KARYA TULIS ILMIAH Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kasus Post Open Reduction Internal Fixation Fracture 1/3 Medial Tibia Dextra Dengan Pemasangan Plate And Screw Di Rso Prof. Dr. Soeharso Surakarta.

(1)

POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION

FRACTURE

1/3

MEDIAL

TIBIA DEXTRA

DENGAN PEMASANGAN

PLATE AND SCREW

DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA

Diajukan Guna Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Oleh:

YULIA AYU HIJRANINGRUM J100 110 031

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN


(2)

(3)

(4)

MANAGEMENT THERAPEUTIC EXERCISE IN THE CASE POST OPEN REDUCTION INTERNAL FIXATION FRACTURE 1/3 MEDIAL TIBIA

DEXTRA WITH PLATE AND SCREW

AT Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA HOSPITALS (Yulia Ayu Hijraningrum, 2014, 45 pages)

Abstract

Background: fracture tibia and fibula are fracture of long bones that frequently occured over than 500.000 case every year. Recorded for 244 fracture case of shaft tibia, 24 case related and occured toward football players. Three among them are professional football players and the rest are amateur players average on 23 years old. Example handling for this facture that is operatif with plate and screw.

Aims of research: to study about the implementation of therapeutic exercise to reducing oedema in proximal incisi, reducing pain montion and tenderness around oedema area, increasing range of montion ankle joint dextra, increasing muscle strength of ankle joint dextra, and reducing atrophy muscel in lower leg dextra.

Results: after therapy for about six times the obtained results of the assesment of pain in painfull silence T1: 1 to T6: 1, montion pain T1: 4 to T6: 3, tenderness T1: 4 to T6: 3. Increase active range of montion S: T1: 10-0-10 to T6: 20-0-35, R: T1: 5-0-10 to T6 15-0-20, passive range of montion S: T1: 15-0-15 to T6: 25-0-40, R: T1: 10-0-15 to T6: 20-0-25. Increase musle strenght of dorso fleksi: 3+ to T6: 4-, plantar fleksor T1: 3+ to T6: 4-, evertor T1: 2+ to T6: 3-, and invertor T1: 2+ to T6: 3-.

Conclusion: therapeutic exercise can reduse oedema in proximal incisi, reduse montion pain and tenderness around oedema area, increase range of montion ankle joint dextra, increase musle strenght of ankle joint dextra, but can’t reduce atrophy in lower leg dextra.


(5)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang (Solomon, 2010). Fraktur tibia dan fibula adalah fraktur tulang panjang yang paling sering terjadi lebih dari 500.000 kasus setiap tahun (Connor, 2005). Dalam periode 5 tahun terakhir (1997-2001). Tercatat 244 kasus fraktur shaft tibia. Sebanyak 24 (9,8%) berkaitan dan terjadi pada pemain sepak bola. (Journal

Of Orthopaedic Surgery and Reseach, 2007).

Pada kondisi post operasi fraktur 1/3 medial tibia dextra dengan pemasangan plate and screw akan muncul problematika seperti “impairment” berupa 1) oedema di sebelah proksimal dari incisi pada tungkai bawah kanan, 2) nyeri gerak dan tekan di sekitar oedema pada tungkai bawah kanan, 3) keterbatasan Lingkup Gerak Sendi (LGS) ankle joint dextra, 4) penurunan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra, dan 5) atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan. “Functional limitation” berupa keterbatasan dalam melakukan aktivitas fungsional sehari-hari seperti berjalan, melakukan pekerjaan rumah, naik turun tangga, jongkok, dan melompat.”Disability” ketidakmampuan pasien untuk melakukan hobi, pekerjaan dan kegiatan sosial.

Modalitas yang digunakan fisioterapi sebagai upaya pemulihan dan pengembalian kemampuan fungsional pada pasien fraktur adalah terapi latihan. Macam dari terapi latihan diantaranya 1) static contraction, 2)


(6)

berfungsi untuk 1) mengurangi oedema di sebelah proksimal dari incisi pada tungkai bawah kanan, 2) mengurangi nyeri gerak dan tekan di sekitar oedema pada tungkai bawah kanan, 3) meningkatkan LGS ankle joint dextra, 4) meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra, dan 5) mengurangi

atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat dituliskan oleh penulis adalah Apakah terapi latihan dapat (1) mengurangi oedema di sebelah proksimal dari incisi pada tungkai bawah kanan, (2) mengurangi nyeri gerak dan tekan di sekitar

oedema pada tungkai bawah kanan, (3) meningkatkan Lingkup Gerak sendi

(LGS) ankle joint dextra, (4) meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle

joint dextra, (5) mengurangi atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah Untuk mengetahui manfaat terapi latihan dalam (1) mengurangi oedema di sebelah proksimal dari incisi pada tungkai bawah kanan, (2) mengurangi nyeri gerak dan tekan di sekitar daerah oedema pada tungkai bawah kanan, (3) meningkatkan LGS

ankle joint dextra, (4) meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint

dextra, (5) mengurangi atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah:

1. Bagi mahasiswa: (a) Melatih mahasiswa untuk menyusun hasil pemikiran dan penelitian yang telah dilakukan tentang pelaksanaan terapi latihan


(7)

pada kasus postORIF fraktur 1/3 medial tibia dextra dengan pemasangan

plate and screw, (b) Mempeluas dan memperdalam pengetahuan

mahasiswa tentang pelaksanaan terapi latihan pada kasus post ORIF fraktur 1/3 medial tibia dextra dengan pemasangan plate and screw. 2. Bagi masyarakat

Menambah pengetahuan masyarakat tentang pelaksanaan terapi latihan pada kasus post ORIF fraktur 1/3 medial tibia dextra dengan pemasangan plate and screw.

TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kasus

1. Anatomi Fisiologi

a. Sistem tulang: salah satu tulang tungkai bawah selain fibula adalah

tibia. Tibia berartikulasi dengan condylus femoris di superior dan

talus di inferior yang berfungsi membawa berat tubuh. Tulang tibia

terletak di sebelah medial fibula yang terdiri dari 3 bagian, yaitu

epiphysis proximalis, diaphysis dan epiphysis distalis.

b. Sistem persendian: sendi pergelangan kaki terdiri dari 3 persendian yaitu distal tibiofibular joint, talocrural joint, dan subtalar joint. c. Sistem otot dan persarafan: pada tungkai bawah terdapat beberapa

otot yang berpengatuh pada pergerakan anklejoint serta jari-jari kaki yang disarafi oleh nervus ischiadicus. Otot-otot antaralain: m.

tibialis anterior, m. ekstensor hallucis longus, m. ekstensor


(8)

fibularis brevis, m. gastrocnemius, m. soleus, m. plantaris, m.

popliteus, m.flexor hallucis longus, m. flexor digitorum longus, dan

m. tibialisposterior. 2. Fraktur 1/3 medialtibia

a. Definisi

1) Fraktur 1/3 medial tibia adalah fraktur diafisis tibia (Thomas, 2011).

2) Open Reduction Internal Fixation suatu bentuk pembedahan

dengan menggunakan internal fiksasi (Apley, 1995).

3) Plate and screw adalah salah satu fiksasi internal berbentuk

pipih dan silinder padat

4) Terapi latihan adalah modalitas dengan gerak tubuh baik secara aktif maupun pasif (Kisner, 2007).

b. Etiologi: fraktur akibat peristiwa trauma, fraktur kelelahan atau tekanan, dan fraktur patologik.

c. Patofisiologi ketika mengalami cidera, fragment akan mengalami regenerasi secara bertahap yaitu (1) kerusakan jaringan dan pembentukan haematoma, (2) radang dan proliferasi seluller, (3) pembentukan kalus, (4) konsolidasi, (5) remodeling.

d. Jenis fraktur menurut Apley (1995) dibagi menjadi yaitu fraktur lengkap dan fraktur tak lengkap

e. Gambaran klinis menurut Lewis (2007) fraktur adalah nyeri,


(9)

mobilitas abnormal, krepitasi, dan deformitas (dikutip oleh Musliha, 2010).

f. Komplikasi fraktur yaitu syok, syndroma compartement, infeksi, avaskular nekrosis, delayed union, non union, mal union (Helmi, 2012).

B. Problematika Fisioterapi

1. Impairment : Nyeri, Oedema, Penurunan LGS, Penurunan kekuatan otot,

Atrophy (Tambayong, 2000).

2. Functional limitation: pasien tidak mampu lari, jongkok, lompat tetapi

mampu naik turun tangga, pergi ke toilet, mengambil benda di lantai, dan berjalan melewati ruangan dengan kruk.

3. Disability: pasien tidak mampu melakukan hobinya yaitu sepak bola dan

bekerja sebagai pekerja bangunan.

C. Renvcana Teknologi Interverensi Fisioterapi

1. Static cintraction dapat mengurangi oedema sehingga nyeri berkurang dan dapat memperlancar aliran darah dan menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atrofi. Static contraction akan terjadi pumping action dan kontraksi otot yang dapat menekan pembuluh darah vena sehingga aliran darah akan lancar dan eksudat akan dapat dialirkan ke bagian yang lebih proksimal (Kisner, 2007).

2. Relaxed passive movement dapat mengurangi nyeri serta terjadinya


(10)

3. Hold relax dapat meningkatkan LGS dan mengurangi nyeri. Setelah kontraksi maksimal maka membutuhkan suplai darah yang besar dan darah yang mengalir ke jaringan semakin besar dan zat “P” ikut terangkut (Kisner, 2007).

4. Free active movement dapat menjaga LGS, meningkatkan kekuatan dan

daya tahan otot, meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan rileksasi otot, penguluran jaringan lunak.

5. Resisted active movement dapat meningkatkan kekuatan otot, menjaga

daya tahan otot, dan meningkatkan aliran darah. Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot karena adanya irradiasi dan overflow

reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit latihan ini

akan meningkatkan rekuitmen motor unit sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja,(Kisner, 2007).

PENATALAKSANAAN STUDI KASUS A. Pengkajian Fisioterapi

1. Pemeriksaan subjektif meliputi: anamnesis (anamnesis umum dan khusus)

2. Pemeriksaan objektif meliputi tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, pemeriksaan gerak dasar, nyeri, lingkup gerak sendi(lgs),

manual muscle testing, antropometri

B. Problematika Fisioterapi

1. Impairment terdapat (1) oedema di sebelah proksimal incisi pada tungkai


(11)

tungkai bawah kanan, (3) keterbatasan lgs ankle joint dextra, (4) kelemahan otot-otot penggerak ankle joint dextra, (5) atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan.

2. Functional limitation: pasien tidak mampu lari, jongkok, dan lompat dan

pasien mampu naik turun tangga, pergi ke kamar mandi, mengambil benda di lantai, berjalan melewati ruang dengan kruk.

3. Disability: pasien tidak mampu sepak bola dan bekerja sebagai pekerja

bangunan.

C. Rencana Tujuan Fisioterapi

Tujuan jangka adakah mengurangi oedema di sebelah proksimal dari

incisi pada tungkai bawah kanan, (2) mengurangi nyeri gerak dan tekan di

sekitar daerah oedema pada tungkai bawah kanan, (3) meningkatkan LGS

ankle joint dextra, (4) meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint

dextra, (5) mengurangi atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan. Tujuan

jangka panjang adalah melanjutkan tujuan jangka pendek dan engembalikan aktifitas fungsional seperti semula.

D. Rencana Pelaksanaan Fisioterapi

1. Terapi latihan: static contrction, Relaxed passive movement, Hold relax, Free active movement, Resisted active movement

2. Edukasi: Mengajarkan gerakan yang dapat dilakukan sendiri di rumah, latihan dengan menggunakan ikat pinggang, menjelaskan proses healing fraktur pada pasien, menghindari menumpu berat badan penuh pada tungkai kanan.


(12)

E. Rencana Evaluasi

Nyeri menggunakan VDS, LGS menggunakan goneometer, kekuatan otot menggunakan MMT, oedema dan atrophy menggunakan midline.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil penilaian nyeri pada nyeri diam T1: 1 menjadi T6: 1, nyeri gerak T1: 4 menjadi T6: 3, dan nyeri tekan T1: 4 menjadi T6: 3. Peningkatan LGS aktif sendi S: T1: 10-0-10 menjadi T6: 20-0-35, R: T1: 5-0-10 menjadi T6: 15-0-25, LGS pasif sendi S: T1: 15-0-15 menjadi T6: 20-0-40, R: T1: 10-0-15 menjadi T6: 20-0-25. Peningkatan kekuatan otot

dorso fleksor T1: 3+ menjadi T6: 4-, plantar fleksor T1: 3+ menjadi T6: 4-,

evertor T1: 2+ menjadi T6: 3-, dan invertor T1: 2+ menjadi T6: 3-. Oedema T1:

tuberositas tibia: 27 cm, 3 cm↓: 26, 5 cm↓: 27, 14 cm↓: 26 cm, 19 cm↓: 23 cm, 26

cm↓: 20 cm menjadi T6: tuberositas tibia: 27 cm, 3 cm↓: 26, 5 cm↓: 26, 3 cm, 14 cm↓: 26 cm, 19 cm↓: 23 cm, 26 cm↓: 20 cm. Atrophy T1: tuberositas tibia: 27 cm, 3 cm↓: 26, 5 cm↓: 27, 14 cm↓: 26 cm, 19 cm↓: 23 cm, 26 cm↓: 20 cm menjadi T6:

tuberositas tibia: 27 cm, 3 cm↓: 26, 5 cm↓: 26, 3 cm, 14 cm↓: 26 cm, 19 cm↓: 23

cm, 26 cm↓: 20 cm.

B. Pembahasan

Adanya pengurangan nyeri sesuai pernyataan Kisner (2007) bahwa static

contraction dapat mengurangi oedema sehingga nyeri berkurang dan dapat

memperlancar aliran darah dan menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi


(13)

Adanya peningkatan LGS pada ankle joint dextra sesuai pernyataan dari Kisner (2007) bahwa dengan relaxed passive movement dan hold relax dapat meningkatkan Lingkup Gerak Sendi.

Adanya peningkatan otot penggerak ankle joint dextra sesuai dengan pernyataan Kisner (2007) bahwa dengan resisted active movement adanya

irradiasi dan overflow reaction akan mempengaruhi motor unit.

Adanya penurunan oedema di sebelah proksimal dari incisi sesuai dengan peenyataan Kisner (2007) bahwa static contraction serta active exercise akan menimbulkan pumping action dan kontraksi otot yang dapat menekan pembuluh darah vena sehingga aliran darah akan lancar dan eksudat akan dapat dialirkan ke bagian yang lebih proksimal.

Tidak adanya peningkatan atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan sesuai pernyataan dari Shaffer (dikutip oleh Donatteli, 2010) bahwa dengan

static contraction selama lima detik dapat mencegah atrophy sebanyak 30%.

PENUTUP A. Kesimpulan

Terapi latihan dapat mengurangi oedema di sebelah proksimal dari incisi, mengurangi nyeri gerak dan tekan di sekitar oedema, meningkatkan LGS

ankle joint dextra, meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra,

tetapi belum mengurangui atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan.

B. Saran

1. Bagi pasien diharap melakukan latihan seperti yang telah diajarkan oleh terapis dan tetap melanjutkan terapi dengan fisioterapis.


(14)

2. Bagi pihak fisioterapis hendaknya selalu meningkatkan kemampuan diri baik secara teori maupun praktek dalam menangani pasien.

3. Bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan aktivitas kerja yang dan apabila terjadi cidera segera membawa ke rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G dan Louis S. 1995. Buku Ajar Orthopedi & Fraktur Sistem Apley. Edisi 7, diterjemahkan oleh dr. Edy Nugroho. Jakarta: Widya Medika.

Chang, Winston R, Zain Kapasi, Susan Deisley dan William J Leach. 2007. Tibial Shaft Fracture In Football Players. Journal Of Orthopaedic Surgery And

Reseach. Diakses tanggal 20/04/2014. Dari

http://www.biomedcentral.com/.../1749-799x-2-11.pdf.

Connor, francis G. O. 2005. Sport Medicine Just The Facts. Singapore: MC Graw Hill.

Donatelli, R A dan Michael J W. 2010. Orthopaedic Physical Therapy. 4th edition. USA: Churchill Livingstone Elsevier.

Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Hudaya, Prasetya. 2002. Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi. Poltekes Surakarta Jurusan Fisioterapi Surakarta.

Kenyon, J dan Lynn A C. 2007. The Physiotherapist’s Pocket Book. London: Churchill Livingstone.

Kisner, C dan Lynn, A C. 2007. Therapeutic Exercise Foundation And Technique. Fifth edition. Philadelhia: F. A Davis Company.

Solomon, L, David Warwick, dan Selvadurai Nayagam. 2010. Apley’s System Of

Orthopaedics And Fracture. Ninth Edition. London: Hodder Arnold.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Narayanan, S L. 2005. Textbook Of Therapeutic Exercise. New Delhi: Jeypee Brother.

Russe, Otto A dan john J Gerhardt. 1975. Internasional Standard Ortopaedic

Measurements. Switzerland: Hans Huber.

Partojo, Slamet. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri. Semarang

Putz, R dan Pabst R. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22. Jakarta: EGC.

Tambayon, Jan. 2000. Patologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.


(1)

mobilitas abnormal, krepitasi, dan deformitas (dikutip oleh Musliha, 2010).

f. Komplikasi fraktur yaitu syok, syndroma compartement, infeksi, avaskular nekrosis, delayed union, non union, mal union (Helmi, 2012).

B. Problematika Fisioterapi

1. Impairment : Nyeri, Oedema, Penurunan LGS, Penurunan kekuatan otot, Atrophy (Tambayong, 2000).

2. Functional limitation: pasien tidak mampu lari, jongkok, lompat tetapi mampu naik turun tangga, pergi ke toilet, mengambil benda di lantai, dan berjalan melewati ruangan dengan kruk.

3. Disability: pasien tidak mampu melakukan hobinya yaitu sepak bola dan bekerja sebagai pekerja bangunan.

C. Renvcana Teknologi Interverensi Fisioterapi

1. Static cintraction dapat mengurangi oedema sehingga nyeri berkurang dan dapat memperlancar aliran darah dan menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atrofi. Static contraction akan terjadi pumping action dan kontraksi otot yang dapat menekan pembuluh darah vena sehingga aliran darah akan lancar dan eksudat akan dapat dialirkan ke bagian yang lebih proksimal (Kisner, 2007).

2. Relaxed passive movement dapat mengurangi nyeri serta terjadinya keterbatasan gerak serta menjaga elastisitas otot (Kisner, 2007).


(2)

3. Hold relax dapat meningkatkan LGS dan mengurangi nyeri. Setelah kontraksi maksimal maka membutuhkan suplai darah yang besar dan darah yang mengalir ke jaringan semakin besar dan zat “P” ikut terangkut (Kisner, 2007).

4. Free active movement dapat menjaga LGS, meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot, meningkatkan sirkulasi darah, meningkatkan rileksasi otot, penguluran jaringan lunak.

5. Resisted active movement dapat meningkatkan kekuatan otot, menjaga daya tahan otot, dan meningkatkan aliran darah. Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot karena adanya irradiasi dan overflow reaction akan mempengaruhi rangsangan terhadap motor unit latihan ini akan meningkatkan rekuitmen motor unit sehingga akan semakin banyak melibatkan komponen otot yang bekerja,(Kisner, 2007).

PENATALAKSANAAN STUDI KASUS A. Pengkajian Fisioterapi

1. Pemeriksaan subjektif meliputi: anamnesis (anamnesis umum dan khusus)

2. Pemeriksaan objektif meliputi tanda vital, inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, pemeriksaan gerak dasar, nyeri, lingkup gerak sendi(lgs), manual muscle testing, antropometri

B. Problematika Fisioterapi

1. Impairment terdapat (1) oedema di sebelah proksimal incisi pada tungkai bawah kanan, (2) nyeri gerak dan tekan di sekitar daerah oedema pada


(3)

tungkai bawah kanan, (3) keterbatasan lgs ankle joint dextra, (4) kelemahan otot penggerak ankle joint dextra, (5) atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan.

2. Functional limitation: pasien tidak mampu lari, jongkok, dan lompat dan pasien mampu naik turun tangga, pergi ke kamar mandi, mengambil benda di lantai, berjalan melewati ruang dengan kruk.

3. Disability: pasien tidak mampu sepak bola dan bekerja sebagai pekerja bangunan.

C. Rencana Tujuan Fisioterapi

Tujuan jangka adakah mengurangi oedema di sebelah proksimal dari incisi pada tungkai bawah kanan, (2) mengurangi nyeri gerak dan tekan di sekitar daerah oedema pada tungkai bawah kanan, (3) meningkatkan LGS ankle joint dextra, (4) meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra, (5) mengurangi atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan. Tujuan jangka panjang adalah melanjutkan tujuan jangka pendek dan engembalikan aktifitas fungsional seperti semula.

D. Rencana Pelaksanaan Fisioterapi

1. Terapi latihan: static contrction, Relaxed passive movement, Hold relax, Free active movement, Resisted active movement

2. Edukasi: Mengajarkan gerakan yang dapat dilakukan sendiri di rumah, latihan dengan menggunakan ikat pinggang, menjelaskan proses healing fraktur pada pasien, menghindari menumpu berat badan penuh pada tungkai kanan.


(4)

E. Rencana Evaluasi

Nyeri menggunakan VDS, LGS menggunakan goneometer, kekuatan otot menggunakan MMT, oedema dan atrophy menggunakan midline.

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil

Setelah dilakukan terapi sebanyak 6 kali didapatkan hasil penilaian nyeri pada nyeri diam T1: 1 menjadi T6: 1, nyeri gerak T1: 4 menjadi T6: 3, dan nyeri tekan T1: 4 menjadi T6: 3. Peningkatan LGS aktif sendi S: T1: 10-0-10 menjadi T6: 20-0-35, R: T1: 5-0-10 menjadi T6: 15-0-25, LGS pasif sendi S: T1: 15-0-15 menjadi T6: 20-0-40, R: T1: 10-0-15 menjadi T6: 20-0-25. Peningkatan kekuatan otot dorso fleksor T1: 3+ menjadi T6: 4-, plantar fleksor T1: 3+ menjadi T6: 4-, evertor T1: 2+ menjadi T6: 3-, dan invertor T1: 2+ menjadi T6: 3-. Oedema T1: tuberositas tibia: 27 cm, 3 cm↓: 26, 5 cm↓: 27, 14 cm↓: 26 cm, 19 cm↓: 23 cm, 26 cm↓: 20 cm menjadi T6: tuberositas tibia: 27 cm, 3 cm↓: 26, 5 cm↓: 26, 3 cm, 14 cm↓: 26 cm, 19 cm↓: 23 cm, 26 cm↓: 20 cm. Atrophy T1: tuberositas tibia: 27 cm, 3 cm↓: 26, 5 cm↓: 27, 14 cm↓: 26 cm, 19 cm↓: 23 cm, 26 cm↓: 20 cm menjadi T6: tuberositas tibia: 27 cm, 3 cm↓: 26, 5 cm↓: 26, 3 cm, 14 cm↓: 26 cm, 19 cm↓: 23 cm, 26 cm↓: 20 cm.

B. Pembahasan

Adanya pengurangan nyeri sesuai pernyataan Kisner (2007) bahwa static contraction dapat mengurangi oedema sehingga nyeri berkurang dan dapat memperlancar aliran darah dan menjaga kekuatan otot agar tidak terjadi atrophy.


(5)

Adanya peningkatan LGS pada ankle joint dextra sesuai pernyataan dari Kisner (2007) bahwa dengan relaxed passive movement dan hold relax dapat meningkatkan Lingkup Gerak Sendi.

Adanya peningkatan otot penggerak ankle joint dextra sesuai dengan pernyataan Kisner (2007) bahwa dengan resisted active movement adanya irradiasi dan overflow reaction akan mempengaruhi motor unit.

Adanya penurunan oedema di sebelah proksimal dari incisi sesuai dengan peenyataan Kisner (2007) bahwa static contraction serta active exercise akan menimbulkan pumping action dan kontraksi otot yang dapat menekan pembuluh darah vena sehingga aliran darah akan lancar dan eksudat akan dapat dialirkan ke bagian yang lebih proksimal.

Tidak adanya peningkatan atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan sesuai pernyataan dari Shaffer (dikutip oleh Donatteli, 2010) bahwa dengan static contraction selama lima detik dapat mencegah atrophy sebanyak 30%. PENUTUP

A. Kesimpulan

Terapi latihan dapat mengurangi oedema di sebelah proksimal dari incisi, mengurangi nyeri gerak dan tekan di sekitar oedema, meningkatkan LGS ankle joint dextra, meningkatkan kekuatan otot penggerak ankle joint dextra, tetapi belum mengurangui atrophy pada otot-otot tungkai bawah kanan. B. Saran

1. Bagi pasien diharap melakukan latihan seperti yang telah diajarkan oleh terapis dan tetap melanjutkan terapi dengan fisioterapis.


(6)

2. Bagi pihak fisioterapis hendaknya selalu meningkatkan kemampuan diri baik secara teori maupun praktek dalam menangani pasien.

3. Bagi masyarakat umum untuk berhati-hati dalam melakukan aktivitas kerja yang dan apabila terjadi cidera segera membawa ke rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Apley, A. G dan Louis S. 1995. Buku Ajar Orthopedi & Fraktur Sistem Apley. Edisi 7, diterjemahkan oleh dr. Edy Nugroho. Jakarta: Widya Medika.

Chang, Winston R, Zain Kapasi, Susan Deisley dan William J Leach. 2007. Tibial Shaft Fracture In Football Players. Journal Of Orthopaedic Surgery And

Reseach. Diakses tanggal 20/04/2014. Dari http://www.biomedcentral.com/.../1749-799x-2-11.pdf.

Connor, francis G. O. 2005. Sport Medicine Just The Facts. Singapore: MC Graw Hill.

Donatelli, R A dan Michael J W. 2010. Orthopaedic Physical Therapy. 4th edition. USA: Churchill Livingstone Elsevier.

Helmi, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Hudaya, Prasetya. 2002. Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional Fisioterapi. Poltekes Surakarta Jurusan Fisioterapi Surakarta.

Kenyon, J dan Lynn A C. 2007. The Physiotherapist’s Pocket Book. London: Churchill Livingstone.

Kisner, C dan Lynn, A C. 2007. Therapeutic Exercise Foundation And Technique. Fifth edition. Philadelhia: F. A Davis Company.

Solomon, L, David Warwick, dan Selvadurai Nayagam. 2010. Apley’s System Of Orthopaedics And Fracture. Ninth Edition. London: Hodder Arnold.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika.

Narayanan, S L. 2005. Textbook Of Therapeutic Exercise. New Delhi: Jeypee Brother.

Russe, Otto A dan john J Gerhardt. 1975. Internasional Standard Ortopaedic Measurements. Switzerland: Hans Huber.

Partojo, Slamet. 2006. Terapi Listrik Untuk Modulasi Nyeri. Semarang

Putz, R dan Pabst R. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 22. Jakarta: EGC.

Tambayon, Jan. 2000. Patologi Untuk Perawat. Jakarta: EGC.