SENIOR HIGH SCHOOL STUDENTS' THINKING AND SELF EFFICACY IN INQUIRY LEARNING.

(1)

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ……… i

LEMBAR PERSETUJUAN ………. ii

PERNYATAAN ………... iii

KATA PENGANTAR ……….. iv

ABSTRAK ……… ix

ABSTRACT ………. x

DAFTAR ISI ……… xi

DAFTAR TABEL ……… xiii

DAFTAR GAMBAR ……… xv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ………

B. Rumusan Masalah ……….

C. Tujuan Penelitian ………..

D. Manfaat Penelitian ………

E. Definisi Operasional ……….

1 13 15 16 17 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kreativitas ……….

B. Berpikir Kreatif ……….

C. Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif (TKBK) ..……….. D. Berpikir Kreatif dalam Matematika ….………. E. Berpikir Kreatif Matematia dan Pembelajaran Inkuiri……….. F. Tahap Berpikir Kreatif ……….………. G. Pembelajaran Inkuiri ………. H. Teori-Teori Belajar yang Mendukung ……….. I. Self Efficacy Siswa terhadap Matematika ... J. Penelitian yang Relevan ………..

K. Hipotesis ………

20 27 37 40 44 47 50 60 65 68 69 BAB III METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian ………

B. Subjek Penelitian ………

71 73


(2)

xii C. Variabel Penelitian ………. D. Instrumen Penelitian dan Pengembanganya ………

1. Tes Pengetahuan Awal Matematika ……….. 2. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis ……… 3. Skala Self Efficacy Siswa terhadap Matematika ………

4. Lembar Observasi ……….

5. Lembar Wawancara ……….

E. Bahan Ajar ……….

F. Prosedur Penelitian ………

G. Prosedur Analisis Data ………..

76 76 79 82 86 87 88 89 90 93 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis Data Hasil Penelitian ………

B. Pembahasan ………

96 96 155 BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan ……….………

B. Implikasi ……….

C. Rekomendasi ………..

170 170 172 173

DAFTAR PUSTAKA ……….. 175


(3)

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Berpikir merupakan suatu kegiatan mental yang dialami seseorang jika mereka dihadapkan pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Ruggiero (1998) mengartikan berpikir sebagai suatu aktivitas mental untuk membantu memformulasikan atau memecahkan suatu masalah, membuat suatu keputusan, atau memenuhi hasrat keingintahuan. Pendapat ini menunjukkan bahwa ketika seseorang memutuskan suatu masalah, memecahkan masalah, ataupun ingin memahami sesuatu, maka orang tersebut melakukan aktivitas berpikir. Berpikir terjadi dalam setiap aktivitas mental seseorang yang berfungsi untuk memformulasikan atau menyelesaikan masalah, membuat keputusan, serta mencari pemahaman terhadap sesuatu.

Proses berpikir diperlukan setiap orang dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari. Proses berpikir diperlukan setiap orang untuk dapat bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif saat ini. Hal ini diperlukan agar seseorang mempunyai kemampuan untuk memperoleh, memilih dan mengelola informasi. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, dan kreatif serta mempunyai kemauan berkerjasama yang efektif. Oleh karena itu program pendidikan yang dikembangkan perlu menekankan pada pengembangan kemampuan berpikir yang harus dimiliki siswa. Pengembangan kemampuan berpikir ini dapat dilakukan melalui pembelajaran, salah satunya adalah pembelajaran matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya.


(4)

2

Pengembangan kemampuan berpikir dalam pembelajaran matematika juga didukung oleh Pemerintah seperti yang terdapat dalam Standar Kompetensi Kurikulum 2006. Standar Kompetensi Kurikulum 2006 (2006) menyebutkan bahwa matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Selain itu kurikulum tersebut juga menyebutkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan, dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinal, keingintahuan, membuat prediksi dan dugaan serta mencoba-coba.

Selain itu salah satu prinsip dalam kegiatan mengajar belajar dalam Kurikulum 2006 adalah mengembangkan kreativitas siswa. Dengan demikian dalam mengembangkan kemampuan berpikir siswa, kurikulum mengisyaratkan pentingnya mengembangkan kreativitas siswa. Pengembangan kreativitas dan kemampuan berpikir kreatif siswa dilakukan melalui aktivitas-aktivitas kreatif dalam pembelajaran matematika. Kreativitas dapat dipandang sebagai produk dari berpikir kreatif, sedangkan aktivitas kreatif merupakan kegiatan dalam pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas siswa.

Aktivitas kreatif adalah suatu kegiatan yang diarahkan untuk mendorong atau memunculkan kreativitas siswa. Melalui belajar matematika, siswa diberi


(5)

3

kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, analitis, kreatif, dan produktif. Namun, pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal. Berdasarkan hasil ujicoba terbatas pada siswa SMUN 9 Kota Bengkulu (Risnanosanti, 2008), berkaitan dengan pembelajaran matematika di kelas XI terungkap permasalahan bahwa siswa belum terbiasa dalam memecahkan soal matematika yang bersifat terbuka. Menurut siswa selama ini soal yang mereka peroleh adalah soal-soal yang sebelumnya sudah pernah diberikan oleh guru. Kemudian, melalui observasi diketahui bahwa dalam melaksanakan pembelajaran, guru cenderung prosedural dan lebih menekankan pada hasil belajar. Siswa belajar sesuai dengan contoh yang diberikan guru, dan soal-soal yang diberikan kepada siswa hanya soal-soal yang langsung pada pemakaian rumus yang sudah ada atau soal tertutup. Akibatnya, siswa kurang berkesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan produktivitas berpikirnya.

Menurut Ruseffendi (1991: 239) kreativitas siswa akan tumbuh jika dilatih melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan dan pemecahan masalah. Selain itu Fisher (1995: 38) mengatakan kreativitas siswa akan mucul jika siswa diberi stimulus. Sedangkan Munandar (2002: 14) mengemukakan perkembangan optimal dari kemampuan berpikir kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar guru. Kemampuan berpikir kreatif akan tumbuh dengan baik jika siswa belajar atas prakarsanya sendiri, diberi kepercayaan untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan baru. Pendapat-pendapat tentang kemampuan berpikir kreatif menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif dapat ditumbuhkembangkan melalui suatu pembelajaran yang dirancang guru sehingga dapat melatih siswa untuk mengeksplorasi segenap kemampuan yang ada dalam dirinya.


(6)

4

Selanjutnya Munandar (2002) menjelaskan bahwa kreativitas siswa dapat dikembangkan dengan menggunakan strategi atau pendekatan 4P yaitu pendekatan pribadi, pendorong, proses dan produk. Pendekatan pribadi mempunyai arti bahwa masing-masing siswa mempunyai potensi kreatif yang berbeda sehingga dalam memecahkan masalah siswa diberi kesempatan untuk menyelesaikan dengan caranya sendiri. Pendekatan pendorong berarti untuk mewujudkan potensi kreatifnya siswa memerlukan dorongan atau dukungan dari lingkungan. Pendekatan proses berarti siswa perlu diberi kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam proses pemecahan masalah secara kreatif. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan produk yang berarti apabila siswa terlibat dalam tiga kegiatan sebelumnya, maka diharapkan siswa dapat menghasilkan suatu produk yang kreatif.

Berdasarkan pengertian strategi pengembangan kreativitas yang mengatakan bahwa siswa memerlukan dorongan untuk mewujudkan potensi kreatifnya, siswa harus diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam proses pemecahan masalah secara kreatif. Oleh karena itu guru harus dapat memfasilitasi suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk berpikir kreatif. Sumarmo (2005: 3) menyarankan pembelajaran matematika untuk mendorong berpikir kreatif dan berpikir tingkat tinggi antara lain dapat dilakukan melalui belajar dalam kelompok kecil, menyajikan tugas non-rutin dan tugas yang menuntut strategi kognitif dan metakognitif peserta didik serta menerapkan pendekatan scaffolding.

Brunner (Oakley, 2004) menganjurkan orang yang lebih pandai supaya menyediakan scaffolding dalam memberikan bantuan agar orang yang belajar


(7)

5

dapat mencapai level of potential development. Jadi guru menyiapkan bantuan atau scaffold sementara siswa mengembangkan ilmunya. Bantuan seorang yang lebih dewasa atau yang lebih kompeten dengan maksud agar anak mampu untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat kerumitannya daripada tingkat perkembangan kognitif aktual dari anak yang bersangkutan disebut dukungan dinamis atau scaffolding. Scaffolding berarti memberikan sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap- tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah ia dapat melakukannya. Dalam scaffolding, siswa diberi tugas yang kompleks, sulit, dan realistik dan kemudian diberi bantuan.

Jadi, kreativitas siswa akan tumbuh dan berkembang dengan baik pada suatu situasi pembelajaran yang menyajikan masalah non-rutin, bebas berekpresi dalam melakukan eksplorasi, menemukan, belajar dalam kelompok kecil, dan memecahkan masalah. Dalam menghadapi suatu permasalahan, orang harus menghadapinya dengan kritis serta mencari jalan penyelesaiannya secara kreatif. Sehingga pada saat melakukan keterampilan matematika atau keterampilan bermatematika (daya matematis), berpikir kritis dan kreatif yang terintegrasi di dalamnya.

Pengembangan kreativitas dan keterampilan bermatematika dapat dilakukan melalui pembelajaran yang mendorong timbulnya keingintahuan siswa untuk melakukan penyelidikan. Keingintahuan pada siswa akan muncul jika


(8)

6

diberikan suatu situasi yang menimbulkan tantangan bagi mereka. Salah satu pendekatan yang dimulai dengan memberikan keingintahuan pada siswa adalah pendekatan inkuiri. Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 11) mengemukakan bahwa pendekatan inkuiri dimulai dengan suatu kejadian yang menimbulkan teka-teki, sehingga memotivasi siswa untuk mencari pemecahannya. Keingintahuan, dapat menarik siswa untuk belajar lebih mendalam tentang konsep yang sedang dipelajari. Oleh karena itu unsur keingintahuan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian awal, sebab makin tinggi keingintahuan seseorang, berarti semakin banyak data atau informasi yang diterima atau diperoleh. Dengan melakukan aktivitas pengajuan masalah atau pertanyaan, siswa dapat menggali data atau informasi yang diinginkannya untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Silver (1997: 4) menyarankan pembelajaran matematika berorientasi inkuiri yang kaya aktivitas pengajuan masalah dan pemecahan masalah dapat digunakan guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa.

Berpikir kreatif matematis merupakan suatu proses yang digunakan ketika seseorang memunculkan suatu ide baru dalam melakukan keterampilan matematika. Hal itu menggabungkan ide-ide yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Menurut Pehkonen (1997) berpikir kreatif matematis juga dapat diartikan sebagai suatu kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah, pemikiran divergen menghasilkan banyak ide-ide. Hal ini akan berguna dalam menemukan penyelesaiannya. Salah satu contoh soal yang dapat menunjukkan kemampuan berpikir kreatif adalah, jika diberikan suatu soal berikut.


(9)

7

Perhatikan gambar berikut:

8 12

Buatlah bangun datar lain yang luasnya sama dengan persegipanjang di samping

Jika dalam membuat dua bangun datar yang lain, siswa menggambar sebuah segitiga atau sebuah jajargenjang yang memenuhi unsur luas yang sama dengan persegi panjang yang diberikan dalam soal, maka dia telah memenuhi salah satu ciri berpikir kreatif (komponen kelancaran). Tetapi, jika dalam menjawab soal ini siswa menggambar dua buah bangun persegipanjang lain yang mempunyai luas yang sama dengan persegi panjang dalam soal, maka siswa belum dikatakan memenuhi unsur berpikir kreatif, karena masih terpaku pada bentuk persegi panjang atau masih mengikuti pola yang ada.

Menurut Mangun (2008), jika orang bereksplorasi, dengan sendirinya kreatif, tidak terpaku pada pola-pola dan jalan yang sudah ada tetapi terampil mencari jalan baru. Kreativitas mencegah keputusasaan dan kemandekan. Indikator kreativitas adalah berani dan mahir mencari cara-cara dan sarana-sarana alternatif ketika mengalami kebuntuan tanpa kehilangan kepercayaan diri. Berarti guru harus membangun suatu pembelajaran yang membuat siswa melakukan eksplorasi agar dapat membuat siswa berpikir kreatif. Pengertian eksploratif adalah lebih menekankan dan memberi kesempatan siswa mencari dan mencoba kemampuan dan pengetahuannya serta mengasah kemandirian menyusun sendiri pengetahuannya. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan sistem pembelajaran yang mengaktifkan diskusi dalam kelas. Lewat pola tersebut siswa diajak aktif berbicara dan berdiskusi, sehingga terjadi dialog yang komunikatif


(10)

8

antara siswa dan guru. Sikap eksploratif berakar pada rasa ingin tahu, sehingga anak terdorong untuk mempelajari sesuatu sampai rasa ingin tahunya terpuaskan. Indikator sikap eksploratif ini adalah bertanya, menyelidik, meneliti, mempermasalahkan sesuatu yang menggugah rasa ingin tahu siswa.

Permendiknas nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses dan Edaran yang dibuat Direktorat SMA, mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran intinya mencakup tiga hal, yakni eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Jadi, kegiatan inti pembelajaran harus memperlihatkan adanya langkah-langkah kegiatan penjajakan atau penjelajahan informasi seluas-luasnya tentang materi (eksplorasi). Kemudian, pada kegiatan inti juga tampak adanya penggarapan yang sungguh-sungguh atas materi yang telah ditemukan (elaborasi), untuk seterusnya perlu dilakukan langkah-langkah kegiatan pembenaran, penegasan, dan pengesahan (konfirmasi) dari materi yang telah didapat.

Menerapkan pembelajaran inkuiri yang eksploratif dalam kelas akan menghasilkan keberagaman respon yang muncul dari siswa. Aksi seorang guru dalam proses pembelajaran akan menciptakan sebuah situasi yang dapat menjadi titik awal bagi terjadinya proses belajar. Walaupun situasi yang tersedia tidak serta merta menciptakan proses belajar, akan tetapi dengan suatu pengkondisian, proses tersebut sangat mungkin bisa terjadi. Jadi, ada dua aspek penting dalam proses pembelajaran matematika yaitu hubungan siswa-materi dan hubungan guru-siswa, yang dapat menciptakan suatu situasi didaktis maupun pedagogis yang tidak sederhana bahkan seringkali terjadi sangat kompleks.

Menurut Suryadi (2008: 12) hubungan didaktis dan pedagogis tidak bisa dipandang secara parsial melainkan perlu dipahami secara utuh karena pada


(11)

9

kenyataannya kedua hubungan tersebut dapat terjadi secara bersamaan. Sehingga, pada saat seorang guru merancang sebuah situasi didaktis, guru juga perlu memikirkan prediksi respon siswa terhadap situasi yang diciptakannya serta antisipasi dari respon tersebut yang pada akhirnya akan membentuk situasi didaktis yang baru. Oleh karena itu, dalam menciptakan suatu situasi belajar dalam pembelajaran inkuiri yang eksploratif guru harus dapat merancang lintasan belajar atau hypothetical learning trajectory (HLT) yang baik.

Simon (1995) mengemukakan HLT terdiri dari tiga komponen yaitu tujuan pembelajaran, aktivitas pembelajaran dan hipotesis proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tujuan umum (standar kompetensi) dan tujuan khusus (kompetensi dasar). Aktivitas pembelajaran adalah semua kegiatan yang terjadi selama pembelajaran berlangsung. Sedangkan hipotesis proses belajar adalah suatu prediksi mengenai kemampuan berpikir dan pemahaman siswa yang tercermin dalam aktivitas pembelajaran.

Oleh karena itu, HLT dalam pembelajaran inkuiri selain untuk mengarahkan siswa pada aktivitas menyelidik, meneliti, dan mencari jalan penyelesaian, juga membantu guru untuk membuat prediksi respon siswa terhadap aksi yang diberikan. Sehingga guru dapat mempersiapkan antisipasi dari respon yang muncul yang berakibat pada proses pembelajaran menjadi lebih terarah. Dalam membuat HLT guru dapat mengunakan literatur yang ada, mengacu pada masalah kontekstual yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan mendiskusikan pengalamannya dengan guru-guru lain.

Sebagai contoh berikut ini disajikan HLT yang dirancang untuk memberikan materi aturan perkalian pada pokok bahasan peluang. Salah satu


(12)

10

tujuan pembelajaran pada pokok bahasan peluang adalah menentukan banyaknya variasi yang terjadi dari suatu permasalahan. Guru dapat merancang suatu aktivitas pembelajaran dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS), yang memberikan 3 bidang segiempat dan 2 bidang segitiga, seperti gambar berikut.

Siswa diminta untuk menentukan ada berapa bentuk bidang datar berbeda yang terdiri dari satu bidang segiempat dan satu bidang segitiga. Kemudian guru harus dapat memprediksi respon yang mungkin muncul dari siswa. Ada beberapa respon yang mungkin muncul, diantaranya mungkin siswa akan menggambar satu persatu bentuk bidang datar tersebut, atau mungkin juga siswa akan memberi kode pada setiap gambar kemudian membuat variasinya atau bahkan mungkin siswa akan langsung mengalikan 3 bidang segiempat dan 2 bidang segitiga menjadi 6 bangun datar yang berbeda. Namun tidak tertutup kemungkinan siswa juga tidak memberikan respon sama sekali. Dengan demikian guru juga perlu mempersiapkan antisipasi dari respon-respon tersebut, serta mempersiapkan bantuan (scaffolding) yang harus diberikan pada setiap jenis respon yang muncul.

Selain itu, aspek lain yang juga penting dalam pembelajaran adalah hubungan guru-materi-siswa. Menjaga hubungan baik antara guru-materi-siswa akan menciptakan suatu pembelajaran yang efektif. Jadi, dengan membangun suatu situasi-didaktis yang eksploratif diharapkan dapat menciptakan suatu lintasan belajar matematika yang dapat membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematisnya.


(13)

11

Setiap siswa mempunyai potensi untuk berpikir kreatif. Apabila potensi berpikir kreatif yang ada dalam diri setiap siswa itu didukung oleh lingkungan maka potensi tersebut akan berkembang dengan lebih baik. Hal ini berarti lingkungan sekolah ikut mempengaruhi berkembangnya potensi berpikir kreatif matematis siswa. Sehingga faktor peringkat sekolah diprediksi juga akan mempengaruhi dan perlu mendapat perhatian khusus dalam perkembangan berpikir kreatif matematis siswa.

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa peringkat sekolah berkaitan erat dengan kemampuan siswa secara umum (termasuk matematika). Oleh karena itu untuk menciptakan proses pembelajaran yang mampu mengoptimalkan potensi berpikir kreatif matematis siswa, faktor peringkat sekolah merupakan salah satu hal perlu untuk dipertimbangkan. Hal ini harus dipersiapkan agar guru dapat membuat persiapan untuk mengantisipasi setiap kemungkinan respon yang akan muncul dari siswa. Antisipasi yang perlu dipersiapkan dalam hal ini baik yang berupa antisipasi didaktis maupun antisipasi pedagogisnya.

Selain faktor peringkat sekolah, faktor pengetahuan awal matematika siswa juga berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Hal ini didasarkan pada sifat hirarkis dari materi-materi matematika. Materi dalam pelajaran matematika berupa konsep-konsep yang saling berkaitan sehingga untuk mempelajari suatu konsep matematika dibutuhkan pengetahuan awal matematika atau pengetahuan dasar matematika yang baik berkaitan dengan konsep tersebut. Pengetahuan awal matematika yang dimiliki seorang siswa diperlukan agar siswa tersebut dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Sehingga siswa yang mempunyai pengetahuan awal matematika yang baik akan mempunyai kemampuan berpikir


(14)

12

kreatif matematis yang baik juga. Hal ini didukung juga dari hasil penelitian Ratnaningsih (2007: 239) yang mengatakan terdapat interaksi antara pembelajaran dengan pengetahuan awal matematika dalam kemampuan berpikir kreatif matematik siswa.

Selain faktor kognitif, hal lain yang turut mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor non-kognitif. Faktor kognitif berkaitan dengan kemampuan otak dalam berpikir. Sedangkan faktor non kognitif adalah kemampuan di luar kemampuan otak dalam berpikir, contohnya keyakinan siswa terhadap matematika.

Faktor non-kognitif yang berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa adalah faktor afektif dan faktor metakognitif. Faktor afektif mengacu pada perasaan (feelings) dan kecenderungan hati (mood). Ada tiga faktor afektif yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran matematika siswa, yaitu: keyakinan, sikap dan emosi. Faktor keyakinan akan berpengaruh pada saat siswa melakukan suatu proses penyelidikan yang tergambar pada tindakan, upaya, ketekunan, fleksibilitas dalam perbedaan, dan realisasi tujuan. Salah satu bagian dari keyakinan siswa adalah keyakinan diri mereka terhadap matematika atau self efficcacy. Oleh karena itu dibutuhkan suatu self efficacy terhadap matematika yang kuat dalam diri siswa agar dia dapat berhasil dalam proses pembelajaran. Menurut Schunk (1987) siswa dengan self efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya tugas-tugas yang menantang, sedangkan siswa dengan self efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Hal ini sejalan dengan


(15)

13

pendapat dari Siskandar (2004) yang mengemukakan dari sisi siswa, khususnya bagi siswa yang berkemampuan rata-rata dan di bawah rata-rata masih belum mencapai standar kompetensi yang diharapkan, sehingga cenderung kehilangan kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Hal ini memberikan isyarat bahwa agar siswa dapat berhasil dalam melakukan eksplorasi maka dia harus mempunyai self efficacy yang tinggi terhadap matematika.

Berdasarkan uraian bahwa pembelajaran inkuiri dapat menjadikan siswa kreatif, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mengkaji secara lebih mendalam mengenai pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri dan self efficacy siswa terhadap matematika serta melihat keterkaitan antar keduanya. Penelitian ini memfokuskan pada pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan self efficacy terhadap matematika siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) melalui pembelajaran inkuiri.

B. Rumusan Masalah

Beberapa faktor yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: faktor pendekatan pembelajaran, kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM) dan self efficacy (SE) siswa terhadap matematika. Selain itu diperhatikan juga faktor peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah) dan kelompok pengetahuan awal matematika (PAM) sebagai variabel kontrol.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, permasalahan dalam penelitian ini yang ingin diungkap dan dicari jawabannya dirumuskan


(16)

14

sebagai berikut: Apakah perkembangan KBKM dan SE siswa sekolah menengah atas yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran inkuiri lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan cara biasa?

Selanjutnya, dari rumusan masalah utama tersebut beberapa sub-sub masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan KBKM siswa antara yang memperoleh pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa, ditinjau dari: a) keseluruhan, b) peringkat sekolah (tinggi, sedang, rendah), dan, c) kelompok PAM (atas, tengah, bawah) ?

2. Apakah perkembangan KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri lebih baik dari yang memperoleh pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, b) peringkat sekolah (tinggi, sedang, rendah) dan, c) PAM (atas, tengah, bawah)?

3. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan peringkat sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) dalam pengembangan KBKM siswa?

4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan PAM (atas, tengah, dan bawah) dalam pengembangan KBKM siswa?

5. Apakah terdapat perbedaan SE terhadap matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa, ditinjau dari: a) keseluruhan, b) peringkat sekolah (tinggi, sedang, rendah), dan kelompok PAM (atas, tengah, bawah) ?


(17)

15

6. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan peringkat sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) pada SE siswa terhadap matematika?

7. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan PAM (atas, tengah, dan bawah) pada SE siswa terhadap matematika?

8. Bagaimana kualitas KBKM siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa?

9. Bagaimana tingkat berpikir kreatif matematis siswa dalam menyelesaikan masalah dilihat dari faktor peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran yang digunakan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan KBKM dan SE terhadap matematika siswa sekolah menengah atas. Perkembangan ini ditinjau dari pembelajaran yang diberikan yaitu pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa. Jadi tujuannya adalah untuk mengetahui apakah perkembangan KBKM dan SE terhadap matematika siswa sekolah menengah atas yang mendapatkan pembelajaran inkuiri lebih baik dari siswa yang mendapatkan pembelajaran biasa. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis secara komprehensif kualitas KBKM siswa antara yang memperoleh pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa, ditinjau dari: a) keseluruhan, b) peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah), dan kelompok PAM (atas, tengah, bawah).


(18)

16

2. Menganalisis secara komprehensif kualitas SE terhadap matematika antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa, ditinjau dari: a) keseluruhan, b) peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah), dan PAM (atas, tengah, bawah).

3. Menganalisis secara komprehensif kualitas KBKM siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.

4. Menelaah secara mendalam tentang interaksi antara model pembelajaran dan peringkat sekolah dalam mengembangkan KBKM siswa.

5. Menelaah secara mendalam tentang interaksi antara model pembelajaran dan PAM dalam mengembangkan KBKM siswa.

6. Menelaah secara mendalam tentang interaksi antara model pembelajaran dan peringkat sekolah dalam mengembangkan SE siswa terhadap matematika. 7. Menelaah secara mendalam tentang interaksi antara model pembelajaran dan

PAM dalam mengembangkan SE siswa terhadap matematika.

8. Menelaah secara mendalam tentang tahap dan tingkat berpikir berpikir kreatif matematis siwa dalam menyelesaikan masalah siswa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.

1. Secara teoritis, penelitian ini akan menguji sejauh mana keberlakuan dan keterhandalan pembelajaran inkuiri dalam mengembangkan KBKM siswa dan SE siswa terhadap matematika. Dengan adanya perkembangan KBKM dan SE siswa terhadap matematika ini, diharapkan dapat membangun budaya berpikir yang lebih baik pada diri siswa.


(19)

17

2. Secara praktis, pembelajaran inkuiri dalam matematika yang melibatkan guru dan siswa dalam penelitian ini dapat:

a. Dengan pembelajaran inkuiri akan memberikan dampak pada kebiasaan belajar yang baik dan berpandangan positif terhadap matematika. Dengan berkembangnya KBKM siswa dan SE siswa terhadap matematika, diharapkan dapat memberikan dampak pada cara siswa menanggapi suatu permasalahan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pembelajaran inkuiri dapat dijadikan salah satu pembelajaran alternatif dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru dapat memilih pembelajaran ini untuk menggali KBKM siswa dan keaktifan siswa serta membuat siswa mempunyai SE yang kuat terhadap matematika dalam proses pembelajarannya.

c. Memberikan pengalaman dan pengayaan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan penelitian-penelitian lanjut yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

d. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan KBKM siswa dan SE siswa terhadap matematika pada berbagai jenjang pendidikan dan perluasan pada materi yang berbeda.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran, maka perlu diberikan batasan istilah atau definisi operasional sebagai berikut:

1. Berpikir kreatif merupakan suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun suatu ide atau gagasan yang “baru” secara fasih dan


(20)

18

fleksibel. Ide dalam pengertian di sini adalah ide dalam menyelesaikan masalah matematika dengan tepat atau sesuai permintaan.

2. Kemampuan berpikir kreatif matematis (KBKM) adalah kemampuan berpikir yang meliputi kelancaran, keluwesan, keaslian dan keterincian dalam kegiatan bermatematika pada suatu topik matematika.

3. Kelancaran dalam menyelesaikan masalah mengacu pada keberagaman jawaban masalah yang dibuat siswa dengan benar. Beberapa jawaban masalah dikatakan beragam, bila jawaban-jawaban tampak berlainan dan mengikuti pola tertentu, seperti jenis bangun datarnya sama tetapi ukurannya berbeda. 4. Keluwesan dalam menyelesaikan masalah mengacu pada kemampuan siswa

memecahkan masalah dengan berbagai cara yang berbeda.

5. Kebaruan dalam menyelesaikan masalah mengacu pada kemampuan siswa menjawab masalah dengan beberapa jawaban yang berbeda-beda tetapi bernilai benar atau satu jawaban yang “tidak biasa” dilakukan oleh individu (siswa) pada tingkat pengetahuannya. Beberapa jawaban dikatakan berbeda, bila jawaban itu tampak berlainan dan tidak mengikuti pola tertentu, seperti bangun datar yang merupakan gabungan dari beberapa macam bangun datar. 6. Pembelajaran inkuiri adalah suatu pembelajaran yang menempatkan siswa

pada bagaimana cara-cara melakukan keterampilan matematika melalui proses penyelidikan. Tahap-tahap pembelajaran inkuiri meliputi: kegiatan merencanakan (planning), mengingat atau melihat kembali berbagai informasi yang relevan (retrieving), menyelesaikan (processing), membuat atau menciptakan penyelesaian (creating), mendiskusikan (sharing) dan evaluasi atau menilai (evaluating).


(21)

19

7. Self Efficacy siswa terhadap matematika adalah pertimbangan seseorang tentang kemampuan dirinya untuk mencapai tingkatan kinerja (performansi) yang diinginkan atau ditentukan, yang akan mempengaruhi tindakan selanjutnya. Self Efficacy dalam penelitian ini meliputi pengalaman otentik, pengalaman orang lain, pendekatan sosial atau verbal, dan indeks psikologis. 8. Pengalaman otentik (authentic mastery experiences), yang merupakan sumber

yang paling berpengaruh terhadap self efficacy seseorang , karena kegagalan/ keberhasilan pengalaman yang lalu akan menurunkan/meningkatkan self-efficacy seseorang untuk pengalaman yang serupa di masa yang akan datang. 9. Pengalaman orang lain (vicarious experience), dengan memperhatikan

keberhasilan/kegagalan orang lain, seseorang dapat mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk membuat pertimbangan tentang kemampuan dirinya sendiri.

10. Pendekatan sosial atau verbal, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan meyakini seseorang bahwa ia memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu. Perlu diperhatikan, bahwa pernyataan negatif tentang kompetensi seseorang dalam area tertentu sangat berakibat buruk terhadap mereka yang sudah kehilangan kepercayaan diri.

11. Indeks psikologis, di mana status fisik dan emosi akan mempengaruhi kemampuan seseorang. Emosi yang tinggi, seperti kecemasan akan matematika akan merubah kepercayaan diri seseorang tentang kemampuannya. Seseorang dalam keadaan stress, depresi, atau tegang dapat menjadi indikator kecenderungan akan terjadinya kegagalan.


(22)

20


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Disain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental yang menerapkan pembelajaran inkuiri. Disain dalam penelitian ini adalah “kuasi-eksperimen”. Menurut Ruseffendi (1994) pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi menerima keadaan subjek apa adanya. Penggunaan disain seperti ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa, kelas yang ada telah terbentuk sebelumnya, sehingga tidak dilakukan lagi pengelompokkan secara acak. Pembentukan kelas baru hanya akan menyebabkan kekacauan jadwal pelajaran yang telah ada di sekolah. Dalam penelitian ini melibatkan dua kelompok subjek secara acak kelas pada masing-masing kelompok sekolah. Sebelum dan setelah pemberian pembelajaran, diadakan tes kemampuan berpikir kreatif matematis. Selanjutnya digunakan disain kelompok kontrol pretes-postes seperti berikut:

O X O

O O

Keterangan: X = Pembelajaran Inkuiri

O = Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM)

Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pembelajaran inkuiri terhadap KBKM siswa maka dalam penelitian ini dilibatkan faktor peringkat sekolah (tinggi, sedang, rendah) dan faktor PAM siswa (atas, tengah, dan bawah). Disain penelitian disajikan dalam model Weiner seperti pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2. berikut ini.


(24)

72

Tabel 3.1

Keterkaitan antara KBKM, Model Pembelajaran, Peringkat Sekolah, dan PAM Siswa

Berpikir Kreatif Matematis (K) Pembelajaran Inkuiri (IK) Biasa (PB) Peringkat Sekolah (PS) Tinggi (T) Sedang (S) Rendah (R) Tinggi (T) Sedang (S) Rendah (R) Atas (A) KAT-

IK KAS-IK KAR-IK KAT-PB KAS-PB

KAR-PB Tengah (E) KET- IK KES-

IK KER-IK KET-PB KES-PB KER-PB P

A

M Bawah

(W) KWT-IK KWS-IK

KWR-IK KWT-PB KWS-PB KWR-PB KT-IK KS-IK KR-IK KT-PB KS-PB KR-PB

K-IK K-PB

Keterangan:

K-IK : KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri

KT-IK : KBKM siswa pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh pembelajaran inkuiri

KAT-IK : KBKM siswa kelompok atas pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh pembelajaran inkuiri

K-PB : KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran biasa

KT-PB : KBKM siswa pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa

KAT-PB : KBKM siswa kelompok atas pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa

Tabel 3.2

Keterkaitan antara SE Siswa terhadap Matematika, Model Pembelajaran, Peringkat Sekolah, dan PAM Siswa

SE Siswa terhadap Matematika (Se)

Pembelajaran Inkuiri (IK) Biasa (PB) Peringkat Sekolah (PS) Tinggi (T) Sedang (S) Rendah (R) Tinggi (T) Sedang (S) Rendah (R) Atas (A)

SeAT-

IK SeAS-IK SeAR-IK

Se

AT-PB

Se

AS-PB

Se

AR-PB Tengah

(E)

SeET-

IK

SeES-

IK SeER-IK SeET-PB SeES-PB

Se

ER-PB P

A M

Bawah

(W) SeWT-IK

Se

WS-IK

Se

WR-IK

Se

WT-PB

Se

WS-PB

Se

WR-PB SeT-IK SeS-IK SeR-IK SeT-PB SeS-PB SeR-PB


(25)

73

Keterangan:

Se-IK : SE terhadap matematika siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri

SeT-IK : SE terhadap matematika siswa pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh pembelajaran inkuiri

SeAT-IK : SE terhadap matematika siswa kelompok atas pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh pembelajaran inkuiri

Se-PB : SE terhadap matematika siswa yang memperoleh pembelajaran biasa

SeT-PB : SE terhadap matematika siswa pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa

SeAT-PB : SE terhadap matematika siswa kelompok atas pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa

B. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Bengkulu. Sedangkan sampelnya ditentukan dengan teknik stratified sampling. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA yang ada di Kota Bengkulu diambil dari sekolah yang tergolong peringkat tinggi (T), sedang (S) dan rendah (R). Selanjutnya diambil dua kelas, satu kelas ditetapkan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang memperoleh pembelajaran inkuiri (IK) dan satu kelas lagi sebagai kelompok kontrol yaitu kelas yang memperoleh pembelajaran biasa (PB). Sampel penelitian diambil dari kelas XI SMA dengan pertimbangan siswa kelas XI merupakan siswa kelas menengah pada jenjangnya, dan diperkirakan kemampuan dasarnya relatif sudah sama.

Dalam menetapkan sampel penelitian ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:


(26)

74

1. Menggolongkan sekolah dalam kualifikasi kelompok tinggi, sedang dan rendah berdasarkan data dari Dinas Pendidikan Kota Bengkulu yaitu rata-rata nilai UN dua tahun terakhir (tahun 2008 dan 2009). Berdasarkan kondisi objektif perolehan jumlah rata-rata nilai ujian nasional dalam dua tahun terakhir, dari 10 SMA di Kota Bengkulu terdapat 3 sekolah pada peringkat tinggi, 4 sekolah pada peringkat sedang dan 3 sekolah pada peringkat rendah. 2. Memilih masing-masing satu sekolah dari ketiga peringkat yang ada dengan menggunakan teknik strata (stratified sampling). Dari peringkat sekolah tinggi, sedang dan rendah masing-masing dipilih satu sekolah secara acak, terpilih SMA Negeri 2 Kota Bengkulu yang mewakili sekolah peringkat tinggi, SMA Negeri 6 Kota Bengkulu mewakili sekolah peringkat sedang dan SMA Negeri 9 Kota Bengkulu mewakili sekolah peringkat rendah.

3. Pada sekolah yang terpilih sebagai sampel dilakukan proses pemilihan secara acak berkelompok (cluster random sampling) untuk menentukan tiga kelompok siswa yang akan menjadi kelompok eksperimen dan tiga kelompok siswa yang akan menjadi kelompok kontrol. Hal ini dilakukan karena sebelum penelitian dilakukan siswa sudah terkelompok menurut kelas yang masing-masing mempunyai jadwal dan administrasi yang tertata, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan pengambilan acak secara individu.

4. Pada masing-masing kelompok siswa akan dilakukan pengelompokkan kembali berdasarkan PAM yang dimilikinya. PAM siswa didasarkan pada tes kemampuan matematika umum yang diberikan di awal penelitian, juga dilihat dari tes formatif bidang studi matematika yang diperoleh siswa pada materi sebelumnya. Selain didasarkan pada tes PAM, nilai raport akan digunakan


(27)

75

untuk memperkuat asumsi tentang pengelompokkan kemampuan siswa berdasarkan PAM.

Setiap kelompok sampel SMA yang dipilih berdasarkan peringkat sekolah tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R), kelompok eksperimen mendapat pembelajaran inkuiri sedangkan kelompok kontrol mendapat pembelajaran biasa. Sekolah dengan peringkat tinggi yang terpilih sebagai tempat penelitian adalah SMA Negeri 2 Kota Bengkulu, dengan siswa kelas XI IPA D sebagai kelompok eksperimen dan kelas XI IPA E sebagai kelompok kontrol. Pada sekolah peringkat sedang, terpilih SMA Negeri 6 Kota Bengkulu dengan Kelas XI IPA C sebagai kelas eskperimen dan Kelas XI IPA B sebagai kelas kontrol. SMA Negeri 9 Kota Bengkulu terpilih sebagai tempat penelitian mewakili sekolah dengan peringkat rendah dan kelas XI IPA 1 sebagai kelompok eksperimen dan XI IPA 2 sebagai kelas kontrol.

Pemilahan kelompok sampel beserta ukurannya disajikan secara ringkas pada Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3

Sampel Penelitian Berdasarkan Peringkat Sekolah

Peringkat Sekolah Sekolah Kelompok Subjek Ukuran Sampel Siswa Kelas XI IPA D

(Kelompok Inkuiri) 37

Tinggi SMAN

2 Siswa Kelas XI IPA E

(Kelompok Biasa) 36

Siswa Kelas XI IPA C

(Kelompok Inkuiri) 32

Sedang SMAN

6 Siswa Kelas XI IPA B

(Kelompok Biasa) 32

Siswa Kelas XI IPA 1

(Kelompok Inkuiri) 37

Rendah SMAN

9 Siswa Kelas XI IPA 2


(28)

76

C. Variabel Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang penerapan pembelajaran matematika di kelas XI SMA melalui pembelajaran inkuiri untuk melihat pengaruhnya terhadap perkembangan KBKM dan SE siswa terhadap matematika. Penelitian ini juga membandingkan perlakuan antara pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa.

Variabel kontrol yang juga menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah PAM siswa yaitu kategori atas, tengah dan bawah. Kelompok PAM siswa adalah tingkat kedudukan siswa yang didasarkan pada hasil skor dari tes PAM dalam satu kelas. Siswa yang hasil skornya berada pada sepertiga bagian atas diasumsikan sebagai siswa berkemampuan tinggi. Siswa yang berada pada sepertiga bagian tengah merupakan siswa berkemampuan sedang, dan yang berada pada sepertiga bagian bawah adalah siswa berkemampuan rendah.

Dari uraian tersebut, maka variabel pada penelitian ini meliputi variabel bebas yakni, model pembelajaran yang meliputi: pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa, sedangkan variabel terikatnya adalah KBKM dan SE siswa terhadap matematika, serta variabel kontrolnya adalah peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah) dan kelompok PAM (atas, tengah dan bawah).

D. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Penelitian ini menggunakan lima jenis instrumen, yaitu tes PAM siswa, tes KBKM, skala SE siswa untuk mengetahui keyakinan diri terhadap matematika yang dimiliki siswa, pedoman observasi untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran inkuiri dan pedoman wawancara untuk mengetahui


(29)

77

proses berpikir kreatif dan tingkat berpikir kreatif matematis yang terjadi dalam diri siswa pada saat mengerjakan tes KBKM.

Langkah awal yang dilakukan adalah membuat kisi-kisi dan merancang instrument penelitian tersebut, kemudian dilakukan penilaian ahli. Ahli dalam hal ini adalah para validator berkompeten untuk menilai instrumen penelitian dan memberikan masukan atau saran yang digunakan bagi penyempurnaan instrument yang telah disusun.

Pengembangan KBKM diukur melalui tes berbentuk uraian yang dibuat berdasarkan indikator-indikator KBKM. Tes ini diberikan sebelum (pretes) dan sesudah (postes) pembelajaran. Namun sebelum digunakan tes ini terlebih dulu dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya.

Untuk mengetahui validitas isi, dilakukan berdasarkan pertimbangan (judgement) dari para ahli, atau orang yang dianggap ahli dalam bidang pendidikan matematika. Dalam penelitian ini proses validasi dilakukan oleh lima orang validator yang merupakan mahasiswa program doktor Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia, dan hasilnya dikonsultasikan dengan tim promotor.

Validitas soal yang dinilai validator adalah: (1) kesesuaian antara indikator dan butir soal, (2) kejelasan bahasa dalam soal, (3) ksesuaian soal dengan tingkat kemampuan siswa, dan (4) kebenaran materi yang diberikan.

Sedangkan tingkat validitas dapat diketahui dengan menentukan koefisien korelasi antara instrumen evaluasi dengan alat ukur lainnya yang diasumsikan memiliki


(30)

78

validitas yang baik. Untuk mengetahui koefisien korelasi tersebut, digunakan rumus korelasi produk-moment dengan angka kasar.

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan mempunyai validitas tinggi apabila skor soal tersebut memberikan dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi produk-moment dengan angka kasar, dalam hal ini menggunakan program SPSS 17.

Reliabilitas suatu instrumen evaluasi adalah keajegan/kekonsistenan instrumen tersebut bila diberikan kepada subjek yang sama walaupun oleh orang yang berbeda, maka akan memberikan hasil yang relatif sama (Suherman, 1990). Untuk mengetahui tingkat reliabilitas pada tes kemampuan berpikir kreatif matematis yang berbentuk uraian digunakan rumus Alpha.

SE siswa terhadap matematika diperoleh melalui skala SE yang memuat pernyataan-pernyataan yang harus direspon siswa dengan empat pilihan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS).

Lembar observasi digunakan untuk mengamati kegiatan atau aktivitas guru dan siswa selama dilakukan pembelajaran inkuiri. Sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk mengetahui proses berpikir dan tahap KBKM yang dilakukan siswa pada saat mengerjakan soal tes KBKM. Berikut dikemukakan uraian dari masing-masing instrumen penelitian tersebut.


(31)

79

1. Tes Pengetahuan Awal Matematika (PAM)

Tes ini digunakan untuk mengetahui PAM siswa sebelum pembelajaran berlangsung, juga digunakan untuk memperoleh kesetaraan rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, sekaligus untuk mengelompokkan siswa menurut kemampuannya, yaitu siswa yang berkemampuan atas, tengah dan bawah. Tes PAM siswa ini berupa soal tes objektif (pilihan ganda) yang dipilih dari tes Ujian Akhir Nasional (UAN) matematika yang memuat materi pada kelas X dan XI SMA. Pertimbangan dipilihnya soal-soal UAN adalah soal-soal tersebut telah memenuhi standar nasional sebagai alat ukur yang baik. Soal tersebut berbentuk pilihan ganda dan setiap soal mempunyai lima pilihan jawaban, selain itu siswa diminta memberi alasan mengapa memilih jawaban tersebut. Sebelum tes digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan uji validitas untuk melihat validitas isi dan validitas muka. Uji validitas sis dan validitas muka dilakukan oleh para penimbang yang dianggap ahli dan mempunyai pengalaman mengajar dalam bidang pendidikan matematika. Untuk mengukur validitas isi, dilakukan pertimbangan berdasarkan pada kesesuaian soal dengan kriteria aspek-aspek PAM, kesesuaian soal dengan materi ajar kelas XI, dan kesesuaian tingkat kesukaran untuk siswa kelas tersebut. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan dilakukan berdasarkan pada kejelasan soal tes dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi.

Uji validitas isi dan validitas muka dilakukan oleh lima orang penimbang yang berlatar belakang pendidikan S2 pendidikan matematika (sedang menempuh jenjang pendidikan S3). Kelima orang penimbang tersebut diminta untuk memberikan pertimbangannya terhadap soal PAM.


(32)

80

Hasil pertimbangan mengenai validitas isi dan validitas muka secara lengkap disajikan pada Lampiran A1. Hasil pertimbangan validitas isi dianalisis dengan menggunakan statistic Q-Cochran yang bertujuan untuk mengetahui keseragaman para penimbang terhadap tes PAM ditinjau dari kesesuaian materi ajar SMA kelas XI dan kesesuaian tingkat kesukaran untuk siswa kelas XI tersebut. Dari hasil pengolahan data pertimbangan validator disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan yang seragam terhadap tiap butir tes PAM dari segi kesesuaian materi ajar SMA kelas XI dan kesesuaian tingkat kesukaran untuk siswa kelas XI tersebut.

Hasil pertimbangan terhadap validitas muka juga dianalisis dengan menggunakan statistic Q-Cochran yang bertujuan untuk mengetahui keseragaman para penimbang terhadap tes PAM ditinjau dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi. Hasil pengolahan data pertimbangan para validator diperoleh asymp. Sig. = 0,926 atau probabilitas lebih besar dari 0,05. ini berarti pada taraf signifikansi = 5% dapat disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan yang seragam terhadap tiap butir tes PAM dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi.

Selanjutnya perangkat tes diujicobakan secara terbatas pada 5 orang siswa di luar sampel penelitian tetapi telah menerima materi yang diteskan. Ujicoba terbatas ini dilakukan untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa sekaligus memperoleh gambaran apakah butir-butir soal yang akan diteskan dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Dari hasil ujicoba terbatas diperoleh gambaran bahwa semua soal dapat dipahami dengan baik oleh siswa.


(33)

81

Pemberian tes PAM, selain bertujuan untuk mengetahui PAM siswa sebelum pembelajaran berlangsung juga dimaksudkan untuk memperoleh kesetaraan rata-rata kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu tes PAM juga digunakan untuk menempatkan siswa berdasarkan PAM yang dimilikinya. Berdasarkan perolehan skor tes PAM, siswa dibagi ke dalam tiga kelompok atas, siswa kelompok tengah dan siswa kelompok bawah. Kriteria pengelompokkan berdasarkan skor rata-rata (x) dan simpangan baku (sb) yaitu:

PAM −x + sb : Siswa kelompok atas

x - sb PAM <

x + sb : Siswa kelompok tengah PAM < x− - sb : Siswa kelompok bawah

Hasil perhitungan terhadap data PAM siswa, diperoleh =21,77

x dan

sb = 4,16, sehingga kriteria pengelompokan siswa adalah:

Skor PAM 25,93 : Siswa Kelompok Atas 17,61 Skor PAM < 25,93 : Siswa Kelompok Tengah Skor PAM < 17,61 : Siswa Kelompok Bawah

Banyaknya siswa yang berada pada kelompok tinggi, sedang dan rendah pada sekolah peringkat tinggi, sedang dan rendah disajikan pada Tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4

Banyaknya Siswa Kelompok Tinggi, Sedang dan Rendah Berdasarkan Kelompok PAM

Eksperimen (Inkuiri) Kontrol (Biasa) Kel.

PAM Tg Sd Rd Jumlah Tg Sd Rd Jumlah Total

Atas 13 6 5 24 11 4 5 20 44

Tengah 20 19 25 64 20 20 24 64 128

Bawah 4 7 7 18 5 8 8 21 39

Total 37 32 37 106 36 32 37 105 211 Tg = Tinggi; Sd = Sedang; Rd = Rendah


(34)

82

2. Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM)

Penyusunan tes KBKM bertujuan untuk mengukur KBKM siswa kelas XI dalam empat aspek yaitu kelancaran, keluwesan, keaslian dan keterincian. Materi yang diberikan dalam tes adalah aturan perkalian, permutasi, kombinasi dan peluang suatu kejadian. Soal ini berbentuk uraian sebanyak 5 soal, masing-masing soal mengukur lebih dari satu aspek KBKM. Pemberian tes dilakukan sebelum dan setelah proses pembelajaran.

Penyusunan tes KBKM ini mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2006 Matematika untuk kelas XI Sekolah Menengah Atas. Untuk mengukur KBKM siswa pada masing-masing soal, berpedoman pada kriteria penskoran menggunakan rubrik skor dari Bosch (dalam Ratnaningsih, 2007). Pedoman penskoran tes KBKM disajikan pada Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5

Pedoman Penskoran Tes KBKM Aspek yang

Diukur

Skor Respon Siswa pada Masalah Kemampuan Kelancaran (fluency) 0 1 2 3 4

Tidak menjawab atau memberikan ide yang tidak relevan untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan. Memberikan sebuah ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.

Memberikan satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas. Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah tetapi pengungkapannya kurang jelas.

Memberikan lebih dari satu ide yang relevan dengan penyelesaian masalah dan pengungkapannya lengkap serta jelas.

Kemampuan Keluwesan (flexibility)

0 Tidak menjawab atau memberikan jawaban dengan satu cara atau lebih tetapi semuanya salah.


(35)

83

1

2

3

4

Memberikan jawaban hanya dengan satu cara dan terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan sehingga hasilnya salah

Memberikan jawaban dengan satu cara, proses perhitungan dan hasilnya benar

Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan.

Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam), proses perhitungan dan hasilnya benar

Kemampuan Keaslian (Originality) 0 1 2 3 4

Tidak memberikan jawaban atau memberikan jawaban salah

Memberikan jawaban dengan caranya sendiri tetapi tidak dapat dipahami

Memberikan jawaban dengan caranya sendiri, proses perhitungan sudah terarah tetapi tidak selesai

Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam) tetapi hasilnya ada yang salah karena terdapat kekeliruan dalam proses perhitungan

Memberikan jawaban lebih dari satu cara (beragam), proses perhitungan dan hasilnya benar

Kemampuan Keterincian (Elaboration) 0 1 2 3 4

Tidak menjawab atau memberikan jawaban yang salah Terdapat kekeliruan dalam memperluas situasi tanpa disertai perincian

Terdapat kekeliruan dalam memperluas dan disertai perincian yang kurang detil

Memperluas situasi dengan benar dan merincinya kurang detil

Memperluas situasi dengan benar dan merincinya secara detil

Sebelum tes digunakan terlebih dahulu divalidasi untuk melihat validitas isi dan validitas muka, kemudian diujicobakan secara empiris. Uji validitas isi dan muka untuk tes KBKM dilakukan oleh lima orang penimbang yang berlatar


(36)

84

belakang pendidikan S2 pendidikan matematika (sedang menempuh pendidikan S3 pada jurusan pendidikan matematika SPs UPI). Untuk mengukur validitas isi, pertimbangan didasarkan pada kesesuaian butir tes dengan materi ajar kelas XI, tingkat kesulitan untuk siswa kelas tersebut. Untuk mengukur validitas muka, pertimbangan didasarkan pada kejelasan butir tes dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi.

Hasil pertimbangan dari kelima orang ahli disajikan pada Lampiran A2. Hasil pertimbangan validitas isi dianalisis dengan menggunakan statistic Q-Cochran yang bertujuan untuk mengetahui keseragaman para penimbang terhadap tes KBKM ditinjau dari kesesuaian materi ajar SMA kelas XI dan kesesuaian tingkat kesukaran untuk siswa kelas XI tersebut. Pengolahan data pertimbangan validator menghasilkan nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05. ini berarti pada taraf signifikansi = 5% dapat disimpulkan bahwa para penimbang melakukan pertimbangan yang seragam terhadap tiap butir tes KBKM dari segi kesesuaian tes dengan materi ajar SMA kelas XI dan kesesuaian tingkat kesukaran untuk siswa kelas tersebut.

Hasil pertimbangan terhadap validitas muka juga dianalisis dengan menggunakan statistic Q-Cochran yang bertujuan untuk mengetahui keseragaman para penimbang terhadap tes KBKM ditinjau dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi. Hasil pengolahan data pertimbangan para validator mendapatkan nilai asymp. Sig = 0,896 atau probabilitas lebih besar dari 0,05. ini berarti pada taraf signifikansi = 5% dapat disimpulkan bahwa para


(37)

85

penimbang melakukan pertimbangan yang seragam terhadap tiap butir tes KBKM dari segi bahasa dan redaksi, sajian, serta akurasi gambar atau ilustrasi.

Setelah instrumen dinyatakan memenuhi validitas isi dan validitas muka kemudian tes KBKM diujicobakan secara terbatas kepada 5 orang siswa diluar sampel penelitian tetapi telah menerima materi yang diteskan. Tujuan dari ujicoba terbatas ini, untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa sekaligus memperoleh gambaran apakah butir-butir tes yang akan diteskan dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Dari hasil ujicoba terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua butir tes dapat dipahami dengan baik oleh siswa, meskipun masih harus dilakukan perbaikan seperlunya.

Selanjutnya tes KBKM tersebut diujicobakan pada siswa kelas XII IPA sebanyak 38 orang. Data hasil ujicoba tes serta perhitungan reliabilitas instrumen dan validitas butir tes selengkapnya terdapat pada Lampiran A3. Perhitungan reliabilitas soal dan validitas tes menggunakan perangkat lunak SPSS-17. Untuk reliabilitas tes digunakan Cronbach-Alpha, dan untuk validitas butir tes digunakan korelasi product moment dari Karl Pearson dilanjutkan dengan korelasi bagian total. Hasil perhitungan reliabilitas dan validitas disajikan pada Lampiran A4.

Hasil pengolahan data ujicoba diperoleh besarnya koefisien realiabilitas adalah r11 = 0,85. Menurut Guilford (Ruseffendi, 1991b: 197), instrumen dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,85 termasuk instrumen dengan reliabilitas tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa tes KBKM telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan pada penelitian. Kisi-kisi dan perangkat soal tes berpikir kreatif matematis selengkapnya disajikan pada Lampiran A5.


(38)

86

3. Skala SE Siswa terhadap Matematika

Untuk mengetahui SE siswa terhadap matematika dilakukan dengan skala SE siswa yang disusun dan dikembangkan dengan mengacu pada aspek-aspek pengalaman kinerja, pengalaman orang lain, aspek dukungan langsung/sosial, aspek psikologis dan afektif. Butir pernyataan SE siswa terhadap matematika terdiri atas 40 item dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Pilihan jawaban netral (ragu-ragu) tidak digunakan untuk menghindari jawaban aman dan mendorong siswa untuk melakukan keberpihakan jawaban. Instrumen ini diberikan kepada siswa setelah pelaksanaan pembelajaran. Sebelum instrumen digunakan, dilakukan ujicoba empiris dalam dua tahap. Tahap pertama dilakukan ujicoba terbatas pada 5 orang siswa diluar sampel tetapi setara. Tujuan dari ujicoba terbatas ini, untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh gambaran apakah pernyataan-pernyataan dari skala SE siswa terhadap matematika dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Dari hasil ujicoba secara terbatas, ternyata diperoleh gambaran bahwa semua pernyataan dapat dipahami dengan baik oleh siswa, meskipun masih harus dilakukan perbaikan seperlunya.

Setelah instrumen skala SE siswa terhadap matematika dinyatakan layak untuk digunakan, kemudian dilakukan ujicoba tahap kedua pada siswa kelas XI IPA A SMA Negeri 6 Kota Bengkulu sebanyak 38 orang. Kisi-kisi dan instrumen ujicoba terdapat pada Lampiran A6. Tujuan ujicoba adalah untuk mengetahui validitas setiap butir pernyataan dan sekaligus untuk menghitung skor setiap pilihan (SS, S, TS STS) dari setiap pernyataan. Dengan demikian, pemberian skor setiap pilihan dari pernyataan skala SE siswa terhadap matematika ditentukan


(39)

87

secara aposteriori yaitu berdasarkan distribusi jawaban responden atau dengan kata lain menentukan nilai skala dengan deviasi normal (Azwar, 2002). Dengan menggunakan cara ini skor SS, S, TS dan STS dari setiap pernyataan dapat berbeda-beda tergantung pada sebaran respon siswa.

Data hasil ujicoba, proses perhitungan validitas butir pernyataan dan skor keyakinan diri siswa terhadap matematika secara lengkap terdapat pada Lampiran A7 dan Lampiran A8. Perhitungan pemberian skor setiap kategori SS, S, TS dan STS dapat dilihat pada Lampiran A9, dan skor skala SE siswa terhadap matematika untuk setiap pernyataan disajikan pada Lampiran A10.

4. Lembar Observasi

Untuk memperoleh hasil penelitian yang optimal, diadakan kegiatan observasi terhadap pelaksanaan proses pembelajaran terutama pada kelompok eksperimen. Lembar observasi sebagai alat bantu untuk kegiatan tersebut. Lembar observasi ini terbagi dua yaitu lembar observasi untuk aktivitas guru dan lembar observasi untuk aktivitas siswa. Lembar observasi untuk aktivitas guru disusun berdasarkan indikator-indikator yang perlu muncul pada pembelajaran inkuiri yang diterapkan pada kelompok eksperimen. Sedangkan lembar observasi untuk aktivitas siswa disusun berdasarkan keaktifan siswa dalam melakukan proses penyelidikan, bertanya, berdiskusi, keterlibatan siswa dalam menyelesaikan masalah, menemukan (kembali) konsep atau pengetahuan.

Lembar observasi berupa daftar ceklis yang digunakan oleh observer pada saat proses pembelajaran berlangsung untuk memantau aktivitas guru dan siswa.


(40)

88

Observasi dilakukan oleh dua atau lebih observer. Sebelum penelitian dimulai, terhadap para observer diberikan arahan dan penjelasan tentang pembelajaran inkuiri yang berkaitan dengan kegiatan observasi. Hasil observasi memberikan gambaran aktivitas guru dan siswa pada setiap kali pertemuan, dan dijadikan bahan refleksi bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran berikutnya. Lembar observasi dapat dilihat pada Lampiran A11.

5. Lembar Wawancara

Wawancara pada siswa dilakukan untuk menggali informasi tentang proses berpikir kreatif matematis yang dilakukan. Wawancara idealnya dilakukan pada semua siswa, tetapi karena keterbatasan kemampuan penelitian maka wawancara hanya dilakukan pada perwakilan siswa berdasarkan dugaan tingkat berpikir yang dimiliki. Prosedur pengembangan pedoman wawancara adalah dengan merancang pedoman wawancara untuk menggali proses berpikir kreatif sekaligus melakukan verifikasi tingkat dan karakteristik berpikir kreatif siswa. Metode wawancara yang digunakan adalah wawancara klinis tak terstruktur, dengan ketentuan:

a. Pertanyaan wawancara yang diajukan disesuaikan dengan hasil penyelesaian masalah yang dilakukan siswa (tulisan maupun penjelasannya).

b. Pertanyaan yang diajukan tidak harus sama dengan yang tertulis pada pedoman ini, tetapi memuat inti permasalahan yang sama.

c. Apabila siswa mengalami kesulitan dengan pertanyaan tertentu, mereka akan didorong merefleksi atau diberikan pertanyaan yang lebih sederhana tanpa menghilangkan inti permasalahan.


(41)

89

d. Dalam pedoman tersebut pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan proses ketika siswa mensintesis ide-ide, membangun ide-ide, merencanakan penerapan dan menerapkan idenya.

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara berbasis tugas, yang dilakukan dengan cara subjek diberi tugas tertulis dan diberi waktu untuk menyelesaikannya. Setelah itu, subjek diwawancarai berdasar pekerjaan yang sudah dilakukan tanpa menunjukkan jawaban tugas sebelumnya. Saat itu dilakukan pengamatan dengan langsung membuat catatan-catatan untuk mendapatkan data tentang aspek-aspek berpikir kreatif siswa (kefasihan, keluwesan, fleksibilitas, dan kebaruan).

Dari kelompok siswa yang telah mengerjakan soal tes KBKM dipilih 5 orang siswa untuk diwawancarai dengan mempertimbangkan hasil pekerjaannya. Dengan cara seperti ini diharapkan dapat mewakili siswa secara keseluruhan. Untuk lebih jelasnya berikut ini merupakan tahapan melaksanakan wawancara. a. Mengelompokkan siswa sesuai dengan hasi tes KBKM.

b. Memilih siswa yang akan diwawancarai sesuai dengan hasil pengerjaan tes KBKM, berdasarkan kelompok yang ada, masing-masing dua orang satu kelompok.

c. Meminta siswa yang terpilih sebagai subjek wawancara untuk mencermati kembali pekerjaan yang telah dilakukannya.

d. Melakukan Tanya jawab dengan siswa secara bergiliran. e. Mencatat semua hasil wawancara.

E. Bahan Ajar

Bahan ajar merupakan salah satu komponen pembelajaran yang penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran serta ikut menentukan keberhasilan


(42)

90

implementasi suatu model pembelajaran. Dalam penelitian ini diimplementasikan pembelajaran inkuiri. Oleh karena itu bahan ajar yang digunakan juga dirancang dan dikembangkan sesuai dengan karakteristik dari pembelajaran inkuiri, serta dengan mempertimbangkan kemampuan yang akan dicapai siswa yaitu KBKM. Selain itu, karena pengimplementasian pembelajaran ini terkait dengan sekolah, maka bahan ajar juga dirancang dan dikembangkan sesuai dengan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) supaya siswa mencapai kompetensi matematika yang relevan dengan tuntutan kurikulum tersebut.

Bahan ajar meliputi materi kaidah perkalian, permutasi, kombinasi, dan peluang suatu kejadian. Pengambilan materi tersebut dengan pertimbangan bahwa materi tersebut dipelajari bertepatan dengan saat melakukan penelitian ini. Sebelum digunakan, bahan ajar terlebih dahulu dilakukan validasi atau penilaian ahli serta diujicobakan secara terbatas, tujuan dari ujicoba terbatas ini, untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh gambaran apakah bahan ajar dapat dipahami siswa dengan baik. Contoh Bahan ajar dapat dilihat pada Lampiran A11.

F. Prosedur Penelitian

Berdasarkan rancangan penelitian dalam penelitian ini, maka prosedur penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap analisis data.


(43)

91

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini persiapan diawali dengan pembuatan proposal, kemudian dilakukan penyusunan instrument penelitian dan memvalidasinya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah sebagai berikut.

a. Merancang perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, meminta penilaian ahli dan melaksanakan ujicoba lapangan sebagai studi pendahuluan. Validasi instrument dilakukan oleh para penimbang yang ahli dan mempunyai pengalaman dalam bidang pendidikan matematika. Kemudian dilakukan ujicoba terbatas pada beberapa orang siswa di masing-masing peringkat sekolah untuk mengetahui tingkat keterbacaan bahasa dan sekaligus memperoleh gambaran apakah instrument yang digunakan dapat dipahami dengan baik oleh siswa.

b. Menganalisis hasil ujicoba perangkat pembelajaran instrument penelitian dengan tujuan untuk memperbaiki perangkat pembelajaran dan instrument penelitian sebelum melaksanakan penelitian.

c. Mensosialisasikan rancangan pembelajaran pada guru dan observer yang dilibatkan dalam penelitian.

d. Melaksanakan tes pengelompokkan. Tes ini bertujuan untuk memilah siswa yang berkemampuan atas, tengah dan bawah. Penentuan kemampuan siswa tersebut, selain sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini, juga dijadikan sebagai pedoman dalam membentuk kelompok belajar selama proses berlangsung di kelas.

e. Mengujicobakan tes KBKM pada siswa di luar sampel tetapi sudah mendapatkan materi yang diujikan, yaitu siswa kelas XII IPA.


(44)

92

2. Tahap Pelaksanaan

Kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut.

a. memberikan pre tes untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes ini untuk mengukur tingkat KBKM siswa sebelum pembelajaran dilakukan.

b. Melaksanakan pembelajaran inkuiri untuk kelas eksperimen dan pembelajaran biasa untuk kelas kontrol (selama kegiatan berlangsung, pada kelas eksperimen dilakukan pengamatan aktivitas siswa dan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran).

c. Memberikan postes untuk kelas ekperimen dan kontrol. d. Memberikan skala SE pada semua siswa.

e. Melakukan wawancara pada beberapa orang siswa yang terpilih sebagai subjek wawancara.

3. Tahap Analisis Data

Kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut. a. Melakukan analisis data dan menguji hipotesis

b. Melakukan pembahasan yang berkaitan dengan analisis data, uji hipotesis, hasil wawancara, dan kajian literatur.

c. Menyimpulkan hasil penelitian.

Diagram berikut memberikan gambaran aliran jalannya penelitian yang dilaksanakan


(45)

93

G. Prosedur Analisis Data

Berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan, terdapat dua jenis data yang diperoleh yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui tes KBKM siswa dalam matematika dan hasil skala SE siswa terhadap matematika yang telah dikuantitatif. Selain dilakukan analisis kuantitatif, juga dilakukan analisis secara kualitatif terhadap jawaban setiap butir soal, data hasil wawancara dan data hasil observasi. Hal ini dilakukan untuk mengkaji lebih jauh tentang KBKM siswa dan SE yang dimilikinya, serta untuk mengetahui apakah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan ketentuan pembelajaran yang ditetapkan pada kedua jenis pembelajaran.

Pengembangan

Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian

Kelas Kontrol Kelas

Eksperimen

PreTes/Tes PAM PreTes/Tes PAM

Pembelajaran Biasa

Pembelajaran Inkuiri

Pos Tes Pos Tes

Pemilihan Subjek Penelitian

Pengumpulan Data

Penganalisisan Data

Pembahasan

Penarikan Simpulan & Pemberian Rekomendasi


(46)

94

Setelah data diperoleh, kemudian dideskripsikan dan diberi tafsiran-tafsiran. Untuk kedalaman analisis serta untuk kepentingan generalisasi, data yang diperoleh dari skor KBKM serta SE siswa terhadap matematika dikelompokkan berdasarkan model pembelajaran yang digunakan (pembelajaran inkuri dan pembelajaran biasa), peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah), dan PAM siswa (atas, tengah dan bawah). Analisis data kuantitatif dilakukan untuk masing-masing pasangan kelompok data sesuai dengan permasalahannya.

Pengolahan data kuantitatif dilakukan melalui dua tahapan utama.

1. Tahap pertama, menguji pensyaratan statistik yang diperlukan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis yaitu uji normalitas sebaran data subjek sampel dan uji homogenitas varians terhadap bagian-bagiannya maupun keseluruhannya. 2. Tahap kedua, untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan dari

masing-masing kelompok, terdapat interaksi atau tidak antara variabel bebas dengan variabel kontrol terhadap variabel terikat sesuai dengan hipotesis yang sudah dikemukakan sebelumnya, digunakan uji-t, ANOVA dua jalur dilanjutkan dengan uji pasangan (post-hoc) yaitu menggunakan uji Scheffe dengan bantuan perangkat lunak SPSS-17 for windows.

Keterkaitan antara masalah, hipotesis, kelompok data yang diolah, dan jenis uji statistik yang digunakan disajikan pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6

Keterkaitan antara Masalah, Hipotesis, Kelompok Data, dan Jenis Uji Statistik yang Digunakan dalam Analisis Data

Masalah Nomor

Hipotesis

Jenis Uji Statistik 1. Perbedaan KBKM siswa antara yang memperoleh

pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa, ditinjau dari: a) keseluruhan, b) peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah), dan c) PAM (atas, tengah, bawah).


(47)

95

2. Interaksi antara model pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan peringkat sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) dalam KBKM siswa

2 ANAVA Dua Jalur 3. Interaksi antara model pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan

PAM (atas, tengah dan bawah) dalam KBKM siswa

3 ANAVA Dua Jalur 4. Perkembangan KBKM siswa yang mendapat pembelajaran

inkuiri lebih baik dari siswa yang mendapat pembelajaran biasa ditinjau dari: a) keseluruhan, b) peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah), dan c) PAM (atas, tengah, bawah).

4 Uji-t

5. Interaksi antara model pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan peringkat sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) dalam KBKM siswa

5 ANAVA Dua Jalur 6. Interaksi antara model pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan

PAM (atas, tengah dan bawah) dalam KBKM siswa

6 ANAVA Dua Jalur 7. Perbedaan SE terhadap matematika antara siswa yang

memperoleh pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa ditinjau dari a) siswa secara keseluruhan, b) peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah), dan c) PAM (atas, tengah, bawah).

7 Uji-t

8. Interaksi antara model pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan peringkat sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) dalam SE siswa terhadap matematika

8 ANAVA Dua Jalur 9. Interaksi antara model pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan

PAM siswa (atas, tengah, dan bawah) dalam SE siswa terhadap matematika

9 Anava Dua Jalur

Data kualitatif diperoleh melalui analisis terhadap jawaban siswa pada soal tes KBKM. Data kualitatif ini berupa langkah-langkah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal. Untuk menggali lebih mendalam dan untuk mengungkap hal-hal yang tidak terlihat dalam lembar jawaban siswa dilakukan wawancara terhadap siswa secara perwakilan dari masing-masing kelompok. Setelah data kualitatif semua terkumpul, kemudian dianalisis dan dideskripsikan untuk melihat tingkat berpikir kreatif matematis siswa berdasarkan model pembelajaran dan peringkat sekolah serta untuk mendukung, memperjelas, atau melengkapi hasil analisis kuantitatif.


(48)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan, dan pembahasan yang telah disajikan pada bab sebelumnya, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. a. Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang signifikan antara KBKM siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri dengan KBKM siswa yang mengikuti pembelajaran biasa.

b. Terdapat perbedaan yang signifikan antara KBKM siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri dengan KBKM yang mengikuti pembelajaran biasa untuk setiap peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah).

c. Terdapat perbedaan yang signifikan antara KBKM siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri dengan yang mengikuti pembelajaran biasa untuk setiap kelompok PAM.

d. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah) dalam KBKM siswa. e. Ada Interaksi antara model pembelajaran (inkuiri dan biasa) dan PAM

(atas, tengah, dan bawah) dalam KBKM siswa.

2. a. Perkembangan KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, ditinjau secara keseluruhan.

b. Perkembangan KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran biasa pada setiap peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah).


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Airasan, Peter W., et.al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc

Al-Khalili, Amal A. (2005). Mengembangkan Kreativitas Anak (Diterjemahkan oleh Ummu Farida). Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar

Amabile, Teresa M.& Tighe, Elizabeth. (1993). Questions of Creativity. Dalam Brockman, John (ed.). Creativity. The reality Club 4. h. 7-27. New York: Touchstone, Simon & Schuster

Azwar, S. (2002). Psikologi Inteligensi, Cetakan Ketiga, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bandura. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H. Freeman and Company.

______. (1989). Human agency in social cognitive theory. American Psychologist, 44. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory.edu/mfp/Bandura 1989.pdf Barak, Moses. & Doppelt, Yaron. (2000). Using Portfolio to Enhance Creative

Thinking. The Journal of Technology Studies Summer-Fall 2000, Volume XXVI, Number 2. http://scholar.lib.vt.edu/ejournals.

Depdiknas (2006). Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Jakarta: Depdiknas.

Dwijanto (2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer terhadap Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif Matematik Mahasiswa. Disertasi pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan

Edward, Betty. (1996). The Left and Right Sides of the Brain. http://members. ozemail.com.au.

Evans, James R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences. Cincinnati: South-Western Publishing Co.

Fisher, R. (1995). Teaching Children to Think. Hong Kong: Stanley Thornes Ltd. Gani, R.A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Model Alberta

terhadap Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA. Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.


(2)

176

Hackett, G. dan Betz, N. E. (1989). An Exploration of the Mathematics Self-Efficacy/Mathematics Performance Correspondence. Journal for Research in Mathematics Education, 20.

Haylock, Derek. (1997). Recognising Mathematical Creativity in Schoolchildren. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X.

Hurlock, Elizabeth B. (1999). Perkembangan Anak Jilid 2. (Alih Bahasa: dr. Med. Meitasari Tjandrasa). Jakarta: Penerbit Erlangga

Isaksen, Scott G. (2003). CPS: Linking Creativity and Problem Solving.. www.cpsb.com.

Isaksen, Scott G dan Murdock, Mary G. (1988). The Outlook for The Study Creativity: An Emerging Discipline. Paper presented at The American Association of Higher Education Meeting in Washington, D.C. March 9, 1988. www.cpsb.com.

Isaksen, Scott G. (1987). A New Dimension For Creativity Research: Examining Style and Level of Creativity. A paper presented at The KAI Conference, Hertfordshire, UK June 30-July 2, 1987. www.cpsb.com.

Johnson, Elaine B. (2002). Contextual Teaching and Learning: What it is and why it’s here to stay. Thousand Oaks: Corwin Press,Inc

Karli, H dan Yuliariatiningsih, M. (2005). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Bina Media Informasi.

Krulik, Stephen & Rudnick, Jesse A. (1995). The New Sourcebook for Teaching Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Needham Heights: Allyn & Bacon

Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Ability in School Children. Chicago: Chicago University Press.

Leung, S. (1993). On the Role of Creative Thinking in Problem Posing. On Line Tersedia: http://www.fiz-karlsruhe.de/fiz/publication/zdm/zdm937a4.pdf Lumsdaine, Edward & Lumsdine, Monika.(1995). Creative Problem Solving.

Thinking Skills for a Changing World. Singapore: McGraw-Hill Book Co. Mangun, R. (2008). PSP Yogyakarta. [On Line]. Tersedia: file:///G:/PSP%20

YOGYAKARTA.htm.

Matlin, Margaret W. (1998). Cognition. Fort Worth: Harcourt Brace College Publishers


(3)

177

Munandar, U. (1999). Kreativitas & Keberbakatan. Strategi Mewujudkan potensi kreatif & Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Munandar, U, (2002). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nasution, N. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud. Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 . Jakarta: Gramindo..

Noer, S.H. (2007). Pembelajaran Open Ended untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Kemampuan Berpikir Kreatif. Tesis pada SPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Oakley, Lisa. (2004). Cognitive Development. London: Rouledge- Taylor & Francis Group.

Olson, Robert W. (1996). Seni Berpikir Kreatif. Sebuah Pedoman Praktis. (Terjemahan Alfonsus Samosir). Jakarta: Penerbit Erlangga

Pajares, F. (2002). Overview of Social Cognitive Theory and of Self Efficacy. [Online].Tersedia:http://www.emory.edu/EDUCATION/mfp/eff.html Pehkonen, Erkki (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity.

http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002 Pomalato, S.W.Dj.(2005). Pengaruh Penerapan Model Trefinger dalam

Mengembangkan Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas 2 Sekolah Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI: Tidak diterbitkan.

Ratnaningsih, N. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis pada PPs UPI: Tidak diterbitkan.

Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.

Reys, dkk. (1998). Helping Children Learn Mathematics. Boston: Allyn and Bacon.

Risnanosanti. (2008). Pengembangan Bahan Ajar Berpikir Tingkat Tinggi untuk Siswa SMA. LPPM UMB: Hasil Penelitian.


(4)

178

Ruggiero, Vincent R. (1998). The Art of Thinking. A Guide to Critical and Creative Thought. New York: Longman, An Imprint of Addison Wesley Longman, Inc. Shouksmith, George (1979). Intelligence, Creativity and Cognitive Style. New York:Wiley-Interscience, A Division of John Wiley & Sons, Inc.

Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Diktat Kuliah: Tidak diterbitkan. Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan & Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kometensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Schunk, D. H. (1987). Peer Models and Children's Behavioral Change. Review of Educational Research, 57. [Onlie]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/ ERICWebPortal/recordDetail?accno=EJ369709

Setiono, K. (1993). Teori Perkembangan Kognitif. Bandung: Tarsito.

Shell, D. F., Colvin, C., dan Bruning, R. H. (1995). Self-Efficacy, Attributions, and Outcome Expectancy Mechanisms in Reading and Writing Achievement: Grade-level and Achievement-level Differences. Journal of Educational Psychology, 87. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory. edu/ mfp/effchapter.html

Simon. M.A. (1995). Developing New Models of Mathematics Teaching: An Imperative for Research on Mathematics Teacher Development. Dalam E. Fennema & B.S. Nelson (EDs.) Mathematics Teachers in Transition (pp. 55-86). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Siskandar. (2004). Kurikulum 2004 dan Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Matematika Jurusan Pendidikan Matematika UPI: Tidak Diterbitkan.

Silver, E.A. (1994). On Mathematical Problem Posing. For The Learning of Mathematics. 14. No.1. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Silver, E.A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in

Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing. http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997) Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X.


(5)

179

Siswono, Tatag Y. E. (2006). Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Identifikasi Tahap Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan Mengajukan Masalah. Disertasi UNESA: Tidak dipublikasikan.

Solso, Robert L. (1995). Cognitive Psychology. Needham Heights, MA: Allyn & Bacon

Suherman, E, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Lemlit UPI: Laporan Penelitian.

Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP. Disertasi UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.

Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu Strategi Pengembangan Diri Menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Pengukuhan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Matematika pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 22 April 2008.

The Liang Gie (2003). Tehnik Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Sabda Persada Yogyakarta.

Toom, A. (2006). Tacit Pedagogical Knowing: At the Core of Teacher’s Professionality. Academic Dissertation to be publicly discussed, by due permission of the Faculty of Behavioural Sciences at the University of Helsinki

Torrance, Paul E.(1963). Mental Health and Constructive Behaviour. Belmont: Wadsworth Publishing Company, Inc.

Wardani, S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis pada PPS UPI: TIdak Diterbitkan. Wardani, S. (2002). Implikasi Teori Piaget dalam Pendidikan dan

Implementasinya dalam Pendidikan di Indonesia. Makalah: TIdak Diterbitkan. Wardani, S. (2002). Pembelajaran Inkuiri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas. Disertasi pada PPS UPI: TIdak Diterbitkan.

Vygotsky, L.S. (1978). Mind in Society: The Development of Higher Psychological Processes. Cambridge, MA: Harvard University Press.


(6)

180

Yaniawati, R.P. (2001). Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa. Tesis UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Zeldin, A.L. (2000). Sources and Effects of the Self-Efficacy Beliefs of Men with Careers in Mathematics, Science, and Technology. Emory University. Disertasi: tidak dipublikasikan. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory. edu/mfp/ZeldinDissertation2000.PDF