GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PELAKU KONVERSI AGAMA : Studi Fenomenologis Terhadap 2 Orang Mualaf di YPM Salman ITB Bandung.

(1)

GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PELAKU KONVERSI AGAMA (Studi Fenomenologis Terhadap 2 Orang Muallaf di YPM Salman ITB,

Bandung)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Disusun Oleh:

Fia Fitriani Aisyah 0800687

JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2013


(2)

GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PELAKU KONVERSI AGAMA (Studi Fenomenologis Terhadap 2 Orang Muallaf di YPM Salman ITB,

Bandung)

Oleh

Fia Fitriani Aisyah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Fia Fitriani Aisyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

SKRIPSI INI TELAH DIUJIKAN PADA: Hari/tanggal : Kamis, 20 Juni 2013

Waktu : 13.00-14.30 WIB

Tempat : Ruang 202 Gedung Psikologi Lantai 2 UPI

Para Penguji terdiri dari: Penguji I

Dr. M. Sugiarmin, M.Pd NIP.

Penguji II

Dr. Tina Hayati Dahlan, M.Pd, Psi NIP. 19720419 200912 2 002

Penguji III

Ita Juwitaningrum, S.Psi, M.Pd NIP. 19780312 200512 2 002

Tanggungjawab Yuridis ada pada, Peneliti

Fia Fitriani Aisyah NIM. 0800687


(4)

ABSTRACT

Fia Fitriani Aisyah (0800687). Spirituality Image On Perpetrator Religious

Conversion (Phenomenological Studies Based Two Person Muallaf In YPM Salman ITB, Bandung). Thesis. Department of Psychology Faculty of Educational Science Indonesia University of Education. Bandung 2013.

This research aims to find how is spirituality image on perpetrator religious conversion. The theory used based on the theory of Fowler and spiritual development based on the results of research Lisa M. Lewis about spirituality assessment. Subjects were two converts men and women. This study is a qualitative study with phenomenological approach. Data were obtained and collected through semi-structured interviews using an interview guide. Then, the data were analyzed by using analysis of the data reduction, display/ presentation of data and making conclusions /verification of an interactive model of Miles & Huberman (1992). The results showed that the two subjects experienced spirituality involves three aspects, namely: self-transcendence, finding meaning and purpose in life, and interconnectedness with God or a Higher Power. Picture where the subject of spirituality both pre conversion to post-conversion experience changes. Subjects perceived the change is the result of the manifestation of the process of religious conversion is done, where the values of the long-abandoned and converted to the new values. Recommendations aimed at researchers, among others, to: (1) the subject, is expected to register a change of religious identity officially appropriate state law so as to provide affirmation and helpful reception on the subject of identity, (2) the religious community and the foundations of coaching Muslim convert, is expected to provide access to information wider and easier for converts to find information and guidance about Islam, and (3) for further research, is expected to broaden the focus of research and development studies to deepen the spirituality of the converts of the early religious backgrounds are more diverse.


(5)

ABSTRAK

Fia Fitriani Aisyah (0800687). GAMBARAN SPIRITUALITAS PADA PELAKU KONVERSI AGAMA (Studi Fenomenologis Terhadap 2 Orang Mualaf di YPM Salman ITB, Bandung). Skripsi Jurusan Psikologi FIP UPI, Bandung (2013).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gambaran spiritualitas pada pelaku konversi agama. Teori yang digunakan berdasarkan teori perkembangan spiritualitas Fowler dan berdasarkan hasil penelitian Lisa M. Lewis tentang assesment spiritualitas. Subjek penelitian adalah dua orang muallaf berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Data penelitian diperoleh dan dihimpun melalui wawancara semi struktur dengan menggunakan pedoman wawancara. Kemudian, data tersebut dianalisis dengan menggunakan analisis data reduksi, display/penyajian data dan pengambilan kesimpulan/verifikasi dari model interaktif Miles & Huberman (1992). Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses spiritualitas yang dialami kedua subjek melibatkan 3 aspek, yaitu: transendensi diri (self transendence), menemukan makna dan tujuan hidup (identification of meaning and purpose in life) serta kedekatan dengan Tuhan dan sesuatu yang lebih tinggi (Interconnectedness with God or a Higher Power). Dimana gambaran spiritualitas kedua subjek dari pra konversi sampai pasca konversi mengalami perubahan. Adanya perubahan yang dirasakan subjek tersebut merupakan hasil manifestasi dari proses konversi agama yang dilakukannya, dimana nilai-nilai yang lama ditinggalkan dan diubah dengan nilai-nilai yang baru. Rekomendasi yang ditujukan peneliti antara lain kepada: (1) bagi subjek, diharapkan mendaftarkan perubahan identitas keagamaan secara resmi sesuai hukum negara sehingga memberikan penegasan dan membantu penerimaan identitas diri pada subjek, (2) bagi komunitas agama dan yayasan pembinaan muallaf, diharapkan menyediakan akses informasi yang lebih luas dan mudah bagi para muallaf untuk mengetahui informasi dan mendapatkan bimbingan tentang Islam, dan (3) bagi peneliti selanjutnya, diharapkan memperluas fokus penelitian dan memperdalam penelitian perkembangan spiritualitas pada mualaf dari latar belakang agama awal yang lebih beragam.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 11

F. Sistematika Penulisan Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14

I. Konversi Agama ... 14

A. Pengertian Konversi Agama ... 14

B. Faktor-faktor Penyebab Konversi Agama ... 16

C. Proses Konversi Agama ... 20

II. Spiritualitas ... 23

A. Pengertian Spiritual ... 23

B. Kebutuhan Terhadap Spiritual ... 25

C. Dimensi-dimensi Spiritualitas ... 28


(7)

ii

E. Spiritualitas dan Agama ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 44

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 44

B. Desain Penelitian ... 45

C. Metode Penelitian ... 46

D. Definisi Operasional ... 47

E. Instrumen Penelitian ... 49

F. Objektivitas dan Keabsahan Data ... 50

G. Teknik Pengumpulan Data ... 51

H. Analisis Data ... 52

I. Tahap-tahap Penelitian ... 54

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 56

A. HASIL PENELITIAN ... 56

1. Identitas Diri ... 56

a. Subjek PR ... 56

b. Subjek KR ... 57

2. Riwayat Hidup ... 57

a. Subjek PR ... 57

b. Subjek KR ... 59

3. Pengalaman Peneliti dengan Subjek ... 61 a. Gambaran Kondisi Subjek PR ... 61

b. Gambaran Kondisi Subjek KR ... 62

4. Display Data ... 63

a. Gambaran Spiritualitas PR ... 63

b. Gambaran Spiritualitas KR ... 76

c. Gambaran Spiritualitas Kedua Subjek ... 96

B. PEMBAHASAN ... 105

1. Gambaran Spiritualitas PR ... 105


(8)

b. Masa Konversi ... 108

c. Masa Pasca Konversi ... 110

2. Gambaran Spiritualitas KR ... 112

a. Masa Pra Konversi ... 113

b. Masa Konversi ... 114

c. Masa Pasca Konversi ... 115

3. Esensi dan Makna Terdalam ... 116

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 123

A. Kesimpulan ... 123

B. Rekomendasi ... 125

DAFTAR PUSTAKA ... 126

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 131 RIWAYAT PENULIS


(9)

iv

DAFTAR TABEL DAN DIAGRAM

Tabel 2.1 Dimensi Spiritualitas ... 29

Tabel 2.2 Tahap Perkembangan Spiritual Fowler ... 35

Tabel 2.3 Tahap Perkembangan Spiritual M. Scott Peck ... 37

Tabel 2.4 Karakteristik Perbedaan Agama (religi) dan Spiritualitas ... 42

Diagram 3.1 Proses Analisis Data Model Interaktif Miles & Huberman ... 52

Diagram 4.1 Gambaran Perkembangan Spiritualitas Subjek dari Pra konversi-Pasca konversi ... 99

Tabel 4.1 Proses Pencarian Spiritualitas yang dialami kedua subjek ... 100

Tabel 4.2 Faktor-faktor pendukung subjek melakukan konversi agama ke Islam ... 104

Diagram 4.2 Dinamika Gambaran Spiritualitas Subjek PR ... 105


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Pedoman Wawancara ... 132

Lampiran B. Verbatim Wawancara Subjek ... 135

Lampiran C. Tabel Kategorisasi dan Coding Tema Wawancara ... 174

Lampiran D. Tabel Akumulasi Tema ... 185

Lampiran E. Informed Consent dan Surat Pernyataan ... 187


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Konversi agama merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan seseorang. Menurut Paloutzian (1996: 140) konversi agama akan membuat seluruh kehidupan seseorang berubah selama-lamanya, karena pada dasarnya konversi agama merupakan perubahan mendasar dan penataan ulang identitas diri, makna hidup, juga aktivitas seseorang. Ketika seseorang melakukan konversi agama, maka individu diharapkan bisa meninggalkan sebagian atau bahkan seluruh nilai, keyakinan, dari sistem nilai dan aturan yang lama. Di saat yang sama, individu diharapkan mampu mengetahui tata nilai, sistem perilaku dari agama yang baru dianut, sekaligus menyesuaikan diri, melakukan aktivitas dan pola perilaku yang sesuai. Melakukan konversi agama berarti belajar dan beradaptasi dengan banyak hal tentang berbagai hal yang baru.

Beberapa orang yang melakukan konversi agama ke Islam, yang selanjutnya dalam penelitian ini disebut muallaf, mengaku kebingungan menemukan orang atau lembaga yang bisa membantu menjawab tentang pertanyaan yang berhubungan dengan agama. Seorang muallaf yang bernama Endang juga mengaku bahwa ia membutuhkan waktu sekitar setengah tahun untuk bisa menghafal doa dan gerakan dalam ibadah shalat secara lengkap dan benar (http://www.eramuslim.com /64.233.167.104.htm). Tampaknya penanganan dan pembinaan muallaf di Indonesia belum tertangani secara optimal, sehingga


(12)

ikut menjadi faktor yang kurang mendukung bagi muallaf (http://www.muallaf.com).

Keputusan melakukan konversi agama merupakan keputusan besar dengan konsekuensi yang besar pula. Peristiwa konversi agama tidak hanya membawa konsekuensi personal tapi juga reaksi sosial yang bermacam-macam, terutama dari pihak keluarga dan komunitas terdekat. Pada beberapa kasus konversi agama, penghentian dukungan secara finansial, kekerasan secara fisik maupun psikis baik lewat pengacuhan, cemoohan, pengucilan, bahkan sampai pengusiran oleh keluarga kerap dialami oleh seseorang yang melakukan perpindahan agama (Endah, 1997: 48). Dilema dan konflik juga seringkali dialami oleh para muallaf ketika dihadapkan pada berbagai keputusan penting secara bersamaan, misalnya saat harus memilih agama yang diyakini dan meninggalkan orang tua yang dicintai sebagai konsekuensi pilihannya (Anastasia, 2003: 52).

Kompleksitas permasalahan yang dihadapi para pelaku konversi agama membuat para ahli tertarik untuk meneliti sejak lama. Starbuck (James, 2001: 303) berusaha menjelaskan konversi dengan upaya individu untuk membebaskan diri dari perasaan bersalah, berdosa, ketidakutuhan sebagai pribadi, sekaligus upaya untuk mencapai diri ideal positif yang ingin diraih. Bahkan Starbuck (dalam James, 2002: 293) menyebut konversi agama sebagai sebuah fenomena masa remaja/adolescent phenomenon yang menandai perpindahan pemikiran sempit seorang anak ke kehidupan spiritual dan intelektual orang dewasa.

Penelitian kuantitatif yang dilakukan oleh Zinnbauer dan Pargament (Schwartz, 2000, www.metanexus. net/spiritual_transformation/research/pdf/


(13)

3

STSRP-literature2-7.htm) memperkuat pendapat bahwa ada keterkaitan antara konversi agama dengan perkembangan identitas diri. Cara seseorang mendefinisikan dirinya (self definition) berubah secara signifikan baik pada individu yang melakukan konversi secara mendadak maupun bertahap.

Relatif berbeda dengan perpindahan ke agama lain, rata-rata usia orang yang melakukan perpindahan agama ke Islam bisanya terjadi di atas usia remaja akhir sampai dewasa tengah. Penelitian Kose pada tahun 1996 terhadap 70 orang berkebangsaan Inggris yang melakukan konversi agama ke Islam, menunjukkan bahwa rata-rata usia mereka saat melakukan konversi adalah 29,7 tahun. Artinya konversi lebih banyak terjadi setelah dewasa awal (http://www.questia.com/ pm.qst?a=o&d=77022390). Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan Poston tahun 1992 menyebutkan bahwa rata-rata dari 72 orang Amerika dan Eropa yang melakukan konversi agama ke Islam adalah 31,4 tahun (www.metanexus.net/ spiritual_transformation/research/pdf/STSRP=literature).

Penelitian Kose pada tahun 1996 terhadap 70 muallaf menyebutkan bahwa baik faktor kognitif dan emosional sama-sama memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya konversi agama ke Islam. Sekitar 47% subjek melaporkan faktor kognitif dan eksistensial seperti mencari tujuan dan makna hidup sebagai pemicu terjadinya konversi, sedangkan 49% subjek lainnya menyatakan pengalaman menyakitkan dan stess, terutama dua tahun sebelum konversi sebagai predisposisi terjadinya konversi.

Kose juga menyebutkan beberapa faktor-faktor utama yang membuat seseorang tertarik melakukan konversi agama ke Islam yakni: persaudaraan,


(14)

komunitas dan persahabatan (10 %), etika hidup dan budaya dalam islam (10%), ajaran dan doktrin agama Islam (27%) , standar moral, sosial dan ideologi politik (27%), serta 26 % lainnya adalah aspek spiritual dan mistis (www.metanexus.net/ spiritual_transformation/research/pdf/STSRP=literature).

Para ahli ilmu jiwa berpendapat bahwa yang menjadi pendorong terjadinya konversi agama adalah faktor psikologis yang ditimbulkan oleh faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah kepribadian dan faktor pembawaan, sedangkan faktor ekstern yang mempengaruhi terjadinya konversi agama adalah faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, perubahan status dan kemiskinan (Arifin, 2008: 158-159). Faktor-faktor tersebut apabila mempengaruhi seseorang atau kelompok hingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin, maka akan terdorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin. Dalam kondisi jiwa yang demikian itu secara psikologis kehidupan seseorang itu menjadi kosong dan tak berdaya sehingga ia mencari perlindungan kekuatan lain yang mampu memberinya kehidupan jiwa yang tenang dan tentram. (http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi).

Dalam The Development of Religious on Children, Ernest Harms mengungkapkan bahwa perkembangan agama pada diri individu ditentukan oleh tingkat usia mereka. Perkembangan tersebut dipengaruhi pula oleh perkembangan berbagai aspek kejiwaan, termasuk perkembangan berpikir/kognitif (Jalaluddin, 204: 233-235). Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja menimbulkan konflik kejiwaan, yang cenderung mempengaruhi terjadinya konversi agama (Thoules, 1992: 203). Meskipun menurut Thoules (1992:207)


(15)

5

bahwa konversi cenderung dinilai sebagai produk sugesti dan bukan akibat dari perkembangan kehidupan spiritual seseorang.

Hubungan antara perkembangan usia dan perkembangan jiwa keberagamaan tampaknya tidak dapat dihilangkan begitu saja. Apabila konversi lebih dipengaruhi oleh sugesti, tentunya konversi akan lebih banyak terjadi pada anak-anak, mengingat pada tingkat usia tersebut mereka lebih mudah menerima sugesti. Namun, kenyataannya hingga usia baya pun masih terjadi konversi agama. Bahkan, konversi yang terjadi pada Sidharta Gautama dan Martin Luther terjadi di usia sekitar 40 tahunan. Kemudian, Al-Ghazali mengalaminya pada usia yang lebih tua lagi (Bambang, 2008: 30).

Salah seorang muallaf di Muslimah Center Daarut Tauhid, Merlin menuturkan bahwa ia mulai masuk Islam ketika berumur 20 tahun. Dulu ia merupakan seorang evengelies, atau lebih dikenal sebagai penyampai isi kitab injil di sebuah lembaga al-Kitab Titanus di Bandung. Dahulu ketika ia masih menjadi evengelies, ia sangat membenci Islam, ia memiliki misi untuk mengkristenkan orang Islam. Ketertarikan dia terhadap Islam ketika dia mulai membaca literatur-literatur tentang keislaman dengan maksud untuk mencari kelemahan-kelemahan dari Islam sendiri. Bukannya ia menemukan kelemahan Islam tapi ia melihat bahwa Islam merupakan ajaran yang luar biasa. Menurutnya, dalam Islam konsep ketuhanan sangat jelas. Islam mempercayai bahwa Tuhan itu tunggal, sedangkan dalam Kristen konsep ketuhanan berupa trinitas; ibu, anak, dan bapak. Ajaran-ajarannya pun sangat konsisten. Sehingga setelah melalui proses pencarian dan pemaknaan yang cukup panjang, mulai dari membaca literatur-literatur Islam,


(16)

melakukan gerakan shalat secara sembunyi, akhirnya ia memutuskan untuk bersyahadat dalam usia yang masih muda dan dengan konsekuensi ia diusir oleh keluarganya. (wawancara, 09-12-2011).

Konversi agama yang dialami Merlin merupakan suatu proses yang menjurus kepada penerimaan suatu sikap keagamaan, proses yang dialaminya pun berangsur-angsur. Hal ini juga mencakup perubahan keyakinan terhadap beberapa persoalan agama dan hal ini akan dibarengi dengan berbagai perubahan dalam motivasi terhadap perilaku dan reaksi terhadap lingkungan sosial. Salah satu diantara berbagai arah perubahan ini tampaknya bisa memainkan peranan penting dalam perubahan konversi itu, misalnya intelektual, moral dan sosial. Setiap perubahan intelektual mengandung berbagai implikasi terhadap perilaku dan kesetiaan sosial, dan tidak ada seorang pun bisa mengubah kesetiaan sosialnya dalam bidang agama atau motivasi perilakunya tanpa adanya perubahan dalam apa yang diyakininya (Thoules, 2000: 189). Seperti halnya yang dialami oleh Merlin, perubahan pandangan tentang Islam yang sangat dibencinya tiba-tiba berubah setelah ia membaca literatur-literatur keislaman sehingga merubah keyakinannya pula tentang Islam. Perubahan keyakinannya tersebut mengantarkan ia pada pencarian spiritual yang mendalam, dan ia menemukannya dalam Islam.

Spiritualitas tidak selalu identik dengan agama, walaupun salah satu sumber dari spiritualitas bisa terdapat di dalam agama. Spiritualitas adalah sesuatu pengalaman yang universal sehingga tidak mengacu pada ajaran agama tertentu (Triantoro: 128). Spiritualitas bukanlah Islam, Kristen, Budha, Hindu dan tidak saja dapat ditemui di dalam mesjid-mesjid, gereja-gereja, kuil-kuil atau pun


(17)

7

vihara-vihara, tetapi spiritualitas terdapat di dalam keseluruhan kehidupan manusia, setiap segi dan aspek kehidupan.

Spiritualitas mengacu pada kecenderungan manusia untuk menemukan makna dalam hidup melalui transendensi diri atau kebutuhan untuk terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri individu. Agama mengacu pada pencarian spiritual yang terhubung ke lembaga-lembaga resmi agama, sementara spiritualitas tidak tergantung pada konteks kelembagaan (Zinnbauger, Pargament, & Scott, 1999). Oleh karena itu, spiritualitas adalah istilah yang lebih inklusif untuk mencari sesuatu yang sakral, dan agama mengacu pada pencarian sesuatu yang didasarkan pada bentuk kelembagaan spiritualitas.

Sebelum seseorang memutuskan untuk berpindah agama (melakukan konversi agama). Ada motif dan tujuan tertentu sehingga seseorang itu melakukan tindakan konversi agama. Ada kalanya seseorang tidak menemukan makna hidup dari agama yang sebelumnya ia anut sehingga ia mencari kebermaknaan hidupnya dengan berpindah agama. Atau mungkin seseorang yang sebelumnya mengalami pengalaman spiritual (spiritual experience) yang sangat dahsyat sehingga merubah pemikiran dan paradigma ia dari agama yang sebelumnya ia percayai. Berdasarkan fenomena diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Gambaran Spiritualitas Pada Pelaku Konversi Agama”.

B. Fokus Penelitian

Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa


(18)

bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang.

Konversi agama (religious conversion), menurut Jalaluddin (2004: 265-271) secara umum dapat diartikan dengan berubah agama ataupun masuk agama. Definisi senada diungkapkan oleh Jalaluddin Rahmat bahwa konversi agama adalah istilah yang pada umumnya diberikan untuk proses yang menjurus pada penerimaan suatu sikap keagamaan, baik prosesnya secara bertahap maupun secara tiba-tiba. Jadi, konversi agama merupakan suatu proses dimana individu berpindah agama ke agama lain berdasarkan faktor-faktor tertentu.

Fokus yang akan digali dalam penelitian ini adalah Gambaran Spiritualitas Pelaku Konversi Agama. Sementara itu Stark dan Glock berpendapat bahwa spiritualitas tidak lain adalah suatu komitmen religius, suatu tekad dan itikad yang berkaitan dengan hidup keagamaan.

Secara umum, spiritualitas sering digunakan bergantian dengan agama dalam banyak penelitian ilmu pengetahuan dan kesehatan sosial dan ada kegagalan untuk secara konsisten, jelas, dan secara konseptual mendefinisikan dua konstruksi ini (Miller dan Thoresen 2003; Moberg 2002). Meskipun terjadi tumpang tindih yang signifikan antara spiritualitas dan agama, kedua konsep tersebut berbeda. Misalnya, agama secara umum dilihat sebagai komunitas lebih


(19)

9

fokus, formal, diamati, dan obyektif sedangkan spiritualitas dipandang sebagai individualistis, kurang terlihat, lebih subjektif, kurang formal, dan emosional (Koenig dkk 2001;. Levin 2001). Dimensi spiritualitas berdasarkan penelitian Lisa

M. Lewis (2008) dengan judul “Spiritual Assessment in African-Americans: A Review of Measures of Spirituality Used in Health Research” meliputi: (1) self- transcendence, (2) identifikasi makna dan tujuan hidup, dan (3) keterkaitan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi (Koenig dkk 2001; Levin 2001; Meraviglia 1999). Berdasarkan hasil penelitian Lisa M. Lewis tentang assessment spiritual di Afrika-Amerika, maka diketahui 3 dimensi spiritual sehingga dimensi-dimensi tersebut akan menjadi tambahan dalam fokus penelitian ini, yaitu:

1. Self Transendence (transendensi diri)

Transendensi diri merupakan keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas melampaui definisi-definisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian individual bersangkutan. Transendensi diri mengacu pada pengalaman langsung akan suatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan dengan alam semesta.

2. Identification of Meaning and Purpose in Life

Mengidentifikasi makna dan tujuan hidup, dimana makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting dan berharga, serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan berharga ( Bastaman, 1996).


(20)

Pengertian mengenai makna hidup menunjukan bahwa didalamnya terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Makna hidup ini benar-benar terdapat dalam kehidupan itu sendiri, walaupun dalam kenyataannya tidak mudah ditemukan, karena sering tersirat dan tersembunyi di dalamnya. Bila makna hidup ini berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan bermakna dan berharga yang pada giliranya akan menimbulkan perasaan bahagia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah ganjaran atau akibat samping dari keberhasilan seseorang memenuhi makna hidup.

3. Interconnectedness with God or a Higher Power

Keterkaitan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Dimana seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan merasakan adanya keterkaitan dan kedekatan dengan Tuhan.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka dapat dikemukakan pertanyaan khusus pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: Bagaimana Gambaran Spiritualitas pada Pelaku Konversi agama?

Sub pertanyaan yang mungkin menjadi fokus studi penelitian mencakup: 1. Bagaimana gambaran transendensi diri yang dialami subjek dari pra konversi

sampai pasca konversi agama ke Islam?

2. Bagaimana subjek memaknai tujuan hidupnya dari pra konversi sampai pasca konversi agama ke Islam?


(21)

11

3. Sejauhmana keterkaitan subjek dengan Tuhan dari pra konversi sampai pasca konversi agama ke Islam?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi mengenai gambaran spiritualitas pada pelaku konversi agama dari non-Islam ke Islam.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengungkap informasi yang berkaitan dengan:

1) Transendensi diri yang dialami subjek dari pra konversi sampai pasca konversi agama ke Islam.

2) Makna dan tujuan hidup subjek dari pra konversi sampai pasca konversi agama ke Islam.

3) Keterkaitan subjek dengan Tuhan dari pra konversi sampai pasca konversi agama ke Islam.

E. Manfaat Penelitian 1) Kegunaan Teoritik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan tentang spiritualitas pelaku konversi agama ke Islam sebelum dan setelah melakukan konversi agama tersebut. Kegunaan lainnya, menjadi bahan masukan empiris dan untuk menambah khazanah keilmuan, khususnya dalam kajian Psikologi Agama, Psikologi Transpersonal dan Psikologi Positif yang menyangkut spiritualitas, religiusitas, dan well-being.


(22)

2) Kegunaan Praktis

Dalam tataran praktis, penelitian ini diharapkan dapat berguna:

a. Bagi peneliti, penelitian ini memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai spiritualitas pelaku konversi agama ke Islam. Selain itu, memberikan dampak positif bagi perkembangan spiritualitas peneliti sendiri.

b. Bagi subjek, penelitian ini memberikan gambaran dan pemahaman mengenai spiritualitas pelaku konversi agama sebelum dan sesudah melakukan konversi agama sehingga subjek dapat meningkatkan ibadahnya lebih baik lagi.

c. Bagi pakar agama dan lembaga keagamaan, penelitian ini memberikan gambaran bahwa para pelaku konversi agama atau yang dikenal sebagai muallaf masih membutuhkan bimbingan dan arahan tentang agama yang kini dianutnya.

F. Sistematika Penulisan Penelitian

Berikut rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam penelitian ini:

1. BAB I Pendahuluan, berisi tentang uraian pendahuluan dan merupakan bagian awal skripsi. Pendahuluan berisi tentang latar belakang penelitian, fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.


(23)

13

2. BAB II Kajian Pustaka, berisi penjelasan mengenai definisi konversi agama, definisi spiritualitas dan teori-teori lainnya yang digunakan dalam penelitian ini.

3. BAB III Metode Penelitian, berisi tentang penjabaran rinci dari metode penelitian yang digunakan, termasuk di dalamnya prosedur penelitian, subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan keabsahan data.

4. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisi tentang pemaparan dan pembahasan data penelitian. Dalam bab ini akan ditemukan penjelasan bagaimana gambaran spiritualitas pelaku konversi agama.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran, berisi tentang uraian kesimpulan mengenai keseluruhan pembahasan dalam skripsi ini. Selain itu, dipaparkan juga beberapa saran yang ditujukan kepada subjek penelitian, lembaga keagamaan dan peneliti selanjutnya.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Pengembangan Mesjid (YPM) Bidang Dakwah, Salman ITB. Sedangkan tempat wawancara penelitian bersifat situasional, disesuaikan dengan perjanjian terhadap subjek penelitian. Pemilihan lokasi yang terletak di kawasan YPM Salman ITB dikarenakan YPM Salman ITB merupakan suatu lembaga keagamaan yang cukup berkembang dan menjadi pusat rutinitas keagamaan sebagian besar masyarakat di kota Bandung bahkan sudah familiar di berbagai kota di Indonesia. Salah satunya adalah Bidang Dakwah YPM Salman ITB, sebagai pusat kajian para mualaf.

Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang mualaf yang melakukan konversi agama ke Islam. Pemilihan subjek dilakukan secara purposif berdasarkan karakteristik subjek yang ditentukan dalam penelitian ini, yaitu:

a. Wanita atau Laki-laki berusia lebih dari 20 tahun. Menurut Erikson (Santrock, 2003) individu pada rentang usia tersebut telah memiliki kematangan fisik, psikologis, kognitif dan sosial.

b. Telah melakukan konversi agama selama minimal 1 tahun. Menurut Zakiah Daradjat (1970) individu yang melakukan konversi agama mengalami proses kejiwaan yang cukup panjang sehingga individu tersebut bisa merasakan ekspresi dari konversi yang dilakukannya.


(25)

45

c. Pendidikan minimal SMA, untuk memudahkan subjek memahami pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini didesain dengan penelitian kualitatif, yaitu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya (Kirk & Miller, dalam Moleong, 2000).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2010).

Penelitian kualitatif menurut Bogdan & Taylor (Poerwandari, 2001) adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan perilaku orang-orang yang diamati. Penelitian kualitatif dilakukan karena adanya kenyataan-kenyataan sebagai suatu keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dipisahkan dari konteksnya, serta dilakukan dalam situasi yang wajar karena dilakukan dalam situasi alamiah/natural setting (Lincoln & Guba, dalam Poerwandari, 2001).


(26)

C. Metode Penelitian

Dalam upaya mengeksplorasi kesadaran dan pengalaman-pengalaman subjektif manusia terutama yang berkaitan dengan proses konversi agama, maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fenomenologis. Fenomenologi adalah metode yang bisa membantu kita untuk mendekati gejala sebagaimana kita menghayati, menghidupi, atau mengalami gejala itu secara sebenarnya (Abidin, 2002:69).

Penelitian fenomenologis menggambarkan makna pengalaman subjek akan fenomena yang sedang diteliti. Fenomenologi berusaha memahami manusia dari segi kerangka berpikir maupun bertindak orang-orang itu sendiri. Hal terpenting dalam penelitian fenomenologi adalah kenyataan yang terjadi sebagaimana yang dibayangkan atau dipikirkan oleh individu-individu itu sendiri (Moleong, 2004:35). Husserl (Bagus, 2002: 236) memahami fenomenologi sebagai suatu analisis deskriptif serta introspektif mengenai kedalaman dari semua bentuk kesadaran dan pengalaman langsung, seperti religius, moral, estetis, konseptual, serta indrawi.

Peneliti dalam penelitian fenomenologis berusaha menggungkap esensi atau makna terdalam dari pengalaman-pengalaman subjek. Husserl (Moustakas & Natanson dalam Creswell, 1998: 52) menekankan empat hal dalam penelitian fenomenologis, yaitu:

1) Peneliti mencari makna inti (essence/invariant structure) pada suatu fenomena atau apa yang dialami subjek.


(27)

47

2) Penelitian fenomenologis menekankan intensionalitas kesadaran (intentionality of conscioucness) dimana kesadaran akan sesuatu selalu bersifat intensional atau mengarah pada sesuatu, sehingga realitas suatu objek hanya dilihat menurut makna pengalaman pada individu.

3) Analisa data fenomenologis melalui beberapa langkah yaitu reduksi data, menganalisis kata-kata kunci serta tema yang muncul dari pernyataan subjek, serta mencari makna yang mungkin muncul.

4) Peneliti menyingkirkan semua prasangkanya tentang fenomena yang diteliti, disebut epoche dalam bahasa Yunani ( artinya meletakkan dalam kurung) atau bracketing dalam bahasa Inggris. Dengan demikian peneliti mampu bersikap netral dan memahami subjek dalam dunianya.

D. Definisi Operasional

Gambaran Spiritual pada mualaf ini akan diungkap melalui wawancara mendalam dengan menggunakan pedoman wawancara yang dirumuskan berdasarkan dimensi-dimensi spiritualitas berdasarkan hasil penelitian Lisa M. Lewis tentang assessment spiritual di Afrika-Amerika yang meliputi: (1) self- transcendence, (2) identifikasi makna dan tujuan hidup, dan (3) keterkaitan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi (Koenig dkk 2001; Levin 2001;. Meraviglia 1999).

1. Self Transendence (transendensi diri)

Transendensi diri merupakan keadaan yang disitu rasa tentang diri meluas melampaui definisi-definisi sehari-hari dan citra-citra diri kepribadian


(28)

individual bersangkutan. Transendensi diri mengacu pada pengalaman langsung akan suatu koneksi, harmoni atau kesatuan yang mendasar dengan orang lain dan dengan alam semesta.

2. Identification of Meaning and Purpose in Life

Mengidentifikasi makna dan tujuan hidup, dimana makna hidup merupakan sesuatu yang dianggap penting dan berharga, serta memberikan nilai khusus bagi seseorang. Makna hidup bila berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan ini dirasakan demikian berarti dan berharga ( Bastaman, 1996).

Pengertian mengenai makna hidup menunjukan bahwa didalamnya terkandung juga tujuan hidup, yakni hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Makna hidup ini benar-benar terdapat dalam kehidupan itu sendiri, walaupun dalam kenyataannya tidak mudah ditemukan, karena sering tersirat dan tersembunyi di dalamnya. Bila makna hidup ini berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan kehidupan dirasakan bermakna dan berharga yang pada giliranya akan menimbulkan perasaan bahagia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kebahagiaan adalah ganjaran atau akibat samping dari keberhasilan seseorang memenuhi makna hidup.

3. Interconnectedness with God or a Higher Power

Keterkaitan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Dimana seseorang yang memiliki spiritualitas yang tinggi akan merasakan adanya keterkaitan dan kedekatan dengan Tuhan.


(29)

49

E. Instumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (human instrument). Konsep human instrument dipahami sebagai alat yang dapat mengungkap fakta-fakta lapangan dan tidak ada alat yang paling elastis dan tepat untuk mengungkap data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri (Satori & Komariah, 2010: 61-62). Lincoln dan Guba (1985: 43) menjelaskan bahwa manusia sebagai instrumen pengumpulan data memberikan keuntungan, dimana ia dapat bersikap fleksibel dan adaptif, serta dapat menggunakan keseluruhan alat indera yang dimilikinya untuk memahami sesuatu.

Peneliti kualitatif sebagai human instrument, berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data dan membuat kesimpulan atas temuannya (Sugiyono, 2007: 60).

Menurut Nasution (1988), peneliti sebagai instrumen penelitian sesuai untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dan lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian. 2) Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan

dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.

3) Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa tes atau angket yang dapat menangkap keseluruhan situasi, kecuali manusia.


(30)

4) Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminya kita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.

5) Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yang diperoleh. 6) Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan

data yang dikumpulkan pada suatu saat dan menggunakan segera sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan dan perbaikan.

7) Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diteliti.

Selain peneliti sebagai instrumen penelitian, dibantu juga dengan menggunakan semi structure interview guide, serta alat perekam.

F. Objektivitas dan Keabsahan Data

Dengan mengacu pada Moleong (1994), untuk pembuktian validitas data penelitian ini ditentukan oleh kredibilitas temuan dan interpretasinya dengan mengupayakan temuan dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang senyatanya dan disetujui oleh subjek penelitian. Agar kondisi tersebut dapat terpenuhi dengan cara memperpanjang observasi, pengamatan yang terus menerus, triangulasi dan membicarakan hasil temuan dengan orang lain serta menggunakan bahan referensi. Adapun untuk reliabilitas dapat dilakukan dengan pengamatan sistematis, berulang dan dalam situasi yang berbeda.


(31)

51

Objektivitas dan keabsahan data yang dilakukan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah dengan :

1. Menggunakan bahan referensi, yaitu data hasil wawancara didukung dengan adanya rekaman wawancara.

2. Mengadakan member check, yaitu pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada sumber informan. Tujuan dari member check ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh informan. Apabila data yang ditemukan disepakati oleh para informan berarti data tersebut valid, sehingga semakin kredibel/dipercaya.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam (in depth interview) dan dengan menggunakan pedoman wawancara.

a. Wawancara

Metode wawancara mendalam digunakan untuk memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam terhadap peristiwa yang dialami dan dirasakan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk mengungkap gambaran spiritualitas mualaf yang melakukan konversi agama ke Islam.

b. Pedoman wawancara

Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk tentang garis besar proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok-pokok yang direncanakan dapat


(32)

tercakup seluruhnya. Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan responden dalam konteks wawancara yang sebenarnya (Moleong, 2010).

Pedoman wawancara dibuat berdasarkan teori konversi agama dan spiritualitas terutama tentang komponen yang ada di dalamnya, yaitu self- transcendence, identifikasi makna dan tujuan hidup, dan keterkaitan dengan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Pertanyaan-pertanyaan ini nantinya masih dapat berkembang sesuai dengan kondisi subjek di lapangan. Wawancara akan dilakukan dengan bantuan tape recorder dan alat tulis berupa buku dan pulpen.

H. Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif model interaktif sebagaimana diajukan oleh Miles dan Huberman (1992), yaitu terdiri dari tiga hal utama yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis.

Diagram 3.1 Proses Analisis Data Model Interaktif Miles & Huberman (1992) Reduksi

Data

Penyajian Data

Penarikan Kesimpulan


(33)

53

Selanjutnya Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, lalu dicari tema dan polanya. Apabila hal tersebut telah dilakukan, maka akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

Langkah selanjutnya setelah mereduksi data adalah mendisplaykan data. Miles dan Huberman (Sugiyono, 2010) menjelaskan bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan display data, maka akan lebih memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dalam permasalahan hal yang diteliti dan dapat merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

Langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif hipotesis, atau teori.


(34)

I. Tahap-tahap Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan landasan teori serta mencari infomasi yang berkaitaan dengan masalah yang akan diteliti b. Melakukan pengamatan pada lingkungan sekitar maupun lingkungan

tertentu yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. c. Merumuskan masalah yang akan diteliti

d. Menentukan subyek penelitian e. Menentukan lokasi penelitian

f. Mengurusi segala macam yang berhubungan dengan administrasi penelitian seperti SK Pembimbing, Surat Izin Penelitian, dan lain-lain 2. Tahap Pelaksanaan

a. Membuat surat izin pengambilan data di lokasi penelitian, yaitu di YPM Salman ITB.

b. Pemilihan subyek penelitian di YPM Salman ITB dengan melakukan sedikit wawacara dengan pembina mualaf untuk menyesuaikan dengan kriteria subjek yang telah ditentukan.

c. Melakukan pendekatan dengan dua orang subyek penelitian dengan melakukan perjanjian pertemuan di suatu tempat untuk menjelaskan maksud dan tujuan penelitian.

d. Pengambilan data dengan cara wawancara dan observasi terhadap dua orang subjek penelitian.


(35)

55

3. Tahap pengolahan data

a. Membuat verbatim hasil wawancara.

b. Mengklasifikasikan hasil wawancara sesuai dengan kategori yang telah ditentukan.

c. Mereduksi data hasil wawancara.

d. Mendisplay data yang telah direduksi dalam bentuk uraian naratif. e. Konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai hasil yang telah

diperoleh peneliti. 4. Tahap pembahasan

a. Menguraikan display data yang telah dilakukan peneliti dengan menggunakan landasan teori yang sesuai.

b. Menarik kesimpulan dari pola dan tema yang dihasilkan oleh subyek penelitian.

c. Konsultasi dengan dosen pembimbing mengenai hasil yang telah diperoleh peneliti.

5. Tahap akhir

Membuat laporan sebagai pertanggungjawaban dari data-data dan pembahasan terhadap hasil penelitian.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah didapat dan dijelaskan dalam Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan, yaitu:

1. Kedua subjek memiliki persamaan dan perbedaan melakukan konversi agama ke Islam. Persamaan pada subjek PR dan KR adalah ketika pertama kali memutuskan untuk melakukan konversi agama ke Islam yaitu di usia 20-21 tahun saat berada pada masa remaja akhir. Dimana pada masa itu terjadi peningkatan kapasitas kognitif, keterbukaan dan penerimaan terhadap nilai-nilai baru. Selain itu faktor psikologis berupa adanya perasaan tidak mendapatkan ketenangan, kedamaian dan kenyaman ketika melaksanakan ritual-ritual keagamaan dalam agama sebelumnya membuat kedua subjek melakukan proses pencarian spiritualitas dan menemukannya dalam Islam. Perbedaan antara subjek PR dan KR, dimana PR belum mengungkapkan identitas keIslamannya kepada kedua orangtuanya sampai saat ini sedangkan KR sudah mengungkapkan identitas keIslamannya kepada orangtuanya semenjak awal pertama KR menjadi muslim.

2. Setelah melakukan konversi agama ke Islam, kedua subjek mendapatkan perubahan yang sangat signifikan. Nilai-nilai Islam telah membawa pengaruh positif dalam kehidupan subjek, dimana subjek merasa lebih bisa


(37)

124

mengontrol emosi, lebih menjaga perilaku dan perkataan serta merasa menjadi individu yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Adanya perubahan yang dirasakan subjek tersebut merupakan hasil manifestasi dari proses konversi agama yang dilakukannya, dimana nilai-nilai yang lama ditinggalkan dan diubah dengan nilai-nilai yang baru.

3. Proses spiritualitas yang dialami kedua subjek melibatkan 3 aspek, yaitu: transendensi diri (self transendence), menemukan makna dan tujuan hidup (identification of meaning and purpose in life) serta kedekatan dengan Tuhan dan sesuatu yang lebih tinggi (Interconnectedness with God or a Higher Power). Dimana gambaran spiritualitas kedua subjek dari pra konversi sampai pasca konversi mengalami perubahan.

4. Gambaran transendensi diri pada kedua subjek pasca konversi agama ke Islam diungkapkan dengan adanya rasa kedamaian, ketenangan dan kenyamanan ketika melaksanakan ibadah seperti shalat dan dzikir. Gambaran makna dan tujuan hidup kedua subjek pun menjadi lebih terarah dan terkonsep dengan jelas, dimana tujuan hidup kedua subjek tidak hanya terpaut pada aspek materi dan dunia saja tetapi lebih pada pencapaian kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat. Gambaran kedekatan dengan Tuhan, diungkapkan kedua subjek menjadi lebih dekat. Koneksi antara subjek dan Tuhan dibangun saat melaksanakan ibadah, subjek merasa Tuhan akan dekat dengannya jika ia pun mendekat.


(38)

B. Rekomendasi

1. Bagi subjek

a. Subjek PR dan KR perlu menjalin komunikasi dan berbagi pengalaman dengan muallaf yang lain untuk membantu proses penyesuaian diri yang lebih optimal.

b. Dikhususkan kepada subjek PR hendaknya terus berupaya untuk mengungkapkan perasaan yang dialami dan dirasakannya secara lebih jujur sehingga terhindar dari perasaan ketidaknyamanan.

c. Terus berusaha untuk mengenal dan memahami konsep ketuhanan baik secara mandiri maupun dengan bimbingan orang lain dan meneguhkan keyakinan atas tindakan konversi agama yang telah dilakukan.

d. Mendaftarkan perubahan identitas keagamaan secara resmi sesuai hukum negara akan lebih memberikan penegasan dan membantu penerimaan identitas diri pada subjek PR.

2. Bagi keluarga maupun sahabat

a. Menjalin komunikasi yang lebih terbuka dengan subjek serta melibatkan subjek dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kehidupan subjek.

b. Bagi keluarga/orangtua yang berbeda agama, diharapkan bisa memberikan dukungan dan membantu subjek untuk melakukan penyesuaian diri dalam menjalankan berbagai peran dalam kehidupan subjek, misalnya dengan mengizinkan subjek terlibat dalam kegiatan bersama komunitas muslim.


(39)

126

3. Bagi komunitas agama dan yayasan pembinaan muallaf

a. Menyediakan akses informasi yang lebih luas dan mudah bagi para muallaf untuk mengetahui informasi dan mendapatkan bimbingan tentang Islam.

b. Memberikan dukungan dan bantuan bagi muallaf dalam menghadapi berbagai resiko, tekanan eksternal yang dihadapi terkait tindakan konversi yang dilakukan subjek, misalnya dengan pendampingan, memberi beasiswa atau tempat tinggal sementara.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian sejenis dapat memperluas fokus penelitian pada individu yang melakukan konversi pada agama-agama selain Islam untuk mendapatkan konsep yang lebih komprehensif tentang konversi agama pada muallaf. Penelitian sejenis dapat memperdalam penelitian perkembangan spiritualitas pada mualaf dari latar belakang agama awal yang lebih beragam, misalnya dari agama Hindu, Budha, atau aliran kepercayaan.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D dan Suroso, F. N. (2001). Psikologi Islami. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Abidin, Zainal. (2002). Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: Refika Aditama.

Azhar, Tauhid Nur. (2007). DNA Cantik: The Trully Beauty of Women. Bandung: ZIP Books.

Bastaman, Hanna Djumhana. (1994). "Dimensi Spiritual dalam Teori Psikologi Kontemporer: Logoterapi Victor E. Frankl". dalam Jurnal Ulumul Qur'an, Nomer 4 Vol. V.

Bastaman, Hanna Djumhana. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cremmers, Agus. (1995). Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W. Fowler; Sebuah Gagasan Dalam Psikologi Agama. Editor: Supratiknya,. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Daradjat, Zakiah. (1993). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang.

Frankl, Victor E. (2004). Mencari Makna Hidup, Man’s Search for Meaning. Penerjemah: Dharma. Bandung: Penerbit Nuansa.

Herdiansyah, Haris. (2010) Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Hidayat, Komaruddin. (2006). Psikologi Kematian. Bandung: Hikmah.

Holid, Anwar. (2009). Seeking Truth Finding Islam: Kisah Empat Mualaf yang Menjadi Duta Islam di Barat. Bandung: PT Mizan.

Jalaluddin. (2001). Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

James, William. (2004). The Varietes of Religious Experience; Perjumpaan dengan Tuhan—Ragam Pengalaman Religius Manusia. Penerjemah: Admiranto, Gunaean. Bandung : Mizan Media Utama.


(41)

128

Kose, Ali. (1996). Religious Conversion: Is It an Adolescent Phenomenon? The Case of Native British Converts to Islam. Istanbul : TDV Centre of

Islamic Studies. (Online) Avaliable FTP:

http://www.questia.com/pm.qst?a=o&d=77022390. Diunduh 22 Februari 2011.

Kosasih, Engkos & Ihsan, Helli. (2011). Jurnal Psikologi. Eksplorasi Spiritualitas Religius dalam Kitab AL-HIKAM.

Lewis, Lisa M. (2008). Jurnal Penelitian. Spiritual Assessment in African-Americans: A Review of Measures of Spirituality Used in Health Research.

Mangunwijaya, Y. B. (1986). Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta : Gramedia.

Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mulyono, Ninin Kholida. (2007). Proses Pencarian Identitas Diri Pada Remaja Mualaf. Skripsi. Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro.

Mulyadi, Helfa Arief. (2010). Proses Pengambilan Keputusan Pada Pelaku Konversi Agama. Skripsi. Prodi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Muus, R. (1996). Theories of Adolescence. New York : McGraw Hill.

Muthahhari, Murtadha. (2007). Membumikan Kitab Suci: Manusia dan Agama. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Musawi, Sayyid Mujtaba. (1997). Meraih Kesempurnaan Spiritual. Bandung: Pustaka Hidayah.

Paloutzian, Raymond F. (1996). Invitation to the Psychology of Religion. London: Allyn and Bacon.

Pargament, K. I. (1997). The Psychology of Religion and Coping. New York: The Guilford Press.

Pasiak, Taufik. (2007). Brain Management for Self Improvement. Bandung: PT Mizan.


(42)

Pasiak, Taufik. (2012). Tuhan dalam Otak Manusia: Mewujudkan Kesehatan Spiritual Berdasarkan Neurosains. Bandung: PT Mizan.

Pasiak, Taufik. (2009). Unlimited Potency of The Brain: Kenali dan Manfaatkan Sepenuhnya Potensi Otak Anda yang Terbatas. Bandung: PT Mizan. Purwanto, Yadi. (2007). Epistemologi Psikologi Islami. Bandung: Refika

Aditama.

Purwakanta Hasan, Aliah. (2006). Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rahmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: PT Mizan.

Ramayulis. (2002). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.

Reynolds, Caroline. (2005). Spiritual Fitness: Kesehatan Spiritual. Yogyakarta: Baca.

S. Endah, S. Yanti, B. Nova. (1997). Mengapa Aku Pilih Islam; Kumpulan Kisah Para Muallaf. Jakarta: PT. Intermasa.

Santrock, John W. (2002). Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (1998). Psikologi Sosial; Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Balai Pustaka.

Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Schwartz, Arthur J. (2000). The Nature of Spiritual Transformation; A Review of the

Literature. (Online) Available FTP :http: //www.metanexus.Net

/spiritual_transformation/research/pdf/STSRP_Literature2-7.htm. Diunduh 21 Desember 2012.

Smith, Jonathan A. (2009). Dasar-dasar Psikologi Kualitatif. Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:


(43)

130

Syamsul Arifin, Bambang. (2008). Psikologi Agama. Bandung: CV Pustaka Setia. Thouless, H Robert. (2000). Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja

Grafindo.

Whitehead, Alfred North. (2009). Mencari Tuhan Sepanjang Zaman. Bandung: PT Mizan.

Zohar, Danah. (2002). SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: PT Mizan.

---.(2000). www.metanexus. net/spiritual_transformation/research/pdf/ STSRP-literature2-7 html.

---.(2006). http://www.muallaf.com/modules.php?name=news&files+article &sid=49.

---.(2007). http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama. ---.(2010). http://sulaiman.blogdetik.com/category/spiritual.

---.(2004). Sofware Al-Qur’an Digital versi 2.0, Muharram 1425 H. (Online) Tersedia: http//www.alquran-digital.com.


(44)

LAMPIRAN-LAMPIRAN


(1)

126

3. Bagi komunitas agama dan yayasan pembinaan muallaf

a. Menyediakan akses informasi yang lebih luas dan mudah bagi para muallaf untuk mengetahui informasi dan mendapatkan bimbingan tentang Islam.

b. Memberikan dukungan dan bantuan bagi muallaf dalam menghadapi berbagai resiko, tekanan eksternal yang dihadapi terkait tindakan konversi yang dilakukan subjek, misalnya dengan pendampingan, memberi beasiswa atau tempat tinggal sementara.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian sejenis dapat memperluas fokus penelitian pada individu yang melakukan konversi pada agama-agama selain Islam untuk mendapatkan konsep yang lebih komprehensif tentang konversi agama pada muallaf. Penelitian sejenis dapat memperdalam penelitian perkembangan spiritualitas pada mualaf dari latar belakang agama awal yang lebih beragam, misalnya dari agama Hindu, Budha, atau aliran kepercayaan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D dan Suroso, F. N. (2001). Psikologi Islami. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.

Abidin, Zainal. (2002). Analisis Eksistensial Untuk Psikologi dan Psikiatri. Bandung: Refika Aditama.

Azhar, Tauhid Nur. (2007). DNA Cantik: The Trully Beauty of Women. Bandung: ZIP Books.

Bastaman, Hanna Djumhana. (1994). "Dimensi Spiritual dalam Teori Psikologi

Kontemporer: Logoterapi Victor E. Frankl". dalam Jurnal Ulumul Qur'an,

Nomer 4 Vol. V.

Bastaman, Hanna Djumhana. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju

Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cremmers, Agus. (1995). Tahap-Tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut

James W. Fowler; Sebuah Gagasan Dalam Psikologi Agama. Editor:

Supratiknya,. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Daradjat, Zakiah. (1993). Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT Bulan Bintang.

Frankl, Victor E. (2004). Mencari Makna Hidup, Man’s Search for Meaning. Penerjemah: Dharma. Bandung: Penerbit Nuansa.

Herdiansyah, Haris. (2010) Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu

Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Hidayat, Komaruddin. (2006). Psikologi Kematian. Bandung: Hikmah.

Holid, Anwar. (2009). Seeking Truth Finding Islam: Kisah Empat Mualaf yang

Menjadi Duta Islam di Barat. Bandung: PT Mizan.

Jalaluddin. (2001). Psikologi Agama. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

James, William. (2004). The Varietes of Religious Experience; Perjumpaan

dengan Tuhan—Ragam Pengalaman Religius Manusia. Penerjemah:


(3)

128

Kose, Ali. (1996). Religious Conversion: Is It an Adolescent Phenomenon? The

Case of Native British Converts to Islam. Istanbul : TDV Centre of

Islamic Studies. (Online) Avaliable FTP:

http://www.questia.com/pm.qst?a=o&d=77022390. Diunduh 22 Februari 2011.

Kosasih, Engkos & Ihsan, Helli. (2011). Jurnal Psikologi. Eksplorasi Spiritualitas

Religius dalam Kitab AL-HIKAM.

Lewis, Lisa M. (2008). Jurnal Penelitian. Spiritual Assessment in

African-Americans: A Review of Measures of Spirituality Used in Health Research.

Mangunwijaya, Y. B. (1986). Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta : Gramedia.

Moleong, Lexy J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Mulyono, Ninin Kholida. (2007). Proses Pencarian Identitas Diri Pada Remaja

Mualaf. Skripsi. Prodi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas

Dipenogoro.

Mulyadi, Helfa Arief. (2010). Proses Pengambilan Keputusan Pada Pelaku

Konversi Agama. Skripsi. Prodi Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia.

Muus, R. (1996). Theories of Adolescence. New York : McGraw Hill.

Muthahhari, Murtadha. (2007). Membumikan Kitab Suci: Manusia dan Agama. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Musawi, Sayyid Mujtaba. (1997). Meraih Kesempurnaan Spiritual. Bandung: Pustaka Hidayah.

Paloutzian, Raymond F. (1996). Invitation to the Psychology of Religion. London: Allyn and Bacon.

Pargament, K. I. (1997). The Psychology of Religion and Coping. New York: The Guilford Press.

Pasiak, Taufik. (2007). Brain Management for Self Improvement. Bandung: PT Mizan.


(4)

Pasiak, Taufik. (2012). Tuhan dalam Otak Manusia: Mewujudkan Kesehatan

Spiritual Berdasarkan Neurosains. Bandung: PT Mizan.

Pasiak, Taufik. (2009). Unlimited Potency of The Brain: Kenali dan Manfaatkan

Sepenuhnya Potensi Otak Anda yang Terbatas. Bandung: PT Mizan.

Purwanto, Yadi. (2007). Epistemologi Psikologi Islami. Bandung: Refika Aditama.

Purwakanta Hasan, Aliah. (2006). Psikologi Perkembangan Islami. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rahmat, Jalaluddin. (2003). Psikologi Agama: Sebuah Pengantar. Bandung: PT Mizan.

Ramayulis. (2002). Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia.

Reynolds, Caroline. (2005). Spiritual Fitness: Kesehatan Spiritual. Yogyakarta: Baca.

S. Endah, S. Yanti, B. Nova. (1997). Mengapa Aku Pilih Islam; Kumpulan Kisah

Para Muallaf. Jakarta: PT. Intermasa.

Santrock, John W. (2002). Life Span Development; Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, Sarlito Wirawan. (1998). Psikologi Sosial; Individu dan Teori-Teori

Psikologi Sosial. Jakarta: PT. Balai Pustaka.

Schultz, D. (1991). Psikologi Pertumbuhan Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Schwartz, Arthur J. (2000). The Nature of Spiritual Transformation; A Review of the

Literature. (Online) Available FTP :http: //www.metanexus.Net /spiritual_transformation/research/pdf/STSRP_Literature2-7.htm. Diunduh 21 Desember 2012.

Smith, Jonathan A. (2009). Dasar-dasar Psikologi Kualitatif. Bandung: Nusa Media.

Sugiyono. (2007). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung:


(5)

130

Syamsul Arifin, Bambang. (2008). Psikologi Agama. Bandung: CV Pustaka Setia. Thouless, H Robert. (2000). Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja

Grafindo.

Whitehead, Alfred North. (2009). Mencari Tuhan Sepanjang Zaman. Bandung: PT Mizan.

Zohar, Danah. (2002). SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir

Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: PT

Mizan.

---.(2000). www.metanexus. net/spiritual_transformation/research/pdf/ STSRP-literature2-7 html.

---.(2006). http://www.muallaf.com/modules.php?name=news&files+article &sid=49.

---.(2007). http://klinis.wordpress.com/2007/12/27/konversi-agama. ---.(2010). http://sulaiman.blogdetik.com/category/spiritual.

---.(2004). Sofware Al-Qur’an Digital versi 2.0, Muharram 1425 H. (Online) Tersedia: http//www.alquran-digital.com.


(6)

LAMPIRAN-LAMPIRAN