Pengaruh Herba Pegagan (Centellae Herba) Terhadap Reaksi Inflamasi Dermatitis Alergika dan Histopatologinya Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster.
ABSTRAK
Pengaruh Herba Pegagan (Centellae Herba) Terhadap Reaksi Inflamasi Dermatitis Alergika dan Histopatologinya
Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster
Agni Agustina Widhiarini, 2006; Pembimbing 1: Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. Pembimbing 2: Rosnaeni, dra., Apt.
Dermatitis alergika adalah salah satu jenis alergi pada kulit yang sering ditemukan dalam masyarakat. Pengobatan tradisional untuk mengatasi dermatitis alergika banyak digunakan oleh masyarakat sekarang ini, salah satunya adalah pegagan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa herba pegagan terhadap gambaran dermatitis alergika dan histopatologinya pada mencit.
Penelitian ini dilakukan pada 25 ekor mencit yang dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu kontrol negatif, kontrol positif, dan 3 variasi dosis. Kelompok kontrol positif dan 3 variasi dosis disuntik ovalbumin 10% intrakutan di punggung pada hari 1, 7, dan 22, sedangkan kelompok kontrol negatif disuntik aquadest intrakutan. Infusa herba pegagan 1,3%, 2,6%, 5,2% diberikan per oral pada hari ke-22. Diameter daerah peradangan diukur tiga kali dan jumlah sel radang dihitung dari preparat histopatologi kulit mencit pada hari ke-23. Data dianalisis menggunakan ANAVA dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Tukey HSD (α=0,05).
Hasil penelitian diperoleh diameter daerah peradangan setelah pemberian infusa herba pegagan 1,3%, 2,6%, 5,2%, ovalbumin 10%, dan aquadest berturut-turut adalah 5,40 mm, 4,46 mm, 3,48 mm, 9,29 mm, 0 mm, sedangkan jumlah sel radang daerah lesi berturut-turut adalah 181, 77,60, 54, 375,40, 26,20. Diameter daerah peradangan dan jumlah sel radang berkurang setelah pemberian infusa herba pegagan bila dibandingkan dengan kontrol positif, secara statistik menunjukkan perbedaan sangat bermakna (p<0,01).
Kesimpulan yang didapat adalah infusa herba pegagan dapat mengurangi diameter daerah peradangan dan jumlah sel radang pada mencit dengan dermatitis alergika.
(2)
ABSTRACT
The Effect of Centellae Herba on
the Inflammatory Reaction and Histopathological of Dermatitis Allergica in Swiss Webster Strain Male Mice
Agni Agustina Widhiarini, 2006; 1st Tutor: Diana K. Jasaputra, dr., M.Kes. 2nd Tutor: Rosnaeni, dra., Apt.
Dermatitis allergica is a type of allergy manifestating on the skin which is often seen on the society. Nowadays, traditional therapy to overcome dermatitis allergica is widely used by the society, one of them is Centella asiatica (L.) Urban.
The aim of this experiment is to observe the effect of Centellae herba infuse towards the overall view of dermatitis allergica and its histopathological preparation in mice.
The experiment was conducted with 25 mice which was divided into 5 groups, are the negative control, positive control, and 3 variated dose. The positive control and the other 3 variated dose was injected with ovalbumin 10% on the 1st, 7th, and 22nd day intracutaneously, whereas the negative control was injected with aquadest intracutaneously. Centellae herba infuse 1.3%, 2.6%, 5.2% was given on the 22nd day orally. The diameter of inflammation area was measured three times and the amount of inflammation cells in its histopathological preparation was counted on the 23rd day. The data were analyzed with ANOVA then continued with Tukey HSD (α=0.05).
The result of the experiment indicates that the diameters of inflammation after being treated with Centellae herba infuse 1.3%, 2.6%, 5.2%, ovalbumin 10%, and aquadest are 5.40 mm, 4.46 mm, 3.48 mm, 9.29 mm, 0 mm, whereas the amount of inflammation cells in the lesion area are 181, 77.60, 54, 375.40, 26.20. There is a statistic different in reducing the diameter of inflammation and the amount of cells compared to the positive control (p<0.01).
The conclution which can be taken from this experiment is that Centellae herba infuse is capable of reducing the diameter of inflammation and the amount of cells in mice with dermatitis allergica.
(3)
DAFTAR ISI
JUDUL... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
ABSTRAK... iv
ABSTRACT... v
PRAKATA... vi
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR DIAGRAM... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 2
1.3 Maksud dan Tujuan... 2
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 3
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran... 3
1.5.2 Hipotesis... 4
1.6 Metodologi Penelitian ... 4
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Kulit Normal ... 5
2.1.1 Epidermis ... 7
2.1.1.1 Stratum Basale (Stratum Germinativum)... 8
(4)
ix
2.1.1.2 Stratum Spinosum ... 8
2.1.1.3 Stratum Granulosum ... 8
2.1.1.4 Stratum Lusidum... 9
2.1.1.5 Stratum Korneum ... 9
2.1.2 Dermis ... 10
2.1.3 Hipodermis... 11
2.2 Alergi 2.2.1 Definisi Alergi... 11
2.2.2 Penyebab Alergi ... 12
2.2.3 Sistem Imun dan Mekanisme Terjadinya Alergi ... 13
2.2.4 Reaksi Hipersensitivitas ... 14
2.2.5 Sel-sel Radang... 16
2.3 Ekzema dan Dermatitis ... 17
2.3.1 Dermatitis Atopik... 18
2.3.2 Dermatitis Seboroika dan Dermatitis karena Mikroba... 18
2.3.3 Liken Simpleks Kronik (Neurodermatitis Sirkumskripta)... 18
2.3.4 Dermatitis Nonspesifik (Dermatitis Ekzematosa)... 19
2.3.5 Pomfoliks (Ekzema Dishidrotik) ... 19
2.3.6 Dermatitis Otosensitisasi... 19
2.3.7 Dermatitis Xerotik... 20
2.3.8 Dermatitis Numularis ... 20
2.3.9 Dermatitis Medikamentosa ... 20
2.3.10 Dermatitis Kontak Alergik... 21
2.3.11 Dermatitis Kontak Toksik (Dermatitis Kontak Iritan) ... 21
2.3.12 Dermatitis Fotokontak... 22
2.3.13 Dermatitis Infektif... 22
2.3.14 Dermatitis Statis (Dermatitis Varikosa) ... 22
2.3.15 Dermatitis Eksfoliata Generalisata (Eritroderma)... 23
(5)
x
2.4 Dermatitis Atopik
2.4.1 Definisi Dermatitis Atopik... 24
2.4.2 Insidensi dan Lokalisasi Dermatitis Atopik ... 24
2.4.3 Manifestasi Klinik dan Gejala Dermatitis Atopik... 24
2.4.4 Etiologi dan Patogenesis Dermatitis Atopik ... 25
2.4.5 Diagnosis Dermatitis Atopik... 26
2.4.6 Pengobatan Dermatitis Atopik ... 26
2.5 Dermatitis Kontak Alergik 2.5.1 Definisi Dermatitis Kontak Alergik ... 27
2.5.2 Patofisiologi Dermatitis Kontak Alergik ... 27
2.5.3 Manifestasi Klinik Dermatitis Kontak Alergik ... 28
2.5.4 Diagnosis Dermatitis Kontak Alergik... 28
2.5.5 Pengobatan Dermatitis Kontak Alergik ... 28
2.6 Herba Pegagan (Centellae herba) ... 29
2.6.1 Deskripsi Tanaman... 29
2.6.2 Kandungan Kimia ... 30
2.6.3 Penggunaan Herba Pegagan... 31
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 33
3.2 Hewan Coba ... 33
3.3 Penentuan Besar Sampel ... 34
3.4 Variabel Penelitian ... 34
3.5 Bahan dan Alat... 35
3.6 Prosedur Kerja... 36
(6)
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan ... 38
4.2 Pengujian Hipotesis Penelitian... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 48
5.2 Saran... 48
DAFTAR PUSTAKA... 49
LAMPIRAN 1... 52
LAMPIRAN 2... 53
LAMPIRAN 3... 54
LAMPIRAN 4... 55
LAMPIRAN 5... 57
(7)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Komponen kulit... 5
Gambar 2.2 Perbedaan kulit tebal dan kulit tipis ... 6
Gambar 2.3 Lapisan epidermis kulit ... 7
Gambar 2.4 Herba pegagan (Centellae herba) ... 29
Gambar 2.5 Struktur kimia asiatikoside... 30
Gambar 2.6 Mekanisme kerja pegagan sebagai obat dermatitis... 32
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil pengukuran rata-rata diameter daerah peradangan
pada berbagai kelompok perlakuan... 38 Tabel 4.2 Hasil uji ANAVA ukuran diameter daerah peradangan
dari berbagai kelompok perlakuan... 39 Tabel 4.3 Hasil uji beda rata-rata Tukey HSD ukuran diameter daerah
peradangan dari berbagai kelompok perlakuan dengan α=0,05... 40 Tabel 4.4 Hasil perhitungan rata-rata jumlah sel radang pada berbagai
kelompok perlakuan ... 42 Tabel 4.5 Hasil uji ANAVA jumlah sel radang dari berbagai kelompok
perlakuan... 43 Tabel 4.6 Hasil uji beda rata-rata Tukey HSD jumlah sel radang dari
berbagai kelompok perlakuan dengan α=0,05 ... 44
(9)
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 4.1 Perbandingan rata-rata diameter daerah peradangan
antara kelompok bahan uji dengan kontrol positif... 41 Diagram 4.2 Perbandingan rata-rata jumlah sel radang antara bahan uji
dengan kontrol positif dan kontrol negatif... 45
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Determinasi tanaman ... 52 Lampiran 2 Perhitungan dosis infusa herba pegagan... 53 Lampiran 3 Data lengkap hasil penelitian... 54 Lampiran 4 Gambaran histopatologi jumlah sel radang
pada berbagai kelompok perlakuan... 55 Lampiran 5 Hasil analisis statistik pengaruh herba pegagan terhadap
gambaran dermatitis alergika dan histopatologinya pada mencit jantan galur Swiss Webster
5.1 Hasil analisis terhadap diameter daerah peradangan ... 57 5.2 Hasil analisis terhadap jumlah sel radang pada daerah lesi ... 59
(11)
(12)
(13)
LAMPIRAN 2
PERHITUNGAN DOSIS INFUSA HERBA PEGAGAN
Dosis herba pegagan untuk manusia adalah 0,99 – 2,04 gram/hari ≈ 2 gram/hari
(Departemen Kesehatan RI, 2000)
Faktor konversi untuk mencit yang beratnya 20 gram adalah 0,0026 Mencit yang digunakan dalam penelitian ini beratnya ± 25 gram
Perhitungan dosis infusa herba pegagan 1,3%
Dosis 1 = 2 gram x 25/20 x 0,0026 = 0,0065 gram dalam 0,5 ml aquadest = 0,013 gram / ml
= 1,3 gram / 100 ml = 1,3 %
Perhitungan dosis infusa herba pegagan 2,6%
Dosis 2 = 2 x 2 gram x 25/20 x 0,0026 = 0,013 gram dalam 0,5 ml aquadest = 0,026 gram / ml
= 2,6 gram / 100 ml
= 2,6%
Perhitungan dosis infusa herba pegagan 5,2%
Dosis 3 = 4 x 2 gram x 25/20 x 0,0026 = 0,026 gram dalam 0,5 ml aquadest = 0,052 gram / ml
= 5,2 gram / 100 ml
= 5,2%
(14)
LAMPIRAN 3
DATA LENGKAP HASIL PENELITIAN
Tabel : Hasil pengukuran diameter daerah peradangan pada berbagai kelompok perlakuan
Kelompok perlakuan Mencit Infusa pegagan
dosis 1 (mm)
Infusa pegagan dosis 2 (mm)
Infusa pegagan dosis 3 (mm)
Kontrol positif (mm)
Kontrol negatif (mm)
1 6,30 4,20 3,40 7,70 -
2 6,40 5,30 2,70 9,10 -
3 5,30 4,50 3,60 8,70 -
4 4,90 4,10 3,15 10,30 -
5 4,10 4,20 4,55 10,65 -
Tabel : Hasil perhitungan jumlah sel radang pada berbagai kelompok perlakuan
Kelompok perlakuan Mencit Infusa pegagan
dosis 1 Infusa pegagan dosis 2 Infusa pegagan dosis 3 Kontrol positif Kontrol negatif
1 164 90 56 338 36
2 262 78 51 317 24
3 198 68 45 345 21
4 131 84 56 508 23
5 150 68 62 369 27
(15)
LAMPIRAN 4
GAMBARAN HISTOPATOLOGI JUMLAH SEL RADANG PADA BERBAGAI KELOMPOK PERLAKUAN
Kelompok I : Mencit yang diberi infusa herba pegagan 1,3%
Kelompok II : Mencit yang diberi infusa herba pegagan 2,6%
(16)
56
Kelompok III : Mencit yang diberi infusa herba pegagan 5,2%
Kontrol positif : Mencit yang diberi ovalbumin 10%
(17)
LAMPIRAN 5
Hasil Analisis Statistik Pengaruh Herba Pegagan
Terhadap Reaksi Inflamasi Dermatitis Alergika dan Histopatologinya Pada Mencit Jantan Galur Swiss Webster
5.1 Hasil analisis terhadap diameter daerah peradangan Oneway
(18)
(19)
58
(20)
59
5.2 Hasil analisis terhadap jumlah sel radang pada daerah lesi Oneway
(21)
60
Post Hoc Tests
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
RIWAYAT HIDUP
Nama : Agni Agustina Widhiarini
Nomor Pokok Mahasiswa : 0210064
Tempat, Tanggal Lahir : Magelang, 16 Agustus 1984
Alamat : Jl. Imam Bonjol Gg. Delima No.81B Salatiga
Riwayat Pendidikan :
SD Negeri Anjasmoro 2 Semarang (1990 – 1992) SD Negeri Salatiga 2 (1992 – 1996)
SMP Negeri I Salatiga (1996 – 1999) SMA Negeri I Salatiga (1999 – 2002)
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Marantha (2002 – sekarang)
(27)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Alergi merupakan salah satu penyakit yang sering ditemukan dalam masyarakat. Alergi sangat menggangu aktivitas penderitanya, penyebabnya ada di mana-mana dan tidak disadari datangnya. Alergi ada beberapa jenis, antara lain alergi hidung (rhinitis), alergi saluran napas bagian bawah (asma), dan alergi kulit (eksim/kaligata/dermatitis alergika).
Dermatitis alergika dapat berupa dermatitis atopik dan dermatitis kontak alergika. Dermatitis atopik merupakan alergi kulit dengan gambaran khas gatal-gatal, perjalanan penyakitnya kronis, dan umumnya ada riwayat atopi berupa asma atau rhinitis alergika pada penderita dan atau keluarganya. Dermatitis kontak timbul karena paparan alergen, baik dalam waktu singkat maupun dalam waktu lama, yang berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas tipe IV (Widjaja, 2002).
Dermatitis alergika diperkirakan sebanyak 1-2% dari angka kejadian seluruh penyakit akibat alergi (Widjaja, 2002). Dermatitis alergika merupakan salah satu penyakit yang perlu diperhatikan walaupun angka kejadiannya kecil, karena penyakit ini mengenai kulit yang berfungsi sebagai pelindung tubuh. Dermatitis atopi umumnya timbul pada masa kanak-kanak. Prevalensi dermatitis atopi sekitar 90% terjadi pada anak-anak sebelum usia 5 tahun (Mahdi, 2003). Dermatitis kontak alergika merupakan 20% dari seluruh dermatitis kontak (Irma, Mahadi, 2000).
Masyarakat menganggap alergi dapat sembuh dengan sendirinya, tetapi pada kenyataannya, alergi baru dapat sembuh setelah diobati dan dapat timbul kembali setelah pengobatan dihentikan. Pengobatan alergi dapat secara nonfarmakologi dengan menghindari alergen, dan dapat pula secara farmakologi dengan menggunakan obat-obatan. Sekarang ini kecenderungan masyarakat menggunakan obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit cukup tinggi, karena
(28)
obat tradisional relatif aman dan lebih ekonomis bila dibandingkan dengan obat-obatan modern.
(29)
2
obat tradisional relatif aman dan lebih ekonomis bila dibandingkan dengan obat-obatan modern.
Herba pegagan (Centellae herba) merupakan seluruh bagian tanaman Centella asiatica (L.) Urban. Herba pegagan secara empiris banyak digunakan untuk mengobati dermatitis, demam, antiradang, antiinfeksi saluran kencing, peluruh air seni, hepatitis, penyakit kulit, dan menambah nafsu makan (Djoko Santosa, 2002).
Memperhatikan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk meneliti efek pemberian herba pegagan terhadap dermatitis alergika.
1.2 Identifikasi Masalah
• Apakah infusa herba pegagan mengurangi diameter daerah peradangan dermatitis alergika pada hewan coba mencit ?
• Apakah infusa herba pegagan mengurangi jumlah sel radang pada preparat histopatologi kulit mencit dengan dermatitis alergika ?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud penelitian agar diperoleh obat dermatitis alergika yang optimal. Tujuan penelitian adalah
• Untuk mengetahui efek infusa herba pegagan terhadap diameter daerah peradangan dermatitis alergika pada hewan coba mencit.
• Untuk mengetahui efek infusa herba pegagan terhadap pengurangan jumlah sel radang pada preparat histopatologi kulit mencit dengan dermatitis alergika.
(30)
3
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Manfaat akademis adalah memperluas cakrawala ilmu pengetahuan di bidang farmakologi tentang tanaman obat, khususnya pegagan sebagai obat dermatitis alergika.
Manfaat praktis adalah mengetahui kegunaan pegagan sebagai alternatif pengobatan dermatitis alergika.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Dermatitis alergika pada dasarnya merupakan suatu reaksi inflamasi kulit akibat rangsangan alergen tertentu. Reaksi inflamasi yang terjadi pada dermatitis alergika termasuk suatu gangguan sistem imun, dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I yang melibatkan imunoglobulin E (IgE) (Karnen, 2004).
Pada kontak dengan alergen untuk pertama kalinya, dihasilkan imunoglobulin E (IgE) yang akan menempel pada sel mast atau basofil. Bila terjadi kontak ulangan dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan menempel pada dua IgE yang berdampingan. Ikatan IgE-alergen ini akan menyebabkan degranulasi sel mast dan melepaskan mediator inflamasi yang akan menimbulkan gejala alergi, seperti kemerahan dan gatal-gatal pada kulit (Karnen, 2004).
Pada reaksi inflamasi dermatitis alergika melibatkan berbagai sel radang, salah satunya adalah neutrofil. Neutrofil akan bermigrasi ke tempat inflamasi atas pengaruh faktor kemotaktik (Karnen, 2004). Neutrofil pada daerah lesi akan menghasilkan molekul radikal bebas, yaitu superoksida (O2-), yang menyebabkan kerusakan jaringan dan reaksi peradangan (Junqueira, 1997).
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) mengandung glikosida asiatikosid yang dapat mengobati dermatitis yaitu mengurangi reaksi peradangan di daerah lesi. Asiatikosid bersifat sebagai antioksidan yang dapat mengurangi dampak negatif
(31)
4
molekul radikal bebas (superoksida) yang dihasilkan neutrofil di daerah lesi, sehingga dapat mengurangi reaksi peradangan (Bruneton, 1999).
1.5.2 Hipotesis
• Pemberian infusa herba pegagan mengurangi diameter daerah peradangan dermatitis alergika pada hewan coba mencit.
• Pemberian infusa herba pegagan mengurangi jumlah sel radang pada preparat histopatologi kulit mencit dengan dermatitis alergika.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian prospektif eksperimental laboratoris bersifat komparatif dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan hewan coba mencit jantan dewasa galur Swiss Webster umur 8 minggu dengan berat badan 25 gram. Penelitian ini menilai efek pemberian infusa herba pegagan terhadap model dermatitis alergika pada hewan coba mencit.
Data yang akan diamati adalah diameter daerah peradangan dan jumlah sel radang sebagai respon terhadap efek antialergi herba pegagan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian (ANAVA) satu arah dilanjutkan uji beda rata-rata Tukey HSD dengan α=0,05. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p<0,05.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
(32)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
• Infusa herba pegagan dapat mengurangi diameter daerah peradangan dermatitis alergika pada hewan coba mencit.
• Infusa herba pegagan dapat mengurangi jumlah sel radang pada preparat histopatologi kulit mencit dengan dermatitis alergika.
5.2 Saran
• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis yang lebih bervariasi.
• Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kontrol pembanding.
• Perlu dilakukan uji toksisitas pegagan dan efek samping yang mungkin terjadi setelah menggunakan pegagan.
• Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan bahan uji berupa sediaan galenik lain pada hewan coba yang lain.
(33)
DAFTAR PUSTAKA
Amazing Nature. 2005. Centella asiatica (gotu kola).
http://www.amazing-nature.com/info/centellaasia.htm, 14 November 2005.
Anonymous. 2005. Kesehatan kulit indikator kesehatan kerja.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0501/10/humaniora/1488523.htm, 10 Maret 2005.
Anonymous. 2005. Alergi.
http://www.iptek.net.id/ind/cakr.../cakrawala_idx.php?id=penyakit8.htm, 12 Februari 2005.
Austen, K. Frank. 2001. Allergies, anaphylaxis, and systemic mastocytosis. In Harrison’s: E. Braunwald, A. S. Fauci, D. L. Kasper, S. L. Hauser, D. L. Longo, J. L. Jameson, eds. Principles ofinternal medicine. 15th ed. Volume 2. New York: McGraw-Hill. p. 1913-1915.
Bruneton, Jean. 1999. Pharmacognosy phytochemistry medicinal plants. 2nd ed. Translated by Caroline K. Hatton. New York: Lavoisier Publishing. p.703-704.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Sediaan umum: infusa. Dalam: Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. hal. 9.
_____. 2000. Acuan sediaan herbal. Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. hal. 121-124.
Dewi Ernita Achyad, Ratu Rasyidah. 2005. Pegagan.
http://www.asiamaya.com/jamu/isi/pegagan_centellaasiatica.htm, 13 November 2005.
Djoko Santosa, Didik Gunawan. 2002. Ramuan tradisional untuk penyakit kulit. Cetakan III. Jakarta: Penebar Swadaya. hal. 76-77.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan. hal. 1544-1546.
Junqueira, L. Carlos, Jose Carneiro, Robert O. Kelley. 1997. Histologi dasar. Edisi 8. Terjemahan: Jan Tambayong. Jakarta: EGC. hal. 231-240, 357-364.
(34)
50
Karnen Garna Baratawidjaja. 2004. Imunologi dasar. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK Universitas Indonesia. hal. 1-17, 171-190, 271-282.
Leeson, C. Roland, Thomas S. Leeson, Anthony A. Paparo. 1996. Kulit dan turunannya (integumen). Dalam: Jan Tambajong, Sugito Wonodirekso, editor: Buku ajar histologi. Edisi V. Jakarta: EGC. hal. 306-315.
Mahdi, Andi Dinajani Setiawati. 2003. Dermatitis atopi dan dermatitis kontak. Dalam: Samsuridjal Djauzi, editor: Penatalaksanaan penyakit alergi. Jakarta: Balai Pustaka FK UI. hal. 36-44.
Martini, Frederic H. 2004. The integumentary system. In: Fundamentals of anatomy & physiology. 6th edition. San Francisco: Benjamin Cummings. p. 155-166.
Marwali Harahap. 2000. Pendahuluan. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates. hal. 1-3.
Irma D. Roesyanto, Mahadi. 2000. Ekzema dan dermatitis. Dalam: Marwali Harahap, editor: Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates. hal. 6-29.
Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 1994. Dermatitis atopik urtikaria. Dalam: William R. Solomon, editor: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Terjemahan: Peter Anugerah. Jakarta: EGC. hal. 164-169.
P. Freddy Wilmana. 1995. Analgesik-antipiretik, analgesik anti-inflamasi nonsteroid dan obat pirai. Dalam: Sulistia G. Ganiswarna, editor: Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. hal. 208.
Rassner. 1995. Penyakit kutis akibat reaksi alergi dan reaksi intoleransi. Dalam: Melfiawati S., editor: Buku ajar dan atlas dermatologi. Edisi 4. Jakarta: EGC. hal. 93-107.
Roitt, Ivan M. 2002. Hipersensitivitas. Dalam: Imunologi. Edisi 8. Jakarta: Widya Medika. hal. 296-318.
Siregar, R. S. 2004. Penyakit kulit alergi. Dalam: Huriawati Hartanto, editor: Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC. hal. 107-146.
(35)
51
Swerlick, Robert A., Thomas J. Lawley. 2001. Eczema, psoriasis, cutaneous infections, acne, and other common skin disorders. In Harrison’s: E. Braunwald, A. S. Fauci, D. L. Kasper, S. L. Hauser, D. L. Longo, J. L. Jameson, eds. Principles of internal medicine. 15th ed. Volume 1. New York: McGraw-Hill. p. 309-310.
Setiawan Dalimartha. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 2. Cetakan 1. Jakarta: Trubus Agriwidya. hal. 149-156.
Widjaja, M. C. 2002. Mencegah dan Mengatasi Alergi dan Asma Pada Balita. Cetakan 1. Jakarta: Kawan Pustaka. hal. 1-58.
Wyatt, Eric L., Steven H. Sutter, Lynn A. Drake. 2001. Dermatological pharmatology. In Goodman’s Gilman: Joel G. Hardman, Lee E. Limbird, Alfred Goodman Gilman, editors: The pharmacological basis of therapeutics. 10th ed. USA: McGraw-Hill. p. 1802-1804.
(1)
3
1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Manfaat akademis adalah memperluas cakrawala ilmu pengetahuan di bidang farmakologi tentang tanaman obat, khususnya pegagan sebagai obat dermatitis alergika.
Manfaat praktis adalah mengetahui kegunaan pegagan sebagai alternatif pengobatan dermatitis alergika.
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Dermatitis alergika pada dasarnya merupakan suatu reaksi inflamasi kulit akibat rangsangan alergen tertentu. Reaksi inflamasi yang terjadi pada dermatitis alergika termasuk suatu gangguan sistem imun, dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I yang melibatkan imunoglobulin E (IgE) (Karnen, 2004).
Pada kontak dengan alergen untuk pertama kalinya, dihasilkan imunoglobulin E (IgE) yang akan menempel pada sel mast atau basofil. Bila terjadi kontak ulangan dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan menempel pada dua IgE yang berdampingan. Ikatan IgE-alergen ini akan menyebabkan degranulasi sel mast dan melepaskan mediator inflamasi yang akan menimbulkan gejala alergi, seperti kemerahan dan gatal-gatal pada kulit (Karnen, 2004).
Pada reaksi inflamasi dermatitis alergika melibatkan berbagai sel radang, salah satunya adalah neutrofil. Neutrofil akan bermigrasi ke tempat inflamasi atas pengaruh faktor kemotaktik (Karnen, 2004). Neutrofil pada daerah lesi akan menghasilkan molekul radikal bebas, yaitu superoksida (O2-), yang menyebabkan kerusakan jaringan dan reaksi peradangan (Junqueira, 1997).
Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) mengandung glikosida asiatikosid yang dapat mengobati dermatitis yaitu mengurangi reaksi peradangan di daerah lesi. Asiatikosid bersifat sebagai antioksidan yang dapat mengurangi dampak negatif
(2)
molekul radikal bebas (superoksida) yang dihasilkan neutrofil di daerah lesi, sehingga dapat mengurangi reaksi peradangan (Bruneton, 1999).
1.5.2 Hipotesis
• Pemberian infusa herba pegagan mengurangi diameter daerah peradangan dermatitis alergika pada hewan coba mencit.
• Pemberian infusa herba pegagan mengurangi jumlah sel radang pada preparat histopatologi kulit mencit dengan dermatitis alergika.
1.6 Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian prospektif eksperimental laboratoris bersifat komparatif dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini menggunakan hewan coba mencit jantan dewasa galur Swiss Webster umur 8 minggu dengan berat badan 25 gram. Penelitian ini menilai efek pemberian infusa herba pegagan terhadap model dermatitis alergika pada hewan coba mencit.
Data yang akan diamati adalah diameter daerah peradangan dan jumlah sel radang sebagai respon terhadap efek antialergi herba pegagan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Analisis Varian (ANAVA) satu arah dilanjutkan uji beda rata-rata Tukey HSD dengan α=0,05. Kemaknaan ditentukan berdasarkan nilai p<0,05.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
• Infusa herba pegagan dapat mengurangi diameter daerah peradangan dermatitis alergika pada hewan coba mencit.
• Infusa herba pegagan dapat mengurangi jumlah sel radang pada preparat histopatologi kulit mencit dengan dermatitis alergika.
5.2 Saran
• Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan dosis yang lebih bervariasi.
• Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan kontrol pembanding.
• Perlu dilakukan uji toksisitas pegagan dan efek samping yang mungkin terjadi setelah menggunakan pegagan.
• Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan bahan uji berupa sediaan galenik lain pada hewan coba yang lain.
(4)
Anonymous. 2005. Kesehatan kulit indikator kesehatan kerja.
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0501/10/humaniora/1488523.htm, 10 Maret 2005.
Anonymous. 2005. Alergi.
http://www.iptek.net.id/ind/cakr.../cakrawala_idx.php?id=penyakit8.htm, 12 Februari 2005.
Austen, K. Frank. 2001. Allergies, anaphylaxis, and systemic mastocytosis. In Harrison’s: E. Braunwald, A. S. Fauci, D. L. Kasper, S. L. Hauser, D. L. Longo, J. L. Jameson, eds. Principles of internal medicine. 15th ed. Volume 2. New York: McGraw-Hill. p. 1913-1915.
Bruneton, Jean. 1999. Pharmacognosy phytochemistry medicinal plants. 2nd ed. Translated by Caroline K. Hatton. New York: Lavoisier Publishing. p.703-704. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Sediaan umum: infusa. Dalam:
Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. hal. 9.
_____. 2000. Acuan sediaan herbal. Edisi I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. hal. 121-124.
Dewi Ernita Achyad, Ratu Rasyidah. 2005. Pegagan.
http://www.asiamaya.com/jamu/isi/pegagan_centellaasiatica.htm, 13 November 2005.
Djoko Santosa, Didik Gunawan. 2002. Ramuan tradisional untuk penyakit kulit. Cetakan III. Jakarta: Penebar Swadaya. hal. 76-77.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan. hal. 1544-1546.
Junqueira, L. Carlos, Jose Carneiro, Robert O. Kelley. 1997. Histologi dasar. Edisi 8. Terjemahan: Jan Tambayong. Jakarta: EGC. hal. 231-240, 357-364.
(5)
50
Karnen Garna Baratawidjaja. 2004. Imunologi dasar. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK Universitas Indonesia. hal. 1-17, 171-190, 271-282.
Leeson, C. Roland, Thomas S. Leeson, Anthony A. Paparo. 1996. Kulit dan turunannya (integumen). Dalam: Jan Tambajong, Sugito Wonodirekso, editor: Buku ajar histologi. Edisi V. Jakarta: EGC. hal. 306-315.
Mahdi, Andi Dinajani Setiawati. 2003. Dermatitis atopi dan dermatitis kontak. Dalam: Samsuridjal Djauzi, editor: Penatalaksanaan penyakit alergi. Jakarta: Balai Pustaka FK UI. hal. 36-44.
Martini, Frederic H. 2004. The integumentary system. In: Fundamentals of anatomy & physiology. 6th edition. San Francisco: Benjamin Cummings. p. 155-166.
Marwali Harahap. 2000. Pendahuluan. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates. hal. 1-3.
Irma D. Roesyanto, Mahadi. 2000. Ekzema dan dermatitis. Dalam: Marwali Harahap, editor: Ilmu Penyakit Kulit. Cetakan I. Jakarta: Hipokrates. hal. 6-29. Price, Sylvia A., Lorraine M. Wilson. 1994. Dermatitis atopik urtikaria. Dalam:
William R. Solomon, editor: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 4. Terjemahan: Peter Anugerah. Jakarta: EGC. hal. 164-169.
P. Freddy Wilmana. 1995. Analgesik-antipiretik, analgesik anti-inflamasi nonsteroid dan obat pirai. Dalam: Sulistia G. Ganiswarna, editor: Farmakologi dan terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru. hal. 208.
Rassner. 1995. Penyakit kutis akibat reaksi alergi dan reaksi intoleransi. Dalam: Melfiawati S., editor: Buku ajar dan atlas dermatologi. Edisi 4. Jakarta: EGC. hal. 93-107.
Roitt, Ivan M. 2002. Hipersensitivitas. Dalam: Imunologi. Edisi 8. Jakarta: Widya Medika. hal. 296-318.
Siregar, R. S. 2004. Penyakit kulit alergi. Dalam: Huriawati Hartanto, editor: Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC. hal. 107-146.
(6)
Swerlick, Robert A., Thomas J. Lawley. 2001. Eczema, psoriasis, cutaneous infections, acne, and other common skin disorders. In Harrison’s: E. Braunwald, A. S. Fauci, D. L. Kasper, S. L. Hauser, D. L. Longo, J. L. Jameson, eds. Principles of internal medicine. 15th ed. Volume 1. New York: McGraw-Hill. p. 309-310.
Setiawan Dalimartha. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia jilid 2. Cetakan 1. Jakarta: Trubus Agriwidya. hal. 149-156.
Widjaja, M. C. 2002. Mencegah dan Mengatasi Alergi dan Asma Pada Balita. Cetakan 1. Jakarta: Kawan Pustaka. hal. 1-58.
Wyatt, Eric L., Steven H. Sutter, Lynn A. Drake. 2001. Dermatological pharmatology. In Goodman’s Gilman: Joel G. Hardman, Lee E. Limbird, Alfred Goodman Gilman, editors: The pharmacological basis of therapeutics. 10th ed. USA: McGraw-Hill. p. 1802-1804.