Laporan Akhir Desentralisasi/ Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi Urgensi Sertifikasi Kelembagaan Asuransi Syariah (Takaful) Dalam Rangka Perlindungan Hukum Nasabah (Tahun ke 1 dari Rencana 2 Tahun 2013).

(1)

LAPORAN AKHIR

Desentralisasi/ Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi

Urgensi Sertifikasi Kelembagaan Asuransi Syariah (Takaful) Dalam Rangka Perlindungan Hukum Nasabah

Tahun ke 1 dari Rencana 2 Tahun

Dr. Lastuti Abubakar, S.H.,M.H (0016096208) Dr. Kartikasari, S.H.,M.H (0013046003)

Tri Handayani, S.H.,M.H (0002128103) C. Sukmadilaga S.E., MBA (0001018003)

Dibiayai oleh :

Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Kementerian dan Kebudayaan

Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Nomor: 203/SP2H/PL/DIT.TIABMAS/V/2013

Tanggal: 13 Mei 2013

UNIVERSITAS PADJADJARAN November 2013


(2)

(3)

DAFTAR ISI   

   

RINGKASAN                       i 

  DAFTAR ISI                       ii 

  DAFTAR TABEL                           xix 

  DAFTAR GAMBAR                      xx 

    1. PENDAHULUAN  1.1. Latar Belakang            1 

1.2. Identifikasi Masalah          2 

  2. TINJAUAN PUSTAKA   2.1. Gambaran Umum Asuransi Syariah (Takaful)        5 

2.1.1.Pengertian dan Unsur‐Unsur Asuransi Syariah (Takaful)    28 

2.1.2.Perkembangan Asuransi Syariah (Takaful)        31 

2.1.3.Beberapa Prinsip dalam Akad Asuransi Syariah (Takaful)    34 

2.1.4.Dana Takaful Merupakan Donasi      35 

2.1.5.Implementasi Mutual Cooperation      36 

2.2. Perbedaan Konsep Dasar antara Asuransi Syariah (Takaful) dan Asuransi    Konvensional      27 

2.2.1.Asuransi Dalam Perspektif Syariah      30 

2.2.2.Beberapa Perbedaan dalam Mekanisme Asuransi Syariah dan   Asuransi Konvensional      35 

2.3. Regulasi Asuransi Syariah di Indonesia      40 

2.3.1.Otorisasi Jasa Keuangan      40 

2.3.2.Perusahaan Penyelenggara Takaful      45 

2.3.3.Standar Kontrak sebagai dasar hokum antar perusahaan dan  Partisipan      45 

2.3.4.Asas‐Asas Dalam Akad      50 

2.3.5.Syarat Sah nya Perjanjian      50 

  3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN  3.1. Tujuan Penelitian      43 

3.2. Manfaat Penelitian      52 

  4. METODE PENELITIAN  4.1. Spesifikasi Penelitian       67 

4.2. Metode Pendekatan      70 

4.3. Tahapan Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data      72 

  5. HASIL DAN PEMBAHASAN  5.1. Hasil Penelitian       92 

5.1.1.Praktik Sertifikasi Kelembagaan Perusahaan Takaful Indonesia  92  5.1.2.Praktik Sertifikasi Kelembagaan Perusahaan Takaful Malaysia      100 

5.2. Pembahasan            104 

5.2.1.Penggunaan Kontrak Standar Asuransi Syariah          104 

5.2.2.Sertifikasi Kelembagaan Takaful              110 

5.2.3.Lembaga Independen Yang Memiliki Kewenangan memberikan   Sertifikasi            110 


(4)

Dan Malaysia             123   

6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 

6.1. Rencana Penelitian Berikutnya                    134   

7. KESIMPULAN DAN SARAN 

7.1. Kesimpulan             161 

7.2. Saran                     146   


(5)

DAFTAR TABEL   

     

Gambar 5.1  Model Akad Wakalah 1               ii   

Gambar 5.2   Model Akad Wakalah2                 xix   

Gambar 5.3  Pure Cooperative Model Takaful        xx   

Gambar 5.4  Basic Mudarabah Operational Takaful        xx   

Gambar 5.5  Basic Wakalah Operational Takaful        xx   

Gambar 5.6  Model Regulasi Takaful           xx   

Gambar 5.7  Lingkup Sertifikasi Kelembagaan Takaful      xx   


(6)

URGENSI SERTIFIKASI ASURANSI SYARIAH (TAKAFUL) DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan asuransi Syariah (Takaful) di Indonesia ditandai dengan kehadiran PT Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994 yang dibentuk atas prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipromotori oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai cikal bakal berdirinya asuransi berbasis syariah. Seiring dengan perubahan regulasi di bidang

asuransi, asuransi syariah (takaful) berkembang berdampingan dengan perusahaan

asuransi konvensional yang semula menjadi satu-satunya model bisnis asuransi di Indonesia. Kebutuhan akan alternatif jasa asuransi ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga perlu diakomodasikan ketersediaan entitas dan aktivitas bisnis yang bertumpu pada prinsip-prinsip yang Islami (syariah).

Sejak perubahan regulasi yang memungkinkan perusahaan asuransi konvensional menyelenggarakan asuransi syariah, maka asuransi syariah (takaful)

tumbuh dan berkembang berdampingan dengan bisnis asuransi konvensional.1

Perusahaan asuransi konvensional yang semula hanya menawarkan skema pertanggungan konvensional pun menawarkan alternative bagi nasabahnya dengan menyediakan pula skema asuransi berbasis syariah ini. Hal ini turut mempercepat perkembangan pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia.

Dalam konteks ekonomi, bisnis asuransi ini menjadi bagian dari aktivitas ekonomi di Indonesia , khususnya sebagai lembaga pembiayaan yang focus usahanya adalah menyediakan jasa pertanggungan bagi pihak nasabah berupa pengalihan risiko apabila terjadi kerugian yang di derita nasabah akibat kejadian di masa yang akan datang. Risiko yang dimaksudkan dalam bisnis asuransi adalah kejadian yang tak terduga, sehingga memungkinkan terjadinya suatu kerugian atau batalnya seluruh atau

      

1 Lihat Ketentuan Pasal 6 Ayat (2) PP No .39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua PP No : 73 Tahun 


(7)

sebagian dari suatu keuntungan yang semula diharapkan karena kejadian diluar kuasa manusia, kesalahan sendiri atau perbuatan manusia lain. Atas jasa yang ditawarkan, perusahaan asuransi sebagai penanggung akan memperoleh keuntungan dari premi yang dibayarkan nasabah sesuai dengan kesepakatan. Dalam bisnis asuransi konvensional, nasabah perusahaan asuransi diwajibkan membayar premi tetap yang dibayarkan sesuai kesepakatan di awal perjanjian, dan selanjutnya perusahaan asuransi akan menanggung risiko kerugian yang muncul akibat kejadian di masa yang akan datang. Beberapa asas yang mendasari aktivitas asuransi konvensional adalah asas perseimbangan yaitu asas perseimbangan antara risiko yang akan dialihkan kepada penanggung dengan kerugian yang akan diderita oleh tertanggung sebagai akibat suatu peristiwa yang tidak tentu, asas kepentingan, asas itikad baik dan asas subrogasi. Dasar hokum yang digunakan dalam asuransi konvesional mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), UU No : 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dan perjanjian asuransi.

Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah (Tafakul) bertumpu pada prinsip syariah yang melarang aktivitas bisnis berbasis bunga (riba), ketidakpastian (gharar) dan perjudian (maysir). Oleh karena itu, dalam mekanismenya, terdapat perbedaan dengan praktik asuransi konvensional. Pertama, akad (perjanjian) yang menjadi dasar hubungan hukum antara para pihak dalam

asuransi syariah (takaful) digolongkan ke dalam akad tabarru atau akad

non-komersial. Tujuan akad tabarru adalah akad yang ditujukan untuk kebaikan atau

akad tolong menolong, oleh karena itu perusahaan asuransi tidak diperkenankan menetapkan premi atau pendapatan yang bersifat tetap sebagai keuntungan perusahaan. Perbedaan mendasar antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah (takaful) dapat dilihat dari asas yang mendasarinya. Beberapa asas yang mendasari aktivitas asuransi syariah adalah : asas tolong menolong, asas persaudaraan, asas saling bertanggung jawab, asas kemanusiaan, dan asas perlindungan.

Di sisi lain, perusahaan asuransi merupakan entitas bisnis yang juga bertujuan

mencari keuntungan, sehingga perlu dikaji , selain akad tabarru, tentunya ada akad

lain yang digunakan dalam praktik asuransi syariah yang sifatnya digolongkan ke

dalam akad tijarah (mu’awadah), yakni akad yang bertujuan komersial, dimana


(8)

sharing based atau prinsip bagi hasil, fee based income (pendapatan berbasis komisi/fee) dan margin based (pendapatan berbasis selisih harga antara harga beli dan harga beli).

Mengacu pada metode yang digunakan untuk memperoleh keuntungan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa terdapat setidaknya 2 akad dalam praktik asuransi syariah, yaitu akad tabarru dan akad tijarah. Dalam praktik asuransi takaful di dunia saat ini, terdapat beberapa model dalam pelaksanaan bisnis asuransi yang kemudian menjadi dominan, yakni Wakalah Model dan Mudarabah Model. Ke dua model asuransi syariah tersebut bertumpu pada kewajiban perusahaan asuransi untuk mengelola dana yang diserahkan para nasabah berdasarkan akad tabarru, dimana para nasabah berdasarkan perjanjian mendonasikan sejumlah dana sebagai dana takaful. Tujuan dari pengelolaan dana tersebut adalah untuk menanggung secara bersama sama berdasarkan asas saling tolong menolong dan kerjasama, menyediakan penanggungan atas kerugian yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, prinsip dalam asuransi syariah adalah para nasabah bersama-sama menanggung kerugian salah satu diantara mereka yang timbul akibat musibah atau bencana dalam

jumlah tertentu. Dana yang diserahkan oleh para nasabah dalam skema tabarru ini

merupakan dana hibah atau wakaf, sehingga perusahaan asuransi syariah tidak

diperkenankan mengambil keuntungan dari dana tabarru tersebut. Namun demikian,

perusahan asuransi syariah diperbolehkan dengan akad mudharabah atau bagi hasil

menginvestasikan dana para nasabah yang selanjutnya hasilnya akan diberikan pada para nasabah baik sebagai dana untuk mentup kerugian yang timbul diantara para nasabah atau sebagai bagian keuntungan dari hasil investasi.

Mengacu pada mekanisme asuransi syariah, maka esensi nya adalah para nasabah menyerahkan dana sebagai hibah atau wakaf yang akan dihimpun sebagai dana takaful, dan selanjutnya dana ini akan dikelola oleh perusahaan asuransi syariah

(takaful). 2 Dengan demikian, larangan riba dalam asuransi syariah dapat dihindari.

Praktik asuransi syariah (takaful) di Indonesia masih mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI dan Kompilasi Hukum Ekonomi Islam serta akad yang digunakan oleh perusahaan asuransi sebagai dasar hukum. Landasan hokum sebagai lex generalis nya masih mengacu pada undang-undang dan ketentuan asuransi konvensional (Undang-undang No : 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian).

       2

 Engku Rabiah Adawiah Engku Ali, Hassan Scott P.Odierno, Azman Ismail, Essential Guide Ti Takaful


(9)

Peneliti menganggap bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia adalah dengan memastikan bahwa nasabah yang berhubungan dengan perusahaan asuransi syariah dijamin bahwa mereka berhubungan dengan perusahaan yang patuh menjalankan prinsip syariah dalam aktivitas bisnisnya. Selanjutnya, untuk memastikan bahwa secara kelembagaan perusahaan asuransi sudah patuh pada prinsip syariah (sharia compliance), maka diperlukan sertifikasi kelembagaan asuransi syariah. Dalam konteks penelitian ini, sertifikasi diartikan sebagai suatu penetapan yang diberikan oleh suaru organisasi professional terhadap seseorang/lembaga untuk menunjukkan bahwa org/lembaga tersebut mampu untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas spesifik. Dalam penelitian ini, perusahaan asuransi syariah, baik perusahaan maupun sumber daya

manusia mampu memberikan jasa keuangan asuransi syariah.3

1.2 Identifikasi Masalah

Beberapa permasalahan yang timbul dalam praktik asuransi syariah di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Belum terdapat keseragaman dalam penggunaan akad dalam bentuk

standar, sehingga berpotensi menimbulkan penyimpangan dalam mekanisme asuransi syariah. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk menetapkan standar umum untuk menentukan tingkat kepatuhan perusahaan asuransi syariah pada prinsip-prinsip syariah (sharia compliance), agar nasabah terhindar dari unsur riba , gharar dan maysir yang ingin dihindari dengan memilih asuransi syariah.

2. Belum ada kewajiban sertifikasi yang menjamin bahwa perusahaan

asuransi syariah patuh pada prinsip-prinsip syariah (sharia compliance) sebagai bentuk akuntabilitas perusahaan asuransi syariah;

3. Diperlukan satu lembaga independen yang memiliki kewenangan

melakukan sertifikasi dan menegakkan hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban sertifikasi.

Kewajiban memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah ini seharusnya dituangkan dalam bentuk regulasi yang dapat dipedomani oleh seluruh perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi syariah.


(1)

Dan Malaysia             123   

6. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA 

6.1. Rencana Penelitian Berikutnya                    134   

7. KESIMPULAN DAN SARAN 

7.1. Kesimpulan             161 

7.2. Saran                     146   


(2)

DAFTAR TABEL 

     

 

Gambar 5.1  Model Akad Wakalah 1               ii 

 

Gambar 5.2   Model Akad Wakalah2                 xix 

 

Gambar 5.3  Pure Cooperative Model Takaful        xx 

 

Gambar 5.4  Basic Mudarabah Operational Takaful        xx 

 

Gambar 5.5  Basic Wakalah Operational Takaful        xx 

 

Gambar 5.6  Model Regulasi Takaful           xx 

 

Gambar 5.7  Lingkup Sertifikasi Kelembagaan Takaful      xx 


(3)

URGENSI SERTIFIKASI ASURANSI SYARIAH (TAKAFUL) DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP NASABAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perkembangan asuransi Syariah (Takaful) di Indonesia ditandai dengan kehadiran PT Syarikat Takaful Indonesia pada tanggal 24 Februari 1994 yang dibentuk atas prakarsa Tim Pembentukan Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI) yang dipromotori oleh Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) sebagai cikal bakal berdirinya asuransi berbasis syariah. Seiring dengan perubahan regulasi di bidang asuransi, asuransi syariah (takaful) berkembang berdampingan dengan perusahaan asuransi konvensional yang semula menjadi satu-satunya model bisnis asuransi di Indonesia. Kebutuhan akan alternatif jasa asuransi ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, sehingga perlu diakomodasikan ketersediaan entitas dan aktivitas bisnis yang bertumpu pada prinsip-prinsip yang Islami (syariah).

Sejak perubahan regulasi yang memungkinkan perusahaan asuransi konvensional menyelenggarakan asuransi syariah, maka asuransi syariah (takaful) tumbuh dan berkembang berdampingan dengan bisnis asuransi konvensional.1 Perusahaan asuransi konvensional yang semula hanya menawarkan skema pertanggungan konvensional pun menawarkan alternative bagi nasabahnya dengan menyediakan pula skema asuransi berbasis syariah ini. Hal ini turut mempercepat perkembangan pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia.

Dalam konteks ekonomi, bisnis asuransi ini menjadi bagian dari aktivitas ekonomi di Indonesia , khususnya sebagai lembaga pembiayaan yang focus usahanya adalah menyediakan jasa pertanggungan bagi pihak nasabah berupa pengalihan risiko apabila terjadi kerugian yang di derita nasabah akibat kejadian di masa yang akan datang. Risiko yang dimaksudkan dalam bisnis asuransi adalah kejadian yang tak terduga, sehingga memungkinkan terjadinya suatu kerugian atau batalnya seluruh atau       

1 Lihat Ketentuan Pasal 6 Ayat (2) PP No .39 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua PP No : 73 Tahun 


(4)

sebagian dari suatu keuntungan yang semula diharapkan karena kejadian diluar kuasa manusia, kesalahan sendiri atau perbuatan manusia lain. Atas jasa yang ditawarkan, perusahaan asuransi sebagai penanggung akan memperoleh keuntungan dari premi yang dibayarkan nasabah sesuai dengan kesepakatan. Dalam bisnis asuransi konvensional, nasabah perusahaan asuransi diwajibkan membayar premi tetap yang dibayarkan sesuai kesepakatan di awal perjanjian, dan selanjutnya perusahaan asuransi akan menanggung risiko kerugian yang muncul akibat kejadian di masa yang akan datang. Beberapa asas yang mendasari aktivitas asuransi konvensional adalah asas perseimbangan yaitu asas perseimbangan antara risiko yang akan dialihkan kepada penanggung dengan kerugian yang akan diderita oleh tertanggung sebagai akibat suatu peristiwa yang tidak tentu, asas kepentingan, asas itikad baik dan asas subrogasi. Dasar hokum yang digunakan dalam asuransi konvesional mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata), Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD), UU No : 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dan perjanjian asuransi.

Berbeda dengan asuransi konvensional, asuransi syariah (Tafakul) bertumpu pada prinsip syariah yang melarang aktivitas bisnis berbasis bunga (riba), ketidakpastian (gharar) dan perjudian (maysir). Oleh karena itu, dalam mekanismenya, terdapat perbedaan dengan praktik asuransi konvensional. Pertama, akad (perjanjian) yang menjadi dasar hubungan hukum antara para pihak dalam asuransi syariah (takaful) digolongkan ke dalam akad tabarru atau akad non-komersial. Tujuan akad tabarru adalah akad yang ditujukan untuk kebaikan atau akad tolong menolong, oleh karena itu perusahaan asuransi tidak diperkenankan menetapkan premi atau pendapatan yang bersifat tetap sebagai keuntungan perusahaan. Perbedaan mendasar antara asuransi konvensional dengan asuransi syariah (takaful) dapat dilihat dari asas yang mendasarinya. Beberapa asas yang mendasari aktivitas asuransi syariah adalah : asas tolong menolong, asas persaudaraan, asas saling bertanggung jawab, asas kemanusiaan, dan asas perlindungan.

Di sisi lain, perusahaan asuransi merupakan entitas bisnis yang juga bertujuan mencari keuntungan, sehingga perlu dikaji , selain akad tabarru, tentunya ada akad lain yang digunakan dalam praktik asuransi syariah yang sifatnya digolongkan ke dalam akad tijarah (mu’awadah), yakni akad yang bertujuan komersial, dimana perusahaan tentu bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang wajar. Keuntungan tersebut hanya diperkenankan diperoleh dari aktivitas yang bertumpu pada profit loss


(5)

sharing based atau prinsip bagi hasil, fee based income (pendapatan berbasis komisi/fee) dan margin based (pendapatan berbasis selisih harga antara harga beli dan harga beli).

Mengacu pada metode yang digunakan untuk memperoleh keuntungan tersebut, maka dapat dipastikan bahwa terdapat setidaknya 2 akad dalam praktik asuransi syariah, yaitu akad tabarru dan akad tijarah. Dalam praktik asuransi takaful di dunia saat ini, terdapat beberapa model dalam pelaksanaan bisnis asuransi yang kemudian menjadi dominan, yakni Wakalah Model dan Mudarabah Model. Ke dua model asuransi syariah tersebut bertumpu pada kewajiban perusahaan asuransi untuk mengelola dana yang diserahkan para nasabah berdasarkan akad tabarru, dimana para nasabah berdasarkan perjanjian mendonasikan sejumlah dana sebagai dana takaful. Tujuan dari pengelolaan dana tersebut adalah untuk menanggung secara bersama sama berdasarkan asas saling tolong menolong dan kerjasama, menyediakan penanggungan atas kerugian yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan demikian, prinsip dalam asuransi syariah adalah para nasabah bersama-sama menanggung kerugian salah satu diantara mereka yang timbul akibat musibah atau bencana dalam jumlah tertentu. Dana yang diserahkan oleh para nasabah dalam skema tabarru ini merupakan dana hibah atau wakaf, sehingga perusahaan asuransi syariah tidak diperkenankan mengambil keuntungan dari dana tabarru tersebut. Namun demikian, perusahan asuransi syariah diperbolehkan dengan akad mudharabah atau bagi hasil menginvestasikan dana para nasabah yang selanjutnya hasilnya akan diberikan pada para nasabah baik sebagai dana untuk mentup kerugian yang timbul diantara para nasabah atau sebagai bagian keuntungan dari hasil investasi.

Mengacu pada mekanisme asuransi syariah, maka esensi nya adalah para nasabah menyerahkan dana sebagai hibah atau wakaf yang akan dihimpun sebagai dana takaful, dan selanjutnya dana ini akan dikelola oleh perusahaan asuransi syariah (takaful). 2 Dengan demikian, larangan riba dalam asuransi syariah dapat dihindari.

Praktik asuransi syariah (takaful) di Indonesia masih mengacu pada Fatwa Dewan Syariah Nasional-MUI dan Kompilasi Hukum Ekonomi Islam serta akad yang digunakan oleh perusahaan asuransi sebagai dasar hukum. Landasan hokum sebagai

lex generalis nya masih mengacu pada undang-undang dan ketentuan asuransi konvensional (Undang-undang No : 2 tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian).       

2

 Engku Rabiah Adawiah Engku Ali, Hassan Scott P.Odierno, Azman Ismail, Essential Guide Ti Takaful (Islamic Insurance), CERT, Kuala lumpur, 2008, hlm. 30.


(6)

Peneliti menganggap bahwa salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan asuransi syariah di Indonesia adalah dengan memastikan bahwa nasabah yang berhubungan dengan perusahaan asuransi syariah dijamin bahwa mereka berhubungan dengan perusahaan yang patuh menjalankan prinsip syariah dalam aktivitas bisnisnya. Selanjutnya, untuk memastikan bahwa secara kelembagaan perusahaan asuransi sudah patuh pada prinsip syariah (sharia compliance), maka diperlukan sertifikasi kelembagaan asuransi syariah. Dalam konteks penelitian ini, sertifikasi diartikan sebagai suatu penetapan yang diberikan oleh suaru organisasi professional terhadap seseorang/lembaga untuk menunjukkan bahwa org/lembaga tersebut mampu untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas spesifik. Dalam penelitian ini, perusahaan asuransi syariah, baik perusahaan maupun sumber daya manusia mampu memberikan jasa keuangan asuransi syariah.3

1.2 Identifikasi Masalah

Beberapa permasalahan yang timbul dalam praktik asuransi syariah di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Belum terdapat keseragaman dalam penggunaan akad dalam bentuk standar, sehingga berpotensi menimbulkan penyimpangan dalam mekanisme asuransi syariah. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk menetapkan standar umum untuk menentukan tingkat kepatuhan perusahaan asuransi syariah pada prinsip-prinsip syariah (sharia compliance), agar nasabah terhindar dari unsur riba , gharar dan maysir

yang ingin dihindari dengan memilih asuransi syariah.

2. Belum ada kewajiban sertifikasi yang menjamin bahwa perusahaan asuransi syariah patuh pada prinsip-prinsip syariah (sharia compliance)

sebagai bentuk akuntabilitas perusahaan asuransi syariah;

3. Diperlukan satu lembaga independen yang memiliki kewenangan melakukan sertifikasi dan menegakkan hukum apabila terjadi pelanggaran terhadap kewajiban sertifikasi.

Kewajiban memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah ini seharusnya dituangkan dalam bentuk regulasi yang dapat dipedomani oleh seluruh perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi syariah.

      

3 Kamus Besar bahasa Indonesia secara sederhana mengartikan sertifikasi sebagai