HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DENGAN DEPRESI PADA PENSIUNAN PEGAWAI DI DESA SIDOARUM KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN Skripsi

HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DENGAN DEPRESI PADA PENSIUNAN PEGAWAI DI DESA SIDOARUM KECAMATAN GODEAN

KABUPATEN SLEMAN Skripsi

Dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi

Oleh: Hanggari Deasy Rufaida G0108060

Pembimbing:

1. Dra. Suci Murti Karini, M.Si

2. Nugraha Arif Karyanta, S.Psi, M.Psi

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul : Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Depresi

pada Pensiunan Pegawai di Desa Sidoarum Kecamatan Godean Kabupaten Sleman

Nama peneliti

: Hanggari Deasy Rufaida

NIM/Semester

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari :

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dra. Suci Murti Karini, M.Si Nugraha Arif Karyanta, S.Psi, M.Psi NIP. 195405271980032001 NIP. 197603232005011002

Koordinator Skripsi

Rin Widya Agustin, S.Psi, M.Psi NIP. 197608172005012002

Selasa, 29 Januari 2013

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul:

Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Depresi pada Pensiunan Pegawai di Desa Sidoarum Kecamatan Godean Kabupaten Sleman

Hanggari Deasy Rufaida, G0108060, Tahun 2013

Telah disahkan oleh Pembimbing dan Penguji Skripsi Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari : ………….. Tanggal : …………..

Ketua Sidang Dra. Suci Murti Karini, M.Si NIP. 195405271980032001 ( _____________ )

Sekretaris Sidang Nugraha Arif Karyanta, S.Psi, M.Psi NIP. 197603232005011002

Anggota Penguji :

Penguji I Dra. Salmah Lilik, M.Si NIP. 19490415198032001

Penguji II Rin Widya Agustin, S.Psi, M.Psi NIP. 197608172005012002

Surakarta, _________________

Ketua Pengelola, Koordinator Skripsi,

Drs. Hardjono, M.Si Rin Widya Agustin, S.Psi. M.Psi NIP. 195901191989031002 NIP. 197608172005012002

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan ini, maka saya bersedia derajat kesarjanaan saya dicabut.

Surakarta, Januari 2013

Hanggari Deasy Rufaida

MOTTO

“Janganlah Kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang- orang yang beriman.” (Ali Imran: 139)

“Dekatkanlah dirimu dengan Tuhan. Semakin dekat hidupmu dengan Tuhan semakin terasa ringan beban hidupmu.” (Mario Teguh)

“Talenta apapun yang kita miliki, bidang apapun yang kita geluti, jika ingin sukses: perlu waktu, fokus dan kesungguhan hati”

(Andrie Wongso)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini kepada:

1. Kedua orang tua, yang senantiasa telah membimbing dan membesarkan selama ini.

2. Para bapak dan ibu guru/dosen, yang telah membimbing dan mendidik selama duduk di bangku sekolah/kuliah.

3. Almamater, sebagai tempat menuntut ilmu.

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dan kekuatan dalam menyelesaikan dan menyusun skripsi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang menjadi pelita di kala kegelapan menyelimuti kehidupan.

Untaian terimakasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan keikhlasan kepada semua pihak yang telah membantu. Amin.

1. Bapak Prof.Dr. Zainal Arifin Adnan, dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Hardjono, MS selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

3. Ibu Dra. Suci Murti Karini, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi, M.Psi selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat dan arahan kepada penulis.

4. Ibu Dra.Salmah Lilik, M.Si selaku penguji I dan Ibu Rin Widya Agustin, S.Psi, M.Psi selaku penguji II sekaligus Koordianator Skripsi yang telah memberikan arahan kepada penulis.

5. Para staf pengajar dan karyawan Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Surakarta

6. Bapak Ketua Bapedda Kabupaten Sleman yang telah memberikan izin, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.

7. Bapak Kepala Desa Sidoarum yang telah memberikan izin, sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan.

8. Bapak Kepala Dukuh, Ketua RW, Ketua RT di wilayah Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman,.

9. Seluruh responden para pensiunan di wilayah Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mengisi skala dan berbagi cerita.

10. Keluargaku tercinta Bapak dan Ibu yang telah ikut membantu menyebarkan

angket penelitian dan selalu memberikan motivasi

11. Rekan-rekanku tersayang yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang

telah memberikan bantuan hingga terselesaikannya skripsi ini

Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang ada pada skripsi ini, namun harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang akan membutuhkannya.

Surakarta, Januari 2013 Penulis,

Hanggari Deasy Rufaida

ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DENGAN DEPRESI PADA PENSIUNAN PEGAWAI DI DESA SIDOARUM KECAMATAN GODEAN KABUPATEN SLEMAN

Hanggari Deasy Rufaida Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Individu yang telah memasuki masa pensiun akan dihadapkan pada berbagai perubahan yang terjadi dalam hidupnya. Berbagai reaksi setelah individu memasuki masa pensiun tergantung pada penyesuaian diri masing-masing individu. Penyesuaian diri yang baik dapat menghindari atau mengurangi terjadinya depresi, sebaliknya apabila penyesuaian dirinya buruk dapat meningkatkan terjadinya depresi. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Depresi pada Pensiunan Pegawai di Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Populasi dalam penelitian ini adalah pensiunan PNS dan BUMN/BUMD dengan kisaran lama pensiun 0-6 tahun, pendidikan minimal SMA dan pensiun secara normal, yang tinggal di wilayah Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling, dan jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 85 pensiunan. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala depresi dan skala penyesuaian diri. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis korelasi product moment.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,885 serta taraf signifikansi 0,000. Hal ini menunjukkan ada hubungan negatif dan sangat signifikan antara penyesuaian diri dengan depresi pada pensiunan pegawai. Artinya semakin tinggi penyesuaian diri, maka akan semakin rendah depresi pada pensiunan pegawai, begitu juga sebaliknya. Peran penyesuaian diri dengan depresi pada pensiunan pegawai dalam penelitian ini ditunjukkan dengan nilai R² sebesar 78,4%.

Kata kunci: penyesuaian diri, depresi, pensiun

ABSTRACT RELATIONSHIP BETWEEN THE SELF ADJUSTMENT WITH DEPRESSION AT RETIRED IN SIDOARUM GODEAN SLEMAN

Deasy Hanggari Rufaida

Psychology Program of Faculty Medicine

Sebelas Maret University Surakarta

Individuals who have retired will be faced with many changes in his life. Various reactions after people retire depends on the adjustment of each individual. Good adjustment to avoid or reduce the occurrence of depression, whereas the adjustment itself may increase the occurrence of depression worse. The purpose of this study was determine the relationship between the depression with adjustment employees retirement in Sidoarum village, Godean subdistrict, Sleman district, Yogyakarta regency

The population in this study was retired civil servants (PNS) and state/local enterprises (BUMN/BUMD), with long range retirement 0-6 years, minimum education high school, and normal retirement, who lives in Sidoarum village, Godean subdistrict, Sleman,district, Yogyakarta regency area. The sampling technique used was purposive sampling, and the number of samples obtained as many as 85 retired. Data collection in this study using a depression scale and the scale of adjustment. The analysis technique used was the product moment correlation analysis.

The results of this analysis, the value of the correlation coefficient (r) of - 0.885 and a significance level of 0.000. That shows there is a negative and very significant correlation, between self adjustment to depression in retired employees. That means the higher to self adjustment, is the lower the depression in retired employees, and vice versa. Role self adjustment to depression in retired employees in this study indicated by the value of R² amounted 78.4%.

Keywords: self adjustment, depression, retirement

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Depresi

1. Pengertian Depresi ……………………………………………….. 12

2. Gejala Depresi ……………………………………………….…… 15

3. Jenis- jenis Depresi …………………………………………….…. 19

4. Faktor- faktor yang mempengaruhi Depresi……………………….. 23

5. Depresi pada Pensiunan Pegawai ………………………………… 27

6. Pengukuran Depresi pada Pensiunan Pegawai …………………… 31

B. Penyesuaian Diri

1. Pen gertian Penyesuaian Diri …………...……………………...… 32

2. Aspek- Aspek Penyesuaian Diri ………………………………….. 35

3. Faktor- faktor yang mempengaruhi Penyesuaian Diri …..………… 39

C. Hubungan antara Penyesuaian Diri dengan Depresi

pada Pensiunan Pegawai …………………………….……………… 43

D. Kerangka Pemikiran ………………………………….……………… 47

E. Hipotesis …………………………………………….………..……… 47

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel ……………………………………….………... 48

B. Definisi Operasional

1. Depresi ..………..………………………...……………………… 48

2. Penyesuaian Diri ……………………………………….………… 49

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Uji Asumsi ………………………………………….…………… 69

2. Uji Hipotesis ……………………………………………….….…. 71

3. Peran Penyesuaian Diri terhadap Depresi …………………….….. 72

4. Deskripsi Statistik ……………………………………………….. 73

5. Data Sekunder Subjek Penelitian ……………….…………...…… 76

E. Pembahasan ……………………………………………….…..……… 84

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan …………………………………………….…………….. 90

B. Saran …………………………………………………….…………… 91

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 93 LAMPIRAN ……………………………………………………………….... 97

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Blue Print Skala Depresi Sebelum Uji Coba ………………….. 54 Tabel 2 : Sebaran Aitem Skala Depresi Sebelum Uji Coba …………….. 54 Tabel 3 : Blue Print Skala Penyesuaian Diri Sebelum Uji Coba ………... 55 Tabel 4 : Sebaran Aitem Skala Penyesuaian Diri Sebelum Uji Coba ……. 56 Tabel 5 : Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Depresi ……………… 65 Tabel 6 : Distribusi Aitem Valid dan Gugur Skala Penyesuaian Diri ……. 66 Tabel 7 : Distribusi Butir Skala Depresi Setelah Uji Coba ………………. 67 Tabel 8 : Distribusi Butir SkalaPenyesuaian Diri Setelah Uji Coba ……... 67 Tabel 9 : Hasil Uji Normalitas ………………………………………….. 70 Tabel 10 : Hasil Uji Linearitas …………………………………………. 71 Tabel 11 : Hasil Analisis Korelasi Pearson Product Moment …………… 72

Tabel 12 : Peran Penyesuaian Diri terhadap Depresi …………………….. 73 Tabel 13 : Kriteria Kategori Skor Subjek ………………………………… 73 Tabel 14 : Deskripsi Statistik Data ………………………………………. 74

Tabel 15 : Kategori Skor Variabel Penyesuaian Diri …………………….. 75 Tabel 16 : Kategori Skor Variabel Depresi ………………………………. 76 Tabel 17 : Kategori Skor Penyesuaian Diri Berdasarkan

Jenis Kelamin ……………………………………………..……………… 77 Tabel 18 : Kategori Skor Penyesuaian Diri Berdasarkan Tingkat Pendidikan ………………………………………..…………..….. 78

Tabel 19 : Kategori Skor Penyesuaian Diri Berdasarkan Jenis Pekerjaan …. 78 Tabel 20 : Kategori Skor Penyesuaian Diri Berdasarkan Lama Pensiun ….. 79 Tabel 21 : Kategori Skor Depresi Berdasarkan Jenis Kelamin ……………. 80 Tabel 22 : Kategori Skor Depresi Berdasarkan Tingkat Pendidikan ……... 81

Tabel 23 : Kategori Skor Depresi Berdasarkan Jenis Pekerjaan …………. 82 Tabel 24 : Kategori Skor Depresi Berdasarkan Lama Pensiun …………… 83

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Kerangka pemikiran hubungan antara penyesuaian diri dengan depresi pada pensiunan pegawai …………………………………...…….. 47

DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A. SKALA UJICOBA DAN PENELITIAN

1. Skala Depresi dan Skala Penyesuaian Diri Ujicoba …………… 101

2. Skala Depresi dan Skala Penyesuaian Diri Penelitian …………. 108 LAMPIRAN B. UJI RELIABILITAS DAN VALIDITAS AITEM SKALA

PENELITIAN

1. Skala Depresi ………………………………………………….. 113

2. Skala Penyesuaian Diri ……………………………..…………... 115 LAMPIRAN C. DISTRIBUSI JAWABAN PENELITIAN

1. Skala Depresi dan Skala Penyesuaian Diri Ujicoba ……….….. 117

2. Skala Depresi dan Skala Penyesuaian Diri Penelitian …..…….. 121 LAMPIRAN D. HASIL ANALISIS DATA

1. Hasil Uji Normalitas …………………………………………. . 129

2. Hasil Uji Linearitas ……………………………………………. 130

3. Hasil Uji Hipotesis ………………………………………….…. 131 LAMPIRAN E. DATA RESPONDEN UJICOBA DAN PENELITIAN

1. Data Responden Ujicoba …………………………………….... 132

2. Data Responden Penelitian ……………………………………. 133 LAMPIRAN F. SURAT IZIN PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perjalanan hidup setiap individu dimulai dari sejak dilahirkan sampai akhir hayat. Banyak hal yang terjadi dalam setiap tahap perkembangan, mulai dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa tua. Setiap tahapnya dihadapkan dengan berbagai tugas perkembangan baru yang harus dilaksanakan agar perkembangannya bisa berjalan lebih optimal (Suardiman, 2011).

Pada masa dewasa, bekerja merupakan salah satu bagian fundamental dalam kehidupan manusia. Bekerja selain dapat mendatangkan uang dan fasilitas, juga memberikan nilai dan rasa puas karena dapat mengembangkan kreativitas dan berprestasi. Kondisi fisik manusia untuk bekerja ada batasnya, semakin tua individu semakin menurun kondisi fisiknya, seiring dengan hal itu produktivitas kerja pun akan menurun. Dalam hal ini, setiap pegawai yang bekerja secara formal harus menjalani pensiun atau berhenti bekerja karena terkait dengan usia. Menurut Parnes dan Nessel (dalam Corsini, 1987) pensiun merupakan suatu kondisi bahwa individu telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Secara formal, pegawai yang bekerja pada Instansi Pemerintah seperti Pegawai Negeri Sipil maupun di lembaga BUMN/BUMD, umumnya akan menjalani pensiun setelah mencapai usia 56 tahun, terkecuali untuk tenaga pendidik maupun peneliti dan pegawai dengan jabatan tertentu. Tamher dan

Noorkasiani (2009) menyatakan bahwa usia kronologis individu yang dihitung berdasarkan tahun kalender, Indonesia menetapkan usia pensiun 56 tahun untuk dijadikan sebagai batas seseorang memasuki masa lansia, sedangkan UU No 13 tahun 1998 menyatakan bahwa usia 60 tahun ke atas merupakan usia lanjut.

Masa pensiun akan dialami oleh semua pegawai yang bekerja. Secara emosi dan psikis, individu yang pensiun akan mengalami masa kritis pada awal- awal memasuki masa pensiun (Mulyono, 2011). Hal ini terjadi karena individu merasa belum siap menerima kenyataan, serta adanya perasaan cemas atau takut yang berlebih, sehingga mudah mengalami depresi dan sakit secara fisik. Sebaliknya bagi beberapa individu, ada yang menganggap bahwa masa pensiun adalah masa yang menyenangkan, karena merupakan waktu untuk beristirahat setelah lelah bekerja selama berpuluh-puluh tahun. Hasil survey yang dilakukan oleh Hardtford Insurance Group menyebutkan bahwa hanya 1% pada usia 65 tahun individu yang hidup makmur dan sejahtera, dan hanya 4% yang hidup berkecukupan, sehingga dapat disimpulkan bahwa hanya 5% orang yang hidup dalam kondisi yang menyenangkan di masa pensiunnya (Kiyosaki, 2000).

Berdasarkan survei yang dilakukan HSBC (Hongkong and Shanghai Bank Corporation ) mengungkapkan bahwa sebanyak 15.000 responden dari 15 negara menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dan minimnya persiapan yang dilakukan dalam menghadapi masa pensiun. Dalam hal ini, dari sekian banyak responden, sekitar 86% mengaku tidak tahu mengenai sumber pendapatan yang akan diperoleh selama masa pensiun (http.//detikfinance.com, 2009). Masalah Berdasarkan survei yang dilakukan HSBC (Hongkong and Shanghai Bank Corporation ) mengungkapkan bahwa sebanyak 15.000 responden dari 15 negara menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dan minimnya persiapan yang dilakukan dalam menghadapi masa pensiun. Dalam hal ini, dari sekian banyak responden, sekitar 86% mengaku tidak tahu mengenai sumber pendapatan yang akan diperoleh selama masa pensiun (http.//detikfinance.com, 2009). Masalah

Menurut Hurlock (1999) para pensiunan menjalani masa tuanya dengan pendapatan yang kurang, karena dengan tunjangan pensiun yang diperoleh ternyata tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup sesuai dengan rencana dan harapan. Hal ini menjadi suatu masalah bagi individu yang pensiun, sehingga beberapa pensiunan pegawai ada yang merasa perlu mencari pekerjaan lagi setelah pensiun guna menambah pendapatan, meskipun tenaga mereka sudah semakin berkurang. Banyak individu yang terpaksa berpola hidup lebih sederhana setelah pensiun, dengan cara menghentikan atau mengurangi berbagai macam pengeluaran, seperti membeli pakaian, alat-alat perawatan, kegiatan sosial, rekreasi, dan keanggotaan dalam berbagai macam organisasi masyarakat.

Berdasarkan beberapa penelitian di negara maju, diyakini bahwa selain para lansia merasa kekurangan penghasilan setelah pensiun, pada umumnya juga mengalami kehilangan peran dan identitas, kedudukan, volume dan jenis kegiatan sehari-hari, status, wibawa dan otoritas, kehilangan hubungan dengan kelompok serta harga diri, sehingga dapat menyebabkan depresi (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Hal ini seperti yang diungkapkan dalam penelitian Pulungan (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara harga diri dengan depresi pada lansia. Semakin tinggi harga diri, maka semakin rendah depresi pada lansia, Berdasarkan beberapa penelitian di negara maju, diyakini bahwa selain para lansia merasa kekurangan penghasilan setelah pensiun, pada umumnya juga mengalami kehilangan peran dan identitas, kedudukan, volume dan jenis kegiatan sehari-hari, status, wibawa dan otoritas, kehilangan hubungan dengan kelompok serta harga diri, sehingga dapat menyebabkan depresi (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Hal ini seperti yang diungkapkan dalam penelitian Pulungan (2007) yang menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara harga diri dengan depresi pada lansia. Semakin tinggi harga diri, maka semakin rendah depresi pada lansia,

Menurut Suardiman (2011) terjadinya depresi pada pensiunan bersumber dari kesedihan dan kesepian berkepanjangan, yang disebabkan karena merasa kesulitan keuangan, kesehatan yang semakin menurun, post power syndrome, kehilangan rekan kerja, serta kehilangan hasrat dan tujuan yang menjadi bagian dari bertambahnya usia. Post power syndrome merupakan suatu kondisi dimana individu hidup dalam kebesaran bayang-bayang pada masa lalunya dan termasuk gejala yang dapat menyebabkan terjadinya depresi pasca kuasa (Mulyono, 2011). Depresi pasca kuasa adalah perasaan sedih secara mendalam karena terjadi perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan atau kekuasaannya setelah pensiun (Azizah, 2011). Hal ini menyebabkan individu yang baru kehilangan jabatan atau kekuasaannya , mengalami perubahan pada sikap dan perilakunya yang merupakan dampak dari keluhan psikososial.

Gangguan depresi yang terjadi pada lansia gejalanya lebih sulit didiagnosis, karena gejalanya bisa nampak atau sama dengan penyakit degenaratif yang diderita. Gejala depresi yang terjadi pada lansia sering berhubungan dengan

penyesuaian diri yang terhambat, karena kehilangan sesuatu dalam hidupnya dan adanya berbagai macam stressor. Berbagai macam stressor tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada tingkat biologisnya, yang meliputi sel, syaraf, cairan, endokrin, dan sistem kekebalan sesuai dengan usianya. Depresi yang terjadi pada lansia muncul sebagai akibat adanya interaksi dari berbagai faktor, yaitu faktor biologis, psikologis, dan sosial. Dalam hal ini, individu yang depresi akan mengalami perubahan perasaan, perubahan tingkah laku, dan keluhan yang bersifat fisik, seperti adanya perasaan sedih, pikiran terhambat, perilaku lamban, kecemasan, kehilangan selera makan, kehilangan rasa senang, cenderung menyusahkan orang lain, serta adanya keluhan fisik (Suardiman, 2011).

Depresi merupakan suatu gangguan yang paling banyak diderita oleh penduduk di dunia. Menurut sebuah penelitian di Amerika, 1 dari 20 orang di Amerika setiap tahun mengalami depresi, dan paling tidak 1 dari 5 orang pernah mengalami depresi sepanjang sejarah kehidupan mereka. Menurut data WHO pada tahun 2006, dari 121 juta orang yang mengalami depresi, sebanyak 5,8% pria dan 9,5% wanita di dunia pernah mengalami episode depresif dalam hidupnya. Diperkirakan pada tahun 2020, depresi akan menempati peringkat kedua setelah penyakit jantung, yang umum dialami masyarakat di dunia (Farmacia, 2007).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan diberbagai negara menyebutkan bahwa prevalensi terjadinya depresi berkisar antara 15-30% dan jumlahnya terus

meningkat khususnya bagi para lansia (http.//health.kompas.com, 2012). Mangoenprasodjo (dalam Azizah, 2011) menyatakan bahwa prevalensi depresi pada lansia sangat tinggi, sekitar 12-36% lansia yang menjalani rawat jalan mengalami depresi dan terus meningkat menjadi 30-50% pada lansia dengan penyakit kronis dan perawatan lama yang mengalami depresi. Resiko depresi yang terjadi pada wanita terus meningkat, terutama untuk wanita lansia yang memiliki riwayat depresi, mengalami kehilangan, hidup sendirian, kurangnya dukungan sosial, tinggal di rumah perawatan dalam jangka panjang, penurunan kesehatan dan keterbatasan fungsional. Lansia wanita yang mengalami depresi juga memiliki resiko bunuh diri dua atau tiga kali lebih tinggi daripada lansia laki- laki (Jones, dalam Azizah 2011).

Sehubungan dengan hal ini, perubahan cara bersikap indvidu memiliki peranan penting untuk menghindari terjadinya depresi pada saat memasuki masa pensiun. Menurut Suardiman (2011) individu yang bersikap menerima terhadap masa pensiun ditunjukkan dengan sikap tidak pernah mengeluh karena dapat menerima datangnya masa pensiun dengan ikhlas dan lapang dada. Segala sesuatu yang diperoleh semasa bekerja seperti jabatan, pekerjaan, harta, kekuasaan dan status sosial tersebut adalah wujud dari karunia Tuhan yang harus disyukuri. Dalam hal ini, individu yang mampu bersyukur adalah individu yang bisa lebih meningkatkan kualitas ibadahnya setelah menjalani masa pensiun, misalnya bagi umat muslim dapat mengisi waktunya di masa pensiun dengan beribadah sholat 5 Sehubungan dengan hal ini, perubahan cara bersikap indvidu memiliki peranan penting untuk menghindari terjadinya depresi pada saat memasuki masa pensiun. Menurut Suardiman (2011) individu yang bersikap menerima terhadap masa pensiun ditunjukkan dengan sikap tidak pernah mengeluh karena dapat menerima datangnya masa pensiun dengan ikhlas dan lapang dada. Segala sesuatu yang diperoleh semasa bekerja seperti jabatan, pekerjaan, harta, kekuasaan dan status sosial tersebut adalah wujud dari karunia Tuhan yang harus disyukuri. Dalam hal ini, individu yang mampu bersyukur adalah individu yang bisa lebih meningkatkan kualitas ibadahnya setelah menjalani masa pensiun, misalnya bagi umat muslim dapat mengisi waktunya di masa pensiun dengan beribadah sholat 5

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Koenig, Goerge dan Segler (dalam Papalia, 2009) menyebutkan ada hubungan positif antara agama dan keadaan psikologis lansia, yaitu strategi dalam menghadapi masalah yang dilakukan 100 responden berusia 55-80 tahun terhadap peristiwa yang paling menimbulkan stres adalah berhubungan dengan agama dan kegiatan religius, sehingga religiusitas atau penghayatan keagamaan berpengaruh besar terhadap kesehatan fisik maupun mental. Agama dapat menambah kebutuhan psikologis yang penting bagi orang tua, terutama dalam menghadapi kematian, menemukan dan menjaga sense akan keberartian dan signifikansi dalam hidup, serta menerima kehilangan yang tak terelakkan dari masa tua (Koenig & Larson dalam Santrock, 1999).

Menurut Semiun (2006) depresi terjadi karena individu yang pensiun seringkali merasa kesulitan dengan pola tingkah laku yang diperlukan untuk menyesuaikan diri di masa pensiun. Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamika yang bertujuan untuk merubah perilaku dalam membentuk hubungan yang lebih sesuai atau menyenangkan antara dirinya dengan lingkungan (Fahmy, 2004). Individu yang pensiun sudah tidak lagi memiliki lingkungan terstruktur yang dimilikinya saat masih bekerja, sehingga lebih fleksibel dalam mengatur atau mengisi waktunya untuk kegiatan yang disenangi. Dalam hal ini, para pensiunan diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan baik dan mampu Menurut Semiun (2006) depresi terjadi karena individu yang pensiun seringkali merasa kesulitan dengan pola tingkah laku yang diperlukan untuk menyesuaikan diri di masa pensiun. Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamika yang bertujuan untuk merubah perilaku dalam membentuk hubungan yang lebih sesuai atau menyenangkan antara dirinya dengan lingkungan (Fahmy, 2004). Individu yang pensiun sudah tidak lagi memiliki lingkungan terstruktur yang dimilikinya saat masih bekerja, sehingga lebih fleksibel dalam mengatur atau mengisi waktunya untuk kegiatan yang disenangi. Dalam hal ini, para pensiunan diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan baik dan mampu

Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik, pasti memiliki semangat hidup, meskipun dalam kehidupannya menghadapi masalah yang cukup berat, tetapi tetap ada tempat untuk mengisi kegembiraan dan humor. Penyesuaian diri yang baik membutuhkan kematangan dalam setiap bagian tingkah laku individu, termasuk bidang sosial, emosional, moral, dan agama. Dalam hal ini, kematangan yang dimaksud mengandung perkembangan struktur dasar yang memadai, perkembangan kapasitas dan kebutuhan, penerimaan tanggung jawab, serta pertumbuhan kepribadian ke arah kehidupan dewasa yang lebih teratur, lebih baik, seimbang, dan memuaskan. Bagi individu yang mengalami kegagalan dari salah satu bidang diatas, maka dapat dikatakan bahwa individu tersebut tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik (Semiun, 2006).

Berdasarkan pengamatan sehari-hari, tidak sedikit individu yang mengalami kesulitan dalam meyesuaikan diri setelah memasuki masa pensiun. Kesulitan tersebut dialami individu yang tidak siap menghadapi tekanan maupun konflik akibat perubahan-perubahan yang terjadi setelah pensiun yaitu perubahan

fisik, sosial, maupun psikologis. Berbagai reaksi setelah individu memasuki masa pensiun tergantung pada model kepribadiannya dan cara dalam meyiasati masa pensiun agar tidak menjadi beban mental dalam hidupnya. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun ada banyak cara yang dapat dilakukan, salah satu fisik, sosial, maupun psikologis. Berbagai reaksi setelah individu memasuki masa pensiun tergantung pada model kepribadiannya dan cara dalam meyiasati masa pensiun agar tidak menjadi beban mental dalam hidupnya. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun ada banyak cara yang dapat dilakukan, salah satu

Berdasarkan hasil pra survey, ditemukan kasus pada dua orang pensiunan PNS yaitu ibu E yang sudah menjalani masa pensiun hampir 1 tahun dan bapak Y yang sudah menjalani masa pensiun selama 11 tahun, keduanya berdomisili di Dukuh Cokrobedog, Desa Sidoarum RT 04/RW 11 dan RT 05/RW 11. Kasus yang terjadi pada ibu E yaitu saat sebelum pensiun beliau merupakan seorang ibu yang ramah, supel, dan hubungan sosialnya dengan tetangga cukup baik, tetapi setelah pensiun beliau menjadi seorang yang pendiam, jarang keluar rumah, dan menjadi acuh dengan tetangga. Kasus lain yang terjadi pada bapak Y yaitu setelah pensiun akhir-akhir ini beliau merasakan bahwa dirinya sudah tidak berdaya lagi, sering sakit-sakitan tapi kenyataannya hasil diagnosa dokter tidak ditemukan penyakit, selain itu beliau juga sering menangis apabila dijenguk oleh tetangga maupun teman-temannya.

Permasalahan yang muncul dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu yang memasuki masa pensiun memiliki kecenderungan mudah mengalami depresi, disebabkan karena ketidaksiapannya dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi di masa pensiun. Oleh karena itu, individu perlu Permasalahan yang muncul dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa individu yang memasuki masa pensiun memiliki kecenderungan mudah mengalami depresi, disebabkan karena ketidaksiapannya dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi di masa pensiun. Oleh karena itu, individu perlu

B. Rumusan Masalah

“Apakah ada hubungan antara penyesuaian diri dengan depresi pada pensiunan pegawai di Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penyesuaian diri dengan depresi pada pensiunan pegawai di Desa Sidoarum, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat penelitian yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambahkan kepustakan di bidang

psikologi, khususnya psikologi perkembangan, psikologi klinis dan psikologi sosial mengenai hubungan antara penyesuaian diri dengan psikologi, khususnya psikologi perkembangan, psikologi klinis dan psikologi sosial mengenai hubungan antara penyesuaian diri dengan

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-

0faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pada individu saat memasuki masa pensiun.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi individu yang memasuki masa pensiun, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai serangkaian perubahan yang terjadi, sehingga diharapkan dapat membekali diri dengan persiapan fisik dan psikis agar dapat menyesuaikan diri selama menjalani masa pensiun dan terhindar dari gangguan depresi.

b. Bagi lembaga pembina, penelitian ini diharapkan bisa dijadikan referensi untuk mempersiapkan individu sebelum dan setelah memasuki masa pensiun melalui penyuluhan maupun pelatihan untuk menghindari terjadinya depresi.

c. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk peneliti selanjutnya, khususnya mengenai penyesuaian diri dan depresi pada pensiunan pegawai yang dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian selanjutnya.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Depresi

1. Pengertian Depresi

Depresi merupakan suatu gangguan mental yang banyak terjadi pada individu dan merupakan suatu kelainan yang mengenai perasaan dasar (mood) (Suwantara, dkk., 2000). Gangguan depresi termasuk dalam kategori gangguan mood , yaitu periode terganggunya aktivitas sehari-hari, yang ditandai dengan suasana perasaan murung dan gejala lainnya termasuk perubahan pola tidur dan makan, perubahan berat badan, gangguan konsentrasi, anhedonia (kehilangan minat), lelah, perasaan putus asa dan tak berdaya serta pikiran bunuh diri (Muchid, dkk., 2007)

Dalam pedoman penggolongan dan diagnosa gangguan jiwa di Indonesia

III (PPDGJ III, 1993) disebutkan bahwa gangguan utama depresi adalah adanya gangguan suasana perasaan, kehilangan minat, menurunnya kegiatan, dan pesimisme dalam menghadapi masa yang akan datang. Gangguan depresi biasanya disertai dengan adanya rasa rendah diri, kekecewaan yang hebat, kecemasan, penyalahan diri sendiri, dan trauma-trauma psikis. Depresi dapat diartikan sebagai suatu bentuk gangguan emosi yang biasanya ditandai dengan adanya perasaan tertekan, sedih, tidak bahagia, tidak berharga, tidak berarti, serta tidak mempunyai semangat dan pesimis dalam menghadapi III (PPDGJ III, 1993) disebutkan bahwa gangguan utama depresi adalah adanya gangguan suasana perasaan, kehilangan minat, menurunnya kegiatan, dan pesimisme dalam menghadapi masa yang akan datang. Gangguan depresi biasanya disertai dengan adanya rasa rendah diri, kekecewaan yang hebat, kecemasan, penyalahan diri sendiri, dan trauma-trauma psikis. Depresi dapat diartikan sebagai suatu bentuk gangguan emosi yang biasanya ditandai dengan adanya perasaan tertekan, sedih, tidak bahagia, tidak berharga, tidak berarti, serta tidak mempunyai semangat dan pesimis dalam menghadapi

Kartono (1997) menjelaskan bahwa depresi adalah suatu keadaan kemuraman hati seseorang berupa kesedihan, kesenduan, keburaman perasaan, serta putus asa yang disertai dengan melemahnya kepekaan terhadap stimulus tertentu, pengurangan aktivitas fisik maupun mental dan kesulitan dalam berpikir. Menurut Muchid, dkk (2007) depresi merupakan suatu gangguan medik serius yang menyangkut kerja otak, bukan hanya sekedar perasaan murung atau sedih dalam beberapa hari. Gangguan ini menetap selama beberapa waktu dan mengganggu fungsi keseharian individu.

Simon (dalam Davidson & Neale, 2004) menyebutkan bahwa individu yang mengalami depresi sering mengabaikan masalah kebersihan dan penampilan dirinya serta sering mengeluhkan simptom somatik tanpa adanya gangguan fisik yang jelas. Individu selalu merasa berkecil hati dan tidak memiliki harapan serta inisiatif dalam melakukan segala aktivitas sepanjang waktu.

Depresi dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul dalam diri individu. Menurut Holmes (dalam Surandi dan Ramdhani, 2000) gejala-gejala depresi meliputi gejala kognitif, gejala motorik, dan gejala somatik. Gejala kognitif dapat terlihat dari hasil akhir pekerjaan yang dilakukan individu, yang merupakan Depresi dapat dilihat dari gejala-gejala yang muncul dalam diri individu. Menurut Holmes (dalam Surandi dan Ramdhani, 2000) gejala-gejala depresi meliputi gejala kognitif, gejala motorik, dan gejala somatik. Gejala kognitif dapat terlihat dari hasil akhir pekerjaan yang dilakukan individu, yang merupakan

Depresi dapat berdampak negatif pada kehidupan individu yang memasuki lansia. Menurut Davidson & Neale (2004) dampak negatif yang dapat dirasakan yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian dan adanya keluhan karena memorinya yang semakin berkurang. Individu yang mengalami depresi sering mengeluhkan bahwa dirinya menjadi pelupa, sehingga sering melakukan kesalahan dalam melakukan segala sesuatu. Dampak negatif lain juga diungkapkan oleh Coyne (dalam Davidson & Neale, 2004) bahwa hubungan sosial yang terjadi antar individu yang mengalami depresi lebih banyak permasalahannya dan lebih sulit ditangani dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami depresi.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah suatu gangguan mood yang mempengaruhi seluruh proses mental berupa pikiran, perasaan dan perilaku individu, serta muncul perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan, perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menyebabkan keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Depresi merupakan suatu gangguan mental yang serius dan Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi adalah suatu gangguan mood yang mempengaruhi seluruh proses mental berupa pikiran, perasaan dan perilaku individu, serta muncul perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan, perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menyebabkan keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Depresi merupakan suatu gangguan mental yang serius dan

2. Gejala Depresi

Menurut Kelliat (dalam Azizah, 2011) ada beberapa tanda dan gejala depresi, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Afektif Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan, kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian, harga diri rendah, dan kesedihan.

b. Fisiologik Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, sembelit, pusing, keletihan, gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan berlebih/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.

c. Kognitif Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis, dan ketidakpastian.

d. Perilaku Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan obat, intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah menangis, dan menarik diri.

Menurut Blackburn & Davidson (1994) ada beberapa simptoma atau gejala depresi yang dapat digolongkan ke dalam kelompok simptoma psikologis dan simptoma biologis, seperti yang diuraikan sebagai berikut:

a. Simptoma-simptoma psikologis:

1) Suasana hati, yaitu merasakan kesedihan, kecemasan, dan mudah marah.

2) Berpikir, yaitu mencakup kehilangan konsentrasi, lambat atau kacau

dalam berpikir, suka menyalahkan diri sendiri, ragu-ragu dalam bertindak, dan merasa harga dirinya rendah.

3) Motivasi, yaitu kurang adanya minat dalam bekerja dan melakukan hobi,

menghindari kegiatan pekerjaan dan kegiatan sosial, ingin melarikan diri, dan ketergantungan pada orang lain tinggi.

4) Perilaku, yaitu menjadi lamban, suka mondar-mandir, sering menangis

dan mengeluh.

b. Simptoma-simptoma biologis: Individu merasakan hilangnya nafsu makan atau nafsu makan semakin bertambah, hilangnya nafsu birahi, tidurnya terganggu, lambat dalam melakukan sesuatu dan mudah gelisah.

Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-

III, Departemen Kesehatan) gejala depresi dibagi menjadi gejala utama dan gejala lainnya, yang dapat diuraikan sebagai berikut: Gejala utama meliputi:

a. Afek depresi atau perasaan tertekan

b. Kehilangan minat dan kegembiraan

c. Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan

menurunnya aktivitas Gejala lain meliputi:

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang

b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Perasaan bersalah dan tidak berguna

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistik

e. Pikiran atau perbuatan yang membahayakan diri atau bunuh diri

f. Tidur terganggu dan nafsu makan terganggu

Nevid, dkk. (2005) menyatakan bahwa ada beberapa gejala depresi lain sebagai ciri-ciri umum depresi, yaitu:

a. Emosional

b. Perubahan pada mood (periode terus-menerus dari perasaan terpuruk, depresi,

sedih, atau muram).

c. Penuh airmata atau menangis c. Penuh airmata atau menangis

kesabaran.

e. Motivasi

1) Perasaan tidak termotivasi atau memiliki kesulitan dalam memulai kegiatan.

2) Menurunnya tingkat partisipasi sosial atau minat pada aktivitas sosial

3) Kehilangan kenikmatan atau minat dalam aktivitas menyenangkan

4) Menurunnya minat pada seks.

5) Gagal untuk merespons pada pujian atau reward

f. Perilaku motorik

1) Bergerak atau berbicara lebih perlahan dari biasanya

2) Perubahan dalam kebiasaan tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, bangun lebih awal dari biasanya dan merasa kesulitan untuk kembali tidur di pagi buta.

3) Perubahan dalam selera makan (makan terlalu banyak atau terlalu sedikit).

4) Perubahan berat badan (bertambah atau kehilangan berat badan).

5) Berfungsi secara kurang efektif dari biasanya.

g. Kognitif

1) Kesulitan berkonsentrasi atau berpikir jernih.

2) Berfikir negatif mengenai diri sendiri dan masa depan.

3) Perasaan bersalah atau menyesal mengenai kesalahan di masa lalu.

4) Kurangnya self-esteem atau marasa tidak adekuat.

5) Berfikir tentang kematian atau bunuh diri. Berdasarkan beberapa gejala depresi diatas secara umum hampir sama, hanya terdapat sedikit perbedaan pada gejala depresi menurut PPDGJ dan Nevid, dkk yang menunjukkan bahwa ada suatu gejala depresi berupa pikiran untuk bunuh diri. Keinginan bunuh diri dapat terjadi pada individu yang merasakan putus asa secara berlebih.

Berdasarkan beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa gejala depresi terdiri dari berbagai macam, yang terdiri dari segi afektif, fisiologis, kognitif, perilaku, dan motivasi. Beberapa gejala depresi diatas, ada beberapa gejala yang dapat dirasakan oleh individu sendiri dan ada beberapa yang juga dapat diamati oleh individu lain di sekitarnya.

3. Jenis-jenis Depresi

Berpedoman pada PPDGJ III, jenis-jenis depresi beserta ciri-cirinya dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu depresi ringan, sedang dan berat. Jenis depresi ini dibagi berdasarkan berat dan banyaknya gejala utama serta gejala lainnya, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Depresi ringan, dengan ciri – ciri:

1) Sekurang – kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi.

2) Sekurang – kurangnya 2 dari gejala lainya.

3) Tidak boleh ada gejala berat diantaranya.

4) Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang – kurangnya sekitar 2 minggu.

5) Hanya sedikit dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang biasa dilakukan.

b. Depresi sedang, dengan ciri – ciri:

1) Sekurang – kurangnya harus ada 2 atau 3 gejala utama depresi seperti pada depresi ringan.

2) Ditambah sekurang – kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainya.

3) Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu.

4) Menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial pekerjaan dan urusan rumah tangga.

c. Depresi berat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1) Depresi berat tanpa gejala psikotik, dengan ciri – ciri:

a) Semua tiga gejala depresi harus ada.

b) Sekurang-kurangnya empat dari gejala lainnya dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat.

c) Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau atau mampu untuk melaporkan banyak gejala secara rinci.

d) Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang – kurangnya 2 minggu akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan untuk menegakan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu.

e) Sangat tidak mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

2) Depresi berat dengan gejala psikotik, dengan ciri – ciri:

a) Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut depresi berat tanpa gejala psikotik.

b) Adanya waham, halusinasi atau stupor depresif, waham biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam dan pasien merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi audiotorik atau aolfatorik biasanya berupa suara yang menghina, menuduh, bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotorik yang berat dapat menuju pada stupor. Apabila diperlukan waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan efek (mood congruent).

Sementara itu, Kartono (1997) menyatakan bahwa pada umumnya orang membedakan tiga jenis depresi, yaitu:

a. Depresi reaktif Depresi sebagai suatu reaksi dari pengalaman hidup yang menyedihkan, seperti adanya trauma psikis yang disebabkan karena kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.

b. Depresi neurotis

Depresi neurotis timbul disebabkan oleh mekanisme pertahanan diri dan mekanisme pelarian diri yang keliru. Hal ini tidak mungkin menyebabkan depresi pada orang normal atau sehat, tetapi pada individu yang yang kepribadiannya rapuh dan labil, akan mudah mengalami depresi.

c. Depresi psikogen

Depresi psikogen timbul karena mengalami kelainan fisik yang disebabkan salah penanganan pada peristiwa-peristiwa dan pengalaman-pengalaman sendiri yang pernah terjadi sebelumnya.

Terdapat berbagai jenis depresi yang berbeda macamnya. Jenis depresi berdasarkan PPDGJ dibagi menurut tingkatannya, yaitu dari depresi ringan hingga depresi berat, yang digolongkan berdasarkan gejalanya, lama episode depresi, serta kesulitan/tidaknya dalam melakukan kegiatan pekerjaan dan kegiatan sosial. Jenis depresi kedua digolongkan berdasarkan sikap individu dalam menghadapi suatu masalah yang disebabkan karena mental individu yang lemah, adanya trauma dalam diri individu dan pengalaman yang diperoleh selama hidupnya.

Berdasarkan uraian beberapa jenis depresi diatas, dapat disimpulkan bahwa jenis depresi dapat digolongkan berdasarkan gejala utama dan lainnya sesuai dengan PPDGJ, lama episode depresi, kesulitan/tidaknya individu dalam melakukan kegiatan pekerjaan dan kegiatan sosial, trauma yang dialami karena kehilangan sesuatu, mental individu yang lemah serta patologi akibat peristiwa dan pengalaman dalam kehidupan individu.

4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Depresi

Menurut Nevid, dkk (2005) beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pada seseorang, dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Usia Pada individu yang sudah memasuki masa lansia dengan rata-rata usia diatas 60 tahun dapat terjadi gangguan depresi berat, karena pada masa ini terjadi masalah hidup yang cukup berat. Berdasarkan hasil studi yang diikuti oleh para lansia selama 6 tahun, ada sekitar 80% individu yang mengalami depresi, baik depresi yang tidak kunjung sembuh maupun depresi yang terjadi secara berkala.

b. Status sosioekonomi Individu yang status sosioekonominya rendah memiliki resiko lebih mudah untuk mengalami depresi dibandingkan dengan individu yang status sosioekonominya tinggi.

c. Status pernikahan Gangguan depresi berat biasanya terjadi pada individu yang gagal dalam membina hubungan pernikahan, seperti bercerai, berpisah atau ditinggal pasangan karena meninggal. Hal ini dapat terjadi karena individu sudah tidak mempunyai teman bercerita lagi mengenai masalah yang dialami dalam hidupnya.

d. Jenis kelamin Menurut beberapa prevalensi menyebutkan bahwa wanita lebih mudah mengalami depresi dua kali lebih besar dibandingkan pria, meskipun alasan adanya perbedaan tersebut tidak diketahui. Berdasarkan wacana depresi, pria dan wanita yang mengalami gangguan depresi tidak berbeda secara signifikan, seperti dalam hal kecenderungan untuk kambuh kembali, frekuensi kambuh, keparahan kambuh atau jarak waktu untuk kambuh yang pertama kalinya.

Sadock & Sadock (2010) juga mengungkapkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi, yaitu:

a. Faktor Biologi Beberapa peneliti menyebutkan bahwa dalam diri seseorang yang mengalami depresi terdapat kelainan biogenik amin, serta adanya pengaktifan hormon stres yang berpengaruh pada neurotransmitternya seperti norepinefrin dan serotonin yang menyebabkan terjadinya depresi.