PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS (AIR LERI).
PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS
(AIR LERI)
SKRIPSI
Oleh :
CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM.0931010056
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
2013
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(2)
PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR CUCIAN BERAS
(AIR LERI)
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Dalam memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Jurusan Teknik Kimia
Oleh :
CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI NPM.0931010056
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA
2013
(3)
PEMBUATAN BIOETHANOL DARI AIR
CUCIAN BERAS (AIR LERI)
PENELITIAN
Disusun Oleh :
CINTHYA KRISNA MARDIANA SARI 0931010056
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”
JAWA TIMUR
2013
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(4)
(5)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(6)
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Karunia dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan skripsi ini.
Penelitian ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa tingkat akhir sebelum dinyatakan lulusan sebagai Sarjana Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional
“VETERAN” Jawa Timur.
Pada kesempatan ini penyusun melakukan penelitian dengan judul
“Pembuatan Bioethanol Dari Air Cucian Beras (Air Leri) ”. Terima kasih sebesar –
besarnya penyusun tujukan kepada semua pihak yang telah membantu penelitian hingga tersusunnya laporan ini, terutama kepada :
1. Bapak Ir. Sutiyono, MT. selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur, serta
selaku Dosen penguji.
2. Ibu Ir. Retno Dewati, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Kimia,
Fakutas Teknologi Industri, Universitas Pembangunan Nasional
“VETERAN” Jawa timur.
3. Ibu Dr.Ir. Ni Ketut Sari, MT. selaku Dosen pembimbing dalam penelitian
ini.
4. Ibu Ir. Lucky Indrati Utami, MT. selaku Dosen penguji.
5. Bapak Prof.Dr.Ir. Soemargono, SU selaku Dosen penguji.
6. Kepada Mamaku Trining Hartatik dan Papaku Hendro Satyo Boedianto
tersayang, terima kasih atas dukungan doa dan restunya kepada saya, hingga dapat kuliah, serta Devina kakakku tersayang.
7. Untuk Rully Aditya Santoso, ST. sayang. Terima kasih selalu membantu
dari awal penelitian, hingga pembuatan laporan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(7)
v
8. Leecia Elysia Ellenna anakku tercinta. Terima kasih selalu menjadi
semangat dalam hari - hariku.
9. Tommy, terima kasih atas kekompakan kita, selalu ada dari awal hingga
akhir.
10.Kepada teman special kami Luana Erviana yang memberikan dukungan,
informasi dan keikhlasan bantuan dalam penyusunan laporan penelitian ini.
11.Semua pihak yang tidak dapat dituliskan terperinci yang telah membantu
hingga terselesainya laporan penelitian ini.
Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya atas segala
bantuan, fasilitas, yang telah diberikan kepada kami. Penyusun menyadari masih banyak kekurangan pada penyusunan laporan ini. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun atas laporan ini
Akhir kata, penyusun mohon maaf yang sebesar – besarnya kepada semua
pihak, apabila dalam melaksanakan penelitian dan dalam penyusunan laporan ini penyusun melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak di sengaja.
Surabaya, Juni 2013
Penyusun
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(8)
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR GRAFIK ... x
DAFTAR NOTASI ... xi
INTISARI ... xii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 2
1.3. Manfaat Penelitian ... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum ... 3
2.2. Kakao ... 4
2.3. Pulp 2.3.1. Pengelompokan Pulp ... 10
2.3.2. Pembuatan Pulp ... 11
2.4. Bahan Pendukung ... 15
2.5. Landasan Teori ... 16
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(9)
vii
3.1. Bahan - Bahan yang di perlukan ... 19
3.2. Alat – Alat yang Digunakan ... 19
3.3. Gambar dan susunan alat ... 20
3.4. Variabel ... 20
3.4.1. Variabel yang di tetapkan ... 20
3.4.2. Variabel yang di jalankan ... 20
3.5. Prosedur Penelitian ... 21
3.6. Skema Penelitian ... 22
3.7. Metode Analisa 3.7.1. Analisa Kadar Yield ... 23
3.7.2. Analisa Kadar α Sellulosa ... 23
3.7.3. Analisa Kadar Air ... 24
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 25
4.2. Analisa Hasil Penelitian ... 26
4.3. Grafik dan Pembahasan 4.3.1. Grafik Analisa Kadar Yield ... 27
4.3.2. Grafik Analisa Kadar α Sellulosa ... 28
4.3.3. Grafik Analisa Kadar Air ... 29
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 30
5.2 Saran ... 30
DAFTAR PUSTAKA ... 31
LAMPIRAN A ... 33
LAMPIRAN B ... 35
LAMPIRAN C ... 36
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(10)
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Divisio Kakao ... 6
Tabel 2.2 Komponen Utama Kulit Buah Kakao ... 7
Tabel 2.3 Kandungan Kulit Buah Kakao ... 7
Tabel 3.1 Analisa Awal bahan baku ... 7
Tabel 4.1 Hasil Penelitian ... 25
Tabel 4.2 Analisa Hasil Penelitian ... 26
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(11)
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Kakao ... 6
Gambar 2.2 Struktur Sellulosa ... 8
Gambar 3.3 Gambar dan susunan alat ... 20
Gambar 3.6 Skema Penelitian ... 22
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(12)
x
DAFTAR GRAFIK
Gambar 4.3.1 Hubungan antara waktu versus % pada
% Yield ... 27
Gambar 4.3.2 Hubungan antara waktu versus % pada
kadar α Sellulosa ... 28
Gambar 4.3.3 Hubungan antara waktu versus % pada
kadar Air ... 29
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(13)
xi
DAFTAR NOTASI
α Sellulosa α
Sellulosa Sellulosa
n Jumlah sellulosa
% Kadar
BM Berat Molekul senyawa , gr/mol
V Volume , ml
ρ Densitas , gr/vo
Wo Berat bahan mula - mula , gr
Wb Berat bahan kering setelah pemasakan , gr
Wαo Berat sampel sellulosa mula - mula , gr
Wαb Berat sampel sellulosa analisa , gr
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(14)
xii
INTISARI
Penelitian Kajian Awal Pulp Dari Kulit Buah Kakao Dengan Metode
Organosolv mengkaji kaulitas produk pulp putih dan menciptakan proses yang ramah lingkungan, serta meningkatkan kualitas air limbah yang dihasilkan.
Kulit buah kakao merupakan limbah pertanian berbentuk padat, yang dapat dipanen sepanjang tahun. Limbah kulit kakao termasuk serat non kayu, dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan alternative pembuatan pulp dan kertas. Berdasarkan kajian literatur, Proses organosolv adalah proses pemisahan serat dengan menggunakan bahan kimia organik seperti misalnya metanol, etanol, aseton, asam
asetat, dan lain-lain. Proses organosolv pada pulping dengan bahan kimia methanol
mempunyai banyak keuntungan antara lain: rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, daur ulang lindi hitam mudah dilakukan, tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan.
Proses pembuatan Pulp dimulai dari proses ektraksi pektin dengan variable
suhu 80 oC, dan waktu pengadukan 75 menit, untuk memisahkan pektin. Kemudian
diteruskan pulping ( pembuburan ) dengan waktu pemasakan 1; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 jam, dan kadar methanol 30 %, 40 %, 50 %, 60%, dan 70 %.
Hasil terbaik dari Delignifikasi pulping kulit buah kakao adalah α-Sellulosa
tertinggi sebesar 52,78 %, % yield tertinggi sebesar 69,82 % dan % air terendah sebesar 30,18 % pada kondisi operasi pemasakan pulp 2,5 jam, dan konsentrasi methanol 40 %.
Kata kunci: Kulit Kakao, Ekstraksi Pektin, Delignifikasi, Methanol, Limbah Industri
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(15)
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR INTISARI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang... 1
I.2 Tujuan Penelitian... 2
I.3 Manfaat Penelitian... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Umum... 4
2.2 Landasan Teori... 17
BAB III PROSES PRODUKSI 3.1 Bahan yang Digunakan... 24
3.2 Alat yang Digunakan... 24
3.3 Gambar Alat Percobaan... 24
3.4 Peubah yang dilakukan... 25
3.5 Prosedur Percobaan... 26
3.6 Diagram Alir... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Bahan Baku Awal... 35
4.2 Proses Hidrolis... 35
4.3 Kurva Pertumbuhan Sacharomyces cereviseae... 39
4.4 Hasil Fermentasi... 41
4.5 Hasil Distilasi... 43
BAB V TINJAUAN PUSTAKA 5.1 Kesimpulan... 45
5.2 Saran... 45
DAFTAR PUSTAKA
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(16)
(17)
i
INTISARI
Penelitian Pembuatan Bioethanol dari Air Cucian Beras ( Air Leri ) mengkaji
kaulitas produk bioethanol yang lebih baik dan ramah lingkungan dengan meningkatkan kualitas limbah rumah tangga yang berupa air cucian beras (air leri).
Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. Komponen terbesar beras adalah karbohidrat yang sebagian besar terdiri
dari pati yang berjumlah 85 – 90 %. Kandungan yang lain dari karbohidrat beras
adalah selulosa, hemiselulosa, dan pentosan. Zat pati yang tertinggi terdapat pada bagian endosperm, makin ke tengah maka kandungan patinya makin menipis tetapi kandungan bukan pati makin meningkat. Namun dari itu semua terdapat salah satu bagian yang terlupakan oleh sebagian besar orang yakni pemanfaatan limbah dari beras dalam proses pencucian beras sebelum dimasak yang pastinya juga masih mengandung karbohidrat.
Proses pembuatan Bioethanol dimulai dari proses hidrolisa pati dengan variable suhu Konsentrasi HCl 10 % ; 20 % ; 30 %, dan pH larutan 3, 4, 5, untuk menghidrolisa pati. Kemudian diteruskan fermentasi dengan waktu fermentasi 5,6,7
hari, dan proses distilasi dengan variabel suhu 78 oC.
Dari proses hidrolisis diperoleh kadar glukosa yang terbaik adalah 22 % dengan menambahkan HCl 20 % ke dalam 100 ml larutan air cucian beras (air leri) dengan pH 4.Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan etanol yaitu dengan menggunakan kadar glukosa sebesar 22 %. Proses fermentasi berlangsung selama 7 hari dan menghasilkan ethanol sebesar 35,59 % Setelah proses fermentasi tersebut menghasilkan kadar glukosa sisa 8 %.
Kata kunci: Air Leri, Hidrolisa, Fermentasi, Bioethanol, Distilasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(18)
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Pada saat ini industri kimia telah berkembang pesat di Indonesia, hal ini disebabkan karena kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan beragam. Dengan adanya kebutuhan tersebut, maka industri-industri kimia berusaha untuk memenuhinya. Oleh karena itu kebutuhan akan bahan-bahan kimia juga meningkat, salah satu bahan kimia adalah bioethanol (anonim, 2012).
Ethanol atau ethyl alcohol (C2H5OH) merupakan cairan tak berwarna, ramah
lingkungan, dapat diuraikan, sedikit mengandung zat – zat beracun dan kecil
kemungkinannya menyebabkan polusi lingkungan jika tertumpah. Pembakaran ethanol berfungsi untuk menghasilkan karbondioksida dan air. Ethanol merupakan bahan bakar yang
tinggi nilai oktannya (anonim, 2012).
Alkohol banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, misalnya sebagai bahan kosmetik, industri minuman, bahan minuman, bahan pelarut organik dan sebagai bahan bakar. Kebutuhan ini akan bertambah banyak dengan adanya kemungkinan alkohol menggantikan minyak bumi sebagai bahan bakar. Dimana bahan bakar dari alkohol ini merupakan bahan bakar yang bersumber dari bahan yang dapat diperbaharui dan tentunya bertolak belakang dengan bahan bakar minyak bumi atau gas yang sekarang digunakan yang
lama kelamaan akan semakin habis (Ni Ketut Sari, 2012).
Alkohol dapat diperoleh melalui proses fermentasi dan sintetis. Proses pembuatan alkohol untuk skala industri biasanya menggunakan bantuan mikroorganisme untuk merubah bahan dasar yang mengandung gula menjadi alkohol. Pada umumnya bahan baku untuk membuat ethanol diperoleh dari tetes atau molase, dimana tetes juga merupakan bahan yang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(19)
2 dibutuhkan untuk industri lain seperti pembuatan bir dan pembuatan bumbu masak. Karena banyaknya kebutuhan industri yang menggunakan tetes sebagai bahan baku, maka secara tidak langsung persediaan tetes akan semakin habis. Oleh karena itu, diperlukan adanya pembaharuan atau alternatif bahan baku lain yaitu dengan memanfaatkan limbah kulit buah
cokelat sebagai bahan baku pembuatan bioethanol (Ni Ketut Sari, 2012).
Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk di Indonesia. Komponen terbesar beras adalah karbohidrat yang sebagian besar terdiri dari pati yang
berjumlah 85 – 90 %. Kandungan yang lain dari karbohidrat beras adalah selulosa,
hemiselulosa, dan pentosan. Zat pati yang tertinggi terdapat pada bagian endosperm, makin ke tengah maka kandungan patinya makin menipis tetapi kandungan bukan pati makin meningkat. Namun dari itu semua terdapat salah satu bagian yang terlupakan oleh sebagian besar orang yakni pemanfaatan limbah dari beras dalam proses pencucian beras sebelum
dimasak yang pastinya juga masih mengandung karbohidrat ( Darmadjati, 1988).
Dengan alasan beserta kandungan pati diatas maka dalam penelitian ini kami menggunakan limbah cucian beras (air leri) untuk dijadikan salah satu alternatif dalam pembuatan bioethanol.
I.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari kondisi yang baik pada proses hidrolisis
dengan menggunakan asam klorida (HCl), fermentasi dengan Saccharomyces Cereviceae dan
destilasi batch dari air cucian beras.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(20)
3
I.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain :
a. Untuk mencari bahan baku alternatif pembuatan ethanol.
b. Untuk mendapatkan kadar ethanol tertinggi yang diperoleh dari kondisi yang baik.
c. Sebagai pemberi informasi pemanfaatan air cucian beras dalam pembuatan ethanol.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(21)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori Umum II.1.1 Beras
Beras (Oryza Sativa) merupakan hasil olahan tanaman padi yang telah mengalami
pelepasan tangkai serta kulit biji baik dengan cara digiling maupun ditumbuk. Beras merupakan makanan sumber karbohidrat yang diperlukan sebagai sumber tenaga selain kandungan karbohidrat yang tinggi juga mengandung zat gizi lainnya yang diperlukan oleh tubuh. Beras menyediakan 21 % dari total kalori bagi penduduk Asia termasuk Indonesia.
Beras menyumbangkan ± 60 – 80 % kalori dan 45 – 55 % dari total protein menurut unsur
rata-rata masyarakat Indonesia, karena beras merupakan bahan pangan penduduk Indonesia. Dalam penggilingan padi proses yang pertama adalah pemisahan sekam dari biji beras yang tersusun atas pembungkus biji dan endosperm. Biji beras ini dikenal sebagai beras pecah kulit akan tetapi jarang untuk langsung dikonsumsi, akan tetapi akan diproses lagi dengan proses penyosohan untuk menghasilkan beras giling yang dapat langsung dimasak untuk langsung dikonsumsi. Derajat sosoh adalah tingkat terlepasnya lapisan bekatul dan lembaga dari butir beras pada proses penyosohan. Derajat sosoh 100 % artinya tingkat terlepasnya seluruh
lapisan bekatul, lembaga, dan sedikit endosperm dari butir beras (Darmadjati, 1988) .
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(22)
5
Gambar II.1. Beras Komposisi Kimia Beras
Komposisi kimia beras pecah kulit yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan ethanol secara umum dapat dilihat pada Tabel II-1.
Tabel II-1. Nilai Gizi Beras (dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan)
Komposisi (Satuan) Jumlah
Air (gram) Kalori (kal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Thiamin (mg) Riboflavin (mg) Niacin (mg)
12,00 360,00 7,50 1,90 79,00 1,34 0,05 4,70
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (1990)
Komponen terbesar beras adalah karbohidrat yang sebagian besar terdiri dari pati
yang berjumlah 85 – 90 %. Kandungan yang lain dari karbohidrat beras adalah selulosa,
hemiselulosa, dan pentosan. Zat pati yang tertinggi terdapat pada bagian endosperm, makin
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(23)
6 ke tengah maka kandungan patinya makin menipis tetapi kandungan bukan pati makin
meningkat (Darmadjati, 1988).
II.1.2 Air Leri
Air leri merupakan air yang berasal dari proses pencucian beras sebelum ditanak menjadi nasi. Dimana pada saat ini pemanfaatan air leri hanya sebatas sebagai minuman ternak, untuk menyiram tanaman, atau hanya dibuang begitu saja. Proses pencucian beras menyebabkan ikut melarutnya zat gizi yang terlepas dari biji beras ke dalam air cucian beras tersebut. Zat-zat gizi yang ikut dalam cucian beras meliputi karbohidrat, thiamin, dan senyawa organik lainnya dimana kandungan tersebut masih berpotensi sebagai bahan dasar
pembuatan ethanol (Darmadjati, 1988).
Tabel II-2. Nilai Gizi Air Leri / Larutan Pencucian Beras
Komposisi Jumlah (mg/lt)
Lemak Protein Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin B 90,0 420,0 300,0 20,0 200,0 1,8 0,9
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (1990)
II.1.3 Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia selain protein dan lemak.
Karbohidrat yang mempunyai rumus empiris (CH2O)n ini juga mempunyai peranan penting
dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Sedangkan dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya pemecahan protein
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(24)
7 tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein. Di alam, karbohidrat dibentuk dari reaksi CO2 dan H2O dengan bantuan sinar
matahari melalui proses fotosintesis dalam sel tanaman yang berklorofil, sedangkan besar bahan-bahan yang merupakan sumber karbohidrat diperoleh dari umbi-umbian dan batang tanaman misalnya sagu. Sumber karbohidrat yang merupakan bahan makanan pokok di
berbagai daerah di Indonesia adalah biji-bijian, khususnya beras dan jagung (Winarno, 1994).
Pada umumnya karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :
a. Monosakarida
Merupakan suatu molekul yang terdiri dari 5 atau 6 atom C. Monosakarida yang mengandung satu gugus aldehide disebut aldosa. Sedangkan ketosa mempunyai satu gugus keton. Monosakarida dengan 6 atom C disebut heksosa, Misal glukosa (dekstrosa / gula anggur). Sedangkan yang mempunyai 5 atom C disebut pentosa, misal xilosa, arabinosa, dan
ribose (Winarno, 1994).
b. Oligosakarida
Merupakan polimer dari 2 - 10 monosakarida. Biasanya bersifat larut dalam air. Oligosakarida yang terdiri dari 2 molekul monosakarida disebut disakarida. Contoh dari disakarida adalah sukrosa. Oligosakarida dapat diperoleh dari hasil hidrolisis polisakarida
dengan bantuan enzim tertentu atau hidrolisis dengan asam (Winarno, 1994).
c. Polisakarida
Disusun oleh banyak molekul monosakarida. Polisakarida dalam bahan makanan berfungsi sebagai bahan penguat tekstur (selulosa, hemiselulosa, pectin dan lignin). Dan
sebagai sumber energi (pati, glikogen, fruktan). (Winarno, 1994)
II.1.4 Glukosa
Glukosa adalah monosakarida yang paling banyak terdapat di alam sebagai produk
dari proses fotosintesis. Dalam bentuk bebas terdapat di dalam buah-buahan,
tumbuh-Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(25)
8 tumbuhan, madu, darah. Dalam bentuk ikatan terdapat sebagai glikosida di dalam tubuh binatang, sebagai disakarida, dan polisakarida di dalam tubuh tumbuhan. Glukosa juga dapat dihasilkan melalui hidrolisis polisakarida atau disakarida, dengan asam atau enzim. Sebagai aldoheksosa, glukosa memiliki 6 atom karbon di dalam rantai molekulnya. Salah satu ujung rantai tersebut merupakan gugus aldehid. Atom-atom karbon nomor 2 sampai nomor 5 di dalam rantai adalah gugus chiral. Dengan demikian terdapat 16 kemungkinan konfigurasi isomer pada glukosa. Semua konfigurasi isomer tersebut telah dikenal sebagian terdapat bebas di alam, sebagian yang lain harus dibuat secara sintetis. Tidak kurang dari 32 macam organisme yang telah diteliti dapat menghasilkan glukosa isomerase diantaranya,
Pseudomonas, Aerobacter, Escherchia, Bacillus, Brevibacterium, Paralactobacterium,
Leuconostoc, dan Streptomyces (Soebijanto, 1986).
II.1.5 Alkohol
Ethanol atau ethyl alcohol (C2H5OH) merupakan cairan tak berwarna, ramah
lingkungan, dapat diuraikan, sedikit mengandung zat – zat beracun dan kecil
kemungkinannya menyebabkan polusi lingkungan jika tertumpah. Pembakaran ethanol berfungsi untuk menghasilkan karbondioksida dan air. Ethanol merupakan bahan bakar yang
tinggi nilai oktannya (Syamsul D, Bahri, 1987).
Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari polisakarida menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol dapat dibuat dari berbagai bahan hasil pertanian. Secara umum bahan - bahannya dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :
1. Bahan yang mengandung turunan gula (sakarin) : molase, gula tebu, gula bit, sari buah.
2. Bahan yang mengandung pati : biji - bijian, kentang, tapioka.
3. Bahan yang mengandung selulosa : kayu, dan beberapa limbah pertanian lainnya.
(Syamsul D, Bahri, 1987).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(26)
9 Bahan - bahan yang mengandung sakarin dapat langsung di fermentasi, akan tetapi bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi
komponen yang sederhana. Meskipun pada dasarnya fermentasi dapat langsung
menggunakan enzim tetapi saat ini industri fermentasi masih memanfaatkan mikroorganisme karena cara ini jauh lebih mudah dan murah, mikroba yang banyak digunakan dalam proses
fermentasi adalah khamir, kapang dan bakteri (Krisno agus dan budiyanto, 2002).
Etanol telah dikenal sudah 4000 tahun yang lalu di mesir, yaitu sebagai minuman yang dihasilkan melalui proses fermentasi dari buah anggur. Pertama kali alkohol anhydrous dihasilkan pada tahun 1976 dengan pengolahan yang menggunakan Potassium Carbonat. Pada tahun 1825 etanol dihasilkan dari reaksi ethylene dengan asam sulfat. Pengolahan ini terus dilakukan hingga pada tahun 1862 diadakan pameran mengenai pengolahan ethyl alkohol (etanol) dari ethylene dan asam sulfat. Proses ini dilakukan secara sintetis. Teknik pengolahan ethanol ini terus mengalami kemajuan yang pengolahannya dilakukan dengan berbagai cara hingga pada tahun 1902, etanol didapat secara dehidrasi melalui sintesa azeotrop bersama benzene. Pada tahun 1903 etanol yang dihasilkan melalui cara ini mampu diperdagangkan. Ethanol dipasaran pada umumnya berbentuk larutan. Digunakan sebagai pelarut senyawa-senyawa organik. Pada penggunaan sehari-hari sering digunakan sebagai bahan bakar kompor kecil yang tidak berasap. Penggunaan yang paling besar adalah sebagai minuman, untuk cairan yang stabil pada peralatan penelitian seperti termometer digunakan sebagai anti beku radiator, dalam ilmu kedokteran sebagai antiseptic dan untuk museum ilmu pengetahuan digunakan untuk mengawetkan tumbuhan dan hewan yang telah mati. Ethanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat (gula, pati / sukrosa). Fermentasi ethanol terjadi pada kondisi anaerob dengan menggunakan
khamir tertentu yang dapat mengubah glukosa menjadi ethanol (Kirck Othmer,1963).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(27)
10 Ethanol yang diinginkan sebagai hasil dari fermentasi ini mempunyai rumus dasar
C2H5OH dan mempunyai sifat-sifat fisik sebagai berikut:
1. Cairan tidak berwarna
2. Berbau khas, menusuk hidung
3. Mudah menguap
4. Titik didih 78,32 oC
5. Larut dalam air dan ether
6. Densitas pada 15 oC adalah 0,7937
7. Spesifik panas pada 20 oC adalah 0,579 cal/gr oC
8. Panas pembakaran pada keadaaan cair adalah 328 Kcal
9. Viskositas pada 20 oC adalah 1,17 cp
10.Flash point adalah sekitar 70 oC
11.Berat molekul adalah 46,07 gr/mol
12.Terjadi dari reaksi fermentasi monosakarida
13.Bereaksi dengan asam asetat, asam sulfat, asam nitrit, asam ionida
(Kirck Othmer,1963).
II.1.6 ASAM KLORIDA (HCl)
Asam klorida adalah larutan akuatik dari gas hidrogen klorida (HCl). Ia adalah asam kuat, dan merupakan komponen utama dalam asam lambung. Senyawa ini juga digunakan secara luas dalam industri. Asam klorida harus ditangani dengan keselamatan yang tepat
karena merupakan cairan yang sangat korosif (Anonim, 2012).
Rumus molekul : HCl
Massa molar : 36,46 g/mol (HCl)
Penampilan : Cairan tak berwarna sampai dengan kuning pucat
Densitas : 1,18 g/cm3
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(28)
11
Titik lebur : −27,32 °C (247 K), larutan 38%
Titik didih : 110 °C (383 K),
larutan 20,2%; 48 °C (321 K), larutan 38%.
Kelarutan : dalam air Tercampur penuh
Keasaman (pKa) : −8,0
Viskositas : 1,9 mPa·s pada 25 °C, larutan 31,5%
(Anonim, 2012).
II.1.7 Hidrolisis
Hidrolisis merupakan proses pemecahan suatu senyawa menjadi senyawa yang lebih
sederhana dengan bantuan molekul air. (Kirck Othmer, 1963)
Jenis hidrolisis ada lima macam yaitu sebagai berikut : 1.Hidrolisis murni
Pada proses ini hanya melibatkan air saja. Proses ini tidak dapat menghidrolisis secara efektif karena reaksi berjalan lambat. Hidrolisis murni ini biasanya hanya untuk senyawa yang sangat reaktif dan reaksinya dapat dipercepat dengan
memakai uap air (Kirck Othmer, 1963).
2.Hidrolisis dengan larutan asam
Menggunakan larutan asam sebagai katalis. Larutan asam yang digunakan dapat
encer atau pekat, seperti H2SO4 atau HCl (Kirck Othmer, 1963).
(C6H10O5)n + 1/2n H2O 1/2n C12H22O11
Enzim Amilase
1/2n C6H12O6
1/2n C12H22O11 + 1/2n H2O
Enzim Maltase
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(29)
12 3.Hidrolisis larutan basa
Menggunakan larutan basa encer maupun pekat sebagai katalis. Basa yang digunakan pada umumnya adalah NaOH atau KOH. Selain berfungsi sebagai katalis, larutan basa pada proses hidrolisis berfungsi untuk mengikat asam
sehingga kesetimbangan akan bergeser ke kanan (Kirck Othmer, 1963).
4.Alkali fusion
Hidrolisis ini dilakukan tanpa menggunakan air pada suhu tinggi, misalnya
dengan menggunakan NaOH padat (Groggins, 1958).
5.Hidrolisis dengan enzym
Hidrolisis ini dilakukan dengan mengunakan enzym sebagai katalis. Enzym yang
digunakan dihasilkan dari mikroba seperti enzym α-amylase yang dipakai untuk
hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltosa (Groggins, 1958).
II.1.8 Fermentasi
Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari bahasa
latin “Fervere” yang berati merebus (to boil). Arti kata dari bahasa latin tersebut dapat
dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung karbon dioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula. Fermentasi pada umumnya mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba, walaupun dalam
beberapa hal dapat juga terjadi tanpa adanya sel-sel hidup (mikroba) (Gumbira Sa’id, 1989).
Substrat yang dapat difermentasikan menjadi alkohol :
1. Bahan bergula (sugary materials) : tebu dan sisa produknya (molase, bagase), gula bit, tapioka, kentang manis, sorghum manis, dan sebagainya. Molasses tebu digunakan besar-besaran di beberapa negara untuk memproduksi alkohol.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(30)
13
2. Bahan-bahan berpati (starchy materials) : tapioka, maizena, barley, gandum, padi, dan
kentang. Jagung dan ubi kayu adalah dua kelompok substrat yang menarik perhatian.
3. Bahan-bahan lignoselulosa (lignosellulosic material) : sumber selulosa dan lignoselulosa
berasal dari limbah pertanian dan kayu. Akan tetapi, hasil etanol dari lignoselulosa sedikit karena kekurangan teknologi untuk mengkonversi pentosa menjadi etanol.
(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
Bahan-bahan yang mengandung sakarin dapat langsung di fermentasi, akan tetapi bahan yang mengandung pati dan selulosa harus dihidrolisis terlebih dahulu menjadi
komponen yang sederhana. Meskipun pada dasarnya fermentasi dapat langsung
menggunakan enzim tetapi saat ini industri fermentasi yang benar-benar masih memanfaatkan mikroorganisme karena cara ini jauh lebih mudah dan murah, mikroba yang banyak digunakan dalam proses fermentasi adalah khamir, kapang dan bakteri
(Krisno agus dan budiyanto, 2002).
Ethanol merupakan bentuk alami yang dihasikan dari proses fermentasi yang banyak ditemukan dalam produk bir, anggur, spiritus dan masih banyak lagi. Minuman beralkohol dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu :
1.Produk hasil fermentasi yang dikonsumsi langsung.
2.Produk hasil fermentasi yang didistilasi lebih dahulu sebelum dikonsumsi.
( B. Kartika, 1992).
Dalam pembentukan alkohol melalui fermentasi, peran mikrobiologi sangat besar dan biasanya mikrobiologi yang digunakan untuk fermentasi mempunyai beberapa syarat sebagai berikut :
1. Mempunyai kemampuan untuk memfermentasi karbohidrat yang cocok secara
cepat.
2. Bersifat membentuk flakulasi dan sedimentasi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(31)
14
3. Mempunyai genetik yang stabil (tidak mudah mengalami mutasi).
4. Toleran terhadap alkohol yang tinggi (antara 14 – 15 %).
5. Mempunyai sifat regenerasi yang cepat
( B. Kartika, 1992).
Minuman beralkohol yang dihasilkan tanpa distilasi (hasil fermentasi) biasanya
mempunyai kadar alkohol antara 3 – 18 %. Untuk mempertinggi kadar alkohol dalam produk
sering kali hasil fermentasi di distilasi dan kadar alkohol yang dihasilkan antara 29 – 50 %.
Prinsipnya reaksi proses pembentukan ethanol dengan fermentasi sebagai berikut :
Pada hasil fermentasi biasanya terbentuk larutan alkohol yang encer, karena sel-sel
khamir akan mati bila kadar ethanol melebihi 12 – 15 % (Gumbira Sa’id, 1989).
II.1.9 Saccharomyces Cereviceae
Jenis khamir yang paling banyak digunakan adalah Saccharomyces Cereviseae.
Secara komersial khamir roti telah diproduksi pada tahun 1846 dengan ditemukan proses
“wina” oleh Mautner menggunakan bahan dasar malt dan jagung. Biakan Saccharomyces Cereviceae secara khusus digunakan dalam pembuatan khamir roti dan fermentasi alkohol.
Saccharomyces Cereviseae ini bersifat fermentatif kuat. Tetapi dengan adanya oksigen,
Saccharomyces Cereviseae ini juga melakukan respirasi yaitu mengoksidasi gula menjadi karbondioksida dan air. 70 % dari glukosa di dalam substrat akan diubah menjadi karbondioksida dan air, sedang sisanya tanpa ada nitrogen akan diubah menjadi produk
penyimpanan cadangan. Selain alkohol dan karbondioksida, Saccharomyces Cereviceae juga
memproduksi gliserol, asam suksinat, alkohol rantai panjang, 2,3 – butadiol, asetaldehida,
asam acetat, dan asam laktat dalam jumlah kecil. (Srikandi Fardiaz, 1992)
Adapun sifat-sifat dari Saccharomyces Cereviseae antara lain adalah :
C6H12O6 2 C2H5OH + 2CO2
Khamir
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(32)
15
1. Berbentuk bulat, ellips (bulat telur).
2. Tidak berflagella.
3. Tidak mempunyai klorofil.
4. Dapat membentuk spora.
Ragi ini memerlukan bahan makanan dan keadaan lingkungan tertentu untuk pertumbuhannya dan perkembang biakkannya. Unsur-unsur yang diperlukan, seperti : karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, kalium, nitrogen, belerang, kalsium, besi, dan magnesium.
Selain itu juga diperlukan vitamin-vitamin (D.Syamsul Bachri, 1987).
II.1.10 Distilasi Batch
Distilasi diferensial biasanya dilakukan secara batch dalam bejana distilasi, uap yang terbentuk (Vm) segera diembunkan dan distilat (D) yang terjadi dipisahkan dari liquida yang tertinggal dalam bejana (W). Karena uap akan lebih banyak mengandung komponen yang
lebih volatile maka kadar residu yang lebih volatile makin lama makin kecil, dapat persamaan
sebagai berikut: Vm = - d/dt (W . xW)
Vm = - W . dxW /dt - xW . dW/dt
Vm = D . yD
Pengurangan kecepatan aliran dalam still-pot = kecepatan aliran keluar
W . dxW /dt + xW . dW/dt = - D . yD
dt W dW ) x -(y dt dx w D w
Dalam pemisahan sistem multikomponen, diasumsikan bahwa liquida bercampur sempurna dimana xw = xi dan yD = yi, maka (Henley dan Seader, 1998) :
dt W dW ) x -(y dt dx i i i
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(33)
16 W dW ) i -x i (y
dxi
Dimana: komposisi liquida di bottom (xw), komposisi liquida komponen i(xi), komposisi uap
di distilat (yD) dan komposisi uap komponen i (yi).
Dengan kondisi awal : x = x0 dan W = W0, kemudian diintegralkan menjadi:
0 o i i i o W W ln W dW w w ) -x (y dx x x 0 i i i W W ln d ) -x (y dx
Didefinisikan dimensionless waktu () adalah sebagai berikut:
W W ln ξ o
Dimana, = bilangan tak berdimensi yang tergantung pada waktu, disubstitusi sehingga
diperoleh Persamaan: dξ ) -x (y dx i i i
Persamaan diatas merupakan model Differential-Algebraic-Equations (DAEs) untuk distilasi
batch sederhana sistem multi komponen, dengan asumsi tidak membentuk dua phase liquida.
Persamaan diatas dengan forward-finite-difference, akan diperoleh komposisi liquida di
bottom (xi,j+1) sebagai fungsi , sehingga didapat sebagai berikut :
xi,j+1 = xi,j + (yi,j– xi,j)
Dimana komposisi liquida mula-mula di bottom (xi,j) dan ditentukan, sedangkan
komposisi uap (yi,j) dihitung menggunakan Persamaan BUBL T (Henley dan Seader, 1998).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(34)
17
II.2 Landasan Teori
Air leri merupakan air yang berasal dari proses pencucian beras sebelum ditanak menjadi nasi. Dimana pada saat ini pemanfaatan air leri hanya sebatas sebagai minuman ternak, untuk menyiram tanaman, atau hanya dibuang begitu saja. Proses pencucian beras menyebabkan ikut melarutnya zat gizi yang terlepas dari biji beras ke dalam air cucian beras tersebut. Zat-zat gizi yang ikut dalam cucian beras meliputi karbohidrat, thiamin, dan senyawa organik lainnya dimana kandungan tersebut masih berpotensi sebagai bahan dasar
pembuatan ethanol (http://id.wikipedia.org/wiki/Beras).
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Tetapi pati akan terlarut sempurna jika dilakukan
pemanasan terlebih dahulu (http://id.wikipedia.org/wiki/Beras).
II.2.1 Hidrolisis
Pati merupakan komponen yang lebih kompleks daripada disakarida. Sebelum difermentasi, pati harus dipecah dengan menggunakan enzim amilase (banyak terdapat dalam gandum yang berkecambah) menjadi komponen disakarida yaitu maltosa. Dengan menggunakan enzim lain yaitu maltase, maltosa akan dihidrolisa menjadi glukosa
(Gumbira Sa’id, 1987).
Proses hidrolisis dipengaruhi dengan beberapa faktor, antara lain sebagai berikut :
a. Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku
Jumlah kandungan karbohidrat pada bahan baku sangat berpengaruh terhadap hasil hidrolisis asam, dimana bila kandungan karbohidrat sedikit maka jumlah gula yang terjadi juga sedikit dan sebaliknya bila kandungan suspensi terlalu tinggi mengakibatkan kekentalan campuran akan meningkat, sehingga tumbukkan antara molekul karbohidrat dan molekul air semakin berkurang dengan demikian kecepatan reaksi pembentukan glukosa semakin berkurang pula.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(35)
18 Bahan yang hendak di hidrolisis diaduk dengan air panas dan jumlah bahan kering
umumnya sekitar 18 – 22 % (Soebijanto, 1986).
b. pH operasi atau konsentrasi asam yang digunakan
pH berpengaruh terhadap jumlah produk hidrolisis, pH ini erat hubungannya dengan konsentrasi asam, dimana pH makin rendah bila konsentrasi
asam yang digunakan lebih besar, pH yang baik sekitar 2,3 (Soebijanto, 1986).
Untuk mengatur pH air tape menjadi pH 4,5 – 5,5 agar sesuai dengan
syarat tumbuh Saccharomyces cereviceae (ragi roti). Jika nilai pH lebih dari 5,5 maka dapat ditambahkan HCl 0,1 N agar nilai pH berada pada kisaran yang diinginkan. Begitu juga sebaliknya, jika nilai pH kurang dari 4,5 dapat ditambah NaOH 0,1 N sampai nilai pH berada pada kisaran yang telah ditentukan (Soebijanto, 1986).
c. Waktu hidrolisis
Semakin lama pemanasan, warna semakin keruh dan semakin besar pula konversi pati yang dihasilkan. Waktu optimum yang diperoleh untuk proses
hidrolisis asam yaitu 60 menit (Soebijanto, 1986).
d. Rasio HCl
Rasio bahan yang semakin besar maka konsentrasi glukosa hasil hidrolisa semakin banyak pula. Karena dengan semakin besar rasio bahan semakin besar pula bahan yang bereaksi dengan larutan sehingga dihasilkan pula hasil yang
semakin banyak (Supranto, 1998).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(36)
19
II.2.2 Pertumbuhan Mikroorganisme Pertumbuhan Mikroorganisme
Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologik yang saling mempengaruhi secara beraturan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks mencakup pemasukan nutrient dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahan-bahan nutrient menjadi energi dan berbagai konstituent sel yang vital serta perkembangbiakkan. Pertumbuhan mikroorganisme dapat ditandai dengan peningkatan jumlah dan masa sel, sedangkan kecepatan petumbuhan
tergantung pada lingkungan fisik dan kimianya (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
Pertumbuhan mikroorganisme dapat digambarkan sebagai kurva berikut :
Gambar II.1. kurva Pertumbuhan Kultur Jasad Renik Keterangan Gambar :
a. Fase Adaptasi
Fase ini adalah waktu penyesuaian suatu mikroorgnisme yang dipindahkan ke media lain yang berbeda dari media asalnya. Lamanya fase ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya : (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(37)
20
1. Medium dan lingkungan pertumbuhan
Jika nutrient yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru sangat berbeda dengan
sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzim – enzim yang
dibutuhkan untuk metabolisme (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
2. Jumlah inokulum
Jumlah awal sel yang semakin tinggi akan mempercepat fase adaptasi (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
b. Fase Pertumbuhan Awal
Setelah mengalami fase adaptasi, sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah karena baru selesai tahap penyesuaian diri
(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
c. Fase Pertumbuhan Logaritmik
Sel jasad renik membelah dengan cepat dan konstan, dimana pertumbuhan sangat dipengaruhi oleh medium tempat tumbuhnya, seperti pH, kandungan nutrient, suhu dan kelembabab udara. Pada fase ini sel membutuhkan energi lebih benyak dari fase lainnya dan juga paling sensitive terhadap keadan lingkungan
(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
d. Fase Pertumbuhan lambat
Pada fase ini pertumbuhan populasi jasad renik diperlambat dikarenakan beberapa sebab :
1.Zat nutrisi didalam medium sudah sangat berkurang.
2.adanya hasil – hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat
pertumbuhan jasad renik
(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(38)
21
e. Fase Pertumbuhan Statis (tetap)
Pada fase ini, jumlah populasi sel tetap, karena jumlah sel yang mati sama dengan jumlah sel yang tumbuh. Ukuran sel menjadi lebih kecil, karena sel terus membelah sementara nutrisi yang ada semakin berkurang. Pada fase ini sel memjadi lebih tahan terhadap keadaan akstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan
bahan kimia (Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
f. Fase Menuju Kematian dan Fase Kematian
Pada fase ini sebagian populasi jasad renik mulai mengalami kematian karena beberapa sebab, yaitu :
1. Nutrient didalam medium sudah habis 2. Energi cadangan didalam sel habis
Jumlah sel yang mati akan semakin banyak, dan kecepatan kematian dipengaruhi oleh kondisi nutrient, lingkungan dan jenis jasad renik
(Krisno agus dan Budiyanto, 2002).
II.2.3 Fermentasi
Faktor – faktor yang mempengaruhi dalam proses fermentasi antara lain sebagai berikut :
1. pH
pH yang baik untuk fermentasi, yaitu antara pH 4 – 5. pH ini adalah pH yang disenangi oleh
ragi dan pada pH ini dapat menahan perkembangan banyak jenis bakteri. Untuk mengasamkan biasanya dipergunakan asam sulfat. Yang lebih baik lagi adalah asam laktat, karena asam laktat baik untuk pertumbuhan ragi, tetapi keburukannya dapat tumbuh bakteri
asam butirat yang dapat merugikan fermentasi dari ragi (D. Syamsul Bahri, 1987).
2. Waktu
Waktu yang diperlukan untuk fermentasi tergantung pada temperatur, konsentrasi gula.
Tetapi pada umumnya waktu yang diperlukan antara 36 – 50 jam (D. Syamsul Bahri, 1987).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(39)
22 3. Suhu
Pada umumnya suhu yang baik untuk proses fermentasi antara 25 – 30 ºC. Semakin rendah
suhu fermentasi akan semakin tinggi alkohol yang di hasilkan. Hal ini dikarenakan pada suhu yang rendah fermentasi akan lebih lengkap dan kehilangan alkohol karena terbawa oleh gas
karbondioksida akan lebih sedikit (Krisno agus dan budiyanto, 2002).
4. Bahan Nutrient
Kecepatan fermentasi akan dipengaruhi oleh konsentrasi garam logam dalam perasan. Pada konsentrasi yang rendah akan menstimulur. Aktivitas dan pertumbuhan khamir, sedangkan pada konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan khamir. Unsur yang dibutuhkan untuk aktivitas khamir antara lain Mg, K, Zn, CO, Fe, Ca, Cu, P, S, dan N. Sebagai sumber P dan N perlu ditambahkan ammonium phospat. Sebagai sumber N lainnya dapat pula ditambahkan ammonium klorida dan ammonium karbonat. Vitamin yang berfungsi sebagi
faktor pertumbuhan khamir (Krisno agus dan budiyanto, 2002).
5. Konsentrasi Gula
Gula yang ditambahkan bertujuan untuk memperoleh kadar alkohol yang lebih tinggi, walaupun jika kadar gula tertalu tinggi aktivitas khamir dapat terhambat. Kadar gula yang baik untuk permulaan fermentasi adalah 16 %. Hal ini bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan khamir pada awal fermentasi. Penambahan kadar gula akan mengarahkan fermentasi lebih sempurna serta menghasilkan alkohol yang tinggi. Kadar gula yang optimum
untuk aktivitas pertumbuhan khamir adalah 10 % (Krisno agus dan budiyanto, 2002).
II.2.4 Distilasi batch
Distilasi adalah suatu metode operasi pemisahan suatu komponen dari campurannya yang didasarkan pada perbedaan titik didih atau tekanan uap murni masing-masing komponen dengan menggunakan panas sebagai tenaga pemisah.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(40)
23 Faktor yang mempengaruhi dalam proses destilasi batch yaitu Suhu Pemanasan. Disini suhu pemanasan pada saat dilakukan distilasi batch dijaga antara suhu 78 oC, hal ini dilakukan agar air yang terkandung didalam air leri tidak ikut menguap.
II.3 Hipotesa
Ethanol dapat dibuat dari air cucian beras (air leri) yang dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan HCl pekat (30%), kemudian dilanjutkan dengan proses fermentasi
menggunakan Saccharomyces cereviceae lalu dilanjutkan dengan proses distilasi batch.
Diharapkan dari proses distilasi batch tersebut dapat diperoleh hasil kadar ethanol yang tinggi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(41)
24
BAB III
RENCANA PENELITIAN
III.1 Bahan - bahan yang digunakan
Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cucian beras (air leri) yang diperoleh dari cucian beras. Air cucian beras ini diperoleh dari Kantin Pusat Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya dan juga diperoleh dari air cucian
beras dari rumah anggota penelitian ini. Air cucian beras inilah yang nantinya akan kami analisa kadar glukosanya untuk kemudian kami lakukan proses hidrolisa.
Untuk bakteri Saccharomyces cereviseae kami peroleh dengan cara mengkultur
terlebih dahulu. Dan untuk Asam klorida kami peroleh dari salah satu toko kimia di Jalan Tidar Surabaya.
III.2 Alat yang digunakan
Alat-alat yang digunakan untuk proses meliputi alat hidrolisa, alat fermentasi dan alat distilasi batch secara mini plant.
III.3 Gambar Alat yang digunakan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(42)
25
Fermentasi
Distilasi Batch
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(43)
26
III.4 Peubah yang dijalankan 1. Proses Hidrolisis
Peubah yang ditetapkan
a. Suhu = 30oC
b. Waktu Hidrolisa = 1 hari
c. Volume bahan baku = 100 ml
Peubah yang dijalankan
a. Konsentrasi HCl = 10 % ; 20 % ; 30 %
b. pH larutan = 3, 4, 5
2. Proses Fermentasi Peubah yang ditetapkan
a. Suhu = 30 oC
b. pH hasil analisa = 4
c. Saccharomyces Cereviseae = 10 % volume cairan fermentasi
Peubah yang dijalankan
a. Waktu Fermentasi = 5, 6, 7 (hari)
3. Distilasi
Peubah yang ditetapkan
a. Volume limbah air leri = 100 ml
b. Suhu distilasi = 78 oC
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(44)
27
III.4 Prosedur Penelitian III.4.1. Hidrolisis
1. Mencampurkan bahan baku dengan larutan HCl sesuai dengan konsentrasi yang
dijalankan dan juga menyesuaikan pH dengan pH yang dijalankan dan pada suhu
30oC selama 1 hari.
2. Menganalisa kadar glukosa pada filtrat hasil hidrolisa dan mencari kondisi terbaik untuk dilakukan fermentasi.
III.4.2. Pembuatan Media 1. Membuat Nutrient Agar
Bahan :
Ekstrak Daging = 0,6 gram Pepton = 1 gram
Agar – agar = 2,8 gram
Aquadest = 200 ml
Cara :
1. Bahan tersebut dicampur dalam erlenmeyer / beker gelas, dipanaskan sampai larut
semua.
2. Sterilkan dalam autoclave selama 15 menit.
3. Dinginkan sampai kira-kira 70oC, lalu pindahkan dalam petridist yang steril.
Kerjakan dalam ruang steril.
4. Media padat dalam petridist siap ditanami.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(45)
28
2. Pembuatan Media Cair untuk Pembiakan Kultur Bahan :
Ekstrak Daging = 0,3 gram Pepton = 0,5 gram NaCl = 0,5 gram Aquadest = 100 ml Cara :
1. Bahan – bahan tersebut dicampur dalam erlenmeyer, lalu dipanaskan sampai
mendidih selama 5 menit.
2. Buatlah suasana asam dari campuran itu dengan ditambahkan asam sitrat hingga pH
4. Chek dengan pH universal.
3. Saringlah campuran itu sehingga diperoleh cairan murni.
4. Sterilkan media ini selama 15 menit pada inkubator yang dilengkapi dengan lampu
UV. Didinginkan dan media siap ditanami.
5. Setelah ditanami sebentar – sebentar di goyang / di shaker.
3. Membuat media cair untuk kurva pertumbuhan Bahan :
Kecambah pendek = 15 gram
Gula = 25 gram
Aquadest = 500 ml
KH2PO4 = 5 gram
Cara :
1. 15 gram kecambah (tauge) pendek yang baru tumbuh. Tumbuklah kasar – kasar,
kemudian rebuslah dengan aquadest sebanyak 500 cc. 2. Tambahkan gula sebanyak 25 gram.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(46)
29 3. Didihkan selama 30 menit, lalu disaring.
4. Filtrat dibuat pH = 4, dengan penambahan asam sitrat. 5. Lalu disterilkan.
6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cerevisiae.
7. Lalu diinkubasi selama 48 jam, setiap 2 jam sekali diambil sampel (contoh) untuk
dianalisa sel keringnya ( sebentar – sebentar dikocok / dishaker ).
8. Analisa sel keringnya :
Setiap 2 jam sekali contoh diambil 10 ml, lalu disaring, kemudian dioven pada suhu
105oC – 110 oC. Selama 30 menit, lalu dimasukkan ke Exikator. Setelah dingin
ditimbang, kemudian dioven lagi dan seterusnya sampai beratnya konstan. 9. Setelah selesai percobaan. Buat kurva pertumbuhannya.
4. Pembuatan Starter Untuk Fermentasi
1. 3 gram kecambah pendek yang baru tumbuh. Tumbuk kasar kemudian rebuslah
dengan aquadest sebanyak 100 ml.
2. Tambahkan gula 5 gram dan KH2PO4 1 gram.
3. Didihkan selama 30 menit, lalu saring.
4. Filtrat dibuat pH 4 dengan penambahan asam sitrat.
5. Lalu disterilkan.
6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cereviseae sebanyak 10
ml.
7. Lalu dikocok sampai awal exsponensial kemudian masukkan dalam media fermentasi.
III.4.3. Fermentasi
1. Hasil glukosa terbaik yang diperoleh dari proses hidrolisis, yaitu glukosa yang diperoleh dari hidrolisis air cucian beras (air leri) sebanyak 100 ml dengan pH 4 dan
kadar HCl 20%, ditambahkan NPK3 gram.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(47)
30 2. Menambahkan NaOH 1N ke dalam filtrat hasil hidrolisa yang akan difermentasi
hingga mencapai pH fermentasi yang telah ditetapkan ( 4 ), kemudian disterilkan dalam inkubator yang dilengkapi dengan UV selama 15 menit.
3. Matikan lampu UV dan Memasukkan starter ke dalam larutan tersebut dalam kondisi anaerobik.
4. Menutup rapat botol untuk melakukan fermentasi dan mengamati selama 5 – 7 hari.
5. Kemudian hasil fermentasi yang didapat didistilasi.
III.4.4. Prosedur Proses Distilasi
Hasil dari fermentasi yang didapat dimasukkan kedalam labu distilasi untuk mendapatkan
etanol dari glukosa. Proses distilasi ini dijalankan pada suhu 78 oC selama kurang lebih 6-7
jam. Kemudian dianalisa kadar etanolnya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(48)
31
III.5 Blok Diagram Pembuatan Bioethanol dari Air Cucian Beras (Air Leri)
Limbah air cucian beras (air leri) 100 (ml)
Hidrolisis 1 hari; suhu 30 oC
HCl 10, 20, 30 (%) pH 3, 4, 5
Filtrasi
Padatan
Filtrat Uji Glukosa
Fermentasi Waktu Fermentasi
5,6,7 (hari) Saccharomyces Cerevisiae10 % x volume
cairan Filtrasi
Filtrat
Padatan
Distilasi
Analisa Ethanol Uji Glukosa sisa
dibuang dibuang
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(49)
32
III.6. Diagram Proses Fermentasi
A. Bagan Pembuatan Nutrient Agar
Cara Kerja :
1. Bahan tersebut dicampur dalam erlenmeyer / beker gelas, dipanaskan sampai larut
semua.
2. Sterilkan dalam autoclave selama 15 menit.
3. Dinginkan sampai kira-kira 70oC, lalu pindahkan dalam petridist yang steril.
Kerjakan dalam ruang steril.
4. Media padat dalam petridist siap ditanami.
Ekstrak daging (0,6 gram) Pepton (1 gram) Agar-agar (2,8 gram)
Aquadest (500 ml) dipanaskan
Sterilisasi (15 menit)
Didinginkan
Pindahkan dalam petridist Dikerjakan dalam ruang steril
Media dalam petridist siap ditanami
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(50)
33
B. Bagan Pembuatan Media Cair Untuk Pembiakan Kultur
Cara Kerja :
1. Bahan – bahan tersebut dicampur dalam erlenmeyer, lalu dipanaskan
sampai mendidih selama 5 menit.
2. Buatlah suasana asam dari campuran itu dengan ditambahkan asam
sitrat hingga pH 4. Chek dengan pH universal.
3. Saringlah campuran itu sehingga diperoleh cairan murni.
4. Sterilkan media ini selama 15 menit pada inkubator yang telah
dilengkapi dengan lampu UV.
5. Didinginkan dan media siap ditanami.
6. Setelah ditanami sebentar – sebentar di goyang / di shaker.
Ekstrak daging (0,3 gram) Pepton (0,5 gram) NaCl (0,5 gram)
Aquadest (100 ml) dipanaskan
Sterilisasi (15 menit)
Didinginkan
Media siap ditanami
Di goyang atau di shaker
asam sitrat (pH 4), saring
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(51)
34
C. Bagan Pembuatan Media Cair Untuk Kurva Pertumbuhan
Cara Kerja :
1. 15 gram kecambah (tauge) pendek yang baru tumbuh. Tumbuklah kasar – kasar,
kemudian rebuslah dengan aquadest sebanyak 500 cc. 2. Tambahkan gula sebanyak 25 gram.
3. Didihkan selama 30 menit, lalu disaring.
4. Filtrat dibuat pH = 4, dengan penambahan asam sitrat. 5. Lalu disterilkan.
6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cerevisiae.
7. Lalu diinkubasi selama 48 jam, setiap 2 jam sekali diambil sampel (contoh) untuk
dianalisa sel keringnya ( sebentar – sebentar dikocok / dishaker ).
Kecambah pendek 15 gram ditumbuk kasar
Aquadest (500 ml), direbus
Ditambahkan gula ( 25 gram ) dan KH2PO4 ( 5 gram )
Didihkan 30 menit, lalu disaring
Asam sitrat dibuat pH 4 Disterilkan ( 15 menit )
Diinkubasi ( 48 jam ) Setiap 2 jam diambil sampel
Saccharomyces Cereviceae (3 ose)
Dianalisa sel kering
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(52)
35 8. Analisa sel keringnya :
Setiap 2 jam sekali contoh diambil 10 ml, lalu disaring, kemudian dioven pada suhu
105oC – 110 oC. Selama 30 menit, lalu dimasukkan ke Exikator. Setelah dingin
ditimbang, kemudian dioven lagi dan seterusnya sampai beratnya konstan. 9. Setelah selesai percobaan. Buat kurva pertumbuhannya.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(53)
36
D. Bagan Pembuatan Starter
Cara Kerja :
1. 3 gram kecambah pendek yang baru tumbuh. Tumbuk kasar kemudian rebuslah
dengan aquadest sebanyak 100 ml.
2. Tambahkan gula 5 gram dan KH2PO4 1 gram.
3. Didihkan selama 30 menit, lalu saring.
4. Filtrat dibuat pH 4,5 dengan penambahan asam sitrat.
5. Lalu disterilkan.
6. Filtratnya setelah dingin ditambahkan biakan Saccharomyces Cereviseae sebanyak 10
ml.
7. Lalu dikocok sampai awal exsponensial kemudian masukkan dalam media fermentasi.
Kecambah pendek 15 gram ditumbuk kasar
Aquadest (100 ml), direbus
Ditambahkan gula ( 5 gram ) dan KH2PO4 ( 1 gram )
Didihkan 30 menit, lalu disaring
Asam sitrat dibuat pH 4 Disterilkan ( 15 menit )
Dikocok/dishaker
Saccharomyces Cereviceae (3 ose)
Masukkan dalam media fermentasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(54)
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Analisa Bahan Baku (Limbah air cucian beras (air leri))
Berdasarkan hasil analisa bahan awal (limbah air cucian beras (air leri))
diperoleh data sebagai berikut :
Tabel IV.1. Kadar Karbohidrat dan Kadar Glukosa pada Limbah air cucian beras (air leri)
Sampel Kadar Glukosa (%) Kadar Karbohidrate (%)
1 26,47 19,78
Sumber : Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya
IV.2. Proses Hidrolisis
Setelah didapat hasil analisa kadar glukosa awal, selanjutnya dilakukan proses
hidrolisis untuk memecah karbohidrat yang terkandung dalam air cucian beras (air leri) menjadi glukosa. Hasil analisa yang didapat untuk kadar glukosa setelah hidrolisis adalah sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(55)
38
Tabel IV-2. Hasil Analisa Kadar Glukosa
Sumber : Labolatorium Analisa Pangan UPN “Veteran” Surabaya
Gambar IV.1. Pengaruh pH hidrolisis dan berat kadar HCl terhadap kadar glukosa
No Kode
Sampel
pH Kadar Hcl
(%)
Hasil Analisa Glukosa (g/100 ml)
1 A 4 30 10,30
2 B 4 20 22,00
3 C 3 30 5,50
4 D 5 30 3,60
5 E 4 10 5,60
6 F 5 10 2,70
7 G 3 20 8,00
8 H 3 10 4,50
9 I 5 20 13,70
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(56)
39 Dari gambar IV.1 diperoleh hasil . Hasil terbaik dapat dilihat dari grafik yakni pada pH 4 dengan kadar glukosa 22.0 %. Dan dari grafik ini pula dapat dilihat bahwa kadar HCl terbaik yakni 20 %. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi 10 % terjadi degradasi glukosa yang terbentuk menjadi struktur kimia yang lain, sehingga dapat menurunkan konversi reaksi. Sedangkan pada konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 30% tampak kadar glukosa menurun. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi yang tinggi terjadi proses pembakaran karbohidrat sehingga karbohidrat yang dirubah menjadi glukosa menjadi sedikit dan pada akhirnya glukosa yang dihasilkan juga sedikit, dan kadar glukosa yang diperoleh pun semakin kecil.
Kadar glukosa yang digunakan dalam proses fermentasi adalah sebesar 22.0 %
yang diperoleh dari proses hidrolisis pada pH 4 dengan kadar HCl 20 %. Kondisi ini
dipilih karena kadar glukosa optimum yang dikemukakan oleh Krisno Agus untuk
permulaan proses fermentasi adalah sebesar 16 %, dikarenakan kadar glukosa tersebut merupakan kadar glukosa optimum untuk pertumbuhan khamir. Glukosa inilah yang akan difermentasi dengan variasi hari fermentasi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(57)
40
IV.3 Kurva Pertumbuhan Bakteri Saccharomyces cerevisiae Tabel IV-3. Hasil Pengamatan Kurva Pertumbuhan
waktu (jam) Berat awal (g) Berat akhir (g) berat bakteri (g)
0 1,0624 1,1372 0,0748
2 1,0133 1,0884 0,0751
4 1,0348 1,1102 0,0754
6 1,0675 1,1434 0,0759
8 1,0732 1,1496 0,0764
10 1,0815 1,1613 0,0798
12 1,0527 1,1369 0,0842
14 1,0444 1,1289 0,0845
16 1,0458 1,1307 0,0849
18 1,0578 1,1597 0,1019
20 1,0866 1,2279 0,1413
22 1,0936 1,2807 0,1871
24 1,0112 1,2127 0,2015
26 0,9986 1,2005 0,2019
28 1,0543 1,2563 0,202
30 1,0487 1,2508 0,2021
32 1,0639 1,2074 0,1435
34 1,0894 1,1523 0,0629
36 1,0563 1,1094 0,0531
38 1,0896 1,1384 0,0488
40 1,0783 1,1246 0,0463
42 1,0775 1,1027 0,0252
44 1,0672 1,0789 0,0117
46 1,0234 1,0306 0,0072
48 1,0333 1,0393 0,006
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(58)
41
Gambar IV-2. Kurva Pertumbuhan Bakteri Saccharomyces cerevisiae
Pada Gambar IV-2. menunjukkan bahwa kurva pertumbuhan bakteri
mengalami empat fase yaitu fase lag yang mana Saccharomyces Cerevisiae mulai
beradaptasi untuk tumbuh, ditunjukkan pada waktu 0 sampai 16 jam. Kemudian
dilanjutkan dengan fase log pada waktu 16 sampai 24 jam. Setelah itu pada waktu 24– 30
jam terjadi fase stasioner. Dan waktu selanjutnya merupakan fase kematian. Sehingga berdasarkan data, waktu yang terbaik untuk memasukkan starter ke dalam reaktor adalah
pada waktu 18 jam. Hal ini dikarenakan pada waktu tersebut Saccharomyces Cerevisiae
siap untuk mengkonversi gukosa menjadi ethanol.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(59)
42
IV.4 Hasil Fermentasi
Dari hasil analisis diperoleh kadar glukosa sisa sebagai berikut :
Tabel IV-4. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Glukosa Sisa yang Dihasilkan pada Proses Fermentasi
Waktu Fermentasi (hari)
PH Kadar Hcl
(%)
Kadar Glukosa Sisa (%)
5
4 20 15
4 30 9,8
5 20 11,9
4 20 12
6 4 30 9
5 20 10
4 20 8,0
7 4 30 8,8
5 20 8,5
Sumber : Labolatorium Analisa Pangan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(60)
43
Gambar IV-3. Hubungan antara kadar glukosa sisa terhadap lama fermentasi Tabel IV-4. Kadar Ethanol yang diperoleh dari Proses Fermentasi menggunakan
alkoholmeter
Sampel PH Kadar Hcl (%) Kadar Ethanol (%)
1 4 20 8
2 4 30 8
3 5 20 7,5
Pada gambar IV.3. diatas dapat dilihat bahwa pada setiap perlakuan didapatkan hasil bahwa semakin lama waktu fermentasi, kadar glukosa sisa semakin rendah. Kadar glukosa sisa paling kecil (8 %) pada waktu fermentasi 7 hari. Sedangkan kadar glukosa sisa terbesar (15 %) yaitu pada fermentasi dengan waktu fermentasi 5hari.
Dari grafik dapat dilihat bahwa pada waktu fermentasi 5 hari hingga 7 hari kadar glukosa sisa untuk air cucian beras (air leri) relatif menurun. Pada penelitian kali ini menunjukkan waktu fermentasi yang terbaik adalah 7 hari dengan kadar glukosa sisa sebesar 8 %.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(61)
44 Namun tahapan dalam penelitian kami ini sebenarnya terdapat beberapa tahapan yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Untuk perhitungan kadar glukosa sisa sebenarnya tidak perlu dilakukan secara keseluruhan, karena tahapan ini hanya berfungsi untuk mengecek apakah masih ada glukosa yang belum terkonversi menjadi bioetanol setelah dilakukannya proses fermentasi.
Dan yang seharusnya dilakukan adalah mengecek berapa kadar etanol yang terbentuk dari proses fermentasi denngan menggunakan piknometer dan bukan menggunakan alkoholmeter, karena hasil yang didapatkan akan kurang valid.
IV.5 Analisa Hasil Distilasi
Dari hasil analisis diperoleh kadar ethanol sebagai berikut :
Tabel IV-5. Kadar Ethanol yang diperoleh dari Proses Distilasi
Sampel PH Kadar Hcl (%) Kadar Ethanol (%) Volume
(ml)
1 4 20 35.59 10
2 4 30 29.60 25
3 5 20 27.88 30
Sumber : Labolatorium Penelitian Dan Konsultasi Industri Surabaya
Dari Tabel IV-4 menunjukkan bahwa kadar ethanol tertinggi terdapat pada pH 4 dengan kadar HCl 20% didapatkan ethanol dengan kadar 35,59% untuk mendapatkan kadar ethanol yang lebih tinggi sebaiknya menggunakan peralatan destilasi yang dilengkapi dengan temperature control agar suhu dapat diatur sesuai titik didih alkohol yaitu 78 oC sehingga alkohol yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga bisa menggunakan cara destilasi bertingkat, sehingga alkohol yang belum mencapai kemurnian yang maksimal menjadi murni sesuai dengan yang diharapkan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(62)
45 Dalam tahapan ini, seharusnya dilakukan analisa kadar etanol terhadap seluruh sample yang ada, bukan hanya sample yang menggandung kadar glukosa sisa yang paling rendah saja.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(63)
45
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Kadar karbohidrat awal pada air cucian beras adalah 19,78 % dan kadar glukosa awal
dari air cucian beras adalah 26,47%.
2. Dari proses hidrolisis diperoleh kadar glukosa yang terbaik adalah 22 % dengan
menambahkan HCl 20 % ke dalam 100 ml larutan air cucian beras (air leri) dengan pH 4.
3. Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan etanol yaitu dengan
menggunakan kadar glukosa sebesar 22 %. Proses fermentasi berlangsung selama 7 hari dan menghasilkan ethanol sebesar 35,59 % Setelah proses fermentasi tersebut menghasilkan kadar glukosa sisa 8 %.
4. Air cucian beras (air leri) dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan
bio-ethanol dan merupakan salah satu kelebihan dari penelitian kami karena dengan menggunakan bahan baku air cucian beras yang berupa cairan maka dapat dilakukan proses hidrolisa pati yang lebih mudah dan lebih efisien.
V.2. Saran
Pada penelitian ini kadar glukosa yang dihasilkan sudah maksimal, tetapi kadar
ethanol yang dihasilkan tidak maksimal karena pada proses fermentasi tidak berjalan dengan baik dan alat bioreaktor yang kurang memadai. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan alat bioreaktor yang standart sehingga dapat dihasilkan kadar ethanol yang tinggi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(64)
46 Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan proses hidrolisis enzim untuk memecah selulosa dan waktu fermentasi yang lebih lama guna melihat sejauh mana kemampuan mikroorganisme dalam mengkonvesi glukosa menjadi ethanol. Selain itu untuk mendapatkan kadar ethanol yang jauh lebih tinggi dan murni, ada baiknya dilakukan proses distilasi bertingkat.
Kami menyadari bahwa penelitian kami masih jauh dari sempurna. Kami memohon maaf atas kurang sempurnanya penelitian kami. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian yang lebih sempurna sehingga hasil yang didapatkan akan lebih maksimal.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(65)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Asam Klorida. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_klorida. Diakses tanggal
27 Juni 2012
Anonim. 2012. Beras. http://id.wikipedia.org/wiki/Beras. Diakses tanggal 27 Juni 2012
Anonim. 2012. http://lin2suliz.wordpress.com/edisi-baru-thn-2009/. Diakses tanggal 10 September 2012
Anonim.2012.
http://www.esru.strath.ac.uk/EandE/Web_sites/02-03/biofuels/what_bioethanol.htm. Diakses tanggal 3 September 2012 Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (1990)
Bahri, Syamsul D., 1987, Laporan Penelitian Pembuatan Alkohol dari Nira Aren dan
Lontara, pp. 11–13, Departemen Perindustrian Balai Penelitian Kimia, Ujung Pandang.
Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya
Budiyanto, Krisno Agus., 2002, Mikrobiologi Dasar, pp. 71–75, Universitas
Muhammadiyah Malang, Malang.
Darmadjati, 1988, Struktur Kandungan Gizi Beras dalam Ismunadji M, pp. 13-31, Pusat
Litbang Tanaman Pangan, Bogor.
Fardiaz, Srikandi., 1992, Mikrobiologi Pangan, Edisi 1., pp. 245-254, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Groggins, P H., 1958, Unit Processes in Organic Synthesis, 5th ed., Mc. Graw Hill
Kogakasha, Tokyo.
Henley dan Seader, (1998), Separation Process, Publishing Company.Inc 1998, New York
Kartika, B., 1992, Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil Pertanian, pp. 209–218,
Pusat Antar Universitas, UGM., Yogyakarta.
Labolatorium Analisa Pangan UPN “Veteran” Surabaya
Labolatorium Penelitian Dan Konsultasi Industri Surabaya
Ni Ketut Sari, 2012 http://niketutsari.wordpress.com pemanfaatan-limbah-cair-tepung-tapioka-sebagai-ethanol Diakses tanggal 28 Mei 2012
Ni Ketut Sari, 2012 http://niketutsari.wordpress.com/2012/04/29/b-bab-2-proses-kimia-dan-biologi-pembuatan-bioethanol-dari-rumput-gajah Diakses tanggal 29 April 2012
Othmer, Kirck., 1963, Encyclopedia of Chemical Technologi, 2nd ed., Volume 10., pp.
523-528, Mc. Graw Hill Kogakasha, Tokyo.
Sa’id, E Gumbira., 1987, Bioindustri, Penerapan Teknologi Fermentasi, pp. 264-273, PT. Melton Putra, Jakarta.
Sa’id, E Gumbira., 1989, Fermentor, pp. 9-27, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Supranto, 1998, “Proses Industri Kimia II”, Teknik, Kimia FT UGM, Yogyakarta.
Tjokroadikoesoemo, P Soebijanto., 1986, HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya, pp. 6-17,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F G., 1994, Kimia Pangan dan Gizi, pp. 15-28, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(1)
Gambar IV-3. Hubungan antara kadar glukosa sisa terhadap lama fermentasi Tabel IV-4. Kadar Ethanol yang diperoleh dari Proses Fermentasi menggunakan
alkoholmeter
Sampel PH Kadar Hcl (%) Kadar Ethanol (%)
1 4 20 8
2 4 30 8
3 5 20 7,5
Pada gambar IV.3. diatas dapat dilihat bahwa pada setiap perlakuan didapatkan hasil bahwa semakin lama waktu fermentasi, kadar glukosa sisa semakin rendah. Kadar glukosa sisa paling kecil (8 %) pada waktu fermentasi 7 hari. Sedangkan kadar glukosa sisa terbesar (15 %) yaitu pada fermentasi dengan waktu fermentasi 5hari.
Dari grafik dapat dilihat bahwa pada waktu fermentasi 5 hari hingga 7 hari kadar glukosa sisa untuk air cucian beras (air leri) relatif menurun. Pada penelitian kali ini menunjukkan waktu fermentasi yang terbaik adalah 7 hari dengan kadar glukosa sisa sebesar 8 %.
(2)
44 Namun tahapan dalam penelitian kami ini sebenarnya terdapat beberapa tahapan yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Untuk perhitungan kadar glukosa sisa sebenarnya tidak perlu dilakukan secara keseluruhan, karena tahapan ini hanya berfungsi untuk mengecek apakah masih ada glukosa yang belum terkonversi menjadi bioetanol setelah dilakukannya proses fermentasi.
Dan yang seharusnya dilakukan adalah mengecek berapa kadar etanol yang terbentuk dari proses fermentasi denngan menggunakan piknometer dan bukan menggunakan alkoholmeter, karena hasil yang didapatkan akan kurang valid.
IV.5 Analisa Hasil Distilasi
Dari hasil analisis diperoleh kadar ethanol sebagai berikut :
Tabel IV-5. Kadar Ethanol yang diperoleh dari Proses Distilasi
Sampel PH Kadar Hcl (%) Kadar Ethanol (%) Volume (ml)
1 4 20 35.59 10
2 4 30 29.60 25
3 5 20 27.88 30
Sumber : Labolatorium Penelitian Dan Konsultasi Industri Surabaya
Dari Tabel IV-4 menunjukkan bahwa kadar ethanol tertinggi terdapat pada pH 4 dengan kadar HCl 20% didapatkan ethanol dengan kadar 35,59% untuk mendapatkan kadar ethanol yang lebih tinggi sebaiknya menggunakan peralatan destilasi yang dilengkapi dengan temperature control agar suhu dapat diatur sesuai titik didih alkohol yaitu 78 oC sehingga alkohol yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu juga bisa menggunakan cara destilasi bertingkat, sehingga alkohol yang belum mencapai kemurnian yang maksimal menjadi murni sesuai dengan yang diharapkan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(3)
Dalam tahapan ini, seharusnya dilakukan analisa kadar etanol terhadap seluruh sample yang ada, bukan hanya sample yang menggandung kadar glukosa sisa yang paling rendah saja.
(4)
45 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
1. Kadar karbohidrat awal pada air cucian beras adalah 19,78 % dan kadar glukosa awal dari air cucian beras adalah 26,47%.
2. Dari proses hidrolisis diperoleh kadar glukosa yang terbaik adalah 22 % dengan menambahkan HCl 20 % ke dalam 100 ml larutan air cucian beras (air leri) dengan pH 4.
3. Pada proses fermentasi kondisi terbaik untuk menghasilkan etanol yaitu dengan menggunakan kadar glukosa sebesar 22 %. Proses fermentasi berlangsung selama 7 hari dan menghasilkan ethanol sebesar 35,59 % Setelah proses fermentasi tersebut menghasilkan kadar glukosa sisa 8 %.
4. Air cucian beras (air leri) dapat digunakan sebagai bahan baku alternatif pembuatan bio-ethanol dan merupakan salah satu kelebihan dari penelitian kami karena dengan menggunakan bahan baku air cucian beras yang berupa cairan maka dapat dilakukan proses hidrolisa pati yang lebih mudah dan lebih efisien.
V.2. Saran
Pada penelitian ini kadar glukosa yang dihasilkan sudah maksimal, tetapi kadar ethanol yang dihasilkan tidak maksimal karena pada proses fermentasi tidak berjalan dengan baik dan alat bioreaktor yang kurang memadai. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya menggunakan alat bioreaktor yang standart sehingga dapat dihasilkan kadar ethanol yang tinggi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
(5)
Diharapkan penelitian ini dapat dikembangkan dengan proses hidrolisis enzim untuk memecah selulosa dan waktu fermentasi yang lebih lama guna melihat sejauh mana kemampuan mikroorganisme dalam mengkonvesi glukosa menjadi ethanol. Selain itu untuk mendapatkan kadar ethanol yang jauh lebih tinggi dan murni, ada baiknya dilakukan proses distilasi bertingkat.
Kami menyadari bahwa penelitian kami masih jauh dari sempurna. Kami memohon maaf atas kurang sempurnanya penelitian kami. Untuk peneliti selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian yang lebih sempurna sehingga hasil yang didapatkan akan lebih maksimal.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Asam Klorida. http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_klorida. Diakses tanggal 27 Juni 2012
Anonim. 2012. Beras. http://id.wikipedia.org/wiki/Beras. Diakses tanggal 27 Juni 2012 Anonim. 2012. http://lin2suliz.wordpress.com/edisi-baru-thn-2009/. Diakses tanggal 10
September 2012
Anonim.2012.http://www.esru.strath.ac.uk/EandE/Web_sites/02-03/biofuels/what_bioethanol.htm. Diakses tanggal 3 September 2012 Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (1990)
Bahri, Syamsul D., 1987, Laporan Penelitian Pembuatan Alkohol dari Nira Aren dan Lontara, pp. 11–13, Departemen Perindustrian Balai Penelitian Kimia, Ujung Pandang.
Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya
Budiyanto, Krisno Agus., 2002, Mikrobiologi Dasar, pp. 71–75, Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Darmadjati, 1988, Struktur Kandungan Gizi Beras dalam Ismunadji M, pp. 13-31, Pusat Litbang Tanaman Pangan, Bogor.
Fardiaz, Srikandi., 1992, Mikrobiologi Pangan, Edisi 1., pp. 245-254, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Groggins, P H., 1958, Unit Processes in Organic Synthesis, 5th ed., Mc. Graw Hill Kogakasha, Tokyo.
Henley dan Seader, (1998), Separation Process, Publishing Company.Inc 1998, New York Kartika, B., 1992, Petunjuk Evaluasi Produk Industri Hasil Pertanian, pp. 209–218,
Pusat Antar Universitas, UGM., Yogyakarta. Labolatorium Analisa Pangan UPN “Veteran” Surabaya Labolatorium Penelitian Dan Konsultasi Industri Surabaya
Ni Ketut Sari, 2012 http://niketutsari.wordpress.com pemanfaatan-limbah-cair-tepung-tapioka-sebagai-ethanol Diakses tanggal 28 Mei 2012
Ni Ketut Sari, 2012 http://niketutsari.wordpress.com/2012/04/29/b-bab-2-proses-kimia-dan-biologi-pembuatan-bioethanol-dari-rumput-gajah Diakses tanggal 29 April 2012 Othmer, Kirck., 1963, Encyclopedia of Chemical Technologi, 2nd ed., Volume 10., pp.
523-528, Mc. Graw Hill Kogakasha, Tokyo.
Sa’id, E Gumbira., 1987, Bioindustri, Penerapan Teknologi Fermentasi, pp. 264-273, PT. Melton Putra, Jakarta.
Sa’id, E Gumbira., 1989, Fermentor, pp. 9-27, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Supranto, 1998, “Proses Industri Kimia II”, Teknik, Kimia FT UGM, Yogyakarta.
Tjokroadikoesoemo, P Soebijanto., 1986, HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya, pp. 6-17, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F G., 1994, Kimia Pangan dan Gizi, pp. 15-28, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :