Kontribusi Protective Factors Terhadap Resiliensi Ibu Yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Bandung (Suatu Studi Mengenai Kontribusi Family Protective Factor dan Community Protective Factor Terhadap Resiliensi dan Aspek-aspeknya).

(1)

i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Kontribusi Protective Factor terhadap Resiliensi Ibu yang Memiliki Anak Berkebutuhan Khusus di Kota Bandung.” Penelitian ini adalah penelitian kontribusi, dengan menggunakan desain penelitian korelasional dan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana kontribusi protective factors pada resiliensi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode convenience sampling. Sampel penelitian ini berukuran 50 orang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus dengan berbagai kondisi (tuna rungu-wicara, tuna grahita, tuna daksa, tuna ganda, dan autisme). Hipotesa penelitian ini adalah protective factors memberikan kontribusi terhadap resiliensi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di kota Bandung.

Penelitian ini disusun berdasarkan teori resiliensi dari Bonnie Benard. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Protective Factor yang terdiri dari 18 item dan Kuesioner Resiliensi yang terdiri dari 43 item. Kedua alat ukur tersebut dikonstruksi oleh peneliti berdasarkan teori Resiliensi dari Bonnie Benard. Untuk uji validitas, digunakan teknik item total correlation dengan hasil: untuk kuesioner protective factor, hasilnya terentang dari 0,20 sampai 0,89, sedangkan kuesioner resiliensi, hasilnya terentang dari 0,21 sampai 0,79. Untuk uji reliabilitas diuji dengan menggunakan teknik internal consistency dengan rumus Alpha Cronbach dan didapatkan hasil: nilai reliabilitas untuk kuesioner protective factor sebesar α = 0,81. Sedangkan nilai reliabilitas untuk kuesioner resiliensi sebesar α = 0,85. Data yang diperoleh diolah menggunakan uji statistik Multiple Regression.

Berdasarkan pengolahan data secara statistik maka didapat bahwa protective factors yang diberikan keluarga berkontribusi secara signifikan (α = 5%) sebesar 44%. Sedangkan protective factors yang diberikan komunitas juga berkontribusi secara signifikan (α = 5%) sebesar 49%. Kesimpulan penelitian adalah ada kontribusi yang signifikan antara protective factors yang diberikan keluarga dan komunitas terhadap resiliensi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di kota Bandung.

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran. Keluarga dari ibu anak berkebutuhan khusus dapat membentuk suatu wadah atau ikut serta dalam suatu perkumpulan keluarga anak berkebutuhan khusus yang didalamnya bisa diadakan berbagai macam pelatihan atau seminar, khususnya yang berkaitan dengan pentingnya memberikan ekspektasi yang moderat (tidak berlebihan) pada ibu anak berkebutuhan khusus guna memfasilitasi perkembangan resiliensi. Komunitas dapat mengadakan seminar bagi masyarakat umum mengenai pentingnya memberi dukungan pada ibu anak berkebutuhan khusus dengan mempercayai kemampuan ibu untuk dapat mengasuh dan menjadi pribadi yang baik dalam keluarga maupun masyarakat, memberikan kesempatan pada ibu untuk bertanggung jawab menyelesaikan masalahnya sendiri, dan memberikan kesempatan pada ibu untuk ikut terlibat dalam kegiatan bersama, atau memberikan kontribusi bagi masyarakat.


(2)

vi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK...i

KATA PENGANTAR...ii

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR SKEMA...xii

DAFTAR LAMPIRAN...xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...1

1.2 Identifikasi Masalah...11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian...11

1.3.1 Maksud Penelitian...11

1.3.2 Tujuan Penelitian...11

1.4 Kegunaan Penelitian...12

1.4.1 Kegunaan Teoritis...12

1.4.2 Kegunaan Praktis...12

1.5 Kerangka Pikir...12

1.6 Asumsi Penelitian...24


(3)

vii Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resiliensi...26

2.1.1 Definisi Resiliensi...26

2.1.2 Empat Aspek Resiliensi...26

2.1.3 Protective Factors...36

2.2 Anak Berkebutuhan Khusus...43

2.2.1 Definisi Anak Berkebutuhan Khusus...43

2.2.2 Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus...47

2.2.3 Reaksi Orang Tua...49

2.2.4 Peran-Peran Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus...57

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian...60

3.2 Bagan Rancangan Penelitian...60

3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional...61

3.3.1 Variabel Penelitian...61

3.3.2 Definisi Operasional...61

3.4 Alat Ukur...67

3.4.1 Kuesioner Protective Factor...67

3.4.2 Kuesioner Resiliensi...69

3.4.3 Prosedur Pengisian...70

3.4.4 Sistem Penilaian...71


(4)

viii Universitas Kristen Maranatha

3.4.6 Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur...72

3.4.6.1 Validitas...72

3.4.6.2 Reliabilitas...72

3.5 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel...73

3.5.1 Populasi Sasaran...73

3.5.2 Karakteristik Populasi...73

3.5.3 Teknik Penarikan Sampel...74

3.6 Teknik Analisis...74

3.7 Hipotesa Statistik...74

3.7.1 Hipotesa Utama...74

3.7.2 Sub-Hipotesa...75

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden...76

4.1.1 Jenis Kebutuhan Khusus Anak...76

4.1.2 Usia Anak...77

4.2 Hasil penelitian...77

4.2.1 Resiliensi...78

4.2.2 Social Competence...80

4.2.3 Problem Solving...82

4.2.4 Autonomy...84

4.2.5 Sense of Purpose and Bright Future...86


(5)

ix Universitas Kristen Maranatha

4.3.1 Resiliensi...88

4.3.2 Social Competence...86

4.3.3 Problem Solving...93

4.3.4 Autonomy...96

4.3.5 Sense of Purpose and Bright Future...101

4.4 Diskusi...104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan...108

5.2 Saran...110

5.2.1 Saran Bagi Peneliti Lain...110

5.2.2 Saran Guna Laksana...111

DAFTAR PUSTAKA...113


(6)

x Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Rincian kuesioner protective factor...68

Tabel 3.2 Rincian kuesioner resiliensi...69

Tabel 3.3 Skor penilaian item kuesioner...71

Tabel 4.1 Gambaran responden berdasarkan jenis kebutuhan khusus anak...76

Tabel 4.2 Gambaran responden berdasarkan usia anak...77

Tabel 4.3 Hasil Multiple Regression family protective factor dan resiliensi...78

Tabel 4.4 Hasil Multiple Regression community protective factor dan resiliensi..79

Tabel 4.5 Hasil Multiple Regression family protective factor dan social competence...80

Tabel 4.6 Hasil Multiple Regression community protective factor dan social competence...81

Tabel 4.7 Hasil Multiple Regression family protective factor dan problem solving...82

Tabel 4.8 Hasil Multiple Regression community protective factor dan problem solving...83

Tabel 4.9 Hasil Multiple Regression family protective factor dan autonomy...84

Tabel 4.10 Hasil Multiple Regression community protective factor dan autonomy...85

Tabel 4.11 Hasil Multiple Regression family protective factor dan sense of purpose and bright future...86


(7)

xi Universitas Kristen Maranatha

Tabel 4.12 Hasil Multiple Regression community protective factor dan sense of purpose and bright future...87 Tabel 4.13 Tabel singkat kontribusi protective factor yang signifikan...104


(8)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR SKEMA

Skema 1.1 Kerangka Pikir...24 Skema 3.1 Rancangan Penelitian...60


(9)

xiii Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner Protective Factor dan Kuesioner Resiliensi

Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Protective Factor dan Kuesioner Resiliensi

Lampiran 3. Multiple Regression

Lampiran 4. Cross-Tabulation Data Penunjang Lampiran 5. Cross-Tabulations


(10)

(11)

Lampiran 1. Kuesioner Protective Factor dan Kuesioner Resiliensi

KATA PENGANTAR

Kuesioner ini berisi pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan penelitian yang saya lakukan. Dalam penelitian ini, saya ingin mendapatkan gambaran mengenai pengaruh protective factor terhadap resiliensi Ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di kota Bandung. Sehubungan dengan hal tersebut peneliti mengharapkan kesediaan Ibu meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner mengenai masalah di atas.

Dalam menjawab kuesioner yang telah disediakan Ibu diharapkan untuk mengisi dengan sungguh-sungguh dan sejujur-jujurnya sesuai dengan pribadi dan keadaan Ibu mengenai hal-hal tersebut. Identitas dan jawaban Ibu akan saya rahasiakan dalam pengisian kuesioner ini.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi informasi tambahan bagi mereka yang membutuhkan. Terima kasih atas perhatian dan waktu yang telah Ibu sediakan.

Bandung, Oktober 2008


(12)

IDENTITAS

Data Responden Nama (inisial) :

Usia :

Pekerjaan : Menikah/Single parent* Komunitas:

• Tetangga

• Komunitas Keagamaan • Komunitas Sekolah • Teman-teman

Support Group, sebutkan... • Lainnya, sebutkan... Apa arti/peranan komunitas tersebut bagi Ibu

... ... ... ...

Data Anak Nama (inisial) :

Usia :

Jenis Kelamin :

Anak ke :...dari...bersaudara

Diagnosa :...pada usia... Mengikuti terapi: ya / tidak*


(13)

DATA PENUNJANG

Pada bagian ini Ibu diminta untuk melingkari salah satu pernyataan di bawah ini pada nomor sesuai dengan keadaan diri Ibu. Perlu diingat, bahwa pernyataan di bawah ini dihayati sebelum Ibu menikah. Untuk setiap pernyataan yang terdapat komunitas di dalamnya, Ibu diminta untuk menghayati komunitas dimana Ibu bergabung di dalamnya, misalnya, komunitas keagamaan, sekolah, support group tertentu, dll.

1. Sikap keluarga terhadap saya...

tidak peduli 1----2----3----4----5----6----7 peduli

menolak 1----2----3----4----5----6----7 menerima tidak menghargai 1----2----3----4----5----6----7 menghargai

2. Keluarga memiliki harapan-harapan positif terhadap saya

Rendah 1----2----3----4----5----6----7 tinggi

3. Keluarga memberi saya kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ikut terlibat dalam kegiatan yang penting dalam keluarga

Tidak sesuai 1----2----3----4----5----6----7 sesuai

4. Sikap masyarakat terhadap saya...

tidak peduli 1----2----3----4----5----6----7 peduli

menolak 1----2----3----4----5----6----7 menerima tidak menghargai 1----2----3----4----5----6----7 menghargai

5. Komunitas memiliki harapan-harapan positif terhadap saya

Rendah 1----2----3----4----5----6----7 tinggi

6. Komunitas memberi saya kesempatan untuk mengemukakan pendapat atau ikut terlibat dalam kegiatan yang penting dalam komunitas


(14)

INSTRUKSI PENGERJAAN

Pada halaman selanjutnya, Saudara akan diberikan beberapa pernyataan mengenai pendapat Ibu mengenai kehidupan Ibu dimana anak berkebutuhan khusus terlibat di dalamnya. Tugas Ibu adalah memilih salah satu dari 4 pilihan jawaban yang disediakan dengan cara memberi tanda silang (X) pada kolom yang merupakan pernyataan yang Ibu anggap paling sesuai dengan diri Ibu.

Perlu diingat, bahwa dalam menjawab semua pernyataan yang ada dalam halaman berikut, Ibu diminta untuk menjawabnya dalam konteks kehidupan berkeluarga dimana anak berkebutuhan khusus terlibat di dalamnya.

Apabila Ibu telah mengerjakan semua persoalan, periksalah kembali jawaban Ibu agar jangan sampai ada yang terlewati.

Selamat bekerja ! Terima kasih.

• Jawaban SM : bila pernyataan tersebut Sangat Menggambarkan diri Ibu. • Jawaban CM : bila pernyataan tersebut Cukup Menggambarkan diri Ibu. • Jawaban KM : bila pernyataan tersebut Kurang Menggambarkan diri

Ibu.


(15)

KUESIONER PROTECTIVE FACTOR

Pernyataan SM CM KM TM

1. Saya merasa anggota keluarga (suami, mertua, saudara ipar) saya mengucilkan saya di tengah kesulitan-kesulitan yang saya alami. 2. Saya merasa anggota keluarga

menawarkan bantuan ketika saya menghadapi kesulitan.

(bantuan yang diberikan………….) (siapa yang paling sering membantu………..) 3. Saya merasa keluarga menghargai

usaha saya mengasuh anak, walaupun hasilnya belum optimal. 4. Saya merasa keluarga mempercayai

saya dapat mendidik anak menjadi mandiri.

5. Saya merasa keluarga menganggap saya sebagai ibu yang serba bisa dengan berharap saya bisa mengerjakan semua tugas rumah tangga, mengasuh dan mendidik anak dengan baik.

6. Saya merasa keluarga percaya bahwa saya tidak akan mudah menyerah dalam mendidik anak.

7. Saya merasa keluarga memberi saya kesempatan untuk memutuskan apa yang terbaik bagi anak (pendidikan, terapi, dll).


(16)

8. Saya merasa keluarga memberi saya kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan penting dalam keluarga (masalah keuangan, pembagian kerja, dll) 9. Saya merasa keluarga saya memberi

kesempatan untuk membagikan pengalaman yang saya dapat dalam perjalanan hidup saya.

10. Saya merasa komunitas

memperhatikan dengan menanyakan kabar saya dan anak ketika kami tidak hadir dalam kegiatan rutin (masuk sekolah, atau terapi).

11. Saya merasa komunitas mengucilkan saya di tengah masalah yang saya alami.

12. Saya merasa nyaman berada di tengah komunitas karena mengetahui bahwa mereka akan membantu saya apabila saya membutuhkannya.

13. Saya merasa komunitas

mempercayai saya dapat mendidik anak menjadi mandiri.

14. Komunitas membuat saya percaya bahwa dalam mengasuh anak, saya memiliki keterbatasan tertentu.

15. Saya merasa komunitas percaya bahwa saya tidak akan mudah menyerah dalam mendidik anak.


(17)

campur dalam masalah saya dan saya merasa terganggu karenanya. 17. Saya merasa komunitas memberi

saya kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan bersama.

18. Saya merasa komunitas memberi saya kesempatan untuk membagikan tips-tips dalam mendidik anak berkebutuhan khusus (dalam curhat, seminar, dll.).

KUESIONER RESILIENSI


(18)

1. Ketika saya mengungkapkan masalah-masalah yang saya alami, orang lain cenderung menjauh dan malas mendengarkannya.

2. Saya mampu membuat orang lain mau memberikan saran-saran yang berguna ketika saya mengungkapkan masalah yang saya alami.

(apa yang anda lakukan sehingga orang lain memberikan saran-saran...)

3. Saya mampu mengatakan pendapat saya mengenai hasil terapi yang tidak sesuai dengan target tanpa menyinggung terapis.

4. Pembicaraan saya dengan suami dalam bidang finansial (sehubungan dengan kebutuhan ABK) biasanya berakhir dengan pertengkaran.

5. Saya mampu berkomunikasi dengan orang lain mengenai sikap masyarakat terhadap ibu anak ABK tanpa menyingung mereka.

6. Saya mampu memahami cara pandang orang lain ketika mereka menceritakan permasalahan seputar anaknya yang memiliki kebutuhan khusus.

7. Saya tidak terlalu memperdulikan permasalahan orang lain yang


(19)

memiliki anak berkebutuhan khusus karena merasa masalah saya sendiri cukup banyak.

8. Saya mampu memahami

permasalahan yang dialami anggota keluarga saya sehubungan dengan hadirnya anak ABK dalam keluarga. 9. Saya mampu memaafkan diri saya

sendiri atas kesalahan-kesalahan yang saya lakukan.

10. Saya mampu memaafkan anggota keluarga, ketika mereka berbuat salah kepada saya.

11. Saya memiliki keinginan untuk dapat membantu orang lain yang mengalami kesulitan yang sama dengan keadaan saya.

12. Saya merasa kesal apabila orang lain tidak mau dibantu sesuai dengan cara saya.

13. Saya mampu menyusun langkah-langkah yang diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam mengasuh anak berkebutuhan khusus.

14. Saya merasa kesulitan untuk membuat perencanaan keuangan menyangkut masa depan saya dan keluarga.

15. Saya mampu mencari jalan keluar lain ketika rencana yang sudah saya


(20)

susun untuk memecahkan masalah tidak dapat dilakukan.

16. Saya enggan mencoba alternatif terapi yang baru, apabila terapi yang biasanya dilakukan tidak membuahkan hasil.

17. Saya tahu ke mana harus mencari bantuan apabila saya menghadapi masalah-masalah seputar anak berkebutuhan khusus.

18. Ketika saya tidak dapat memecahkan masalah dalam keluarga, saya mampu memanfaatkan bantuan pihak luar untuk mengatasi kesulitan yang ada.

19. Saya memahami permasalahan apa saja yang sekarang sedang saya hadapi.

20. Saya dapat mencari jalan keluar yang tepat karena saya tahu masalah apa yang harus saya selesaikan terlebih dahulu.

21. Saya merasa diri saya cukup sabar dan tabah dalam mengasuh anak saya yang memiliki kebutuhan khusus. 22. Saya merasa berdosa karena tidak

dapat menjadi istri yang baik dengan melahirkan anak berkebutuhan khusus.

23. Saya mampu bertindak sendiri dengan aktif ketika pasangan saya


(21)

tidak mendukung dalam usaha-usaha pemecahan masalah.

24. Saya hanya bisa mengasuh anak saya dengan baik apabila dibantu oleh orang lain.

25. Saya merasa yakin dapat mengasuh anak saya yang memiliki kebutuhan khusus dan menjadi ibu yang baik. 26. Saya ragu apakah saya mampu untuk

mengasuh anak saya yang memiliki kebutuhan khusus dan tetap menjadi istri yang baik.

27. Saya dapat sejenak mengambil jarak dan tidak menjadi emosional dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan keluarga saya.

28. Meskipun ada anggapan bahwa anak saya tidak dapat disembuhkan, saya akan terus berjuang untuk perkembangan anak saya.

29. Saya sadar bahwa saya kesal apabila anak berulang kali gagal melakukan sesuatu walaupun sudah dilatih berulang kali, namun saya dapat mengatasi kekesalan saya.

30. Saya merasa kesulitan yang saya alami merupakan sesuatu yang membuat saya semakin memahami anak saya.

31. Saya tidak dapat melihat sedikitpun hal positif dari permasalahan yang


(22)

saya hadapi dalam kehidupan keluarga saya.

32. Saya dapat menemukan sisi humor dalam permasalahan saya dan menertawakannya.

33. Saya sering menemukan banyak hal-hal lucu ketika masyarakat berinteraksi dengan anak saya yang memiliki kebutuhan khusus dan menjadi terhibur karenanya.

34. Saya tidak mudah menyerah dalam mengasuh anak saya agar dapat mengurus dirinya sendiri.

35. Saya tidak memiliki target perilaku tertentu yang harus dicapai anak saya dalam proses pendidikannya.

36. Saya memiliki hobby khusus yang dapat mengalihkan perhatian saya sementara dari masalah-masalah yang sedang saya hadapi.

37. Saya dapat melatih anak saya untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara yang menyenangkan dan berbeda dari biasanya.

38. Saya memiliki waktu-waktu khusus di mana saya dapat melakukan hal-hal yang saya sukai dan tidak memikirkan masalah-masalah yang saya hadapi.

39. Saya yakin bahwa walaupun masalah-masalah yang saya hadapi


(23)

sekarang berat, kehidupan saya dan keluarga saya di kemudian hari akan lebih baik.

40. Saya memiliki harapan bahwa pada suatu hari anak saya akan dapat mengurus dirinya sendiri.

41. Keimanan membantu saya memperoleh kekuatan dalam menghadapi masalah saya dan memperkuat harapan saya akan keadaan yang lebih baik.

42. Agama membuat saya merasa bersalah, karena setiap kesalahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga saya bersumber dari dosa saya.

43. Saya merasa bahwa sekecil apapun peningkatan yang dialami anak saya, membuat saya merasa berarti dan membuat saya lebih tegar dalam mendidiknya.

Lampiran 2. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Protective Factor dan Kuesioner Resiliensi


(24)

Lampiran 2.1 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Protective Factor Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha

Cronbach’s Alpha Based on

Standarized items

N of items

.813 .833 18

Item-Total Statistics Family Caring Relationship

Corrected

Item-Total Correlation fcr_1 fcr_2 fcr_3 .782 .654 .549 Family High Expectations

Corrected

Item-Total Correlation fhe_1 fhe_2 fhe_3 .334 .204 .751

Family Opportunities to Participate and Contribute

Corrected

Item-Total Correlation fo_1 fo_2 fo_3 .753 .888 .844 Community Caring Relationship

Corrected

Item-Total Correlation ccr_1 ccr_2 ccr_3 .775 .741 .763 Community High Expectations

Corrected

Item-Total Correlation che_1 che_2 che_3 .843 .597 .679


(25)

Community Opportunities to Participate and Contribute

Corrected

Item-Total Correlation co_1 co_2 co_3 .670 .730 .701

Lampiran 2.2 Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Resiliensi Reliability Statistics

Cronbach’s Alpha

Cronbach’s Alpha Based on

Standarized items

N of items

.853 .878 43

Item-Total Statistics Social Competence

Corrected

Item-Total Correlation res_01 res_02 com_03 com_04 com_05 mpt_06 mpt_07 mpt_08 caf_09 caf_10 caf_11 caf_12 .570 .586 .514 .650 .677 .615 .506 .589 .574 .575 .603 .517 Problem Solving

Corrected

Item-Total Correlation pln_13 pln_14 flx_15 flx_16 rsc_17 rsc_18 crt_19 crt_20 .392 .322 .651 .239 .602 .445 .589 .535


(26)

Autonomy

Corrected

Item-Total Correlation pos_21 pos_22 int_23 int_24 eff_25 eff_26 adp_27 adp_28 awa_29 awa_30 awa_31 hum_32 hum_33 .399 .523 .207 .376 .568 .446 .498 .388 .506 .526 .479 .304 .301 Sense of Purpose and Bright Future

Corrected

Item-Total Correlation gol_34 gol_35 spc_36 spc_37 spc_38 opt_39 opt_40 fai_41 fai_42 fai_43 .519 .270 .785 .479 .361 .674 .560 .654 .298 .597

Lampiran 3. Multiple Regression 3.1 Resiliensi


(27)

3.1.1 Family Protective Factor terhadap Resiliensi

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,661(a) ,437 ,401 11,273 a Predictors: (Constant), FO_TTL, FHE_TTL, FCR_TTL

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 60,261 12,344 4,882 ,000 FCR_TTL 1,581 1,282 ,168 1,233 ,224 FHE_TTL 5,109 1,492 ,444 3,425 ,001 FO_TTL 1,466 1,071 ,187 1,369 ,178 a Dependent Variable: RLC_TOT

3.1.2 Community Protective Factor terhadap Resiliensi

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,700(a) ,491 ,457 10,727 a Predictors: (Constant), CO_TTL, CHE_TTL, CCR_TTL

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 48,533 12,472 3,891 ,000 CCR_TT

L 1,135 1,113 ,148 1,020 ,313 CHE_TT

L 3,006 1,301 ,300 2,310 ,025 CO_TTL 3,591 1,172 ,398 3,062 ,004 a Dependent Variable: RLC_TOT

3.2 Social Competence

3.2.1 Family Protective Factor terhadap Social Competence

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,688(a) ,474 ,439 4,496 a Predictors: (Constant), FO_TTL, FHE_TTL, FCR_TTL


(28)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 11,376 4,923 2,311 ,025 FCR_TTL ,184 ,511 ,048 ,361 ,720 FHE_TTL 2,117 ,595 ,446 3,558 ,001 FO_TTL 1,047 ,427 ,323 2,450 ,018 a Dependent Variable: SOC_TTL

3.2.2 Community Protective Factor terhadap Social Competence

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,764(a) ,584 ,557 3,998 a Predictors: (Constant), CO_TTL, CHE_TTL, CCR_TTL

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 2,635 4,648 ,567 ,574 CCR_TT

L ,253 ,415 ,080 ,611 ,544 CHE_TT

L 1,650 ,485 ,400 3,401 ,001 CO_TTL 1,631 ,437 ,439 3,732 ,001 a Dependent Variable: SOC_TTL

3.3 Problem Solving

3.3.1 Family Protective Factor terhadap Problem Solving

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,584(a) ,342 ,299 2,693 a Predictors: (Constant), FO_TTL, FHE_TTL, FCR_TTL

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 7,574 2,948 2,569 ,014 FCR_TTL ,441 ,306 ,212 1,440 ,157 FHE_TTL ,299 ,356 ,118 ,838 ,406 FO_TTL ,641 ,256 ,370 2,506 ,016


(29)

a Dependent Variable: SLV_TTL

3.3.2 Community Protective Factor terhadap Problem Solving

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,392(a) ,154 ,099 3,052 a Predictors: (Constant), CO_TTL, CHE_TTL, CCR_TTL

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 11,914 3,548 3,358 ,002 CCR_TT

L ,318 ,317 ,187 1,004 ,321 CHE_TT

L ,536 ,370 ,242 1,446 ,155 CO_TTL ,035 ,334 ,018 ,105 ,917 a Dependent Variable: SLV_TTL

3.4 Autonomy

3.4.1 Family Protective Factor terhadap Autonomy

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,496(a) ,246 ,197 4,263 a Predictors: (Constant), FO_TTL, FHE_TTL, FCR_TTL

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 22,545 4,668 4,830 ,000 FCR_TTL ,246 ,485 ,080 ,507 ,614 FHE_TTL 1,427 ,564 ,380 2,530 ,015 FO_TTL ,312 ,405 ,122 ,770 ,445 a Dependent Variable: AUT_TTL

3.4.2 Community Protective Factor terhadap Autonomy


(30)

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,655(a) ,429 ,392 3,708 a Predictors: (Constant), CO_TTL, CHE_TTL, CCR_TTL

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 15,609 4,311 3,621 ,001 CCR_TT

L ,342 ,385 ,136 ,888 ,379 CHE_TT

L ,418 ,450 ,128 ,929 ,358 CO_TTL 1,452 ,405 ,494 3,584 ,001 a Dependent Variable: AUT_TTL

3.5 Sense of Purpose and Bright Future

3.5.1 Family Protective Factor terhadap Sense of Purpose and Bright Future

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,442(a) ,196 ,143 4,049 a Predictors: (Constant), FO_TTL, FHE_TTL, FCR_TTL

Coefficients(a) Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 18,766 4,433 4,233 ,000 FCR_TTL ,709 ,460 ,251 1,541 ,130 FHE_TTL 1,266 ,536 ,366 2,364 ,022 FO_TTL -,533 ,385 -,226 -1,386 ,172 a Dependent Variable: SEN_TTL

3.5.1 Community Protective Factor terhadap Sense of Purpose and Bright Future


(31)

Model Summary

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate 1 ,334(a) ,111 ,054 4,256 a Predictors: (Constant), CO_TTL, CHE_TTL, CCR_TTL

Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant

) 18,374 4,948 3,714 ,001 CCR_TT

L ,222 ,442 ,096 ,502 ,618 CHE_TT

L ,402 ,516 ,134 ,779 ,440 CO_TTL ,472 ,465 ,175 1,016 ,315 a Dependent Variable: SEN_TTL

Lampiran 4. Cross-Tabulation Data Penunjang


(32)

Family Caring Relationship

D_RES

Total cdr tgg tinggi

DDP_FCR rendah Count 2 0 2 % of Total 4,0% ,0% 4,0% Tinggi Count 21 27 48 % of Total 42,0% 54,0% 96,0% Total Count 23 27 50 % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

Family High Expectation

D_RES

Total cdr tgg tinggi

DDP_FHE Rendah Count 1 0 1 % of Total 2,0% ,0% 2,0% Tinggi Count 22 27 49 % of Total 44,0% 54,0% 98,0% Total Count 23 27 50 % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

Family Opportunities

D_RES

Total cdr tgg tinggi

DDP_FO rendah Count 2 0 2 % of Total 4,0% ,0% 4,0% Tinggi Count 21 27 48 % of Total 42,0% 54,0% 96,0% Total Count 23 27 50 % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

4.2 Community Protective Factor Sebelum Ibu Menikah Terhadap Resiliensi


(33)

D_RES

Total cdr tgg tinggi

DDP_CCR rendah Count 0 1 1 % of Total ,0% 2,0% 2,0% tinggi Count 23 26 49 % of Total 46,0% 52,0% 98,0% Total Count 23 27 50 % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

Community High Expectations

D_RES

Total cdr tgg tinggi

DDP_CHE rendah Count 3 0 3 % of Total 6,0% ,0% 6,0% tinggi Count 20 27 47 % of Total 40,0% 54,0% 94,0% Total Count 23 27 50 % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

Community Opportunities

D_RES

Total cdr tgg tinggi

DDP_CO rendah Count 1 0 1 % of Total 2,0% ,0% 2,0% Tinggi Count 22 27 49 % of Total 44,0% 54,0% 98,0% Total Count 23 27 50 % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

Lampiran 5. Cross-Tabulations D_FCR * D_RES Crosstabulation


(34)

cdr tgg tinggi

D_FCR rendah Count 1 0 1 % within

D_FCR 100,0% ,0% 100,0% % within

D_RES 4,3% ,0% 2,0% % of Total 2,0% ,0% 2,0% tinggi Count 22 27 49

% within

D_FCR 44,9% 55,1% 100,0% % within

D_RES 95,7% 100,0% 98,0% % of Total 44,0% 54,0% 98,0% Total Count 23 27 50

% within

D_FCR 46,0% 54,0% 100,0% % within

D_RES 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

D_FO * D_RES Crosstabulation

D_RES

Total cdr tgg tinggi

D_FO rendah Count 3 0 3 % within

D_FO 100,0% ,0% 100,0% % within

D_RES 13,0% ,0% 6,0% % of Total 6,0% ,0% 6,0% tinggi Count 20 27 47

% within

D_FO 42,6% 57,4% 100,0% % within

D_RES 87,0% 100,0% 94,0% % of Total 40,0% 54,0% 94,0% Total Count 23 27 50

% within

D_FO 46,0% 54,0% 100,0% % within

D_RES 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

D_CCR * D_RES Crosstabulation

D_RES

Total cdr tgg tinggi


(35)

% within

D_CCR 100,0% ,0% 100,0% % within

D_RES 34,8% ,0% 16,0% % of Total 16,0% ,0% 16,0% tinggi Count 15 27 42

% within

D_CCR 35,7% 64,3% 100,0% % within

D_RES 65,2% 100,0% 84,0% % of Total 30,0% 54,0% 84,0% Total Count 23 27 50

% within

D_CCR 46,0% 54,0% 100,0% % within

D_RES 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 46,0% 54,0% 100,0%

D_FCR * D_SOC Crosstabulation

D_SOC

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_FCR rendah Count 1 0 0 1 % within

D_FCR 100,0% ,0% ,0% 100,0% % within

D_SOC 50,0% ,0% ,0% 2,0% % of Total 2,0% ,0% ,0% 2,0% tinggi Count 1 21 27 49

% within

D_FCR 2,0% 42,9% 55,1% 100,0% % within

D_SOC 50,0% 100,0% 100,0% 98,0% % of Total 2,0% 42,0% 54,0% 98,0% Total Count 2 21 27 50

% within

D_FCR 4,0% 42,0% 54,0% 100,0% % within

D_SOC 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 4,0% 42,0% 54,0% 100,0%

D_CCR * D_SOC Crosstabulation

D_SOC

Total cdr rdh cdr tgg tinggi


(36)

% within

D_CCR ,0% 87,5% 12,5% 100,0% % within

D_SOC ,0% 33,3% 3,7% 16,0% % of Total ,0% 14,0% 2,0% 16,0% tinggi Count 2 14 26 42

% within

D_CCR 4,8% 33,3% 61,9% 100,0% % within

D_SOC 100,0% 66,7% 96,3% 84,0% % of Total 4,0% 28,0% 52,0% 84,0% Total Count 2 21 27 50

% within

D_CCR 4,0% 42,0% 54,0% 100,0% % within

D_SOC 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 4,0% 42,0% 54,0% 100,0%

D_FCR * D_SLV Crosstabulation

D_SLV

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_FCR rendah Count 1 0 0 1 % within

D_FCR 100,0% ,0% ,0% 100,0% % within

D_SLV 14,3% ,0% ,0% 2,0% % of Total 2,0% ,0% ,0% 2,0% tinggi Count 6 32 11 49

% within

D_FCR 12,2% 65,3% 22,4% 100,0% % within

D_SLV 85,7% 100,0% 100,0% 98,0% % of Total 12,0% 64,0% 22,0% 98,0% Total Count 7 32 11 50

% within

D_FCR 14,0% 64,0% 22,0% 100,0% % within

D_SLV 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 14,0% 64,0% 22,0% 100,0%

D_FHE * D_SLV Crosstabulation

D_SLV

Total cdr rdh cdr tgg tinggi


(37)

% within

D_FHE 50,0% 50,0% ,0% 100,0% % within

D_SLV 14,3% 3,1% ,0% 4,0% % of Total 2,0% 2,0% ,0% 4,0% tinggi Count 6 31 11 48

% within

D_FHE 12,5% 64,6% 22,9% 100,0% % within

D_SLV 85,7% 96,9% 100,0% 96,0% % of Total 12,0% 62,0% 22,0% 96,0% Total Count 7 32 11 50

% within

D_FHE 14,0% 64,0% 22,0% 100,0% % within

D_SLV 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 14,0% 64,0% 22,0% 100,0%

D_CCR * D_SLV Crosstabulation

D_SLV

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_CCR rendah Count 2 5 1 8 % within

D_CCR 25,0% 62,5% 12,5% 100,0% % within

D_SLV 28,6% 15,6% 9,1% 16,0% % of Total 4,0% 10,0% 2,0% 16,0% tinggi Count 5 27 10 42

% within

D_CCR 11,9% 64,3% 23,8% 100,0% % within

D_SLV 71,4% 84,4% 90,9% 84,0% % of Total 10,0% 54,0% 20,0% 84,0% Total Count 7 32 11 50

% within

D_CCR 14,0% 64,0% 22,0% 100,0% % within

D_SLV 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 14,0% 64,0% 22,0% 100,0%

D_CHE * D_SLV Crosstabulation

D_SLV

Total cdr rdh cdr tgg tinggi


(38)

% within

D_CHE 100,0% ,0% ,0% 100,0% % within

D_SLV 28,6% ,0% ,0% 4,0% % of Total 4,0% ,0% ,0% 4,0% tinggi Count 5 32 11 48

% within

D_CHE 10,4% 66,7% 22,9% 100,0% % within

D_SLV 71,4% 100,0% 100,0% 96,0% % of Total 10,0% 64,0% 22,0% 96,0% Total Count 7 32 11 50

% within

D_CHE 14,0% 64,0% 22,0% 100,0% % within

D_SLV 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 14,0% 64,0% 22,0% 100,0%

D_CO * D_SLV Crosstabulation

D_SLV

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_CO rendah Count 1 1 1 3 % within

D_CO 33,3% 33,3% 33,3% 100,0% % within

D_SLV 14,3% 3,1% 9,1% 6,0% % of Total 2,0% 2,0% 2,0% 6,0% tinggi Count 6 31 10 47

% within

D_CO 12,8% 66,0% 21,3% 100,0% % within

D_SLV 85,7% 96,9% 90,9% 94,0% % of Total 12,0% 62,0% 20,0% 94,0% Total Count 7 32 11 50

% within

D_CO 14,0% 64,0% 22,0% 100,0% % within

D_SLV 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 14,0% 64,0% 22,0% 100,0%

D_FCR * D_AUT Crosstabulation

D_AUT

Total cdr rdh cdr tgg tinggi


(39)

% within

D_FCR ,0% 100,0% ,0% 100,0% % within

D_AUT ,0% 3,8% ,0% 2,0% % of Total ,0% 2,0% ,0% 2,0% tinggi Count 1 25 23 49

% within

D_FCR 2,0% 51,0% 46,9% 100,0% % within

D_AUT 100,0% 96,2% 100,0% 98,0% % of Total 2,0% 50,0% 46,0% 98,0% Total Count 1 26 23 50

% within

D_FCR 2,0% 52,0% 46,0% 100,0% % within

D_AUT 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 2,0% 52,0% 46,0% 100,0%

D_FO * D_AUT Crosstabulation

D_AUT

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_FO rendah Count 0 3 0 3 % within

D_FO ,0% 100,0% ,0% 100,0% % within

D_AUT ,0% 11,5% ,0% 6,0% % of Total ,0% 6,0% ,0% 6,0% tinggi Count 1 23 23 47

% within

D_FO 2,1% 48,9% 48,9% 100,0% % within

D_AUT 100,0% 88,5% 100,0% 94,0% % of Total 2,0% 46,0% 46,0% 94,0% Total Count 1 26 23 50

% within

D_FO 2,0% 52,0% 46,0% 100,0% % within

D_AUT 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 2,0% 52,0% 46,0% 100,0%

D_CHE * D_AUT Crosstabulation

D_AUT

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_CHE rendah Count 0 2 0 2 % within


(40)

% within

D_AUT ,0% 7,7% ,0% 4,0% % of Total ,0% 4,0% ,0% 4,0% tinggi Count 1 24 23 48

% within

D_CHE 2,1% 50,0% 47,9% 100,0% % within

D_AUT 100,0% 92,3% 100,0% 96,0% % of Total 2,0% 48,0% 46,0% 96,0% Total Count 1 26 23 50

% within

D_CHE 2,0% 52,0% 46,0% 100,0% % within

D_AUT 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 2,0% 52,0% 46,0% 100,0%

D_FCR * D_SEN Crosstabulation

D_SEN

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_FCR rendah Count 0 1 0 1 % within

D_FCR ,0% 100,0% ,0% 100,0% % within

D_SEN ,0% 10,0% ,0% 2,0% % of Total ,0% 2,0% ,0% 2,0% tinggi Count 1 9 39 49

% within

D_FCR 2,0% 18,4% 79,6% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 90,0% 100,0% 98,0% % of Total 2,0% 18,0% 78,0% 98,0% Total Count 1 10 39 50

% within

D_FCR 2,0% 20,0% 78,0% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 2,0% 20,0% 78,0% 100,0%

D_FO * D_SEN Crosstabulation

D_SEN

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_FO rendah Count 0 2 1 3 % within


(41)

% within

D_SEN ,0% 20,0% 2,6% 6,0% % of Total ,0% 4,0% 2,0% 6,0% tinggi Count 1 8 38 47

% within

D_FO 2,1% 17,0% 80,9% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 80,0% 97,4% 94,0% % of Total 2,0% 16,0% 76,0% 94,0% Total Count 1 10 39 50

% within

D_FO 2,0% 20,0% 78,0% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 2,0% 20,0% 78,0% 100,0%

D_CCR * D_SEN Crosstabulation

D_SEN

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_CCR rendah Count 1 3 4 8 % within

D_CCR 12,5% 37,5% 50,0% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 30,0% 10,3% 16,0% % of Total 2,0% 6,0% 8,0% 16,0% tinggi Count 0 7 35 42

% within

D_CCR ,0% 16,7% 83,3% 100,0% % within

D_SEN ,0% 70,0% 89,7% 84,0% % of Total ,0% 14,0% 70,0% 84,0% Total Count 1 10 39 50

% within

D_CCR 2,0% 20,0% 78,0% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 2,0% 20,0% 78,0% 100,0%

D_CHE * D_SEN Crosstabulation

D_SEN

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_CHE rendah Count 0 0 2 2 % within


(42)

% within

D_SEN ,0% ,0% 5,1% 4,0% % of Total ,0% ,0% 4,0% 4,0% tinggi Count 1 10 37 48

% within

D_CHE 2,1% 20,8% 77,1% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 100,0% 94,9% 96,0% % of Total 2,0% 20,0% 74,0% 96,0% Total Count 1 10 39 50

% within

D_CHE 2,0% 20,0% 78,0% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 2,0% 20,0% 78,0% 100,0%

D_CO * D_SEN Crosstabulation

D_SEN

Total cdr rdh cdr tgg tinggi

D_CO rendah Count 0 2 1 3 % within

D_CO ,0% 66,7% 33,3% 100,0% % within

D_SEN ,0% 20,0% 2,6% 6,0% % of Total ,0% 4,0% 2,0% 6,0% tinggi Count 1 8 38 47

% within

D_CO 2,1% 17,0% 80,9% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 80,0% 97,4% 94,0% % of Total 2,0% 16,0% 76,0% 94,0% Total Count 1 10 39 50

% within

D_CO 2,0% 20,0% 78,0% 100,0% % within

D_SEN 100,0% 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 2,0% 20,0% 78,0% 100,0%

Lampiran 6. Wawancara

Y adalah seorang ibu rumah tangga berusia 33 tahun. Ia memiliki satu anak laki-laki berusia enam tahun bernama R. R didiagnosa mengalami down syndrome sejak lahir. Pada awalnya Y sempat bingung dengan diagnosa dokter,


(43)

namun suami Y juga berkata bahwa ada sesuatu yang berbeda dengan raut muka anaknya dibandingkan bayi-bayi pada umumnya.

Pertama kali Y mengetahui bawa anaknya mengalami suatu gangguan, Y hanya diam, tidak melakukan apa-apa, bahkan Y tidak mau melihat bayi yang baru dilahirkannya lewat operasi caesar. Y juga sempat berpikir bahwa anaknya mungkin tertukar dengan bayi lain, namun hal tersebut hanya menjadi pikirannya dan tidak diungkapkan ke suami dan dokter pada waktu itu. Berbagai macam perasaan dialami oleh Y, Y merasa marah, tidak menerima anaknya berbeda dari yang lain, kesal, bingung harus berbuat apa, merasa tidak berdaya, sedih, kecewa, dan hal tersebut sempat membuat Y depresi selama beberapa waktu. Y sempat tidak mau merawat R hingga berusia 3 bulan dan R dirawat oleh suami, ibu dan mertua, serta adik iparnya. Pada saat itu, Y sering bertanya, baik dalam hati, ke keluarganya dan pada teman-temannya kenapa harus Y yang mengalami hal ini.

Y juga merasa bersalah karena berpikir bahwa mungkin Y pernah melakukan sesuatu dosa di masa mudanya, sehingga Y harus menerima akibatnya dengan melahirkan anak yang berbeda. Y juga menuturkan bahwa pada masa kehamilan dirinya sempat sakit, sehingga minum antibiotik selama beberapa waktu. Dokter berkata mungkin itu adalah salah satu penyebab R lahir dengan down syndrome. Perasaan bersalah itu kadang-kadang masih muncul sampai sekarang ketika Y dalam keadaan sedih.

Namun atas dukungan dari keluarga dan teman-temannya Y perlahan-lahan mulai menerima keadaan dir dan kondisi anaknya. Y mulai bertanya informasi mengenai down syndrome pada temannya yang juga memiliki diagnosa yang sama. Y pertama tidak terlalu mengerti, dan hanya tahu bahwa down syndrome hanya sebatas kelainan belaka. Dari temannya inilah, akhirnya Y tahu berbagai informasi mengenai bermacam-macam tempat terapi, metode belajar, dan sekolah yang tepat untuk R.

Y merasa bahwa hubungannya dengan keluarga cukup baik, Y menikah dengan suaminya pada usia 26 tahun. Y merasa bahwa suaminya cukup perhatian pada Y, suaminya suka menunjukkan perhatian melalui tindakan-tindakan kecil seperti membelikan makanan yang Y sukai pada saat pulang kerja, memberikan kejutan pada saat Y ulang tahun, dan lain-lain. Y kadang merasa kesal kalau suaminya mengeluh mengenai pekerjaan dikantornya ataupun ada masalah,


(44)

namun Y melihat hal itu masih dalam batas wajar. Kadang-kadang Y juga bertengkar dengan suaminya, biasanya karena suaminya kurang memiliki waktu untuk bersama keluarga dikarenakan pekerjaannya yang sibuk, namun biasanya itu tidak berlangsung lama. Ketika Y melahirkan R, menurut Y suaminya juga merasa terguncang, dan ibu Y mengatakan bahwa suaminya menangis, namun suami Y bisa menghibur Y yang saat itu juga dalam keadaan depresi. Suami Y cukup terlibat dalam pengasuhan R, seperti bangun malam-malam ketika R menangis, membelikan susu kaleng dan perlengkapan bayi, dan suka menggendong puteranya tersebut. Pada saat Y mengalami depresi, suami Y suka menghibur dengan mendoakan, lalu membawa masuk R ke kamar Y, dan memberi tahu Y dengan mengatakan ini bukanlah kesalahan Y. Y merasa mungkin hal tersebut adalah salah satu penyebab Y bisa bangkit seperti sekarang dan tidak terpuruk pada masalah yang dihadapinya. Y juga merasa senang apabila Y memutuskan untuk melakukan sesuatu dalam perundingan dengan suami, dan suaminya memperbolehkannya, misalnya mencoba berbagai pengobatan alternatif dan terapi, demikian juga ketika Y memutuskan untuk menyekolahkan R, suami S mendukung hal tersebut. Suami juga mendukung Y untuk mengikuti pertemuan-pertemuan sesama orang tua anak berkebutuhan khusus, walaupun Y merasa malu pada awalnya, suami membuat Y percaya diri dengan berkata pasti Y juga dapat bergaul disana karena Y adalah orang yang menyenangkan dan enak diajak bicara. Y pun merasa bahwa dirnya mampu dan mungkin akan mendapatkan banyak hal dari pertemuan-pertemuan itu. Sekarang Y kadang-kadang diminta untuk berbagi (sharing) dalam pertemuan-pertemuan tersebut.

Keluarga Y yang lain juga banyak membantu Y dalam pengasuhan R. Ibu dan mertua Y sering datang berkunjung dan menghibur Y ketika Y dalam keadaan depresi dulu, juga sering bercanda dengan R. Tetapi yang paling banyak membantu adalah adik ipar Y, yaitu adik perempuan dari suami Y. Adik ipar sangat perhatian pada R, dan Y merasa sangat beruntung dikelilingi dengan orang-orang yang tahu akan masalahnya ketika dia tidak sanggup berjuang sendiri. Adik ipar juga banyak membantu mencarikan informasi, membantu menjemput R terapi ketika Y ada urusan lain, juga menjadi teman bicara yang enak ketika Y menghadapi masalah seperti bertengkar dengan suaminya, sedang putus asa mengajarkan R suatu materi, atau masalah-masalah biasa dalam


(45)

kehidupan sehari-harinya. Adik ipar sering menyemangati Y bahwa Y pasti akan dapat menjadi ibu dan istri yang baik ketika Y dalam keadaan down. Hal ini membuat Y merasa percaya diri dan membuat semangatnya bangkit kembali. Hal lainnya yang membuat Y merasa bahwa adik iparnya mendukung dirinya adalah dengan tidak ikut campur ketika dirinya sedang melatih R, walaupun kadang R menangis menjerit-jerit ketika keinginannya tidak dituruti (misalnya tidak mau meminta barang dengan mengatakannya, namun dengan menunjuk barangnya saja). Demikian juga ketika Y memutuskan untuk mengikuti suatu terapi adik ipar tidak pernah berkomentar bahwa itu percuma dan percaya bahwa Y juga pasti sudah bertanya pada orang-orang dulu sebelum memilihnya. Adik ipar Y juga sering berkomentar dengan nada bercanda apabila Y sedang mengungkapkan masalahnya seperti diminta berbicara di depan umum untuk sharing. Komentar-komentar adik ipar Y tersebut Y rasakan sebagai rasa percaya adik ipar terhadap dirinya. Y merasa bersemangat dan menilai kembali kemampuan dirinya seperti yang dikatakan adik iparnya.

Y kadang merasa sedih, malu, atau kecewa apabila ada orang lain yang melihat R seperti melihat sesuatu yang aneh (Y mengatakan seperti barang tontonan) apabila Y mengajaknya ke pasar, supermarket atau tempat-tempat umum, demikian juga ada juga tetangganya yang mengucilkan Y dan tidak memperbolehkan anak-anaknya main dengan R. Namun sekarang Y sudah mulai terbiasa dengan hal tersebut. Y juga memiliki teman-teman yang mendukungnya, baik di tempat terapi atau di luar tempat terapi. Di tempat terapi, Y terlibat dengan suatu perkumpulan orang tua yang sama-sama memiliki anak yang spesial. Kegiatan yang sering dilakukan adalah pergi hiking bareng, ikut seminar, dan sharing antara sesama orang tua. Y terkadang diminta untuk sharing mengenai pengalamannya dalam mendidik R, tips-tips untuk belajar, dan lain-lain. Mulanya Y merasa malu dan agak takut berbicara di depan umum, namun atas dukungan semua orang Y akhirnya memberanikan diri untuk melakukan hal tersebut. Menurut Y, respon dari sesama orang tua benar-benar baik, mereka mendukung, memberi semangat, dan menghargai. Y merasa senang sekali bahwa pengalamannya berguna bagi orang lain, Y juga merasa bahwa percaya dirinya mulai tumbuh lebih baik dan merasa berarti. Y menuturkan bahwa di tempat terapi yang diikutinya adalah tempat yang menyenangkan, Y merasa bebas, tidak takut dilihat oleh orang lain dengan pandangan aneh, juga mendapatkan


(46)

dukungan, serta bermacam-macam informasi. Y juga merasakan perhatian mereka apabila mereka menanyakan kabar ketika Y dan R berhalangan hadir dan tidak mengikuti terapi. Di luar tempat terapi, Y juga memiliki teman-teman yang baik, mereka sering berkata bahwa Y pasti dapat mengendalikan situasi, dan tidak akan ada hal buruk yang terjadi ketika Y takut untuk membawa anaknya pergi keluar. Teman-teman Y juga berkata untuk tidak usah terlalu mempedulikan pandangan orang lain, yang penting adalah bagaimana Y mengurus keluarga dan anaknya.

Y merasa bersyukur pada Tuhan karena setelah memiliki R, dia bisa bertemu dengan banyak orang baik dalam hidupnya dan membuat dirinya berkembang dan semakin berarti bagi banyak orang. Walaupun kadang Y masih merasa bersalah, Y lebih sering mengucap syukur, kalau Tuhan memberikan R dalam kondisi demikian adalah rencanaNya dan merupakan berkat. Setelah Y melahirkan R, intensitas Y beribadah dan berdoa juga meningkat. Y merasa Tuhan memberinya kekuatan dan ketabahan dengan cara yang tidak dapat dimengerti.

Dalam waktu luangnya, Y sering menekuni hobinya yaitu membaca dan membuat aksesoris kecil-kecil dari bahan manik-manik, dan suaminya mendukung hal tersebut sambil kadang bercanda bahwa harusnya hasil dari kreativitasnya itu dijual. Y menikmati saat-saat membuat aksesoris dan membaca, pada saat-saat seperti itu Y dapat sejenak tidak memikirkan kesulian yang dihadapi dan mendapatkan kembali ketenangan atas dirinya.

Berdasarkan hasil wawancara dari 18 orang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khsusus didapatkan data sebagai berikut:

• Dari 18 orang ibu tersebut, 89% (16 orang ibu) menyatakan bahwa keluarganya ikut mendukung dengan cara mendengarkan, memberi masukan, menghibur ketika ibu mengalami kesulitan, membantu mengantarkan anak terapi. Sebanyak 6% (1 orang ibu) merasa bahwa keluarga kurang mendukungnya karena pihak mertua suka ikut campur apabila ibu sedang menerapkan terapi di rumah dan 6% merasa bahwa sikap keluarga cukup mendukung, namun sedikit sinis kepadanya, karena dianggap membawa sial melahirkan anak yang cacat (family caring relationship).


(47)

• Sebanyak 83% (15 orang ibu) menyatakan bahwa komunitas sekitar ikut memperhatikan dengan cara ikut mengasuh anaknya, menanyakan kabar apabila ada salah satu yang tidak datang ke sekolah atau tempat terapi. Namun ada 11% (2 orang ibu) yang merasa bahwa kelihatannya masyarakat tidak menaruh perhatian pada dirinya dan anaknya dan 6% (1 orang ibu) merasa bahwa lingkungan menerima karena merasa iba terhadap nasibnya (community caring relationship).

• Semua ibu anak berkebutuhan khusus menyatakan bahwa keluarga menaruh harapan pada ibu untuk dapat mengasuh anaknya untuk bisa memakai pakaian sendiri, anak dapat toilet training dengan baik, atau ibu diharapkan bisa mempelajari huruf baraile, atau bahasa bibir (family high expectations).

• Bagi 44% (8 orang ibu) merasa komunitas tempat mereka bernaung juga ikut menaruh harapan pada ibu dengan meyakinkan ibu ketika ibu merasa anaknya tidak mengalami kemajuan, namun 56% (10 orang ibu) merasa bahwa masyarakat tidak terlalu peduli (community high expectation). • Sebanyak 83% (15 orang ibu) menyatakan bahwa keluarga memberi

kesempatan kepada ibu untuk memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya, kesempatan bertanggung jawab untuk memecahkan masalahnya, ikut memberi masukan untuk pengambilan keputusan penting dalam keluarga. Namun 17% (3 orang ibu) merasa keluarga menentangnya apabila ibu mengajukan suatu pendapat, dan kurang memperhatikan apa yang menjadi pendapat ibu, ibu juga merasa sulit mengambil keputusan, karena seringkali pendapatnya tidak didengar (family opportunities to participate or contribute).

• Bagi 50% (9 orang ibu) merasa masyarakat memberi kesempatan kepada mereka untuk berbicara dalam seminar mengenai anak berkebutuhan khusus, kesempatan untuk sharing mengenai pengalaman mendidik anak, ataupun menjadi pendengar bagi orang lain yang sedang mengalami masalah yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus. Bagi 50% sisanya merasa masyarakat tidak peduli dan memberi mereka kesempatan untuk berpartisipasi atau memberikan kontribusi bagi masyarakat (community opportunities to participate or contribute).


(48)

• Sebanyak 89% (16 orang ibu) dapat menjalin relasi sosial dengan lingkungan sekitarnya, mereka bisa sharing mengenai informasi terbaru dan saling memberi tanggapan terhadap keadaan anak orang lain yang juga memiliki kebutuhan khusus. Bagi 11% (2 orang ibu) merasa tidak bisa bergaul lagi dengan luas karena kesibukan yang banyak menyita waktu, dan merasa bahwa kegiatan sosialisasi tidak terlalu penting (social competence).

• Sebanyak 94% (17 orang ibu) mencari informasi kepada para ahli, lembaga pendidikan, maupun tempat terapi yang dapat membuat anaknya semakin berkembang, beberapa dari mereka juga menabung untuk persiapan apabila mereka sakit dan tidak dapat mengurus anak. Sedangkan 6% (1 orang ibu) membuat rencana akan masa depan anak, namun merasa bahwa rencana yang sudah dibuat seringkali tidak dapat dilaksanakan dan malas mencoba saran-saran yang diberikan oleh keluarga maupun teman-temannya (problem solving).

• Sebanyak 89% (16 orang ibu) merasa bahwa perjalanan mengasuh anak berkebutuhan khusus memberi banyak hikmah, membuat mereka lebih sabar, merasa mampu untuk mendidik anak mereka menjadi pribadi yang mandiri. Namun 11% (2 orang ibu) merasa bahwa dirinya tidak percaya diri, tidak berharga, meyebabkan anaknya lahir cacat (autonomy).

• Semua ibu merasa memiliki harapan bahwa anaknya akan bisa mandiri dan berguna bagi dirinya sendiri, dan semua ibu merasa keimanan pada Tuhan membuat mereka tabah, dan merasa mampu mengasuh anak yang memiliki kebutuhan khusus (sense of purpose)


(49)

1

Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Bagi banyak suami istri, menjadi orang tua membawa perubahan dalam kehidupan pernikahan. Hal ini dikarenakan sebelumnya mereka telah memiliki berbagai peran dalam kehidupannya, seperti menjadi suami atau istri bagi pasangannya atau menjadi seseorang yang bekerja bagi sebuah organisasi atau bekerja secara mandiri. Menjadi orang tua akan menambah peran mereka dan karena itu akan terjadi banyak perubahan dalam diri tiap individu yang akan menjadi orang tua. Perubahan ini sangat terasa bagi ibu, karena tugas-tugas yang harus dilakukan seakan-akan tumpang tindih. Di satu sisi mereka harus berperan menjadi istri, disisi lain mereka harus menjadi ibu dengan segala kesibukan barunya (Duvall, 1977). Wanita merasa kebingungan dengan peran mereka sebagai ibu dan seringkali ini membuat mereka merasa kelelahan dan tidak bebas karena hadirnya anak akan menambah tugas-tugasnya, dan mereka tidak dapat melakukan aktivitasnya dengan bebas, seperti menghabiskan waktu dengan pasangan dan teman mereka atau meneruskan karir di pekerjaan mereka (Santrock, 2004).

Perubahan karena memiliki anak akan lebih menekan apabila anak yang hadir dalam keluarga adalah anak berkebutuhan khusus. Dewasa ini, kehadiran anak berkebutuhan khusus merupakan salah satu masalah aktual yang dihadapi oleh keluarga tertentu, dampaknya bisa secara psikologis, maupun fisik. Anak


(50)

2

Universitas Kristen Maranatha

berkebutuhan khusus adalah anak yang berbeda dari anak pada umumnya karena mereka memiliki perbedaan dalam salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut, seperti: pertama, karakteristik mental, yaitu anak dengan kapasitas intelegensi lebih tinggi atau lebih rendah daripada anak-anak pada umumnya, termasuk didalamnya adalah anak-anak dengan kemampuan intelektual superior atau anak yang lambat dalam belajar. Namun dalam penelitian ini, anak dengan intelegensi lebih rendah lebih disoroti karena tingkat stress yang dialami relatif lebih besar dihayati oleh ibu daripada yang memiliki kapasitas intelektual lebih tinggi. Kedua, kemampuan sensori, yaitu anak-anak yang mempunyai perbedaan keadaan sensori, seperti tuna netra, atau tuna rungu. Ketiga, kemampuan komunikasi, yaitu anak yang memiliki perbedaan kemampuan komunikasi, seperti learning disabilities, atau keterbatasan berbahasa dan bicara. Keempat, perilaku sosial, yaitu perbedaan perilaku yang ditampilkan, termasuk anak-anak yang secara emosional terganggu atau tidak bisa menyesuaikan diri secara sosial, seperti autisme atau ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Kelima, karakteristik fisik, yaitu perbedaan keadaan fisik, termasuk anak-anak dengan cacat non-sensori, yang merintangi kemampuan bergerak dan kemampuan fisik, misalnya tuna daksa, cerebral palsy (Kirk, Gallagher, 1986).

Dalam mengasuh anak pada umumnya, akan muncul kesulitan-kesulitan tertentu yang dihadapi para orangtua, seperti kelelahan fisik dalam mengasuh anak, orangtua kesulitan untuk membagi perhatiannya antara anak dan pasangan, tambahan pengeluaran keuangan untuk kebutuhan anak. Kesulitan tersebut akan menjadi semakin berat ketika anak yang dihadapi dalam keluarga adalah anak


(51)

3

Universitas Kristen Maranatha

yang memiliki kebutuhan khusus. Walau orangtua sama-sama mengalami tekanan, namun tekanan yang dialami oleh ayah dan ibu berbeda. Seorang ayah mengalami tekanan lebih pada persoalan ekonomi untuk membiayai keluarganya dan membiayai terapi dan anaknya yang berkebutuhan khusus. Seorang ibu mengalami tekanan mengenai perawatan dan penanganan langsung pada anaknya yang berkebutuhan khusus karena pada umumnya ibulah yang lebih banyak menghabiskan waktu bersama anaknya ketika ayahnya sedang pergi bekerja.

Berdasarkan survei awal yang dilakukan peneliti terhadap 18 orang ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus (tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, tuna ganda, cerebral palsy dan autisme) di berbagai SLB dan tempat terapi di kota Bandung mengenai kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mereka, didapatkan data sebagai berikut: 28% (5 orang ibu) mengaku tidak tahu apa yang terjadi ketika anaknya tidak menunjukkan tanda-tanda perkembangan bicara sedikitpun. Sebanyak 22% (4 orang ibu) mengaku bingung ketika anaknya tidak pernah merespon seperti tertarik atau menunjukkan perhatian ketika namanya dipanggil, 44% (8 orang ibu) mengaku kecewa dan sedih ketika melihat anaknya tidak pernah merespon mainan dan gambar-gambar yang diberikan kepadanya atau tidak pernah merespon wajah ibunya. Sebanyak 50% (9 orang ibu) mengaku sangat kesulitan mencari informasi lebih jauh mengenai keadaan anaknya, dan informasi mengenai sekolah maupun tempat terapi yang bisa membantu ibu anak berkebutuhan khusus. Sebanyak 28% (5 orang ibu) mengaku bahwa dirinya merasa bersalah dan berdosa telah melahirkan anak yang memiliki kekurangan. Sebanyak 6% (1 orang ibu) mengaku bahwa dirinya disalahkan oleh keluarga


(52)

4

Universitas Kristen Maranatha

besar pria karena dianggap membawa sial dalam perkawinan, dan karenanya memiliki anak yang cacat. Kemudian, sebanyak 78% (14 orang ibu) mengaku bingung membagi waktu antara mengurus anak yang berkebutuhan khusus dan mengurus anggota keluarga lainnya. Sebanyak 33% (6 orang ibu) mengaku bingung membagi waktunya antara mengasuh anak dan bekerja. Sebanyak 67% (12 orang ibu) mengaku lelah baik jiwa maupun raga ketika anaknya yang memiliki kebutuhan khusus tidak dapat melakukan kegiatan sederhana walaupun sudah berkali-kali diajarkan (mengancing baju, atau toilet training). Sianiwati Sunarto (2007), seorang psikolog yang juga adalah pemerhati dunia anak berkebutuhan khusus dan aktif terlibat dalam sharing keluarga yang memiliki anak berkebutuhan khusus, mengemukakan bahwa selain perasaan malu atas kehadiran anaknya yang menderita cacat, masalah lain yang benar-benar faktual adalah kondisi finansial keluarga yang terganggu akibat banyaknya biaya yang harus dikeluarkan oleh anak berkebutuhan khusus tersebut, seperti mencari terapis, sekolah khusus, dan lain-lain.

Apabila keadaan yang menimbulkan tekanan tidak dapat ditangani ibu dengan baik, maka akan mengganggu aktifitas mereka sehari-hari, mereka sulit memusatkan perhatian dalam pekerjaannya seperti mengasuh anak, mengurus rumah, atau bekerja dan akibatnya hasilnya tidak optimal, serta memandang hidup mereka tidak memiliki masa depan. Oleh karena itu, ibu anak berkebutuhan khusus diharapkan dapat beradaptasi dengan tekanan yang dihadapinya sehingga mereka tetap dapat beraktifitas dan produktif. Kemampuan ibu anak berkebutuhan


(53)

5

Universitas Kristen Maranatha

khusus beradaptasi terhadap situasi yang menekan ini disebut resiliensi (Benard, 1991).

Setiap orang memiliki resiliensi di dalam dirinya, termasuk ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di kota Bandung. Oleh karena hadirnya anak berkebutuhan khusus di dalam kehidupan keluarga bukan merupakan suatu pilihan, maka resiliensi diperlukan oleh para orangtua, khususnya ibu, agar dapat beradaptasi, bertahan dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus, dan menghadapi kesulitan mendidik anak berkebutuhan khusus agar dapat menjadi mandiri, yang relatif lebih sulit daripada anak-anak pada umumnya, serta menjalani peran sebagai istri dan orang tua.

Derajat resiliensi dapat dilihat dari personal strength yang ada dalam diri individu. Personal strength adalah karakteristik individual yang dihubungkan dengan perkembangan yang sehat dan keberhasilan hidup (Benard, 2004). Ibu yang memiliki resiliensi tinggi ditandai dengan kemampuan bersosialisasi walaupun sedang menghadapi tekanan yang berat. Mereka mampu membuat orang lain merespon secara positif terhadap masalah yang mereka hadapi, mampu mengkomunikasikan pendapat-pendapatnya tanpa menyinggung orang lain, memahami kesulitan orang lain, dan rela membantu orang lain yang sedang mengalami kesulitan (social competence). Ibu anak berkebutuhan khusus juga mampu membuat rencana-rencana yang berkaitan dengan dirinya sendiri, mampu mencari jalan keluar lain ketika solusi yang biasanya dilakukan tidak berhasil, dan mampu mencari bantuan dari orang lain ketika membutuhkannya (problem solving).


(54)

6

Universitas Kristen Maranatha

Hal lain yang menunjukkan ibu anak berkebutuhan khusus memiliki resiliensi tinggi adalah mereka memiliki rasa percaya diri, merasa bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya dapat dikendalikan oleh dirinya dan bukan oleh lingkungan, dan dapat menemukan sisi humor dalam permasalahannya (autonomy). Terakhir, ibu anak berkebutuhan khusus memiliki tujuan yang jelas dan motivasi untuk meraihnya. Mereka juga mampu bersikap optimis dalam menghadapi permasalahan yang ada. Mereka juga memiliki keimanan bahwa Tuhan pasti mendampingi mereka menghadapi masalah (sense of purpose).

Resiliensi tidak muncul begitu saja, ada faktor-faktor yang diberikan lingkungan, seperti lingkungan keluarga dan masyarakat, yang turut memfasilitasi perkembangan resiliensi dalam diri tiap individu. Faktor-faktor ini disebut protective factors oleh Benard (2004). Di dalam situasi yang penuh dengan tekanan bagi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di kota Bandung, keluarga dari ibu anak berkebutuhan khusus sekarang memiliki peranan yang penting dalam mendukung mereka sehingga memfasilitasi perkembangan resiliensi. Anggota keluarga dapat memberikan perhatian pada ibu dari anak berkebutuhan khusus, keluarga ada saat ibu membutuhkan bantuan, keluarga ikut membantu dalam pengasuhan anak berkebutuhan khusus (caring relationship). Selain itu kepercayaan dan harapan dari keluarga bahwa ibu akan mampu mendidik anaknya, ibu akan tetap mampu melakukan tugas kesehariannya dengan baik akan memfasilitasi perkembangan resiliensi (high expectations). Keluarga juga perlu memberikan kesempatan kepada ibu untuk betanggung jawab terhadap masalahnya sendiri, mengambil keputusan sendiri atau kesempatan untuk turut


(55)

7

Universitas Kristen Maranatha

memutuskan keputusan penting dalam keluarga (opportunities to participate or contribute).

Sama halnya seperti keluarga, masyarakat juga memiliki peranan dalam memfasilitasi perkembangan resiliensi. Masyarakat bisa bermacam-macam bentuknya, seperti komunitas dimana ibu bekerja, perkumpulan orang tua di sekolah atau di tempat terapi anaknya yang berkebutuhan khusus. Peranan masyarakat seperti mendengarkan sharing ibu tanpa menghakimi, turut memperhatikan perkembangan anaknya, dan ikut menjaga anak di lingkungan sekitar menggambarkan caring relationship. Masyarakat dapat juga memberi semangat pada ibu dengan kata-kata yang menyakinkan ibu bahwa mereka dapat beradaptasi dan mengasuh anaknya namun tetap dapat melakukan aktivitas kesehariannya di tengah keadaan yang menekan (high expectations). Kesempatan yang diberikan pada ibu anak berkebutuhan khusus untuk bisa sharing pengalamannya dalam arisan, seminar, atau menjadi tempat bertanya bagi orang lain yang mengalami masalah seputar anak berkebutuhan khusus juga bisa memfasilitasi perkembangan resiliensi (opportunities to participate or contribute).

Protective factors yang diberikan keluarga atau komunitas sekarang pada ibu anak berkebutuhan khusus akan memfasilitasi perkembangan resiliensi, begitu juga protective factors yang diberikan keluarga atau komunitas pada ibu sebelum menikah. Disini, peneliti lebih memusatkan perhatian pada protective factors yang diberikan keluarga dan masyarakat setelah ibu menikah karena pertama, pernikahan begitu kuat memberikan penghayatan akan rasa aman, rasa diterima secara pribadi, dan rasa kestabilan (Duvall, 1977). Kedua, adanya keadaan


(56)

8

Universitas Kristen Maranatha

menekan akibat hadirnya anak berkebutuhan khusus setelah ibu menikah, sehingga dibutuhkan perhatian, ekspektasi dan kesempatan dari keluarga sekarang atau komunitas agar ibu dapat beradaptasi dalam keadaan tersebut.

Cukup banyak penelitian yang dilakukan untuk mengetahui gambaran resiliensi ibu anak berkebutuhan khusus dan hubungannya dengan protective factors, namun masih sedikit yang menyoroti bagaimana peranan dari protective factors terhadap resiliensi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan pada 18 orang ibu anak berkebutuhan khusus di berbagai SLB dan tempat terapi di kota Bandung, peneliti memperoleh hasil sebagai berikut: dari 18 orang ibu tersebut, 89% (16 orang ibu) menyatakan bahwa keluarganya ikut mendukung dengan cara mendengarkan, memberi masukan, menghibur ketika ibu mengalami kesulitan, membantu mengantarkan anak terapi. Sebanyak 6% (1 orang ibu) merasa bahwa keluarga kurang mendukungnya karena pihak mertua suka ikut campur apabila ibu sedang menerapkan terapi di rumah dan 6% merasa bahwa sikap keluarga cukup mendukung, namun sedikit sinis kepadanya, karena dianggap membawa sial melahirkan anak yang cacat (family caring relationship). Sebanyak 83% (15 orang ibu) menyatakan bahwa komunitas sekitar ikut memperhatikan dengan cara ikut mengasuh anaknya, menanyakan kabar apabila ada salah satu yang tidak datang ke sekolah atau tempat terapi. Namun ada 11% (2 orang ibu) yang merasa bahwa kelihatannya masyarakat tidak menaruh perhatian pada dirinya dan anaknya dan 6% (1 orang ibu) merasa bahwa lingkungan menerima karena merasa iba terhadap nasibnya (community caring relationship).


(57)

9

Universitas Kristen Maranatha

Semua ibu yang diwawancara (18 orang) menyatakan bahwa keluarga menaruh harapan pada ibu untuk dapat mengasuh anaknya untuk bisa memakai pakaian sendiri, anak dapat toilet training dengan baik, atau ibu diharapkan bisa mempelajari huruf baraile, atau bahasa bibir (family high expectations). Bagi 44% (8 orang ibu) merasa komunitas tempat mereka bernaung juga ikut menaruh harapan pada ibu dengan meyakinkan ibu ketika ibu merasa anaknya tidak mengalami kemajuan, namun 56% (10 orang ibu) merasa bahwa masyarakat tidak terlalu peduli (community high expectation).

Sebanyak 83% (15 orang ibu) menyatakan bahwa keluarga memberi kesempatan kepada ibu untuk memutuskan apa yang terbaik bagi anaknya, kesempatan bertanggung jawab untuk memecahkan masalahnya, ikut memberi masukan untuk pengambilan keputusan penting dalam keluarga. Namun 17% (3 orang ibu) merasa keluarga menentangnya apabila ibu mengajukan suatu pendapat, dan kurang memperhatikan apa yang menjadi pendapat ibu, ibu juga merasa sulit mengambil keputusan, karena seringkali pendapatnya tidak didengar (family opportunities to participate or contribute). Bagi 50% (9 orang ibu) merasa masyarakat memberi kesempatan kepada mereka untuk berbicara dalam seminar mengenai anak berkebutuhan khusus, kesempatan untuk sharing mengenai pengalaman mendidik anak, ataupun menjadi pendengar bagi orang lain yang sedang mengalami masalah yang berkaitan dengan anak berkebutuhan khusus. Bagi 50% sisanya merasa masyarakat tidak peduli dan memberi mereka kesempatan untuk berpartisipasi atau memberikan kontribusi bagi masyarakat (community opportunities to participate or contribute).


(58)

10

Universitas Kristen Maranatha

Sebanyak 89% (16 orang ibu) dapat menjalin relasi sosial dengan lingkungan sekitarnya, mereka bisa sharing mengenai informasi terbaru dan saling memberi tanggapan terhadap keadaan anak orang lain yang juga memiliki kebutuhan khusus. Bagi 11% (2 orang ibu) merasa tidak bisa bergaul lagi dengan luas karena kesibukan yang banyak menyita waktu, dan merasa bahwa kegiatan sosialisasi tidak terlalu penting (social competence). Sebanyak 94% (17 orang ibu) mencari informasi kepada para ahli, lembaga pendidikan, maupun tempat terapi yang dapat membuat anaknya semakin berkembang, beberapa dari mereka juga menabung untuk persiapan apabila mereka sakit dan tidak dapat mengurus anak. Sedangkan 6% (1 orang ibu) membuat rencana akan masa depan anak, namun merasa bahwa rencana yang sudah dibuat seringkali tidak dapat dilaksanakan dan malas mencoba saran-saran yang diberikan oleh keluarga maupun teman-temannya (problem solving). Sebanyak 89% (16 orang ibu) merasa bahwa perjalanan mengasuh anak berkebutuhan khusus memberi banyak hikmah, membuat mereka lebih sabar, merasa mampu untuk mendidik anak mereka menjadi pribadi yang mandiri. Namun 11% (2 orang ibu) merasa bahwa dirinya tidak percaya diri, tidak berharga, meyebabkan anaknya lahir cacat (autonomy). Semua ibu merasa memiliki harapan bahwa anaknya akan bisa mandiri dan berguna bagi dirinya sendiri, dan semua ibu merasa keimanan pada Tuhan membuat mereka tabah, dan merasa mampu mengasuh anak yang memiliki kebutuhan khusus (sense of purpose)

Melihat fakta yang disebutkan di atas, ada ibu yang walaupun tidak mendapatkan salah satu protective factors namun tetap dapat beradaptasi dan


(59)

11

Universitas Kristen Maranatha

melakukan aktivitasnya seperti biasa. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti kontribusi protective factors terhadap resiliensi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di kota Bandung.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana kontribusi protective factors pada resiliensi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Kota Bandung.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran mengenai kontribusi protective factors pada resiliensi ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Kota Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kontribusi protective factors terhadap resiliensi (beserta aspek-aspeknya) pada ibu yang memiliki anak berkebutuhan khusus di Kota Bandung.


(60)

12

Universitas Kristen Maranatha

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

• Memberi tambahan informasi resiliensi bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan, dalam rangka memperkaya materi tentang resiliensi.

• Memberikan sumbangan informasi kepada mahasiswa yang membutuhkan bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai resiliensi. 1.4.2 Kegunaan Praktis

Memberikan informasi mengenai kontribusi protective factors terhadap resiliensi pada orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus dalam rangka mengoptimalkan perkembangan resiliensi agar dapat beradaptasi dan tetap produktif dalam keadaan yang menekan.

Memberikan informasi mengenai kontribusi protective factors terhadap resiliensi pada SLB atau pusat terapi dimana masyarakat biasanya banyak bertanya mengenai pentingnya dukungan untuk orangtua yang memiliki anak berkebutuhan khusus.

1.5 Kerangka Pikir

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang berbeda dari anak pada umumnya karena mereka memiliki perbedaan dalam salah satu atau lebih karakteristik sebagai berikut: (1) karakteristik mental, yaitu perbedaan kemampuan intelektual, termasuk anak-anak yang memiliki kemampuan intelektual superior, dan anak-anak yang lambat dalam belajar; (2) kemampuan


(61)

13

Universitas Kristen Maranatha

sensori, yaitu perbedaan keadaan sensori, termasuk anak-anak dengan keterbatasan auditori, atau visual; (3) kemampuan komunikasi, yaitu perbedaan kemampuan komunikasi, termasuk anak-anak dengan learning disabilities, atau keterbatasan berbahasa dan bicara; (4) perilaku sosial, yaitu perbedaan perilaku yang ditampilkan, termasuk anak-anak yang secara emosional terganggu atau tidak bisa menyesuaikan diri secara sosial; (5) karakteristik fisik, yaitu perbedaan keadaan fisik, termasuk anak-anak dengan cacat non-sensori, yang merintangi kemampuan bergerak dan kemampuan fisik, juga termasuk di dalamnya kondisi mengalami gangguan dalam berbagai kemampuan atau cacat ganda seperti cerebral palsy dan keterbelakangan mental, buta dan tuli. (Kirk, Gallagher, 1986)

Kehadiran anak berkebutuhan khusus dalam sebuah ikatan perkawinan, bisa dihayati sebagai keadaan yang stressfull atau situasi yang menekan (adversity) bagi anggota keluarga yang lain, khususnya ibu yang lebih banyak terlibat dalam pengasuhan anak. Banyak kesulitan yang dialami ibu dari seorang anak berkebutuhan khusus, misalnya ketika pertama kali dihadapkan pada kenyataan bahwa anak mereka tidak seperti anak pada umumnya. Banyak ibu menjadi kecewa, terpukul dan tidak bisa menerima diagnosa anaknya, apalagi ketika melihat anak-anak lain yang tidak mengalami gangguan dan sudah dapat melakukan berbagai macam hal—misalnya berjalan, berbicara dengan lancar atau membaca—sedangkan anak mereka dalam usia yang sama menunjukkan perilaku yang sama sekali berbeda. Kesulitan lain yang dihadapi adalah ketika ibu harus mengasuh dan mendidik anaknya yang memiliki keterbatasan kemampuan dalam berbagai area, seperti area komunikasi, sensori, dan intelektual. Pengasuhan anak


(62)

14

Universitas Kristen Maranatha

berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian dan penanganan lebih, seperti membantu anak mengatasi kesulitan melakukan tugas keseharian atau mengurus dirinya sendiri, dan karenanya melelahkan secara fisik maupun psikis. Hal lain yang menjadi kesulitan adalah masalah finansial, anak-anak berkebutuhan khusus dapat menjadi sumber pengeluaran yang besar, karena kebutuhan medis, sosial dan pelayanan pendidikan khusus (McAndrew, 1976 dalam Gargiulo 1985). Selain itu ibu juga memiliki tanggung jawab mengurus rumah tangganya, memenuhi kebutuhan suaminya, dan memperhatikan perawatan anak-anaknya yang lain.

Adanya adversity dapat mempengaruhi bidang-bidang kehidupan yang lain dari ibu anak berkebutuhan khusus, misalnya pekerjaan, dan sosialisasi. Dalam bidang pekerjaan, hal tersebut dapat mengakibatkan terganggunya konsentrasi dalam melakukan tugas, yang mungkin mengakibatkan penurunan produktivitas. Dalam sosialisasi, hal tersebut mungkin dapat mengganggu kehidupan sosialnya di lingkungan sekitar. Apabila keadaan ini terus berkelanjutan, maka akan berdampak pada pengasuhan anak mereka. Ibu menjadi kelelahan, tidak sabar, dan lalai dalam pengasuhan anak. Di tengah keadaan penuh tekanan tadi ibu diharapkan menyesuaikan diri agar dapat bertahan di tengah masalah, hal ini disebut dengan resiliensi. Menurut Benard (1991) resiliensi adalah kemampuan untuk dapat beradaptasi dengan baik dan mampu berfungsi secara baik di tengah situasi yang menekan dan banyak halangan dan rintangan. Resiliensi mengubah individu menjadi survivor dan berkembang. Ibu yang resilien dapat mengalami keadaan yang dihayatinya sebagai sesuatu yang menekan namun dapat melakukan


(63)

15

Universitas Kristen Maranatha

adaptasi (adjustment) terhadap keadaan yang menekan tersebut dan mengatur agar perilaku yang tampil tetap positif.

Resilience dapat dilihat dari indikator-indikator yang dapat diukur dan diobservasi, yaitu personal strength. Personal strength adalah karakteristik individual yang dihubungkan dengan perkembangan yang sehat dan keberhasilan hidup, yang meliputi: (1) social competence, (2) problem solving, (3) autonomy, dan (4) sense of purpose and bright future. (Benard, 2004)

Social competence meliputi ciri-ciri keterampilan, dan sikap yang penting untuk membangun relasi dan keterikatan yang positif dengan orang lain, yang meliputi: kemampuan ibu untuk memancing respon positif dari keluarga atau lingkungannya (responsiveness); kemampuan ibu untuk menyatakan pendapat atau pandangannya tanpa menyinggung perasaan keluarga atau orang lain dan mampu menangani masalah yang ada (communication). Ciri-ciri lainnya adalah kemampuan ibu untuk mengetahui dan memahami perasaan dan memahami sudut pandang keluarganya serta bersedia untuk peduli terhadap sudut pandang keluarganya dan masyarakat (empathy and caring). Selain itu kesediaan ibu untuk membantu meringankan beban dan membantu teman dan keluarga sesuai kebutuhannya, serta mampu untuk memaafkan diri dan orang lain (compassion, altruism, dan forgiveness) juga adalah salah satu ciri dari social competence.

Problem solving meliputi beragam kemampuan, yaitu: kemampuan ibu untuk membuat rencana untuk dirinya atau kehidupan keluarganya (planning); kemampuan ibu untuk melihat alternatif solusi ketika sedang menghadapi masalah dan mencobakannya (flexibility). Ciri lainnya adalah kemampuan ibu mengenali


(64)

16

Universitas Kristen Maranatha

sumber-sumber dukungan di lingkungan seperti sekolah untuk anak berkebutuhan khusus atau dan mampu memanfaatkan bantuan dan kesempatan yang ada untuk menghadapi kesulitan (resourcefulness). Ciri terakhir adalah kemampuan ibu untuk menganalisis dan memahami masalah yang sedang dihadapi sehingga dapat mencari solusi yang tepat (critical thinking dan insight).

Autonomy merupakan kemampuan ibu untuk bertindak secara mandiri dan memiliki rasa dapat mengontrol lingkungannya. Yang termasuk di dalamnya adalah: penghayatan ibu bahwa dirinya adalah pribadi yang terus berkembang secara positif di tengah masalah yang dihadapi (positive identity); ibu memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas kesehariannya dan merasa mampu mengendalikan tugasnya, serta mampu memotivasi diri untuk memfokuskan perhatian dan mengarahkan perilaku menuju goal (internal locus of control and initiative). Ciri lainnya adalah penghayatan ibu bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mencapai hasil yang diinginkan dan memiliki kemampuan yang diperlukan untuk melakukan suatu kegiatan yang berhubungan dengan anak berkebutuhan khusus (self-efficacy and mastery); kemampuan ibu untuk mengambil jarak secara emosional dari pengaruh buruk lingkungan dengan merasa bahwa dirinya bukan penyebab dari hadirnya keadaan yang buruk tersebut (adaptive distancing and resistance), dan mampu menolak pandangan negatif dari lingkungan sehubungan dengan hadirnya anak berkebutuhan khusus. Ibu juga diharapkan memiliki kemampuan menyadari pikiran, perasaan dan kebutuhan diri ditengah hadirnya anak berkebutuhan khusus tanpa menjadi emosional, dan mampu melakukan restrukturisasi kognitif dalam memandang diri atau


(1)

110

adalah family caring relationship dan family high expectation. Pada autonomy adalah family caring relationship dan dan family opportunities to participate and contribute. Pada sense of purpose and bright future adalah family caring relationship dan dan family opportunities to participate and contribute.

8. Community protective factor yang kontribusinya tidak signifikan pada social competence adalah community caring relationship. Pada problem solving skill adalah community caring relationship, community high expectation, dan community opportunities to participate and contribute. Pada autonomy adalah community caring relationship,dan community high expectation. Pada sense of purpose and bright future adalah community caring relationship, community high expectation, dan community opportunities to participate and contribute.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mengajukan beberapa saran yang dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehubungan dengan penelitian ini, yaitu:

5.2.2 Saran Bagi Peneliti Lain

• Dalam diskusi ditemukan beberapa hasil yang masih berupa pemikiran hipotesis, maka disarankan untuk melakukan penelitian mengenai kontribusi protective factor dari keluarga dan komunitas pada setiap aspek


(2)

111

5.2.3 Saran Guna Laksana

• Keluarga dari ibu anak berkebutuhan khusus dapat membentuk suatu wadah atau ikut serta dalam suatu perkumpulan keluarga anak berkebutuhan khusus yang didalamnya bisa diadakan berbagai macam pelatihan atau seminar, khususnya yang berkaitan dengan pentingnya memberikan ekspektasi yang moderat (tidak berlebihan) pada ibu anak berkebutuhan khusus guna memfasilitasi perkembangan resiliensi.

• Komunitas dapat mengadakan seminar bagi masyarakat umum mengenai pentingnya memberi dukungan pada ibu anak berkebutuhan khusus dengan mempercayai kemampuan ibu untuk dapat mengasuh dan menjadi pribadi yang baik dalam keluarga maupun masyarakat, memberikan kesempatan kepada ibu untuk bertanggung jawab menyelesaikan masalahnya sendiri, dan memberikan kesempatan pada ibu untuk ikut terlibat dalam kegiatan bersama, atau memberikan kontribusi bagi masyarakat, karena hal tersebut diperlukan untuk memfasilitasi perkembangan resiliensi.

• Diharapkan sekolah atau tempat terapi anak berkebutuhan khusus dapat mengadakan lebih banyak seminar dan pertemuan sesama orang tua anak


(3)

112

• Keluarga dapat membantu ibu untuk mengerjakan pekerjaan rumah sehari-hari dan mengasuh anak berkebutuhan khusus dalam keluarga, hal ini berguna selain ibu dapat beristirahat, ibu juga dapat memiliki waktu luang untuk mengembangkan minat dan hobinya.


(4)

113

DAFTAR PUSTAKA

Anastasi, Anne. 1990. Psychological Testing, 6th ed. New York: Macmillan

Publishing Company.

Benard, Bonnie. 1991. Fostering Resiliency in Kids: Protective Factors in the

Family, School, and Community. Portland: Northwest Regional

Educational Laboratory.

Benard, Bonnie. 2004. Resiliency: What We Have Learned. San Francisco: WestEd.

Chaplin, James P. 1975. A Dictionary of Psychology. New York: A Laurel Edition.

Denscombe, Martyn. 2003. The Good Research Guide for Small-scale Social

Research Projects. Philadelphia: Open University Press.

Duvall, Evelyn Ruth Millis. 1977. Marriage and Family Development. Philadelphia: J. B. Lippincott Company.

Graziano, Anthony M. dan Michael L. Raulin. 2000. Research Methods: A

Process of Inquiry, 4th ed. United States of America: Allyn & Bacon.

Gargiulo, Richard M. 1985. Working with Parents of Exceptional Children: A


(5)

114

Handoyo, Y. 2003. Autisma: Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk

Mengajar Anak Normal, Autis, dan Perilaku Lain. Jakarta: Bhuana Ilmu

Populer (BIP).

Henderson, Nan dan Mike M. Milstein. 2003. Resiliency in Schools: Making It

Happen for Students and Educators. United States of America: Corwin

Press, Inc.

Heward, William L. dan Michael D. Orlansky. 1988. Exceptional Children, 3rd ed.

Ohio: Merrill Publishing Company.

Kirk, Samuel A. dan James J. Gallagher. 1986. Educating Exceptional Children,

5th ed. United States of America: Houghton Mifflin Company.

Powers, Michael D. 1989. Children with Autism: A Parents Guide. United States of America: Woodbine House.

Santrock, John W. 2004. Life Span Development, 9th ed. New York:

McGraw-Hill.

Siegel, Bryna. 1996. The World of Autistic Child: Understanding and Treating

Autistic Spectrum Disorders. New York: Oxford University Press.

Sudarsono. 2006. Konstruksi Test: Teknik dan Prosedur. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.

Werner, Emmy E., dan Ruth S. Smith. 2001. Journeys from Childhood to Midlife:


(6)

115

DAFTAR RUJUKAN

Cecylia, Kreen. 2007. Studi Kasus Mengenai Resiliensi Pada Ibu Yang Memiliki

Anak Autistik di Tempat Terapi “X” Bandung. Skripsi, Bandung: Program

Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Triandesa, Trisa. 2008. Suatu Penelitian Mengenai Kontribusi Sumber

Self-Efficacy Terhadap Academic Self-Self-Efficacy Pada Siswa Kelas XII SMA “X” di Kota Bandung: Suatu Studi Pada Siswa Kelas XII yang Akan Menghadapi Ujian Nasional Pada Pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, dan Bahasa Indonesia. Skripsi, Bandung: Program Sarjana Fakultas

Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

Budhiman, Melly. 2003. Ceramah Konferensi Nasional Autisme I. Jakarta.