Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Dana Nasabah Dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah (Studi pada KSU Syariah Mitra Amaliyah)

(1)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN DANA

NASABAH DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH

(Studi pada KSU Syariah Mitra Amaliyah) S K R I P S I

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

oleh:

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

RUDI SUNARDI

NIM: 030200052 DEPARTEMEN HUKUM


(2)

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN DANA

NASABAH DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH

(Studi pada KSU Syariah Mitra Amaliyah)

S K R I P S I

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum OLEH:

RUDI SUNARDI NIM: 030200052 DEPARTEMEN HUKUM

PERDATA DAGANG

Disetujui oleh:

KETUA DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Prof. Dr. Tan Kamello, SH.M.S NIP: 031 764 556

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA

2009

Rabiatul Syahriah, SH. M. Hum NIP: 131 842 853 NIP: 132 300 072

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan yang tiada henti-hentinya akan kehadhirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam tak lupa penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan jalan dan menuntun umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang yang disinari oleh nur iman dan Islam.

Skripsi ini berjudul: Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah (Studi Kasus pada KSU Syariah Mitra Amaliyah).

Penulis menyadari bahwa di dalam pelaksanaan pendidikan ini banyak mengalami kesulitan-kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya suatu masukan serta saran yang bersifat konstruktif di masa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:


(4)

1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp. A(K), sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Prof. Dr. Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Bapak Armansyah, SH, M. Hum sebagai Ketua Jurusan Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA sebagai Dosen Pembimbing I, terima kasih atas bimbingan dan dukungan Bapak selama ini kepada penulis.

8. Bapak Ibu Rabiatul Syahriah, SH, M. Hum, sebagai Dosen Pembimbing II, terima kasih atas perhatian dan bimbingan Ibu kepada penulis selama penulisan skripsi.

9. Seluruh staf Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum USU. 10.Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum USU.

11.Ayahanda (Sunardi) dan ibunda (Asiyah) yang tercinta, sembah sujud ananda haturkan atas curahan dan belaian kasih sayang yang tulus dan dengan susah payah dan segala upaya telah membesarkan dan mendidik


(5)

ananda hingga ananda dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi, serta seluruh keluarga besar yang memberikan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesai skripsi ini.

12.Buat isteriku, Nisa dan anakku tersayang, Alif, skripsi ini ku persembahkan buat kalian. Semoga kita terus menjadi keluarga yang bahagia dan diridhoa oleh Allah SWT.

13.Buat dan Adik-adikku semoga kalian dilindungi-Nya selalu.

14.Juga teman-teman lain yang tidak bisa di sebutkan satu persatu, kalian akan selalu dihatiku.

15.Buat semua pihak yang telah berpartisipasi atas penulisan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Demikianlah yang penulis dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, 18 Juni 2009


(6)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Permasalahan ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D. Keaslian Penulisan ... 7

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penelitian ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II Tinjauan Hukum Tentang Koperasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 ... 16

A. Pengaturan tentang Koperasi dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia ... 16

B. Mekanisme Pendirian Koperasi ... 18

C. Bentuk Usaha dan Jenis Koperasi ... 22

D. Kegiatan-kegiatan Koperasi ... 26

BAB III Modal-modal dan Prinsip Keuangan pada Koperasi Syariah Dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan ... 29

A. Karakteristik Koperasi Syariah... 29

B. Sumber Modal Koperasi Syariah ... 30


(7)

D. Modal Penyertaan ... 35

BAB IV Perlindungan Dana Nasabah Dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah 38 A. Gambaran Umum Koperasi Syariah Mitra Amaliyah dan Dasar Hukumnya ... 38

B. Aspek Hukum Perikatan dalam Pendirian Koperasi Simpan Pinjam Syariah... 48

C. Prinsip-prinsip Dasar Produk Koperasi Syariah ... 67

D. Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Syariah Mitra Amaliyah ... 72

E. Akibat Hukum dalam Hal Terjadinya Wanprestasi Terhadap Dana Nasabah Pada Koperasi Syariah Mitra Amaliyah ... 74

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan... 78

B. Saran ... 79


(8)

ABSTRAKSI

Koperasi syariah sebagai suatu badan usaha yang berbadan hukum dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai salah satu usaha atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi secara umum. Koperasi Simpan Pinjam syariah secara khusus dalam kegiatan usahanya menerima tabungan (penghimpunan dana) dan menyalurkannya, yang berasal dari dan untuk para anggotanya atau koperasi lain dan/atau anggotanya. Seiring dengan perkembangan koperasi syariah yang pesat dan secara umum dapat disimpulkan perkembangannya juga sehat, akan tetapi di dalam praktek pelaksanaannya koperasi syariah tidak terlepas dari berbagai masalah, khususnya masalah kepercayaan dari para nasabah.

Skripsi ini membahas tentang Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah (studi kasus pada KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah dengan pokok bahasan mengenai Landasan Hukum Tentang Koperasi Syariah, penerapan prinsip syariah pada permodalan koperasi syariah di Koperasi Simpan Pinjam Syariah Mitra Amaliyah, dan bentuk perlindungan terhadap dana nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah Mitra Amaliyah.

Metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah metode normatif yuridis, yakni Yaitu mengumpulkan bahan penulisan melalui bacaan, peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah-majalah, hasil seminar, surat kabar dan lain-lain, dan metode penelitian lapangan, yakni dengan pengumpulan data mengenai objek yang diteliti dalam hal ini dilakukan melalui wawancara dengan pengurus LKMS-KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah Kec. Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

Koperasi Syariah di Indonesia didirikan didasarkan pada kebijakan pemerintah berdasarkan UU No. 25/1992 tentang Koperasi, UU No. 7/ 1992 (kini UU No. 10/ 1998) tentang perbankan, yang diikuti dengan keluarnya PP No. 72/ 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Koperasi syariah menggunakan modal yang nota bene berasal dari para nasabah untuk dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah, seperti pembiayaan mudharabah, musyarakah, wadi’ah, ijarah dan sebagainya. Perlindungan dana nasabah dilakukan dengan melakukan pengelolaan secara profesional sehingga segala bentuk penggunaan dan peruntukan dana nasabah diambil melalui mekanisme yang benar, minim risiko dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun jika terjadi wanprestasi dalam pengembalian dana nasabah, maka jalan musyawarah mufakat menjadi pilihan utama untuk menyelesaikan permasalahan. Hal ini ditujukan untuk menjaga hubungan yang baik antara lembaga dengan nasabah dan menjaga eksistensi lembaga di mata masyarakat (nasabah lainnya).


(9)

ABSTRAKSI

Koperasi syariah sebagai suatu badan usaha yang berbadan hukum dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai salah satu usaha atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi secara umum. Koperasi Simpan Pinjam syariah secara khusus dalam kegiatan usahanya menerima tabungan (penghimpunan dana) dan menyalurkannya, yang berasal dari dan untuk para anggotanya atau koperasi lain dan/atau anggotanya. Seiring dengan perkembangan koperasi syariah yang pesat dan secara umum dapat disimpulkan perkembangannya juga sehat, akan tetapi di dalam praktek pelaksanaannya koperasi syariah tidak terlepas dari berbagai masalah, khususnya masalah kepercayaan dari para nasabah.

Skripsi ini membahas tentang Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah (studi kasus pada KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah dengan pokok bahasan mengenai Landasan Hukum Tentang Koperasi Syariah, penerapan prinsip syariah pada permodalan koperasi syariah di Koperasi Simpan Pinjam Syariah Mitra Amaliyah, dan bentuk perlindungan terhadap dana nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah Mitra Amaliyah.

Metode penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini adalah metode normatif yuridis, yakni Yaitu mengumpulkan bahan penulisan melalui bacaan, peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah-majalah, hasil seminar, surat kabar dan lain-lain, dan metode penelitian lapangan, yakni dengan pengumpulan data mengenai objek yang diteliti dalam hal ini dilakukan melalui wawancara dengan pengurus LKMS-KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah Kec. Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

Koperasi Syariah di Indonesia didirikan didasarkan pada kebijakan pemerintah berdasarkan UU No. 25/1992 tentang Koperasi, UU No. 7/ 1992 (kini UU No. 10/ 1998) tentang perbankan, yang diikuti dengan keluarnya PP No. 72/ 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Koperasi syariah menggunakan modal yang nota bene berasal dari para nasabah untuk dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah, seperti pembiayaan mudharabah, musyarakah, wadi’ah, ijarah dan sebagainya. Perlindungan dana nasabah dilakukan dengan melakukan pengelolaan secara profesional sehingga segala bentuk penggunaan dan peruntukan dana nasabah diambil melalui mekanisme yang benar, minim risiko dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun jika terjadi wanprestasi dalam pengembalian dana nasabah, maka jalan musyawarah mufakat menjadi pilihan utama untuk menyelesaikan permasalahan. Hal ini ditujukan untuk menjaga hubungan yang baik antara lembaga dengan nasabah dan menjaga eksistensi lembaga di mata masyarakat (nasabah lainnya).


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lahirnya lembaga keuangan syariah termasuk “Koperasi Syariah”, sesungguhnya dilatarbelakangi oleh pelarangan riba (bunga) secara tegas dalam Al-Qur’an.1

Seiring digulirkannya sistem perbankan syari’ah pada pertengahan tahun 1990-an, beberapa Lembaga Keuangan Syari’ah tumbuh dan berkembang pesat di Indonesia. Lembaga Keuangan Syari’ah mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai lembaga ekonomi Islam yang berbasis syari’ah ditengah proses pembangunan nasional. Berdirinya Lembaga Keuangan Syariah merupakan implementasi pemahaman umat Islam terhadap prinsip-prinsip muamalah dalam hukum ekonomi Islam yang selanjutnya direpresentasikan dalam bentuk pranata ekonomi Islam sejenis lembaga keuangan syari’ah bank dan non bank.

Islam mengangap riba sebagai satu unsur buruk yang merusak masyarakat secara ekonomi, sosial maupu n moral. Oleh karena itu, Al-Qur’an melarang umat Islam memberi atau memakan riba.

Lembaga keuangan syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung risiko usaha dan berbagi hasil usaha antara pemilik dana yang menyimpan uangnya dilembaga selaku pengelola dana, dan masyarakat yang membutuhkan dana yang bisa berstatus peminjam dana atau pengelola usaha.

1

Ilmi Makhalul, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah, UU Perss.,Patumbak, 2002, Hal. 1


(11)

Dari sekian banyak lembaga keuangan syari’ah, koperasi syariah merupakan lembaga ekonomi Islam yang dibangun berbasis keumatan, sebab dibentuk dari, oleh dan untuk masyarakat. Dari segi jumlah, koperasi syariah pun merupakan lembaga keuangan syariah yang paling banyak apabila dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan syari’ah lainnya. Kehadiran koperasi syariah di Indonesia, selain ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di bidang ekonomi, juga memiliki misi penting dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah di wilayah kerjanya. Hal ini didasarkan pada visi koperasi syariah bahwa pembangunan ekonomi hendaknya dibangun dari bawah melalui kemitraan usaha.

Lembaga ekonomi yang berbasis keumatan, koperasi syariah berupaya memainkan peranannya sesuai dengan ketentuan hukum yang ditetapkan pemerintah bagi penyelenggaraan lembaga keuangan berdasarkan prinsip syari’ah. UU No. 7/1992 tentang perbankan ( Kini UU No.10/1998 ) dan PP No.72/1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil telah memberikan peluang positif bagi Koperasi Syariah/ BMT untuk beropersi secara proporsional.

Dengan berdirinya banyak koperasi syariah, bukan berarti semua koperasi syariah maju dengan baik. Akan tetapi ada juga koperasi syariah yang mengalami kesulitan-kesulitan di lapangan. Namun jumlahnya sangat kecil dibandingkan dengan koperasi syariah yang maju. Menurut penelitian yang dilakukan Junaidi, ternyata banyak koperasi syariah yang ada di lapangan, asetnya berkisar Rp. 10-30 juta atau sekitar 51 %-nya pada kategori Rp.10-30 juta-an. Memang ada koperasi-koperasi syariah yang besar yang di atas Rp. 100 juta di luar KUT, ternyata


(12)

jumlahnya 5%. Berdasarkan penelitian Junaidi, ternyata koperasi-koperasi syariah yang mempunyai aset bermasalah tidak lebih dari 10% atau ternyata cuma 7% dari total koperasi syariah, sedangkan yang lebih besar adalah koperasi-koperasi syariah yang tidak mempunyai masalah. Aset yang bermasalah ini merupakan kredit macet yang disebabkan oleh nasabah koperasi syariah yang tidak melaksanakan kewajibannya tepat waktu.2

Koperasi syariah sebagai suatu badan usaha yang berbadan hukum dapat melaksanakan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai salah satu usaha atau satu-satunya kegiatan usaha koperasi secara umum. Koperasi Simpan Pinjam syariah secara khusus dalam kegiatan usahanya menerima tabungan (penghimpunan dana) Sesuai dengan prinsip bagi hasil, maka hubungan antara koperasi syariah sebagai pemodal dan pengusaha kecil tidaklah hanya terbatas sebagai hubungan antara lembaga dan nasabah, dimana bankir tidak mencampuri urusan usaha nasabah. Hubungan antara koperasi syariah dan pengusaha merupakan hubungan hukum yang dituangkan dalam perjanjian. Perjanjian antara koperasi syariah dan pengusaha merupakan perjanjian tertulis yang dibuat sebelum pengusaha memperoleh pembiayaan.

Seiring dengan perkembangan koperasi syariah yang pesat dan secara umum dapat disimpulkan perkembangannya juga sehat, akan tetapi di dalam praktek pelaksanaannya koperasi syariah tidak terlepas dari berbagai masalah, khususnya masalah kepercayaan dari para nasabah.

2

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, IIT Indonesia, Jakarta, 2003


(13)

dan menyalurkannya, yang berasal dari dan untuk para anggotanya atau koperasi lain dan/atau anggotanya (Pasal 44 UU No. 25 Th.1992).

Selama ini pembahasan terhadap koperasi, termasuk koperasi syariah lebih banyak dari aspek ekonomi. Oleh karenanya penulis melalui skripsi ini akan melakukan tinjauan secara hukum terhadap Perlindungan Dana Nasabah Dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah. Karena mengingat sekarang ini banyak bertumbuh kembang penawaran produk investasi berupa simpanan berjangka pada koperasi syariah dengan janji tingkat pengembalian yang cukup tinggi. Penawaran produk investasi itu dilakukan secara terbuka kepada masyarakat luas, baik melalui iklan surat kabar, brosur-brosur maupun menggunakan media internet. Dengan menempatkan sejumlah uangnya pada koperasi syariah sebagaimana digambarkan dalam penawaran, para calon nasabah diberikan harapan nantinya akan mendapatkan pengembalian yang tinggi, tanpa harus bekerja keras keuntunganpun bisa didapat. Tawaran semacam ini sangatlah menggiurkan, karena orang akan lebih cenderung bersikap pragmatis untuk mendapatkan sebuah keuntungan. Dorongan kuat akan memperoleh keuntungan tinggi mampu membuat orang tanpa perlu lagi mempertimbangkan secara masak terhadap rasionalitas usaha maupun kemungkinan risikonya. Sehingga banyak warga masyarakat yang kemudian tertarik dan menginvestasikan uangnya. Fenomena di atas tentunya harus dicermati secara kritis, karena tidak sedikit yang kemudian bergulir menjadi kasus hukum, janji-janji semula seperti yang ditawarkan koperasi kemudian tidak sesuai dengan kenyataan, bahkan ketika dana milik para nasabah tidak bisa diambil kembali. Pengurus atau pengelola koperasi


(14)

syariah menjadi tersangka dengan sangkaan telah melakukan pelanggaran terhadap Undang-undang Perbankan, melakukan tindak pidana penipuan dan/atau penggelapan.

Oleh karena hal tersebut di atas, maka skripsi ini mengangkat sebuah judul, yaitu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah (studi kasus pada KSU Syariah Mitra Amaliyah). Judul skripsi ini diangkat untuk memperdalam pengetahuan terhadap hukum dan prakteknya ditengah-tengah masyarakat terutama mengenai lembaga keuangan Islam yang ikut ambil bagian dalam memacu pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan di Indonesia. Adapun alasan lain adalah untuk memotivasi agar lebih kritis melihat masalah-masalah sosial maupun ekonomi yang terjadi pada masyarakat ditinjau dari aspek yuridis. Sekaligus mempraktekan pengetahuan pada masalah hukum yang terjadi pada masyarakat sehingga tidak apatis.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan adalah pernyataan yang menunjukkan jarak antara rencana dengan pelaksanaan, antara harapan dan kenyataan, antara das sollen dan das sein. Dari latar belakang yang dikemukakan di atas mengenai judul skripsi ini, maka dapat disimpulkan pokok-pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu :


(15)

2. Bagaimana penerapan prinsip syariah pada permodalan koperasi syariah di Koperasi Simpan Pinjam Syariah Mitra Amaliyah?

3. Bagaimanakah bentuk perlindungan terhadap dana nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah Mitra Amaliyah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, mengatakan bahwa penelitian hukum merupakan salah satu tahap aktivitas pelaksanaan pembangunan hukum, oleh karena itu penelitian hukum merupakan salah satu kegiatan yang bertujuan untuk menemukan kenyataan-kenyataan tentang hukum yang berlaku dalam masyarakat.3

1. Untuk mengetahui landasan hukum tentang koperasi syariah

Dengan demikian maka tujuan penelitian hukum adalah untuk menunjang pembinaan serta pembaharuan hukum dengan mengusahakan penemuan-penemuan kenyataan. Pembahasan ini juga bertujuan untuk memperdalam serta memberi gambaran yuridis mengenai aspek hukum perjanjian yang terjadi pada baitul maal wat tamwil. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, tujuan dalam penelitian skripsi ini adalah :

2. Meneliti penerapan prinsip syariah pada permodalan koperasi syariah di Koperasi Simpan Pinjam Syariah Mitra Amaliyah

3. Meneliti bentuk perlindungan terhadap dana nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah Mitra Amaliyah

3


(16)

Adapun manfaat yang dapat dipetik dari penulisan ini adalah : 1. Secara teoretis

Menambah wawasan serta pengetahuan lembaga koperasi syariah dalam hal upaya menyelesaikan sengketa bagi mereka yang bergerak di bisnis atas perjanjian pembiayaan pada koperasi syariah yang timbul dari perselisihan mengenai kontrak maupun karena adanya wanprestasi. 2. Secara praktis

Dapat menambah pengetahuan kepada masyarakat khususnya para pelaku usaha mengenai penyelesaian sengketa bisnis atas perjanjian pembiayaan pada koperasi syariah. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya pemahaman dan pengalaman masyarakat mengenai prinsip-prinsip perjanjian dalam Islam dan penyelesaian sengketa dalam ekonomi Islam.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang bertemakan mengenai perjanjian pembiayaan dan penyelesaian sengketa memang cukup banyak yang diangkat dan dibahas, namun penulisan dengan judul Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah (studi kasus pada KSU Syariah Mitra Amaliyah), belum pernah ditulis sebagai skripsi. Dengan demikian penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan skripsi lainnya, sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat dipertanggung jawabkan baik secara moral maupun akademik.


(17)

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian Koperasi Syariah

Koperasi syariah adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip syariah sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk menyejahterakan anggotanya.

Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi syariah yaitu:

a. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi; b. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi syariah yang menjadi anggota

yang memiliki lingkup lebih luas.

Umumnya koperasi, termasuk koperasi syariah dikendalikan secara bersama oleh seluruh anggotanya, di mana setiap anggota memiliki hak suara yang sama dalam setiap keputusan yang diambil koperasi. Pembagian keuntungan koperasi (biasa disebut Sisa Hasil Usaha atau SHU) biasanya dihitung berdasarkan andil anggota tersebut dalam koperasi, misalnya dengan melakukan pembagian dividen berdasarkan besar pembelian atau penjualan yang dilakukan oleh si anggota.

2. Latar Belakang Pendirian Koperasi Syariah

Ketika perekonomian negara kita berkembang pesat, masalah kesenjangan ekonomi muncul ke permukaan sebagai sebuah fakta yang tidak dapat dipungkiri. Ketimpangan dalam distribusi pendapatan terjadi dan terus berlangsung antara lain disebabkan sangat kecilnya akses lembaga perbankan yang ada di


(18)

tengah-tengah kita dalam mendorong pertumbuhan ekonomi kelompok masyarakat berpenghasilan kecil. Sementara kesempatan berusaha maupun pemerataan kesejahteraan sosial agaknya masih tetap belum terjamin karena tidak menyentuh kebutuhan dan persoalan mendasar masyarakat bawah.

Selain dari itu ditambah pula adanya suatu keyakinan dari umat Islam bahwa produk perbankan konvensional mengandung riba. Itu semua berdampak pada pengusaha kecil yang sulit mengembangkan usahanya karena kesulitan mendapatkan dana investasi dan modal kerja. Ketimpangan sosial ekonomi akan semakin nyata antara perkembangan usaha kecil yang puluhan juta unit banyaknya dengan perkembangan usaha besar yang relatif cepat tetapi berjumlah sedikit. Hal ini memicu pertentangan sosial dan dapat membahayakan kelangsungan hidup bangsa.

Selain itu terbentuknya lembaga keuangan Islam juga bersumber dari adanya larangan riba di dalam Al-Qur’an dan Hadits. Larangan Al-Qur’an yang berkenaan dengan riba terdapat dalam surat Al Baqarah (ayat 275, 276, 278, 279, 280), Surat Al-Imran (ayat 130), Surat Ar-Rum (ayat 39), Surat An-Nisa (ayat 161).

Selain berdasarkan ketentuan Al-Qur’an dan Hadits, berdirinya lembaga keuangan Islam juga didasari oleh kenyataan adanya praktek sistem bunga. Yang dimaksud sistem bunga adalah tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman. Berdasarkan batasan tersebut pengertian bunga adalah biaya yang dikenakan kepada penyimpanan uang yang besarannya telah ditetapkan di muka yang


(19)

biasanya ditentukan dalam bentuk persentase dan terus dikenakan selama masih ada simpanan sehingga tidak hanya terbatas pada jangka waktu kontrak.

Di dalam kenyataannya pemerataan sistem bunga membawa akibat negatif yaitu masyarakat sebagai nasabah menghadapi suatu ketidakpastian, bahwa hasil perusahaan dari kredit yang diambilnya tidak dapat diramal secara pasti. Sementara itu dia tetap wajib membayar persentase berupa pengambilan sejumlah uang tertentu yang tetap berada di atas jumlah pokok pinjaman. Keadaan ini bertentangan dengan ketentuan Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Luqman ayat 34 yang intinya bahwa hanya Allah yang dapat mengetahui sesuatu yang akan terjadi di masa datang, sedangkan manusia tidak akan bisa meramalnya.

Selain itu hal ini akan semakin memberatkan nasabah karena dengan penetapan persentase jumlah bunga akan menjadi kelipatan perseratus dari sisa pinjaman dikalikan dengan jangka waktu pinjaman, sehingga dalam jangka waktu tertentu bisa terjadi suatu saat jumlah yang harus dikembalikan nasabah berlipat ganda dari pokok pinjaman, misalnya pinjaman dikenakan bunga 12 % pertahun, maka dalam jangka waktu 10 tahun bunganya akan menajdi 120 % dari pokok pinjaman. Keadaan tersebut akan lebih parah lagi apabila nasabah tidak dapat mengembalikan tepat pada jatuh temponya karena kewajiban membayar bunga akan terus berlangsung sebelum pinjaman dilunasi. Sehingga semakin nasabah tidak mampu untuk membayar, maka nasabah semakin terbebani bunga yang semakin berat.


(20)

Penerapan persentase bunga seperti itu jelas mempunyai pengertian yang sama dengan pengertian bunga berbunga karena setiap bunga yang sudah jatuh tempo dan tak terbayar akan dianggap sebagai bagian utang.

Sistem perbankan yang ada sekarang ini memiliki kecendrungan terjadinya konsentrasi kekuatan ekonomi di tangan kelompok elite, para bankir dan pemilik modal. Alokasi kekayaan yang tidak seimbang ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kerawanan berupa benturan-benturan, bahkan konflik antar kelas sosial yang pada gilirannya keadaan seperti ini akan mengganggu stabilitas nasional maupun perdagangan nasional. Dalam masyarakat yang maju seperti Amerika Serikat, kekuatan pokok ekonomi bukanlah terletak pada keahlian, melainkan pemulihan dan kendali atas modal abstrak yaitu kekuatan pokok yang berada di tangan sebagai pemegang saham utama pada perusahaan besar dan modern.

Bank-bank yang ada sekarang dikatakan tidak berhasil dalam upaya pemerataan pendapatan karena pranata pembayaran bunga tetap menjamin dari debitur secara terus-menerus ke arah kreditur. Jumlah debitur semakin lebih banyak dari pada jumlah kreditur. Peminjaman yang diperoleh pada umumnya menjadi nilai tambah bagi debitur untuk membayar bunga kepada kreditur, terutama untuk jenis pinjaman yang bersifat konsumtif. Oleh karena itu bank dengan pranata bunga menciptakan suatu keadaan yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin.

Dengan beroperasinya lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syariat Islam diharapkan mempunyai pengaruh yang besar terhadap terwujudnya sistem


(21)

ekonomi Islam. Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang terjadi setelah prinsip ekonomi yang menjadi pedoman kerjanya dipengaruhi atau dibatasi oleh ajaran Islam. Sehingga sistem ekonomi Islam bukanlah suatu pemikiran yang bersifat final melainkan terus berkembang melalui kerja ijtihad.

3. Dasar Hukum Koperasi Syariah

Adapun secara yuridis, pendirian Koperasi Syariah di Indonesia didasarkan pada kebijakan pemerintah berdasarkan UU No. 25/1992 tentang Koperasi, UU No. 7/ 1992 (kini UU No. 10/ 1998) tentang Perbankan, yang diikuti dengan keluarnya PP No. 72/ 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

Selanjutnya pendirian badan hukum Koperasi Syariah harus sesuai dengan UU No. 16/ 2001 tentang Yayasan, sedangkan dalam pelaksanaan operasi Koperasi Syariah harus sesuai dengan PP No.72/ 1992 dan Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

F. Metode Penelitian

Untuk memperoleh data-data dalam penulisan skripsi ini, dipergunakan metode pengumpulan data sebaga berikut :

1. Penelitian lapangan (Field Research).

Sehubungan dengan pengumpulan data, bahan-bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini dilakukan studi lapangan yaitu pengumpulan data mengenai objek yang diteliti dalam hal ini dilakukan


(22)

melalui wawancara dengan pengurus LKMS-KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah Kec. Patumbak Kabupaten Deli Serdang.

2. Penelitian kepustakaan (Library Research)

Yaitu mengumpulkan bahan penulisan melalui bacaan, peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah-majalah, hasil seminar, surat kabar dan lain-lain sebagai bahan bacaan yang relevan dengan penulisan, yang berguna sebagai dasar pengembangan uraian teoritis dalam penulisan skripsi

Penelitian mengenai “Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah (Studi Kasus pada LKMS KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah)”, merupakan penelitian hukum yang bersifat yuridis empiris, yaitu penelitian yang didasarkan pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer. Untuk melengkapi data yang diperoleh dari penelitian lapangan, dilakukan penelitian kepustakaan sebagai data sekunder.

Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian lapangan maupun dari penelitian kepustakaan, selanjutnya dianalisa secara kualitatif dengan metoda deskriptif. Metode kualitatif adalah analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya, kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan. Deskriptif yaitu metode analisis dengan memilih data yang menggambarkan sebenarnya di lapangan.

Dengan menggunakan metoda pengumpulan bahan-bahan dan data yang perlu dalam penyelesaian penulisan ini, maka diharapkan dapat memperkecil atau


(23)

bahkan dihilangkan kemungkinan terjadinya kesalahan atau kekeliruan yang timbul dari penulisan ini.

G. Sistematika Penulisan

BAB I : Bab ini merupakan bab Pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Tinjauan Hukum Tentang Koperasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992, yang mengulas tentang Pengaturan tentang Koperasi dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia, Mekanisme Pendirian Koperasi, Bentuk Usaha dan Jenis Koperasi, Kegiatan-kegiatan Koperasi.

BAB III : Bab ini akan membahas tentang Modal-modal dan Prinsip Keuangan pada Koperasi Syariah Dikaitkan Dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan yang akan membahas tentang Karakteristik Koperasi Syariah, Sumber Modal Koperasi Syariah, Peruntukan Modal Koperasi Syariah, Modal Penyertaan.

BAB IV: Bab ini akan dibahas tentang Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Simpan Pinjam Syariah, yang mengulas tentang Gambaran Umum Koperasi Syariah Mitra Amaliyah dan Dasar


(24)

Hukumnya, Aspek Hukum Perikatan dalam Pendirian Koperasi Simpan Pinjam Syariah, Prinsip-prinsip Dasar Produk Koperasi Syariah, Perlindungan Dana Nasabah dalam Koperasi Syariah Mitra Amaliyah, Akibat Hukum dalam Hal Terjadinya Wanprestasi Terhadap Dana Nasabah Pada Koperasi Syariah Mitra Amaliyah. BAB IV: Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang

berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.


(25)

BAB II

TINJAUAN HUKUM TENTANG KOPERASI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 1992

A. Pengaturan tentang Koperasi dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

Terdapat bermacam-macam definisi koperasi dan jika diteliti secara seksama, maka tampak bahwa definisi itu berkembang sejalan dengan perkembangan jaman. Defenisi awal apda umumnya menekankan bahwa koperasi itu merupakan wadah bagi golongan ekonomi lemah, seperti defenisi yang diberikan Dr. Fray, yang menyatakan bahwa koperasi adalah suatu perserikatan dengan persetujuan berusaha bersama yang terdiri atas mereka yang lemah dan diusahakan selalu dengan semangat tidak memikirkan diri sendiri sedemikian rupa, sehingga masing-masing sanggup menjalankan kewajibannya sebagai anggota dan mendapat imbalan sebanding dengan pemanfaatan mereka terhadap organisasi.4

4

M. Firdaus dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 38-39.

Salah satu faktor penting untuk mewujudkan kinerja koperasi yang baik adalah adanya peran Pemerintah dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang diatur dan dikeluarkan sedemikian rupa hingga sistem dapat berjalan dengan baik. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang koperasi adalah sebagai berikut:


(26)

1. Peraturan Pemerintah (PP) No.9 tahun 95 tentang Pengembangan Usaha Kecil Menengah dan Koperasi

2. Peraturan Pemerintah (PP) No.4 tahun 1994 tentang Kelembagaan

3. Instruksi Presiden (Inpres) No.18 Tahun 1998, tentang Pengembangan Kelembagaan Koperasi

4. Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi.

Berdasarkan kajian secara makro dari beberapa Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan yang ada dapat disimpulkan bahwa secara umum perangkat perundang-undangan yang mendukung sudah cukup memadai, namun masih memiliki kekurangan. Kekurangan yang muncul dalam bagian-bagian dari uraian Undang-Undang atau Peraturan-Peraturan yang ada antara lain menyangkut:5

1. Belum adanya penjelasan yang lebih mendalam dari azas “Kekeluargaan” sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan umum koperasi, misalnya pada Undang-Undang No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi. Hal ini penting mengingat dalam era keterbukaan sekarang ini perlu adanya klarifikasi makna tersebut agar jangan disalah artikan dengan pengertian Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN)

2. Belum adanya ketentuan sangsi hukum yang jelas berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan usaha koperasi terutama bila dihubungkan dengan upaya penegakan hukum yang tegas tanpa memandang siapapun. Mengingat hingga saat ini pelanggaran atas Undang-Undang dan

5

Edilius, dan Sudarsono, Koperasi dalam Teori dan Praktik, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993, hal. 32-33.


(27)

Peraturan-Peraturan yang berkaitan dengan penyalahgunaan koperasi tidak diproses secara hukum dengan tegas.

3. Belum adanya sinergisme diantara lembaga-lembaga terkait dengan pemberdayaan, pembinaan dan pengembangan koperasi, baik dikalangan instansi pemerintah maupun swasta. Hal ini tercermin dari belum adanya kesatuan yang utuh (terpadu) mengenai petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam rangka implementasi Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan yang ada. Sehingga masing-masing lembaga terkesan berjalan sendiri-sendiri dengan misi dan visinya masing-masing.

4. Adanya anggapan bahwa penyusunan produk Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan jauh lebih mudah daripada melaksanakannya.

5. Kendala-kendala umum yang dihadapi dalam pengembangan perkoperasian terutama yang menyangkut Sumber Daya Manusia (SDM), penguasaan teknologi permodalan, antisipasi peluang dan kemitraan, belum dapat dijabarkan secara komprehensif, baik dalam bentuk Undang-Undang, Peraturan-Peraturan maupun Petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk teknisnya (Juknis). Sehingga pemahaman tentang manajemen dan pengorganisasian koperasi masih memerlukan pendalaman dan sosialisasi lebih lanjut.

B. Mekanisme Pendirian Koperasi

Mekanisme pendirian koperasi dapat dijelaskan sebagai berikut:6

6

R.T. Sutantya Rahardja Hadhikusuma, Hukum Koperasi Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 66-69.


(28)

1. Fase pembentukan/pendirian

Koperasi sebagai suatu badan usaha, adalah merupakan suatu bentuk perhimpunan orang-orang dan/atau badan hukum koperasi dengan kepentingan yang sama.

Oleh karena koperasi ini biasanya didirikan oleh orang-orang yang mempunyai alat dan kemampuan yang terbatas, yang mempunyai keinginan untuk memperbaiki taraf hidup dengan cara bergotong royong, maka prosedur atau persyaratan pendiriannyapun diusahakan sesederhana mungkin, tidak berbelit-belit, dengan persyaratan modal yang relatif kecil, dan tanpa dipungut biaya yang tinggi.

Persyaratan untuk mendirikan koperasi yang biasanya telah tertuang dalam undang-undang ataupun peraturan koperasi antara lain adalah sebagai berikut:

a. Orang-orang yang akan mendirikan koperasi harus mempunyai kepentingan ekonomi yang sama

b. Orang-orang yang mendirikan koperasi harus mempunyai tujuan yang sama

c. Harus memenuhi syarat jumlah mínimum anggota, seperti telah ditentukan oleh pemerintah.

d. Harus memenuhi persyaratan wilayah tertentu, seperti telah ditentukan oleh pemerintah


(29)

Jika persyaratan tersebut telah ada, maka orang-orang yang memprakarsai pembentukan koperasi tersebut mengundang untuk rapat pertama, sebagai rapat pendirian koperasi. Konsep anggaran dasar koperasi seharusnya telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh panitia pendiri, yang nantinya dibahas dan disahkan dalam rapat pendirian. Dalam rapat pendirian ini selain disahkan anggaran dasar koperasi, juga dibentuk pengurus dan pengawas. Setelah perangkat organisasi koperasi terbentuk dalam rapat pendirian tersebut, maka untuk selanjutnya pengurus koperasi (yang juga pendiri) mempunyai kewjaiban mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang secara tertulis disertai Akta Pendirian Koperasi dan Berita Acara Rapat Pendirian. Dalam akta pendirian koperasi ini tertuang Anggaran Dasar Koperasi yang telah disahkan dalam rapat pendirian, serta tertuang pula nama-nama anggota pengurus (yang pertama) yang diberikan kewenangan untuk melakukan kepengurusan dan mengajukan permohonan pengesahan kepada pejabat yang berwenang.

2. Fase pengesahan

Atas dasar permohonan pengesahan yang disampaikan oleh pengurus koperasi (juga merupakan pendiri) secara tertulis tersebut, maka dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, pejabat yang bersangkutan harus memberikan putusan apakah permohonan tersebut diterima atau tidak.

Jika permohonan pengesahan ini ditolak, alasan-alasan penolakan diberitahukan secara tertulis kepada para pendiri dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengesahan, para pendiri/


(30)

pengurus dapat mengajukan permohonan ulang paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan permohonan tersebut. Keputusan terhadap pengajuan permohonan ulang ini, diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permohonan ulang tersebut.

Namun jika permohonan pengesahan tersebut diterima, maka sejak saat itu koperasi berstatus sebagai badan hukum. Pengesahan ini ditandai dengan diumumkannya akta pendirian koperasi tersebut (yang di dalamnya termuat pula anggaran dasarnya), ke dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Dengan diperolehnya status sebagai badan hukum, maka secara hukum, koperasi tersebut telah diakui keberadaannya seperti orang (person) yang mempunyai kecakapan untuk bertindak, memiliki wewenang untuk mempunyai harta kekayaan, melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti: membuat perjanjian, menggugat dan digugat di muka pengadilan, dan sebagainya, sehingga dengan demikian, sebagai suatu badan hukum maka koperasi adalah juga merupakan subjek hukum.

Namun demikian, sebagai suatu subjek hukum, koperasi adalah meruakan subjek hukum abstrak, yang keberadaannya atas rekayasa manusia untuk memenuhi kebutuhan ekonomisnya. Karena merupakan subjek hukum abstrak, maka di dalam menjalankan/ melakukan perbuatan-perbuatan hukum, koperasi diwakili oleh perangkat organisasi yang ada padanya dalam hal ini adalah pengurus.


(31)

C. Bentuk Usaha dan Jenis Koperasi

Dalam ketentuan pasal 16 Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 dinyatakan bahwa jenis koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya. Sedangkan dalam penjelasan pasal tersebut, mengenai jenis koperasi ini diuraikan seperti antara lain: koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen, koperasi produsen, koperasi pemasaran, dan koperasi jasa. Untuk koperasi-koperasi yang dibentuk oleh golongan fungsional seperti pegawai negeri, anggota ABRI/TNI, karyawan, dan sebagainya, bukanlah merupakan suatu jenis koperasi tersendiri.

Mengenai penjenisan koperasi ini, jika ditinjau dari berbagai sudut pendekatan, maka dapat diuraikan seperti berikut:7

1. Berdasar pendekatan sejarah timbulnya gerakan koperasi, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti berikut:

a. Koperasi konsumsi b. Koperasi kredit; dan c. Koperasi produksi

2. Berdasar pendekatan menurut lapangan usaha dan/atau tempat tinggal para anggotanya, maka dikenal beberapa jenis koperasi antara lain:

a. Koperasi desa

Adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari penduduk desa yang mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dalam koperasi

7

Nindyo Pramono, Beberapa Aspek Koperasi Pada Umumnya dan Koperasi Indonesia di


(32)

dan menjalankan aneka usaha dalam suatu lingkungan tertentu. Untuk satu daerah kerja tingkat desa, sebaiknya hanya ada satu koperasi desa yang tidak hanya menjalankan kegiatan usaha bersifat single purpose, tetapi juga kegiatan usaha yang bersifat multi purpose (serba usaha) untuk mencukupi segala kebutuhan para anggotanya dalam satu lingkungan tertentu, misalnya:

1. Usaha pembelian alat-alat pertanian 2. Usaha pembelian dan penyaluran pupuk

3. Usaha pembelian dan penjualan kebutuhan hidup sehari-hari 4. Dan sebagainya

b. Koperasi unit desa (KUD)

Koperasi unit desa ini berdasar Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 1973 adalah merupakan bentuk antara dari Badan Usaha Unit Desa (BUUD) sebagai suatu lembaga ekonomi berbentuk koperasi, yang pada tahap awalnya dapat merupakan gabungan dari koperasi-koperasi pertanian atau koperasi desa dalam wilayah Unit Desa, yang dalam perkembangannya kemudian dilebur atau disatukan menjadi satu KUD. Dengan keluarnya Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 2 Tahun 1978, KUD bukan lagi merupakan bentuk antara BUUD telah menjadi organisasi ekonomi yang merupakan wadah bagi pengembangan berbagai kegiatan ekonomi masyarakat pedesaan yang diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat pedesaan


(33)

itu sendiri serta memberikan pelayanan kepada anggotanya dan masyarakat pedesaan.

c. Koperasi konsumsi

Koperasi konsumsi adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari tiap-tiap orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam lapangan konsumsi. Koperasi jenis ini biasanya menjalankan usaha untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari para anggotanya dan masyarakat sekitarnya.

d. Koperasi pertanian (Koperta)

Koperta adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari para petani pemilik tanah, penggadoh atau buruh tani, dan orang-orang yang berkepentingan serta bermata pencaharian yang berhubungan dengan usaha-usaha pertanian.

e. Koperasi peternakan

Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari peternak, pengusaha peternakan yang berkepentingan dan mata pencahariannya langsung berhubugan dengan soal-soal peternakan.

f. Koperasi perikanan

Adalah koperasi yang anggotanya terdiri dari para peternak ikan, pengusaha perikanan, pemilik kolam ikan, pemilik alat perikanan, nelayan, dan sebagainya yang kepentingan serta mata pencahariannya langsung berhubungan dengan soal-soal perikanan


(34)

Koperasi kerajinan atau koperasi industria adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari para pengusaha kerajinan/industria dan buruh yang kepentingan serta mata pencahariannya langsung berhubungan dengan kerajinan atau industri.

h. Koperasi simpan pinjam atau koperasi kredit

Adalah koperasi yang anggota-anggotanya terdiri dari orang-orang yang mempunyai kepentingan langsung dalam soal-soal perkreditan atau simpan pinjam.

3. Berdasar pendekatan menurut golongan fungsional, maka dikenal jenis-jenis koperasi seperti antara lain:

a. Koperasi Pegawai Negeri (KPN) b. Koperasi angkatan darat (KOPAD) c. Koperasi angkatan laut (KOPAL) d. Koperasi angkatan udara (KOPAU) e. Koperasi angkatan kepolisian (KOPAK) f. Koperasi pensiunan angkatan darat g. Koperasi pensiunan pegawai negeri h. Koperasi karyawan

i. Dan lain-lain

4. Berdasar pendekatan khusus dari aktivitas dan kepentingan ekonominya, maka dikenal jenis-jenis koperasinya seperti antara lain:

a. Koperasi batik b. Bank koperasi


(35)

c. Koperasi asuransi d. Dan sebagainya.

D. Kegiatan-kegiatan Koperasi

Sebagai suatu perusahaan, koperasi harus menjalankan sesuatu usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomis, meskipun koperasi bukan merupakan bentuk akumulasi modal. Untuk mencapai tujuan mendatangkan keuntungan ekonomis tersebut, maka koperasi harus menjalankan usahanya secara terus menerus (kontinyu), terang-terangan, berhubungan dengan pihak ketiga, dan memperhitungkan rugi laba serta mencatat semua kegiatan usahanya tersebut ke dalam suatu pembukuan.8

Mengenai lapangan usaha koperasi ind ini di dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 diatur dalam ketentuan pasal 43 dan pasal 44 beserta penjelasannya. Dari ketentuan tersebut, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa koperasi indonesia dapat bergerak di segala kehidupan ekonomi dan berperan utama dalam kehidupak ekonomi rakyat. Yang dimaksud dengan kehidupan ekonomi rakyat adalah semua kegiatan ekonomi yang dilaksanakan dan menyangkut kepentingan orang banyak (rakyat), seperti yang diamanatkan oleh pasal 33 UUD 1945 beserta penjelasannya. Namun demikian, dalam menjalankan usaha koperasi ini harus lebih mengutamakan arah pada bidang-bidang usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggotanya, untuk menunjang usahanya maupun kesejahteraannya.

8


(36)

Oleh karena itu, pengelolaan koperasi harus dilaksanakan secara produktif, efektif dan efisien. Dalam arti koperasi harus memiliki kemampuan dalam mewujudkan pelayanan usaha, yang dapat meningkatkan nilai tambah dan manfaat yang sebesar-besarnya pada anggota, dengan tetap mempertimbangkan untuk memperoleh sisa hasil usaha yang wajar. Untuk mencapai kemampuan usaha seperti itu, maka koperasi harus dapat berusaha secar luwes, baik yang menyangkut industri/produk hulu dan/atau hilir tersebut. Ini berarti koperasi mempunyai kesempatan dan peluang yang sama dengan pelaku ekonomi lainnya dalam melakukan kegiatan usahanya.

Oleh karena itu, koperasi dan para pelakunya (pengurus, manajer/ pengelola, dan anggotanya) harus mampu bekerja secara efisien, untuk dapat bersaing dengan pelaku ekonomi lainnya (Badan Usaha Milik Swasta dan Badan Usaha Milik Negara) dalam menjalankan kegiatan usaha di segala bidang kehidupan ekonomi, sehingga mampu untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

Oleh sebab itu, koperasi sebagai suatu badan usaha haruslah bekerja dengan prinsip dan hukum ekonomi perusahaan, menjalankan asas bussiness efficiency, yaitu mengupayakan keuntungan finansial untuk menghidupi dirinya.9

9

Bahri Nurdin, Partisipasi Anggota dan Pemantapan Skala Usaha Sebagai Alat Penunjang Pelaksanaan Koperasi Mandiri, dalam “Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1989/1990”, UII Press, Jakarta, 1989, hal. 379.

Koperasi harus pula menjalankan asas efisiensi ekonomi (melaksanakan alokasi sumber daya) sebaik mungkin guna menunjang program kesejahteraan anggota dan pembangunan ekonomi untuk golongan ekonomi lemah pada umumnya.


(37)

Dengan koperasi bekerja efisien baik secara ekonomis maupun bisnis, koperasi akan dapat melayani kepentingan anggotanya, sekaligus koperasi dapat melayani masyarakat sekitar dengan baik. Sehingga pada akhirnya koperasi akan sangat menunjang peningkatan kesejahteraan ekonomi golongan ekonomi lemah di suatu daerah (pedesaan) pada khususnya dan suatu wilayah perekonomian daerah (pedesaan) pada umumnya.

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, koperasi dalam menjalankan kegiatan usaha simpan pinjam sebagai salah satu ataupun satu-satunya kegiatan usaha yang dilakukannya. Kegiatan usaha simpan pinjam ini dilakukan dengan menghimpun dana dari anggota koperasi, kemudian menyalurkan kembali dana yang dihimpun tersebut kepada anggota koperasi bersangkutan. Atau menghimpun dana dari koperasi lain dan/atau anggotanya, kemudian menyalurkannya kembali kepada koperasi lainnya tersebut dan/atau anggotanya. Pengertian koperasi di sini adalah termasuk juga calon anggota yang memenuhi syarat. Sedangkan yang menyangkut koperasi lain dan/atau anggotanya, ketentuan yang berlaku dilandasi oleh perjanjian kerja sama yang dilakukan oleh antar koperasi bersangkutan. Artinya antar koperasi dapat melakukan kerja sama usaha dalam usaha simpan pinjam, dengan jalan menghimpun dana dan menyalurkannya kembali dari dan untuk mereka dan/atau anggotanya. Namun demikian, sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang yang mengatur tentang perbankan, usaha simpan pinjam ini diatur secara khusus dalam undang-undang tersebut.10

10


(38)

BAB III

MODAL-MODAL DAN PRINSIP KEUANGAN PADA KOPERASI SYARIAH DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR

10 TAHUN 1998 TENTANG PERBANKAN

A. Karakteristik Koperasi Syariah

Koperasi merupakan sebuah perkumpulan dari orang-orang yang mempunyai tujuan bersama untuk bekerja sama dalam memperbaiki dan meningkatkan taraf kemampuan mereka di bidang ekonomi dan perekonomian. Unsur-unsur penting dari kalimat tersebut adalah adanya orang-orang, yang berkumpul dalam sebuah perkumpulan, mempunyai tujuan yang sama dengan bekerja sama, di dalam bidang kesejahteraan ekonomi. Jadi sejak awal sebuah koperasi termasuk koperasi syariah menjalankan usahanya, para pengurus dan anggota koperasi secara sadar dan wajib memanfaatkan jasa atau produk yang dihasilkan oleh koperasi mereka sendiri, sebagai cara utama untuk ikut memajukan koperasi dalam memupuk modal.

Sedikit berbeda dengan koperasi pada umumnya, koperasi syariah dalam menjalankan produk simpan pinjam (pembiayaan) menggunakan prinsip-prinsip syariah.

Koperasi syariah memiliki karakteristik sebagai berikut:11

1. Staf dan karyawan koperasi syariah bertindak aktif dan dinamis, berpandangan positif dan produktif dalam menarik dan mengelola dana masyarakat.

11

Yadi Janwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Syariah, Pustaka Mulia dan Fakultas Syariah IAIN SGD Bandung, Bandung, 2000, hal. 108.


(39)

2. Kantor koperasi syariah dibuka pada waktu tertentu dan ditunggui oleh sejumlah staf dan karyawan untuk memberikan pelayanan kepada nasabah. Sebagian lainnya terjun langsung ke lapangan mencari nasabah, menarik dan menyalurkan dana kepada nasabah, menyetor dana ke kas, memonitor dan melakukan supervisi

3. Koperasi syariah memiliki komitmen melakuan pertemuan dengan semua komponen masyarakat di lapisan bawah melalui fórum-forum pengajian, dakwah, pendidikan dan kegiatan sosial ekonomi, yang berimplikasi kepada kegiatan produktif di bidang ekonomi.

4. Manajemen dan operasional koperasi syariah dilakukan menurut pendekatan profesional dengan cara-cara Islami.

B. Sumber Modal Koperasi Syariah

Pengertian modal dalam sebuah organisasi perusahaan termasuk badan koperasi adalah sama, yaitu modal yang digunakan untuk menjalankan usaha. Mengutip pendapat dari Adam Smith penulis the wealth of nations (1776), modal (capital) diartikan sebagai bagian dari nilai kekayaan yang dapat mendatangkan penghasilan.12

12

Tom Gunadi, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, Angkasa, bandung, 1981, hal. 250.

Koperasi merupakan kumpulan dari orang-orang yang mengumpulkan modal untu modal usaha dan setiap orang mempunyai hak yang sama.


(40)

Ada dua sumber modal yang dapat dijadikan modal usaha koperasi yaitu:13 a. Secara Langsung

Dalam mendapatkan modal secara langsung ini ada tiga cara klasik yang dapat dilakukan oleh para pengurus koperasi, yaitu :

1. Mengaktifkan simpanan wajib anggota sesuai dengan besar kecil penggunaan volume penggunaan jasa pelayanan koperasi yang dimanfaatkan oleh anggota tersebut;

2. Mengaktifkan pengumpulan tabungan para anggota;

3. Mencari pinjaman dari pihak bank atau non-bank dalam menunjang elancaran operasional koperasi.

b. Secara Tidak Langsung

Modal yang didapat dari cara ini bukan merupakan modal yang langsung digunakan oleh koperasi tetapi mengambil manfaat dari kemampuan operasi itu sendiri dalam rangka menekan biaya, caranya antara lain:

1. Menunda pembayaran yang seharusnya dikeluarkan; 2. Memupuk dana cadangan;

3. Melakukan kerja sama usaha; 4. Mendirikan badan usaha bersubsidi

13

Andjar Pachta W, Myra Rosana Bachtiar, Nadia Maulisa Benemay, Hukum Koperasi Indonesia: Pemahaman, Regulasi, Pendidian dan Modal Usaha, Kencana, Jakarta, 2005, hal. 107-114.


(41)

Modal dalam koperasi terdiri atas:14 1. Modal Sendiri

a. Simpanan Pokok

Simpanan poko adalah sejumlah uang yang wajib disetorkan ke dalam kas koperasi oleh para pendiri atau anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat ditarik kembali oleh anggota koperasi tersebut selama yang bersangkutan masih tercatat menjadi anggota koperasi.

b. Simpanan Wajib

Konsekwensi dari simpanan ini adalah harus dilakukan oleh semua anggota koperasi yang dapat disesuaikan besar kecilnya dengan tujuan usaha koperasi dan kebutuhan dana yang hendak dikumpulkan, arena itu akumulasi simpanan wajib para anggota harus diarahkan mencapai jumlah tertentu agar dapat menunjang kebutuhan dana yang akan digunakan menjalankan usaha koperasi.

c. Dana Cadangan

Dana cadangan ialah sejumlah uang yang diperoleh dari sebagian hasil usaha yang tidak dibagikan kepad anggoya; tujuannya adalah untuk memupuk modal sendiri yang dapat digunakan sewaktu-waktu apabila koperasi membutuhkan dana secara mendadak atau menutup kerugian dalam usaha.

d. Hibah

14


(42)

Hibah adalah bantuan, sumbangan atau pemberian cuma-cuma yang tida mengharapkan pengembalian atau pembalasan dalam bentuk apapun. Siapa pun dapat memberikan hibah kepada koperasi dalam bentuk apapun sepanjang memiliki pengertian seperti itu; untuk menghindarkan koperasi menjadi tergantung dengan pemberi hibah sehingga dapat mengganggu prinsip-prisnsip dan asas koperasi.

2. Modal Pinjaman a. Pinjaman dari Anggota

Pinjaman yang diperoleh dari anggota koperasi dapat disamakan dengan simpanan sukarela anggota. Kalau dalam simpanan sukarela, maka besar kecil dari nilai yang disimpan tergantung dari kerelaan anggota. sebaliknya dalam pinjaman, koperasi meminjam senilai uang atau yang dapat dinilai dengan uang yang berasal dari anggota.

b. Pinjaman dari Koperasi Lain

Pada dasarnya diawali dengan adanya kerja sama yang dibuat oleh sesama badan usaha koperasi untuk saling membantu dalam bidang kebutuhan modal. Bentuk dan lingkup kerja sama yang dibuat bisa dalam lingkup yang luas atau dalam lingkup yang sempit; tergantung dari kebutuhan modal yang diperlukan.

c. Pinjaman dari Lembaga Keuangan

Pinjaman komersial dari lembaga keuangan untuk badan usaha koperasi mendapat prioritas dalam persyaratan. Prioritas tersebut diberikan kepada koperasi sebetulnya merupakan komitmen pemerintah dari negara-negara


(43)

yang bersangkutan untuk mengangkat kemampuan ekonomi rakyat khususnya usaha koperasi.

d. Obligasi dan Surat Utang

Untuk menambah modal koperasi juga dapat menjual obligasi atau surat utang kepada masyarakat investor untuk mencari dana segar dari masyarakat umum diluar anggota koperasi. Mengenai persyaratan untuk menjual obligasi dan surat utang tersebut diatur dalam ketentuan otoritas pasar modal yang ada.

e. Sumber Keuangan Lain

Semua sumber keuangan, kecuali sumber keuangan yang berasal dari dana yang tidak sah dapat dijadikan tempat untuk meminjam modal.

C. Peruntukan Modal Koperasi Syariah

Sedikitnya ada tiga alasan koperasi membutuhkan modal, antara lain:15

Kedua, untuk membeli barang-barang modal. Seperti antara lain membayar kompensasi tempat usaha baik berupa lahan ataupun bangunan, mesin-mesin, alat-alat industri atau produksi, dan lain kebutuhan jangka panjang sesuai dengan jenis usaha koperasi. Barang-barang modal ini dalam perhitungan

Pertama, untuk membiayai proses pendirian sebuah koperasi atau disebut biaya pra-organisasi untuk keperluan: pembuatan akta pendirian atau anggaran dasar, membayar biaya administrasi pengurusan izin yang diperlukan, sewa tempat bekerja, ongkos transportasi, dan lain-lain.

15


(44)

perusahaan digolongkan menjadi harta tetap (fixed assets) atau barang modal jangka panjang. Jenis dan nilainya juga berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pokok dari koperasi yang bersangkutan.

Ketiga, untuk modal kerja. Modal kerja biasanya digunakan untuk membiayai operasional koperasi dalam menjalankan usahanya, termasuk dalam koperasi syariah, antara lain biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah, gaji, sewa tempat, listrik, transportasi, bahan baku, alat-alat tulis, dan lain-lain.

D. Modal Penyertaan

Pemupukan modal koperasi yang berasal dari modal penyertaan baik yang berasal dari dana pemerintah maupun dari dana masyarakat dilakukan dalam rangka memperluas kemampuan untuk menjalankan kegiatan usaha koperasi; terutama usaha-usaha yang membutuhkan dana untuk usaha yang memerlukan proses jangka panjang. Kedudukan dari modal penyertaan ini sama dengan equity jadi mengandung risiko bisnis. Dalam lembaga koperasi, pemilik modal penyertaan tidak mempunyai hak suara sama sekali dalam rapat anggota dan dalam menentukakn kebijaksanaan koperasi secara keseluruhan. Namun demikian, di Indonesia, ada ketentuan yang dibuat oleh pemerintah yang mengatur bahwa pemilik modal penyertaan dapat ikut serta dalam pengelolaan dan pengawasan usaha; biasanya kewenangan pemodal dalam penyertaan ini diatur


(45)

secara rinci di dalam akta perjanjian penyertaan modal yang dibuat oleh koperasi dan (para) pemodal.16

Penanaman modal penyertaan dapat diperoleh dari pemerintah, dunia usaha dan badan usaha lainnya baik yang berkedudukan di dalam negeri maupun di luar negeri, serta dari masyarakat umum. Untuk menawarkan atau mengundang para pemodal yang mau ikut memasukkan modal penyertaan ke dalam usaha koperasi, dapat dilakukan melalui media masa. Dari ketentuan inilah maka koperasi dapat menghimpun modal dari masyarakat luas di lingkungan sekitarnya, bahkan menarik modal dari luar negeri, baik secara manual konvensional maupun secara modern.17

Manajer koperasi (dengan dasar persetujuan rapat pengurus dan rapat anggota sesuai yang ditentukan oleh anggaran dasar) dapat melakukan penggalangan dasar sesuai dengan kebutuhan koperasi akan modal usaha. Manajer koperasi melalui kebijakan dan berdasarkan perhitungan bisnis yang profesional dapat menentukan alternatif penggalangan dana yang dapat memberi keuntungan kepada badan usaha koperasi. Hal yang demikian dapat juga dilakukan dengan bekerja sama dengan perusahaan lain yang memiliki modal (joint operation) sehingga keperluan modal dan cukup untuk bersama-sama menjadi mitra dari badan usaha lain atau institusi-institusi pemberi kerja. Dengan demikian, dalam praktik, untuk mencari tambahan modal usaha yang cukup, koperasi dapat

16

Lihat pasal 42 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 besreta penjelasannya dan lihat PP No. 33 Tahun 1998 tentang Modal Penyertaan pada Koperasi serta SK Menkop No. 145 Tahun 1998.

17


(46)

mencari berbagai alternatif penggalangan dana yang disebut sebagai dana untuk modal penyertaan.18

Apabila koperasi membutuhkan dana segar dari pihak ketiga baik dari anggotya maupun bukan anggota dana tersebut dapat dikualifikasikan sebagai dana pinjaman. Bentuk pinjaman itu dapat disesuaikan berdasarkan perjanjian yang dibuat oleh koperasi dengan pihak ketiga yang bersangkutan. Alternatif-alternatif lain yang dilakukan untuk menggalang dana khusus, misalnya untuk dapat mengerjakan suatu usaha yang membutuhkan dana besar koperasi dapat menggalang dana, antara lain sebagai berikut:19

1. Menerbitkan obligasi dan surat utang; 2. Meminjam dana dari pihak ketiga

3. Bekerja sama modal dengan pihak ketiga untuk pekerjaan atau usaha-usaha tertentu;

4. memberi kesempatan kepada masyarakat umum untuk menanm modal ke dalam koperasi dalam menjalankan usaha-usaha yang membutuhkan modal besar.

Dengan demikian, pada dasarnya semua alternatif-alternatif tersebut maksudnya adalah sama, yaitu sebagai modal pinjaman ataupun sebagai modal penyertaan di dalam sistem permodalan dan modal usaha dari organisasi badan usaha koperasi. Perbedaan dan macam-macam cara tersebut hanya merupakan perbedaan yang muncul dari berbagai alternatif-alternatif yang ada.

18

Andjar Pachta……, Op.Cit, hal. 126.

19


(47)

BAB IV

PERLINDUNGAN DANA NASABAH DALAM KOPERASI SIMPAN PINJAM SYARIAH

A. Gambaran Umum Koperasi Syariah Mitra Amaliyah dan Dasar Hukumnya

1. Tentang Perusahaan

LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH dirintis pertama kali pada awal tahun 2007 oleh dua orang, yaitu: M. Nizar Lubis dan Aidillah. Kedua orang pendiri tersebut pada waktu itu masih berstatus sebagai mahasiswa aktif Jurusan Syariah IAIN Sumatera Utara.20

LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH badan usaha menghimpun dana masyarakat dengan akad investasi mudhorobah yang kemudian disalurkan untuk membiayai kebutuhan masyarakat baik yang bersifat produktif maupun konsumtif dengan tujuan untuk mendapatkan profit atas jasa dan usaha yang dijalankan. LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH berfungsi sebagai lembaga intermediary (fasilitator dan mediator) antara masyarakat/ nasabah yang menabung (investasi) dengan masyarakat/ nasabah pengguna modal. Sehingga nasabah pengguna modal/ unit usaha yang membutuhkan modal dapat terpenuhi kebutuhannya, sedangkan investor/ nasabah penabung mendapatkan keuntungan atas kerjasama dan investasi yang diamanahkan pada LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH.21

Wawancara dengan Manajer LKMS-KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah Kec. Patumbak.20

21


(48)

Visi dan Misi lembaga Visi :

“ Memberdayakan Ekonomi Umat “

Misi :

“Membantu peningkatan dan pengembangan ekonomi umat terutama ekonomi kecil dan menengah dengan pemberdayaan permodalan, pemeberdayaan manajemen dan pemeberdayaan sumberdaya manusia”

Maksud dan Tujuan

1. Memperkokoh ketahanan aqidah dari serbuan budaya dan ideologi yang tidak Islami dan mempererat serta meningkatkan ukhuwah Islamiyah. 2. Membantu peningkatan dan pengembangan ekonomi umat terutama

ekonomi kecil dan menengah

3. Membantu masyarakat dalam menunaikan kewajiban agama secara materi (Zakat, Infak dan Shodaqoh)

4. Membentuk Jaringan ekonomi Islam yang menjadikan rahmatan lil alamin (kemakmuran bagi seluruh masyarakat )

5. Meraih kesuksesan dan keberkahan usaha berdasarkan prinsip mu’amalah Islamiyah.


(49)

2. Struktur Perusahaan Dewan Pendiri22

1. Ir. Imasda Tanjung 2. Syarifuddin

3. Syafaruddin 4. Kana’ati, S.Pd.I 5. M. Nizar Lubis, SHI 6. Yeni Efrianti, S.Pd.I 7. Abdul Razak

8. Perhimpunan Lubis 9. Nurjainah

10.Mutiara Sembiring 11.M. Zainun S. Meliala, SH 12.Yusnizar Barus

13.Zainal Arifin Marpaung, M. Ag 14.Ade Irma Suryani

15.Asnuan 16.Amiruddin

17.H. Yaroh Mustafa 18.Agung Muanah 19.Indrawan Harefa 20.Selima Azizah

22


(50)

Pengawas Syariah

Awaluddin

Dewan Manajemen

1. Manajer Umum M. Nizar Lubis, SHI 2. Sekretaris

Yeni Efrianti, S.Pd.I 3. Bendahara

Kana’ati, S.Pd.I

3. Produk – Produk23 a. Funding

Funding adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat baik berupa

titipan amanah (wadiah) ataupun Investasi mudhorobah yang akan digunakan sebagai dana pembiayaan bagi masyarakat sesuai akad kebutuhan masing-masing.

1. Wadiah

Adalah dana titipan masyarakat yang dapat di ambil sewaktu-waktu yang bersifat amanah yang mana pihak penitip harus memberikan ujroh kepada pihak yang dititipi, sedangkan pihak yang dititipi berkewajiban menjaga amanah dengan sebaik-baiknya tanpa memberikan imbalan kepada orang yang titip. Adapun imbalan atas manfaat barang titipan hanyalah sebatas bonus semata.

23


(51)

2. Mudharabah

Adalah dana yang diamanahkan oleh masyarakat untuk diinvestasikan kepada pembiayaan yang produktif, syar’i dan aman dengan kesepakatan bagi hasil atas keuntungan dan kerugian yang ada, akan tetapi apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola maka yang menanggung risiko dan yang bertanggung jawab adalah pihak pengelola. Untuk menjamin keamanan dan produktivitas dana investasi, maka pihak pengelola harus dapat menunjukkan prinsip profesionalisme, prudensial, dan amanah. Untuk produk ini LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH menerbitkan produk simpanan

mudhorobah berjangka, yaitu investasi mudhorobah yang dapat diambil pada

jangka waktu tertentu dengan perhitungan bagi hasil keuntungan setiap bulan. Jangka waktu simpanan tersebut adalah :

Simpanan Berjangka 1 bulan Simpanan Berjangka 3 Bulan Simpanan Berjangka 6 Bulan Simpanan Berjangka 12 Bulan Simpanan Berjangka 24 Bulan 3. Simpanan Qurban

Simpanan yang prioritas kegunaan dan hasil diperuntukkan untuk pembelian hewan korban dengan jangka waktu tertentu. Dengan spesifikasi harga hewan korban sesuai standar harga kambing. Contoh :

Kelas A. Rp.850.000,- Kelas B. Rp.700.000,-


(52)

Kelas C. Rp.600.000,-

Apabila setoran perbulan sudah memenuhi spesifikasi harga di atas maka pihak BMT akan membelikan kambing yang digunakan sebagai ibadah korban nasabah.

4. Simpanan Haji

Simpanan investasi yang prioritas kegunaan dan hasil diperuntukkan untuk biaya perjalanan ibadah haji. Dengan setoran awal yang telah ditentukan, contohnya Rp.5.000.000,-. Apabila saldo investasi nasabah sudah memenuhi biaya yang diperlukan, maka pihak BMT akan mendaftarkan pihak nasabah ke biro perjalanan haji guna mendapatkan quota keberangkatan

5. Simpanan Wisata

Adalah simpanan investasi yang prioritas kegunaannya diperuntukkan untuk kegiatan perjalanan tertentu .(Karya Wisata, Ziarah, Tour, dll). Setelah dana simpanan perbulan memenuhi target biaya wisata yang direncanakan maka pihak Koperasi akan menjadi Event Organizer pelaksanaan kegiatan.

6. Simpanan Pendidikan

Adalah simpanan investasi yang prioritas kegunaannya diperuntukkan untuk perencanaan biaya pendidikan anak dengan jenjang pendidikan tertentu.

7. Simpanan Masa Depan

Adalah jenis simpanan yang berorientasi hari esok. Jenis simpanan ini bisa diambil setelah jatuh tempo masa simpanan (3 tahunan atau 5 tahunan). Nominal simpanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Selanjutnya nasabah akan


(53)

mendapatkan bagi hasil atas simpanan, contohnya dengan memperoleh nisbah 60% dari keuntungan per bulan lembaga.

b. Lending

Adalah kegiatan pendistribusian dana Investasi masyarakat untuk pembiayaan masyarakat yang membutuhkan dengan prinsip Syar’i, produktif dan aman melalui beberapa akad.

1. Murobahah

Yaitu pembiayaan berupa pembelian barang yang dibutuhkan masyarakat yang kemudian dijual kepada nasabah dengan kesepakatan harga baru dengan system pembayaran sesuai kesepakatan pula baik secara cash, tempo, ataupun angsur dengan rincian sebagai berikut:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan dengan spesifikasi barang tertentu. b. Lembaga mencari dan membeli barang yang dikehendaki Nasabah pada

merchan yang menyediakan barang. c. Merchan mengantar barang ke Lembaga

d. Lembaga menyerahkan barang kepada nasabah dengan akad jual beli dan dengan kesepakatan harga yang telah ditentukan.

Apabila Lembaga tidak dapat menyediakan barang sendiri maka, pembelian dapat diwakilkan kepada nasabah secara langsung, dengan dengan rincian:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan pembelian barang

b. Karena lembaga tidak dapat menyediakan barang sendiri maka lembaga mewakilkan pembelian barang kepada nasabah dengan akad Wakalah.


(54)

c. Nasabah beli barang yang dikehendaki dan atas persetujuan lembaga d. Nasabah menyerahkan barang obyek pembiayaan/ bukti pembelian kepada

lembaga

e. Lembaga melaksanakan akad Murobahah kepada Nasabah dengan kesepakatan harga baru dengan pembayaran sesuai kesepakatan.

2. Mudhorobah / Musyarokah

Adalah akad pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi masyarakat yang membutuhkan modal usaha maupun modal kerja dengan kesepakatan bagi hasil atas usaha yang dijalankan dan dengan kesepakatan waktu tertentu. Diakadkan mudhorobah apabila 100% modal kerja atau modal usaha yang dibutuhkan disediakan oleh lembaga dengan konskuensi risiko juga 100% ditanggung lembaga sedangkan diakadkan musyarokah apabila lembaga hanya membiayai sebagian modal yang dibutuhkan dalam menjalankan usaha

Adapun nisbah bagi hasil keuntungan ditentukan sesuai kesepakatan untuk akad mudhorobah, akan tetapi untuk akad musyarokah nisbah berdasarkan prosentase modal penyertaan masing-masing. Rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan modal kerja atau modal usaha dengan jangka waktu tertentu

b. Lembaga memberikan modal yang dibutuhkan c. Modal yang diusahakan menghasilkan keuntungan d. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan nisbah bagi hasil

e. nasabah mengembalikan modal dan memberikan bagi hasil atas uasaha yang dijalankan


(55)

Untuk Kegiatan Usaha yang permanen, rinciannya adalah sebagai berikut: a. Nasabah mengajukan pembiayaan modal kerja atau modal usaha dengan

jangka waktu tertentu

b. Lembaga memberikan modal yang dibutuhkan c. Modal yang diusahakan menghasilkan keuntungan

d. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan nisbah bagi hasil baik secara harian, mingguan ataupun bulanan atau per jangka waktu tertentu

e. Nasabah menyisihkan sebagian keuntungannya sebagai tabungan angsuran f. Setelah tabungan angsuran sama atau lebih dari modal yang diberikan

lembaga, maka akan dipindahbukukan sebagai pengembalian modal penyertaan dan hubungan penyertaan putus.

3. Ijaroh

Adalah akad pembiayaan yang diperuntukkan bagi masyarakat yang membutuhkan hak guna atas amanfaat yang dibutuhkan dengan jangka waktu tertentu. Misalnya sewa kios, kontrakan rumah, dll. Rinciannya adalah sebagai berikut:

a. Nasabah mengajukan pembiayaan sewa. b. Lembaga membayar objek sewaan.

c. Pemilik objeksewaan memberikan hak guna kepada lembaga.

d. Lembaga meyewakan kembali kepada nasabah dan nasabah menbayar biayasewa sesuai kesepakatan.


(56)

Adalah akad pembiayaan yang diberikan kepada nasabah yang berfungsi sebagai pinjaman dengan tujuan menolong, akan tetapi dengan penyerahan jaminan sebagai bukti penguat akad.

5. Qordhul Hasan

Adalah pembiayaan yang bersifat sosial tanpa ada nilai produktifitas apapun, sepertihalnya membantu untuk biaya kesehatan, kematian, dll

4. Prosedur Simpanan dan Pembiayaan24 a. Simpanan / Funding:

1. Isi Form Pendaftaran 2. Serahkan Foto Copy ID 3. Penanda tanganan akad

4. Bayar setoran awal dan biaya administrasi 5. Diterbitkan buku atau bukti simpanan

b. Pembiayaan/ Out Lending:

1. Sudah terdaftar sebagai anggota funding dan masih aktif 2. Isi Form pengajuan pembiayaan

3. Bersedia disurvey dan di wawancara 4. penandatanganan akad pembiayaan 5. Bayar biaya administrasi

6. Pencairan pembiayaan

24


(57)

5. Nasabah LKMS-KSU Syariah BMT Mitra Amaliyah

Nasabah LKMS-KSU SYARIAH BMT MITRA AMALIYAH berasal dari kalangan pedagang pasar, akademisi, pelajar, mahasiswa maupun masyarakat umum. Sejak pertama berdiri sampai dilaksanakannya penelitian ini tercatat ada 623 orang nasabah.

B. Aspek Hukum Perikatan dalam Pendirian Koperasi Simpan Pinjam Syariah

1. Pengertian perjanjian

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, mengatakan:

Perikatan adalah perhubungan hukum yang terjadi antara dua orang atau lebih yang terletak dalam harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi.25

Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau kedua orang itu berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.26

Perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.

M. Yahya Harahap, memberikan defenisi bahwa:

27

Jika diperhatikan defenisi di atas maka di dalamnya terdapat unsur yang memberikan wujud pengertian perjanjian antara lain hubungan hukum yang

25

Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum perikatan Dengan

Penjelasan, Alumni, Bandung, 2006 Hal. 1 26

Subekti, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta,1990, hal.1

27


(58)

menyangkut kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan hak kepada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.

Perhubungan dua pihak ini dijamin oleh undang-undang. Dari penjelasan di atas dapat dinyatakan bahwa hubungan hukum yang terdapat dalam perjanjian, bukan merupakan suatu hubungan yang timbul dengan sendirinya, hubungan ini tercipta karena adanya tindakan hukum.

2. Jenis-jenis perjanjian

Jenis-jenis dari perjanjian ini dapat dibedakan menurut berbagai cara yaitu adalah:28

a. Perjanjian Timbal-Balik

Perjanjian timbal-balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak.

b. Perjanjian Kebendaan

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan atau diserahkan kepada pihak lain.

c. Perjanjian campuran

Perjanjian campuran adalah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian.

d. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama

Perjanjian bernama (khususnya) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama

28


(59)

oleh pembuat undang-undang, berdasarkan tipe yang paling sering banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama ini dapat kita jumpai dalam bab V sampai dengan bab XVIII KUH Perdata. Di luar perjanjian bernama tumbuh perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang diatur di dalam KUH Perdata tetapi terdapat di masyarakat.

e. Perjanjian Obligatoir

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan).

f. Perjanjian Cuma-cuma dan Perjanjian Atas Beban

Perjanjian dengan Cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu terhadap kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

g. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya. 1) Perjanjian Liberatoir

Perjanjian liberatoir yaitu perjanjian antara pihak yang membebaskan diri dari perjanjian yang ada.

2) Perjanjian Publik

Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebahagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak sebagai penguasa (pemerintah).


(60)

3) Perjanjian Pembuktian

Perjanjian pembuktian adalah perjanjian diantara pihak yang menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara mereka.

4) Perjanjian Untung-untungan

Perjanjian untung-untungan adalah perjanjian asuransi sebagai contohnya.

3. Syarat syahnya suatu perjanjian

Setelah membicarakan pengertian dan jenis-jenis perjanjian, setidaknya kita mempunyai suatu batasan yang jelas tentang perjanjian. Hal-hal yang pokok agar perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat maka perjanjian itu harus mempunyai syarat-syarat kontrak atau perjanjian.

Untuk syahnya suatu persetujuan diperlukan empat syarat, yaitu:29

Syarat ini disebut dengan persetujuan kehendak, yakni “kesepakatan” seia sekata antara pihak-pihak mengenai poko-pokok perjanjian yang dibuat itu.

a. Sepakat untuk mengikatkan dirinya

30

Dengan demikian para pembuat perjanjian haruslah benar-benar rela, jadi para pihak harus ada kemauan bebas. Kemauan bebas dianggap tidak ada jika kesepakatan itu lahir atau dibuat berdasarkan karena adanya kehilafan, penipuan atau paksaan. Apabila dalam perjanjian terdapat kesalahan pengertian, penipuan atau paksaan maka ini disebut kesepakatan yang cacat. Hal ini didasarkan pada Pasal 1321 KUH Perdata yang memuat ketentua “Tiada kesepakatan yang syah

29

Pada Pasal 1320 KUH Perdata.

30


(61)

apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

Jika terjadi kesepakatan yang lahir karena suatu kehilafan (dwaling), paksaan (dwang) atau karena penipuan (bedrog) maka para pihak dapat membatalkan atau meminta pembatalan perjanjian tersebut. Namun tidak semua perjanjian yang lahir dari kehilafan dapat diminta pembatalannya, yang dapat hanya jika mengenai inti yang dikehendaki. Apabila kehilafan itu pada subjeknya, berarti perjanjian yang dibuat tidak batal.

Kekeliruan yang menyebabkan batalnya perjanjian haruslah yang menyangkut ; 1) Prestasi yang dikehendaki (objek perjanjian)

2) Hak para pihak yang bersangkutan

3) Kedudukan para pihak yang membuat perjanjian

Paksaan yang dapat menyebabkan perjanjian dalam persetujuan adalah paksaan fisik yang bersifat vis absolita sedemikian rupanya paksaan kekerasan yang diancamkan sehingga orang yang bersangkutan tidak mempunyai pilihan lain selain melakukan pilihan yang dipaksakan.31

Menurut Pasal 1325 KUH Perdata persetujuan juga batal jika paksaan atau ancaman itu ditujukan terhadap istri atau sanak keluarga garis keturunan keatas Dalam hal ini maka perjanjian yang dibuat dianggap tidak pernah ada. Paksaan yang membuat cacatnya perjanjian adalah paksaan kekerasan jasmani atau ancaman, misalnya akan disiksa atau dibongkar rahasianya sehingga menimbulkan rasa takut bagi pihak yang dipaksa ancaman.

31


(62)

atau kebawah. Penipuan juga terjadi apabila satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang tidak benar disertai dengan kelicikan-kelicikan, sehingga pihak lain terbujuk karenanya untuk memberikan persetujuan.32

Dari syarat inilah disimpulkan asas konsensualisme hukum perjanjian yang artinya hukum perjanjian cukup dengan sepakat saja bahwa perjanjian itu dengan demikian perikatan yang ditimbulkan karenanya sudah dilahirkan pada atau saat detik tercapainya konsensus sebagaimana yang dimaksud di atas.

Penipuan yang telah direncanakan dan tersusun rapi juga memperhatikan tingkat pengetahuan atau pendidikan pihak yang tertipu.

33

b. Kecakapan untuk membuat perikatan

Orang yang dapat menjadi subjek dalam perjanjian ialah orang yang cakap bertindak dalam hukum. Menurut Pasal 1330 KUH perdata, orang-orang yang tidak cakap membuat persetujuan adalah :

1) Orang-orang yang belum dewasa

2) Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan

3) Orang-orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang pada siapa undang-undang-undang-undang telah melarang membuat persetujuan-persetujuan tertentu.

Kriteria orang yang belum dewasa menurut Pasal 330 KUH Perdata adalah belum genap berumur 21 tahun dan belum kawin. Apabila umur belum genap 21

32

Subekti, Op.cit, hal.24

33


(1)

Dasar hukum mengenai arbitrase sebagai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah Pasal 1338 KUHPerdata, yang intinya mengatakan bahwa perjanjian yang dibuat secara sah berlaku mengikat seperti undang-undang bagi pihak-pihak yang mengadakannya. Kemudian perjanjian tersebut tidak dapat dibatalkan secara sepihak dan harus dilaksanakan dengan iktikad baik oleh para pihak. Dengan demikian dasar legitimasi penyelesaian sengketa melalui arbitrase adalah perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi pihak yang membuatnya dan dianutnya sistem terbuka dalam hukum perjanjian, sehingga terdapat kebebasan bagi para pihak dalam menentukan materi/isi perjanjian, pelaksanaan perjanjian dan cara penyelesaian sengketa yang terjadi.

Berdasarkan pada ketentuan ini dan demi kelancaran dalam penyelesaian sengketa di kemudian hari, maka para pihak biasanya mencantumkan klausula arbitrase di dalamnya. Dalam hal sengketa yang terjadi menyangkut masalah ekonomi Islam, maka BASYARNAS yang biasanya dipilih oleh para pihak, dengan tidak menutup kemungkinan bagi para pihak untuk memilih BANI ataupun melalui Arbitrase ad hoc. Hal demikian dibenarkan karena mengingat ketentuan Pasal 2 Peraturan Prosedur Arbitrase di BANI menyatakan bahwa dengan menunjuk BANI dan/atau memilih Peraturan Prosedur BANI untuk penyelesaian sengketa, para pihak dalam perjanjian atau sengketa tersebut dianggap sepakat untuk meniadakan proses pemeriksaan perkara melalui Pengadilan Negeri sehubungan dengan perjanjian atau sengketa tersebut, dan akan melaksanakan setiap putusan yang diambil oleh Majelis Arbitrase berdasarkan Peraturan Prosedur BANI.


(2)

Dalam arbitrase penyelesaian suatu sengketa tidak melalui hukum yang mengatur an sich, tetapi juga berdasarkan pada ketentuan-ketentuan kontrak, praktek, dan kebiasaan yang relevan, dan berdasarkan kewenangan yang bersifat amicable compositeur dan/atau memutuskan secara ex aequo et bono, apabila para pihak telah menyatakan kesepakatan mengenai hal itu.

Dengan demikian penyelesaian sengketa melalui arbitrase mempunyai keunggulan bahwa penyelesaiannya relatif cepat dan biaya murah, kerahasiaan para pihak yang bersengketa tetap terjaga mengingat sidang arbitrase adalah tertutup untuk umum, putusan lebih bersifat win-win solution, sehingga lebih lanjut akan tercapai suatu restutio in integrum bagi para pihak dan masing-masing pihak tetap dapat menjalankan kegiatan bisnisnya tanpa adanya hambatan yang berarti.

Selain BANI, juga masih terdapat lembaga arbitrase lain yang ditujukan kepada orang-orang atau kasus-kasus tertentu. Dalam konteks pasar modal ada Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), sedangkan bagi penyelesaian sengketa muamalah Islam ada BASYARNAS.

BASYARNAS baru mempunyai kompetensi absolut untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi dibidang ekonomi syari’ah, apabila para pihak mencantumkan dalam perjanjian yang dibuat berupa klausula arbitrase yang menjadi satu dengan perjanjian pokok ataupun dengan perjanjian pokok ataupun dengan perjanjian khusus yang terpisah dari perjanjian pokok yang menyangkut pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of forum).


(3)

Penyelesaian secara Arbitrase ini dapat dilakukan sebelum terjadinya sengketa atau sesudah terjadinya sengketa. Dalam hal belum terjadinya sengketa para pihak dapat mencantumkan klausula Arbitrase dalam suatu perjanjian pokok yang dibuat atau dalam naskah perjanjian sendiri yang ini dikenal dengan istilah pactum de compromitendo. Sedangkan dalam hal terjadinya sengketa para pihak dapat membuat perjanjian arbitrase tersendiri terpisah dari perjanjian pokok, dan ini dikenal dengan istilah akta kompromis.

Adanya pactum de compromitendo dan atau akta kompromis yang dibuat oleh para pihak menjadikan lembaga Arbitrase secara absolut berwenang menyelesaikan sengketa antara para pihak tersebut.55

Dalam hal para pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa yangterjadi dalam transaksi syariah ke BASYARNAS, maka secara yuridis meniadakan hak para pihak untuk mengajukan penyelesaian sengketa atau beda pendapat atas suatu perjanjian ke Pengadilan Agama.

55


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa:

1. Koperasi Syariah di Indonesia didirikan didasarkan pada kebijakan pemerintah berdasarkan UU No. 25/1992 tentang Koperasi, UU No. 7/ 1992 (kini UU No. 10/ 1998) tentang perbankan, yang diikuti dengan keluarnya PP No. 72/ 1992 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

2. Permodalan dalam koperasi biasa maupun koperasi syariah tidak jauh berbeda, terutama jika dilihat dari sumbernya. Namun dalam penggunaan dan pengelolaannya jelas berbeda. Koperasi syariah menggunakan modal yang nota bene berasal dari para nasabah untuk dikelola dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah, seperti pembiayaan mudharabah, musyarakah, wadi’ah, ijarah dan sebagainya.

3. Perlindungan dana nasabah dilakukan dengan melakukan pengelolaan secara profesional sehingga segala bentuk penggunaan dan peruntukan dana nasabah diambil melalui mekanisme yang benar, minim risiko dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun jika terjadi wanprestasi dalam pengembalian dana nasabah, maka jalan musyawarah mufakat menjadi pilihan utama untuk menyelesaikan permasalahan. Hal ini ditujukan untuk menjaga hubungan yang baik antara BMT dengan nasabah dan menjaga eksistensi lembaga di mata masyarakat (nasabah lainnya).


(5)

B. Saran

1. Diperlukan kontrol dan pengawasan yang ketat, serta intensif terhadap pelaksanaan koperasi simpan pinjam, selain juga perlunya pembinaan secara terpadu oleh instansi terkait.

2. Instansi yang berwenang harus mengmbil tindakan tegas dan menjatuhkan sanksi pencabutan ijin kegiatan usaha bagi koperasi yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang berlaku, serta telah melakukan penyimpangan yang merugikan masyarakat luas.

3. Perlu adanya produk aturan hukum yang jelas dan/atau kebijakan dari instansi yang berwenang yang pemberian perlindungan bagi dana para nasabah koperasi.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Anshori, Abdul Ghofur, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogyakarta, 2006.

Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis: Prinsip dan Pelaksanaannya di Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 2005.

Badrulzaman, Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, 2006.

_______________________, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.247

Baros, Wan Sadjaruddin, Beberapa Studi Hukum Perikatan, FH USU, Medan, 1994.

Basyir, Ahmad Azhar, Asas-asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), UII Press, Yogyakarta, 2000.

Djamil, Fathurahman, Hukum Perjanjian Syariah dalam Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal.248

Edilius, dan Sudarsono, Koperasi dalam Teori dan Praktik, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1993.

Firdaus, M. dan Agus Edhi Susanto, Perkoperasian: Sejarah, Teori dan Praktek, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 38-39.

Gunadi, Tom, Sistem Perekonomian Menurut Pancasila dan UUD 1945, Angkasa, bandung, 1981.

Harahap, M. Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung; 1986.

Janwari, Yadi, Lembaga-lembaga Perekonomian Syariah, Pustaka Mulia dan Fakultas Syariah IAIN SGD Bandung, Bandung, 2000.

____________, Aplikasi Fikih Muamalah dalam Lembaga Keuangan Syari’ah, dalam BMT dan Bank IslamL Instrument Lembaga Keuangan Syariah, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004.