ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

Bab

4.

ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN
LINGKUNGAN
4.1 ANALISIS SOSIAL
Analisis sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada
masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/
pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya
menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini,
seperti pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan
masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk
dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca
pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang
Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial
ekonomi masyarakat sekitarnya.
4.1.1.


Pembebasan Lahan/Tanah

Dalam perencanaan pembangunan dimungkinkan terdapat sebagian atau seluruhnya
lahan/tanah milik perorangan atau kelompok (pemerintah/swasta) yang akan digunakan
sebagai tapak pembangunan infrastruktur sehingga dalam implementasinya akan dilaksanakan
pembebasan terhadap lahan/tanah tersebut. Dalam proses pembebasan lahan/tanah tersebut
dimunginkan akan menimbulkan dampak terjadinya perselisihan yang membutuhkan
penanganan secara komprehensif dengan melibatkan pihak-pihak terkait dengan suatu
pendekatan dan cara yang manusiawi dan berkeadilan.

Page | IV - 1

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

4.1.2.

Konflik Sosial


Kegiatan pengambilan keputusan dalam penetapan program pembangunan, pengelolaan
keuangan dan kegiatan pengadaan material merupakan kegiatan yang sangat potensial
menimbulkan konflik sosial baik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal terjadi akibat
ketidaksepahaman antara apa yang menjadi tujuan dari masyarakat dengan kebijakan proyek
yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya kuatnya intervensi pemerintah dan aparat
desa/kelurahan. Konflik horisontal terjadi karena terjadinya sikap pro dan kontra di masyarakat
terhadap rencana pembangunan, selain itu karena terjadinya penyimpangan-penyimpangan
yang dilakukan oleh oknum ataupun kelompok kepentingan di dalam masyarakat itu sendiri
4.1.3.

Sikap/Persepsi Negatif Masyarakat

Sosialisasi yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, aturan main yang sepenuhnya tidak
ditegakkan, proses kegiatan pendampingan yang tidak optimal, akan menimbulkan sikap dan
persepsi negatif di masyarakat. Masyarakat telah kehilangan kepercayaan terhadap segala
kegiatan yang dilaksanakan. Potensi munculnya persepsi negatif masyarakat terutama apabila
kegiatan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya menimbulkan dampak negatif
terhadap aspek ekonomi, budaya, kesehatan dan lingkungan. Sikap/persepsi negatif yang
berakumulasi dalam jangka waktu lama akan menimbulkan keresahan di masyarakat dan
berpotensi menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal.

4.1.4.

Pengarusutamaan Gender

Masih terdapat faktor sosial dan budaya yang menghambat kaum perempuan dan kelompok
rentan lainnya (lansia, janda, difabel, dan anak-anak) untuk berpartisipasi aktif dalam
perencanaan, implementasi, dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi.
Sering kali, para perencana bekerja melalui para elite laki-laki, yang tidak akan mewakili
komunitas keseluruhannya, khususnya kaum perempuan. Oleh karena itu diperlukan upayaupaya khusus untuk memastikan keterlibatan mereka dalam kegiatan-kegiatan tersebut. Saat
ini telah ada kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter
Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW),
Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan
Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis
masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi
Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut
maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari
Page | IV - 2

LAPORAN AKHIR

BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di
masa datang di daerah.
A.

Permasalahan Pemberdayaan Perempuan
Permasalahan pembangunan pemberdayaan perempuan yang terjadi selama ini adalah
rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan, disamping masih adanya berbagai
bentuk praktik diskriminasi terhadap perempuan. Permasalahan lainnya mencakup
kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan
struktur sosio kultural masyarakat.
Sebagai contoh, jika dilihat pemberdayaan perempuan pada anggota legislatif masih
sangat kecil. Jumlah anggota DPRD Kabupaten Karo sebanyak 35 orang dengan jumlah
anggota perempuan hanya 4 orang.
Peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan serta kesejahteraan merupakan bagian
penting dalam upaya pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pembangunan nasional selayaknya memberikan akses yang memadai bagi perempuan
untuk berpartisipasi dalam pembangunan, memanfaatkan hasil-hasil pembangunan, serta
turut mempunyai andil dalam proses pengendalian (control) pembangunan. Selain itu,

pembangunan nasional harus memegang prinsip pemenuhan hak asasi manusia, yang
salah satunya tercermin dalam pencapaian kesetaraan dan keadilan gender serta hak-hak
anak yang tidak terabaikan.
Dalam rangka pemberdayaan perempuan diperlukan akses seluas-luasnya terhadap
perempuan untuk berperan aktif di semua bidang kehidupan dalam rangka pemberdayaan
untuk menuju kesetaraan gender. Untuk mengetahui peran aktif perempuan dapat diukur
dari partisipasi perempuan di lembaga pemerintah maupun swasta.

B.

Persentase Partisipasi Perempuan pada Lembaga Pemerintah di Kabupaten Karo
Kesetaraan dan keadilan gender merupakan hak penduduk perempuan dan laki-laki untuk
mendapatkan kesempatan yang sama, baik dalam hal mengakses, menerima manfaat,
mengendalikan, maupun berpartisipasi dalam pembangunan. Keberhasilan dari upaya
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender di Indonesia antara lain ditunjukkan dengan
meningkatnya akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan yang antara lain
tercermin dalam angka persentase partisipasi perempuan di lembaga pemerintah.
Page | IV - 3

LAPORAN AKHIR

BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

4.1.5.

Perubahan Pola Pemikiran dan Peningkatan Kapasitas SDM

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat yang berpotensi melahirkan dampak perubahan pola
pemikiran dan peningkatan kapasitas SDM di masyarakat adalah kegiatan pengorganisasian
masyarakat dan penguatan kapasitas kelompok baik pada tahap persiapan, perencanaan
maupun tahap pembangunan
4.1.6.

Penguatan Organisasi Masyarakat

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap menguatnya organisasi-organisasi social yang ada di masyarakat.
Penguatan organisasi ini dapat dilihat melalui proses pengorganisasian BKM dan TIP serta
munculnya kelompok-kelompok relawan atau kelompok peduli dalam masyarakat.
4.1.7.


Kearifan Lokal

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap menguatnya kearifan-kearifan lokal (local wisdom). Penguatan
kearifan lokal ini dapat dilihat melalui proses kegiatan yang secara konsisten dilakukan melalui
pertemuan-pertemuan atau rembug-rembug warga, hal ini dapat mendorong menguatnya
nilai-nilai kegotongroyongan, solidaritas sosial, kejujuran, keterbukaan, demokrasi dan
penghormatan atas perbedaan pendapat dan pandangan, dll sebagai dasar bangunan kearifan
lokal
4.1.8.

Keterbukaan dan Demokrasi

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap terselenggaranya proses demokratisasi dan keterbukaan
masyarakat. Demokratisasi dan keterbukaan ini dapat di lihat dari proses dan dinamika warga
masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan, baik dari proses paling awal seperti saat
perencanaan hingga ke proses pelaksanaan pembangunan
4.1.9.


Transparansi dan Akuntabilitas

Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat melalui pendekatan berbasis komunitas berpotensi
melahirkan dampak terhadap terselenggaranya transparansi dan akuntabilitas, hal ini dapat
dilihat terutama dalam tahapan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan (khususnya
dalam konteks pengelolaan dana pembangunan).

Page | IV - 4

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

4.1.10. Perubahan Pola Hidup/Kebiasaan
Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat berpotensi menimbulkan dampak terhadap pola
hidup/kebiasaan masyarakat di sekitar wilayah kegiatan dari sejak tahap persiapan,
perencanaan sampai tahap pembangunan. Perubahan pola hidup/kebiasaan tidak terlepas dari
keberadaan manusia sebagai makhluk sosial yang selalu melakukan interaksi baik terhadap
sesamanya maupun terhadap lingkungan di sekitarnya. Kegiatan pengorganisasian masyarakat
dan penguatan kapasitas kelompok diperkirakan menimbulkan dampak terhadap pola
kebiasaan masyarakat yang berhubungan dengan konstruksi relasi sosial dan cara-cara

masyarakat mengambil keputusan.

4.2 Analisis Ekonomi
Kondisi Kemiskinan
Aspek ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu
melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindaklanjuti
adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang
disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran,
karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya, menurut standar BPS terdapat 14 kriteria
yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1.

Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok
tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2,
buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya
dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
Page | IV - 5

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang
modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai
rumah tangga miskin.
Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Karo menurun setiap tahunnya, pada tahun 2008
mencapai 46.050 jiwa (12,86% dari jumlah seluruh penduduk di Kabupaten Karo), tahun 2009

sebanyak 41.820 jiwa (11,42% dari jumlah seluruh penduduk di Kabupaten Karo) dan tahun 2010
sebanyak 38.700 jiwa (11,02% dari jumlah seluruh penduduk di Kabupaten Karo). Kemiskinan
yang terjadi di Kabupaten Karo lebih disebabkan kemiskinan struktural yang disebabkan
ketimpangan hasil pembangunan, kepemilikan sumberdaya tidak merata, dan kemampuan
tidak seimbang serta ketidaksamaan kesempatan yang dimiliki. Upaya pemerintah daerah
untuk mengatasi masalah tersebut adalah melakukan kerjasama yang baik dengan berbagai
pihak, didukung kebijakan yang komprehensif. Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah dan
persentase penduduk miskin Kabupaten Karo menurun.
Tabel 4. 1. Jumlah Dan Persentase Penduduk Miskin Kabupaten Karo Tahun 2010-2013

Page | IV - 6

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

4.3

Analisis Lingkungan

4.3.1.

Prinsip Dasar

Seluruh program investasi infrastuktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten
Karo harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
1

Penilaian lingkungan (environment assessment) dan rencana mitigasi dalam sub proyek,
dirumuskan dalam bentuk:
 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau AMDAL (atau Analisis Dampak
Lingkungan-ANDAL dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan-RKL dan
Rencana Pemantauan Lingkungan-RPL);
 Upaya Pengelolaan Lingkungan – UKL dan Upaya Pemantauan Lingkungan – UPL; atau
 Standar Operasi Baku - SOP;
 Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

2

AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau
UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial,
kelembagaan, dan keuangan subproyek;

3

Sejauh mungkin, sub proyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negative
terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, subproyek harus dirancang untuk
dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin. Subproyek yang diperkirakan
dapat mengakibatkan dampak negatif yang besar terhadap lingkungan, dan dampak
tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa,
harus dilengkapi AMDAL;

4

Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan
mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat
alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi, alur laut internasional atau
kawasan sengketa. Disamping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian,
produksi, atau penggunaan :
 Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau;
 Asbes, bahan-bahan yang mengandung asbes;
 Bahan/material yang mengandung unsur B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya). Rencana
investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, menyimpan,
atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau eksplosif atau bahan/material
yang termasuk dalam kategori B3 menurut hukum yang berlaku di Indonesia;
 Pestisida, herbisida, dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukkan membiayai kegiatan
yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida;
Page | IV - 7

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

 Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai
pembangunan atau rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai
ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang
dibangun;
 Kekayaan budaya. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan
yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan
budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual; dan
Penebangan kayu. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai
kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan
penebangan kayu.

4.3.2.

Aspek Lingkungan

Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang
Cipta Karya oleh pemerintah Kabupaten Karo telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan
adalah sebagai berikut:
1.

UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional;
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010-2014;
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup
Strategis;
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan.
Adapun tugas dan wewenang pemerintah kab/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang
Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yaitu:
a.

Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.

b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c.

Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL.

d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup.
e.

Melaksanakan standar pelayanan minimal.

Page | IV - 8

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

4.3.3.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KHLS)

Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian
Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang
sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1.

RPI2-JMmembutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan
infrastruktur.

2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM
bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini,
KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau
program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang
berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Badan Pengelola
Lingkungan Hidup Daerah sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi
penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman
mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Tahapan pelaksanaan KLHS diawali dengan penapisan usulan rencana/program dalam RPIJM
per sektor dengan mempertimbang kan isu-isu pokok seperti:
(1) Perubahan iklim,
(2) Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahankeanekaragaman hayati,
(3) Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan,
dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
(4) Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam,
(5) Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan,
(6) Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan
sekelompok masyarakat; dan/atau

Page | IV - 9

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

(7) Peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu-isu tersebut
menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan
resiko atau dampak terhadap isu-isu tersebut.
4.3.4. Amdal, UKP-UPL dan SPPLH
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Menteri Lingkungan HidupNo. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008. Tentang
Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib
Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan
Hidup, yaitu:
1.

Proyek wajib AMDAL

2. Proyek tidak wajib AMDAL tapi wajib UKL-UPL
3. Proyek tidak wajib UKL-UPL tapi SPPLH
Adapun jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi
dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2. Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No.
A.

B.

C.

Jenis Kegiatan

Skala/Besaran

Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan sistem Control
landfill/sanitary landfill:
- luas kawasan TPA, atau
> 10 ha
- Kapasitas Total
> 100.000 ton
b. TPA di daerah pasang surut:
- luas landfill, atau
Semua kapasitas/
- Kapasitas Total
besaran
c. Pembangunan transfer station:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
e. Pengolahan dengan insinerator:
- Kapasitas
semua kapasitas
f. Composting Plant:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
g. Transportasi sampah dengan kereta api:
- Kapasitas
> 500 ton/hari
Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas
> 25 ha
b. Kota besar, luas
> 50 ha
c. Kota sedang dan kecil, luas
> 100 ha
d. keperluan settlement transmigrasi
> 2.000 ha
Air Limbah Domestik

Page | IV - 10

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

No.

Jenis Kegiatan

a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas penunjang:
-Luas, atau
-Kapasitasnya
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk fasilitas
penunjangnya:
-Luas, atau
-Kapasitasnya
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
-Luas layanan, atau
-Debit air limbah
D.
Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau sekunder) di
permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang:
b. Kota sedang, panjang:
E.
Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
a. Pembangunan jaringan distribusi
-Luas layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi
panjang
Sumber: Permen LH 5/2012

Skala/Besaran
> 2 ha
> 11 m3/hari

> 3 ha
> 2,4 ton/hari
> 500 ha
> 16.000 m3/hari

> 5 km
> 10 km

> 500 ha
> 10 km

Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya
tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL.
Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen
UKL-UPL.

Page | IV - 11

LAPORAN AKHIR
BANTEK Penyusunan RPIJM Bidang Cipta Karya Kabupaten Karo 2015-2019

Page | IV - 12