Persepsi Ahli dan Pelajar terhadap Tayangan Kekerasan di Televisi dalam Proses Pengembangan Instrumen Pengukuran Derajat Kekerasan pada Tayangan Televisi.

Persepsi Ahli dan Pelajar terhadap Tayangan Kekerasan di Televisi
dalam Proses Pengembangan Instrumen Pengukuran Derajat
Kekerasan pada Tayangan Televisi

Latar Belakang

Perilaku agresif yang terjadi di seluruh dunia diperkirakan telah menyebabkan 1,43 juta
kematian per tahunnya. Banyak faktor yang memengaruhi agresivitas pada seseorang.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah kerentanan biologis, gangguan psikiatrik,
penyalahgunaan zat,

kondisi sosial seperti kemiskinan, pendidikan rendah,

psikopatologi dalam keluarga, perlakuan buruk pada anak, dan pengaruh media. Pada
era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat semakin sering terpapar oleh berbagai

media dan yang paling banyak diakses adalah televisi. Oleh karena itu, perlu
dikembangkan suatu alat ukur untuk menilai derajat kekerasan pada tayangan televisi
yang dapat dipergunakan untuk menentukan tayangan yang layak ditayangkan.
Metodologi


Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang digunakan sebagai dasar untuk
pembuatan alat ukur tayangan televisi dengan 9 ahli yang mengambil bagian dalam
studi kualitatif mendalam melalui Expert review dan melibatkan 3 wawancara semi
terstruktur dan satu diskusi kelompok . Peserta penelitian yang terlibat merupakan para

ahli dalam bidang masing-masing yang terkait dan tertarik dengan berbagai masalah di
masyarakat terhadap tindakan maupun tayangan kekerasan yaitu dari bidang Psikiatri
anak dan remaja, Psikologi sosial, Ilmu Komunikasi, Kriminologi, Komisi Penyiaran

Indonesia, Sinematografi, Antropologi dan Sosiologi serta remaja sebagai kelompok yang
paling terdampak oleh tayangan kekerasan.

Hasil : Terdapatnya definisi dan konsep kekerasan, definisi dan konsep agresivitas, jenis-

jenis tayangan di televisi, pengaruh tayangan kekerasan di televisi pada penontonnya
dalam konteks budaya Indonesia dari berbagai disiplin ilmu yang terkait dengan
permasalahan tindakan ataupun tayangan kekerasan di masyarakat.

Pendahuluan


Perilaku agresif yang terjadi di seluruh dunia diperkirakan telah menyebabkan

1,43 juta kematian per tahunnya. Perilaku agresif ini dapat terjadi dalam berbagai
konteks, baik yang ditujukkan pada orang lain seperti pada kasus tawuran, kekerasan
pada rumah tangga, dan aksi bullying atau yang ditujukkan pada diri sendiri seperti

dalam upaya bunuh diri. Akhir-akhir ini berita mengenai perkelahian, tawuran,
pembunuhan atau bentuk agresivitas lain semakin marak. Seolah

olah tiada hari tanpa

kekerasan, baik itu dilakukan oleh pribadi maupun massa. Sulit dipercaya bahwa

perilaku tersebut semakin berani dan tidak terkendali baik oleh aparat keamanan
maupun masyarakat umum. Terkesan bahwa masyarakat yang dulu dikenal sabar dan
santun, telah kehilangan kontrol untuk menguasai tindakan yang dapat digolongkan
pada perilaku agresif.1,2,3

Banyak faktor yang memengaruhi mengapa seorang individu berperilaku secara


agresif, termasuk diantaranya adalah kerentanan biologis; gangguan psikiatrik;
penyalahgunaan zat; dan kondisi sosial seperti kemiskinan, pendidikan rendah,

psikopatologi dalam keluarga, perlakuan buruk pada anak, dan salah satu hal yang tidak
kalah pentingnya adalah paparan terhadap tayangan kekerasan di televisi. 4,5

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh lembaga survei Nielsen Indonesia

menyebutkan bahwa sekitar 95% masyarakat kelas menengah memiliki televisi dan akan
menghabiskan waktu 4,5 jam untuk menonton televisi. Dan diantara semua jenis
tayangan media, ternyata tayangan media yang mengandung aksi kekerasan dalam porsi

yang cukup besar merupakan tayangan paling populer di kalangan masyarakat. Lalu, apa
hubungan antara tayangan kekerasan dan perilaku agresif? 4,6

Paparan terhadap kekerasan pada media dapat memengaruhi perilaku

seseorang melalui berbagai mekanisme, diantaranya adalah modeling, desensitisasi,
membangkitkan perasaan agresif, dan mendorong perilaku agresif. Sebuah penelitian


menunjukkan bahwa paparan terhadap kekerasan pada media dapat menyebabkan
aktivasi area-area tertentu di otak, menumpulkan reaksi emosi dan membatasi fungsi

kognisi, sehingga seseorang akan mengalami kesulitan untuk menyadari konsekuensi
dari perilaku kekerasan dan menjadi lebih agresif serta lebih rentan untuk melakukan
aksi kekerasan. 7,8,9

Halaman | 2

Sesuai dengan regulasi yang ada, Lembaga Penyiaran wajib tunduk pada

ketentuan pelarangan dan/atau pembatasan program siaran bermuatan kekerasan. Oleh
karena itu, perlu dikembangkan suatu alat ukur untuk menilai derajat kekerasan pada

tayangan televisi yang dapat dipergunakan untuk mengambil suatu kebijakan sehingga

dampak buruk dari tayangan kekerasan pada perilaku agresif di masyarakat dapat
diminimalisir.

Definisi Kekerasan


WHO mendefinisikan kekerasan sebagai Penggunaan kekuasaan atau kekuatan

fisik, melalui ancaman atau tindakan nyata, terhadap diri sendiri, orang lain, atau

terhadap suatu kelompok atau komunitas, yang bertujuan mengakibatkan atau memiliki
kemungkinan besar untuk menyebabkan cedera, kematian, tekanan psikologis,
gangguan perkembangan atau deprivasi.

10

Faktor Risiko Agresivitas dan Kekerasan

Terdapat berbagai faktor yang memengaruhi risiko seseorang untuk berperilaku

agresif, diantaranya adalah :
1.

Kerentanan Biologis
a.


Genetik

Faktor keturunan memiliki peran penting terhadap perilaku agresif.

Terdapat beberapa gen, baik yang berfungsi sendiri maupun saling
berinteraksi, yang ekspresinya bergantung pada faktor lingkungan dan sangat

berpengaruh terhadap karakter agresif dari suatu individu. Salah satu
contohnya adalah variasi gen MAOA. Pengasuhan yang buruk dan
pengalaman

sebagai

korban

kekerasan

dimasa


kanak-kanak

akan

menyebabkan ekspresi gen MAOA menurun. Pada individu dengan ekspresi
gen MAOA yang rendah ditemukan volume limbik yang lebih kecil, reaktivitas

amigdala terhadap memori yang tidak menyenangkan meningkat, dan

reaktivitas prefontal yang menurun. Hal ini dapat menyebabkan suatu

stimulus yang netral dapat dianggap sebagai ancaman dan karena proses
inhibisi aturan sosial mengalami penurunan, maka respon agresif pun akan
b.

meningkat. 11,12

Neurotransmitter
Halaman | 3


Agresi diperantarai oleh hampir semua neurotransmiter amine,

sebagian besar neurotransmiter peptida dan berbagai hormon steroid.
Neurotransmiter yang berperan diantaranya adalah serotonin, norepinefrin,
dopamin, dan GABA. Penelitian menunjukkan bahwa serotonin memiliki
peran dalam menghambat impuls dan perilaku agresif, sehingga fungsi
serotonin yang menurun

dihubungkan dengan perilaku agresif yang

meningkat. Tidak seperti serotonin, dopamin memiliki peran tidak langsung

terhadap munculnya perilaku agresif, yaitu dengan memengaruhi motivasi

untuk berperilaku agresif. Aktivitas dopamin yang menurun di daerah
mesolimbik dikaitkan dengan motivasi berperilaku agresif yang menurun. 12,13

c.Hormon

Hormon testosteron telah dihubungkan dengan perilaku agresif.


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengaruh testosteron terhadap

perilaku agresif bergantung pada paparan hormon ini terhadap otak selama

individu masih berada dalam kandungan dan pada masa pubertal. Penelitian
lain menunjukkan bahwa testosteron memang memiliki korelasi dengan
agresi, namun kadar testosteron yang tinggi lebih prediktif untuk
memunculkan
2.

kekerasan. 12

perilaku

mendominasi

dibandingkan

dengan


perilaku

Gangguan Psikiatrik
a.

Gangguan Psikiatrik Berat

Gangguan psikiatrik dapat meningkatkan risiko seseorang untuk

berperilaku agresif. Sebagai contohnya, pasien dengan skizofrenia dapat
mengalami waham (keyakinan yang salah, tidak dapat dikoreksi, menetap

dan tidak sesuai dengan budaya) dan halusinasi (persepsi yang salah tanpa
adanya stimulus), yang membuatnya berperilaku secara agresif untuk

melindungi dirinya. Selain itu pasien skizofrenia dapat menggalami gangguan

dalam menilai ancaman, sehingga walaupun tidak ada waham dan halusinasi,


pasien-pasien ini menganggap suatu stimulus yang netral bagi orang

kebanyakan sebagai suatu ancaman. Pasien dengan gangguan depresi
memiliki risiko lebih besar untuk melakukan agresivitas terhadap dirinya
sendiri dalam bentuk bunuh diri. 12

Halaman | 4

b.

Gangguan Kepribadian

Individu yang mengalami gangguan kepribadian antisosial/psikopat dan

ambang memiliki risiko yang lebih besar untuk berperilaku agresif. 12

c.Penyalahgunaan Zat

Penyalahgunaan zat, seperti alkohol, akan meningkatkan risiko perilaku

agresif. Sebuah simpulan dari 26 penelitian di 11 negara menunjukkan bahwa
intoksiskasi alkohol memiliki asosiasi dengan 61,5% kejahatan dengan

3.

kekerasan. 12

Kondisi Sosial

Faktor risiko psikososial dari perilaku agresif diantaranya adalah kemiskinan,

ibu dengan kehamilan pertama saat masih remaja, orang tua tunggal, rumah
tangga yang tidak harmonis, dan kecerdasan ibu yang kurang, adanya provokasi,
dan paparan terhadap kekerasan pada televisi. 4,5,7,12

Tayangan Kekerasan pada Televisi

Penelitian-penelitian telah mengungkapkan bahwa paparan terhadap kekerasan

dalam media dapat meningkatkan dan mencetuskan munculnya pikiran agresif, emosi

yang mendukung terjadinya perilaku agresif, serta kecenderungan untuk berperilaku
agresif. Sebuah penelitian yang membandingkan angka pembunuhan di Amerika Serikat,

Kanada dan Afrika Selatan sebelum dan sesudah terpapar oleh media televisi. Afrika

Selatan belum memberikan izin untuk penyiaran hingga tahun 1975, dengan alasan yang
tidak ada hubungannya dengan tayangan kekerasan di televisi. Ditemukan bahwa angka

pembunuhan di Kanada dan Amerika Serikat antara tahun 1945 dan 1974 meningkat

hingga 92% dan 93%, sedangkan angka pembunuhan di Afrika Selatan menurun sebesar
7%, dimana masyarakatnya belum terpapar tayangan televisi. Kemudian, setelah Afrika
Selatan mulai memberikan izin untuk penyiaran tayangan televisi, angka pembunuhan

meningkat hingga 130%. Pada hampir semua negara, terdapat jarak waktu sekitar 10
hingga 15 tahun antara mulai diperkenalkannya tayangan di televisi dan angka
pembunuhan yang naik hingga dua kali lipat. Peningkatan ini telah dihipotesiskan
merefleksikan telah dimulainya generasi televisi awal. Sesuai dengan yang diprediksikan,

angka kekerasan yang serius pertama kali naik pada kelompok anak, kemudian remaja
dan akhirnya pada dewasa muda. 5

Halaman | 5

Terdapat beberapa teori dan mekanisme yang dapat menjelaskan hubungan

antara kekerasan dalam media dan peningkatan agresivitas, diantaranya adalah teori
pembelajaran dan mekanisme desensitisasi :
1.

Teori Pembelajaran

Salah satu teori mengenai pembelajaran agresi adalah teori pembelajaran

sosial yang dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori ini menyatakan bahwa

individu mempelajari perilakunya dengan dua cara, secara langsung melalui
pengalamannya atau secara tidak langsung melalui observasi dari contoh dari

orang-orang di lingkungan sekitar. Anak-anak akan meniru perilaku dari orang

dewasa disekitarnya sebagai metode untuk mempelajari tentang bagaimana
kehidupan di dunia orang dewasa. Selain dari orang disekitarnya, anak-anak juga
akan meniru apa yang mereka lihat di televisi. 5,7,9,12

Sayangnya, anak-anak meniru apa yang mereka lihat tanpa memiliki

pengertian apakah yang mereka tiru baik atau tidak. Sebuah penelitian klasik yang

dilakukan oleh Bedura menunjukkan bahwa anak-anak yang menonton tayangan
kekerasan di televisi akan mempelajari perilaku tersebut dan melakukannya. Tiga

kelompok anak-anak dipaparkan dengan sebuah tayangan yang menunjukkan
seorang dewasa berperilaku agresif terhadap sebuah boneka. Untuk kelompok

pertama, orang dewasa dalam tayangan tersebut diberi penghargaan, pada

kelompok ke dua orang dewasa dalam tayangan tidak diberikan apapun, dan pada

kelompok ke tiga orang dewasa dalam tayangan diberi hukuman. Setelah terpapar,
anak-anak dari kelompok pertama dan kedua berperilaku lebih agresif bila
dibandingkan dengan anak-anak pada grup ke tiga. 5,9

Ketika seseorang menonton sebuah tayangan dengan kekerasan, orang

tersebut mendapat kesempatan untuk mempelajari berbagai macam hal : apa yang

dapat dipergunakan sebagai senjata dan bagaimana cara menggunakannya, sebesar
apa kerusakan yang dapat disebabkannya, kata-kata apa yang dapat diucapkan, dan
lain sebagainya. Namun hal ini tidak berhenti disini, ketika seseorang terpapar
secara berulang terhadap tayangan kekerasan, orang tersebut akan mempelajari
suatu script. Script atau pola perilaku adalah struktur kognitif yang didalamnya

mencakup 1) kejadian apa saja yang akan terjadi di lingkungan, 2) bagaimana
sebaiknya seseorang bersikap dan 3) apa yang akan terjadi apabila ia berperilaku
Halaman | 6

demikian. Ketika script sudah disimpan dalam ingatan, maka sewaktu-waktu script
tersebut dapat aktif secara otomatis. Salah satu script yang paling umum

ditemukan pada tayangan kekerasan adalah : ketika ada yang memprovokasi, sudah
2.

sewajarnya untuk membalas. 5,9

Desensitisasi

Salah satu efek buruk dari paparan terhadap tayangan kekerasan adalah

desensitisasi. Desensitisasi adalah proses dimana paparan berulang terhadap suatu
stimulus akan mengurangi respon emosional terhadap stimulus tersebut. Sebuah

penelitian mengungkapkan bahwa setelah terpapar dengan tayangan kekerasan
secara berulang, aktivitas korteks orbitofrontal kiri yang berfungsi untuk

mengendalikan dan menginhibisi perilaku agresif akan mengalami penurunan. Hal
ini akan membuat seseorang menjadi tidak sensitif, tidak terangsang, atau secara

emosional tidak terpengaruh saat melihat perilaku kekerasan. Kekerasan menjadi

suatu hal yang wajar dan orang tersebut menjadi lebih rentan untuk bereaksi
dengan kekerasan. 5,8,9

Tayangan di televisi rata-rata menampilkan 8

12 aksi kekerasan per jamnya.

Sedangkan pada tayangan untuk anak, angka ini meningkat menjadi 20 aksi kekerasan
per jamnya. Peningkatan ini terutama karena tayangan kartun, yang lebih sering

ditayangkan pada pagi hari dan akhir pekan. Saat seorang anak berusia 8 tahun,
diperkirakan ia telah menonton sekitar 20.000 aksi kekerasan di televisi. Sege yang telah
melakukan

penelitian

mengenai

kekerasan

di

televisi

selama

tiga

dekade

mengemukakan bahwa kekerasan di televisi seringkali tidak memiliki konsekuensi,

efektif dan mendapatkan penghargaan. Tokoh jahat dan tokoh baik sama-sama
menggunakan kekerasan untuk menyelesaikan konflik dengan segera. Ide bahwa
kekerasan mengakibatkan rasa sakit dan memiliki konsekuensi, baik yang bersifat fisik
atau psikologis seringkali tidak diperkenalkan. 5

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Mediascope mengungkapkan bahwa

pada 66% tayangan untuk anak-anak ternyata terdapat aksi kekerasan, 46% aksi

kekerasan terjadi pada film kartun untuk anak, dan 67% tayangan untuk anak-anak
memperlihatkan kekerasan dengan cara yang penuh humor. Jepang adalah satu-satunya

negara dengan jumlah tayangan dengan kekerasan yang sama, namun angka
Halaman | 7

kekerasannya jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan Amerika Serikat. Satu
penelitian mengungkap bahwa ternyata penggambaran kekerasan pada tayangan
televisi di Jepang sangatlah berbeda dengan di Amerika Serikat. Di jepang, kekerasan

digambarkan dengan lebih realistik, ditekankan bahwa rasa sakit dan penderitaan
diasosiasikan dengan aksi kekerasan. Selain itu, kekerasan lebih banyak dilakukan oleh

tokoh jahat kepada tokoh baik, sehingga aksi kekerasan diasosiasikan dengan orang
jahat dan dilihat sebagai sesuatu yang tidak pantas dan tidak bermoral. 5

Tidak semua kekerasan yang digambarkan memiliki pengaruh negatif yang sama

terhadap penontonnya, karena konteks dalam kekerasan yang ditayangkan dapat

memengaruhi arti dari agresi tersebut serta reaksi afektif dan perilaku dari
penontonnya. Beberapa penelitian telah mengungkap bahwa terdapat setidaknya
sembilan aspek penting yang dapat memengaruhi potensi sebuah tayangan untuk
mendukung terbentuknya perilaku agresif, dan/atau desensitisasi emosional.5,9
1.

Karakter dari pelaku kekerasan

Aspek penting yang pertama adalah karakter dari pelaku kekerasan. Pelaku

kekerasan dapat sangat bervariasi, dari pahlawan super seperti Superman hingga

hewan yang dibentuk menyerupai manusia seperti Doraemon. Beberapa pelaku
kekerasan dalam tayangan televisi dapat digambarkan sebagai tokoh yang baik

dan menggunakan kekerasan untuk melindungi masyarakat sedangkan tokoh yang
lain adalah tokoh

jahat

yang menggunakan kekerasan untuk mendapatkan

kepuasan pribadi. Jenis pelaku kekerasan yang mana yang memiliki pengaruh buruk

dalam mempelajari perilaku agresif? Penelitian mengindikasikan bahwa baik anakanak maupun orang dewasa cenderung untuk beridentifikasi dan belajar dari
contoh yang menarik dibandingkan dengan yang tidak menarik. Oleh karena itu,
pelaku kekerasan yang menarik memiliki potensi yang lebih besar untuk menjadi
role model dari perilaku agresif.5,9

Terdapat dua karakteristik spesifik yang dapat meningkatkan tingkat

kemenarikan dari pelaku kekerasan yaitu 1) orientasi prososial atau baik ; dan 2)
kesamaan tokoh dengan penonton. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
penonton lebih menyukai tokoh yang prososial atau tokoh baik dibandingkan tokoh

yang kejam dan jahat. Salah satu tipe tokoh prososial atau baik adalah pahlawan
super (Batman, Superman) yang menggunakan kekerasan untuk melawan
Halaman | 8

kejahatan. Penelitian mengungkap bawha paparan terhadap pelaku kekerasan yang

baik akan meningkatkan risiko perilaku agresif baik pada penonton anak-anak

maupun dewasa.5,9

Kesamaan yang dipersepsikan antara tokoh dengan penonton dapat

meningkatkan tingkat kemenarikan karakter pelaku kekerasan. Kesamaan yang

ditangkap dapat berupa data demografik yang serupa (jenis kelamin dan usia)

antara tokoh pelaku kekerasan dan penonton. Sebagai contoh, anak laki-laki akan
cenderung meniru tokoh laki-laki dan anak perempuan akan cenderung meniru
tokoh perempuan. Penelitian juga mengungkap bahwa anak-anak akan lebih
cenderung menunjukkan perilaku kekerasan setelah melihat tokoh pelaku

kekerasan anak-anak jika dibandingkan setelah melihat tokoh pelaku kekerasan
dewasa. Sifat dan karakteristik pelaku kekerasan nampaknya merupakan faktor
penting dalam pembelajaran perilaku agresif, dengan risiko terbesar pada pelaku

kekerasan yang menarik atau pelaku kekerasan yang memiliki banyak kesamaan
2.

dengan penonton. 5,9

Karakteristik dari target kekerasan

Aspek penting yang kedua adalah karakteristik dari target atau korban

kekerasan. Target kekerasan, seperti pelaku kekerasan, sangat bervariasi baik dari
sisi demografik, motif dan kualitas atributif. Mirip dengan tingkat kemenarikan

pelaku kekerasan, tingkat kemenarikan dari target juga merupakan penanda

penting yang memengaruhi respon penonton terhadap kekerasan. Ketika karakter

menarik menjadi korban kekerasan, maka hal tersebut akan memunculkan
ketakutan atau kecemasan pada penontonnya. Beberapa penelitian juga

menunjukkan bahwa penonton seringkali merasakan perasaan dan keadaan afektif

yang dirasakan oleh tokoh korban kekerasan yang menarik tersebut. Ketika tokoh
yang menarik menjadi korban kekerasan, penonton dapat secara empatik ikut
3.

merasakan kecemasan dan ikut merasakan ketakutan dan/atau tekanan. 5,9

Pembenaran tindakan kekerasan

Aspek penting yang ketiga adalah apakah tindakan kekerasan yang dilakukan

dapat dibenarkan atau tidak. Kekerasan dapat digunakan untuk berbagai alasan.
Alasan tersebut ada yang dapat dibenarkan atau diterima secara sosial, dan ada
yang tidak. Penelitian telah mendokumentasikan secara konsisten bahwa kekerasan

Halaman | 9

yang dapat dibenarkan akan meningkatkan respon agresif pada penontonnya.
Dengan menonton kekerasan yang dapat dibenarkan, maka inhibisi seseorang

terhadap perilaku agresif akan menurun sehingga kecenderungan untuk
menunjukkan perilaku agresif akan meningkat. 5,9

Apakah dengan menonton aksi agresif yang tidak dapat dibenarkan memiliki

pengaruh terhadap penontonnya? Tindak kekerasan yang tidak dapat dibenarkan
ditemukan dapat memengaruhi baik proses pembelajaran perilaku agresif dan rasa

takut pada penontonnya. Dari sisi pembelajaran perilaku agresif, penelitian

menunjukkan bahwa paparan terhadap kekerasan yang tidak dapat dibenarkan
akan menurunkan kecenderungan berperilaku agresif pada penontonnya. Bukti lain

juga menunjukkan bahwa tindak kekerasan yang tidak dibenarkan dapat memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap munculnya rasa kecemasan dan ketakutan akan
4.

menjadi korban pada penontonnya. 9

Keberadaan senjata

Aspek penting yang keempat adalah keberadaan senjata. Penelitian

menunjukan bahwa adanya persenjataan konvensional seperti pistol dan pisau
secara signifikan akan meningkatkan respon agresif para penontonnya. Menurut

Berkowitz dkk, melihat senjata akan memunculkan pikiran dan memori agresif serta

akan membuat kecenderungan berperilaku agresif meningkat. Sebuah meta analisis

dari 56 penelitian menunjukkan bahwa adanya senjata pada sebuah gambar akan
meningkatkan perilaku agresif secara signifikan baik pada dewasa yang sedang
5.

marah dan yang tidak sedang marah. 9

Penggambaran kekerasan

Aspek penting yang kelima adalah bagaimana kekerasan digambarkan dalam

tayangan. Kekerasan dalam tayangan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga variabel
yaitu 1) fisik atau verbal; 2) langsung atau tidak langsung; dan 3) aktif atau pasif.

Kombinasi dari ketiga variabel kekerasan ini akan memengaruhi efek tayangan
tersebut kepada pemirsanya. Misalnya, kekerasan fisik langsung yang dilakukan
secara aktif akan memiliki dampak negatif yang relatif lebih berat dibandingkan
kekerasan verbal langsung yang dilakukan secara pasif. 9

Aspek penggambaran kekerasan dalam tayangan mencakup durasi kejadian

kekerasan, jarak antara peristiwa kekerasan dengan kamera, pemilihan kata,

Halaman | 10

intonasi serta intensitas suara dalam agresivitas verbal, serta visualisasi kekerasan

dalam agresivitas fisik, seperti jumlah darah dan tingkat kesadisannya. Peraturan
KPI tentang Standar Program Siaran Bab XIII pasal 23 dan 24 telah mengatur
variabel agresivitas verbal dan agresivitas fisik yang tidak dapat ditayangkan di

media, seperti menampilkan tawuran, pengeroyokan, manusia atau bagian tubuh
yang berdarah-darah,serta penggunaan ungkapan kasar dan makian. 9

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan jangka pendek maupun

jangka panjang terhadap aksi kekerasan dapat membuat penontonnya mengalami
desensitisasi terhadap kekerasan di dunia nyata serta terhadap efek fisik, emosi dan
6.

psikologisnya yang berbahaya. 9

Derajat realisme dari kekerasan

Aspek penting yang keenam adalah derajat realisme dari kekerasan yang

ditunjukkan. Realisme merujuk pada tingkat nyata atau tidaknya karakter, setting,

dan/atau peristiwa kekerasan yang digambarkan. Beberapa aksi kekerasan
digambarkan dengan sangat realistik seperti pada berita malam atau dalam bentuk

kartun seperti Tom and Jerry. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa

penggambaran yang lebih realistik akan meningkatkan respon agresif secara

signifikan apabila dibandingkan dengan penggambaran yang lebih bersifat
fisksional. Selain itu penggambaran aksi kekerasan yang realistik juga akan

memberikan efek kecemasan dan ketakutan yang lebih bila dibandingkan dengan
aksi kekerasan yang fiksional.9

7. Apakah kekerasan mendapatkan penghargaan atau hukuman

Aspek penting yang ke tujuh adalah penghargaan dan hukuman. Penghargaan

adalah pemberian dukungan positif pada pelaku tindak kekerasan. Seorang pelaku
kekerasan mungkin saja akan mendapatkan penghargaan dalam bentuk hadiah
uang dalam jumlah besar atau dalam bentuk yang sederhana seperti sebuah

tepukan di pundaknya. Sedangkan hukuman adalah pemberian dukungan negatif
yang dapat berupa ekspresi kekecewaan hingga hukuman mati.9

Penelitian telah menemukan bahwa aksi kekerasan yanng mendapatkan

penghargaan akan meningkatkan efek pembelajaran pikiran dan perilaku agresif.

Sebuah meta analisis dari 217 penelitian menunjukkan bahwa kekerasan yang
mendapatkan penghargaan akan meningkatkan risiko pembelajaran perilaku agresif

Halaman | 11

baik pada dewasa maupun anak-anak. Kekerasan tidak harus selalu diberi
penghargaan secara eksplisit untuk dapat meningkatkan efek bahayanya, karena

menurut teori pembelajaran sosial, tidak adannya hukuman juga dapat dianggap

sebagai suatu bentuk penghargaan. Sehingga aksi kekerasan yang tidak

mendapatkan penghargaan maupun hukuman akan tetap dapat memfasilitasi
8.

pembelajaran perilaku dan pikiran agresif.9

Konsekuensi dari kekerasan

Aspek kekerasan pada tayangan yang ke delapan adalah konsekuensi dari

kekerasan. Konsekuensi kekerasan merujuk pada tingkat kesakitan dan cedera yang
terjadi sebagai akibat dari aksi kekerasan. Sebagai contoh, seorang korban

kekerasan berlumuran darah dan berteriak kesakitan setelah ditusuk dengan

sebilah pisau. Suatu reaksi yang menggambarkan bahwa orang tersebut mengalami
nyeri yang amat sangat. Sedangkan karakter lain ternyata mendapatkan pukulan di

wajahnya dan tidak bergeming sama sekali. Respon seperti ini menggambarkan
bahwa tokoh ini tidak mengalami rasa nyeri dari aksi agresif tersebut.9

Beberapa penelitian telah mendokumentasikan bahwa penggambaran nyeri

dan penderitaan yang kuat dapat menurunkan respon agresif pada penontonnya.

Namun beberapa penelitian lain menunjukkan bahwa sebuah klip aksi kekerasan
yang menggambarkan cedera serius dapat menyebabkan peningkatan perilaku

agresif. Tetapi efek ini terbatas pada subjek yang sedang marah atau pada subjek
dengan kerentanan untuk melakukan perilaku agresi yang ditempatkan di
lingkungan dengan banyak penanda kekerasan. Sebagai simpulan, hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa penggambaran penderitaan atau penderitaan dapat
9.

berfungsi sebagai inhibitor perilaku agresif pada sebagian besar penonton. 9

Humor yang menyertai aksi kekerasan

Aspek penting yang terakhir adalah humor. Humor dapat digunakan dengan

berbagai cara dalam program kekerasan. Sebagai contohnya, seorang pelaku
kekerasan dapat saja mengungkapkan suatu lelucon setelah, saat atau setelah

membunuh korban yang tidak bersalah. Selain itu konsekuensi dari kekerasan dapat
ditampulkan dengan cara yang komikal dan mengundang tawa. 9

Penelitian menunjukkan bahwa humor dapat meningkatkan desensitisasi

terhadap kekerasan. Sebuah penelitian menemukan bahwa cuplikan aksi kekerasan
Halaman | 12

yang disertai humor secara signifikan memiliki tingkat distres yang lebih rendah

apabila dibandingkan dengan cuplikan aksi kekerasan yang tidak disertai humor.

Penelitian lain menunjukkan bahwa acara dengan aksi kekerasan yang disertai
humor secara signifikan dianggap tidak terlalu serius dan tidak terlalu kejam

dibandingkan acara dengan tingkat humor yang rendah. Sebagai simpulan, cuplikan
aksi kekerasan yang disertai dengan humor dapat meningkatkan risiko terjadinya
desensitisasi dan perilaku kekerasan pada penontonnya. 9
Tujuan

Untuk mengetahui definisi dan konsep kekerasan, definisi dan konsep agresivitas,

jenis-jenis tayangan di televisi, pengaruh tayangan kekerasan di televisi pada

penontonnya dalam konteks budaya Indonesia, sehingga dapat menjadi dasar dalam
pembuatan instrumen pengukuran derajat kekerasan pada tayangan televisi.
Metode

Pembuatan instrumen terdiri dari 6 tahapan, yaitu : 1) konseptualisasi rancangan

alat ukur; 2) Penyusunan desain alat ukur; 3) Pengujian alat ukur; 4) Revisi; 5)
Pengumpulan data; dan 6) evaluasi dan pengawasan proses. Yang dilakukan dalam

penelitian ini merupakan bagian awal dari rangkaian proses pembuatan instrumen

penilai tayangan kekerasan di televisi yaitu konseptualisasi dan penyusunan deasin alat
ukur. Untuk menjamin kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan konfirmabilitas
hasil penelitian maka dilakukan proses triangulasi, member check, dan peer debriefing.
Desain

Tahap pertama, konseptualisasi rancangan alat ukur,

bertujuan untuk

mendefinisikan subjek dan variabel yang akan diukur serta menghasilkan indikatorindikator yang dapat disusun menjadi suatu alat ukur. Tujuan ini dapat dicapai dengan
metode yang sebagian besar merupakan metode kualitatif sebagai berikut :
1.

Telaah literatur (literature review)

3.

Diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion)

2.
4.

Panel ahli (Expert Review)

Wawancara mendalam (Indepth interview)

Halaman | 13

5.
6.

Cognitive Interview
Workshop

Pada penelitian ini menggunakan ke-enam metode di atas. Telaah literatur

dilakukan dengan mengumpulkan berbagai dokumen yang terkait dengan permasalahan

tayangan kekerasan dari berbagai disiplin ilmu, laporan, instrumen penilaian tayangan

kekerasan yang sudah ada. Tim peneliti membuat rangkuman dari literatur-literatur
tersebut dan mempresentasikannya dalam pertemuan. Proses Cognitive Interview
dilakukan pada berbagai item yang akan dijadikan bagian dari instrumen. Cognitive
Interview bertujuan mengetahui latar belakang pemikiran, konsep, dan proses berpikir

mengenai tayangan kekerasan. Tim peneliti untuk menyamakan pandangan, pengertian,
dan proses tentang tayangan kekerasan di televisi dan dampaknya.

Kemudian workshop dilakukan untuk menyusun panduan wawancara. Hasil telaah

literatur dan Cognitive Interview yang telah dilakukan kemudian didiskusikan oleh tim

peneliti dengan berbagai ahli lainnya seperti ahli kesehatan masyarakat, psikater, dan

ahli pembuat kuesioner. Panduan wawancara menekankan pada hal-hal yang masih
perlu diklarifikasi, diperjelas, atau diketahui dengan lebih mendalam (terlampir).

Panduan wawancara digunakan dalam Expert Review, wawancara mendalam, dan

diskusi kelompok terfokus. dilakukan untuk mengetahui pendapat para ahli dalam

bidang-bidang yang terkait dengan definisi dan konsep kekerasan, definisi dan konsep
agresivitas, jenis-jenis tayangan di televisi, pengaruh tayangan kekerasan di televisi pada
penontonnya serta hubungan antara tayangan televisi dan kebudayaan.
Peserta

Expert Review

Peserta penelitian yang terlibat merupakan para ahli atau pemerhati tentang

kekerasan/ tayangan kekerasan dalam bidang masing-masing. Para ahli tersebut berasal
dari bidang Psikiatri anak dan remaja, Psikologi sosial, Ilmu Komunikasi, Kriminologi,
Komisi Penyiaran Indonesia, Antropologi dan Sosiologi. Peserta diundang melalui surat

dengan memberi rincian latar belakang penelitian dan mengundang untuk berpartisipasi
dalam penelitian ini.

Halaman | 14

Wawancara Mendalam dan Diskusi Kelompok Mendalam

Wawancara mendalam direncanakan dilakukan terhadap ahli Sinematografi untuk

memahami alasan pembuatan tayangan kekerasa. Diskusi kelompok terarah

direncanakan dilakukan pada remaja sebagai kelompok yang paling terdampak oleh
tayangan kekerasan.

Dalam wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah Sebelum wawancara

dan fokus group discussion, peserta menerima surat undangan untuk kesedian
berpartisipasi dalam penelitian yang selanjutnya memberikan informasi lebih lanjut

tentang definisi dan konsep kekerasan, definisi dan konsep agresivitas, jenis-jenis
tayangan di televisi, pengaruh tayangan kekerasan di televisi pada penontonnya serta
hubungan antara tayangan televisi dan kebudayaan.

Dalam daftar pertanyaan dibahas pertanyaan-pertanyaan yang terbuka mengenai

kekerasan dan agresivitas yang terkait dengan tayangan telivisi yaitu kekerasan secara
umum, tayangan kekerasan di televisi, beberapa indikator terhadap pelaku kekerasan,
korban kekerasan dan konsekuensi kekerasan terhadap korban kekerasan, dibenarkan /

tidak dibenarkan oleh norma sosial /aturan hukum, keberadaan senjata, penggambaran
kekerasan, derajat realisme, penghargaan dan hukuman, dan kekerasan yang disertai
humor.

Analisis

Analisis mengacu pada teori Miles dan Huberman. Analisis terdiri dari tiga alur

kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan/ verifikasi. Hasil wawancara mendalam dan kelompok diskusi
terarah pertama kali dibuat dalam bentuk transkripsi, kemudian dilakukan reduksi

dengan tujuan menyederhanakan, memusatkan perhatian dan transformasi data kasar
hasil temuan di lapangan. Tahap selanjutnya dilakukan pengelompokan berdasarkan
tema-tema (predetermin kategori) sesuai variabel yang telah disusun sebagai proposisi

teoretis. Data yang telah dikelompokkan sesuai tema-tema tersebut, kemudian
dianalisis.

Strategi khusus yang dilakukan untuk menguji konsep kepercayaan pada

penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)

Teknik verifikasi atau triangulasi.

Halaman | 15

Triangulasi mengacu pada pendekatan untuk pengumpulan data dengan bukti yang

sengaja dicari dari berbagai sumber-sumber independen yang berbeda dan sering
dengan cara yang berbeda. Metode triangulasi dapat juga dilakukan dengan

triangulasi cara pengumpulan data, misal hasil wawancara mendalam ditriangulasi

dengan FGD, wawancara mendalam kemudian ditriangulasi dengan observasi atau
telaah dokumen.

Pada penelitian ini data yang didapatkan pada wawancara mendalam

ditriangulasikan dengan FGD, dan dilakukan pengumpulan data dari berbagai

disiplin ilmu. Untuk menjamin otentitas data dilakukan dengan mengambil rekaman
saat wawancara dan FGD berlangsung, audio visual saat FGD dan adanya
2)

dokumentasi kegiatan.

Melakukan member check.

Member check dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan

interpretasi, dengan mengonfirmasi informan untuk pengecekan apakah ada halhal yang kurang sesuai.Member check ini dilakukan selama proses koding dan

3)

kategorisasi ataupun mengonfirmasi hasil pada peserta.

Melakukan peer debriefing

Peer debriefing merupakan usaha peneliti untuk memahami fenomena melalui

perspektif orang lain. Merupakan salah satu teknik yang penting dalam penelitian

kualitatif. Peer debriefing membutuhkan peneliti untuk bekerja sama dengan satu

atau beberapa orang yang memiliki pandangan yang berimbang tentang penelitian.
Orang yang dipilih memeriksa transkrip peneliti, laporan akhir dan metodologi
umum. Setelah itu umpan balik diberikan untuk meningkatkan kredibilitas. Dalam

4)

penelitian ini, para anggota tim peneliti menjadi peer debriefing.
Bracketing.

Dalam hal ini penulis menghindari prasangka, bias, asumsi, teori, atau pengalaman
sebelumnya untuk melihat dan menggambarkan fenomena,. Penulis berusaha jujur

dan waspada tentang perspektif, pengalaman yang sudah ada dan keyakinan
sendiri.

Halaman | 16

Hasil

Pada awal penelitian, dilakukan Penyusunan Rencana Kerja dan Timeline

Penelitian yang dihadiri oleh anggota tim peneliti. Kemudian dilakukan Telaah Literatur

untuk membentuk konsep dan menyamakan persepsi awal mengenai kekerasan,

agresivitas, tayangan kekerasan, dan pengaruh tayangan kekerasan terhadap perilaku
agresif. Terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap presentasi.

Pada tahap selanjutnya dalam Penelitian ini dilakukan 3 wawancara mendalam

terhadap ahli sinematografi, antropologi dan sosiologi serta 3 diskusi kelompok terarah
pada kelompok akademisi dan kelompok pelajar kelas X dan XI dari SMU Negeri 8
Bandung. Diskusi kelompok terarah dengan kelompok akademisi dihadiri oleh ahli di

bidang psikiatri anak dan remaja, psikologi sosial, hukum dan kriminologi, ilmu
komunikasi dan perwakilan KPID Jawa Barat. Wawancara semi terstruktur berlangsung
sekitar 45 menit sampai 60 menit dan untuk diskusi kelompok terarah berlangsung
selama 70 menit. Hasil diskusi kelompok terarah adalah sebagai berikut:
Definisi

Kekerasan
Kekerasan adalah perbuatan atau perilaku yang dilakukan dengan sengaja seperti
memukul, meninju, menendang, mencekik, menembak, menghina atau berkata kasar yang

bertujuan untuk menyebabkan rasa sakit dan mencederai orang lain atau diri sendiri baik
yang berdampak fisik maupun non-fisik.

Definisi kekerasan itu yang di atur oleh berbagai peraturan perundang

undangan

menggunakan istilah penganiayaan adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja
untuk menimbulkan rasa sakit dan untuk menimbulkan suatu luka pada orang lain
Bidang Hukum (Pidana dan Kriminologi)

Konsep kekerasan menurut saya adalah suatu perilaku yang bisa mencelakakan orang

lain dan atau merugikan orang lain. Mencelakakan orang lain itu kekerasan kontak fisik

terutama ada kontak fisik antara A dan B, seseorang dengan orang lain, yang bisa
merugikan orang lain

Antropologi

Bentuk kekerasan dapat berupa verbal dan non verbal.

(KPID) Jawa Barat

Komisi Penyiaran Indonesia

Halaman | 17

Tayangan Kekerasan
Sebagian besar responden mendefinisikan tayangan kekerasan sebagai gambar/rangkaian
gambar dan/atau suara/rangkaian suara yang menampilkan perbuatan atau perilaku yang
dilakukan dengan sengaja seperti memukul, meninju, menendang, mencekik, menembak,

menghina atau berkata kasar yang bertujuan untuk menyebabkan rasa sakit dan
mencederai orang lain atau diri sendiri baik yang berdampak fisik maupun non-fisik.

Kekerasan itu didefinisikan sebagai gambar atau rangkaian gambar, suara atau

rangkaian suara yang menampilkan perilaku atau tindakan yang menimbulkan rasa sakit
Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat

Tayangan yang sadis (dibunuh, dicekek, atau ditembak). Yang selanjutnya kekerasan ini

kalau didalam yang kita lihat itu bukannya kekerasan terhadap manusia tetapi juga
kekerasan terhadap binatang

- Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat

Ahli sinematografi mendefinisikan tayangan kekerasan sebagai gambar/rangkaian gambar,
suara/rangkaian suara dan/atau narasi yang dibuat dengan tujuan memberikan

kesan/impresi kekerasan. Dari sudut pandang sinematografi, suatu adegan kekerasan yang
bertujuan untuk memberikan kesan/impresi selain kesan kekerasan, misalnya kesan
humor tidak dianggap sebagai suatu tayangan kekerasan.

Nah kadang-kadang walaupun misalkan ada contoh sketsa ada orang mau duduk

kemudian kursinya ditarik lalu dia jatuh terus sama temennya kepalanya dipukul itu
sebenernya mau deliver pesan komedi tapi memang dengan cara seperti itu kalau itu

dilakukan di apa namanya di dunia nyata itu akan jadi kekerasan tapi ketika di dalam
tayangan film mungkin tidak tidak jadi kekerasan gitu jadi tolak ukurnya

Sinematografi

Ahli

Pelajar SMU mendefinisikan tayangan kekerasan sebagai tayangan yang memberikan
kesan kekerasan bagi penontonnya. Dari sudut pandang pelajar SMU, adegan apapun

apabila ditangkap sebagai kekerasan oleh penontonnya dianggap sebagai suatu tayangan
kekerasan.

Cara penilaian penonton, bagaimana cara orang memandang, kekerasan disebut

kekerasan kalo si penonton mengatakan itu kekerasan, penonton harus sesuai, harus
diawasi - Pelajar SMU Kelas X

Halaman | 18

Jenis Kekerasan
Kekerasan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kekerasan fisik dan non-fisik.
Kekerasan fisik dapat berupa kekerasan verbal dan non verbal. Kekerasan non-fisik dapat
berupa kekerasan psikis.

Bentuk kekerasan dapat berupa verbal dan non verbal, sedangkan untuk jenis kekerasan

sendiri dapat berupa kekerasan fisik, psikis (non fisik) dan seksual.

Kekerasan fisik

(kekerasan yang disebabkan oleh tindakan secara fisik dan berdampak secara fisik, seperti
tindakan menyerang, memukul, meninju, menendang, mencekik, menembak dan lain-lain
yang menimbulkan efek seperti menyeringai, rasa sakit dan lain sebagainya yang

tindakannya dapat dilihat dengan kasat mata. Kekerasan psikis (non fisik) tidak terlalu
terlihat, dapat verbal dan non verbal, kalau verbal itu kebanyakan kata
ini bisa kata kata, gambar atau visual
Dalam peraturan perundang

kata. Non fisik

Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat

undangan diberlakukan istilah tindak kekerasan yaitu

kekerasan fisik, psikis, kekerasan emosional, seksual, penganiayaan berat dan ringan atau

seterusnya. Sedangkan dari kajian hukum pidana dikaitkan dengan kriminologi terdiri dari
kekerasan psikis dan kekerasan seksual - Bidang Hukum (Pidana dan Kriminologi)
Bentuk tayangan kekerasan yang memiliki dampak negatif pada penonton
Tayangan kekerasan yang memilik dampak negatif pada penonton adalah :
(1) menimbulkan rasa sakit/jatuh sakit/luka,
(2) saling membunuh,

(3) terdapat kekerasan dalam rumah tangga,
(4) child abuse,

(5) kekerasan seksual,
(6) bullying,

(7) Tayangan yang sadis (dibunuh dicekek atau ditembak),
(8) kekerasan terhadap binatang,

(9) menyerang, memukul, meninju, menendang, mencekik, menembak dan lain
sebagainya

(10) menayangkan peristiwa

peperangan dan lain sebagainya.

peristiwa yang traumatik misalkan bencana, atau

(11) mengatakan sesuatu perkataan yang kasar/penolakan/pengabaian
Halaman | 19

Sebuah tanyangan dianggap kekerasan bila melibatkan dua pihak yang memang mereka

berusaha saling membunuh, terus juga kalau kekerasan dalam rumah tangga biasanya itu

dilakukan oleh satu pihak suami atau istri, terus juga ada korban bencana biasanya

maksudnya kekerasan itu lebih ke korbannya mati bagaimana wujud korban itu
diperlihatkan ketika dirumah sakit apakah korbannya itu banyak atau tidak misalkan

apakah masih ada darah dan lain sebagainya terus yang selanjutnya adalah batasan
apakah kekerasan itu ditolerir dalam aturan

aturan itu manusiawi atau tidak makanya

ada kekerasan yang biasa atau yang sadis didalam tayangan itu. Tayangan yang sadis
(dibunuh dicekek atau ditembak). Yang selanjutnya kekerasan ini kalau didalam yang kita

lihat itu bukannya kekerasan terhadap manusia tetapi juga kekerasan terhadap binatang.
jadi yang kita lihat bukan hanya kekerasan yang melibatkan satu kelompok atau orang

yang punya kekuatan memaksa orang lain untuk melakukan tindakan tertentu. bentuknya

menyerang, memukul, meninju, menendang, mencekik, menembak dan lain sebagainya
dan berdampak secara fisik misalkan efeknya nanti keliatan nyengir, rasa sakit dan lain

sebagainya dan tindakannya juga bisa dilihat dengan kasat mata. Terus non fisik juga

kekerasan visual ini, kenapa kita sebut kekerasa visual karna dalam beberapa hal televisi
itu misalkan banyak menayangkan peristiwa

peristiwa yang traumatik misalkan

bencana, atau peperangan dan lain sebagainya. Tayangan yang sadis misalnya kasus Siska
Yofie itu dibunuh dicekek atau ditembak gitu tapi ini dibunuh dengan cara yang sadis

diseret dari motor tapi diperlihatkan. Yang selanjutnya kekerasan ini kalau didalam yang

kita lihat itu bukannya kekerasan terhadap manusia tetapi juga kekerasan terhadap
binatang.

Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat

Dampak Tayangan Kekerasan
Semua responden berpendapat bahwa tayangan kekerasan memiliki dampak bagi
penonton.

Tayangan kekerasan bisa menimbulkan dampak psikologis pada keluarga apalagi yang

menontonnya anak

anak itu bisa menimbulkan depresi ketakutan dan lain sebagainya -

Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat
Apa dampaknya?

Halaman | 20

Hampir semua responden berpendapat bahwa kekerasan berdampak negatif bagi

penontonnya. Dampak negatif tayangan kekerasan diantaranya adalah ketakutan, sulit

mempercayai orang lain, meningkatnya perilaku agresif dan menganggap kekerasan
sebagai suatu hal yang wajar untuk dilakukan.

Saya ingin menambahkan juga bahwa nanti kalau dalam media televisi dampak negatif

kekerasan media itu dibagi dalam beberapa paling tidak pertama dampak agresor, jadi ini
katanya sifat jahat anak akan semakin meningkat walaupun tadi saya setuju bahwa

tergantung anaknya kalau anaknya sifatnya baik mah segimanapun mungkin akan lambat

peroses terjadinya dampak itu berpengaruh. Yang kedua dampak korban, anak menjadi
penakut dan makin sulit mempercayai orang lain ..., anak mulai tidak peduli dengan

kesulitan orang lain .., itu kalau misalnya melihat di tayangan televisi banyak sekali
adegan anti sosial yang menunjukkan tidak dibentukkannya sifat kebersamaan diantara

temen. Yang keempat dampak nafsu, meningkatnya keinginan anak untuk melakukan cara

kekerasan dalam mengatasi persoalan - Ilmu Komunikasi, bidang televisi/Jurnalisme
televisi

Menjadi pengen masuk kedalam film tersebut, dirumah sering merasa degdegan, menjadi

sering waspada.... - Pelajar SMU Kelas X

Ada dorongan emosional untuk memukul orang setelah menonton film yang bertema

kekerasan.... - Pelajar SMU Kelas X

Ahli antropologi dan ahli sosiologi berpendapat bahwa tayangan kekerasan banyak
menimbulkan efek negative tetapi juga dapat memberikan dampak positif seperti
mendorong perilaku berhati-hati dan mencegah penontonnya melakukan pelanggaran
moral agar tidak menjadi korban kekerasan. Efek negatif dari suatu tayangan dapat
dikurangi jika terdapat penjelasan dari tayangan kerasan tersebut.

Yah ada orang kasian iba gitu untuk mendoakan ini yah. Ya mungkin ada bantuan secara

nyata ada bantuan bagi korban itu real. Kalau di film gitu yah film kan pura

pura gitu

yah, nah selain kasihan yah itu dampaknya bisa menguatkan keimanan dan ketakwaan
dia pembentukan jiwa. Nah itu yang bisa meningkatkan moral, pusat pembelajaran lah
bagi pembentukan diri nah itu yang positifnya bagi penonton - Antropologi

.Tujuan dari media itu kan dia punya fungsi sebenarnya untuk kontrol. Bisa fungsi

sosialisasi. Sosialisasi tu bisa positif bisa negatif. Selama tayangan kekerasan itu menjadi
Halaman | 21

pola dan tidak diimbangi dengan (hm) konter norma bahwa tayangan itu hm kalau

misalnya gini dalam hm film itu kan ada tayangan kekerasan tapi kemudian diimbangi
satu-satu paparan bahwa ini tidak boleh ya jadi ada keseimbangan makanya saya melihat
polanya temanya kekerasan aja itu itu gak ada konter sehingga kalau terus menerus
dilakukan itu menjadi norma sesuatu yang biasa gitu

- Sosiolog

Bagaimana Tayangan Kekerasan dapat Menimbulkan Dampak

Hampir semua responden berpendapat bahwa tayangan kekerasan dapat menimbulkan
dampak melalui dua mekanisme, yaitu mekanisme densensitisasi (membuat penontonnya

menjadi terbiasa dengan kekerasan dan menganggap kekerasan sebagai hal yang wajar)
dan mekanisme identifikasi/pembelajaran sosial (membuat penontonnya meniru dan
menganggap perilaku kekerasan sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan masalah).

Dampak negatif bagi masyarakat adalah yang tadi sudah kita bahas juga langsung dan

tidak langsung saya juga bisa melihat sebentar dari yang mungkin tadi sudah kita bahas
juga learning teori dan desensitasi begitu juga dapat mengakibatkan fear ketakutan pada

orang yang menontonnya yah jadi secara langsung mungkin bisa terjadi pada anak anak
biasanya karna tadi sesuai dengan tingkat kognitifnya biasanya mereka imitasi yang
sangat kuat yah dibandingkan pada orang

orang dewasa, orang dewasa kan sudah bisa

formal operasional berarti dia sudah tahu sebab akibat kalau dia mengimitasi langsung
mungkin dia akan kena pukul orang.

Psikiatri Anak & Remaja.

Tayangan kekerasan bisa menimbulkan dampak psikologis pada keluarga apalagi yang

menontonnya anak

anak itu bisa menimbulkan depresi ketakutan dan lain sebagainya -

Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat

Mungkin kita harus melihat konteks usia penonton karena kadang ada level

level

tertentu itu film besar pengaruhnya terutama pada anak anak karena dari aspek kognitif
perkembangan anak tertentu itu mereka di level perkembangan tertentu beda tingkatan
tingkatannya, sebagai contoh usia anak

anak 6 tahun ke bawah pada umumnya mereka

tidak bisa membedakan mana yang real mana yang tidak sehingga mereka, justru
terpengaruh dengan hal
nonton film

hal fisik atau non fisik karna itu ada imajinasi maka kalau kita

film, katakanlah film smack down jelas bagaimana pengaruhnya terhadap

perubahan anak - Ilmu Komunikasi, Bidang Televisi/Jurnalisme Televisi

Terus jam tayangnya juga pas jam tayang itu jangan dimana anak-anak tuh masih
Halaman | 22

nonton hm usia tujuh sampai sembilannya tuh usia yang itu suka meniru apa yang dia
lihat lagian yang namanya berita kriminal biasanya lebih rame dari pada berita ( ) soalnya
kan jadi rame gitu kaya ada pestol ada

Pelajar SMU kelas XI

Ya membuat ingin meniru tindakan kekerasan tersebut kadang tanpa sadar ingin

mengikuti tindakan kekerasan tersebut....

Pelajar SMU Kelas X

...Jadi mereka mengidentifikasikan diri dengan pelaku sehingga emosi marah itu seolah

olah tergantikan oleh para pelaku karna kalau enggak katanya itu justru akan
memunculkan katakanlah demonstrasi

demonstrasi ketidakpuasan terhadap ini.... -

Pelajar SMU Kelas X

Kelompok yang Terkena Dampak Tayangan Kekerasan
Hampir semua responden berpendapat bahwa tayangan kekerasan memiliki dampak pada
semua kelompok penonton, terutama pada kelompok anak-anak dan remaja.
Tayangan kekerasan itu tentunya ditonton oleh anak

dampaknya

Psikiatri anak dan remaja.

anak dan itu pastilah ada

Mungkin kita harus melihat konteks usia penonton karena kadang ada level

level

tertentu itu film besar pengaruhnya terutama pada anak anak karena dari aspek kognitif
perkembangan anak memiliki tingkatan
bidang televisi/Jurnalism televisi

tingkatan yang berbeda

Ilmu Komunikasi,

Kita itu ada pembagian sebagai penonton itu ada klasifikasi yah dan juga didalam

undang

undang pertama yang ditekankan itu adalah kelompok tertentu yaitu anak

anak dan anak

anak itu juga dibagi dalam kelompok ada anak dari 2-5 tahun, terus juga

ada anak dari 6-11 tahun, dan remaja dari 11-17 tahun. Nah ini kita asumsikan sebagai

kelompok yang paling rentan terhadap dampak media. - Bidang Hukum (Pidana dan
Kriminologi)

Tayangan kekerasan itu tentunya ditonton oleh anak

dampaknya pada anak

anak dan itu pastilah ada

anak itu jadi kalau ada satu tayangan kekerasan yang

memberikan dampak kepada anak anak dalam bentuk meniru kegiatan tersebut dia bisa

meniru dalam contoh menyerang orang lain dan juga pada tayangan itu mungkin
tayangan itu bisa menunjukkan suatu ekspresi kemarahan yang melukai orang lain
sehingga itu bisa saja ketika anak

Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat

anak menonton dia bisa menirunya

Komisi

Halaman | 23

Ahli antropologi berpendapat bahwa kelompok penonton yang rentan terkena dampak
adalah penonton dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

Saya kira, kelompok masyarakat miskin yang paling rentan, karena kualitas SDM nya

yang rendah. Yang paling utama itu adalah daya beli rendah atau tingkat pengangguran.

Kalau menurut saya orang yang menganggur tuh karna tidak punya penghasilan yah pak
itu masuk golon

Dokumen yang terkait

Tayangan otomotif SmartDrive dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh Tayangan Otomotif SmartDrive di Metro TV terhadap Minat menonton di Kalangan Masyarakat Lingkungan VI Kelurahan Pangkalan Mashyur, Kecamatan Medan Johor di Kota Medan)

2 40 97

KESADARAN MASYARAKAT TENTANG TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI (Studi pada Masyarakat Sumbersari tentang Kekerasan dalam Tayangan Televisi)

0 6 28

LAGI, ANAK DAN TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI.

0 4 1

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA Hubungan Antara Intensitas Menonton Tayangan Kekerasan Di Televisi Dengan Perilaku Agresi Pada Siswa Sd N Trangsan 03.

0 1 17

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA Hubungan Antara Intensitas Menonton Tayangan Kekerasan Di Televisi Dengan Perilaku Agresi Pada Siswa Sd N Trangsan 03.

0 13 13

KEKERASAN DAN PORNOMEDIA DALAM KOMEDI PESBUKERS (Analisis Isi Kekerasan dan Pornomedia dalam Tayangan Televisi pada Kekerasan dan Pornomedia dalam Komedi Pesbukers (Analisis Isi Kekerasan dan Pornomedia dalam Tayangan Televisi Pada Program Acara Komedi

2 7 14

KONTRIBUSI KEBIASAAN MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI MEDIA TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF SISWA.

5 14 82

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TENTANG TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI (Studi Deskritif Sikap Masyarakat Surabaya Tentang Tayangan Kekerasan di Program Berita Liputan 6 Siang di SCTV).

0 3 73

OPINI ORANG TUA DI SURABAYA MENGENAI ADEGAN KEKERASAN PADA TAYANGAN SPONGEBOB SQUAREPANTS DI TELEVISI SKRIPSI

0 0 19

HUBUNGAN FREKUENSI MENONTON TAYANGAN KEKERASAN DI TELEVISI TERHADAP PERILAKU AGRESIF PADA ANAK KELAS IV DI SD GLAGAHOMBO 1 TEMPEL NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Frekuensi Menonton Tayangan Kekerasan di Televisi Terhadap Perilaku Agresif pada Anak Kelas IV di

0 0 13