Perlindungan Hukum Nasabah Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Sumut Syariah

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM

PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SUMUT

SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

INDRI AMELIA INDRAWAN NIM. 080200032

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM

PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SUMUT

SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas - tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

Oleh :

INDRI AMELIA INDRAWAN NIM. 080200032

Disetujui oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001 Pembimbing I

Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum NIP. 196603031985081001

Pembimbing II

Puspa Melati Hsb, SH, M.Hum NIP: 19680181994032001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(3)

ABSTRAKSI Dr. H. Hasim Purba* Puspa Melati Hasibuan** Indri Amelia Indrawan***

Lahirnya bank berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah menambah semarak khasanah hukum dan mempertegas visi tentang kehidupan perbankan di Indonesia. Betapa tidak, karena sebagian penduduk bangsa Indonesia beragama Islam, sehingga kehadiran bank berdasarkan syariah yang dilandasi pada unsur-unsur syariat Islam tersebut benar-benar mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat. Melihat maraknya perkembangan kehidupan bank-bank yang berdasarkan syariat Islam, maka perkembangan ini harus diikuti pula dengan adanya suatu perlindungan hukum terhadap nasabah bank syariah, perlindungan ini penting untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan ini, oleh karena tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik, sehingga tidaklah berlebihan bila dunia perbankan harus sedemikian rupa menjaga kepercayaan dari masyarakat dengan memberikan perlindungan hukum terhadap kepentingan masyarakat terutama kepentingan nasabah dari bank yang bersangkutan, dari latar belakang tersebut dapat dikemukakan permasalahan yang terkandung di dalamnya adalah: 1) Bagaimana hubungan hukum antara Bank Syariah dan Nasabah, 2) Bagaimana Hak dan Kewajiban nasabah dalam pembiayaan mudharabah pada Bank Sumut Syariah, 3) Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah dalam pembiayaan pada Bank Sumut Syariah.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis empiris yang dilakukan dengan cara meneliti data primer yang diperoleh di lapangan yaitu pada Bank Sumut Syariah selain itu juga meneliti data sekunder dari perpustakan dan melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan dan bahan hukum lainnya.

Pembiayaan Mudharabah merupakan suatu akad kerjasama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, keuntungan dibagi atas dasar sistem bagi hasil yang mana sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah pihak, apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali apabila disebabkan oleh si pengelola dana. Perlindungan hukum sangat diperlukan dalam pembiayaan Mudharabah agar masyarakat mendapatkan perlindungan sehingga masyarakat lebih dapat mempercayai Bank yang bersangkutan. Sebagai Bank yang berlandaskan syariah, isi perjanjian hendaknya selalu dapat dinegoisasikan, karena itu sangat dianjurkan pada setiap bank dalam membuat perjanjian harus didasarkan kesepakatan bersama. Sebagai lembaga pengawas perbankan di Indonesia Bank Indonesia diharapkan secara lebih aktif lagi melakukan tugas dan kewenangannya untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh seluruh bank yang beroperasi di Indonesia. 1

*Dosen Pembimbing I **Dosen Pembimbing II


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan Rahmat-Nya yang telah memberikan petunjuk dan kesempatan bagi penulis dalam menyusun skripsi ini. Sementara Shalawat penulis persembahkan kepada Rasulullah SAW. sebagai pemimpin seluruh umat yang menjadi tauladan dan pemberi syafaat diakhirat kelak.

Penulisan skripsi yang berjudul:

PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SUMUT SYARIAH

adalah karya tulis yang diajukan sebagai pemenuhan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas Sumater Utara.

Secara khusus Penulis menempatkan ucapan terima kasih ter-istimewa kepada Ayahanda Indra Mardi, SE dan Ibunda Darmiati (semoga Allah melimpahkan kasih sayang kepada mereka) yang dengan kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan kasih sayang, perhatian, ilmu, dan bekal keimanan yang menjadi bekal dan inspirasi Penulis dalam menjalani hidup.

Tak lupa juga Penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas kepemimpinan serta dukungan yang besar terhadap seluruh mahasiwa/i di dalam lingkungan Kampus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum. dan Ibu Rabiatul Syahriah, S.H., M.Hum. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan. Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang telah Bapak dan Ibu berikan hingga skripsi ini dapat selesai sebagaimana mestinya. 6. Bapak Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I,

yang telah memberikan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas ilmu dan nasihat-nasihatnya, semoga banyak hal yang dapat bapak ajarkan dapat saya amalkan dengan baik.

7. Ibu Puspa Melati Hasibuan S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II, terima kasih telah meringankan kesulitan saya dalam menyelesaikan skripsi ini dan selalu memberikan sambutan yang baik setiap pertemuan dengan penulis.

8. Bapak Yusrin Nazief, S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing persoalan akademik penulis selama berada di Fakultas Hukum USU, yang telah menjadi “bapak” bagi kami para mahasiwa bimbingannya.

9. Bapak dan Ibu Dosen yang mengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya tanpa kenal lelah.

10.Kepada Kak Syarifah Lisa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah banyak membantu dan memberikan pengarahan kepada penulis.

11.Bapak M. Amin Lubis selaku Pemimpin Cabang PT. Bank Sumut Syariah Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam rangka pelaksanaan penelitian pembuatan skripsi ini, serta kepada Abangda Yudha Praditya Kartiwa dan seluruh staf dan karyawan PT. Bank Sumut Syariah Medan yang banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(6)

12.Abangda tercinta Ardian Indrawan dan Dicky Rizky Indrawan yang telah memberikan semangat serta dukungannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skrpsi ini.

13.Kepada para sahabatku d’Paket: Sari, Nana, Bibah, Lia, dan juga Panca, Kak Yuna dan Bang Syawal terima kasih atas persahabatannya kalian selalu ada disaat apapun dan memberikan semangat, dukungan serta bantuannya, dan untuk seseorang yang selalu menemani penulis dari kejauhan memberikan semangat, perhatian dan dukungannya Muhammad Rizki Imanriandana.

14.Kepada seluruh senioren Fakultas Hukum USU khususnya Abangda Muhammad Firnanda, Ferdiansyah serta abang dan kakak senior lainnya yang telah memberikan dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

15.Kepada seluruh teman-teman stambuk 2008, saya bersyukur atas tahun-tahun yang penuh kenangan dan kebersamaan dalam menimba ilmu di Fakultas Hukum USU. Terima kasih atas pertemanan dan bantuannya selama ini.

16.Kepada seluruh keluarga, sahabat, ataupun anda yang menaruh kepedulian kepada penulis, saya ucapkan terima kasih atas keikhlasan, doa, bimbingan, dan nasehatnya. Semoga saya dapat membalasnya dengan memberikan manfaat dan kebaikan kepada orang yang lebih banyak.

Penulis sadari bahwa karya ilmiah yang hadir didepan para pembaca ini adalah jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya penulis mengharapkan keringanan dari pembaca untuk menyumbangkan kritikan dan saran sehingga memberikan perkembangan yang lebih baik dari hasil tulisan ini dimasa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, dan menjadi ladang amal jahiriyah bagi penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini mendapatkan ridha Allah SWT. dan dapat bermanfaat bagi penulis dan juga bagi pembaca.


(7)

Penulis


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI ...vi

BAB I : PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Perumusan Masalah...5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...5

D. Keaslian Penulisan...7

E. Tinjauan Kepustakaan...8

F. Metode Penelitian...10

G. Sistematika Penulisan...10

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN ISLAM...13

A. Sejarah Perbankan Islam dan Pengertian Perbankan Islam...13

B. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah...18

C. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah...29

D. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah...30

E. Transaksi yang Dilarang dalam Perbankan Islam...35

BAB III :TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SUMUT SYARIAH...41

A. Pengertian Pembiayaan Mudharabah...41

B. Gambaran Umum tentang Bank Sumut Syariah...46

C. Pembiayaan pada Bank Syariah...56

D. Akad dalam Bank Syariah...63

BAB IV :PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM PEMBIAYAAN PADA BANK SUMUT SYARIAH...74

A. Hubungan Hukum antara Bank Sumut Syariah dan Nasabah..74

B. Hak dan Kewajiban Nasabah Dalam Pembiayaan pada Bank Sumut Syariah...75

C. Perlindungan Hukum terhadap Nasabah dalam Pembiayaan Mudharabah pada Bank Sumut Syariah...80

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN...97

A. Kesimpulan...97

B. Saran...98 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perbankan sebagai salah satu sub sektor ekonomi sangat besar peranannya dalam mendukung aktivitas dan pelaksanaan pembangunan yang merupakan alat di dalam mewujudkan cita-cita atau tujuan pembangunan nasional, sub sektor ini mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah mengingat kedudukannya yang vital sebagai pembiayaan pembangunan.

Perbankan merupakan salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam menyerasikan dan menyeimbangkan pembangunan. Peran strategis tersebut terutama disebabkan oleh fungsi utama bank sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan efisien, yang dengan berasaskan demokrasi ekonomi mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup.

Peranan penting dari dunia perbankan dalam meningkatkan taraf perekonomian bangsa tidak dapat dipungkiri lagi, bahkan dunia perbankan pada suatu negara dapat dijadikan sebagai indikator dari perekonomian suatu negara, dikarenakan oleh dunia perbankan tersebut menyangkut dengan sekian banyak dana masyarakat.

Pada dasarnya peran hukum sebagai pranata untuk mewujudkan keadilan sangat penting. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya aktivitas manusia


(10)

di berbagai aspek, baik aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan keamanan sains dan teknologi.

Di bidang perbankan, idealnya lembaga-lembaga pembuat undang-undang harus lebih teliti dan memiliki orientasi jauh ke depan. Sebab dunia perbankan adalah buah dari perkembangan yang sangat cepat dari kegiatan manusia di bidang ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu hal menarik yang berkembang saat ini dan menjadi polemik hukum adalah menjamurnya berbagai bank dengan berbagai visi. Salah satunya adalah model bank dengan visi syariah Islam.

Lahirnya bank berdasarkan syariah di Indonesia telah menambah semarak khasanah hukum dan mempertegas visi tentang kehidupan perbankan di Indonesia. Betapa tidak, karena sebagian besar bangsa Indonesia beragama Islam, sehingga kehadiran bank berdasarkan syariah yang nota bene dilandasi pada unsur-unsur syariat Islam tersebut benar-benar mendapat respon yang cukup baik dari masyarakat.Apalagi karena sistem perbankan konvensional yang mengandalkan pada simpanan atau kredit berdasarkan kepada “bunga”, di mana oleh kelompok tertentu dalam Islam masih dipersamakan dengan bunga uang yang dilarang oleh hukum Islam. Atau setidak-tidaknya ada keraguan terhadap halal atau haramnya bunga bank. Sehingga lembaga alternatif berupa bank tanpa bunga memang benar-benar berdasarkan kepada hukum syariah tentu disambut dengan hangat oleh masyarakat.

Pesatnya perkembangan lembaga perbankan ini, karena bank Islam dinilai memiliki keistimewaan-keistimewaan. Keistimewaannya yang utama adalah


(11)

melekat pada konsep yang berorientasi pada kebersamaan. Orientasi kebersamaan inilah yang menjadikan bank Islam mampu tampil sebagai alternatif pengganti sistem bunga yang selama ini hukumnya masih menimbulkan kontroversial dalam masyarakat yang mayoritas muslim.

Namun perkembangan yang pesat industri perbankan ini tidak diimbangi dengan perangkat perlindungan bagi kepentingan nasabah, khususnya nasabah deposan. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan hanya beberapa pasal saja yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang menyangkut perlindungan nasabah deposan, sebagian besar pasal-pasal undang-undang perbankan hanya terfokus pada aspek kepentingan bank, sehingga kedudukan nasabah sangat lemah.

Dengan adanya transaksi antara nasabah dengan bank, maka akan timbul hubungan hukum. Hubungan antara bank dan nasabah bukanlah hanya sekedar hubungan debitur-kreditur namun lebih dari itu terdapat kewajiban dan hak yang akan timbul pada bank dan nasabah. Dibalik hubungan bank dan nasabah ini, terlihat berdasarkan hasil penelitian, kedudukan dari deposan mulai dipertanyakan karena belum memadainya peraturan perundang-undangan di bidang perbankan yang dapat melindungi kepentingan deposan.2

2

Ronny Sutma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah terhadap Produk Tabungan

dan Deposito, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal 7.

Salah satu sebab kurangnya perlindungan hukum bagi para deposan yaitu karena lemahnya bargaining position yang dimiliki oleh para deposan.


(12)

Hal ini disebabkan klausul-klausul yang sudah baku yang diterapakan oleh perbankan terhadap perjanjian baku yang terdapat pada setiap pembukaan rekening tabungan dan deposito.3

Dalam setiap perjanjian perbankan, lazimnya dibuat dalam sebuah perjanjian tertulis yang bersifat perjanjian baku. Perjanjian baku adalah perjanjian yang klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh bank dan pihak nasabah tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul-klausul yang terdapat dalam formulir perjanjian.4

Untuk itu diperlukan ketentuan hukum yang mengatur tentang perlindungan nasabah, terutama nasabah bank syariah. Kegiatan bank syariah

Kontrak-kontrak ini telah dibuat dalam bentuk baku (standart form) atau dicetak dalam jumlah yang banyak dengan blanko untuk beberapa bagian yang menjadi objek transaksi, seperti besarnya nilai transaksi, jenis dan jumlah barang yang ditransaksikan dan sebagainya, sehingga dengan kontrak standar ini tidak membuka kesempatan kepada pihak lain untuk melakukan negosiasi mengenai apa yang akan disepakati untuk dituangkan dalam kontrak.

Jika perjanjian yang dibuat memang benar-benar memberikan kedudukan yang sama kepada para pihak, maka hal ini bukan menjadi masalah. Namun yang sering terjadi adalah kebalikannya. Perjanjian yang dilakukan dalam kegiatan operasional perbankan seringkali hanya memandang kepentingan bank, dan nasabah hanya diberikan pilihan untuk setuju atau tidak.

3

ibid, hal 8

4


(13)

merupakan kegiatan yang baru mendapatkan landasan hukum, dengan adanya Undang Nomor 7 Tahun 1992 yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Dalam karya ilmiah ini diajukan penelitian dengan judul Perlindungan Hukum Nasabah Debitor Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Sumut Syariah.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan merupakan suatu persoalan yang harus dicari jawabannya. Sebagaimana biasanya, suatu karya tulis mempunyai permasalahan yang akan diangkat dan ditelaah untuk menguraikan dan memecahkannya. Sehubungan dengan itu dalam penulisan skripsi ini, penulis membatasi permasalahan guna memudahkan pembahasan agar tidak menyimpang dari materi pokok dari penulisan skripsi ini. Adapun pokok-pokok masalah dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana hubungan hukum antara Bank Syariah dan Nasabah?

2. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban nasabah debitor dalam pembiayaan mudharabah pada Bank Sumut Syariah?

3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah debitor dalam pembiayaan mudharabah pada Bank Sumut Syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Kehadiran Bank Syariah yang dimotori dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada Tahun 1992 dengan sistem bagi hasil, telah memberikan angin segar bagi dunia perbankan Indonesia, apalagi sambutan masyarakat khususnya umat Islam dengan jumlah yang mayoritas merupakan konsumen


(14)

potensial atas semua produk perbankan Indonesia. Dukungan ini wajar mengingat sasaran Bank Syariah dengan sistem non-bunganya tidak hanya golongan ekonomi mapan, tetapi terutama ingin meningkatkan taraf hidup dan kemapanan serta daya beli golongan ekonomi menengah ke bawah. Namun perkembangan dalam industri perbankan ini tidak diimbangi dengan perangkat perlindungan bagi kepentingan nasabah, khususnya nasabah deposan.

Bertitik tolak pada uraian di atas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui hubungan hukum yang dilakukan antara bank dengan pihak nasabah.

2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi hak dan kewajiban nasabah dalam pembiayaan mudharabah pada Bank Sumut Syariah

3. Untuk mengetahui apakah nasabah bank syariah sudah mendapatkan perlindungan hukum.

Sedangkan manfaat penulisan ini dapat diperoleh secara praktis maupun secara teoritis.

Manfaat secara praktis yang diperoleh adalah:

1) Menambah pengetahuan tentang hubungan hukum yang dilakukan antara bank dengan pihak nasabah.

2) Menambah pengetahuan tentang hak dan kewajiban nasabah dalam pembiayaan mudharabah pada bank syariah.

3) Menambah pengetahuan tentang perlindungan hukum bank syariah terhadap nasabah.


(15)

Manfaat secara teoritis yang diperoleh adalah memberikan pengetahuan bagi penulis sendiri maupun bagi mahasiswa serta pihak-pihak yang membutuhkannya.

D. Keaslian Penulisan

Skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Nasabah Debitor Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Sumut Syariah ” ini adalah hasil karya tulis penulis sendiri, dan penulisan ini bukanlah hasil karya jiplakan ataupun penggandaan dari karya tulis orang lain, karena itu keaslian penulisan ini terjamin adanya, di Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara memang telah ada skripsi yang bertemakan tentang perlindungan hukum nasabah hasil karya tulis para alumni Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara diantaranya adalah: “Perlindungan hukum terhadap nasabah dalam ketentuan kontrak standard pemberian kredit di Bank Mandiri, Perjanjian penyertaan modal usaha dan asas perlindungan nasabah pada bank syariah, Perlindungan hukum terhadap debitur atas klausula aksonerasi yang terdapat pada perjanjian kredit bank ”.

Namun penulisan tentang “Perlindungan Hukum Nasabah Dalam Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Sumut Syariah”, adalah baru diangkat sebagai karya tulis skripsi oleh penulis sendiri.

Kalaupun ada pendapat ataupun kutipan dalam penulisan ini semata-mata adalah faktor pendukung dan pelengkap dalam penulisan yang memang sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan tulisan ini.


(16)

E. Tinjauan Kepustakaan

Maruluk Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan di Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu:5

a) Perlindungan secara implisit (Implicit deposit protection) yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindarkan terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini yang diperoleh melalui: (1) Peraturan Perundang-undangan dibidang perbankan, (2) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawas dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, (3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya, (4) Memelihara tingkat kesehatan bank, (5) Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian, (6) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah dan (7) Menyediakan informasi risiko pada nasabah.

b) Perlindungan secara eksplisit (Explicit deposit protection), yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat.

5

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2005),


(17)

Hermansyah, berpendapat bahwa hakikat dari perlindungan hukum terhadap nasabah adalah melindungi kepentingan dari nasabah penyimpan dan simpanannya yang disimpan di suatu bank tertentu terhadap suatu risiko kerugian. Perlindungan hukum ini juga merupakan upaya untuk mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat khususnya nasabah, maka sudah sepatutnya dunia perbankan perlu memberikan perlindungan hukum itu.

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa:

“Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank”

“Deposan adalah nasabah penyimpan dana yaitu nasabah yang menyimpan dananya kepada bank tersebut dalam bentuk simpanan tabungan dan deposito berjangka”.6

Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa bagi hasil.

Selanjutnya ketentuan pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan menyebutkan bahwa:

Nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku.

7

6

Ronny Sautma Hotma Bako, Op.cit., hal 11

7

Muhammad Syafi’i Antonio

Pembiayaan Mudharabah adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lain (mudharib) menjadi pengelola, dimana keuntungan usaha dibagi dalam bentuk prosentase (nisbah) sesuai kesepakatan, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola, apabila kerugian itu diakibatkan oleh kelalaian si pengelola maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut


(18)

Bank Syariah adalah bank beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam yakni bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata bermuamalat secara Islam.8

F. Metode Penelitian

Adapun metode yang digunakan bersifat deskriptif yang dilakukan dengan pendekatan yuridis empiris yaitu melihat secara langsung penerapan perlindungan hukum terhadap nasabah deposan pada Bank Sumut Syariah cabang Medan, sedangkan data yang diperoleh melalui data primer dan data sekunder yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini, maka dilakukanlah:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Metode ini dilakukan dengan penelitian atas literatur-literatur, makalah serta sumber-sumber bacaan lainnya yang berkaitan dengan skripsi penulis.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian ini dilakukan dengan cara pengumpulan data di lapangan untuk mengetahui hubungan hukum antara Bank syariah dan nasabah, untuk mengetahui hak dan kewajiban nasabah dalam pembiayaan dan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah debitor dalam pembiayaan. Adapun data lapangan diperoleh melalui pedoman wawancara. Mewawancarai seorang pegawai back office Bank Sumut Syariah yang bernama Yudha Praditya Kartiwa.

G. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memahami dan lebih mudah menelaah pokok bahasan dalam skripsi ini, maka penulis menyusun tulisan ini secara sistematis. Keseluruhan

8

Karnaen Perwaatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank


(19)

sistematis ini berupa satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain, dimana di dalamnya terdiri dari lima (5) bab dan masing-masing bab dibagi lagi atas beberapa sub bab yaitu:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN ISLAM

Dalam bab ini membahas tentang sejarah perbankan Islam dan pengertian perbankan Islam, bank berdasarkan prinsip syariah, jenis-jenis pembiayaan bank syariah, perbedaan bank konvensional dan bank syariah, transaksi yang dilarang dalam perbankan Islam.

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SUMUT SYARIAH

Dalam bab ini memuat pengertian pembiayaan mudharabah, gambaran umum tentang bank sumut syariah, pembiayaan mudharabah pada bank syariah, akad dalam bank syariah.

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM NASABAH DALAM PEMBIAYAAN PADA BANK SUMUT SYARIAH

Dalam bab ini membahas tentang hubungan hukum antara bank sumut syariah dan nasabah, hak dan kewajiban nasabah dalam pembiayaan mudharabah pada bank sumut syariah, perlindungan hukum terhadap nasabah dalam pembiayaan mudharabah pada bank sumut syariah.


(20)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran penulis berkenaan dengan isi skripsi ini.


(21)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN ISLAM

A. Sejarah Perbankan Islam dan Pengertian Perbankan Islam

Jika dilihat dari sejarah berdirinya Bank Islam sebenarnya pada Zaman pra-Islam sudah ada bentuk-bentuk perdagangan yang pada zaman sekarang telah dikembangkan dalam suatu bisnis yang lebih modern. Bentuk-bentuk itu misalnya

al-Musyarokah, at-takaful, kredit kepemilikan barang dan pinjaman dengan

tambahan bunga. Bentuk perdagangan tersebut telah berkembang di jazirah Arab khususnya berpusat di kota Makkah, Jeddah, dan Madinah. Jazirah yang berada di jalur perdagangan Asia, Afrika, Eropa kemungkinan besar telah dipengaruhi bentuk-bentuk ekonomi Mesir purba, Yunani kuno dan Romawi 2500 tahun SM telah mengenal sistem perbankan. Kemudian di Babilonia yang telah menjadi wilayah Irak juga telah mengenal sistem perbankan hampir dari 2000 tahun SM.

Pada waktu itu sikap para umat tentang larangan riba sangat banyak. Kepatuhan umat terhadap larangan riba ini diarahkan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak terlarang, dan telah terbukti mampu mengantarkan umat Islam kepada masa kejayaannya mulai sekitar tahun 633 masehi hingga ratusan tahun kemudian. Pada masa Rasulullah secara umum bank adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yang menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang.

Di dalam sejarah perekonomian umat Islam pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam


(22)

sejak zaman Rasulullah. Praktek-praktek seperti ini menerima penitipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan juga untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah dilakukan sejak zaman Rasulullah.

Salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaannya di dunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan, oleh karena fungsinya sebagai pengumpul dana yang sangat berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.

Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam bahkan sejak zaman Rasulullah SAW. Rasululah SAW yang dikenal dengan julukan Al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan.9

Oleh karena bunga uang secara fiqih dikategorikan sebagai riba yang berarti haram, di sejumlah negara Islam dan berpenduduk mayoritas Muslim mulai timbul usaha-usaha untuk mendirikan lembaga bank alternatif non-ribawi. Hal ini terjadi terutama setelah bangsa-bangsa Muslim memperoleh kemerdekaannya dari para penjajah bangsa Eropa. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an tetapi usaha ini tidak sukses. Eksperimen lain

9

Ir.Adiwarman A. Karim,S.E.,M.B.A.,M.A.E.P, Bank Islam, Jakarta, Rajawali Pers,


(23)

dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an, di mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu.10

Gagasan mengenai Bank Syariah telah muncul sejak lama, ditandai dengan banyaknya pemikir-pemikir muslim yang menulis tentang keberadaan Bank Islam, misalnya Anwar Qureshi (1946), Naeim Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952).

11

a. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba itu sedikit/banyak haram hukumnya Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan April 1969 yang diikuti 19 negara peserta. Konferensi tersebut menghasilkan beberapa hal yaitu:

b. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dan sistem riba dalam waktu secepat mungkin

c. Sementara waktu menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.

Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Bank Islam adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Bank Islam wajib mengikuti dan berpedoman pada ketentuan-ketentuan

10

Sudin Haron, Prinsip dan Operasi Perbankan Islam, Kuala Lumpur, 1996, hal 3.

11

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi ,


(24)

yang ada pada zaman Rasulullah, bentuk yang sudah ada ataupun bentuk-bentuk usaha yang baru dan tidak menyimpang dari ketentuan Al-Quran dan Hadis.

Kemudian sejarah lainnya bagi perkembangan bank Islam yaitu dengan didirikannya Islamic Development Bank (IDB). Pendiriannya diawali dengan sidang menteri luar negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan pada bulan Desember 1970, dimana Mesir mengajukan proposal untuk mendirikan bank syariah Internasional. Setelah melalui persetujuan negara-negara OKI lainnya dan tahapan-tahapan tertentu, maka pada tahun 1975 berdirilah Islamic Development Bank (IDB) yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri.12

Lembaga ini kemudian berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dana negara-negara Islam untuk pembangunan dan secara aktif memberi jaminan bebas bunga berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Di samping itu, berdirinya IDB juga memotivasi banyak negara lain untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, dan Turki.

13

Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia terus berkembang. Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh

12

Ir.Adiwarman A. Karim,S.E.,M.B.A.,M.A.E.P, Praktik Pengembangan Perbankan

Syariah di Negara-negara Islam, FHUI, Depok, 2003 hal 1

13


(25)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah.14

14

Ir.Adiwarman A. Karim,S.E.,M.B.A.,M.A.E.P, 0p.cit., hal 25

Bank Muamalat sempat terkena permasalahan oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an. Kemudian, Islamic Development Bank (IDB) memberikan pemasukan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat kembali bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang yaitu UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil.

Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama Islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usah media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.


(26)

B. Bank Berdasarkan Prinsip Syariah

Bank syariah berasal dari dua kata, yaitu bank dan syariah. Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Bank Islam adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Bank Islam wajib mengikuti dan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang ada pada zaman Rasulullah, bentuk-bentuk yang sudah ada ataupun bentuk-bentuk usaha yang baru dan tidak menyimpang dari ketentuan Al-Quran dan Hadis.

Bank mempunyai makna suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara dua pihak, dimana dua pihak tersebut terdiri dari pihak yang bekelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Syariah apabila dilihat dari bank syariah Indonesia memiliki arti yaitu aturan perjanjian yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan dana atau untuk pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan hukum Islam.

Pengertian dari Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan ajaran hukum Islam. Bank syariah juga memiliki istilah lain yaitu Islamic banking atau interest fee banking, yang mengandung pengertian suatu sistem perbankan dalam pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi dan ketidakpastian ataupun ketidakjelasan.


(27)

Secara umum para ulama sepakat bahwa tujuan dari sistem perbankan syariah adalah untuk menghilangkan kezaliman dalam sistem ekonomi khususnya sistem perbankan. Salah satu bentuk kezaliman itu adalah adanya unsur eksploitasi atas yang lemah oleh yang kuat dalam interaksi ekonomi. Salah satu contoh yang sering ditampilkan oleh praktisi perbankan syariah adalah wujudnya praktek ribawi dalam sistem perbankan konvensional. Praktek disini adalah pemodal tidak mengetahui kepada pekerjaan apa bank memberikan modal dan apakah pekerja dalam pekerjaan tersebut untung atau rugi yang penting bagi pemilik modal adalah modal yang diberikan tidak hilang dan mendapat keuntungan yang banyak dari pekerjaan tersebut. Sedangkan dalam bentuk yang lainnya, praktek riba (bunga) masih menjadi sistem yang berlaku pada sistem perbankan konvensional.15

Orang-orang yang memakan riba itu tidak akan berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuk setan dengan terhuyung-huyung karena sentuhannya. Yang demikian itu karena mengatakan : “ Perdagangan itu sama saja dengan riba”. Padahal Allah telah menghalalkan perdagangan dan

Sebagai sebuah lembaga keuangan Bank Syariah mempunyai suatu mekanisme dasar, yaitu menerima deposito dari pemilik modal dan mempunyai kewajiban untuk menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan memakai sistem dan skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam.

Yang menjadi dasar terbentuknya Bank Islam juga bersumber dari adanya larangan riba di dalam Al-Quran dan Hadis sebagai berikut:

15

Dr. Ridwan Nurdin, MCL, Akad-akad Fiqih pada perbankan syariah di Indonesia,


(28)

mengharamkan riba. Oleh karena itu barang siapa telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka baginyalah apa yang telah lalu dan mengulangi lagi (memakan riba) maka itu ahli neraka mereka akan kekal didalamnya. (QS.Al-Baqarah:275).

Allah telah menghapus riba dan ia menyuburkan sedekah. (QS. Al-Baqarah:276).

Selain bersumber dari ketentuan Al-Quran dan Hadis Bank Islam juga didasari oleh beberapa kenyataan yaitu:

1. Praktek-praktek sistem bunga dan akibatnya

Sistem bunga yang dimaksud disini yaitu suatu tambahan bayaran atas uang pokok pinjaman. Jadi bunga adalah biaya yang dikenakan pada peminjam uang atau imbalan yang diberikan kepada penyimpan uang yang besarnya telah ditentukan di awal, dan biasanya ditentukan dalam bentuk persentase dan terus dikenakan selama masih ada simpanan atau pinjaman sehingga tidak terbatas pada jangka waktu kontrak. Penerapan sistem bunga juga dapat membawa akibat negatif seperti:

a. Masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diperhitungkan secara pasti.

b. Penerapan sistem bunga mengakibatkan pemerasan yang dilakukan oleh orang kaya terhadap orang miskin.

2. Sistem perbankan yang ada sekarang memiliki kebiasaan terjadinya kekuatan ekonomi di kalangan elite yaitu para bankir dan pemilik modal.


(29)

3. Sistem perbankan yang menerapkan bunga menimbulkan kenaikan harga yang semakin tinggi karena adanya kebiasaan bank untuk memberikan kredit secara berlebihan.

4. Sistem perbankan yang menerapkan bunga sekarang ini dirasakan kurang berhasil dalam membantu memberantas kemiskinan dan meratakan pendapatan baik di tingkat internasional maupun di tingkat nasional.

5. Di dalam era pembangunan ekonomi setiap negara lembaga perbankan memiliki peranan yang sangat besar.16

Sebagaimana dalam ekonomi konvensional, uang dan sistem perbankan mempunyai peranan signifikan dalam wacana ekonomi Islam. Dalam ekonomi Islam peranan uang dan perbankan harus sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam Islam uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Oleh karena itu konsep uang dan sistem perbankan yang dipahami secara konvensional, harus diperbaharui dan diorganisasikan dengan cara-cara tertentu sehingga terwujud kemaslahatan umat secara menyeluruh.

Uang dan sistem perbankan dirancang untuk memberikan kontribusi yang signifikan bagi pencapaian tujuan-tujuan utama sosio-ekonomi Islam. Berikut ini dikemukakan tujuan dan fungsi paling fundamental dari sistem keuangan dan perbankan syariah:

1. Kesejahteraan ekonomi yang menyeluruh berdasarkan full employment dan tingkat pertumbuhan ekonomi optimum.

2. Keadilan sosio-ekonomi dengan pemerataan distribusi pendapatan dan kesejahteraan.

16


(30)

3. Stabilitas dalam nilai uang sehingga memungkinkan medium of change dapat dipergunakan sebagai satuan perhitungan, patokan yang adil dalam penangguhan pembayaran dan nilai tukar yang stabil.

4. Mobilitas dan investasi tabungan bagi pembangunan ekonomi dengan jaminan pengembalian yang adil dan prospektif.

5. Penagihan yang efektif dari semua jasa dan produk perbankan.17

Berdasarkan kutipan di atas, tujuan dan fungsi sistem keuangan dan perbankan menurut ekonomi Islam hampir sama dengan sistem kapitalisme. Meskipun kelihatannya sama, namun sesungguhnya ada perbedaan dalam penekanan, di mana tujuan moneter dalam Islam ialah komitmennya pada nilai-nilai spiritual, prioritas keadilan sosio-ekonomi dan persaudaraan manusia.

Dengan diperkenankannya jenis bank berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dalam sistem perbankan kita saat ini di samping bank konvensional yang kita kenal selama ini, bank dapat pula memilih kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Kegiatan bank berdasarkan prinsip bagi hasil pada dasarnya merupakan perluasan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan pada sistem bunga, tetapi atas dasar prinsip bagi hasil atau jual beli sebagaimana digariskan syariat Islam. Juga diharapkan akan dapat saling melengkapi dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya yang terlebih dahulu dikenal dalam sistem perbankan kita.

Di samping itu, pendirian jenis bank bagi hasil ini akan dapat memberikan pelayanan kepada bagian masyarakat yang karena prinsip agama atau kepercayaan tidak bersedia memanfaatkan jasa-jasa bank konvensional. Bagaimanapun juga harus diakui bahwa dalam masyarakat banyak kelompok yang memiliki prinsip

17

Agustianto, Percikan Pemikiran Ekonomi Islam (Bandung: Citapustaka Media, 2002),


(31)

bahwa sistem bunga yang dianut oleh perbankan merupakan pelanggaran terhadap syariat agama dan merupakan riba yang di dalam hukum Islam adalah perbuatan dosa atau haram.

Haramnya riba ini dapat dilihat dari beberapa ayat al-Qur’an yaitu:

1. Qur’an S. Ali Imran ayat 130 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba berlipat-lipat ganda”.

2. Qur’an S. Al-Baqarah ayat 257 yang artinya : “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila”.

3. Qur’an S. An-Nisaa ayat 29 yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta bersamamu dengan jalan yang batil”.

Sejalan dengan itu, bank dengan prinsip bagi hasil dimaksudkan untuk melayani segmen pasar tersebut. Dalam Islam, tujuan moneter yang hendak dicapai tidak bisa dipisahkan dari ideologi dan keyakinan yakni sebagai implementasi syariah yang berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Kebijakan moneter harus diarahkan secara sengaja untuk mengatur penggunaan sumber daya keuangan sistem perbankan sehingga sangat menolong dalam mengurangi ketidakadilan pendapatan dan kesenjangan distribusi kekayaan. Dengan demikian pendayagunaan sumber daya manusia secara penuh dan efisien, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tujuan Islam. Demikian pula pendayagunaan sumber daya alam, harus dikelola secara efisien juga.


(32)

Kebijakan moneter menurut ekonomi Islam bertujuan untuk menciptakan keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan pendapatan/kesejahteraan bagi hasil seluruh rakyat dengan dasar persaudaraan universal. Al-Qur’an dan as-Sunnah sangat menekankan tegaknya keadilan dan persaudaraan.

Filsafat moral kebijakan moneter juga didasarkan pada kedua nilai tersebut. Dengan demikian, keadilan dan persaudaraan ini terintegrasi sangat kuat dalam ajaran Islam, sehingga realisasinya dalam kebijakan moneter menjadi komitmen spiritual bagi pembangunan ekonomi masyarakat.

Sektor perbankan memiliki posisi strategis sebagai lembaga intermediasi yang menunjang perekonomian nasional. Sejalan dengan upaya restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan dewasa ini, yakni untuk membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung program pemulihan ekonomi nasional, maka salah satu upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi sistem perbankan nasional adalah sistem perbankan syariah.

Sistem perbankan syariah ini baru ada setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998. Undang-Undang-undang ini dengan tegas membuka kemungkinan bagi bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya, baik untuk Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan pembiayaan bagi hasil tersebut kemudian oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan diperluas menjadi kegiatan apapun dari bank berdasarkan prinsip syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dengan


(33)

demikian Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 sekarang merupakan dasar hukum yang utama bagi eksistensi bank berdasarkan prinsip syariah.

Dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebut:

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Sebagai perkembangan dalam perbankan, diberikan kesempatan bagi bank untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan prinsip syariah. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan:

Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Syariah adalah Bank Islam. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan sendiri sebenarnya tidak ada menyebutkan tentang istilah Bank Islam, namun disebutkan dengan istilah bank dengan prinsip syariah. Selanjutnya pada Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 disebutkan tentang pengertian prinsip syariah yaitu:

Aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang disesuaikan dengan syariah, antara lain pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan memindahkan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain.


(34)

Dari isi Undang-Undang di atas, tampaknya ada kemajuan dalam melaksanakan sistem perbankan di negara Indonesia, di mana diberikan keleluasaan kepada umat Islam untuk megikuti sistem perbankan konvensional atau perbankan dengan sistem syariah.

Karnaen Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio menyebutkan defenisi Bank Islam:

Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, yakni bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata bermuamalat secara Islam.18

Pesatnya perkembangan lembaga perbankan Islam tersebut disebabkan bank Islam mempunyai keistimewaan-keistimewaan, yang utama adalah yang

Dasar pemikiran dibentuknya lembaga perbankan berdasarkan prinsip syariat Islam berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya suatu sistem ekonomi Islam yang melarang riba (bunga dan sejenisnya) dalam mengembangkan harta/perekonomian.

Atas dasar pemikiran itu, gagasan untuk mengkukuhkan konsep ekonomi Islam secara Internasional muncul pada sekitar dasawarsa 1970-an. Ketika pertama kali diselenggarakan konferensi Internasional di Mekkah tahun 1976. Lembaga perbankan Islam mengalami perkembangan yang pesat terutama setelah berdirinya Islamic Development Bank (IDB) yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan sosial bagi negara-negara anggota dan masyarakat muslim pada umumnya.

18


(35)

melekat pada konsep dengan berorientasi pada kebersamaan. Orientasi pada kebersamaan inilah yang menjadikan bank syariah mampu tampil sebagai alternatif pengganti sistem bunga, yang selama ini hukumnya (halal atau haram) masih diragukan masyarakat muslim.

Dalam operasionalnya, bank Islam harus mengikuti praktek-praktek usaha yang dilakukan di zaman Rasulullah, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi dilarang oleh Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama yang tidak menyimpang dari ketentuan Qur’an dan al-Hadist. Bank Islam berarti yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan al-Qur’an dan al-Hadist.19

1. Memenuhi kebutuhan perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga.

Dengan adanya sistem perbankan syariah yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, maka diharapkan dapat dicapai beberapa tujuan, antara lain:

2. Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan.

3. Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa keunggulan komperatif berupa peniadaan bunga yang berkesinambungan,

19


(36)

melarang spekulasi mata uang yang tak produktif dan pembiayaan lebih ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan aspek moral.20 Tetapi dalam beberapa dekade terakhir situasi berubah secara dramatis. Hegemoni intelektual barat dan hegemoni institusi bunga mendapatkan tantangan. Jadi kebijakan moneter dalam perekonomian Islam diharapkan menyumbangkan usaha yang signifikan terhadap pemberantasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan (ketidakadilan) pendapatan.

Dalam konteks ini Islam mensyaratkan empat hal penting:

1. Penghapusan pengeluaran yang berlebih-lebihan dan pemborosan terhadap pemakaian sumberdaya.

2. Pengekangan transaksi spekulatif 3. Peningkatan kesempatan kerja

4. Peraturan mengenai penggunaan sumberdaya keuangan (perbankan) untuk membantu mencapai pertumbuhan dan tujuan-tujuan yang diharapkan ekonomi Islam.21

20

Agustianto, Op.cit., hal 100

21

Ashari Akmal Tarigan, Ekonomi dan Bank Syariah pada Millenium Ketiga, Medan,

IAIN Pers, 2002, hal 181

Jadi menurut ekonomi Islam, tujuan kegiatan ekonomi bukanlah untuk mencapai pertumbuhan ekonomi itu sendiri, tidak pula peningkatan PDB (Product Domestic Bruto) yang tinggi, tetapi adalah suatu hidup sejahtera dengan dimensinya secara adil dan aspek ekonomi hanyalah salah satu dimensinya.


(37)

C. Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah

Secara umum pembiayaan Mudharabah dapat dibagi dua jenis yaitu: 1. Pembiayaan Mudharabah Mutlaqah (General Investment)

Pembiayaan mudharabah mutlaqah adalah suatu pembiayaan dalam bentuk kerjasama antara shahibul maal dalam hal ini Bank Syariah dengan nasabah atau mudharib yang cakupannya amat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha waktu dan daerah bisnis, kalau dalam pembahasan ulama fiqh salafussaleh seringkali menyebutkan dengan contoh “if al ma syi’ta” artinya lakukan sesukamu.22

Pada pembiayaan mudharabah mutlaqah ini pihak bank tidak menentukan bentuk usaha, waktu dan daerah bisnis mudharibnya. Hal ini diserahkan sepenuhnya kepada pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya sehingga boleh dikatakan dana yang diberikan oleh bank tersebut dapat dikelola oleh mudharib tanpa campur tangan pihak bank, jenis usaha yang akan dijalankan secara mutlak diputuskan oleh mudharib yang dianggap sesuai, sehingga tidak terikat dan terbatas, akan tetapi ada satu hal yang tidak boleh dilakukan mudharib tanpa seizin pihak bank yaitu mudharib atau nasabah tidak boleh meminjamkan modalnya atau memudharabahkannya lagi kepada pihak lain.

23

2. Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah

Pembiayaan mudharabah muqayyadah disebut juga dengan istilah restrected mudharabah/specifed mudharabah, yaitu kebalikan dari pembiayaan mudharabah mutlaqah, dalam pembiayaan ini mudharib dibatasi dengan batasan

22

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta,

Tazkia, , 1999 hal 173

23


(38)

jenis usaha, waktu, tempat usaha.24

D. Perbedaan Bank Konvensional dan Bank Syariah

Adanya pembatasan ini sering kali mencerminkan kecenderungan shahibul maal dalam memasuki dunia usaha mudharib.

Untuk jenis pembiayaan mudharabah muqayyadah ini pihak bank dapat memberikan batasan-batasan yang sudah baku kepada mudharib atau nasabah. Pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan pelaksanaan mudharabah muqayyadah ini hanya dilaksanakan apabila ada kerjasama dengan pemda/pemko yang peruntukan dananya untuk para pengusaha kecil didaerah pemda/pemko tersebut, jadi disini yang disalurkan itu adalah dana dari pemda/pemko tersebut bukan dana pihak ketiga yang ada pada Bank Sumut Syariah Cabang Medan.

Bank Konvensional dan Bank Syariah selain memiliki perbedaan juga memiliki banyak persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan. Perbedaan antara Bank Konvensional dan Bank Syariah dapat dilihat dari beberapa segi sebagai berikut:

1. Akad dan aspek legalitas

Dalam bank syariah, akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Produk apa pun yang dihasilkan semua perbankan, termasuk di dalamnya perbankan syariah, tidak akan terlepas dari proses transaksi yang dalam istilah fiqih muamalahnya disebut dengan aqd, kata jamaknya al-uqud. Ada beberapa asas al-uqud yang

24


(39)

harus dilindungi dan dijamin dalam wadah Undang-Undang (UU) Perbankan Syariah. Asas-asas yang dimaksudkan yakni:

a. Asas Ridha’iyyah b. Asas Manfaat c. Asas Keadilan

d. Asas Saling Menguntungkan

Seringkali nasabah berani melanggar kesepakatan perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tetapi tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban hingga yaumil qiyamah.25

1. Penjual

Ketentuan rukun akad dari transaksi bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Rukun akad dalam bank syariah adalah:

2. Pembeli 3. Barang 4. Harga

5. Akad/ijab qabul

Syarat dari pelaksanaan transaksi bank syariah juga berbeda dari bank konvensional. Syarat pelaksanaan transaksi dalam perbankan syariah yaitu:

1. Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah.

25

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari teori ke praktek, Gema Insani Press,


(40)

2. Harga barang dan jasa harus jelas

3. Tempat penyerahan harus jelas, karena berdampak pada biaya transportasi. 4. Barang objek transaksi harus sepenuhnya berada dalam objek

kepemilikan. Tidak boleh menjual sesuatu yang dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale yang terjadi dalam pasar modal.26

Ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan dalam suatu akad, yaitu:

1. Akad yang dilakukan para pihak (bank dan nasabah) bersifat mengikat. 2. Para pihak yang melakukan akad harus memiliki itikad baik. Hal ini

sangat penting diperhatikan untuk kelangsungan pelaksanaan akad itu sendiri.

3. Memperhatikan ketentuan-ketentuan atau tradisi ekonomi yang berlaku dalam masyarakat ekonomi selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip perekonomian yang telah diatur oleh Islam, dan tidak berlawanan dengan asas-asas al-uqud.

4. Para pihak memiliki kebebasan untuk menetapkan syarat-syarat yang ditetapkan dalam akad yang mereka lakukan, sepanjang tidak menyalahi ketentuan yang berlaku umum dan semangat moral perekonomian dalam Islam.

26


(41)

2. Lembaga penyelesaian sengketa

Berbeda dengan bank konvensional dalam bank syariah jika timbul sengketa antara nasabah dengan bank maka kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di pengadilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai dengan materi dan tata cara hukum syariah.27

Penyelesaian sengketa perbankan syariah sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 dilakukan peradilan agama, dan dalam ketentuan Pasal 55 ayat 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan sesuai dengan isi akad, namun tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Yang dimaksud penyelesaian sengketa sesuai dengan isi akad adalah penyelesaian sengketa dengan melalui upaya musyawarah, mediasi perbankan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) atau lembaga arbitrase lainnya.

28

3. Struktur organisasi

Bank syariah dapat memiliki struktur organisasi yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah berfungsi atau bertugas sebagai:

a. Mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar sesuai dengan ketentuan syariah.

27

Ibid hal.30

28


(42)

b. Membuat pernyataan berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah.

c. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.

Hal ini sesuai dengan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dewan Pengawas Syariah diangkat dalam Rapat Umum Pemegang Saham, atas rekomendasi MUI.29

4. Bisnis dan usaha yang dibiayai

Dalam bank syariah bisnis yang dibiayai tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah. Bank syariah tidak mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. Hal-hal pokok yang harus dipastikan agar suatu permintaan pembiayaan dapat disetujui yaitu: 30

a. Apakah objek yang dibiayai halal atau haram?

b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat? c. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/asusila? d. Apakah proyek berkaitan dengan perjudian?

e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembangan senjata pembunuh masal?

f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?

29

Ibid hal 72

30


(43)

5. Lingkungan dan budaya kerja

Sebuah bank syariah harus memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Hal ini menyangkut etika kerja dan usaha yang merupakan cerminan dari sunnah Rasulullah SAW berkaitan dengan ketauladanannya dalam perilaku kehidupan sebagai aplikasi dari nilai-nilai syariah.

Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq harus melandasi perilaku setiap karyawan sehingga tercermin intergritas aksekutif muslim yang baik. Disamping itu, karyawan bank harus memiliki skillful dan professional, dan mampu melakukan team work dimana informasi merata diseluruh fungsional organisasi. Demikian pula dalam hal punishment dan reward, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai syariah. Etika juga harus dijaga dalam hal berpakaian (aurat yang tertutup) dan tingkah laku para karyawan serta perlakuan yang baik terhadap nasabah sehingga memberikan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama besar Islam.31

E. Transaksi yang Dilarang Dalam Perbankan Islam

Dalam ibadah kaidah hukum adalah bahwa semua yang dilarang atau tidak diperbolehkan kecuali ada ketentuannya berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Berbeda dengan urusan muamalah, semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarangnya. Ketika suatu transaksi muncul yang mana sebelumnya belum dikenal dalam hukum Islam, maka transaksi tersebut dianggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil Al-Quran dan Hadis yang melarangnya, baik

31


(44)

itu larangan secara eksplisit maupun secara implisit. Dengan demikian dalam bidang muamalah, semua transaksi diperbolehkan kecuali yang diharamkan.

Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Haram zatnya 2. Haram selain zatnya

3. Tidak sah atau tidak lengkap akadnya

Berikut penjelasan mengenai penyebab terlarangnya sebuah transaksi: 1. Haram zatnya

Suatu transaksi dilarang karena objek yaitu barang dan jasa yang ditransaksikan juga dilarang, contohnya minuman keras, bangkai, daging babi. Jadi transaksi jual beli minuman keras adalah haram, walaupun akad jual belinya sah. Dengan demikian apabila ada seorang nasabah yang mengajukan suatu pembiayaan pembelian minuman keras kepada bank dengan menggunakan akad murabahah, transaksi ini haram dilakukan karena objek transaksinya haram walaupun akadnya sah transaksi ini tetap haram dilakukan.

2. Haram selain zatnya

a. Melanggar prinsip “An Taradin Minkum”

Dalam Islam setiap transaksi harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua belah pihak. Para pihak harus mempunyai informasi yang sama sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan apabila terjadi suatu keadaan dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang telah diketahui pihak lainnya. Keadaan dimana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang telah diketahui


(45)

pihak lainnya dalam bahasa fiqihnya disebut tadlis (penipuan). Tadlis (penipuan) dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni:

1. Kuantitas 2. Kualitas 3. Harga

4. Waktu penyerahan

Tadlis dalam kuantitas contohnya adalah pedagang yang mengurangi timbangan barang yang dijualnya. Tadlis dalam kualitas contohnya adalah penjual yang sengaja menyembunyikan cacatnya suatu barang yang ditawarkannya. Tadlis dalam harga contohnya adalah sengaja memanfaatkan ketidaktahuan seorang pembeli akan harga pasar dengan cara menaikkan harga produk di atas harga pasar. Dalam istilah fiqih tadlis harga ini disebut ghaban. Tadlis dalam waktu penyerahan contohnya adalah petani buah yang menjual buahnya di luar musim padahal si petani mengetahui bahwa dia tidak dapat menyerahkan buah yang dijanjikan itu pada waktunya. Begitu pula dengan konsultan yang berjanji untuk menyelesaikan suatu proyek dalam jangka waktu 2 bulan untuk memenangkan suatu tender, dimana konsultan tersebut mengetahui bahwa proyek tersebut tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu 2 bulan.

b. Melanggar prinsip “La Tazhlimuna wa la Tuzhlamun”

Prinsip ini mempunyai arti yakni jangan menzalimi dan jangan dizalimi. Praktek-praktek yang biasanya melanggar prinsip ini diantaranya:


(46)

1) Taghrir (gharar), gharar atau taghrir ini adalah terjadinya kesalahan informasi yang diakibatkan karena adanya suatu ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.

2) Rekayasa pasar dalam Supply, biasanya rekayasa dalam supply terjadi apabila seorang produsen/penjual mengambil keuntungan dimana keuntungan yang diambil oleh si penjual itu diatas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik. Hal ini dalam istilah fiqih disebut ikhtikar. Ikhtikar biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier, yakni menghambat penjual lain masuk ke pasar agar ia menjadi penjual tunggal di pasar. Banyak orang yang mengatakan bahwa ikhtikar sama dengan monopoli. Ikhtikar dapat terjadi apabila terpenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

a. Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara menimbun stock atau mengenakan entry barrier.

b. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga sebelum munculnya kelangkaan.

c. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan sebelum komponen 1 dan 2 dilakukan..

3) Rekayasa pasar dalam Demand, Rekayasa pasar dalam demand terjadi apabila seorang produsen menciptakan suatu permintaan palsu, seakan-akan ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik.hal ini biasanya terjadi dalam bursa saham. Rekayasa dalam demand ini dalam istilah fiqih disebut dengan bai’najasy.


(47)

4) Riba

Dalam ilmu fiqih dikenal tiga jenis riba, yaitu sebagai berikut: a. Riba fadl

b. Riba nasiah c. Riba jahiliyah

5) Maysir, suatu permainan di mana salah satu pihak harus menanggung beban pihak lain akibat permainan tersebut. Untuk menghindari terjadinya maysir dalam sebuah permainan, contohnya pembelian trophy atau hadiah untuk para juara jangan berasal dari dana partisipasi para pemain, sebaiknya dana berasal dari para sponsorship yang tidak ikut dalam pertandingan. Dengan demikian tidak ada pihak yang merasa dirugikan atas kemenangan pihak yang lain. Pemberian bonus atau trophy dengan cara seperti itu halal hukumnya.

6) Risywah, memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suatu perbuatan dapat dikatakan perbuatan risywah jika dilakukan kedua belah pihak secara sukarela. Risywah sering disebut juga dengan suap menyuap.

3. Tidak sah atau tidak lengkap akadnya

Suatu transaksi dapat menjadi haram apabila akad transaksi tersebut tidak sah atau tidak lengkap. Suatu transaksi dapat dikatakan tidak sah apabila:

a. Rukun dan syaratnya tidak terpenuhi, yaitu apabila dalam suatu akad tidak terdapat pelaku, objek, atau ijab qabul atas suatu transaksi. Dalam kaitannya dengan ijab qabul (pernyataan sepakat), kesepakatan tidak sah apabila terjadi kesalahan atau kekeliruan objek, adanya paksaan atas


(48)

kesepakatan (ikrah), atau kesepakatan disertai ancaman (tadlis). Selain itu syarat-syarat khusus suatu transaksi juga harus dipenuhi dalam akad. b. Terjadi Ta’aluq, yaitu pelaksanaan suatu akad tergantung dari berlakunya

akad yang lain. Contohnya berlakunya yaitu perjanjian yang menyatakan A akan membiayai pembelian traktor kepada B dengan syarat B akan menjual tanahnya kepada A.

c. Terjadi “two in one” yaitu transaksi yang diwadahi dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidak pastian mengenai akad mana yang akan dipergunakan. Two in one terjadi apabila dalam kedua akad tersebut terdapat kesamaan objek, kesamaan pelaku, kesamaan jangka waktu. Apabila satu saja dari ketiga faktor tersebut tidak terpenuhi maka two in one tidak terjadi dan akad tetap sah.32

32


(49)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH

A. Pengertian Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah merupakan salah satu bentuk pengelolaan uang/harta yang dibenarkan oleh Allah yakni dengan cara memberikan modal kepada seseorang atau lembaga. Modal tersebut kemudian dikelola dalam suatu usaha yang layak. Sistem pemberian dana melalui mudharabah adalah salah satu sistem pemberian dana yang paling penting dalam syariat Islam. Mudharabah yang terdiri dari dua unsur yaitu produksi dan usaha yaitu dana dan kerja. Banyak orang yang memiliki dana tetapi tidak mampu mengeksploitasikan dan menginvestasikannya karena kurangnya pengalaman yang dimiliki oleh si pemilik dana. Sementara yang lain memiliki dana dan mampu melaksanakan usaha, tetapi tidak memiliki dana yang cukup untuk keperluan usaha.33

Hikmah dari sistem mudharabah adalah dapat memberi keringanan kepada manusia. Dengan akad mudharabah kedua belah pihak yakni antara pemilik dana dan pengelola dana dapat mengambil manfaat dari kerjasama yang terbentuk. Pemilik dana mendapatkan manfaat dengan pengalaman pengelola dana, sedangkan pengelola dana dapat memperoleh manfaat dengan harta sebagai

33

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum


(50)

modal. Dengan demikian, dapat tercipta kerjasama antara modal dan kerja, sehingga dapat tercipta kesejahteraan umum.

Islam menganjurkan kepada setiap umatnya untuk mengelola harta yang dimilikinya dengan cara yang benar, apabila bertentangan dengan aturan yang ditetapkan akan memberikan dampak yang negatif bagi dirinya dan berpengaruh terhadap orang lain, baik dampak yang ada di dunia maupun di akhirat nanti. Sesungguhnya Islam menganjurkan manusia untuk mencari harta sebanyak-banyaknya dan bebas ke segala daerah tidak hanya di dalam negeri saja.

Mudharabah pada bank Islam adalah suatu sistem pendanaan operational realitas bisnis, bersaham mengembangkan kegiatan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu mudharabah termasuk dalam kategori bekerja yang merupakan salah satu sebab kepemilikan yang sah menurut syara’. Maka seorang pengelola berhak memiliki harta yang merupakan hasil keuntungan dan transaksi mudharabah karena kerjanya sesuai dengan presentasi yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.34

Mudharabah memiliki pengertian bepergian untuk urusan dagang. Mudharabah sering juga disebut dengan qiradh dimana keduanya memiliki makna yang sama. Mudharabah merupakan akad yang telah dikenal umat muslim sejak zaman Nabi. Pada saat itu Nabi berprofesi sebagai pedagang beliau melakukan kerjasama dengan Khadijah dimana pada saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh Nabi Muhammad SAW ke luar negeri. Dalam kerjasama ini Khadijah berperan sebagai pemilik modal sedangkan Nabi

34

Prof. Dr. H.M. Hasballah Thaib, MA, Hukum aqad dalam fiqih Islam dan praktek di


(51)

Muhammad SAW sebagai pelaksana usaha. Dengan demikian, jika dilihat dari segi hukum Islam maka akad mudharabah ini diperbolehkan.35

Akad mudharabah merupakan suatu transaksi pendanaan atau investasi yang berdasarkan kepercayaan. Kepercayaan merupakan unsur yang paling penting dalam akad mudharabah yaitu kepercayaan yang diberikan oleh si pemilik dana kepada si pengelola dana. Kepercayaan ini sangat penting karena si pemilik dana tidak boleh terlalu ikut campur di dalam manajemen perusahaan atau proyek yang dibiayainya kecuali hanya sebatas memberikan masukan ataupun saran-saran dan melakukan pengawasan terhadap pengelola dana. Apabila usaha tersebut mengalami kerugian yang mengakibatkan sebagian atau seluruh modal si pemilik dana habis maka yang menanggung kerugian adalah si pemilik dana. Sedangkan si pengelola dana sama sekali tidak menanggung atau tidak harus mengganti kerugian atas modal yang hilang, kecuali kerugian tersebut terjadi akibat kesengajaan, kelalaian, atau pelanggaran akad yang dilakukan oleh si pengelola dana. Pengelola dana hanya menanggung kehilangan atau risiko berupa waktu, pikiran, dan jerih payah yang telah dilakukannya selama mengelola proyek atau

Dilihat secara teknis mudharabah merupakan suatu akad kerjasama usaha antara pemilik dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha, keuntungan dibagi atas dasar sistem bagi hasil yang mana sebelumnya telah disepakati oleh kedua belah pihak, apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung oleh si pemilik dana kecuali apabila disebabkan oleh si pengelola dana.

35


(52)

usaha tersebut, serta kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan sesuai yang telah ditetapkan dalam perjanjian mudharabah.

Hal tersebut sesuai dengan prinsip sistem keuangan syariah yaitu bahwa pihak-pihak yang terkait dalam suatu transaksi harus secara bersama-sama menanggung risiko, dalam hal transaksi mudharabah pemilik dana akan menanggung risiko finansial sedangkan pengelola dana akan memiliki risiko nonfinansial. Dalam mudharabah, pemilik dana tidak boleh mensyaratkan sejumlah tertentu untuk bagiannya karena dapat disamakan dengan riba yaitu meminta kelebihan atau imbalan tanpa ada faktor penyeimbang yang diperbolehkan syariah.36

1. Sistem kerja pada bank adalah investasi berkelompok, di mana mereka tidak saling mengenal. Jadi sangat kecil kemungkinan terjadi hubungan yang langsung dan personal.

Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh si pemilik dana dengan si pengelola dana kecil kemungkinannya untuk dapat dilakukan oleh bank, karena disebabkan oleh beberapa hal:

2. Banyak investasi sekarang ini membutuhkan dana dalam jumlah besar, sehingga memerlukan puluhan bahkan ribuan pemilik dana untuk sama-sama menjadi penyandang dana untuk satu proyek tertentu.

3. Lemahnya disiplin terhadap ajaran Islam menyebabkan sulitnya bank memperoleh jaminan keamanan atas modal yang disalurkannya.37

Untuk menghindari adanya perselisihan dalam kontrak mudharabah di kemudian hari sebaiknya dilakukan secara tertulis dan dihadiri para saksi. Dalam perjanjian harus mencakup berbagai aspek yaitu tujuan mudharabah, nisbah pembagian keuntungan, periode pembagian keuntungan, biaya-biaya yang boleh

36

Sri Nurhayati, S.E., M.M, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta,

2009, hal 112

37


(53)

dikurangkan dari pendapatan, ketentuan pengembalian modal, hal-hal yang dianggap sebagai kelalaian pengelola dana dan sebagainya. Apabila terjadi hal yang tidak diinginkan di kemudian hari maka kedua belah pihak dapat merujuk pada kontrak yang telah disepakati bersama. Jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak maka dapat diselesaikan secara musyawarah oleh mereka berdua atau melalui badan arbitrase syariah. Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. Sedangkan pengembalian dana mudharabah dapat dilakukan secara bertahap bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah berakhir sesuai dengan kesepakatan pemilik dana dan pengelola dana.

Modal dapat direalisasikan dalam bentuk sejumlah mata uang yang beredar. Modal dalam kontrak mudharabah tidak dapat dijadikan sebagai hutang bagi pihak pengelola dana pada waktu terjadinya kontrak. Modal tidak diperbolehkan sebagai hutang bagi pihak pengelola dana kepada pemilik dana alasannya adalah kalau pemilik dana (investor) menjadikan modal dalam kontrak mudharabah dalam bentuk hutang, dimungkinkan akan menggunakannya sebagai tujuan untuk memperoleh keuntungan darinya. Sedangkan mengambil keuntungan dari hutang adalah termasuk riba yang dilarang dalam agama Islam ataupun dalam hukum Islam.

Mudharib atau sering disebut juga dengan pengelola dana mulai mengelola kontrak mudharabah semenjak menerima modal untuk aktivitas usahanya. Mudharib memiliki kebebasan dalam mengelola usahanya dan semua keputusan


(54)

yang berkaitan dengan kontrak tersebut. Mudharib dalam mengelola kontrak, membagi kontrak mudharabah ke dalam dua bentuk, yaitu: kontrak mudharabah yang tidak terlarang dan kontrak mudharabah yang terlarang. Kontrak mudharabah yang tidak terlarang adalah kontrak dimana pihak mudharib diberi kebebasan yang luas dalam mengelola usahanya serta menentukan keputusan yang menurutnya dianggap paling tepat. Ia diperbolehkan menjalankan usahanya dengan modal tersebut, bahkan dibolehkan memberikan modal tersebut kepada pihak ketiga untuk dijalankan dalam lapangan usaha atau mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk kontrak musyarakah. Sedangkan kontrak mudharabah yang terlarang adalah bahwa mudharib bebas menjalankan usahanya sesuai dengan prakteknyang umumnya berlaku dalam perdagangan. Campur tangan investor dalam mengelola kontrak mudharabah akan menghalangi efektifitas kerja mudharib dan hal tersebut harus dihindari.38

B. Gambaran Umum Tentang Bank Sumut Syariah

PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara, disingkat PT. Bank SUMUT didirikan pada tanggal 04 November 1961 dengan akte Notaris Rusli No. 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas dan diubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) berdasarkan Undang-Undang No. 13/1962 tentang ketentuan pokok Bank Pembangunan Daerah dan sesuai dengan Peraturan Daerah Tingkat I Sumatera Utara No.5 tahun 1965. Namun tanggal 16 April 1999 dengan Peraturan Daerah No. 2/1999 bentuk badan hukum diubah kembali menjadi Perseroan

38


(55)

Terbatas sesuai dengan akte Notaris Alina Hanum Nasution, S.H. tentang pendirian Perseroan Terbatas.

Sebagai Bank yang memiliki Visi untuk menjadi Bank andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan pembangunan daerah disegala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat, PT. Bank Sumut senantiasa berusaha untuk mengikuti perkembangan yang ada, termasuk rencana untuk mendirikan Unit Usaha Syariah (UUS).

Gagasan dan wacana untuk mendirikan unit atau Divisi Usaha Syariah sebenarnya telah berkembang cukup lama dikalangan stakeholder Bank SUMUT, khususnya direksi dan komisaris, sejak dikeluarkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyatakan bahwa bunga Bank adalah haram dan sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.10 Tahun 1998 yang memberikan kesempatan bagi Bank Konvensional untuk mendirikan Unit Usaha Syariah (UUS). Selain itu karena kultural masyarakat Sumatera Utara yang religius khususnya umat Islam yang semakin sadar akan pentingnya menjalankan ajaran-Nya dalam semua aspek kehidupan, termasuk dalam bidang Ekonomi (Muamalah).

Atas dasar hal tersebut dan komitmen Bank SUMUT terhadap pengembangan layanan syariah maka dibentuknya satuan Divisi dibawah organisasi Bank SUMUT yang menangani layanan syariah yaitu Divisi Usaha Syariah (DUSy).


(56)

Pada tanggal 04 November 2004 Bank SUMUT membuka Unit Usaha Syariah dengan dua kantor cabang Syariah, yaitu Kantor Cabang Syariah Medan dan Kantor Cabang Padang Sidempuan.

Bank SUMUT Syariah merupakan salah satu Bank yang beroperasi berdasarkan prinsip Syariah sesuai dengan izin prinsip Bank Indonesia No. 6/2/DPIP/Prz/Mdn tanggal 28 April 2004 dan izin pembukaan Cabang Syariah Medan dan Padang Sidempuan No. 6/142/Prz/Mdan tanggal 18 Oktober 2005. Diikuti dengan dibukanya Kantor Cabang Syariah Tebing Tinggi pada tanggal 26 Desember 2005 sesuai dengan izin Bank Indonesia dengan surat Bank Indonesia Medan kepada direksi PT. Bank SUMUT No. 7/177/DPIP/Prz/Mdn tanggal 15 Desember 2005 perihal rencana pembukaan cabang Syariah, Kantor Cabang Pembantu dan Kantor Kas Bank SUMUT pada tanggal 26 Desember 2006 dibuka Kantor Cabang Pembantu Stabat, selanjutnya pada tanggal 14 Desember 2009 dibukalah Kantor Cabang Pembantu Kisaran.

Tata cara beroperasi Bank Syariah pada umumnya yaitu Bank SUMUT Syariah pada khususnya tentunya mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadis. Prinsip Unit Usaha Syariah ini menjadi panduan dalam menerpakan fitur-fitur produk Bank SUMUT Syariah, baik itu produk pembiayaan maupun produk penghimpunan dana.

Kegiatan operasional PT. Bank SUMUT Cabang Medan didukung oleh sistem operasional yang disebut OLIB’S Syariah (Online Integerity Banking Sistem). Dalam menjalankan operasional perbankan sehari-hari PT. Bank SUMUT


(57)

Unit Usaha Syariah menggunakan sistem operasional perbankan yang menganut pada prinsip Syariah.

Pada sistem operasional Bank SUMUT Syariah nasabah kreditur yang menanamkan modalnya di Bank akan memperoleh keuntungan bagi hasil dari pendapatan yang diperoleh Bank (bagi nasabah yang menanamkan modalnya dalam bentuk produk Marhamah). Kemudian dana nasabah tersebut akan disalurkan oleh Bank kepada nasabah debitur yang membutuhkan, baik dalam bentuk modal usaha maupun dalam bentuk jual beli.

Adapun produk yang ditawarkan Bank SUMUT Syariah dalam rangka penghimpunan dana nasabah kreditur dan penyaluran dana kepada nasabah debitur adalah sebagai berikut:

1. Produk Penghimpunan Dana

Dalam penghimpunan, produk yang ditawarkan PT. Bank SUMUT Unit Usaha Syariah adalah :

a. Produk Wadi’ah

Tabungan Marwah (Martabe Wadi’ah)

Berprinsip Wadi’ah Yad Dhamanah (Titipan dana) yang berdasarkan fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 2/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 26 Dzulhijjah 1420/ 1 April 2004 Masehi. Tabungan Marwah merupakan tabungan berupa titipan murni yang dengan seizin pemilik dana (Shahibul Maal) Bank dapat mengelolanya didalam operasional Bank untuk mendukung sektor riil, dengan jaminan bahwa dana tersebut dapat ditarik setiap saat oleh pemilik dana. Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjamin pengembalian dana dan titipan nasabah


(58)

sampai dengan seratus juta. Adapun keuntungan yang diterima nasabah adalah dapat ditarik setiap saat, dapat dijadikan agunan pembiayaan, keamanan dana dan dalam kondisi tertentu Bank dapat memberikan bonus maupun hadiah lainnya yang besar dan caranya tidak diperjanjikan, melainkan hanya kebijaksanaan Bank. Dalam akad ini nasabah dapat menarik dananya setiap saat kapan pun dibutuhkannya diseluruh kantor Bank SUMUT secara online. Setiap nasabah yang melakukan pembiayaan, maka harus membuka tabungan Martabe Wadi’ah, untuk kelancaran pembayaran angsuran pembiayaan. Risikonya pada tabungan ini adalah Bank tidak bertanggung jawab atas penyalahgunaan Buku Tabungan karena kelalaian Penabung dan tidak memberikan fasilitas ATM.

b. Produk Mudharabah

Yang termasuk kedalam tabungan Mudharabah adalah :

1. Tabungan Marhamah (Martabe Bagi Hasil Mudharabah)

Merupakan produk penghimpunan dana yang dalam pengelolaannya merupakan prinsip Mudharabah Muthlaqah yaitu investasi yang dilakukan oleh nasabah sebagai pemilik dana (Shahibul Maal) dan Bank sebagai pihak yang bebas tanpa pembatasan dari pemilik dana untuk menyalurkan dana nasabah tersebut dalam bentuk pembiayaan kepada usaha-usaha yang menguntungkan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

1) Perhitungan Profit produk Tabungan iB Martabe Bagi Hasil Dimana :

PP : Profit Produk (Pendapatan yang akan didistribusikan untuk tabungan iB Martabe Bagi Hasil).


(59)

TD : Jumlah saldo rata-rata harian dalam sebulan. Pby : Jumlah rata-rata pembiayaan.

Pdc : Jumlah pendapatan Cash Basis dalam sebulan. 2) Perhitungan Pendapatan Per Nasabah

Dimana :

PN : Pendapatan Nasabah

SN : Saldo rata-rata harian (dalam sebulan) TD : Total saldo rata-rata harian (dalam sebulan) PP : Profit Produk

N : Nisbah

2. Deposito Ibadah (Deposito Investasi Bagi Hasil Mudharabah)

Prinsipnya sama dengan Tabungan Marhamah, tetapi dana yang disimpan nasabah hanya dapat ditarik berdasarkan jangka waktu yang telah ditentukan, dengan bagi hasil keuntungan yang telah disepakati bersama. Perhitungan pembagian bagi hasilnya sama dengan “Tabungan iB Martabe Bagi Hasil”.

2. Produk Penyaluran Dana

Adapun Produk PT. Bank SUMUT Cabang Medan dalam penyaluran dana kepada nasabah debitur adalah sebagai berikut:

a. Transaksi Jual Beli Dalam Bentuk Piutang Murabahah

Akad ini merupakan akad jual beli atas suatu barang dengan harga yang disepakati diawal, dimana Bank menyebutkan harga pembelian dan margin (keuntungan) yang diperoleh Bank. Bank dapat mensyaratkan pembeli untuk membayar uang muka (urbun). Nasabah membayar kepada Bank menurut harga


(1)

memakan harta sesamamu dengan jalan sia-sia, kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”. Bank Syariah harus memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kepentingan mereka yang memerlukan pertolongan, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah nasabah. Atas dasar itu maka segala persetujuan yang tertuang dalam akad-akad Bank Syariah wajib dipenuhi.

d.Prinsip keseimbangan/keadilan

Dalam Al-Qur’an kata yang terbanyak disebut setelah Allah dan Ilmu Pengetahuan adalah keadilan. Kata keadilan disebut lebih dari 1000 kali. Hal ini menunjukkan betapa prinsip keadilan/keseimbangan memiliki peran yang sangat dimuliakan dalam ajaran Islam.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Bentuk dan isi perjanjian yang dilakukan antara bank syariah dengan nasabah adalah dalam bentuk tertulis dalam suatu perjanjian baku (standart contract), namun dalam penetapan jumlah nisbah bagi hasil ada suatu negoisasi antara pihak bank dan nasabah sehingga kedudukan antara kedua belah pihak sejajar.

2. Dalam pembiayaan Mudharabah pada Bank Sumut Syariah terdapat beberapa hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para Nasabah. Hak dan Kewajiban nasabah dalam Pembiayaan Mudharabah pada Bank Sumut Syariah selalu dilampirkan dalam akad pembiayaan yang disepakati bersama dengan nasabah namun dibuat dalam perjanjian baku yang dibuat oleh Bank Sumut Syariah.

3. Perlindungan hukum yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah dimana Dewan pengawas syariah adalah suatu dewan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya Bank Islam agar di dalam operasionalnya tidak menyimpang dari prinsip-prinsip mu’amalah menurut Islam. Dewan pengawas syariah memiliki tugas untuk mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang diajukan kepada Dewan Pengawas Syariah sehingga dapat ditentukan tentang sesuai atau tidaknya masalah-masalah tersebut dengan ketentuan-ketentuan syariah Islam.


(3)

B. Saran

1. Sebagai bank yang berlandaskan syariah, isi perjanjian hendaknya selalu dapat dinegoisasikan, karena itu sangat dianjurkan pada setiap bank untuk membuat perjanjian (biasanya dalam bentuk baku) di mana nasabah maupun bank sama-sama sepakat dan mendapatkan keuntungan yang proporsional.

2. Hendaknya pemerintah membuat peraturan yang khusus mengatur tentang ketentuan bank syariah, sehingga ada landasan yuridis dalam pelaksanaan operasional bank syariah. Lewat peraturan-peraturan ini diharapkan juga dapat memberikan perlindungan hukum kepada nasabah bank syariah. 3. Sebagai lembaga pengawas perbankan di Indonesia, maka Bank Indonesia

mempunyai peranan yang sangat besar dalam usaha melindungi, dan menjamin agar nasabah tidak mengalami kerugian akibat tindakan bank yang salah. Bank Indonesia diharapkan secara lebih aktif lagi melakukan tugas dan kewenangannya untuk mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan oleh seluruh bank yang beroperasi di Indonesia. Pengawasan yang efektif dan baik adalah merupakan langkah preventif dalam membendung atau setidak-tidaknya mengurangi kasus kerugian nasabah karena tindakan bank atau lembaga keuangan lainnya yang melawan hukum.


(4)

Daftar Pustaka I.Buku:

Anshori, Abdul Ghofur. 2009. Hukum Perbankan Syariah. Bandung: Refika Aditama.

Agustianto, 2002. Percikan Pemikiran Ekonomi Islam. Bandung: Citapustaka Media.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 1999. Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta: Tazkia.

Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press.

Ascary. 2007. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT.Raja Grafindo. Djumhana, Muhammad. 2000. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.

Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Haron, Sudin. 1996. Prinsip dan Operasi Perbankan Islam. Kuala Lumpur.

Karim, Adiwarman A. 2004. Bank Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Karim, Adiwarman A. 2003. Praktik Pengembangan Perbankan Syariah di Negara-negara Islam, Depok: FHUI.


(5)

Karnaen, Perwaatmadja dan Antonio, Muhammad Syafi’i. 1992. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.

Nurhayati, Sri. 2009. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.

Nurdin, Ridwan. 2010. Akad-akad Fiqih pada Perbankan Syariah di Indonesia. Banda Aceh: Pena.

Rifai, Veitzal dan Arivin, Arviyan. 2010. Islamic Banking Teori, Konsep, dan Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Romy Sutma Hotma Bako. 1995. Hubungan Bank dan Nasabah terhadap Produk Tabungan dan Deposito. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Saeed, Abdullah. 2008. Bank Islam dan Bunga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sjahdeini, Sutan Remy. 1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta.

Sumitro, Warkum. 2002. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Terkait. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Thaib, Hasballah. 2004. Hukum Aqad dalam Fiqih Islam dan Praktek di Bank Sistem Syariah. Medan: Program Pasca Sarjana USU.

II. Peraturan Perundang-undangan:

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah


(6)

Undang-III. Internet:

www. scribd. com. Prinsip-prinsip Perbankan Islam www. esharianomics.com. Pembiayaan Mudharabah www. iwandah. com. Pelayanan Nasabah