HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN GURU FISIKA DALAM MENGAJAR DI KELAS DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN GURU FISIKA DALAM MENGAJAR DI KELAS DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

  (Studi Kasus Pada Siswa SMP PL I Yogyakarta) Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

  Program Studi Pendidikan Fisika Oleh:

  Markus Ecin NIM. 021424006 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

  2007

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

  

Cara Yang Seragam Dalam Mengajar Dan Menguji

Jelas Tidak Memuaskan Karena Setiap Orang Itu

Berbeda.

  • ---------Howard Gardner--------

  

Bagian Yang Mudah Adalah Mempelajari Cara

Melakukan Hal-Hal Baru. Bagian Yang Sulit

Adalah Menghentikan Sesuatu Yang Biasanya Kita

Lakukan.

  • -------Barbara Prashnig--------

  ! ! "

  

ABSTRAK

Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan

Guru Fisika dalam Mengajar di Kelas dengan Motivasi Belajar

  

Siswa

  (Studi Kasus Pada Siswa SMP PL I Yogyakarta) Oleh:

  Markus Ecin

  NIM: 021424006 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan (otoriter, laissez-faire dan demokratis) guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa/i SMP PL I Yogyakarta.

  Jenis penelitian ini adalah deskriptif-korelasional. Subyek penelitian siswa kelas VII (159 siswa) dan VIII (162 siswa) yang diajar oleh guru fisika masing- masing. Data dikumpulkan dengan metode kuesioner, yang terdiri dari: 52 item kuesioner gaya kepemimpinan dan 30 item kuesioner motivasi belajar siswa. Kemudian, data dianalisis dengan korelasi Product-Moment dari Pearson dan Rank Spearman untuk menguji hipotesis dan memperoleh kesimpulan.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa, yaitu: (1) persepsi gaya otoriter berhubungan negatif dan signifikan dengan motivasi belajar siswa, (2) persepsi gaya laissez-faire berhubungan negatif dan signifikan dengan motivasi belajar siswa, dan (3) persepsi gaya demokratis berhubungan positif dan signifikan dengan motivasi belajar siswa.

  Kata kunci: gaya kepemimpinan, motivasi siswa

  

ABSTRACT

The Correlation Between The Students’ Perception Toward

Physics Teachers’ Leadership Style and Their Motivation of

  

Study

  (Case Study To Students of SMP PL I Yogyakarta

  )

  By:

  

Markus Ecin

  ID: 021424006 This research examined the correlation between students’ perception toward physics teachers’ leadership style (authoritarian, laissez-faire and democratic) in their classrooms and their motivation of study in SMP PL I Jogjakarta.

  th

  This research is correlational-descriptive that used 7 grade (162 students)

  th

  and 8 grade (162 students) as the subject. Data were collected using questioner, consisted of: 52 items of questions about leadership style and 30 items about student motivation of study. Data were analyzed with Product-Moment Pearson and Rank Spearman correlation.

  The results show that there is a correlation between students’ perception toward physics teachers’ leadership style and students’ motivation of study: (1) the perception of authoritarian style has significant and negative correlation with students’ motivation, (2) the perception of laissez-faire style has significant and negative correlation with students’ motivation, and (3) the perception of democratic style has significant and positive correlation with students’ motivation of study.

  Key word: leadership style, students’ motivation

KATA PENGANTAR

  Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kasih atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Persepsi Siswa Terhadap Gaya Kepemimpinan Guru Fisika dalam Mengajar di Kelas dengan Motivasi Belajar Siswa” ini dengan baik.

  Penulis menyadari dalam proses penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan, dukungan dan saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Romo Dr. Paul Suparno, SJ., MST selaku dosen pembimbing yang telah rela meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berguna dalam penyelesaian skripsi ini.

  2. Br. Heribertus Triyanto, FIC selaku Kepala SMP PLI Yogyakarta yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

  3. Ign. Sutarjo, S. Pd. (guru fisika kelas VII) dan Al. Bambang W., S. Pd.

  (guru Fisika kelas VIII) atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian.

  4. Segenap Dosen Pendidikan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu dan pengalaman yang sangat berguna bagi masa depan penulis.

  5. Bapak, Mama, abangku: Albinus Tayah, Yulianus Kiun, dan Petrus Capin, serta seluruh keluarga atas bantuan dan doanya sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan dengan baik. Tuhan memberkati!

  6. Kekasihku Veronica Dewi Sartika, A. Ma. atas kasih sayang, doa, dorongan, bantuan, kesetiaan dan pengertiannya selama ini.

  7. Panitia Beasiswa Keuskupan Ketapang (PBSKK) dan APTIK (Misereor) yang telah membantu membiayai kuliah. Semoga Tuhan memberkati!

  8. Teman-temanku di LPK: Nistain Odop, Yedi Pijan, Ato, Darwis, Cornelis, Adi, Alex Elpian, dan Petrus Tewan atas kebersamaan, kebaikan dan perhatiannya.

  9. Sahabat-sahabatku: Yohanes Susardi, Sius Kusnadi, Alfonsa Arvina, Miftahul Jenah, Dedik Setyawan, Dwi, Ernest, David Chow, Fr. Rinto yang telah banyak membantu dan menyemangati.

  10. Teman-teman Pendidikan Fisika angkatan 2002 atas kebersamaan dan kerjasamanya selama studi di USD.

  11. Semua pihak yang telah berperan serta baik secara langsung maupun tidak dalam penyusunan skripsi ini.

  Akhir kata “Tiada gading yang tidak retak”. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam skripsi ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca.

  Yogyakarta, 25 Juli 2007 Penulis

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................. v ABSTRAK ........................................................................................................... vi ABSTRACT ........................................................................................................ vii KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... xiii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiv DAFTAR GRAFIK............................................................................................. xvi

  BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6 D. Hipotesis .................................................................................................... 6 E. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6 BAB II. KAJIAN PUSTAKA ................................................................................ 8 A. Kepemimpinan ........................................................................................... 8

  1. Pengertian Kepemimpinan.................................................................... 8

  2. Pendekatan Kepemimpinan ................................................................ 10

  3. Fungsi Kepemimpinan........................................................................ 16

  4. Gaya Kepemimpinan .......................................................................... 18

  5. Persepsi dan Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan......................... 30

  B. Guru Sebagai Pemimpin di Kelas ............................................................. 32

  C. Motivasi ................................................................................................... 34

  1. Pengertian Motivasi............................................................................ 34

  2. Ciri-Ciri Siswa yang Mempunyai Motivasi Belajar............................. 35

  3. Fungsi Motivasi dalam Belajar ........................................................... 37

  4. Jenis-Jenis Motivasi............................................................................ 38

  5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar.......................... 40

  D. Hubungan Persepsi Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Belajar .......... 40

  BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 46 A. Jenis Penelitian......................................................................................... 46 B. Populasi dan Sampel ................................................................................ 46 C. Variabel-Variabel Penelitian..................................................................... 47 D. Alat Pengumpulan Data............................................................................ 47

  1. Kuesioner Gaya Kepemimpinan ......................................................... 47

  2. Kuesioner Motivasi Belajar ................................................................ 50

  E. Prosedur Pengumpulan Data..................................................................... 53

  1. Uji Coba Instrumen ............................................................................ 53

  2. Tahap Pengambilan Data .................................................................... 60

  F. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data.................................................... 61

  BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 63 A. Hasil Penelitian ........................................................................................ 63

  1. Deskripsi Data .................................................................................... 63

  2. Uji Asumsi ......................................................................................... 68

  3. Analisis Data dan Uji Hipotesis .......................................................... 78

  B. Pembahasan ............................................................................................. 82

  BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................... 93 A. Kesimpulan .............................................................................................. 93 B. Saran........................................................................................................ 94

  1. Bagi Guru Fisika ................................................................................ 94

  2. Bagi Peneliti Lainnya ......................................................................... 94 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 96 LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1: Surat permohonan ijin uji coba instrumen Lampiran 2: Surat permohonan ijin penelitian Lampiran 3: Surat keterangan dari SMP PL I Yogyakarta Lampiran 4: Kuesioner persepsi terhadap gaya kepemimpinan Lampiran 5: Kuesioner motivasi belajar siswa Lampiran 6: Validitas internal item Otoriter Lampiran 7: Validitas internal item Laissez-faire Lampiran 8: Validitas internal item Demokratis Lampiran 9: Validitas internal item Motivasi Lampiran 10: Uji normalitas data kelas VII Lampiran 11: Uji normalitas data kelas VIII Lampiran 12: Uji linieritas kelas VII Lampiran 13: Uji linieritas kelas VIII Lampiran 14: Uji hipotesis kelas VII Lampiran 15: Uji hipotesis kelas VIII Lampiran 16: Total skor setiap variabel penelitian kelas VII Lampiran 17: Total skor setiap variabel penelitian kelas VIII

  

DAFTAR TABEL

  Table 1: Aspek dan Indikator Gaya Kepemimpinan ............................................. 48 Tabel 2: Aspek dan Indikator Motivasi Belajar Siswa .......................................... 51 Tabel 3: Sebaran Item Persepsi Gaya Kepemimpinan dalam Uji Ciba .................. 53 Tabel 4: Sebaran Item Motivasi Belajar Siswa dalam Uji Coba ............................ 54 Tabel 5: Sebaran Item Persepsi Gaya Kepemimpinan dalam Penelitian................ 56 Tabel 6: Reliabilitas Alpha Cronbach .................................................................. 59 Tabel 7: Jadwal Penelitian ................................................................................... 61 Tabel 8: Persentase Persepsi Siswa Kelas VII Terhadap Gaya Kepemimpinan Guru Fisika ............................................................................................ 63 Tabel 9: PAM Tipe II........................................................................................... 64 Tabel 10: Klasifikasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VII ....................................... 65 Tabel 11: Persentase Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Kepemimpinan Guru Fisika........................................................................................... 66 Tabel 12: Klasifikasi Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII...................................... 67 Tabel 13: Normalitas Data Kelas VII ................................................................... 68 Tabel 14: Normalitas Data Kelas VIII .................................................................. 72 Tabel 15: Linieritas Hubungan Variabel Pada Kelas VII ...................................... 77 Tabel 16: Linieritas Hubungan Variabel Pada Kelas VIII ..................................... 77 Tabel 17: Hubungan Persepsi Terhadap Gaya Kepemimpinan dengan Motivasi Belajar Siswa Kelas VII ........................................................ 79 Tabel 18: Hubungan Persepsi Terhadap Gaya Kepmimpinan dengan

  Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII........................................................ 80 Tabel 19: Sumbangan Masing-Masing Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi Belajar Siswa......................................................................... 92

  

DAFTAR GRAFIK

  Grafik 1: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VII Terhadap Gaya Kepemimpinan Otoriter ................................................ 69

  Grafik 2: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VII Terhadap Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire ....................................... 70

  Grafik 3: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VII Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis........................................... 71

  Grafik 4: Kurva Normal Sebaran Data Motivasi Belajar Siswa Kelas VII..................................................................................... 72

  Grafik 5: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Kepemimpinan Otoriter ................................................ 73

  Grafik 6: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Kepemimpinan Laissez-Faire ....................................... 74

  Grafik 7: Kurva Normal Sebaran Data Persepsi Siswa Kelas VIII Terhadap Gaya Kepemimpinan Demokratis........................................... 75

  Grafik 8: Kurva Normal Sebaran Data Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII .................................................................................. 76

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abad XXI dikenal dengan abad globalisasi dan abad teknologi informasi. Dikatakan demikian karena pada abad ini proses globalisasi yang melalui

  sedikitnya lima bidang kehidupan yaitu ekonomi, ideologi, politik, IPTEK, maupun agama mulai terasa. Di bidang ekonomi misalnya, arus barang dan jasa akan bebas masuk ke setiap negara tanpa ada peraturan yang membatasi sebagai konsekuensi dari program perdagangan bebas. Dan yang sudah dekat dengan kita adalah adanya program Asia Facific Trade Area (AFTA) yang mulai diberlakukan tahun 2010. Indonesia adalah sebuah negara yang akan bermain di dalamnya. Demikian pula, perkembangan dan kemajuan teknologi informasi sangat pesat yang berimplikasi pada munculnya industri-industri besar yang menggunakan sistem kerja yang canggih pula. Akibatnya, tenaga kerja yang digunakan pun harus berkualitas, terampil dan tidak gagap teknologi. Rakyat Indonesia akan kewalahan menghadapi tuntutan tersebut yang kalau tidak diantisipasi akan mengakibatkan pengangguran, kemiskinan serta kemelaratan bagi masyarakat di negeri ini. Artinya, globalisasi dan kemajuan teknologi informasi merupakan ancaman sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia.

  Oleh karena itu, kita harus memiliki ‘budaya unggul’ agar kita bisa menghadapi tantangan tersebut. Untuk meraih budaya unggul tersebut maka pemerintah harus memberikan investasi yang serius di bidang sumber daya manusia yakni pendidikan yang berkualitas atau bermutu. Kunci utama kemajuan sebuah bangsa adalah pendidikan yang berkualitas (Media Indonesia, 4/12/2005).

  Berbicara tentang mutu pendidikan tentunya tidak terlepas dari berbagai aspek yang mempengaruhi diantaranya ialah guru, siswa, kurikulum, buku pelajaran, sarana pembelajaran, metodologi pembelajaran, peraturan perundangan maupun berbagai input serta kondisi proses lainnya (Vitalis, 2004: 1). Untuk meningkatkan kualitas tenaga pengajar, pemerintah telah memulai proses sertifikasi tenaga pendidik lewat pendidikan profesi, dan menyempurnakan kurikulum agar lebih menekankan pada standar isi dan kompetensi (Kompas, 27/2/2006 ).

  Walaupun upaya tersebut dilakukan pemerintah, belum menjamin tercapainya peningkatan prestasi belajar siswa yang optimal sebagai wujud dari “manusia unggul”. Karena, sesungguhnya perubahan kurikulum hanyalah sebuah acuan, dan kurikulum sebenarnya adalah apa yang dijalankan oleh guru dan siswa (Suparno, 2006). Sehingga penyiapan guru sangatlah penting.

  Pengalaman menunjukkan, ada guru sangat pintar dari segi intelektual (menguasai bahan ajar) tetapi tidak bisa menyampaikannya dengan baik. Guru sering gagap berbicara dan bergetar lututnya ketika berada di depan kelas.

  Sebaliknya, ada guru pandai mengajar tetapi kurang dalam penguasaan bahan akibat malas belajar dan mengembangkan pengetahuan. Kasus lain, ada guru menghukum, mencubit dan bahkan memukul siswanya hanya gara-gara tidak patuh terhadap perintah, tidak mengerjakan PR, tidak bisa menjawab pertanyaan, ataupun tidak mengikuti les.

  Sikap seperti ini tentu akan membuat siswa merasa tertekan, pasif, takut, dan mau belajar hanya karena takut kepada gurunya. Walaupun pada akhirnya banyak siswa mendapat nilai yang baik dalam ujian tetapi semangat belajar mereka tidak berlangsung lama, hilang begitu saja setelah ujian selesai. Padahal belajar yang baik dan efektif adalah belajar yang dilakukan sepanjang hayat dan selalu terasa dalam keadaan yang menyenangkan bagi Si pemelajar (Hernowo, 2004). Jika kasus di atas terus terjadi maka pendidikan telah gagal membantu siswa untuk belajar dan berkembang dengan baik.

  Salah satu sebab dari timbulnya fenomena tersebut ialah karena guru tidak bisa memimpin dengan baik. Kompetensi kepemimpinan yang melahirkan pola atau gaya kepemimpinan kurang diasah sehingga guru hanya bisa menerapkan satu gaya kepemimpinan saja dalam segala situasi. Akibatnya, guru tidak bisa mempengaruhi siswa untuk belajar demi pencapaian tujuan pembelajaran.

  Kurt Lewin (Winkel, 1987:117) mengungkapkan, gaya memimpin kelas ada tiga macam, yaitu otoriter, laissez-faire dan demokratis. Bagi guru otoriter, gurulah yang harus lebih dominan dalam mengatur segalanya, sedangkan siswa hanya diam menuruti dan menjalankan perintah. Bagi guru yang laissez-faire, siswalah yang harus mengatur belajarnya sendiri, menurut seleranya sendiri, guru tidak memberikan pengarahan, kecuali diminta. Sedangkan bagi guru demokratis, guru bertindak sebagai anggota kelompok dalam kelas, dan bersama dengan murid menentukan bagaimanakah sebaiknya proses belajar diatur.

  Menurut hasil penelitian di Amerika Serikat (Winkel, 1987), gaya demokratislah yang paling baik karena menghasilkan taraf prestasi belajar siswa yang paling tinggi. Dengan kata lain, gaya demokratis dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Alasan untuk menggunakan gaya demokratis ialah guru dan siswa harus bermusyawarah, keinginan siswa harus diikuti, materi pelajaran harus disesuaikan dengan kemampuan siswa.

  Sedangkan gaya kepemimpinan laissez-faire tidak disarankan untuk diterapkan karena siswa akan cenderung untuk hanya memperhatikan diri sendiri dan kurang menghargai wewenang guru, dan bahkan akan merasa kurang pasti dan bingung. Sementara dengan gaya otoriter, siswa akan merasa tertekan, takut, dan pasif atau tidak ada inisiatif. Namun gaya otoriter tidak selalu jelek karena pada kondisi tertentu seorang pemimpin (guru) harus bersikap otoriter agar bisa mengendalikan situasi sehingga kembali kepada situasi yang mendukung pada pencapaian tujuan pembelajaran.

  Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang diterapkan dalam mengajar di kelas sangat berpengaruh pada peningkatan mutu siswanya. Siswa senang atau tidak belajar mata pelajaran yang diajarkan tentunya ditentukan oleh kepemimpinan guru itu sendiri. Singkat kata, kepemimpinan guru di kelas bisa berdampak pada tinggi rendahnya motivasi belajar siswa.

  Motivasi terbagi menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri siswa yang berupa kepribadian, sikap, harapan dan cita-cita yang menjangkau masa depan.

  Sedangkan motivasi ekstrinsik merupakan motivasi yang berasal dari luar, dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber, seperti gaya kepemimpinan atasan/guru, kompetisi antar sesama teman, tuntutan tugas dan dorongan atau bimbingan atasan/guru (Wahjosumidjo, 1987:176).

  Walaupun gaya kepemimpinan hanya merupakan motivasi ekstrinsik, namun mempunyai arti penting dalam peningkatan pencapaian hasil belajar siswa.

  Bagaimana tidak, jika guru salah menerapkan gaya kepemimpinannya tentunya bisa menghambat pencapaian hasil belajar siswa yang optimal. Bahkan siswa akan jadi malas belajar materi yang diajarkan. Akibatnya, tujuan pembelajaran tidak tercapai.

  Berdasarkan uraian dan pendapat para ahli di atas maka isu yang penting untuk dikaji secara empiris sekarang ini ialah hubungan antara gaya kepemimpinan guru dengan motivasi belajar siswa itu sendiri. Karena yang mengalami dampak dari gaya kepemimpinan guru itu adalah siswa maka perlu meminta tanggapan dari siswa tentang gaya kepemimpinan guru serta hubungannya dengan motivasi belajar siswa. Sehingga peneliti mengambil judul: HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP GAYA KEPEMIMPINAN GURU FISIKA DALAM MENGAJAR DI KELAS DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA.

B. Rumusan Masalah

  Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: apakah ada hubungan

  

antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan (otoriter, laissez-faire,

demokratis) guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa?

  C. Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan masalahnya, maka tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui hubungan antara persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas dengan motivasi belajar siswa.

  D. Hipotesis

  Sebagai jawaban sementara atas permasalahan yang penulis ajukan dalam penelitian ini, maka penulis mengajukan hipotesis yaitu: ada hubungan antara

  

persepsi siswa terhadap gaya kepemimpinan guru fisika dalam mengajar di kelas

dengan motivasi belajar siswa SMP PL I Yogyakarta.

  E. Manfaat Penelitian

  1. Bagi Guru Fisika

  Penelitian ini bermanfaat bagi guru fisika karena dapat memberikan gambaran yang konkret mengenai gaya kepemimpinan yang sering diterapkannya dalam mengajar di kelas serta hubungannya dengan motivasi belajar siswa. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan yang sangat berguna bagi guru fisika dalam mengajar di kelas sehingga tercipta kegiatan belajar yang menyenangkan dan bermakna.

  2. Bagi Peneliti

  Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti karena sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah pada situasi yang sesungguhnya di lapangan. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi peneliti dalam mengajar di masa yang akan datang.

3. Bagi Peneliti Lain

  Penelitian ini sangat berguna bagi peneliti lain karena dengan penelitian ini berarti telah membuka setapak jalan untuk dapat melakukan penelitian selanjutnya yang serupa maupun yang berkaitan dengan topik ini.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

  Pengertian kepemimpinan bermacam ragam. Hampir setiap ahli mempunyai pengertian sendiri-sendiri, tidak ada yang persis sama antara pendapat yang satu dengan yang lain. Berikut ini adalah beberapa pendapat para ahli tentang kepemimpinan (Sutarto,1986: 13-18):

  1. Ralp M. Stogdill (1950)

  “Leadership is a process of influencing the activities of an organized group in its task of goal setting and achievement” (Kepemimpinan adalah

  proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisir dalam usaha mereka menetapkan tujuan dan mencapai tujuan).

  2. James M. Black (1961)

  “Leadership is capable persuading others to work together under directions as a team to accomplish certain designated objectives”

  (Kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya bekerjasama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan tertentu).

  3. Robert Tannenbaum, Irving R. Weschler, dan Fred Massarik (1961)

  “We define leadership as interpersonal influence, exercised in situation and directed trough the communication process, toward the attainment of

  a specific goal or goals” (Kami mendefinisikan kepemimpinan sebagai

  saling pengaruh antar pribadi, dilatih dalam situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan atau tujuan-tujuan khusus).

  4. William G. Scott (1962)

  “Leadership as the process of influencing the activities of an organized group in it efforts toward goals setting and goal achievement .”

  (Kepemimpinan sebagai proses mempengaruhi kegiatan yang diorganisir dalam kelompok di dalam usahanya mencapai tujuan yang telah ditentukan).

  5. John D. Pfiffner dan Robert Presthus (1967)

  “Leadership is the art of coordinating and motivating individuals and group to achieve desired ends.” (Kepemimpinan adalah seni

  mengkoordinasi dan memotivasi individu-individu serta kelompok- kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan).

  6. Robert J. Thierauf, Robert C. Klekamp, dan Daniel W. Geeding (1977)

  “Leadership,..., may be defined as a way of stimulating and motivating subordinates to accomplish assigned tasks.” (Kepemimpinan,..., dapat

  diartikan sebagai cara membangkitkan semangat dan mendorong bawahan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diserahkan).

  Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan proses untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar mau melakukan kegiatan demi tercapainya tujuan bersama.

  Karenanya, di dalam setiap masalah kepemimpinan akan selalu ada tiga unsur (Wiyono,1973: 39):

  1. Manusia, yaitu manusia sebagai pemimpin atau pun sebagai mereka yang dipimpin.

  2. Sarana, yaitu segala macam prinsip dan teknik kepemimpinan yang dipakai dalam pelaksanaannya. Termasuk bekal pengetahuan dan pengalaman yang menyangkut masalah manusia itu sendiri dan kelompok manusia.

  3. Tujuan, yaitu sasaran akhir ke arah mana kelompok manusia itu akan digerakkan untuk menuju maksud tujuan tertentu.

  Ketiga unsur tersebut didalam pelaksanaan kepemimpinan selalu ada dan terjalin erat menjadi satu. Melihat kenyataannya, kepemimpinan itu bisa dianggap sebagai suatu ilmu yang dapat dipelajari dan memang untuk mendapatkan bentuk kecakapan suatu kepemimpinan yang berhasil dan baik, seorang calon pemimpin haruslah mampu dan menguasai ilmu tersebut, baik secara teoritis maupun pengalaman praktisnya.

2. Pendekatan-Pendekatan Kepemimpinan

  a. Pendekatan Sifat Menurut pendekatan sifat, seorang pemimpin itu dilahirkan dan bukan dibuat. Karenanya pendekatan ini sering disebut dengan pendekatan

  

hereditary (turun temurun). Menurut Robert J. Thierauf dkk (dalam Sutarto,

  1986: 38), “The hereditary approach states that leaders are born and not

  

made – that leaders do not acquire the ability to lead, but inherit it”

  (Pendekatan turun-temurun menyatakan bahwa pemimpin dilahirkan bukan dibuat–bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin, tetapi mewarisinya). Sebagai contoh dalam sejarah ialah Napoleon. Ia diyakini mempunyai kemampuan alamiah sebagai pemimpin, yang dapat menjadikannya sebagai pemimpin besar pada setiap situasi. Untuk menjamin kelanjutan kepemimpinan dalam garis keturunan maka dilakukan perkawinan antar anggota yang dekat. Dengan jalan ini maka kekuasaan dan kesejahteraan dapat dilangsungkan kepada generasi pemimpin berikutnya yang termasuk dalam garis keturunan keluarga saat itu berkuasa.

  Menurut Keith Davis (Thoha, 1983: 36) ada empat sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan seorang pemimpin, yaitu:

  

1) Kecerdasan . Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa

  pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian, pemimpin juga tidak bisa melampaui terlalu banyak kecerdasan dari kecerdasan pengikutnya. Sifat ini juga berlaku bagi guru. Guru yang ideal ialah guru yang cerdas. Jika tidak, akan mengakibatkan kesulitan dalam mengajar dan memimpin kelas.

  

2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial . Pemimpin cenderung menjadi

  matang dan mempunyai emosi yang stabil, serta perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia juga mempunyai keinginan untuk menghargai dan dihargai.

3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi . Para pemimpin secara relatif

  mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka berkerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik.

4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan . Pemimpin-pemimpin yang berhasil

  mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya. Dalam istilah penelitian Universitas Ohio, pemimpin itu mempunyai perhatian. Sedangkan dalam istilah penemuan Michigan, pemimpin itu berorientasi pada orang bukan berorientasi pada hasil.

  Beberapa sifat di atas merupakan hal yang amat penting dan harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Pendekatan sifat terhadap kepemimpinan sama halnya dengan teori-teori sifat tentang kepribadian, yakni telah memberikan beberapa pandangan yang deskriptif tetapi sedikit analitis atau sedikit mengandung nilai-nilai yang prediktif.

  b. Pendekatan Perilaku Pendekatan perilaku berlandaskan pada pemikiran yang mengatakan bahwa keberhasilan ataupun kegagalan seorang pemimpin ditentukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin itu sendiri (Purwanto, 1987 ; Sutarto, 1986). Gaya bersikap dan bertindak tersebut akan tampak dari cara melakukan pekerjaan. Diantaranya ialah cara memberikan perintah, cara memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat keputusan, cara mendorong semangat bawahannya (baca: siswa), cara memberi bimbingan, cara menegakkan disiplin, cara mengawasi pekerjaan bawahan (baca: siswa), cara meminta laporan, cara memimpin rapat, dan cara menegur kesalahan bawahan (baca: siswa).

  Dalam pendekatan perilaku inilah gaya kepemimpinan pemimpin itu tampak. Apabila dalam melakukan kegiatan-kegiatan di atas pemimpin menempuh dengan cara tegas, keras, sepihak, yang penting tugas selesai dengan baik, yang bersalah langsung dihukum, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan pemimpin itu ialah gaya kepemimpinan otoriter. Sebaliknya, apabila dalam melakukan kegiatan tersebut di atas pemimpin menempuh cara yang halus, simpatik, interaksi timbal balik, melakukan ajakan, menghargai pendapat, memperhatikan perasaan, dan membina hubungan serasi, maka gaya kepemimpinan yang diterapkannya ialah gaya kepemimpinan demokratis.

  Pendekatan perilaku inilah yang selanjutnya melahirkan berbagai teori tentang tipe atau gaya kepemimpinan. Beberapa teori yang berdasarkan pendekatan perilaku antara lain (Purwanto, 1987: 35-41): teori Tannenbaum dan Schmid, Studi kepemimpinan Universitas Ohio, Studi kepemimpinan Universitas Michigan, dan Jaringan Manajerial (Managerial grid). Akan tetapi keempat teori kepemimpinan yang sekaligus melahirkan beberapa macam gaya kepemimpinan ini merupakan hasil dari penelitian terhadap suatu organisasi bukan kepemimpinan guru di kelas. Sehingga gaya kepemimpinan yang ditemukan itu tidak lain merupakan gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh para pemimpin dalam organisasi formal (misal: perusahaan/lembaga) yang pasti berbeda dengan gaya kepemimpinan guru saat mengajar di kelas.

  c. Pendekatan Situasional Pendekatan ini dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard berdasarkan pada hubungan antara perilaku tugas, perilaku hubungan, dan tingkat kematangan bawahan. Pendekatan situasional biasa disebut juga pendekatan

  

kontingensi . Pendekatan ini didasarkan pada asumsi bahwa keberhasilan suatu

  kepemimpinan tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pemimpin saja, tetapi oleh banyak hal atau kemungkinan. Karena setiap kelompok mempunyai masalah yang berbeda-beda, maka pemimpin harus menghadapinya dengan cara-cara yang berbeda-beda pula.

  Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi ini melahirkan banyak model kepemimpinan. Beberapa model kepemimpinan tersebut antara lain:

  1) Model Kepemimpinan Fielder Model kepemimpinan ini dikembangkan oleh Fred E. Fielder (Purwanto,

  2002: 39). Fielder berpendapat bahwa keberhasilan seseorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh satu gaya kepemimpinan yang diterapkannya, tetapi bila menerapkan gaya kepemimpinan yang berlainan untuk menghadapi situasi yang berbeda.

  Menurut pendekatan ini, ada tiga variabel yang menentukan efektif tidaknya gaya kepemimpinan (Fattah, 2001: 96). Pertama, variabel hubungan antara pemimpin dengan anggota. Hubungan ini dianggap paling penting sebab akan menentukan kekuasaan dan pengaruhnya. Jika pemimpin diterima baik oleh kelompoknya dan anggota kelompoknya menghargai pemimpinnya, maka pemimpin tidak perlu bersandar pada wewenang formal. Akan tetapi jika sebaliknya, ia harus menyandarkan diri pada perintah untuk menyelesaikan tugasnya. Kedua, variabel struktur tugas dalam situasi kerja.

  Tugas sangat berstruktur adalah tugas yang prosedur atau instruksi langkah demi langkah untuk penyelesaian tugas yang tersedia, karena anggota telah mengerti apa yang diharapkan. Pemimpin dalam situasi ini dengan sendirinya mempunyai wewenang besar. Ketiga, variabel kekuasaan karena posisi pemimpin. Beberapa posisi tersebut misalnya, seseorang mempunyai jabatan sebagai menteri sekaligus sebagai ketua partai politik dan ketua yayasan.

  Jabatan yang tinggi akan memudahkan pemimpin untuk mempengaruhi bawahan, serta sebaliknya.

  2) Model Kepemimpinan Tiga Dimensi Model ini dikemukakan oleh William J. Reddin (Purwanto, 2002: 41).

  Model ini menghubungkan tiga gaya kepemimpinan yang disebutnya sebagai gaya dasar, gaya efektif dan gaya tidak efektif menjadi satu kesatuan. Tiga gaya kepemimpinan dasar menurut Reddin adalah: gaya eksekutif, pencinta pengembangan (develover), otokratis yang baik (benevolent autocrat) dan birokrat. Adapun yang tidak efektif menurut Reddin adalah gaya pecinta kompromi (compromiser), missionari, otokrat, gaya lari dari tugas (deserter).

3. Fungsi Kepemimpinan

  Pemimpin yang mampu melakukan fungsi kepemimpinannya dapat dipastikan keadaan kelompoknya akan terwujud dengan baik. Keadaan yang baik ini jelas akan memperkuat posisi dan kedudukan pemimpin di dalam kelompok sehingga pemimpin harus mengetahui tugas dan tanggung jawabnya.

  Fungsi pemimpin dirumuskan oleh Moorkead dan Griffin (1995) yang mengatakan bahwa pemimpin (baca: guru) melalui kekuasaannya berupa mempengaruhi dan mengarahkan siswa untuk belajar, memiliki semangat tinggi, dan motivasi tinggi guna mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini terutama terkait dengan fungsi mengatur hubungan antara individu atau kelompok dalam kelas. Fungsi pemimpin dalam mempengaruhi adalah mengarahkan, yang bertujuan untuk membantu siswa belajar demi pencapaian sasaran.

  Inti kepemimpinan bukan terletak pada kedudukan yang ditempati semata. Inti kepemimpinan adalah bagaimana melaksanakan fungsinya sebagai pemimpin. Tujuan dan cita-cita merupakan unsur yang paling pokok dalam kepemimpinan. Sadar bahwa tujuan dan cita-cita itu baik demi masa depan yang baik bagi banyak orang, maka fungsi guru sebagai pemimpin adalah mempengaruhi, mengajak, mengumpulkan, menciptakan iklim belajar yang sejuk, dan mengarahkan siswa untuk bersama-sama belajar demi tercapainya tujuan belajar itu.

  Pendapat lain mengenai fungsi pemimpin dikemukakan oleh Krech dan Cruthfield (Honorus, 2003). Mereka mengatakan ada 14 fungsi pemimpin, yaitu: a. Sebagai pelaksana yang mengkoordinasi kegiatan kelompok dan bertanggung jawab akan penyelesaian kegiatan tersebut.

  b. Perencana yang menentukan dalam pencapaian tujuan.

  c. Menentukan kebijakan dengan mempertimbangkan informasi dari atasan (kepala sekolah), siswa dan dirinya sendiri.

  d. Sebagai figur yang menguasai bidangnya.

  e. Sebagai wakil kelompok (kelompok guru) yang dapat diterima oleh kelompok lain (siswa dan masyarakat).

  f. Sebagai pengawas dan pembimbing bagi kelompoknya (siswa).

  g. Dapat memberikan reward dan punishment kepada anggota kelompoknya.

  h. Sebagai mediator dalam menyelesaikan perselisihan dalam kelompoknya. i. Sebagai teladan bagi anggota kelompoknya. j. Sebagai figur yang bertanggung jawab. k. Sebagai figur seorang ayah/ibu. l. Merupakan sumber ideologi. m. Sebagai figur yang berani menerima tantangan.

  Dari pendapat di atas jelaslah bahwa fungsi seorang pemimpin sangat banyak dan kompleks, tetapi tidak semua fungsi itu harus dilaksanakan oleh pemimpin. Situasi dan kondisi yang dihadapi pemimpin akan menentukan fungsi-fungsi yang dapat dijalankan oleh pemimpin.

4. Gaya Kepemimpinan

  Menurut Purwanto (2002), gaya kepemimpinan adalah cara atau teknik seseorang dalam menjalankan sesuatu kepemimpinan. Sedangkan menurut Mulyasa (2003), gaya kepemimpinan merupakan cara yang digunakan pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya. Sama dengan kedua pendapat tersebut, Thoha (dalam Mulyasa, 2003) mendefinisikan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting.

  Dari ketiga pendapat di atas maka penulis menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan pola tingkah laku dari seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu agar dapat mencapai tujuan tertentu.

  Menurut Kurt Lewin (Winkel, 1987: 117), ada tiga macam gaya kepemimpinan guru, yaitu: gaya kepemimpinan otoriter, gaya kepemimpinan

  

laissez-faire , dan gaya kepemimpinan demokratis. Selanjutnya akan dibahas secara mendalam masing-masing gaya kepemimpinan tersebut. a. Gaya Kepemimpinan Otoriter (Otokratis) Secara harafiah, otoriter berarti berkuasa sendiri atau sewenang-wenang

  (Syah, 1997: 235). Dalam proses belajar mengajar (PBM) di kelas, guru yang otoriter selalu mengarahkan dengan keras aktivitas para siswa tanpa tawar menawar. Hanya sedikit sekali kesempatan diberikan kepada siswa untuk berperan serta memutuskan cara yang terbaik untuk kepentingan belajar mereka. Memang diakui kebanyakan guru yang otoriter dapat menyelesaikan tugas mengajarnya secara baik sesuai rencana. Namun guru yang semacam ini sangat sering menimbulkan kemarahan dan kekesalan para siswa khususnya siswa pria, bukan saja karena wataknya yang agresif tetapi karena merasa kreativitasnya terhambat.

  Menurut Suparno (2004: 29), pengajaran yang otoriter lebih banyak dipengaruhi oleh filsafat pendidikan klasik, yang menekankan bahwa siswa itu tidak tahu apa-apa, sedangkan guru itu yang mengetahui dan mempunyai pengetahuan. Dengan demikian maka gurulah yang harus memberitahu atau memasukkan pengetahuan kepada siswa. Siswa hanya akan memperoleh pengetahuan bila mereka menerima yang diberikan guru. Dalam gambaran ini siswa sering dianggap seperti tabula rasa, kertas putih kosong, dan gelas kosong yang harus diisi oleh guru dengan pengetahuan.

  Dalam sistem filsafat klasik tersebut, pengetahuan merupakan sesuatu yang sudah jadi dan terbentuk. Maka tugas guru adalah membawa pengetahuan itu dan memasukkannya ke dalam otak siswa. Siswa mau tidak mau harus menerima saja secara pasif pengetahuan itu sedangkan guru harus aktif memasukkannya. Dengan demikian siswa telah menjadi objek pengajaran. Gurulah yang berbicara, yang menjelaskan, serta menjadi sumber pengetahuan.