DOCRPIJM_2986a63ab8_BAB IVBAB 4 ANALISIS SOSIAL, EKONOMI, DAN LINGKUNGAN.pdf

  

AnalisisSosial,

Ekonomi, danLingkungan

4.1 ANALISIS SOSIAL KOTA SAMARINDA

4.1.1 Pengarusutamaan Gender di Kota Samarinda

  SPEK yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan

  bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah ada kegiatan responsif gender bidang Cipta

  A

  Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Berikut akan dijabarkan dalam bentuk tabel yang berisikan pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di Kota Samarinda.

  

4.1.2 Identifikasi Kebutuhan Penanganan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan

Bidang Cipta Karya di Kota Samarinda

  Output kegiatan pembangunan seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti:

  1. Kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur dimana akses jalan masyarakat dapat dilalui, selain itu waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.

  2. Terciptanya Lingkungan Permukiman yang aman, dan nyaman. Dimana lingkungan permukiman masayarakat menjadi lebih sehat akibat pembanguanan infrastruktur di sekitar lingkungan masyarakat dan terwujudnya kelayakan sanitasi lingkungan.

  3. Meningkatnya taraf hidup perekonomian masayarakat, dimana adanya recruitment tenaga kerja bagi masayarakat sekitar pembangunan infrastruktur. Sejumlah lowongan kerja akan dibuka dan jumlah tenaga kerja setempat yang dapat terserap dapat digunakan dalam operasional

  4. Berkurangnya kecemburuan sosial di masayrakat, dimana dengan adanya pembangunan infrastruktur yang merata di setiap kawasan, warga masyarakat mendapatkan fasilitas yang sama.

4.2 ANALISIS EKONOMI KOTA SAMARINDA

  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

  500.000,- seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

  14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp.

  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD.

  , buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan.

  2

  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m

  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.

  Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak- lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.

  Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:

  8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu.

  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.

  6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.

  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.

  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.

  3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitasrendah/tembok tanpa diplester.

  2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

4.3 ANALISIS LINGKUNGAN KOTA SAMARINDA

  Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah Kota Samarinda telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

4.3.1 Kajian Lingkungan Hidup Strategis Pemahaman Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.

  KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:

  1. RPI2-JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.

  2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip-prinsip kehati-hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Program KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) merupakan instrument yang relative baru dikembangkan sebagai penguatan program untuk menyusun rumusan kebijakan rencana program berorientasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan berwawasan lingkungan adalah suatu konsep pembangunan yang memadukan aspek ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Hal itu mengacu pada pertumbuhan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya alam dan kemampuan institusi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan, kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang merupakan dasar didalam menyusun program program pembangunan. Disamping itu pembangunan berkelanjutan tidak akan tercapai tanpa memasukkan unsur konservasi lingkungan ke dalam kerangka proses pembangunan.

  Fungsi dari KLHS adalah untuk :

  1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan dan keberlanjutan melalui penyusunan Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) untuk meningkatkan manfaat pembangunan;

  2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP, mengurangi kemungkinan kekeliruan dalam membuat prakiraan/prediksi pada awal proses perencanaan kebijakan, rencana, atau program pembangunan;

  3. Dampak negatif lingkungan di tingkat proyek pembangunan semakin efektif diatasi atau dicegah karena pertimbangan lingkungan telah dikaji sejak tahap formulasi kebijakan, rencana, atau program pembangunan.

Gambar 4.1 Kedudukan KLHS Terhadap AMDALGambar 4.2 Perbedaan KLHS dengan AMDAL Beberapa manfaat dari disusunnya KLHS adalah sebagai berikut:

  1. Merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan;

  2. Mengidentifikasi dan mempertimbangkan peluang-peluang baru melalui pengkajian sistematis dan cermat atas opsi pembangunan yang tersedia;

  3. Mempertimbangkan aspek lingkungan hidup secara lebih sistematis pada jenjang pengambilan keputusan yang lebih tinggi;

  4. Mencegah kesalahan investasi berkat teridentifikasinya peluang pembangunan yang tidak berkelanjutan sejak dini;

  5. Tata pengaturan (governance) yang lebih baik berkat keterlibatan para pihak (stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan partisipasi;

  6. Melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjamin berlangsungnya pembangunan berkelanjutan;

  7. Memfasilitasi kerjasama lintas batas untuk mencegah konflik, berbagi pemanfaatan sumberdaya alam, dan menangani masalah kumulatif dampak lingkungan. KLHS menjadi instrumen penting dalam perencanaan penataan ruang karena pengambil keputusan harus semakin mempertimbangkan dampak jangka panjang dan kumulatif dari berbagai proyek. Selain itu integrasi aspek lingkungan yang saat ini menggunakan instrumen AMDAL tidak mampu untuk mengukur dampak kumulatif secara sistematis. KLHS dapat menelaah secara efektif dampak yang bersifat strategik dan dapat memperkuat serta mengefisienkan proses penyusunan AMDAL suatu rencana kegiatan. Secara rinci tujuan dari penyusunan KLHS adalah:

  1. Mengintegrasikan pertimbangan lingkungan hidup dan keberlanjutan dalam penyusunan kebijakan, rencana, atau program (KRP);

  2. Memperkuat proses pengambilan keputusan atas KRP;

  3. Membantu mengarahkan, mempertajam fokus, dan membatasi lingkup penyusunan dokumen lingkungan yang dilakukan pada tingkat rencana dan pelaksanaan usaha atau kegiatan.

  Kaidah Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

  Secara umum, KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan, sekaligus mendorong pemenuhan tujuan- tujuan keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan sumberdaya dari suatu kebijakan, rencana atau program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif, dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (selfassessment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif. Asas-asas hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah:

  1. Keterkaitan (interdependency)

  2. Keseimbangan (equilibrium)

  3. Keadilan (justice)

  

Keterkaitan (interdependency) menekankan pertimbangan keterkaitan antara satu

  komponen dengan komponen lain, antara satu unsur dengan unsur lain, atau antara satu variabel biofisik dengan variabel biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah, dan seterusnya.

  

Keseimbangan (equilibrium) menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek,

  kepentingan, maupun interaksi antara makhluk hidup dan ruang hidupnya, seperti diantaranya adalah keseimbangan laju pembangunan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya,dan lain sebagainya.

  

Keadilan (justice) untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan

  program yang tidak mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber- sumber alam, modal dan infrastruktur, atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu. Atas dasar kaidah diatas, maka penerapan KLHS terhadap KRP bertujuan untuk mendorong pembuat dan pengambil keputusan atas KRP menjawab pertanyaan- pertanyaan berikut:

  1. Apa manfaat langsung atau tidak langsung dari usulan sebuah KRP?

  2. Bagaimana dan sejauh mana timbul interaksi antara manfaat KRP dengan lingkungan hidup dan keberlanjutan pengelolaan sumberdaya alam?

  3. Apa lingkup interaksi tersebut? Apakah interaksi tersebut akan menimbulkan kerugian atau meningkatkan kualitas lingkungan hidup? Apakah interaksi tersebut akan mengancam keberlanjutan dan kehidupan masyarakat?

  4. Dapatkah efek-efek yang bersifat negatif diatasi, dan efek-efek positifnya dikembangkan?

  5. Apabila KRP mengintegrasikan seluruh upaya pengendalian atau mitigasi atas efek- efek tersebut dalam muatannya, apakah masih timbul pengaruh negatif KRP tersebut terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan secara umum?

  Metode Penyusunan KLHS

  Ruang lingkup yang menjadi kajian dalam penyusunan KLHS harus meliputi hal hal sebagai berikut:

  1. Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan;

  2. Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup;

  3. Kinerja layanan/jasa ekosistem;

  4. Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam;

  5. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim; dan 6. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. KLHS adalah proses untuk mempengaruhi penentuan pilihan-pilihan pembangunan yang diusulkan dalam KRP yang terutama dilakukan melalui kegiatan konsultasi dan dialog secara tepat dan relevan. Hal ini menyebabkan pelaksanaan KLHS harus sesuai dengan kebutuhan tanpa terpaku dalam metoda dan prosedur yang baku. Melalui penyusunan KLHS maka semua kebijakan, rencana dan program yang akan dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten akan mendorong lahirnya pemikiran untuk alternatif–alternatif baru pembangunan melalui tahapan atau proses sebagai berikut:

  1. Identifikasi isu-isu utama lingkungan atau pembangunan berkelanjutan yang perlu dipertimbangkan dalam KRP;

  2. Analisis dampak setiap alternatif strategi pembangunan dari KRP, khususnya isu-isu yang relevan dan memberikan masukan untuk optimalisasi;

  3. Mengkaji paling tidak dampak kumulatif yang mendasar dari KRP dan memberi masukan untuk optimalisasi.;

  4. Memaparkan proses KLHS, kesimpulan dan usulan rekomendasi kepada para pengambil keputusan. Metode pendekatan yang digunakan dalam pelaksanaan penyusunan KLHS adalah sebagai berikut :

  1. Melakukan seluruh persiapan dan mobilisasi sumberdaya yang diperlukan.

  2. Melakukan pengumpulan data, peta dan informasi terkait.

  3. Melakukan pekerjaan yang terkoordinasi untuk menjaring masukkan mengenai pengembangan infrastruktur di Kabupaten Hulu Sungai Utara 4. Melakukan survey dan observasi untuk kelengkapan data.

  5. Melakukan evaluasi dan analisis terhadap hasil survey dan observasi.

  6. Menyelenggarakan presentasi hasil evaluasi dan analisisnya.

  Bagian ini berisikan quick assement KLHS RPIJM. Diagram alir pentahapan pelaksanaan KLHS adalah sebagai berikut: Sumber: Permen LH No. 9 Tahun 2011

Gambar 4.3 Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS

Beberapa identifikasi/kajian yang dilakukan dalam rangka KLHS RPIJM dapat mengutip dokumen KLHS yang disusun dalam perumusan RTRW. Mekanisme penyusunan KLHS sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dilakukan dengan tahapan atau proses sebagai berikut :

1. Penapisan

  Penapisan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menentukan apakah suatu KRP perlu dilengkapi dengan KLHS atau tidak. Penentuan KRP telah memenuhi kriteria pelaksanaan KLHS dilakukan melalui kesepakatan pihak-pihak yang berkepentingan.

  2. Pelingkupan

  Pelingkupan adalah rangkaian langkah-langkah untuk menetapkan nilai penting KLHS, tujuan KLHS, isu pokok, ruang lingkup KLHS, kedalaman kajian dan kerincian penulisan dokumen, pengenalan kondisi awal, dan telaah awal kapasitas kelembagaan. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan sistematis dan metodologis yang memenuhi kaidah ilmiah. Mengingat terbatasnya waktu dan sumber daya yang tersedia, dalam kajian ini tidak dilakukan proses konsultasi publik.

  3. Pengkajian

  Pengkajian adalah rangkaian langkah-langkah untuk melakukan kajian ilmiah, pemetaan kepentingan, dialog dan konsultasi serta penemuan pilihan-pilihan alternatif rumusan maupun perbaikan dan penyempurnaan terhadap rumusan yang sudah ada. Tim kajian melakukan serangkaian diskusi dan konsultasi dengan para pihak (stakeholders) terkait, khususnya dengan instansi pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

  4. Perumusan dan pengambilan keputusan

  Perumusan dan pengambilan keputusan adalah rangkaian langkah-langkah persetujuan rekomendasi hasil KLHS dan interaksi antar pihak berkepentingan dalam rangka mempengaruhi hasil akhir KRP. Keseluruhan hasil pengkajian ini secara lengkap dituangkan dengan jelas dan sistematis sehingga dapat dijadikan pedoman pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Gambar 4.4 Mekanisme Penyelenggaraan KLHS Pada tahap analisa atau pengkajian, harus dilakukan serangkaian kajian dengan menerapkan daftar uji pada setiap langkah proses KRP, meliputi:

  1. Uji Kesesuaian Tujuan dan Sasaran KRP.

  Kepentingan pengujian adalah untuk memastikan bahwa:

  a. tujuan dan sasaran umum KRP memang jelas,

  b. berbagai isu keberlanjutan maupun lingkungan hidup tercermin dalam tujuan dan sasaran umum KRP, c. sasaran terkait dengan keberlanjutan akan bisa dikaitkan langsung dengan indikator- indikator pembangunan berkelanjutan, d. keterkaitan KRP dengan KRP-KRP lain bisa dijelaskan dengan baik, e. konflik kepentingan antara KRP dengan KRP-KRP lain segera bisa teridentifikasi.

  2. Uji Relevansi Informasi yang Digunakan.

  Kepentingan utama pengujian ini adalah bukan menilai kelengkapan dan validitas data, tetapi identifikasi kesenjangan antara data yang dibutuhkan dengan yang tersedia serta cara mengatasinya. Hal ini terasa penting ketika KRP diharuskan memperhatikan kesatuan fungsi ekosistem dan wilayah-wilayah rencana selain wilayah administratifnya sendiri. Selanjutnya pengujian juga lebih mengutamakan relevansi informasi dan sumbernya agar proses kerja bisa efektif namun tetap memperhatikan kendala-kendala setempat.

  3. Uji Pelingkupan Isu-isu Lingkungan Hidup dan Keberlanjutan dalam KRP.

  Pengujian ini ditujukan untuk memandu penyusun KRP memperhatikan isu-isu lingkungan hidup maupun keberlanjutan di tingkat lokal, regional, nasional, maupun internasional, dan melihat relevansi langsung isu-isu tersebut terhadap wilayah perencanaannya.

  

4. Uji Pemenuhan Sasaran dan Indikator Lingkungan Hidup dan Pembangunan

Berkelanjutan.

  Pengujian ini efektif bila konsep rencana sudah mulai tersusun, sehingga dapat dilakukan penilaian langsung atas arahan-arahan rencana terhadap indikator-indikator teknis lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Uji ini sebenarnya merupakan iterasi atau pengembangan dari uji yang dilakukan di awal proses penyusunan KRP sebagaimana dijelaskan pada nomor 1.

  5. Uji Penilaian Efek-efek yang Akan Ditimbulkan.

  Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk dapat memperkirakan dimensi besaran dan waktu dari efek-efek positif maupun negatif yang akan ditimbulkan. Bentuk pengujian ini dapat disesuaikan dengan kemajuan konsep maupun ketersediaan data, sehingga pengujian dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif. Pengujian secara kuantitatif maupun kualitatif sama-sama bernilai apabila diikuti dengan verifikasi berupa proses konsultasi maupun diskusi dengan pihak-pihak yang terkait.

  6. Uji Penilaian Skenario dan Pilihan Alternatif.

  Pengujian ini membantu penyusun KRP untuk memperoleh pilihan alternatif yang beralasan, relevan, realistis dan bisa diterapkan. Keputusan pemilihan alternatif bisa dilakukan dengan sistem pengguguran (memilih satu opsi dan menggugurkan yang lainnya) atau mengkombinasikan beberapa pilihan dengan penyesuaian.

  

7. Uji Identifikasi Timbulan Efek atau Dampak dampak Turunan maupun Kumulatif.

  Pengujian ini merupakan pengembangan dari jenis pengujian nomor 5, dimana jenis- jenis KRP tertentu diperkirakan juga akan menimbulkan efek-efek atau dampak-dampak lanjutan yang lahir dari dampak langsung yang ditimbulkan, maupun akumulasi efek dalam jangka waktu panjang dan pada skala ruang yang besar.

  Kelompok-kelompok pengujian ini bisa dilakukan dengan cara :

  a. mengemasnya dalam berbagai model daftar pertanyaan, misalnya model daftar uji untuk menilai mutu dokumen, model daftar uji untuk menilai konsistensi muatan KRP terhadap prinsip-prinsip keberlanjutan, model daftar uji untuk menuntun pengambil keputusan mempertimbangkan kriteria-kriteria dan opsi-opsi yang mendukung keberlanjutan, dan lain sebagainya

  b. melakukannya secara berurut sejalan dengan proses persiapan, pengumpulan data, kompilasi data, analisis dan penyusunan rencana c. melakukannya secara berulang/iteratif

  d. mengembangkan atau memodifikasi jenis pertanyaan-pertanyaannya sesuai dengan kepentingan pengujian atau kemajuan pengetahuan.

Gambar 4.5 Kerangka Kerja dan Metodologi KLHS

  Dalam pelaksanaannya, penyusunan KLHS dilakukan terhadap 3 kondisi KRP, yaitu KRP yang sudah disusun atau dilaksanakan sebelumnya, KRP yang masih dalam proses perencanaan atau penyusunan dan yang terakhir adalah KRP yang sedang dalam proses penyusunan. Pendekatan pelaksanaan KLHS terhadap ketiga kondisi KRP tersebut berbeda satu dengan lainnya, dengan skema pendekatan sebagai berikut :

Gambar 4.6 Integrasi Pelaksanaan KLHS dalam Perencanaan KRPGambar 4.7 Skema Alternatif Pelaksanaan Integrasi KLHS Rencana Penyusunan KLHS Usulan Program

  Berdasarkan hasil analisa sebelumnya, didapatkan rumusan beberapa usulan program Cipta Karya tahun 2015-2019 yang akan direncanakan di Kota Samarinda, yang selanjutnya setelah melalui proses penapisan terdapat usulan program yang perlu dilakukan studi KLHS terlebih dahulu. Proses penyusunan KLHS RPIJM dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Identifkasi Pemangku Kepentingan

  Pemangku kepentingan yang akan trelibat baik dalam proses penyusunan KLHS maupun terkena dampak dari penerapan KRP, terdiri dari pemangku kepentingan pemerintah dan pemangku kepentingan non pemerintah, sebagai berikut: Dinas/Instansi/institusi Pemerintahan:

   Insitusi yang berwenang menyusun K/R/P  Pejabat yang bertanggung jawab menyetujui

  K/R/P  Institusi lingkungan hidup  Institusi terkait lainnya Institusi/Lembaga Non Pemerintahan:  Dewan Perwakilan  LSM/Ormas  Perguruan Tinggi/Akademisi/Asosiasi Profesi  Asosiasi/Dunia Usaha  Lembaga yang mewakili masyarakat terkena dampak Seberapa besar keterlibatan pemangku kepentingan dalam penyusunan KLHS dilihat keterkaitan peran dan fungsi sebagaimana tertuang dalam tupoksi masing-masing SKPD terkait, serta potensi dampak yang kan diterima SKPD tersebut atas penerapan KRP tersebut terkait dengan pelaksanaan tupoksinya. Kajian keterlibatan SKPD dalam KLHS adalah sebagai berikut :

  

Tabel 4.1

  6. Dinas Pemuda, Olah Raga, Kebudayaan dan Pariwisata Kota Samarinda tugas pembantuan di bidang pembinaan kebudayaan, pariwisata pemuda dan olahraga.

  Tugas pembantuan di bidang pembinaan system transportasi, lalu lintas angkutan jalan, lalu lintas angkutan sungai dan danau, serta komunikasi dan informatika

  9. Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika

  Terlibat dalam penyusunan KLHS

  Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang koperasi, usaha kecil dan menengah, perindustrian dan perdagangan

  8. Dinas Koperasi, Usaha Kecil Dan Menengah, Perindustrian Dan Perdagangan

  Terlibat dalam penyusunan KLHS

  Membantu melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang perikanan dan bidang pertanian sub bidang peternakan dan kesehatan hewan asas otonomi dan tugas pembantuan.

  7. Dinas Perikanan dan Peternakan

  Terlibat dalam penyusunan KLHS

  Terlibat dalam penyusunan KLHS

  Identifikasi Pemangku Kepentingan Instansi Pemerintah

  5. Badan Penanggulan Bencana Daerah menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana

  Terlibat dalam penyusunan KLHS

  4. Badan Lingkungan Hidup penyusuanan dan pelaksanaan di bidang lingkungan hidup

  Terlibat dalam penyusunan KLHS

  3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah menyusun dan melaksanakan di bidang perencanaan pembangunan daerah

  2. DPRD Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam penyusunan KLHS

  Sebagai pengambil kebijakan Terlibat dalam penyusunan KLHS

  Walikota Kota Samarinda

  No Instansi Alasan Rekomendasi 1.

  Terlibat dalam penyusunan KLHS

  No Instansi Alasan Rekomendasi

  Tugas pembantuan di bidang pendapatan daerah meliputi Dinas Pendapatan Terlibat dalam pelaksanaan dan pengawasan pajak Daerah penyusunan KLHS bumi bangunan dan biaya perolehan atas tanah dan bangunan Tugas pembantuan di bidang pembinaan Pendidikan taman kanak-

  Terlibat dalam

  10. Dinas Pendidikan kanak dan sekolah Dasar, Pendidikan penyusunan KLHS Menengah, pendidikan masyarakat, pendidikan guru dan tenaga kerja Tugas dalam pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan pencatatan sipil,

  Dinas Kependudukan Terlibat dalam 11. pelaksanaan dan pengawasan

  Dan Pencatatan Sipil penyusunan KLHS pengelolaan data dan dokumen kependudukan pembinaan, pengendalian dan pengawasan tugas di bidang

  Badan Kependudukan kesekretariatan, pengendalian Terlibat dalam

  12. Dan Keluarga kependudukan dan pelaporan, penyusunan KLHS Berencana Daerah keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, keluarga sejahtera, dan advokasi dan penggerakan masyarakat pembinaan, pelaksanaan dan

  Kesatuan Bangsa Dan pengawasan ekonomi, sosial, budaya, Terlibat dalam 13. Politik agama dan kewaspadaan nasional serta penyusunan KLHS bina bidang politk

  Tugas pembinaan, pelaksanaan dan Badan Pengelolaan pengawasan anggaran, akuntansi, Terlibat dalam

  14. Keuangan Dan Aset perbendaharaan, aset, penatausahaan penyusunan KLHS Daerah dan penggunausahaan aset Dinas Pasar, Pembinaan, pelaksanaan dan

  Terlibat dalam

  15. Kebersihan Dan Tata pengawasan di bidang Pasar, penyusunan KLHS Kota Kebersihan, dan Tata Kota pembinaan, pelaksanaan dan

  Terlibat dalam

  16. Dinas Pekerjaan Umum pengawasan pengairan, cipta karya, penyusunan KLHS bina marga

  No Instansi Alasan Rekomendasi

  pembinaan, pengaturan, pengendalian dan evaluasi, pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan penyuluh,

  Badan Pelaksana petani dan kemitraan, penyediaan Penyuluhan Pertanian, sarana dan prasarana serta pengkajian Terlibat dalam 17. Perikanan, Kehutanan teknologi, evaluasi pengembangan penyusunan KLHS Dan Ketahanan Pangan kapasitas sumber daya manusia penyuluhan, evaluasi pengembangan kapasitas sumber daya manusia penyuluhan

2. Identifkasi Isu Pembangunan Berkelanjutan

  Pada prinsipnya semua kegiatan pembangunan infrastruktur yang dilakukan dalam rangka memberikan kemudahan dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan taraf hidup masyarakat. Untuk itu pencapaian tujuan tersebut, maka berdasarkan usulan program kegiatan sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya, maka terdapat beberapa usulan program yang masuk kategori dalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) yang perlu dilakukan kajian atau penyusunan KLHS sebelum diimplementasikan, yaitu terdiri dari:

a. Pertanahan & Tata Ruang

  1) Kesenjangan Perkembangan Wilayah & struktur Ruang 2) Pemanfaatan Lahan Basah Untuk Budidaya Perikanan di Sepanjang Jaringan

  Irigasi 3) Perubahan Kawasan Lindung Mangrove, Sempadan Pantai, Sempadan Sungai dll

  (sesuai Perda pasal 24) 4) Optimalisasi Pemanfaatan DAS 5) Penataan Sempadan Sungai Perubahan Rona Lingkungan Pada Kawasan DAS 6) Pengendalian Pemanfaatan Ruang 7) Penanganan & Pengelolaan Daerah Tangkapan Resapan Air 8) Pengendalian Pemanfaatan Lahan Gambut dengan ketebalan > 3 m yang tidak sesuai daya dukungnya (Beruntung Baru & Gambut) 9) Penurunan Ruang Terbuka Hijau (Permukiman) 10) Permasalahan Tumpang Tindih Kepemilikan Lahan 11) Berkurangnya luasan lahan pertanian tanaman pangan & holtikultura 12) Pemantapan Kawasan Hutan 13) Penyelesaian Kegiatan Non Kehutanan dalam Kawasan Hutan (Forest-Land

  Tenure)

  b. Ekonomi Wilayah

  1) Kesenjangan Tingkat Pendapatan Masyarakat di Wilayah Perdesaan & Perkotaan 2) Berkurangnya peluang usaha masyarakat kecil karena eksploitasi sumber daya yang tidak berkelanjutan 3) Belum Optimalnya Pertumbuhan Ekonomi Wilayah & pengembangan potensi ekonomi sektoral & geografi 4) Belum optimalnya kesempatan kerja serta daya saing & industri hilir masih rendah 5) Penurunan/Rendahnya Produksi Pertanian karena anomali iklim, OPT (organisme pengganggu tanaman), terbatasnya penerapan teknologi, terbatasnya Prastan & alih fungsi lahan

  c. Infrastruktur Wilayah

  1) Belum optimalnya Penanganan & Pengelolaan air bersih dan Sanitasi 2) Keterbatasan Akses Transportasi Darat 3) Kurang Optimalnya Pemanfaatan Transportasi Sungai (pendangkalan) 4) Belum Berkembangnya MRT (mass rapid transportation) untuk Transportasi

  Umum 5) Terdapatnya hambatan samping jalan Raya/Bahu Jalan 6) Belum optimalnya jaringan listrik 7) Belum optimalnya jaringan komunikasi 8) Belum optimalnya jaringan irigasi & drainase

  d. Sosial Kemasyarakatan

  1) Perubahan Perilaku & Kondisi Sosial Budaya Masyarakat 2) Migrasi Penduduk pada Kawasan Cepat Tumbuh 3) Kualitas SDM masih rendah 4) Belum Terkendalinya Pertumbuhan & Penyebaran Penduduk

  e. Dampak Lingkungan

  1) Terjadinya Pemanasan global 2) Terjadinya Banjir karena pemanfaatan ruang yang tidak berwawasan lingkungan 3) Sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan 4) Perubahan Ekosistem karena pengurugan rawa/ pengeringan lahan 5) Penurunan Kualitas & Kuantitas Air Tanah 6) Erosi & Perambahan Hutan

  7) Pencemaran Lingkungan akibat Aktifitas Tambang, Industri & Transportasi

f. Kelembagaan

  1) Keterbatasan Informasi & Promosi Potensi Daerah 2) Belum berkembangnya koperasi/Bumdes 3) Belum optimalnya koordinasi antar lembaga

3. Identifkasi KRP

  Berdasarkan usulan program kegiatan sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya, maka terdapat beberapa usulan program yang masuk kategori dalam Kebijakan, Rencana dan Program (KRP) yang perlu dilakukan kajian atau penyusunan KLHS sebelum diimplementasikan, yaitu terdiri dari:

  

Tabel 4.2

  Identifikasi KRP

  Komponen No Kegiatan Lokasi Kebijakan/Rencana/Program

  1  Pembangunan

  Penyehatan Lingkungan

  Instalasi Pengolahan

  Permukiman

  Lumpur Tinja Kota Samarinda

  a. Sistem Pengolahan Air Limbah  Penambahan Terpusat Sel/Lobang TPA

b. Sistem Penanganan

  Regional Tabing Liring Persampahan Skala Regional

   Rencana

  2 Pengembangan Permukiman Pembangunan

  Kota Samarinda

  a. Rusunawa Beserta Infrastruktur Rusunawa

  Pendukungnya Untuk bahasan KLHS dalam RPIJM ini hanya sampai pada tahap identifikasi KRP yang diperkirakan akan berdampak atau berpengaruh pada pembangunan berkelanjutan, mengingat pembahasan KLHS merupakan suatu kajian tersendiri yang harus dilakukan dengan seksama dan mendalam serta dikaji secara komprehensif dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait, demikian pula pembahasannya dilakukan secara bertahap dalam beberapa kali forum focus group discussion (FGD). Jika dipaksakan pembahasan pada penyusunan dokumen RPI2-JM ini maka selain prosesnya tidak memungkinkan dilakukan secara intensif dan komprehensif, juga waktu pembahasannya sangat terbatas dan pada akhirnya output yang diharapkan tidak akan maksimal dan akurat menghasilkan rekomendasi perbaikan KRP yang diharapkan. Untuk itu dengan telah teridentifikasinya beberapa KRP yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap pembangunan berkelanjutan, maka diperlukan studi KLHS lebih lanjut terhadap KRP tersebut.

4.3.2 AMDAL, UKL, UPL dan SPPLH

  Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.

  Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan. Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan Hidup (SPPLH) adalah merupakan pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauanlingkungna hidup atas dampak lingkungan hidup dari Usaha dan/atau kegiatannya diluar usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL .

  Panduan kerangka Lingkungan dirumuskan berdasarkan sejumlah regulasi terkait yang berlaku, antara lain:

  1. Undang-undang (UU) No. 32/2009 Tentang Perlindungaan dan Pengelolaan lingkungan hidup, pasal 22-33 mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak lingkungan besar dan signifikan diharuskan wajib AMDAL. Pasal 34 mengenai rencana kegiatan atau pekerjaan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak lingkungan yang wajib UKL/UPL. Pasal 35 rencana kegiatan atau pekerjaan yang diminta untuk dilengkapi dengan SPPL.

  2. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 tentang Izin Lingkungan, Dokumen Lingkungan Hidup (AMDAL dan UKL-UPL) menyediakan informasi yang diperlukan untuk proses pengambilan keputusan terkait dengan penerbitan izin lingkungan.

  Informasi yang disajikan berupa dampak lingkungan yang terjadi akibat rencana usaha dan/atau kegiatan dan langkah-langkah pengendaliannya dari aspek teknologi social dan institusi, pemantauan lingkungannya serta komitmen pemrakarsa

  3. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 pasal 32-33, Keputusan Kelayakan Lingkungan atau ketidaklayakan diambil oleh Mentri/Gubernur/Bupati/Walikota dari hasil rekomendasi hasil penilaian Andal & RKL-RPL dari Komisi Penilai Amdal dengan jangka waktu 10 hari kerja.

  4. Peraturan Pemerintah (PP) No. 27/2012 pasal 47, izin lingkungan diterbitkan oleh Mentri, gubernur, atau bupati/walikota bersamaan dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup

  5. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 15/2012, tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

  6. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 16 tahun 2012 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan hidup

  7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 10 tahun 2008 tentang Penetapan Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Bidang Permukiman dan Prasarana Wilayah yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL).

  Seluruh program investasi inrfrastruktur bidang PU/Cipta Karya yang diusulkan oleh Kabupaten/Kota harus sesuai dan memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut ini:

  1. Penilaian lingkungan (environtment assesment) dan rencana mitigasi dampak subproyek, dirumuskan dalam bentuk: a. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) atau Analisis Dampak Lingkungan

  (ANDAL) dikombinasikan dengan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), khususnya bagi kegiatan sub proyek yang diprakirakan menimbulkan dampak penting atau perubahan mendasar bagi lingkungan.

  b. Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL), bagi kegiatan sub proyek yang tidak menimbulkan dampak penting pada lingkungan.

  c. Standar Operasi Baku (SOP) untuk petunjuk pelaksanaan mitigasi di lapangan termasuk petunjuk pelaksanaan operasional dan pemeliharaan sarana yang dibangun.

  d. Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud.

  2. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau UKL/UPL merupakan bagian tidak terpisahkan dari analisis teknis, ekonomi, sosial, kelembagaan dan keuangan sub-proyek.

  3. Sejauh mungkin, subproyek harus menghindari atau meminimalkan dampak negative terhadap lingkungan. Selaras dengan hal tersebut, sub proyek harus dirancang untuk dapat memberikan dampak positif semaksimal mungkin pada masyarakat dan lingkungan. Sub proyek yang diperkirakan dapat mengakibatkan dampak negatif yang penting terhadap lingkungan, dan dampak tersebut tidak dapat ditanggulangi melalui rancangan dan konstruksi sedemikian rupa harus dilengkapi dengan AMDAL.

  4. Usulan program investasi infrastruktur bidang PU/Cipta Karya tidak dapat dipergunakan untuk mendukung kegiatan yang dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap habitat alamiah, warga terasing dan rentan, wilayah yang dilindungi/kawasan lindung, alur laut internasional atau kawasan sengketa. Disamping itu dari usulan RPIJM juga tidak membiayai pembelian, produksi atau penggunaan: a. Bahan-bahan yang merusak ozon, tembakau atau produk-produk tembakau;

  b. Asbes. Bahan-bahan yang mengandung unsur asbes;

  c. Bahan/material yang termasuk dalam ketegori B3 (bahan beracun dan berbahaya). Rencana investasi tidak membiayai kegiatan yang menggunakan, menghasilkan, menyimpan atau mengangkut bahan/material beracun, korosif atau eksplosif atau bahan/material yang termasuk dalam kategori B3 menurut hukum yang berlaku di Indonesia;

  d. Pestisida, herbisida, dan insektisida. RPIJM tidak diperuntukkan membiayai kegiatan yang melakukan pengadaan pestisida, herbisida atau insektisida; e. Pembangunan bendungan. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai pembangunan atau rehabilitasi bendungan atau investasi yang mempunyai ketergantungan pada kinerja bendungan yang telah ada ataupun yang sedang dibangun; f. Kekayaan budaya. RPIJM bidang infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang dapat merusak atau menghancurkan kekayaan budaya baik berupa benda dan budaya maupun lokasi yang dianggap sakral atau memiliki nilai spiritual; dan g. Penebangan kayu. RPIJM bidang Infrastruktur PU/Cipta Karya tidak membiayai kegiatan yang terkait dengan kegiatan penebangan kayu atau pengadaan peralatan penebangan kayu. Prosedur pelaksanaan AMDAL terdiri dari berbagai kegiatan utama, yakni pentapisan awal sub proyek sesuai dengan kriteria persyaratan Safeguard, evaluasi dampak lingkungan; pengklasifikasian/kategorisasi dampak lingkungan dari sub proyek yang diusulkan, perumusan dokumen SOP, UKL/UPL atau AMDAL (KA-ANDAL, ANDAL dan RKL/RPL), pelaksanaan dan pemantauan pelaksanaan.

  Tabel 4.3

  Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012 Jenis Rencana Usaha dan/ atau Kegiatan Wajib AMDAL

  e. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah terpadu: ≥ 500 ton/ Hari

  d. Pembangunan incenarator Semua kapasitas

  c. Pembangunan Transfer Station (kapasitas operasional) ≥ 500 ton/ hari

  (luas < 10 Ha dan kapasitas < 10.000 ton) b. TPA di daerah pasang surut , Semua kapasitas/besaran

  a. Pembangunan Tempat Pembuangan Akhir Sampah domestik dengan sistem control landfill atau sanitary landfill

  No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran

  

Tabel 4.4

  Kategori Pendugaan Safeguard Lingkungan

  Tidak ada Catatan:  ANDAL : Analisis Dampak Lingkungan  RPL : Rencana Pemantauan Lingkungan  UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan  UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang terkait dengan Bidang Pekerjaan Umum Cipta Karya adalah sebagai berikut:

  Sub proyek yang tidak memiliki komponen konstruksi dan tidak mengakibatkan pencemaran udara, tanah dan air.

  UKL/UPL C

  Sub proyek dengan ukuran dan volume kecil, mengakibatkan dampak lingkungan akan tetapi upaya pemulihannya sangat mungkin dilakukan.

  ANDAL dan RKL/RPL B

  A Sub proyek dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang buruk, berkaitan dengan kepekaan dan keragaman dampak yang ditimbulkan, upaya pemulihan kembali sangat sulit dilakukan

  

Kategori Dampak Persyaratan Pemerintah

1 Persampahan

  No Jenis Kegiatan Skala/ Besaran

  ≥ 3 ha Kapasitas ≥ 2.4 ton/ hari

  Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2012

  b. Pembangunan jaringan transmisi >= 10 km

  a. Pembangunan jaringan distribusi ≥ 500 ha

  5 Jaringan air bersih di kota besar/ metropolitas

  b. Kota sedang, panjang ≥ 10 km

  a. Kota besar/ metropolitas ≥ 5 km

  4 Pembangunan saluran drainase (primer dan/atau skunder) di permukiman

  ≥ 16.000 m3 / hari

  c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah Luas ≥ 500 ha Kapasitas

  b. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) limbah domestik termasuk fasilitas penunjangnya Luas

  f. Bangunan Komposting dan Daur Ulang (kapasitas sampahbaku) ≥ 500 ton/ hari

  Kapasitas ≥ 11 m3 / hari

  Luas ≥2 ha

  a. Pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT), termasuk fasilitas penunjangnya

  3 Air limbah domestik

  d. Keperluan Settlement transmigrasi ≥ 2000 ha

  c. Kota sedang ≥100 ha

  b. Kota besar ≥ 50 ha

  a. Kota metropolitan ≥ 25 ha

  2 Pembangunan perumahan/ permukiman

  g. Transportasi sampah dengan kereta api ≥ 500 ton/ hari

  Jenis kegiatan bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL-UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL-UPL tercermin dalam tabel beriku ini.

  

Tabel 4.5

  Penapisan Rencana Kegiatan Tidak Wajib AMDAL Tapi Wajib UKL-UPL

  

Skala Dasar

No Jenis Usaha/ Kegiatan Alasan Ilmiah Khusus (Besaran) Pertimbangan

1 Normalisasi Sungai

  a. Kota

  1 Km s/d < 5 Perubahan Perubahan alur, dasar dan Besar/Metropolitan bentang alam dan tebing sungai dalam

  Km, 5 Ha s/d (panjang atau luas) Bentuk lahan, mencapai keseimbangan

  50 Ha serta perubahan baru, meningkatnya ekosistem sungai, pencemaran air, gangguan perubahan lalu lintas dan gangguan

  b. Kota Sedang

  3 Km s/d < 10 morfologi sungai, estetika lingkungan. (panjang sungai)

  Km, 10 ha s/d dan pengaruh kondisi sosial

  50 Ha ekonomi budaya masyarakat.

  c. Perdesaaan

  5 Km s/d < 15 (panjang sungai)

  Km, 15 Ha s/d

  50 Ha

  d. Sodetan Semua Besaran

  Persampahan

  2

  a. Tempat (luas < 10 Ha Perubahan tentang Gangguan kesehatan, Pembuangan Akhir bentang alam dan estetika, bau, asap, dan kapasitas Sampah dengan bentuk lahan, pembakaran, emisi bio sistem control pengaruh gas (H2S, NOX, Sox, Cox,

  < 10.000 ton) landfill atau penggunaan dixioan), pencemaran air sanitary landfill teknologinya tanah maupun air terhadap permukaan leachate (air lingkungan fisik, lindi), gangguan lalat, kimia dan social keluahan penduduk ekonomi budaya, sekitar terhadap introduksi jenis keberadaan tempat kawasan pembuangan sampah disekitar, dll b. TPA di daerah (luas < 5 Ha Kedalam proses pasang surut pembusukan, dan kapasitas kecuali untuk < 5.000 ton) lokasi yang berada di bantaran sungai tidak dibangun di

  c. Pembangunan <1000 ton/ sekitar Transfer Station hari sungai/berbatasan

  (kapasitas langsung dengan operasional) sungai d. Pembangunan < 500 ton/hari incenarator

  No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus

  a. Kota Metropolitan dan Besar >= 1Ha Perubahan bentuk lahan,pengaruhnya terhadap lingkungan sosial, ekonomi dan budaya dan pelestarian cagar budaya

  b. IPAL < 3 Ha

  IPAL/IPLT, perubahan pola mata pencaharian masyarakat sekitar

  Gangguan kesehatan, estetika, bau, perubahan kualitas air tanah maupun air permukaan sekitar

  a. IPLT < 2 Ha Perubahan bentuk lahan, pengaruh proses teknologi terhadap lingkungan fisik, kimiawi, biologi,sosial, ekonomi dan budaya

  5 Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

  >= 1 Ha

  c. Revitalisasi kawasan (memfungsikan kembali kawasan)

  Perubahan kepadatan penduduk, perubahan tingkat pelayanan prasarana dan sarana kota, perubahan kondisi sosial ekonomi dan budaya, kehilangan bangunan bersejarah atau peningkatan nilai asset bangunan bersejarah b. Kota Sedang >= 2 Ha

  4 Peremajaan Perumahan dan Permukiman

  e. Bangunan Komposting dan Daur Ulang (kapasitas sampah baku)

  2 Ha s/d 100 Ha

  c. Kota Sedang (luas)

  2 Ha s/d 50 a

  Perubahan tata guna lahan skala kawasan, perubahan daya dukung dan tingkat pelayanan kota, bangkitan LHR, bangkitan sampah dan limbah, perubahan tingkat konsumsi air bersih, perubahan volume run- off, perubahan kawasan resap air, kesenjangan sosial dengan masyarakat b. Kota Besar (luas)

  Perubahan bentang alam, eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pemborosan dan kemerosotan, pengaruhnya terhadap lingkungan fisikkimiawi, biologi, sosial ekonomi dan budaya

  2 Ha s/d <25 Ha

  a. Kota Metropolitan (luas)

  3 Pembangunan Perumahan dan Permukiman

  > 50 s/d 100 ton/Ha

  6 Pembangunan Sistem Perpipaan Air Limbah (sewerage)

  No Jenis Usaha/ Kegiatan Skala (Besaran) Dasar Pertimbangan Alasan Ilmiah Khusus

  Kota Besar/Metropolitan (luas/layanan)

  < 500 Ha Penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan, penerapan teknologi yang mempengaruhi lingkungan fisik kimia, serta proses dan hasilnya mempengaruhi kondisi sosial masyarak