Analisis peramalan pendaftaran siswa baru menggunakan metode seasonal arima dan metode dekomposisi: studi kasus lembaga bimbingan belajar SSC Bintaro

(1)

ANALISIS PERAMALAN PENDAFTARAN SISWA BARU

MENGGUNAKAN METODE SEASONAL ARIMA DAN METODE

DEKOMPOSISI

(Studi kasus: Lembaga Bimbingan Belajar SSC Bintaro)

Nizar Muhammad Al Kharis

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

i

ANALISIS PERAMALAN PENDAFTARAN SISWA BARU

MENGGUNAKAN METODE SEASONAL ARIMA DAN

METODE DEKOMPOSISI

(Studi kasus: Le mbaga Bimbingan Belajar SSC Bintaro)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Matematika

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Nizar Muhammad Al Kharis 108094000020

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

iii

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN .

Jakarta, September 2014

Nizar Muhammad Al Kharis 108094000020


(5)

iv

PERSEMBAHAN

Sebuah hadiah kepada Ibunda tercinta sebagai permintaan

maaf Ananda yang tak sanggup berbakti dengan

sebaik-baiknya bakti

Untuk Adik-adikku tersayang, semoga kalian semangat selalu

dalam menggapai cita-cita kalian


(6)

v

ABSTRAK

Nizar Muhammad Al Kharis, Analisis Peramalan Jumlah Pendaftaran Siswa Baru Menggunakan Metode Seasonal ARIMA dan Metode Dekomposisisi (Studi Kasus Lembaga Bimbingan Belajar Sony Sugema College Cabang Bintaro). Di bawah bimbingan Bambang R uswandi, M.Stat dan Suma’inna, M.Si

Data mengenai jumlah pendaftaran siswa baru di lembaga bimbingan belajar SSC cabang Bintaro dapat digunakan untuk memutuskan perencananaan sumber daya dengan melakukan peramalan. Karena data bersifat musiman, Metode Box-Jenkins Seasonal ARIMA dan metode Dekomposisi merupakan metode yang cocok untuk melakukan analisis runtun waktu. Metode Seasonal ARIMA yang mencari pengaruh data di masa lalu terhadap data masa kini menghasilkan model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 dengan nilai MAPE sebesar 41.853% sedangka n metode Dekomposisi yang memecah data menjadi beberapa faktor menghasilkan model dekomposisi aditif dengan nilai MAPE yang lebih baik yakni 18.153%. Kata Kunci: Metode Box-Jenkins, ARIMA Musiman, Peramalan Dekomposisi, Indeks Musiman.


(7)

vi

ABSTRACT

Nizar Muhammad Al Kharis, New Students Enrollment Forecasting Use Seasonal ARIMA Method and Decompotition Method (Case of Study: Sony Sugema College at Bintaro). Advisored by Bambang R uswandi, M.Stat and Suma’inna, M.Si

New students enrollment at Sony Sugema College can be used to make decision about their resource by forecasting. Since the data is seasonal, using Box-Jenkins Methods Seasonal ARIMA and Decompotition forecasting method is adequate. Seasonal ARIMA method which is trying to find the correlation between past enrollment and the new enrollment generate ARIMA 0,0,0 1,0,0 12

with MAPE 41.853% while Decompotition method which trying to part the data generate aditif model with MAPE 18.153% is more satisfied.

Key Words: Box-Jenkins Methods, Seasonal ARIMA, Decompotition Forecasting, Seasonal Indices.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dalam rangka memperoleh gelar sarjana sains dalam bidang Matematika di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, berikut keluarga, sahabat, serta pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, baik perorangan maupun lembaga. Untuk itu dengan segala kerendahan hati ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Ibu Yanne Irene, M.Si, selaku Ketua Program Studi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Bambang Ruswandi, M.Stat selaku dosen pembimbing I penulis yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta ilmu yang telah diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Ibu Suma’inna, M.Si selaku dosen pembimbing II penulis yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta ilmu yang telah diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Seluruh Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Dosen Prodi Matematika Fakultas Sains dan Teknologi khususnya yang tanpa lelah memberikan ilmunya selama masa perkuliahan.

6. Lembaga Bimbingan Belajar SSC Mutiara Ilmu yang telah menjadi lading bagi penulis untuk belajar dan membagi ilmu.

7. Ibunda tercinta yang selalu memberikan dukungan moril serta do’a kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(9)

viii 8. Untuk adik-adikku tercinta yang selalu memberikan semangat dan menghibur

penulis.

9. Teman-teman Matematika 2008, yang selama ini membantu penulis menghadapi perkuliahan baik di saat suka maupun duka.

10.Agan Shiro Ngampus yang selalu memotivasi para mahasiswa akhir melalui dunia maya dengan karikatur-karikaturnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Dan akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi dunia pendidikan khususnya bagi mahasiswa Program Studi Matematika. Amin.

Jakarta, September 2014


(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………. i

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ……… ii

LEMBAR PERNYATAAN ……… iii

PERSEMBAHAN ………... iv

ABSTRAK ..………...………...…………v

ABSTRACT ...………..………vi KATA PENGANTAR ……… vii

DAFTAR ISI ………..……….……… ix

DAFTAR TABEL ………..…….………...xii

DAFTAR GAMBAR ………..………...xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………..………....xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...………..…..1

1.2 Perumusan Masalah …...………..4

1.3 Pembatasan Masalah ...….………..… 4

1.4 Tujuan Penelitian ..………...5

1.5 ManfaatPenelitian …...………..5

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Deret Berkala dan Proses Stokastik ..………. 6


(11)

x

2.2 Pola Data Deret Berkala………...………... 8

2.3 Stasioneritas ………... 10

2.4 Fungsi Autokorelasi (ACF) …………...………...…….... 14

2.5 Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF) ………..………..… 15

2.6 Metode Box-Jenkins ……….... 16

2.6.1 Proses Autoregressif (AR) ………...16

2.6.2 Proses Moving Average (MA) ………...….. 18

2.6.3 Proses Campuran Autoregressif dan Moving Average ..………...19

2.6.4 Operator Backshift ………... 19

2.6.5 Model Autoregressif Integrated Moving Average ………….…..20

2.6.6 Konstanta pada Model ARIMA ………... 21

2.7 Model Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) ………...22

2.8 Asumsi White Noise .………24

2.8.1 Residu Bersifat Acak ..………...24

2.8.2 Residu Bersifat Normal …………...………...……..25

2.9 Metode Dekomposisi ...……….... 25

2.10 Evaluasi Model …...………..………...28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Sumber Data ……...………...………...30

3.2 Metode Seasonal ARIMA …………...………. 30

3.3 Metode Dekomposisi ……...………..……….. 35

3.4 Alur Penelitian …...………...39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengolahan Data Menggunakan Metode SARIMA ………...……...41

4.1.1 Pemeriksaan Kestasioneran Data …...……….. 41

4.1.2 Identifikasi Model ………45

4.1.3 Penaksiran Parameter dan Diagnosis Model ……...………...…..47


(12)

xi

4.2.1 Menghitung Indeks Musiman …………..………... 61

4.2.2 Pencocokan Trend ………...……. 66

4.2.3 Evaluasi Model ………67

4.3 Perbandingan Hasil Metode SARIMA dan Metode Dekomposisi …….. 67

4.4 Peramalan ………...….. 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………..70

5.2 Saran ……….72

REFERENSI ………...…… 73


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Transformasi Pangkat ………...………....13

Tabel 4.1 Deskripsi data ...………...……… 40

Tabel 4.2 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Data Siswa ………. 42

Tabel 4.3 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller data hasil transformasi ……..… 44

Tabel 4.4 Penaksiran Parameter ARIMA 0,0,0 1,0,0 12……….... 48

Tabel 4.5 Penaksiran Parameter ARIMA 2,0,0 1,0,0 12………..………….. 49

Tabel 4.6 Penaksiran Parameter ARIMA 0,0,2 1,0,0 12…………..……….. 50

Tabel 4.7 Penaksiran Parameter ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 ………51

Tabel 4.8 Nilai Q Box-Pierce ARIMA 0,0,0 1,0,0 12……….... 53

Tabel 4.9 Nilai Q Box-Pierce ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 ………54

Tabel 4.10 Nilai Q Box-Pierce ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 ………..56

Tabel 4.11 Nilai Q Box-Pierce ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 ………..58

Tabel 4.12 Nilai MSE Model ARIMA ………...…. 60

Tabel 4.13 Rangkuman Diagnosis Model ARIMA ………...…….. 60

Tabel 4.14 Tabel Data Hasil Transformasi ……….. 62

Tabel 4.15 Tabel Hasil Perhitungan Rata – Rata Bergerak ………...….. 62


(14)

xiii Tabel 4.17 Hasil Pembagian Data Dengan Rata – Rata Bergerak ………..64 Tabel 4.18 Hasil Perhitungan Indeks Musiman Model Aditif ……….……...…65 Tabel 4.19 Hasil Perhitungan Indeks Musiman Model Multiplikatif ………….. 65

Tabel 4.20 Perhitungan MAPE Model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 ………..68 Tabel 4.21 Perhitungan MAPE Model Dekomposisi Aditif ………...… 68 Tabel 4.22 Peramalan Pendaftaran Siswa Baru Tahun Ajaran 2014 –2015 ...… 69 Tabel5.1 Indeks Musiman Model Aditif ..……….……….71


(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pola Data Horizontal ………. 8

Gambar 2.2 Pola Data Trend ………9

Gambar 2.3 Pola Data Musiman …………...………..…. 9

Gambar 2.4 Pola Data Siklus ………..……… 10

Gambar 3.3 Alur Penelitian ……...………...……….. 39

Gambar 4.1 Plot Data Siswa ………... 41

Gambar 4.2 Plot ACF Data Siswa ……….. 42

Gambar 4.3 Plot Box-Cox data siswa ………...………..43

Gambar 4.4 Plot data hasil transformasi ………. 44

Gambar 4.5 Plot ACF data input model ………. 45

Gambar 4.6 Plot PACF data input model ………...………46

Gambar 4.7 Plot ACF Residu ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 ………...52

Gambar 4.8 Plot Probabilitas Residu ARIMA 0,0,0 1,0,0 12…………...…. 53

Gambar 4.9 Plot ACF Residu ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 ………...54

Gambar 4.10 Plot ProbabilitasResidu ARIMA 2,0,0 1,0,0 12……...…... 55

Gambar 4.11 Plot ACF Residu ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 ……….56

Gambar 4.12 Plot Probabilitas Residu ARIMA 0,0,2 1,0,0 12……….. 57

Gambar 4.13 Plot ACF Residu ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 …………...………..58


(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Data Jumlah Pendaftaran Siswa Baru LBB SSC Bintaro

(Periode Mei 2007 – April 2014) ……...………..75 LAMPIRAN 2 Deseasonalized Data Input dengan Indeks Musiman

Aditif ………..…………. 76

LAMPIRAN 3 Deseasonalized Data Input dengan Indeks Musiman

Multiplikatif ……….…... 77 LAMPIRAN 4 Perhitungan Nilai Parameter Trend ………. 78


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, kesadaran mengenai peristiwa mendatang semakin bertambah dan akibatnya kebutuhan akan berbagai peramalan semakin meningkat. Misalnya berbagai peramalan di bidang ekonomi, perdagangan, industri, lingkungan, dan sosial telah menghadirkan berbagai macam hasil yang dapat digunakan oleh beragam pihak untuk mengambil keputusan. Contoh yang paling lazim tentunya adalah kecermatan dalam peramalan cuaca yang dapat kita gunakan untuk mengambil beberapa keputusan seperti mempersiapkan kebutuhan di musim hujan yang diramalkan akan datang.

Sering kali dijumpai berbagai masalah yang bersifat musiman di sekitar kehidupan. Permasalahan tersebut bagi sebagian orang lantas hanya menjadi angin lalu yang tidak diperhatikan. Padahal jika dicermati dan diteliti, pola musiman yang memiliki pola berulang-ulang tersebut dapat memberikan gambaran akan kondisi masa depan sehingga dapat dibuat suatu perencanaan dan pengambilan keputusan yang baik berdasarkan peramalan yang dilakukan.

Dalam kegiatan organisasi, peramalan merupakan bagian integral dari pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pihak manajemen. Organisasi akan


(18)

2 menentukan sasaran dan tujuan, kemudian berusaha menduga berdasarkan faktor-faktor lingkungan yang ada, lalu memilih tindakan yang diharapkan dapat menghasilkan pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Hal ini menjadikan kebutuhan akan peramalan meningkat seiring dengan keinginan manajemen untuk mengurangi ketergantungan terhadap hal- hal yang belum pasti pada beberapa bagian penting. Beberapa bagian tersebut di antaranya adalah penjadwalan sumber daya yang tersedia, penyediaan sumber daya tambahan, dan penentuan sumber daya yang diinginkan. Mungkin terdapat banyak bagian lain yang memerlukan peramalan, namun ketiga bagian di atas merupakan bentuk khas dari keperluan peramalan dalam suatu organisasi pada umumnya.

Bentuk-bentuk keperluan peramalan yang khas tersebut tentunya juga terdapat pada lingkup organisasi lembaga bimbingan belajar. Peramalan jumlah pendaftaran siswa pada suatu lembaga bimbingan belajar tentunya akan dapat membantu menentukan penjadwalan kelas dan jam belajar (penjadwalan sumber daya), menentukan kapan diperlukannya pengajar tambahan dan buku mater i tambahan bagi siswa baru (penyediaan sumber daya tambahan), serta penentuan peralatan yang dibutuhkan di masa mendatang (penentuan sumber daya yang diinginkan). Oleh karena itu, meramalkan jumlah pendaftaran siswa baru akan sangat penting. Ini dilakukan agar kegiatan belajar mengajar tetap terjaga stabil dan kebutuhan siswa dapat terpenuhi.

Untuk meramalkan jumlah pendaftaran siswa baru pada periode yang akan datang, dapat digunakan analisis deret berkala (time series). Metode peramalan ini


(19)

3 didasarkan atas konsep bahwa hasil observasi saat ini dipengaruhi oleh hasil observasi masa lalu dan hasil observasi yang akan datang dipengaruhi hasil observasi saat ini. Namun karena jumlah pendaftaran siswa baru pada lembaga bimbingan belajar bersifat musiman, maka metode yang cocok untuk digunakan adalah metode Seasonal ARIMA dan metode Dekomposisi.

Metode Seasonal ARIMA merupakan bentuk khusus untuk data musiman dari model ARIMA. Metode Seasonal ARIMA memiliki beberapa asumsi yang harus terpenuhi sehingga memiliki kekuatan dari pendekatan teori statistik. Metode ini sendiri dapat diaplikasikan pada berbagai bidang diantaranya penelitian mengenai peramalan debit air sungai [1], peramalan jumlah penderita demam berdarah [2], dan peramalan produksi air bersih [3]. Berbeda dengan metode Dekomposisi yang lebih sederhana, yakni dengan melakukan proses pemisahan faktor musiman lalu menghitungnya secara terpisah untuk kemudian digunakan kembali dalam peramalan. Metode ini sering diterapkan pada bidang marketing karena kemudahan prosesnya, beberapa diantaranyanya yakni pada peramalan daya beban listrik [4], analisis data runtun waktu Indeks Harga Konsumen [5], dan analisis peramalan ekspor Indonesia [6].

Meskipun kebutuhan peramalan mengenai jumlah pendaftaran siswa baru pada suatu lembaga bimbingan belajar termasuk dalam bidang marketing yang lebih sering menggunakan metode Dekomposisi, namun penerapan metode Seasonal ARIMA dirasa perlu dipertimbangkan me ngingat keunggulannya secara statistik dibandingkan metode Dekomposisi. Berdasarkan uraian di atas maka


(20)

4

penulis membuat skripsi dengan judul “Analisis Pe ramalan Jumlah Pendaftaran Sis wa Baru Menggunakan Metode Seasonal ARIMA dan Metode Dekomposisisi (Studi Kas us Lembaga Bimbingan Belajar SSC Bintaro)”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah memodelkan data deret waktu jumlah pendaftaran siswa baru dengan analisis metode Seasonal ARIMA dan metode Dekomposisi? 2. Bagaimana perbandingan keakuratan hasil peramalan dari metode

Seasonal ARIMA dan metode Dekomposisi?

3. Berapakah nilai peramalan jumlah pendaftaran siswa baru pada periode selanjutnya?

1.3 Batasan Masalah

Data yang digunakan pada penelitian ini terbatas pada:

1. Jumlah pendaftaran siswa baru di Lembaga Bimbingan Belajar SSC Bintaro.

2. Jumlah pendaftaran siswa baru tiap bulan mulai tahun ajaran 2007/2008 hingga tahun ajaran 2013/2014.


(21)

5 1.4 Tujuan Penelitian

Selaras dengan latar belakang masalah dan perumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Melakukan pemodelan data jumlah pendaftaran siswa baru dengan analisis deret waktu menggunakan metode Seasonal ARIMA dan metode Dekomposisi.

2. Menentukan model yang lebih baik untuk digunakan dalam meramalkan jumlah pendaftaran siswa baru pada periode berikutnya.

3. Meramalkan jumlah pendaftaran siswa baru pada periode berikutnya menggunkan metode terpilih.

1.5 Manfaat Penelitian

Penulis berharap penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan dan meningkatkan kemampuan penulis maupun pembaca dalam melakukan analisis data deret waktu musiman.

2. Sebagai bahan pertimbangan di Lembaga Bimbingan Belajar SSC dalam menentukan langkah- langkah manajemen selanjutnya.


(22)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Deret Berkala dan Proses Stokastik

Deret berkala merupakan kumpulan data yang didapatkan melalui observasi per satuan waktu yang terbagi merata, misalkan per jam, per hari atau per bulan [7]. Misalkan data hasil obsevasi ini disebut sebagai , karena tujuan dari analisis deret berkala adalah untuk memodelkan ketidakpastian pada hasil observasi maka diasumsikan bahwa adalah variabel acak. Sehingga sifat-sifat dari akan mengikuti distribusi peluang. Selain itu, asumsi paling penting pada model deret berkala ialah bahwa hasil masing- masing observasi untuk setiap titik waktu yang berbeda adalah bergantung satu sama lain. Lebih tepatnya, kebergantungan inilah yang akan diperiksa dalam analisis runtun waktu. Kumpulan dari variabel acak inilah yang disebut sebagai proses stokastik.

Beberapa konsep dasar yang perlu diketahui dalam proses stokastik diantaranya, yakni rata-rata dan kovarians. dimana untuk suatu proses stokastik

� ∶= 0, ±1, ±2,… fungsi rata - rata didefinisikan oleh:

� = � untuk �= 0, ±1, ±2,… 2.1 Yakni nilai ekspektasi proses stokastik pada selang waktu t, artinya bisa berbeda untuk setiap selang waktu.


(23)

7 Sedangkan fungsi Autokovarians didefinisikan sebagai berikut:

�, = �, = �− � − = � − � 2.2 untuk �, = 0, ±1, ±2,…

Dan selanjutnya, fungsi Autokorelasi yang diberikan oleh:

, = �� �, = �

,

� 1 2=

�, �,�∙ ,

1 2 2.3

untuk �, = 0, ±1, ±2,…

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka dihasilkan beberapa sifat umum sebagai berikut:

1. ,� = � � , ��,� = 1

2. , = ,�, ��, =� ,� 2.4

3. , = �,� ∙ , , ��, 1

Nilai �, yang mendekati ±1 menunjukkan ketergantungan yang kuat, sedangkan jika nilainya mendekati 0 menunjukkan ketergantungan yang lemah atau tidak terdapat ketergantungan linier. Jika �, = 0, maka dapat dikatakan bahwa dan tidak memiliki korelasi.


(24)

8 2.2 Pola Data Deret Berkala

Salah satu langkah penting dalam memilih metode peramalan adalah mempertimbangkan pola data sehingga metode peramalan yang sesuai dengan data tersebut dapat bermanfaat. Berikut ini adalah pola-pola deret berkala yang telah dikenal [8]:

1. Pola Data Horizontal

Pola horizontal terjadi ketika nilai- nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Penjualan produk yang tidak naik ataupun turun secara signifikan dalam suatu rentang waktu tertentu. Pola data ini dapat digambarkan sebagai berikut:


(25)

9 2. Pola Data Trend

Pola data trend didefinisikan sebagai kenaikan atau penurunan pada suatu deret waktu dalam selang periode waktu tertentu. Pola data ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Pola Data Trend

3. Pola Data Musiman

Pola data musiman terjadi ketika data dipengaruhi faktor musiman yang signifikan sehingga data naik dan turun dengan pola yang berulang dari satu periode ke periode berikutnya. Data penjualan buah-buahan dan konsumsi listrik rumah tangga menunjukkan pola data tipe ini. Pola data musiman dapat digambarkan sebagai berikut:


(26)

10 4. Pola Data Siklus

Pola data siklus didefinisikan sebagai fluktuasi data berbentuk gelombang sepanjang periode yang tidak menentu. Pola data musiman dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.4 Pola Data Siklus 2.3 Stasioneritas

Suatu data dapat dikatakan stasioner apabila pola data tersebut berada pada kesetimbangan di sekitar nilai rata yang konstan dan variansi disekitar rata-rata tersebut konstan selama waktu tertentu [9]. Pada model stasioner, sifat-sifat statistik di masa yang akan datang dapat diramalkan berdasarkan data historis yang telah terjadi di masa lalu. Berdasarkan definisi, suatu proses stokastik dikatakan stasioner jika distribusi bersama dari �1 , �2 ,…, � sama dengan distribusi bersama dari �1− , �2− ,…, ��− untuk setiap waktu � dan dan untuk setiap selang waktu .

Hal ini menyebabkan jika � = 1, maka = �− , untuk semua � dan , sehingga fungsi rata-rata konstan sepanjang waktu. Selain itu,


(27)

11 �, = �− , − . Apabila dipilih �= , kemudian =�, maka didapatkan,

�, = �, = �− , 0

= 0, −�

= 0, � −

= 0, � −

Hal ini berarti kovarians antara dan bergantung hanya pada selisih waktu bukan pada waktu ke � dan . Oleh karena itu, pada sebuah proses stokastik yang stasioner, notasi di atas dapat disederhanakan menjadi

= , � − dan � = �� , �−

Dan berdasarkan persamaan [2.3] maka � = 0,

Sehingga sifat umum mengenai kovarians pada persamaan [2.4] akan menjadi

0 = � � , �0 = 1

= , � = � 2.5


(28)

12 Jadi jika sebuah proses stokastik benar-benar stasioner dan memiliki varians berhingga, maka fungsi kovariansnya hanya akan bergantung pada selang waktu.

Pengujian stasioneritas dari suatu data deret waktu dapat dilakukan dengan melakukan Uji Augmented Dicky Fuller [10]. Uji ini merupakan salah satu uji yang paling sering digunakan dalam pengujian stasioneritas dari data, yakni dengan melihat apakah terdapat akar satuan di dalam model.

Hipotesis: 0: �= 0 (data deret waktu tidak stasioner)

1: �< 0 (data deret waktu stasioner) Statistik Uji:

� = � � Kriteria Pengujian:

Tolak 0 jika � ≥ �, Dickey Fuller

dengan: � = parameter yang ditaksir � = jumlah data

= taraf signifikansi (0.05) � = konstanta


(29)

13 Sering kali data pada suatu penelitian tidak menunjukkan kestasioneran Ketidakstasioneran ini bisa disebabkan karena data belum stasioner secara rata – rata, varians atau keduanya.

Pada data yang belum stasioner secara varians maka dapat dilakukan proses transformasi Box-Cox dengan rumus = λ−1

λ dimana � ≠ 0. Selain itu juga dapat menggunakan transformasi pangkat [11] dengan kriteria sebagai berikut:

Tabel 2.1 Transformasi Pangkat

Nilai Transformasi

-1,0 1

-0,5 1

0,0 ln

0,5

1,0 Tanpa Transformasi

Dimana � adalah parameter transformasi yang dapat ditaksir dari data runtun

waktu dan t= 1, 2, …, n. Pada data yang belum stasioner secara rata-rata maka dapat dilakukan proses differencing, yakni dengan mengurangi data dengan data itu sendiri namun dengan lag yang berbeda sesuai dengan kebutuhan. Dan jika


(30)

14 data belum stasioner secara rata-rata maupun varians maka dilakukan transformasi data dan dilanjutkan dengan proses differencing.

2.4 Fungsi Autokorelasi (ACF)

Fungsi autokorelasi berarti hubungan (korelasi) terhadap diri sendiri, yaitu korelasi antara suatu hasil observasi dengan hasil observasi itu sendiri namun dengan time lag yang berbeda misal dengan + . Menurut [12] autokorelasi pada lag ke- untuk suatu observasi deret waktu dapat diduga dengan koefisien autokorelasi sampel.

� = �− �+ −

� − �=1

− 2 �=1

, = 0,1,2,… 2.6

Dimana

� = koefisien korelasi untuk lag periode ke-

� = nilai observasi pada periode ke-� �+ = nilai observasi pada periode ke- �+

= rata-rata nilai observasi

Menurut [13], karena � merupakan fungsi terhadap lag ke- maka hubungan antara autokorelasi dengan lagnya dapat disebut sebagai fungsi autokorelasi.


(31)

15 Untuk memeriksa apakah suatu � berbeda secara nyata dari nol, dapat digunakan rumus kesalahan standar dari � yakni = 1/. Sehingga seluruh nilai korelasi dari barisan data yang random (tidak berautokorelasi signifikan) akan terletak di dalam daerah nilai tengah nol ditambah atau dikurangi nilai

z-� pada taraf signifikansi 95 % yakni 1,96 kali kesalahan standa rd.

2.5 Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF)

Fungsi autokorelasi parsial menyatakan hubungan antara suatu hasil observasi dengan hasil observasi itu sendiri. Autokorelasi parsial pada lag ke- dinyatakan sebagai korelasi antara dan �− setelah dihilangkannya efek dari variabel- variabel � −1, �−2,…, � − +1. Levinson (1940) dan Durbin (1960) memberikan metode yang efisien untuk mendapatkan penyelesaian dari persamaan Yule-Walker untuk mendapatkan nilai autokorelasi parsial sebagai berikut.

∅ =� − ∅ −1, � − −1

=1

1− =1−1∅ 1, �

2.7

Dimana

∅ = koefisien autokorelasi parsial untuk lag periode ke- . ∅ = ∅ 1, − ∅ ∅ 1, 1, = 1,2,… −1


(32)

16 2.6 Metode Box Jenkins

Metode Box-Jenkins atau sering disebut sebagai ARIMA (Autoregressive Intergrated Moving Average) merupakan integrasi dari beberapa model runtun waktu yang terlebih dahulu ada. Model Autoregressif pertama kali diperkenalkan oleh Yule (1926) dan dikembangkan oleh Walker (1931), sedangkan model

Moving Average pertama kali digunakan oleh S lutzky (1937). Kemudian dasar-dasar teoritis untuk kombinasi dari kedua model ini (ARMA) dihasilkan oleh Wold (1938). Keseluruhan metode ini kemudian dipelajari secara mendalam oleh George Box dan Gwilym Jenkins (1976), dan nama mereka sering disinonimkan dengan metode ARIMA itu sendiri.

2.6.1 Proses Autoregressif (AR)

Proses autoregressif memiliki arti regresi pada diri sendiri. Lebih spesifik, proses autoregresif orde � menyatakan persamaan[7]:

� = ∅1 �−1 +∅2 �−2+⋯+∅� � −� + � 2.8

Dimana diasumsikan bahwa stasioner dan = 0

Jadi, nilai barisan adalah kombinasi linier dari sejumlah � nilai terakhir di masa lampau ditambah sebuah yang menyatakan sesuatu yang tidak dapat dijelaskan oleh nilai- nilai di masa lampau tersebut. Selain itu merupakan variabel acak yang independent dengan rata-rata nol.


(33)

17 Secara umum rumus untuk mencari nilai autokorelasi untuk proses AR(�) secara umum dapat diperoleh sebagai berikut[7]:

� =∅1� −1+∅2� −2+⋯+∅�� −�, untuk ≥1 2.9 dan varians dari proses AR (�) adalah[7]:

0 =

�2

1− ∅11− ∅22 − ⋯ − ∅

Dengan mengganti = 1,2,…,� dan �0 = 1 serta � =� pada persamaan di atas maka diperoleh Persamaan Yule-Walker sebagai berikut:

�1=∅1 +∅2�1+⋯+∅��� −1

�2 =∅1�1 +∅2+⋯+∅��� −2 2.10

= ∅1��−1+∅�−2+⋯+∅�

Jika diberikan nilai ∅1,∅2,…,∅, sistem persamaan linier ini dapat diselesaikan untuk mendapatkan �1,�2,…,�1 dan untuk � pada orde yang lebih tinggi.

Untuk keperluan identifikasi model, jika suatu deret waktu memiliki grafik fungsi autokorelasi yang turun secara eksponensial dan fungsi autokorelasi parsial terputus pada lag ke-p, maka deret waktu tersebut dapat dimasukkan kedalam proses AR(�).


(34)

18 2.6.2 Proses Moving Average (MA)

Bentuk umum untuk proses MA dengan orde , ditulis MA ( ) diberikan oleh

� = � − �1 � −1 − �2 �−2− ⋯ − � �− 2.11

Yakni, nilai barisan adalah kombinasi linier dari sejumlah terakhir di masa lampau.

Secara umum rumus untuk mencari nilai autokorelasi untuk proses MA( ) secara umum dapat diperoleh sebagai berikut [7]:

� = −� +�1� +1+�2� +2+⋯+� − � 1 +�12 +�22+⋯+�2

, = 1,2,…, 2.12

= 0 untuk ≥ + 1 Sebagai pelengkap, varians dari proses MA( ) adalah[7]:

0 = 1 +�1

2 +

2

2++22

Sekali lagi untuk keperluan identifikasi, jika suatu deret waktu memiliki grafik fungsi autokorelasi yang terputus pada lag ke-q dan fungsi autokorelasi parsial turun secara eksponensial, maka deret waktu tersebut dapat dimasukkan kedalam proses MA( ).


(35)

19 2.6.3 Proses Campuran Autoregressif dan Moving Average (ARMA)

Jika diasumsikan bahwa suatu deret berkala memiliki model yang sebagian merupakan proses Autoregressif dan sebagian yang lain merupakan proses Moving Average maka deret tersebut akan memiliki model yang secara umum berbentuk[7]:

� = ∅1 �−1+∅2 �−2 +⋯+∅� � −�+ �− �1 �−1− �2 � −2− ⋯ − � �−

Yakni merupakan proses campuran Autoregressif Moving Average dengan orde � dan atau biasa disingkat dengan nama ARMA �, .

2.6.4 Ope rator Backshift

Operator backshift yang dinyatakan dengan B merupakan sebuah operator dengan penggunaan sebagai berikut[12]:

�� =��−1

Dengan kata lain, notasi � yang dipasang pada � mempunyai pengaruh menggeser data satu periode ke belakang.

Operator backshift sering digunakan untuk menggambarkan proses pembedaan (differencing) untuk membuat data yang rata-ratanya tidak stasioner menjadi lebih dekat ke bentuk stasioner. Berikut ini gambaran pembedaan menggunakan operator backshift.


(36)

20 �=

�− ��−1 �=

�− ���= 1− � ��

Perhatikan bahwa pembedaan pertama dinyatakan dengan 1− � . Untuk pembedaan orde kedua perhatikan penggambaran berikut:

�" = �′ − �′� −1

= �− ��−1 − ��−1− ��−2 =� −2��−1 − ��−2

= 1−2�+�2 � = 1− � 2

Perhatikan bahwa pembedaan orde kedua dinya takan dengan 1− � 2, hal ini penting untuk memperlihatkan bahwa pembedaan orde kedua tidak sama dengan pembedaan kedua.

2.6.5 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Suatu deret berkala dikatakan mengikuti model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) jika pembedaan orde ke- dari �merupakan proses ARMA yang stasioner yakni �� = 1− � �. Karena �� adalah proses ARMA �, , maka dapat disebut sebagai proses ARIMA �, , . Dalam bentuk operator backshift model ARIMA dapat ditulis sebagai berikut,


(37)

21 ∅ � 1− � =� �

dimana

∅ � = 1− ∅1� − ∅2�2− ⋯ − ∅�� adalah operator backshift proses AR

� � = 1− �1� − �2�2− ⋯ − ��� adalah operator backshift proses MA

1− � = operator differencing ordo ke- . 2.6.6 Konstanta pada Model ARIMA

Asumsi dasar yang selalu dipakai oleh semua model, dimulai dari model AR hingga model ARIMA, adalah bahwa model - model tersebut stasioner dan memiliki rata – rata nol. Pada bagian ini akan dibahas bagaimana jika model – model tersebut memiliki nilai rata – rata konstan bukan nol.

Model stasioner ARMA � yang memiliki rata – rata konstan bukan nol dapat dibentuk sebagai berikut[7]:

− =∅1 �� −1− +∅2 �� −2− +⋯+∅� �� −� − + � − �1 �−1 − �2 �−2− ⋯ − � �−

Atau

=∅1�� −1 +∅2�� −2 +⋯+∅��� −� +�+ � − �1 � −1 − �2 �−2 − ⋯ − � �−


(38)

22 2.7 Model Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA)

Model seasonal ARIMA merupakan bentuk khusus dari model ARIMA jika terdapat unsur musiman yang jelas pada hasil observasi . Hal ini berarti data memiliki pola berulang – ulang dalam selang waktu yang tetap. Selain melalui grafik data, unsur musiman juga dapat dilihat melalui grafik ACF dan PACF. Untuk menanggulangi ketidakstasioneran data akibat unsur musiman maka dapat dilakukan proses differencing sebesar periode musimannya.

Differencing musiman dari ditulis dengan sehingga

� = 1− � �

Dengan adalah panjang periode per musim.

Model Seasonal mengalihkan perhatiannya kepada data sebelumnya dengan jarak (lag) sepanjang musiman yang terjadi. Berdasarkan ide tersebut, maka model MA � yang bersifat seasonal dengan musiman sepanjang dinyatakan oleh[7]:

� = �− �1 �− − �2 �−2 − ⋯ − �� �−�

Atau dalam bentuk operator backshift,

� = 1− �1� − �2�2 − ⋯ − ���� �


(39)

23 Sedangkan untuk model seasonal AR dengan musiman sepanjang dapat dinyatakan oleh[7]:

� = ∅1 �− +∅2 �−2 +⋯+∅ � − + �

Atau dalam bentuk operator backshift,

�−∅1 �− − ∅2 � −2 − ⋯ − ∅ �− = �

1− ∅1� − ∅2�2 − ⋯ − ∅��� � = �

∅ � � = �

Sehingga jika suatu hasil observasi mengikuti proses yang dibentuk oleh gabungan antara model ARIMA �, , dan model SARIMA ,�,� , maka modelnya dapat dimanipulasi menggunakan operator backshift sebagai berikut:

∅ � ∅ � ∇d s D

� =� � � � �

dimana

∇d = operator differencing non musiman ordo ke- ∇sD = operator differencing musiman ordo ke-�


(40)

24 2.8 Asumsi White Noise

Suatu model yang baik akan memiliki sifat white noise, yaitu memenuhi asumsi residual yang bersifat acak dan berdistribusi normal.

2.8.1 Residu Bersifat Acak

Keacakan sekumpulan barisan residu dapat diperiksa dengan memperhatikan fungsi autokorelasi dari barisan residu tersebut. Barisan residu dikatakan acak apabila tidak terdapat autokorelasi yang signifikan untuk setiap lag yang ditentukan. Untuk lebih formal, keacakan residu dari suatu model dapat diuji menggunakan uji statistik Q Box-Pierce dengan hipotesis sebagai berikut:

0:�1 =�2 =⋯= � = 0 (residu bersifat acak) 1:∃�� ≠ � = 0 (residu tidak bersifat acak) Dengan �= 0.05 dan statistik uji:

� =� �+ 2 � 2

� − =1

Serta kriteria uji:

Terima 0 jika nilai �> �, atau �- � >�. Artinya secara keseluruhan, autokorelasi dari barisan residu yang diuji tidak berbeda dari nol, atau dengan kata lain residu bersifat acak.


(41)

25 2.8.2 Residu Bersifat Normal

Untuk memeriksa apakah residu bersifat normal atau tidak, dapat dilakukan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov dengan hipotesis sebagai berikut;

0: residu berdistribusi normal 1: residu tidak berdistribusi normal Dengan �= 0.05 dan statistik uji:

� = � �0 � − �

Serta kriteria uji:

Tolak 0 jika jika �ℎ�� <� atau �- � > �. Artinya residu bersifat normal.

2.9 Metode Dekomposisi

Suatu pendekatan pada analisis data deret berkala meliputi usaha untuk mengidentifikasi komponen-komponen yang mempengaruhi tiap-tiap nilai pada sebuah data deret berkala. Prosedur pengidentifikasian ini disebut dekomposisi. Tiap-tiap komponen diidentifikasi secara terpisah. Proyeksi tiap-tiap komponen ini kemudian digabung untuk menghasilkan ramalan nilai- nilai masa mendatang dari data deret berkala tersebut.


(42)

26 Metode dekomposisi biasanya mencoba memisahkan tiga komponen dari pola dasar yang cenderung mencirikan pola deret data ekonomi dan bisnis. Komponen-komponen tersebut adalah trend, siklus dan musiman. Faktor trend menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang dan dapat meningkat, menurun atau tidak berubah sama sekali. Faktor siklus menggambarkan naik turunnya ekonomi atau industri tertentu. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan. Perbedaan antara musiman dan siklus adalah bahwa musiman berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap, sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih lama dan panjangnya berbeda dari siklus yang satu ke siklus yang lain.

Metode dekomposisi berasumsi bahwa data tersusun sebagai berikut[12]: � = � � + � ℎ �

= �� � , � � , � � + � ℎ �. Jadi selain komponen pola, terdapat pula unsur kesalahan yang acak.

Keempat komponen dalam analisis deret berkala adalah sebagai berikut[12]:

1. Komponen trend, adalah komponen jangka panjang yang mendasari pertumbuhan atau penurunan dalam suatu data deret berkala.

2. Komponen musiman, menggambarkan pola perubahan yang berulang secara terartur dari waktu ke waktu


(43)

27 3. Komponen siklis, fluktuasi gelombang yang mempengaruhi keadaan

selama lebih dari semusim.

4. Komponen kesalahan, komponen tak beraturan yang tebentuk dari fluktuasi- fluktuasi yang disebabkan oleh peristiwa tak terduga.

Metode dekomposisi termasuk pendekatan peramalan tertua. Metode ini digunakan oleh para ahli ekonomi untuk mengenali dan mengendalikan siklus bisnis. Terdapat beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisi suatu deret berkala, yang semuanya bertujuan memisahkan dat deret berkala seteliti mungkin. Konsep dasar dalam pemisahan tersebut bersifat empiris dan tetap yang mula- mula adalah memisahkan musiman, lalu trend, dan akhirnya siklus.Residu yang ada dianggap yang walaupun tidak dapat diprediksi, namun dapat diidentifikasi.

Menurut [14] Penulisan matematis secara umum dari model dekomposisi adalah:

= �,�, , di mana

adalah data aktual pada periode ke-� � adalah indeks musiman pada periode ke-�

� adalah unsur siklus pada periode ke-� � adalah unsur kesalahan pada periodeke-�.


(44)

28 Bentuk fungsional yang pasti dari persamaan di atas bergantung pada metode dekomposisi yang digunakan diantaranya yakni metode dekomposisi rata-rata sederhana yang berasumsi pada model aditif:

= �+�+ +

Metode dekomposisi rasio-trend yang berasumsi pada model multiplikatif: � = �∗ �

Metode dekomposisi rata-rata sederhana dan rasio pada trend pada masa lampau telah digunakan terutama karena perhitunga nnya yang mudah tetapi metode-metode tersebut kehilangan daya tarik dengan dikenalnya komputer secara meluas, dimana mengakibatkan aplikasi pendekatan dengan variasi metode rata-rata bergerak lebih disukai.

2.10 Evaluasi Model

Model yang baik tentunya memiliki tingkat keakuratan yang baik. Untuk mengukur tingkat keakuratan ini, ada beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil peramalan model terhadap data observasi. Beberapa alat ukur tersebut yakni,

1. Mean Square Error (MSE)

= 1

� �− �� 2 �


(45)

29 2. Mean Absolute Error (MAE)

= 1

� � − �� �

�=1

3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)

= 100

� � − �

� �

�=1 dimana:

� = nilai observasi pada periode ke-� � = peramalan untuk periode ke-t


(46)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa jumlah pendaftaran siswa baru mulai tahun ajaran 2007 – 2008 hingga tahun ajaran 2013 – 2014. Data tersebut berjumlah sebanyak 84 data runtun waktu yang diperoleh dari lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College cabang Bintaro. Dalam pengujiannya, data dari tahun ajaran 2007-2008 hingga tahun ajaran 2012-2013 digunakan untuk menentukan model yang sesuai sedangkan data dari tahun ajaran 2013-2014 digunakan untuk mengevaluasi model yang tepat untuk digunakan sebagai peramalan. Data pendaftaran siswa baru tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.2 Metode Seasonal ARIMA

1. Pemeriksaan Kestasioneran Data

Untuk menguji apakah data yang digunakan memiliki sifat stasioner atau tidak, dapat dilihat grafik fungsi autokorelasinya. Data yang tidak stasioner akan memiliki pola yang cenderung lambat menuju nol pada beberapa lag awal. Selain itu karena data yang digunakan memiliki unsur musiman, maka akan terlihat beberapa korelasi yang lebih signifikan dan berulang sepanjang musiman data.


(47)

31 Secara lebih formal, untuk menguji kestasioneran data maka akan digunakan uji Augmented Dickey-Fuller dengan hipotesis dan kriteria uji sebagai berikut:

Hipotesis:

0: �= 0 (data deret waktu tidak stasioner) 1: �< 0 (data deret waktu stasioner)

Kriteria Pengujian:

Tolak 0 jika � ≥ �, Dickey Fuller

Jika data menunjukkan ketidakstasioneran maka perlu diputuskan apakah data tidak stasioner secara rata-rata atau varians atau keduanya, selanjutnya dapat ditanggulangi dengan transformasi atau/dan differencing.

2. Identifikasi model

Setelah data dinyatakan bersifat stasioner baik secara rata-rata maupun varians maka dapat dilakukan pemilihan model yang tepat berdasarkan kriteria yg ada. Hal ini penting dilakukan agar hasil peramalan dari model yang dibentuk tidak sia-sia. Model yang tepat tentu akan menghasilkan peramalan yang memuaskan.


(48)

32 Menurut [15] model SARIMA dapat dipilh dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan dan PACF perlahan- lahan menghilang (dies down), maka diperoleh model non seasonal MA (q=1 atau 2).

b. Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan dan PACF perlahan- lahan menghilang (dies down), maka diperoleh model seasonal MA (Q=1).

c. Jika ACF terpotong setelah lag musiman L; lag non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2, maka diperoleh model non seasonal-seasonal

MA (q=1 atau 2; Q=1).

d. Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan, maka diperoleh model non seasonal AR (p=1 atau 2).

e. Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR (P=1).

f. Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dies down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; dan non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1atau 2, maka diperoleh model non seasonal dan seasonal AR (p=1 atau 2 dan P=1).

g. Jika ACF dan PACF perlahan- lahan menghilang (dies down) maka diperoleh campuran (ARMA) model.


(49)

33 3. Estimasi Parameter dari model

Setelah beberapa model telah terpilih, langkah selanjutnya adalah mengestimasi parameter-parameter dari model itu sendiri. Pada penelitian ini metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter model ialah dengan metode perbaikan secara iteratif. Taksiran awal dipilih kemudian diperhalus secara iteratif hingga kesalahan menjadi sekecil mungkin. Proses ini akan dikerjakan oleh suatu program komputer.

4. Pengujian Model

Setelah model- model terpilih telah diestimasi nilai parameternya, langkah selanjutnya ialah menguji apakah model tersebut sesuai dengan data. Beberapa pengujian yang harus dilalui adalah;

a. Keberartian koefisien

Hipotesis dan kriteria uji keberartian koefisien adalah sebagai berikut: Hipotesis: 0: koefisisen tidak berarti

1: koefisien berarti

Dengan �= 0.05

Kriteria uji:


(50)

34 b. Memenuhi asumsi White Noise

Yakni suatu asumsi yang menyatakan bahwa residu bersifat acak dan normal. Hipotesis dan kriteria uji keacakan residu adalah sebagai berikut: Hipotesis: 0:�1 =�2 =⋯= � = 0 (residu bersifat acak)

1:∃�� ≠ � = 0 (residu tidak bersifat acak)

Kriteria uji:

Terima 0 jika nilai �> � �, atau �- � >�.

Sedangkan hipotesis dan kriteria uji kenormalan residu adalah sebagai berikut:

Hipotesis:

0: residu berdistribusi normal 1: residu tidak berdistribusi normal

Kriteria uji:

Tolak 0 jika jika �ℎ�� >� atau �- � < �. c. Pemilihan model terbaik

Dari beberapa model yang memenuhi asumsi keberartian koefisien dan asumsi white noise akan dipilih satu model terbaik yang ditentukan melalui nilai MSE dari masing – masing model.


(51)

35 5. Peramalan

Setelah model tebaik dari beberapa model dugaan sementara dipilih, maka dapat dilakukan peramalan untuk periode selanjutnya menggunakan persamaan dari model terpilih tersebut. Hasil peramalan metode SARIMA bisa digunakan dalam peramalan jangka waktu menengah yaitu tiga bulan sampai dengan dua tahun [16].

Hasil peramalan model SARIMA yang diperoleh kemudian akan dibandingkan dengan hasil peramalan model dekomposisi menggunakan data input 1 musim terakhir yakni data tahun ajaran 2013 – 2014. Model peramalan dikatakan baik jika nilai MAPE kurang dari 20%. Model dengan nilai MAPE yang lebih baik akan digunakan pada peramalan untuk periode tahun ajaran berikutnya.

3.3 Metode Dekomposisi

Sebelum data masuk ke dalam metode dekomposisi maka terlebih dahulu dilakukan penormalan terhadap data. Hal ini dilakukan karena sebagian besar analisis statistik inferensia (parametrik) menggunakan asumsi normal pada data untuk menghasilkan rumus perhitungannya. Jadi data yang akan digunakan adalah data hasil transformasi.

Selanjutnya masuk pada proses pendekomposisian data. Berikut ini tahapan-tahapan dalam menggunakan metode dekomposisi pada suatu barisan data runtun waktu:


(52)

36 1. Menghitung Indeks Musiman

a. Dekomposisi Aditif

Langkah – langkahnya sebagai berikut:

i. Trend-Siklus � dihitung menggunakan rata-rata bergerak sepanjang 1 musiman (� data berurutan). Trend-Siklus terkadang dipisahkan ke dalam komponen trend dan komponen siklus, tapi pembedaan ini agaknya buatan dan sebagian besar prosedur-prosedur dekomposisi menjadikan trend dan siklus sebagai komponen tunggal.

ii. Mengurangi data dengan komponen trend-siklus yang akan meninggalkan komponen musiman dan acak.

− � =� +

iii. Komponen musiman dan acak ini kemudian disusun sesuai dengan periodenya masing- masing dan dihitung rata – rata medialnya (rata-rata dari data yng telah dikeluarkan nilai terbesar dan terkecil) untuk tiap periode yang bersesuaian.

iv. Rata-rata medial ini kemudian ditambah dengan faktor koreksi agar jumlah rata-rata medial untuk semua periode menjadi nol. Hasil penjumlahan akhir ini adalah indeks musimannya.


(53)

37 b. Dekomposisi Multiplikatif

Langkah- langkahnya sebagai berikut:

i. Mengitung rata-rata bergerak sepanjang 1 musiman (� data berurutan).

ii. Membagi data dengan rata-rata bergerak yang bersesuaian sehingga tersisa komponen acak dan siklus.

=�� ∗ �

iii. Komponen musiman dan acak ini kemudian disusun sesuai dengan periodenya masing- masing dan dihitung rata-rata medialnya (rata-rata dari data yang telah dikeluarkan nilai terbesar dan terkecil) untuk tiap periode yang bersesuaian.

iv. Rata-rata medial ini kemudian dikali dengan faktor koreksi agar jumlah rata-rata medial untuk semua periode menjadi � (panjang musiman). Hasil penjumlahan akhir ini adalah indeks musimannya.

2. Pencocokan trend

Sebelum dilakukan pencocokan trend, komponen musiman harus dipusahkan terlebih dahulu dengan mengurangi/membagi data awal dengan komponen musimannya yang bersesuaian.

Pada penelitian ini, trend yang digunakan adalah linier. Yakni, � = + �


(54)

38

= � � � − � �

� �2 − � 2

= �

� −

� � Dimana

= data awal � = periode � = banyak data

3. Pemilihan Model Terbaik

Apabila model telah diperoleh, maka dapat dilakukan pemilihan model terbaik dengan membandingkan hasil peramalan dengan data pengujian, dan memperhatikan ukuran keakuratan dari model. Ukuran keakuratan yang digunakan pada tahap ini adalah MSE.

4. Peramalan

Setelah model tebaik dipilih, maka dapat dilakukan peramalan untuk periode selanjutnya menggunakan faktor – faktor yang telah diduga sebelumnya yakni, faktor trend dan musiman.

Hasil peramalan model dekomposisi yang diperoleh kemudian akan dibandingkan dengan hasil peramalan model SARIMA menggunakan data input 1 musim terakhir yakni data tahun ajaran 2013 – 2014. Model peramalan dikatakan baik jika nilai MAPE kurang dari 20%. Model dengan nilai MAPE yang lebih baik akan digunakan pada peramalan untuk periode tahun ajaran berikutnya.


(55)

39 3.4 Alur Penelitian

Metode Seasonal ARIMA Metode Dekomposisi

Tidak tidak ya ya

tidak

ya

Gambar 3.3. Alur Penelitian Input Data

Data Normal ?

Transformasi

Pencocokan Trend Data

Stasioner ? Transformasi

Differencing

Identifikasi Model

Estimasi Parameter Model

Penentuan Indeks Musiman

Evaluasi model

Perbandingan Mula i

-- Keberartian Koefisien ? -- Asumsi White Noise ? -- Paling Akurat ?

Peramalan


(56)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Peramalan jumlah pendaftaran siswa baru pada lembaga bimbingan belajar Sony Sugema College cabang Bintaro menggunakan data jumlah pendaftaran siswa baru dari tahun ajaran 2007 – 2008 sampai tahun ajaran 2013 – 2014, total berjumlah 84 data yang terdiri dari 7 musiman. Dari 7 musiman tersebut, 6 musiman pertama (tahun ajaran 2007 – 2008 sampai tahun ajaran 2012 – 2013) digunakan untuk menentukan model Seasonal ARIMA dan model Dekomposisi dan data 1 musiman terakhir (tahun ajaran 2013 – 2014) digunakan untuk peramalan.

Berikut ini tabel deskripsi data 6 musiman pertama yang digunakan untuk menentukan model Seasonal ARIMA dan model Dekomposisi:

Tabel 4.1 deskripsi data

Jumlah data

Data minimum

Data maksimum

Rata-rata Nilai tengah deviasi kuadrat

Deviasi standar

72 1 139 18.86 2.808 23.828

Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa range data adalah 138 dengan rata – rata 18.86, deviasi standar 23.828 dan nilai tengah deviasi kuadrat bernilai 2.808.


(57)

41 4.1 Pengolahan Data Menggunakan Metode SARIMA

Beberapa tahapan yang akan dilakukan pada bagian ini adalah dimulai dengan pemeriksaan kestasioneran data, kemudian jika data telah stasioner maka dilanjutkan dengan proses mengidentifikasi model- model yang cocok untuk data input, dan terakhir, menentukan model terbaik dari beberapa model yang ada untuk digunakan dalam peramalan.

4.1.1 Pemeriksaan Kestasioneran Data

Pemeriksaan kestasioneran data dapat dilakukan secara visual dengan melihat plot data input sebagai berikut (menggunakan software):

Gambar 4.1 Plot Data Siswa Index

s

is

w

a

70 63 56 49 42 35 28 21 14 7 1 140 120 100 80 60 40 20 0


(58)

42 Gambar 4.2 Plot ACF Data Siswa

Berdasarkan Gambar 4.1 terlihat plot data telah stasioner pada rata-rata namun tidak dengan variansnya. Sedangkan gambar 4.2 menunjukkan adanya bentuk musiman pada data sehingga metode SARIMA memang tepat d igunakan untuk menganalisis data. Untuk memastikan kestasioneran secara statistik maka dilakukan uji Augmented Dickey Fuller. Dengan bantuan software, diperoleh hasil uji Augmented Dickey Fuller sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller Data Siswa

t-statistics Prob.*

Augmeted Dickey Fuller Test Statistics −1.767974 0.7337 Test Critical values 1% level −3.544063

5% level −2.910860

10% level 2.593090

Lag A u to c o rr e la ti o n 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for siswa (with 5% significance limits for the autocorrelations)


(59)

43 Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa dengan taraf signifikansi sebesar 5% diperoleh � < �,� atau 1.767974 < 2.910860, maka 0 tidak ditolak. Jadi data input model belum stasioner.

Karena data belum stasioner secara varians maka akan dilakukan proses transformasi. Untuk menentukan transformasi yang cocok dengan data input model dengan melihat Plot Box-Cox, adapun outputnya adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3 Plot Box-Cox data siswa

Berdasarkan Gambar 4.3 diperoleh � = 0.0. Maka transformasi yang digunakan adalah transformasi � =�� . Transformasi ini akan menyebabkan data stasioner secara varians. Plot data hasil transformasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Lambda S tD e v 3 2 1 0 -1 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0

Lower C L Upper C L

Limit

Lambda

0.00 (using 95.0% confidence) Estimate 0.02 Lower C L -0.18 Upper C L 0.25 Rounded Value


(60)

44 Gambar 4.4 Plot data hasil transformasi

Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat bahwa data telah stasioner baik secara rata-rata maupun varians karena pola data bergerak secara fluktuatif di sekitar nilai rata-rata. Untuk memastikan data tersebut sudah stasioner dilakukan kembali Uji Augmented Dickey Fuller. Dengan menggunak an software, hasil uji Augmented Dickey Fuller untuk data setelah ditransformasi adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3 Hasil Uji Augmented Dickey Fuller data hasil transformasi

t-statistics Prob.*

Augmeted Dickey Fuller Test Statistics −6.860109 0.000 Test Critical values 1% level −3.525618

5% level −2.902953

10% level −2.588902

Index D a ta I n p u t M o d e l 70 63 56 49 42 35 28 21 14 7 1 5 4 3 2 1 0


(61)

45 Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa dengan taraf signifikansi sebesar 5% diperoleh � > �,� atau 6.860109 > 2.902953, maka 0ditolak. Jadi data input model sudah stasioner. Untuk selanjutnya data input yang telah ditransformasi ini akan disebut sebagai data input model.

4.1.2 Identifikasi Model

Setelah diperoleh data stasioner, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi model berdasarkan plot fungsi autokorelasi dan fungsi autokorelasi parsial. Berikut ini adalah plot ACF dan plot PACF data input model:

Gambar 4.5 Plot ACF data input model Lag A u to c o rr e la ti o n 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for Data Input Model (with 5% significance limits for the autocorrelations)


(62)

46 Gambar 4.6 Plot PACF data input model

Secara keseluruhan terlihat bahwa plot ACF berbentuk eksponensial sedangkan plot PACF menunjukkan cut off pada lag musiman. Hal ini mengindikasikan secara kuat adanya proses SAR (Seasonal Autoregressive).

Sebagai perbandingan maka terdapat beberapa model yang ikut dimunculkan. Berdasarkan gambar 4.5 dan gambar 4.6, dapat dilihat bahwa beberapa kriteria berikut ini terpenuhi, yakni:

a. Plot ACF lag musiman menunjukkan bentuk eksponensial sedangkan plot PACF lag musiman menunjukkan cut off pada lag musiman pertama. Hal ini mengindikasikan adanya proses SAR(1).

b. Plot ACF lag non musiman menunjukkan cut off pada lag ke 2 sedangkan plot PACF lag non musiman menunjukkan cut off pada lag

Lag P a rt ia l A u to c o rr e la ti o n 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Partial Autocorrelation Function for Data Input Model (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)


(63)

47 ke 2. Hal ini mengindikasikan adanya proses MA(2) atau proses AR(2) atau gabungan keduanya yakni ARMA(2,2).

Berdasarkan dua kriteria yang dipenuhi di atas maka dapat diperoleh beberapa model yang dinyatakan dalam notasi model ARIMA (�, , )( ,�,�)� sebagai berikut: ()()12

1. ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 2. ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 3. ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 4. ARIMA 2,0,2 1,0,0 12

4.1.3 Penaksiran Parameter dan Diagnosis Model

Setelah beberapa model sementara diperoleh, maka langkah selanjutnya adalah mencari penaksir terbaik untuk parameter model tersebut. Parameter hasil penaksiran kemudian dilakukan uji diagnosis yang terdiri dari uji asumsi keberartian koefisien, uji asumsi white noise, dan diakhiri dengan memilih model dengan nilai MSE terkecil.

Hasil penaksiran parameter beserta nilai p-value untuk menguji keberartian koefisien model adalah sebagai parameter berikut:


(64)

48 1. Model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12

Tabel 4.4 Penaksiran Parameter ARIMA 0,0,0 1,0,0 12

Type Coef. SE Coef. T P

SAR 1 0.9258 0.0832 11.13 0.000

Constant 0.18450 0.08000 2.31 0.024 Berdasarkan Tabel 4.4 diperoleh hasil penaksiran model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 yakni, �1 = 0.9258 dan � = 0.18450. Dengan menggunakan operator backshift, model umum ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 dapat dinyatakan oleh:

1− �1�9 �

� =�+��

Dengan mensubtitusikan nilai- nilai parameter yang telah ditaksir pada bentuk tersebut maka diperoleh:

1−0.9258�12 �

� = 0.18450 +��

Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa nilai �- � untuk parameter SAR 1 lebih kecil dari � sehingga 0 ditolak, artinya model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 telah memenuhi asumsi keberartian koefisien.


(65)

49 2. Model ARIMA 2,0,0 1,0,0 12

Tabel 4.5 Penaksiran Parameter ARIMA 2,0,0 1,0,0 12

Type Coef. SE Coef. T P

AR 1 0.0323 0.1193 0.27 0.788

AR 2 0.1845 0.1196 1.54 0.128

SAR 1 0.9281 0.0848 10.94 0.000

Constant 0.14052 0.07988 1.76 0.083 Berdasarkan Tabel 4.5, diperoleh hasil penaksiran model ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 yakni, ∅1 = 0.0323, ∅2 = 0.1845,�1 = 0.9281 dan � = 0.14052. Dengan menggunakan operator backshift, model umum ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 dapat dinyatakan oleh:

1− ∅1� − ∅2�2 1− �1�12 � =�+�

Dengan mensubtitusikan nilai- nilai parameter yang telah ditaksir pada bentuk tersebut maka diperoleh:

1−0.0323� −0.1845�2 10.928112 �

� = 0.14052 +��

Berdasarkan Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa nilai �- � untuk parameter AR 1 dan AR 2 lebih besar dari � sehingga 0 diterima, artinya model ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 tidak memenuhi asumsi keberartian koefisien.


(66)

50 3. ARIMA 0,0,2 1,0,0 12

Tabel 4.6 Penaksiran Parameter ARIMA 0,0,2 1,0,0 12

Type Coef. SE Coef. T P

SAR 1 0.9266 0.0855 10.84 0.000

MA 1 −0.0147 0.1198 −0.12 0.903

MA 2 −0.1541 0.1201 −1.28 0.204

Constant 0.18268 0.09363 1.95 0.055 Berdasarkan Tabel 4.6, diperoleh hasil penaksiran model ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 yakni, �1 =0.9266, �1 =−0.0147, �2 =−0.1541, dan � = 0.18268. Dengan menggunakan operator backshift, model umum ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 dapat dinyatakan oleh:

1− �1�12 � =�+ 1− �1� − �2�2 �

Dengan mensubtitusikan nilai- nilai parameter yang telah ditaksir pada bentuk tersebut maka diperoleh:

1−0.9266�12 �

� = 0.18268 + 1 + 0.0147�+ 0.1541�2 ��

Berdasarkan Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa nilai �- � untuk parameter MA 1 dan MA 2 lebih besar dari � sehingga 0 diterima, artinya model ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 tidak memenuhi asumsi keberartian koefisien.


(67)

51 4. ARIMA 2,0,2 1,0,0 12

Tabel 4.7 Penaksiran Parameter ARIMA 2,0,2 1,0,0 12

Type Coef. SE Coef. T P

AR 1 1.0293 0.2980 3.45 0.001

AR 2 −0.6972 0.2670 −2.61 0.011

SAR 1 0.9466 0.0731 12.95 0.000

MA 1 1.0284 0.2542 4.05 0.000

MA2 −0.8513 0.2093 −4.07 0.000

Constant 0.08912 0.06595 1.35 0.181 Berdasarkan Tabel 4.7, diperoleh hasil penaksiran model ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 yakni, ∅1 = 1.0293, ∅2 =−0.6972, �1 = 0.9466, �1 = 1.0284, �2 =−0.8513, dan �= 0.08912. Dengan menggunakan operator

backshift, model umum ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 dapat dinyatakan oleh: 1− ∅1� − ∅2�2 1− �

1�12 �� =�+ 1− �1� − �2�2 ��

Dengan mensubtitusikan nilai- nilai parameter yang telah ditaksir pada bentuk tersebut maka diperoleh:

1−1.0293�+ 0.6972�2 10.946612 � �

= 0.08912 + 1−1.0284�+ 0.8513�2 �

Berdasarkan Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa nilai �- � untuk semua parameter lebih kecil dari � sehingga 0 ditolak, artinya model ARIMA


(68)

52 Pengujian asumsi ℎ�� � � terdiri dari 2 tahap yakni, uji keacakan residu dan uji kenormalan residu. Berikut ini adalah disajikan plot ACF residu dan nilai statistik Ljung-Box masing- masing model untuk menguji keacakan residu serta plot probabilitas residu masing- masing model untuk menguji kenormalan residu:

1. Model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12

Gambar 4.7 Plot ACF Residu ARIMA 0,0,0 1,0,0 12

Berdasarkan Gambar 4.7 terlihat bahwa tidak terdapat lag yang keluar dari garis merah yang menunjukkan bahwa residu bersifat acak. Untuk memastikan hal ini maka digunakan statistik Q Box-Pierce yang terdapat pada tabel berikut: Lag A u to c o rr e la ti o n 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for RESI1 (with 5% significance limits for the autocorrelations)


(69)

53 Tabel 4.8 Nilai Q Box-Pierce ARIMA 0,0,0 1,0,0 12

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square Statistic

Lag 12 24 36 48

Chi-Square 10.4 16.6 28.6 35.1

DF 10 22 34 46

P-Value 0.407 0.787 0.731 0.879

Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa nilai p-value untuk setiap lag yang diuji lebih besar dari � maka 0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa residu model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 bersifat acak.

Gambar 4.8 Plot Probabilitas Residu ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 RESI1 P e rc e n t 2 1 0 -1 -2 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Mean >0.150 0.01632 StDev 0.6733 N 72 KS 0.073 P-Value

Probability Plot of RESI1 Normal


(70)

54 Berdasarkan Gambar 4.8 diketahui nilai �- � > 0.05, maka 0diterima artinya residu model ARIMA (2,1,0)(0,1,0)9 berdistribusi normal.

2. Model ARIMA 2,0,0 1,0,0 12

Gambar 4.9 Plot ACF Residu ARIMA 2,0,0 1,0,0 12

Berdasarkan Gambar 4.9 terlihat bahwa tidak terdapat lag yang keluar dari garis merah yang menunjukkan bahwa residu bersifat acak. Untuk memastikan hal ini maka digunakan statistik Q Box-Pierce yang terdapat pada tabel berikut: Lag A u to c o rr e la ti o n 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for RESI2 (with 5% significance limits for the autocorrelations)


(71)

55 Tabel 4.9 Nilai Q Box-Pierce ARIMA 2,0,0 1,0,0 12

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square Statistic

Lag 12 24 36 48

Chi-Square 6.1 12.8 20.6 26.4

DF 8 20 32 44

P-Value 0.632 0.886 0.939 0.984

Berdasarkan tabel 4.9 terlihat bahwa nilai p-value untuk setiap lag yang diuji lebih besar dari � maka 0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa residu model ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 bersifat acak.

Gambar 4.10 Plot Probabilitas Residu ARIMA 2,0,0 1,0,0 12

Berdasarkan Gambar 4.10 terlihat bahwa nilai �- � > 0.05, maka 0 diterima artinya residu model ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 berdistribusi normal RESI2 P e rc e n t 2 1 0 -1 -2 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Mean 0.057 0.01070 StDev 0.6627 N 72 KS 0.103 P-Value

Probability Plot of RESI2 Normal


(72)

56 3. Model ARIMA 0,0,2 1,0,0 12

Gambar 4.11 Plot ACF Residu ARIMA 0,0,2 1,0,0 12

Berdasarkan Gambar 4.11 terlihat bahwa tidak terdapat lag yang keluar dari garis merah yang menunjukkan bahwa residu bersifat acak. Untuk memastikan hal ini maka digunakan statistik Q Box-Pierce yang terdapat pada tabel berikut:

Tabel 4.10Nilai Q Box-Pierce ARIMA 0,0,2 1,0,0 12

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square Statistic

Lag 12 24 36 48

Chi-Square 7.1 13.8 22.2 28.2

DF 8 20 32 44

P-Value 0.526 0.841 0.901 0.969

Lag A u to c o rr e la ti o n 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for RESI3 (with 5% significance limits for the autocorrelations)


(73)

57 Berdasarkan tabel 4.10 tersebut terlihat bahwa nilai p-value untuk setiap lag yang diuji lebih besar dari � maka 0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa residu model ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 bersifat acak.

Gambar 4.12 Plot Probabilitas Residu ARIMA 0,0,2 1,0,0 12

Berdasarkan Gambar 4.12 terlihat bahwa nilai �- � > 0.05, maka 0 diterima artinya residu model ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 berdistribusi normal. RESI3 P e rc e n t 2 1 0 -1 -2 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Mean 0.127 0.01264 StDev 0.6646 N 72 KS 0.093 P-Value

Probability Plot of RESI3 Normal


(74)

58 4. Model ARIMA 2,0,2 1,0,0 12

Gambar 4.13 Plot ACF Residu ARIMA 2,0,2 1,0,0 12

Berdasarkan Gambar 4.13 terlihat bahwa tidak terdapat lag yang keluar dari garis merah yang menunjukkan bahwa residu bersifat acak. Namun untuk memastikan hal ini maka digunakan statistik Q Box-Pierce yang terdapat pada tabel berikut:

Tabel 4.11Nilai Q Box-Pierce ARIMA 2,0,2 1,0,0 12

Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square Statistic

Lag 12 24 36 48

Chi-Square 5.1 11.4 22.0 28.1

DF 6 18 30 42

P-Value 0.536 0.874 0.854 0.950

Lag A u to c o rr e la ti o n 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0

Autocorrelation Function for RESI4 (with 5% significance limits for the autocorrelations)


(75)

59 Berdasarkan tabel tersebut terlihat bahwa nilai p-value untuk setiap lag yang diuji lebih besar dari � maka 0 diterima sehingga dapat dikatakan bahwa residu model ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 bersifat acak.

Gambar 4.14 Plot Probabilitas Residu ARIMA 2,0,2 1,0,0 12

Berdasarkan Gambar 4.14 terlihat bahwa nilai �- � > 0.05, maka 0 diterima artinya residu model ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 berdistribusi normal.

Langkah terakhir adalah membandingkan nilai MSE setiap model untuk menentukan model terbaik untuk digunakan dalam peramalan.

Berikut ini adalah tabel nilai MSE dari setiap model yang teridentifikasi: RESI4 P e rc e n t 2 1 0 -1 -2 99.9 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1 Mean 0.092 0.008519 StDev 0.6542 N 72 KS 0.097 P-Value

Probability Plot of RESI4 Normal


(76)

60 Tabel 4.12 Nilai MSE Model ARIMA

Model

Nilai

DF SSE MSE

ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 70 32.2018 0.4600 ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 68 31.1921 0.4587 ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 68 31.3693 0.4613 ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 66 30.3884 0.4604

Berdasarkan Tabel 4.12, nilai MSE terkecil dimiliki oleh model ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 yakni sebesar 0.4587.

Berikut ini adalah rangkuman diagnosis model SARIMA yang terindikasi: Tabel 4.13 Rangkuman Diagnosis Model ARIMA

Model Keberartian Koefisien

White Noise

MSE Acak Normal

ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 Ya Ya Ya 0.4600 ARIMA 2,0,0 1,0,0 12 Tidak Ya Ya 0.4587 ARIMA 0,0,2 1,0,0 12 Tidak Ya Ya 0.4613 ARIMA 2,0,2 1,0,0 12 Ya Ya Ya 0.4604

Berdasarkan Tabel 4.13, model yang memenuhi tahapan diagnosis model, yakni memenuhi asumsi keberartian koefisien, bersifat white noise, serta memiliki nilai MSE terkecil di antara semua model yang teridentifikasi adalah model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12. Oleh karena itu model ARIMA 0,0,0 1,0,0 12 dipilih sebagai model yang akan digunakan pada tahapan evaluasi.


(77)

61 4.2 Pengolahan Data Menggunakan Metode Dekomposisi

Pada bagian sebelumnya diketahui bahwa data pendaftaran siswa baru tidak normal sehingga perlu dilakukan transformasi. Artinya tahapan normalisasi data telah dilakukan sehingga pada bagian ini hanya akan dilakukan pemisahan (dekomposisi) data dengan menghitung indeks musiman dan menentukan garis trend yang tepat. Metode yang akan digunakan adalah metode dekomposisi rata-rata bergerak secara aditif dan multiplikatif sehingga hanya ada dua model yang akan dihasilkan pada tahap ini. Model terbaik kemudian siap digunakan dalam peramalan.

4.2.1 Menghitung Indeks Musiman

Sebelum masuk ke proses perhitungan indeks musiman, maka terlebih dahulu dihitung rata-rata bergerak sepanjang musiman data. Pada penelitian ini, sebagaimana kita ketahui sebelumnya, data memiliki musiman sepanjang 12 periode. Jadi, rata-rata musiman dihitung dengan merata-ratakan 12 data berurutan dan hasilnya diletakkan pada periode tengahnya, namun karena panjang periode musiman adalah genap maka hasil perata-rataan ini dirata-ratakan kembali menggunakan 2 data berurutan. Berikut ini data hasil transformasi dan hasil perhitungan rata-rata bergerak:


(78)

62 Tabel 4.14 Tabel Data Hasil Transformasi

Bulan Tahun Ajaran

07 – 08 08 - 09 09 - 10 10 – 11 11 - 12 12 - 13 Mei 2.564949 1.94591 2.397895 2.302585 2.995732 3.610918 Juni 2.890372 2.397895 2.833213 3.258097 2.639057 3.401197 Juli 4.189655 3.713572 4.158883 4.934474 4.812184 4.290459 Agustus 2.302585 3.465736 3.465736 2.890372 2.70805 1.791759 September 3.135494 2.564949 2.197225 1.386294 3.178054 3.258097 Oktober 2.302585 2.890372 2.302585 1.94591 2.397895 2.302585 Nopember 2.079442 2.564949 2.302585 1.609438 2.079442 2.197225 Desember 2.833213 2.302585 1.94591 0 1.609438 1.098612 Januari 3.555348 3.332205 2.397895 2.197225 3.044522 2.397895 Februari 0.693147 1.609438 1.791759 1.609438 2.079442 2.397895 Maret 2.484907 1.386294 1.386294 1.791759 0.693147 0.693147 April 0 2.397895 3.135494 2.079442 2.890372 3.044522

Tabel 4.15 Tabel Hasil Perhitungan Rata-Rata Bergerak

Bulan Tahun Ajaran

07 – 08 08 - 09 09 - 10 10 - 11 11 – 12 12 - 13 Mei 2.405605 2.568144 2.444258 2.354439 2.592523 Juni 2.403725 2.542351 2.334297 2.441083 2.576146 Juli 2.372318 2.48856 2.244856 2.543447 2.527919 Agustus 2.401199 2.457228 2.228898 2.598334 2.514246 September 2.393602 2.464824 2.238195 2.572142 2.527515 Oktober 2.447738 2.495557 2.211088 2.560155 2.533938 Nopember 2.393515 2.566484 2.522319 2.195967 2.619577

Desember 2.347202 2.603455 2.536051 2.199054 2.676966 Januari 2.306846 2.640147 2.586071 2.168165 2.686983 Februari 2.335474 2.658702 2.594414 2.155473 2.627066 Maret 2.360166 2.64338 2.536651 2.222533 2.592223


(1)

73

REFERENSI

[1]

Pranasta Dimas, “

Peramalan Debit Air Menggunakan Metode Box Jenkins

Seasonal ARIMA (studi kasus: sungai citarum jawa barat)

”.

[2]

Milasari Ika, “

Peramalan

Jumlah

Penderita

Demam

Berdarah

Menggunakan Model ARIMA Musiman (Studi Kasus di RSUD

Kabupaten Sidoarjo)

”.

[3]

Nurhayati Atik, Darnah A. Nohe, dan Syaripudin, “

Peramalan

Menggunakan Model ARIMAMusiman dan Verivikasi Hasil Peramalan

dengan Grafik Pengendali Moving Average (studi kasus: produksi air

bersih di PDAM Tirta Kencana Samarinda)

”.

[4]

Aff

andy Anshar, “

Prakiraan Daya Beban Listrik yang tersambung pada

Gardu Induk Sengkaling Tahun 2012-2021 Menggunakan Metode Time

Series dengan Model Dekomposisi

.

[5]

Isnaeni Tri, “

Analisis Data Runtun Waktu Menggunakan Metode

Dekomposisi (Aplikasi: data inflasi indeks harga konsumen di DIY)

”.

[6]

Barus Jimmy Handoko dan Ramli, “

Analisis Peramalan Ekspor Indonesia

Pasca Krisis Keuangan Eropa dan Global Tahun 2008 dengan Metode

Dekomposisi

.

[7]

Cryer, Jonathan D, Time Series Analysis, Boston: PWS Publishers. 1986.

[8]

Hanke, J.E, & Wichern Dean,

Business Forecasting, New Jersey: Pearson


(2)

Manajemen, Jakarta: Erlangga, 1991.

[10]

Gujarati D,

Basic Econometric, New York: McGraw-Hill. 2003.

[11]

Wei W.W.S, Time Series Analysis: Univariate and Multivariate Methods.

New York: Addison Wesley Publishing Company. 1994.

[12]

Makridakis S, Wheelwright, S.C, and Mc Gee, V.E., Forecasting:Methods

and Applications. Canada: John Wiley and Sons, 1983.

[13]

Mulyana,

Buku Ajar Analisis Deret Waktu, Bandung: FMIPA UNPAD,

2004.

[14]

Gaspersz, Ekonometrika Terapan 1, Bandung : Tarsito, 1991.

[15]

Gaynor P.E, and Kirkpatrick R. C,

Introduction to Time-Series Modeling

and Forecasting in Business and Economics.

New York: McGraw-Hill

International Editions. 1994.

[16]

Levenbach Hans, and Cleary James,

The Beginning Forecaster, The

Forecasting Process Through Data Analysis. California: Lifetime Learn

by Pub, First Edition. 1981.


(3)

75 LAMPIRAN 1

Data Jumlah Pendaftaran Sis wa Baru LBB SSC (Periode Mei 2007

April

2014)

Bulan Tahun Ajaran

07 – 08 08 – 09 09 – 10 10 – 11 11 – 12 12 - 13 13 - 14

Mei 13 7 11 10 20 37 14

Juni 18 11 17 26 14 30 35

Juli 66 41 64 139 123 73 72

Agustus 10 32 32 18 15 6 22

September 23 13 9 4 24 26 18

Oktober 10 18 10 7 11 10 10

Nopember 8 13 10 5 8 9 9

Desember 17 10 7 1 5 3 7

Januari 35 28 11 9 21 11 12

Februari 2 5 6 5 8 11 7

Maret 12 4 4 6 2 2 5


(4)

Deseasonalized Data Input dengan Indeks Musiman Aditif

Bulan Tahun Ajaran

07 – 08 08 – 09 09 – 10 10 – 11 11 – 12 12 - 13 Mei 2.502728 1.883688 2.335678 2.240368 2.933508 3.548698 Juni 2.499978 2.007508 2.442818 2.867708 2.248668 3.010808 Juli 2.336690 1.860610 2.305920 3.081510 2.959220 2.437500 Agustus 1.756927 2.920077 2.920077 2.344707 2.162387 1.246097 September 3.013177 2.442637 2.074907 1.263977 3.055737 3.135787 Oktober 2.545684 3.133464 2.545684 2.189004 2.640994 2.545684 Nopember 2.484991 2.970501 2.708141 2.014991 2.484991 2.602771 Desember 3.533625 3.003005 2.646325 0.700415 2.309855 1.799025 Januari 3.243373 3.020223 2.085923 1.885243 2.732543 2.085923 Februari 1.540568 2.456858 2.639178 2.456858 2.926858 3.245318 Maret 3.478556 2.379936 2.379936 2.785406 1.686796 1.686796 April 0.095393 2.493293 3.230883 2.174833 2.985763 3.139913


(5)

77 LAMPIRAN 3

Deseasonalized Data Input dengan Indeks Musiman Multiplikatif

Bulan Tahun Ajaran

07 – 08 08 – 09 09 – 10 10 – 11 11 – 12 12 - 13 Mei 2.493913 1.892018 2.331490 2.238820 2.912763 3.510915 Juni 2.516442 2.087683 2.466676 2.836598 2.297644 2.961185 Juli 2.437876 2.160855 2.419972 2.871273 2.800115 2.496536 Agustus 1.879778 2.829345 2.829345 2.359627 2.210785 1.462749 September 3.000560 2.454572 2.102667 1.326633 3.041289 3.117894 Oktober 2.546274 3.196259 2.546274 2.151846 2.651671 2.546274 Nopember 2.471403 3.048429 2.736616 1.912810 2.471403 2.611384 Desember 3.849293 3.128375 2.643778 0 2.186638 1.492608 Januari 3.192729 2.992339 2.153331 1.973119 2.734000 2.153331 Februari 1.038696 2.411771 2.684980 2.411771 3.116073 3.593291 Maret 4.052031 2.260560 2.260560 2.921742 1.130288 1.130288 April 0 2.501520 3.270983 2.169298 3.015271 3.176082


(6)

Perhitungan Nilai Parameter Trend

Model Aditif:

=

� �

− �

� �

2

− �

2

=

72

6501.016

2628

177.53568

72

127020

2628

2

= 0.000674129

=

=

177.53568

72

0.000674129

2628

72

= 2.441167628

sehingga

= 2.441167628 + 0.000674129

Model Multiplikatif:

=

� �

− �

� �

2

− �

2

=

72

6428.9887

2628

176.88345

72

127020

2628

2

= 0.0008764896

=

=

176.88345

72

0.0008764896

2628

72

= 2.488706401

sehingga