toni, Marmili, Lina, Obeth dan semua teman angkatan ’99 atas persahabatan dan kerjasama yang kompak dalam menyelesaikan PR terakhir ini.

  16. Mas Ian ’97 atas masukan dalam penyusunan skripsi, Gina ’98 atas informasi try out terpakai. Sahabat-sahabat di angkatan 2000, Puti, Indah “Kampret”, Trini, Ama dan Dita untuk keceriaan dan bantuannya selama masa studi dan penyusunan skripsi, dan Anton ’00 yang turut menjadi inspirasi untukku berani melangkah.

  17. Pendukung setiaku, Mimi yang telah mengenalkanku pada seminari, Agung ‘Igu’ yang merelakan jam kerjanya untuk menemaniku ke seminari, Dessy ‘Ndut’ teman berproses dalam tawa yang telah banyak membantu persiapan

  18. Rekan-rekan Katekis Muda Gereja St. Antonius Kotabaru, Pak Herman & Bu Happy, Anggar, Utha, Tommy, Mbak Susi ‘kecil’, Bruder Hadi, SJ. yang telah menyemangati penulis dalam studi dan rajin bertanya, “gimana

  skripsinya?” dan meyakinkan bahwa “aku bisa”.

  19. Stufidds: Sari, Uli, Fitri, Domi, Debora, Seto yang telah mengenalkanku pada arti persahabatan sejak SMA.

  20. Oriz, Daffi, Teti dan Lote, malaikat-malaikat mungil di sekelilingku yang selalu menghibur terutama saat skripsi ini terasa sulit untuk dikerjakan.

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL………………………………………………………………i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………….ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………iii HALAMAN MOTTO…………………………………………………………….iv HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………………..v ABSTRAK………………………………………………………………………..vi ABSTRACT……………………………………………………………………...vii KATA PENGANTAR…………………………………………………………..viii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………………xii DAFTAR ISI………………………………………………………………….....xiii DAFTAR TABEL……………………………………………………………...xviii

  BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang…………………………………………...…………….….1 B. Rumusan Masalah……………………………………………………...…7 C. Tujuan Penelitian………………………………………………………….7 D. Manfaat Penelitian………………………………………………………...7 BAB II: LANDASAN TEORI A. Remaja

  1. Pengertian Remaja………………………………………………......…9

  2. Karakteristik Remaja…………………………………………………11

  B. Seminaris di Asrama Seminari Menengah Mertoyudan

  2. Karakteristik Seminaris………………………………………….……14

  3. Pembinaan di Seminari Menengah Mertoyudan

  a. Tujuan Pembinaan di Seminari Menengah Mertoyudan……….…17

  b. Fokus Pembinaan Kelas Persiapan Pertama……………………....18

  c. Asrama Seminari Menengah Mertoyudan……………………...…21

  C. Penyesuaian Diri

  1. Pengertian Penyesuaian Diri……………………………………….....25

  2. Karakteristik Penyesuaian Diri yang Baik……………………………27

  3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri………………...35

  4. Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama Seminari Menengah Mertoyudan…………………………..........................................….…40

  D. Sense of Humor

  1. Pengertian Humor…………………………………………………….42

  2. Jenis Humor…………………………………………………………..45

  3. Manfaat Humor……………………………………………………….46

  4. Pengertian Sense of Humor…………………………………………...49

  5. Dimensi Sense of Humor……………………………………………...51

  E. Hubungan Antara Sense of Humor dan Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan……………………………………………………………….52

  F. Hipotesis Penelitian…………………………………………………..…..56

  G. Skema Hubungan Antara Sense of Humor dan Penyesuaian Diri

  Santo Petrus Canisius Mertoyudan……………….……………………..57

  BAB III: METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian………..………………………………………………….58 B. Variabel Penelitian………….……………………………………………58 C. Definisi Operasional

  1. Sense of Humor…………………...…………………………………..59

  2. Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama…………………….…………60

  D. Subjek Penelitian…………………………………………………....…....62

  E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

  1. Skala Sense of Humor……………………………………………...…63

  2. Skala Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama……………………...…65

  F. Uji Kelayakan Alat Ukur

  1. Validitas Alat Ukur………………………………………………..….67

  2. Seleksi Item …………………………………………….………….…68

  3. Reliabilitas Alat Ukur…………..………………………………….....68

  G. Analisis Data……………………………………………………………...69

  BAB IV: LAPORAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah…………………………………………………………70 B. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian…………………………………....72 C. Hasil Seleksi Item dan Uji Reliabilitas Skala………………………….…73 D. Hasil Penelitian

  1. Deskripsi Data………………………………………………………..77

  a. Uji Normalitas…………………………….………………………80

  b. Uji Linearitas……………………………………...………………81

  3. Uji Hipotesis..………………………………………………..……….81

  E. Pembahasan………………………………………………………...…….82

  BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan…………………………………………………………...….90 B. Saran…………………………………………………………………...…90 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...92 LAMPIRAN I: Acara Seminari………………………………………………….96 LAMPIRAN II: Skala Penelitian………………………………………………...99 LAMPIRAN III: Data Penelitian A. Skala Sense of Humor…………………………………………………...100 B. Skala Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama…………………………...112 LAMPIRAN IV: Hasil Uji Reliabilitas Alat Ukur A. Reliabilitas Skala Uji Coba Sense of Humor……………………………126 B. Reliabilitas Skala Sense of Humor……………………………………....128 C. Reliabilitas Skala Uji Coba Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama..…………………………………………………………………130 D. Reliabilitas Skala Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama….......………132

  LAMPIRAN V: Hasil Uji Asumsi dan Uji Hipotesis

  A. Uji Normalitas…………………………………………………………...134

  B. Uji Linearitas……………………………………………………………135

  C. Uji Korelasi………….…………………………………………………..137 LAMPIRAN VI: Surat Keterangan Penelitian……………...…………………..138

  

DAFTAR TABEL

  Tabel 1: Blue Print Skala Sense of Humor…………………………....................64 Tabel 2: Distribusi Item Skala Sense of Humor……………………….................65 Tabel 3: Blue Print Skala Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama……................66 Tabel 4: Distribusi Item Skala Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama…............67 Tabel 5: Hasil Seleksi Item Skala Sense of Humor………………………….......75 Tabel 6: Hasil Seleksi Item Skala Penyesuaian Diri Seminaris di Asrama….......76 Tabel 7: Deskripsi Data Penelitian………………………………………............78 Tabel 8: Hasil Uji Normalitas…………………………………………................80

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah individu yang sedang berada dalam masa peralihan antara

  masa kanak-kanak ke masa dewasa. Selama masa peralihan ini remaja mengalami berbagai perubahan, mulai dari perubahan fisik, emosi, sosial, kognitif, moral, minat, kepribadian, dan seksualitas. Menurut Winkel (1991), peralihan dari masa kanak-kanak yang penuh ketergantungan ke masa remaja yang bebas dan merdeka ini dapat berakibat remaja mulai mengalami gejala- gejala seperti sering melamun, mudah tersinggung, mudah gelisah, sering berontak terhadap orang tua dan kurang percaya diri. Itulah sebabnya masa remaja disebut sebagai periode “badai dan tekanan” (Hurlock, 1990).

  Remaja dituntut untuk mengubah pola perilaku dan sikap dari masa kanak-kanak dan menyesuaikannya dengan nilai-nilai dan harapan sosial baru.

  Mereka harus belajar melihat dari sudut pandang orang lain, belajar mengingkari kesenangan diri sendiri, menangguhkan hal-hal yang menyenangkan dan mendahulukan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab (Gunarsa dalam Pralina, 2004). Ini merupakan tugas perkembangan bagi remaja yang tidak mudah. Mereka harus menyesuaikan diri dengan tuntutan- tuntutan dari lingkungan seiring perubahan yang terjadi di dalam diri mereka.

  Menurut Blos (dalam Calhoun dan Acocella, 1990) perkembangan masa mengatasi tekanan dan mencari jalan keluar dari berbagai masalah. Kematangan menjadi penting dalam penyesuaian diri. Remaja yang lebih matang akan lebih mampu mengatasi tekanan dan mencari jalan keluar dari berbagai masalah. Remaja yang kurang matang akan mengalami kesulitan. Kesulitan yang dihadapi ini dapat membuat lingkungan berpandangan bahwa individu tersebut tidak mampu menjalankan peran dewasa dengan baik. Hal ini akan menimbulkan rasa rendah diri pada diri remaja (Hurlock, 1990) yang akhirnya menjadi pertanda buruk yang menyebabkan remaja mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri. Remaja yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan atau orang lain menunjukkan ciri-ciri; suka menonjolkan diri, menipu, suka bermusuhan, egois, merendahkan orang lain, berprasangka buruk, dan sebagainya (dalam darulnuman.com, 1991).

  Penyesuaian diri mutlak diperlukan oleh siapapun terutama mereka yang masuk dalam lingkungan baru. Dalam kehidupan remaja, seiring perubahan yang mereka alami, mereka juga mengalami peralihan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah.

  Sekolah sebagai tempat pembinaan bagi siswa tentu memiliki tujuan yang mengarahkan seluruh dinamika yang berjalan di dalamnya. Ada sekolah- sekolah yang didirikan dengan tujuan tertentu, salah satunya adalah Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan. Sekolah yang setingkat SMA ini didirikan sebagai lembaga pembinaan bagi para remaja yang merasa terpanggil untuk menjadi imam. Pendampingan bagi para siswa diatur sedemikian rupa agar mereka merasa terbantu untuk mengembangkan pribadi dan panggilannya secara bertahap dan seimbang, baik dalam sanctitas (kesucian), sanitas (kesehatan) dan scientia (pengetahuan) (Mahamboro, 2002). Aktifitas-aktifitas yang termasuk dalam bidang sanctitas adalah perayaan liturgis-sakramental (rekonsiliasi, ekaristi, dll.), bacaan rohani, Kelompok Kitab Suci (KKS), doa sadhana, bimbingan rohani, dan sebagainya. Dalam bidang sanitas, diantaranya olah raga dan pembinaan kepribadian. Dalam bidang scientia, diantaranya studi, kelompok ilmiah, sidang akademi (latihan public speaking), dan hari ilmiah. Di sinilah letak kekhasan Seminari sebagai tempat pendidikan para calon imam. Pendampingan yang diberikan tidak hanya dari segi intelektual tetapi juga turut mengolah sisi rohani lebih dalam agar seminaris dapat berproses dalam rangka menanggapi panggilan imamat yang mereka miliki. Siswa yang belajar di sebuah Seminari disebut seminaris. Seminaris dibina selama empat tahun di Seminari Menengah. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah seminaris yang duduk di tahun pertama pembinaan, yaitu seminaris Kelas Persiapan Pertama (KPP).

  Sebagai remaja lulusan Sekolah Menengah Pertama, tidak mudah bagi seminaris KPP untuk menyesuaikan diri dengan dinamika hidup yang jauh berbeda, yang bercorak khas calon imam. Menurut Hurlock (1955), penyesuaian diri terhadap lingkungan baru pada remaja secara khusus terasa sulit karena dua alasan berikut: (1) remaja diharapkan menyesuaikan diri telah terbentuk dengan baik pada diri remaja dari penyesuaian diri terhadap lingkungan kanak-kanak membiasakan untuk berpikir dan berperilaku kekanak-kanakan.

  Salah satu lingkungan pembinaan di Seminari adalah asrama. Di asrama mereka harus menyesuaikan diri terhadap beberapa hal berikut: (1) lingkungan fisik. Mereka perlu mengenal lingkungan fisik Seminari agar perasaan betah dapat tumbuh sehingga proses pembinaan dapat berjalan baik; (2) pribadi- pribadi yang ada di lingkungan Seminari, yaitu teman-teman baru, guru baru, pamong asrama, para pastor, frater atau suster pembina. Mereka datang dari latar belakang yang berbeda-beda dengan sifat dan kebiasaan yang berbeda pula; (3) pola hidup atau rutinitas harian. Semua itu tentu berbeda dengan pola hidup yang sebelumnya mereka jalani di rumah dan di sekolah lama.

  Keadaan terpisah dari keluarga, terutama ibu juga menjadi sumber tekanan bagi seminaris. Bila sebelum masuk Seminari berbagai tugas rumah tangga seperti mencuci, menyetrika dan membersihkan ruangan dilakukan oleh ibu atau pembantu, di asrama Seminari semua harus dikerjakan sendiri.

  Sulit meninggalkan kebiasaan lama dalam bersikap dan berperilaku untuk kemudian membentuk kebiasaan baru dalam sikap dan pola perilaku baru yang sesuai dengan keadaan di Seminari. Hal ini mengakibatkan tekanan emosional yang seringkali muncul dalam bentuk gejala gangguan fisik seperti sakit perut, sakit kepala, dan gangguan pencernaan.

  Berbagai tekanan yang dialami mendorong individu untuk menggunakan tersebut. Tetapi bagi mereka yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, tekanan yang dihadapi diatasi dengan mencari sumber permasalahannya untuk dicari penyelesaiannya. Mekanisme penanggulangan adalah perilaku dan pikiran yang merupakan perlakuan secara langsung terhadap penyebab ketegangan (Haber dan Runyon, 1984).

  Salah satu mekanisme penanggulangan itu adalah humor. Wolfenstein (dalam Suprana, 1993) memandang peranan humor dalam proses tumbuh kembang manusia dari masa bayi sampai mati sebagai elemen penyesuaian diri terhadap gerak perubahan lingkungan hidupnya. Hal ini berarti humor memiliki peranan penting yang membantu individu mengatasi ketegangan yang muncul selama masa penyesuaian diri.

  Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Burgoyne, Cole, dan Hickman (2003) membuktikan bahwa ada hubungan positif yang substansial antara kemampuan coping dengan menggunakan humor dan penyesuaian pribadi- emosional pada mahasiswa angkatan baru di Southwestern Evangelical Christian University. Penelitian tersebut menggambarkan bahwa tekanan, kecemasan, dan ketidakpastian tidak dapat terelakkan dalam kehidupan di perguruan tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan humor adalah penting untuk mengatasi stres dan kecemasan yang berkaitan dengan “kekakuan” dalam kehidupan di perguruan tinggi serta untuk mendorong kemajuan dalam usaha akademis.

  Penelitian yang senada dilakukan oleh Yee Kooi Lam dan Abdul Halim penelitian ini dibuktikan bahwa humor memiliki efek yang dapat mengurangi tekanan yang dirasakan dalam hidup dan kemurungan pada siswa baik laki- laki maupun perempuan. Hasil analisis lebih lanjut dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang memiliki sense of humor yang tinggi memiliki tingkat depresi yang lebih ringan dibandingkan mereka yang memiliki tingkat sense of humor rendah pada tingkat stres yang sama.

  Keadaan yang dialami seminaris selama proses pembinaan di Seminari tak jauh berbeda dengan kehidupan di perguruan tinggi seperti dalam penelitian di atas. Tekanan, kecemasan dan ketidakpastian seringkali muncul. Dengan memiliki kepekaan terhadap humor akan memudahkan mereka dalam memandang pemasalahan dan mencari jalan keluarnya. Dengan sense of

  

humor , seminaris dapat merasakan, mengamati, mengungkapkan kelucuan dan

  tertawa dalam situasi yang tidak menyenangkan. Humor juga menjadi “pelumas” dalam pergaulan karena mengurangi ketegangan antar pribadi, stres, dan membantu menumbuhkan perasaan positif dan mengajarkan individu menjaga perspektif terhadap peristiwa-peristiwa yang menantang dalam hidup (Sultanoff, 1999). Dengan demikian mereka yang memiliki sense

  

of humor yang tinggi akan lebih mudah mengembangkan kemampuan

mengatasi masalah selama penyesuaian diri.

  Dari uraian di atas, tampak bahwa proses penyesuaian diri merupakan tantangan bagi seminaris KPP selama pembinaan di Seminari. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari, meneliti lebih jauh peranan humor dalam kehidupan seminaris terutama dalam proses penyesuaian dirinya di asrama.

  B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini, yaitu: Apakah ada hubungan yang signifikan antara sense of humor dan penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari Menengah Santo Petrus

  Canisius Mertoyudan?

  C. Tujuan Penelitian

  Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui adanya hubungan yang signifikan antara sense of humor dan penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan.

  D. Manfaat Penelitian

  1. Manfaat teoretis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi bidang ilmu psikologi, terutama psikologi sosial dan psikologi kepribadian berkenaan dengan hubungan antara sense of humor dan penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari Menengah Mertoyudan.

  2. Manfaat praktis

  a. Bagi seminaris: Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi seminaris berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap pembinaan selama menjalani pendidikan di tahun pertama sekolah.

  b. Bagi formator di Seminari: Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi para formator di Seminari terutama tentang hubungan antara sense of humor dan penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari selama menjalani pendidikan di tahun pertama sekolah.

  c. Bagi pembaca umum: Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada pembaca tentang hubungan antara sense of humor dan penyesuaian diri seminaris di asrama Seminari selama menjalani pendidikan di tahun pertama sekolah.

BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja

1. Pengertian Remaja

  Istilah remaja atau adolescence berasal dari kata Latin adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Kedewasaan ini tidak hanya berarti kematangan fisik tetapi terutama kematangan sosial- psikologis.

  Menurut Alexander A. Schneiders (1951), pengertian remaja mengacu pada periode dalam kehidupan dimana individu di satu sisi “terikat” oleh masa kanak-kanak dan di sisi lain oleh kedewasaan atau kematangan. Oleh karena itu masa remaja disebut sebagai masa transisi, suatu masa ketika individu bukan lagi anak-anak, tetapi belum dewasa. Masa remaja juga disebut sebagai periode perkembangan yang berlangsung terus menerus yang ditandai oleh perubahan dan pertumbuhan dalam segala aspek kepribadian. Menurut Schneiders (1960) perubahan status menuju kedewasaan berarti kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab. Hal-hal tersebut menyebabkan munculnya kekhawatiran tambahan dalam kehidupan remaja.

  Dadang Sulaeman (1995) memandang masa remaja sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya, terutama fisik, telah sebesar-besarnya dan sebaik-baiknya untuk mengalami hal-hal yang baru serta menemukan sumber-sumber baru dari kekuatan-kekuatan, bakat-bakat serta kemampuan yang ada dalam dirinya.

  Menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health

  

Organization) (dalam Sarwono, 2005) terdapat tiga kriteria, yaitu biologis,

  psikologis, dan sosial ekonomi. Menurut WHO, remaja adalah suatu masa ketika: (1) individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual; (2) individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak ke dewasa; (3) terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

  Ditinjau dari berbagai permasalahan yang dihadapi seputar kehidupan remaja, para ahli menyimpulkan batasan usia pada remaja. Di Indonesia sendiri batasan usia remaja berada pada rentang usia 11 hingga 24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2005), sedangkan menurut Gunarsa dan Gunarsa (1981), remaja adalah individu yang berusia antara 12 sampai 22 tahun.

  Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu berusia antara 11 sampai 22 tahun yang berada pada suatu masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimana individu mengalami berbagai perubahan dalam segala aspek kepribadian, termasuk peralihan mengakibatkan munculnya kekhawatiran pada diri remaja. Pada masa ini remaja berkesempatan untuk menemukan sumber-sumber kekuatan dan mengembangkan bakat serta kemampuannya.

2. Karakteristik Remaja

  Selama masa transisi, remaja menunjukkan karakteristik yang tampak dari perkembangannya dalam berbagai aspek. Karakteristik tersebut dipaparkan oleh Herdiansiska dan Wardhani (2000) sebagai berikut:

  a. Perkembangan kepribadian (konsep diri) Konsep diri merupakan semua perasaan dan pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri, meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, trait dan tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. Gambaran pribadi remaja terhadap dirinya meliputi:

  (1) Penilaian pribadi.

  Berisi pandangan dirinya terhadap pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri; suasana hati yang sedang dialami yang akan mempengaruhi konsep dirinya yang positif atau negatif; bayangan subjektif terhadap kondisi tubuhnya.

  (2) Penilaian sosial.

  Berisi evaluasi terhadap bagaimana remaja menerima penilaian lingkungan sosial terhadap dirinya. Penilaian positif lingkungan terhadap diri remaja mampu meningkatkan konsep diri remaja.

  Konsep diri merupakan bagian penting dari kepribadian. Remaja yang mempunyai konsep diri yang positif lebih berpeluang menampilkan tingkah laku yang produktif. Pandangan lingkungan terhadap remaja akan mempengaruhi penerimaan terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian remaja yang memiliki konsep diri yang positif juga akan lebih mudah melakukan penyesuaian diri.

  b. Perkembangan identitas diri Remaja mencari jati dirinya dengan mempertanyakan siapa dirinya dan yang juga penting adalah menemukan dalam konteks kelompok mana ia bisa tampil dan menjadi sesuatu. Remaja akan tertarik melakukan berbagai aktivitas dan hal-hal baru. Dari kegiatan yang dilakukan, remaja menemukan kelebihan atau bakat-bakat yang ada dalam dirinya.

  c. Perkembangan sosial Remaja memiliki keinginan untuk mandiri. Hal ini ditunjukkan dengan mulai melepaskan diri dari orang tua dan menjadikan kelompok sebaya (peer-group) sebagai panutan dalam berperilaku. Penerimaan dari kelompok sebaya merupakan sesuatu yang sangat penting bagi remaja, sehingga penyesuaian diri dengan kelompok, misalnya penyesuaian dalam selera berpakaian, cara berbicara dan berperilaku sosial lainnya menjadi penting. Meskipun memiliki keinginan untuk mandiri namun mereka tetap bergantung pada orang tua dalam beberapa hal, seperti d. Perkembangan emosi Remaja mengalami emosi yang mudah bergejolak, mudah tersinggung dan merasa kurang percaya diri. Berbagai penyesuaian yang harus dilakukan dalam kehidupan sosial sangat mempengaruhi kondisi emosi remaja. Remaja dikatakan mampu memberikan respon positif terhadap frustasinya bila mampu merumuskan tujuan dan aspirasi yang cenderung tidak realistis. Kemampuan mengekspresikan perasaan adalah penting.

  e. Perkembangan kognitif Sesuai tahap perkembangan kognitif Piaget, remaja berada pada tahap Operasional Formal. Remaja cenderung kritis dalam mempertanyakan sesuatu. Rasa ingin tahunya sangat kuat sehingga merasa butuh untuk melakukan eksplorasi terhadap hal-hal di sekitarnya.

  Dalam menghadapi masalah mereka dituntut untuk mampu mempertimbangkan segala kemungkinan dalam menyelesaikan masalah dan memandang masalah dari berbagai sudut pandang. Mereka juga dituntut untuk bertanggung jawab terhadap masalah yang dihadapi.

B. Seminaris di Asrama Seminari Menengah Mertoyudan

1. Pengertian Seminaris

  Seminaris adalah remaja yang sedang menjalani pendidikan calon imam di Seminari. Dalam buku Pedoman Pembinaan Calon Imam di

  14 adalah remaja yang datang dari lingkungan yang beraneka ragam dan bercita-cita menjadi imam sesuai dengan persepsinya.

  Dalam buku pedoman tersebut dijelaskan lebih lanjut bahwa seminaris adalah remaja lulusan Sekolah Menengah Pertama dengan usia rata-rata 15 sampai 17 tahun. Sebagai remaja mereka berada dalam proses menuju kematangan fisik dan seksual dengan segala konsekuensi sosial dan psikologisnya. Bila proses ini berjalan dengan baik tanpa ada masalah yang berarti, mungkin remaja yang bersangkutan tidak akan mengalami banyak kesulitan dalam perkembangannya.

2. Karakteristik Seminaris Seminaris mengalami perkembangan sebagaimana remaja lainnya.

  Menurut Driyanto (2001), secara sosial teman sebaya memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan pedoman atau pola dalam berperilaku dan bersikap. Pengaruh teman sebaya dirasakan lebih besar dari pada pengaruh orang tua. Apalagi bila sebagai remaja individu tidak memiliki orang dewasa yang dapat dipercaya dan dapat menerima apa adanya.

  Secara psikologis mereka berada dalam proses pencarian jati diri sehingga cenderung untuk mempertanyakan nilai-nilai, aturan-aturan dan otoritas lingkungannya sebelum dapat menerimanya dengan mantap. Sikap mempertanyakan berbagai hal ini hendaknya dilihat sebagai sesuatu yang “sehat” selama tidak berlebihan (Driyanto, 2001).

  Lingkungan tempat seminaris dibesarkan perlu mendapat perhatian dalam usaha memahami para seminaris karena lingkungan tersebut mempengaruhi perkembangan seminaris sebagai individu (Hadisiswoyo, dkk., 2004). Lingkungan akan mengikuti perubahan. Perubahan yang dapat turut mempengaruhi pertumbuhan kepribadian seminaris diantaranya sebagai berikut: a. Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah memungkinkan terjadinya pemaparan lebih banyak informasi yang mempromosikan sikap konsumtif dan hedonistik. Oleh karena itu adalah wajar bila kecenderungan ini juga terlihat pada diri dan kehidupan para remaja.

  b. Perkembangan ekonomi yang pesat telah memperbanyak pilihan yang ditawarkan kepada masyarakat, termasuk remaja. Dalam situasi yang demikian, ada kecenderungan untuk takut membuat komitmen jangka panjang karena hal ini berarti dapat menghilangkan kesempatan mencoba pilihan lain yang kelihatan menarik juga.

  c. Semakin banyak keluarga yang di dalamnya suami dan istri sama-sama bekerja. Hal ini mengakibatkan waktu yang diberikan orang tua untuk mendidik anak-anak semakin sedikit. Namun demikian, pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kekurangan waktu ini dapat diimbangi dengan kualitas relasi antara orang tua dengan anak.

  Dalam buku Pedoman Pembinaan Calon Imam di Indonesia Bagian Seminari Menengah (Driyanto, 2001), disebutkan bahwa remaja yang dapat diterima menjalani pembinaan di Seminari Menengah harus memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Memiliki kemampuan untuk mengikuti pelajaran tingkat Sekolah Menengah Atas.

  b. Perkembangan psikologis, emosi dan sosial relatif sehat yang dapat dilihat dari indikator berikut: (1) Tidak memiliki rasa rendah diri atau percaya diri yang berlebihan. (2) Mempunyai kegiatan lain di luar hal-hal yang berlangsung terkait dengan tugas sekolah.

  (3) Memiliki beberapa teman dekat yang kepadanya ia dapat mengung- kapkan isi hati secara terbuka.

  (4) Memiliki relasi yang baik dengan orang tua atau orang dewasa lain yang dekat dengannya.

  (5) Dapat mengatur waktu dan prioritas dalam menjalankan tugas sehari-hari. Dalam hal ini pendapat guru yang mengenal calon dapat merupakan masukan yang berharga. (6) Sebagai seorang calon imam yang fungsi utamanya adalah melayani umat yang sangat beragam, beberapa indikator yang dapat membantu adalah: (a) Dapat berteman dengan siapapun tanpa membedakan agama, suku bangsa, ras, status ekonomi, status sosial, kepandaian atau hal lain.

  (b) Memperhatikan kebutuhan orang lain, suka membantu, dan rela mengalah untuk hal-hal yang lebih penting.

  (c) Bersedia mengerjakan tugas apa saja, baik yang bergengsi maupun yang sederhana.

  (d) Sebagai seorang calon imam yang baginya Allah merupakan sumber kekuatan dalam melaksanakan tugas-tugasnya, beberapa indikator yang dapat membantu yaitu: (i) Memiliki relasi yang personal dan komunal dengan Allah.

  (ii) Memiliki kebiasaan berdoa yang relatif teratur. (iii) Walaupun secara umum sebagai seorang remaja pernah mengabaikan perayaan ekaristi mingguan, ia tidak pernah mengabaikan hal tersebut dalam jangka waktu yang lama. (iv) Tidak menutup diri terhadap kegiatan atau hal-hal yang bersifat spiritual.

3. Pembinaan di Seminari Menengah Mertoyudan

a. Tujuan pembinaan di Seminari Menengah Mertoyudan

  Dalam Pedoman Dasar Seminari Menengah Santo Petrus Canisius Mertoyudan (2004) ditegaskan bahwa posisi Seminari Menengah sebagai tempat pendidikan calon imam dan tempat membangun gereja setempat. Di atas posisi tersebut, tujuan pembinaan di Seminari Menengah Mertoyudan ditetapkan sebagai berikut

  (1) Mendampingi seminaris dalam mengolah hidup rohani, panggilan, kegerejaan, dan kemasyarakatan, agar mampu mengambil keputusan sesuai dengan panggilan hidupnya. (2) Mendampingi seminaris untuk mengembangkan diri menjadi pribadi yang sehat secara fisik maupun psikis, dewasa secara manusiawi maupun kristiani, sehingga seminaris memiliki kesiapsiagaan menghadapi panggilan Tuhan.

  (3) Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pembelajaran secara efektif dan efisien agar kompetensi seminaris berkembang secara optimal sehingga seminaris memiliki bekal yang memadai untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan imamat berikutnya.

b. Fokus Pembinaan Kelas Persiapan Pertama

  Dalam proses pembinaan terhadap masing-masing kelas, ada beberapa hal pokok yang menjadi fokus di dalamnya sehingga tujuan pembinaan dapat tercapai secara tepat. Demikian juga dalam pembinaan bagi seminaris Kelas Persiapan Pertama atau Medan Pratama. Fokus Pembinaan di Medan Pratama adalah (Hadisiswoyo, dkk., 2004):