Potensi Antikanker Isolat Toksik Tiga Spons Indonesia.

Volunnre

7'" No"

41.

" Oeb,her * De@,rmbr 2A1'3

$55N :19V8

- 37M

INDONESIAN

JOURNALOFCANCER
N^ATTONAL CANCER CHNTER

liJlo€'

Vo["7


Nio,.4

Fage: 13tr-1,6.8

Jakarta

O.atfur

r55S{

2A1,3.

Affi sdllt€d]*a.4A:2lAlJr{//nilFUFUO4/2@72
P{urb$i$edi

W'

Dtmr,mnai$*

Canffir Hmpital


.0akanta

n978,3VM

votnftfre

7

r

No. 4

r

Ociloiber - Desembcr

eOlS

Fublishad every 3 inrsrrth


iDaftar

131*

134

llsfl

iProffilP,ender,{ta Karsiroorna T,hoid

diRsup tr" iKariail, $emr,arg

Uaruai2006-"hsd 20101
{yAN [4flStVU PRNuKA|
13b

* .L4l

Metastasis Keleqiar Geitafr Bening Retrofarlng pada Ferderita

Kasinron'ra f'{lasofarinrg dengan

'Pcrmeriksaarrr
*Dharmais*

Si fumah Sah,it Kanker

Gomputed llornngrapitry

f,FIOREfrISA'SIIIIALIATffi, 1/IPiRDII,{AH, BWIANTO KaOIIAW /FWfiM

samuM" JaEwPR[t+MrANn
143-

146

t47-

[52 FotcnsiAntikanker


rPeran

Eks'hak Etanol Kdit ftnanegis teeroinia r,nangsstam l-"'}rDalam
$Serrglnduks{,Apopto$s Sd rKarrker Lidah blaruH$ia Sp,CIl fn \rrtro
{gt/trRAtrnfo, HEVDfiT SUSAMA SH tsWARTI)

,fi

153-

lSE

lsolatTsksik

M.ADE,DIRASLry,#'',,trAR4,

Triga Spons ]ndsnesia

$lfl}gl,( SU&ryVAH RIT.& JAMES


seqft#v}}

hnatalaksanaan Ferdaratrram pada Kaoker
{/ryUDRFE ruffSAwAnf,l

15f 166 ABUE versus Stanfqrd

V Regfrmen in tfnfarorahle,0rtasslealHadgttints

Lymphoma

WNW

WPIT, ZWKTF.LI

lindoirresian Joruirnafi

ffiINJ

of Oancerrvol. 7, No" 4 I oe'toheu - Dmermber gCIla


I

iln

ARTIKEL PENELITIAN

Potensi Antikanker Isolat Toksik Tiga Spons
Indonesia
I MADE DIRA SWANTARA, WIWIK SUSANAH RITA, DAN JAMES SIBARANI
Program Studi Magister Kimia Terapan, Universitas Udayana, Jln. P.B Sudirman, Denpasar
Diterima 13 November 2013; Direview 14 November 2013; Disetujui 6 Februari 2014

ABSTRACT
Anticancer activity test of the most toxic isolates obtained from three different spesies of sponges which consist of
Callyspongia aerizusa, Haliclona fascigera, and Lanthella basta have been conducted. Isolation of metabolites from the
sponges were carried out by maseration followed by separation and purification steps using partition and column
chromatography. Toxicity screening test was carried out based on Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Anticancer
activity test in vitro of the most toxic isolates was carried out using HeLa cell line. Based on the results, it was found
that isolates Callyspongia aerizusa and Lanthella basta have high anticancer activity with LC50 of 5.50 ppm and 18.62

ppm resvectively. While, isolate obtained from Haliclona fascigera sponge was considered to be having no anticancer
activity since the LC50 was high of 44.67 ppm.
Keywords: anticancer activity; Callyspongia aerizusa; Haliclona fascigera; Lanthella basta

ABSTRAK
Telah dilakukan uji antikanker isolat toksik 3 (tiga) jenis spons yang berasal dari perairan Indonesia. Ketiga spons
tersebut adalah Callyspongia aerizusa, Haliclona fascigera, dan Lanthella basta. Isolasi metabolit dalam spons
dilakukan dengan cara maserasi, kemudian dilanjutkan dengan tahap pemisahan dan pemurnian menggunakan cara
partisi serta kromatografi kolom. Skrining toksisitas dilakukan dengan metode Bhrine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji
antikanker secara in vitro isolat yang paling toksik menggunakan sel HeLa. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh
bahwa spons Callyspongia aerizusa bersifat sebagai antikanker dengan LC50 sebesar 5,50 ppm. Spons Haliclona
fascigera tidak bersifat antikanker terhadap sl HeLa, karena harga LC50 sebesar 44,67 ppm. Sedangkan spons Lanthella
basta bersifat antikanker dengan harga LC50 sebesar 18,62 ppm.
Kata Kunci: aktivitas antikanker; Callyspongia aerizusa; Haliclona fascigera; Lanthella basta
KORESPONDENSI:
Prof. Dr. I Made Dira
Swantara, M. Si
Program Studi Magister
Kimia Terapan
Universitas Udayana

Jl. P. B. Sudirman,
Denpasar
Email: m_dira_swantara
@yahoo.co.id

PENDAHULUAN

K

ebutuhan obat baru antikanker semakin mendesak karena obat-obatan yang
dipakai selama ini disamping harganya mahal juga selektivitasnya masih rendah.
Pencarian sumber-sumber baru untuk menghasilkan senyawa antikanker terus
dilakukan di antaranya dari organisma laut. Pemanfaatan kekayaan laut Indonesia
selama ini masih pada budidaya ikan dan sejenisnya untuk konsumsi pakan,
sedangkan pemanfaatan dalam bidang medis dan pengobatan masih jarang dilakukan.
Di lain pihak, potensi bioprospecting dari biota laut untuk bahan dasar industri
farmasi, kosmetik, bioenergi, dan industri lain di Indonesia sangat besar, diperkirakan

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4


October - December 2013

147

Potensi Antikanker Isolat Toksik Tiga Spons Indonesia

mencapai nilai ekonomi sebesar 40 miliar dollar AS
per tahun.1 Pada 1995, hasil perdagangan untuk
dunia obat-obatan yang berasal dari bioprospecting
ini mencapai angka $ US 14 milliar.1 Ironisnya,
Indonesia masih belum bisa memproduksi bahan
dasar kimia untuk produksi obat dengan hampir
90% bahan dasar kimia tersebut masih diimpor.
Penyakit kanker merupakan penyakit ganas yang
sangat ditakuti oleh masyarakat. Beberapa jenis
terapi pengobatan modern seperti operasi,
kemoterapi atau radiasi selama ini telah banyak
digunakan. Namun, kendala yang masih ada adalah
adanya tingkat kesuksesan yang sangat bervariasi
tergantung pada stadium dan jenis kanker tersebut,

timbulnya efek samping, dan mahalnya biaya dari
terapi modern tersebut. Oleh karena itu, eksplorasi
terhadap kandungan senyawa-senyawa aktif dengan
aktivitas anti kanker gancar dilakukan di beberapa
negara terutama negara maju. Penelitian tersebut
telah merambah pula pada bahan alami laut dan
memberikan berbagai alternatif obat baru melawan
kanker.2
Spons adalah salah satu biota yang melimpah di
laut. Di perairan Indonesia diperkirakan terdapat
lebih dari 1000 spesies (jenis) spons. Dilaporkan
spons merupakan bahan bioaktif dari laut yang sangat
prospektif. Hampir 5000 senyawa telah berhasil
diisolasi dari hewan ini dengan berbagai aktivitas
seperti anti mikroba, anti jamur, anti virus, dan anti
kanker.2 Spons merupakan organisme multiseluler
tak bertulang belakang yang potensial dijadikan
bahan eksplorasi pencarian senyawa baru antikanker
karena spons merupakan penghasil senyawa bioaktif
antiviral maupun senyawa sitotoksik.3 Data dari
Schmitz et al., menyebutkan bahwa dari 434 struktur
kimia biota laut yang bersifat sitotoksik, spons
menempati peringkat terbesar dengan 193 senyawa,
ascidian (57), alga (44), moluska (46), Koral lunak
(27), gorgonian (20), dinoflagella (8), anemon (8),
echinoderm (7), worms (8), briozoan (5), bakteri (3),
dan hydroid (3).4
Perkembangan penelitain aktivitas sitotoksik dan
antikanker pada spons di berbagai negara sudah
banyak dilakukan. Akan tetapi, sudah tentu belum
dapat mengungkap seluruh spesies spons yang ada,
terutama spons Indonesia. Penelitian-penelitian
tentang aktivitas antikaker spons yang sudah
dilakukan, antara lain Setyowati et al., yang
melaporkan telah dapat mengisolasi senyawa
sitotoksik spons Kaliapsis.1 Isolasi senyawa antikanker
Leukimia dari spons Aglas nakamuai dan Heliclona
sp. dilaporkan oleh Trianto dan Ambariyanto.2 Uji

148

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4

147-152

sitotoksik senyawa alkaloid dari spons Petrosia sp:
potensial pengembangan sebagai antikanker
dilaporkan oleh Astuti et al.5
Uji antikanker salah satunya menggunakan sel
HeLa karena HeLa cell line merupakan sel turunan
yang tumbuh sebagai sel yang semi melekat. Sel
HeLa diturunkan dari sel epitel kanker leher rahim
(serviks) manusia. Sel ini diisolasi pada 1951 dari
rahim wanita penderita kanker leher rahim bernama
Henrietta Lacks yang berusia 31 tahun. Sel HeLa
dapat digunakan untuk tes antitumor, transformasi,
uji tumorigenesis, biologi sel, dan invasi bakteri.
Sel ini secara morfologi merupakan sel epitelial
yang sudah dimasuki oleh Human Papiloma Virus
(HPV) tipe 18. Sel ini bersifat immortal dan sangat
agresif sehingga mudah dikultivasi, tetapi sel ini
mudah menginvasi kultur sel lain.6

MATERI DAN METODE

Spons yang akan dijadikan sampel pada penelitian
ini adalah Callyspongia aerizusa (diambil dari
perairan Gili Trawangan, Lombok pada bulan Mei
2012), Haliclona fascigera (dimbil dari perairan Nusa
Penida, Bali, pada Agustus 2012), dan Lanthella
basta (diambil dari perairan Raja Ampat, Papua,
pada April 2012). Ketiga sampel tersebut diidentifikasi
di Department of Marine Toxicology, University of
California. Sampel-sampel tersebut dibersihkan dari
pengotornya dengan air, lalu ditambahkan etanol
70% sampai terendam dan selanjutnya dihancurkan
dengan blender. Adonan spons ini ditempatkan
pada gelas beker tertutup dan dibiarkan selama 24
jam, kemudian disaring. Filtratnya dikumpulkan dan
ampasnya ditambahkan lagi etanol sampai terendam.
Pekerjaan ini diulangi 3 – 4 kali sampai diperkirakan
semua senyawa terekstraksi. Filtrat yang terkumpul
tersebut diuapkan dengan penguap putar vakum
sampai semua pelarutnya menguap sehingga
diperoleh ekstrak kasar (Crude extract).
Ekstrak kasar etanol masing-masing sampel
dilarutkan dengan campuran etanol – air (3:7) 500
mL, lalu diuapkan etanolnya menggunakan penguap
putar vakum sehingga diperoleh ekstrak air. Ekstrak
air tersebut dipartisi dengan n-heksan sebanyak 3
x 100 mL. Lapisan n-heksan dikumpulkan dan
diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan
(EH). Residu (ekstrak air) dipartisi kembali dengan
kloroform sebanyak 3 x 100 mL. Lapisan kloroform
dikumpulkan dan diuapkan sehingga diperoleh
ekstrak kental kloroform (EK). Terakhir, ekstrak air
(EW) diuapkan sehingga diperoleh ekstrak kental

October - December 2013

I MADE DIRA SWANTARA, WIWIK SUSANAH RITA, DAN JAMES SIBARANI.

air (EW). Ketiga ekstrak kental di atas (EH; EK; dan
EW) diuji toksisitasnya. Ekstrak yang menunjukkan
toksisitas paling tinggi selanjutnya dipisahkan dan
dimurnikan.
Pemisahan dan Pemurnian Metabolit
Kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase
diam silika gel 60 F254. Pemilihan fasa gerak (larutan
pengembang) yang dipakai didasarkan dengan cara
mencoba-coba berbagai sistem pelarut dengan
prinsip like dissolves like (perbedaan tingkat
kepolaran). Penampak noda menggunakan radiasi
ultraviolet panjang gelombang (λ) 254 dan 366 nm.
Fase gerak yang memberikan jumlah noda yang
paling banyak dengan jarak pemisahan yang bagus
selanjutnya akan dipilih sebagai eluen dalam analisis
kromatografi kolom.
Pemisahan dengan teknik kromatografi kolom
menggunakan fasa diam silika gel 60 (70-230 mesh
ASTM) dan fasa geraknya menggunakan eluen terbaik
hasil analisis kromatografi lapis tipis di atas.
Kecepatan alir eluen sekitar 1 mL/menit. Eluat
ditampung setiap 3 mL pada botol penampung.
Elusi dihentikan setelah diperkirakan semua
komponen keluar dari kolom.
Setiap botol eluat dilihat pola nodanya pada
plat kromatografi lapis tipis. Eluat yang memiliki
pola pemisahan noda yang sama digabungkan
sehingga diperoleh beberapa fraksi. Fraksi-fraksi
yang diperoleh diuji toksisitasnya. Fraksi yang
mempunyai toksisitas paling tinggi selanjutnya diuji
kemurniannya.
Uji Toksisitas
Uji toksisitas menggunakan larva udang (Artemia
salina L) mengikuti metode Meyer.7 Media untuk
menetaskan larva Artemia salina dibuat dengan
menyaring air laut secukupnya. Air laut dimasukkan
ke dalam akuarium yang dibagi menjadi dua bagian,
yaitu satu bagian dibuat gelap yang ditutup dengan
kertas hitam dan bagian yang lain dibiarkan terbuka.
Telur Artemia salina diletakkan secukupnya pada
bagian yang gelap dan dibiarkan selama 48 jam
sehingga telur menetas menjadi larva yang siap
digunakan untuk pengujian.
Seberat 20 mg masing-masing ekstrak kasar
sampel dilarutkan dengan 2 mL n-heksana. Dari
larutan itu diambil sebanyak 500 µL, 50 µL, dan 5
µL, kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam
tabung reaksi dan pelarutnya diuapkan. Ke dalam
masing-masing tabung reaksi dimasuki 1 mL air
laut, 50 µL dimetilsulfoksida, 10 ekor larva, dan

147-152

setetes ragi. Kemudian ditambahi air laut sampai
volumenya 5 mL sehingga diperoleh konsentrasi
ekstrak pada masing-masing tabung: 1000 ppm, 100
ppm, dan 10 ppm. Pada kondisi yang sama, dibuat
juga konsentrasi 0 ppm sebagai kontrol tanpa
penambahan ekstrak. Setiap konsentrasi dibuat
ulangan tiga kali. Masing-masing tabung reaksi
ditutup dengan aluminium foil dan dilubangi sedikit
lalu dibiarkan pada suhu kamar. Setelah 24 jam
dilakukan pengamatan terhadap kematian larva.
Jumlah larva yang mati dicatat, kemudian dilakukan
penghitungan LC50 menggunakan program Microsoft
excel.
Uji Antikanker Isolat Toksik terhadap Sel HeLa
Sel kanker serviks (HeLa) dikultur pada media
RPMI 1640, dihitung jumlah awal sel di bawah
mikroskop. Kemudian sel dipanen dengan
penambahan tripsin. Selanjutnya sel disentrifugasi
sehingga terbentuk dua lapisan (endapan dan
supernatan). Supernatan dibuang, endapannya
dibentuk pelet dan ditambahkan media komplit 1
mL, kemudian dihitung jumlah selnya menggunakan
hemositometer. Setelah sel mencukupi, sel ditanam
pada microwell plate 96 sumuran. Tiap sumuran
berisi 2x104 sel dalam 100 μL. Inkubasi sel selama
1-2 jam hingga sel melekat. Setelah itu, ditambahkan
isolat toksik yang akan diuji dengan berbagai
konsentrasi, yaitu 1000 μg/mL; 500 μg/mL; 250 μg/
mL; 125 μg/mL; 62,5 μg/mL; 31,25 μg/mL; 15,62 μg/
mL; 7,81 μg/mL; 3,91 μg/mL; 1,95 μg/mL; 0,97 μg/
mL; 0,48 μg/mL; 0,24 μg/mL; 0,12 μg/mL; 0,06
μg/mL; pada setiap well sebanyak 100 μL. Jadi,
total setiap well berisi 200 μL. Inkubasi dalam
inkubator selama 24 jam pada suhu 37°C CO2 5%.
Setelah 24 jam dilihat di bawah mikroskop,
ditambahkan MTT (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5difeniltetrazolium bromida) (5μg/ 1mL), dan PBS
sebanyak 10 μL pada tiap-tiap well, kemudian
diinkubasi selama 4 jam. Selanjutnya, larutan stop
SDS (sodium dodesil sulfat) 10% dalam 0,01 N HCl
ditambahkan pada tiap-tiap well dan diinkubasi
kembali semalaman. Absorbansinya dibaca
menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang
550 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi 1000 gram masing-masing sampel spons
dengan etanol menghasilkan ekstrak sebagai berikut:
Callyspongia aerizusa (17,80 gram); Haliclona

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4

October - December 2013

149

Potensi Antikanker Isolat Toksik Tiga Spons Indonesia

fascigera (12,46 gram); dan Lanthella basta (11,10
gram).
Toksisitas (LC50) ekstrak kasar terhadap Artemia
salina masing-masing sampel adalah sebagai berikut:
Callyspongia aerizusa (22,91 ppm); Haliclona
fascigera (15,85 ppm); dan Lanthella basta (17,78
ppm.
Data di atas menunjukkan bahwa ekstrak etanol
ketiga sampel menunjukkan sifat toksik terhadap
Artemia salina. Dengan demikian, ketiga ekstrak
etanol tersebut dipartisi ke dalam pelarut yang
mempunyai tingkat polaritas yang berbeda.
Partisi 10 gram masing-masing ekstrak etanol ke
dalam pelarut n-heksan; kloroform; dan air
menghasilkan ekstrak seperti pada tabel 1.

147-152

dan Lanthella basta (n-heksana – etil asetatkloroform, 1:2:7).
Proses pemisahan dengan kromatografi kolom
menggunakan fase diam silikagel 60 dengan fase
gerak yang sesuai untuk masing-masing ekstrak
menghasilkan fraksi berturut-turut sebagai berikut:
Callyspongia aerizusa lima fraksi (A-E); Haliclona
fascigera lima fraksi (A-E); dan Lanthella basta
empat fraksi (A-D).
Uji Toksisitas Masing-masing Fraksi
Masing-masing fraksi hasil pemisahan di atas
selanjutnya diuji toksisitasnya terhadap Artemia
salina untuk memperoleh fraksi (isolat) paling toksik.
Hasil uji toksisitas tersebut disajikan pada tabel 3.
Tabel 3: Toksisitas masing-masing fraksi

Tabel 1: Hasil partisi masing-masing sampel ke dalam masing-masing
pelarut
Nama Sampel

Berat ekstrak (gram)
Etanol awal

n-heksan

Sampel
Callyspongia aerizusa

Kloroform

Air
3,25

Callyspongia aerizusa

10

2,23

1,63

Haliclona fascigera

10

1,53

1,65

5,48

Ianthelloa basta

10

0,75

0,98

2,71

Masing-masing ekstrak hasil partisi yang diperoleh
dari ketiga sampel diuji toksisitasnya sehingga
menghasilkan data seperti terdapat pada tabel 2.

Haliclona fascigera

Ianthella basta

Tabel 2: Toksisitas ekstrak hasil partisi
LC50 (ppm)

Sampel

Fraksi

LC50 (ppm)

A

52,48*

B
C
E

83,18
331,13
158,49

A

141,25

B
C
E

251,19
281,84
89,13*

A

501,12

B

151,36

C

35,36*

D

36,31

Eks n-heksan

Eks Kloroform

Eks Air

*) Fraksi paling toksik

Callyspongia aerizusa

69,18

43,65

251,19

Haliclona fascigera

398,11

63,10

199,53

-

22,39

41,69

Fraksi-fraksi paling toksik tersebut selanjutnya
diuji antikanker terhadap sel HeLa dan diidentifikasi
senyawanya.

Ianthella basta
: tidak bisa dihitung (> 1000 ppm)

Berdasarkan harga toksisitas masing-masing
ekstrak di atas menunjukkan bahwa ekstrak kloroform
dari ketiga sampel tersebut bersifat paling toksik.
Selanjutnya, ekstrak kloroform masing-masing sampel
dipisahkan dan dimurnikan.
Pemisahan dan Pemurnian Metabolit
Eluen terbaik untuk proses pemisahan dan
pemurnian metabolit dicari dengan metode
kromatografi lapis tipis. Hasil pencarian eluen terbaik
masing-masing ekstrak adalah ekstrak spons
Callyspongia aerizusa (kloroform – etanol , 7:3);
Haliclona fascigera (kloroform – etil asetat, 8:2);

150

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4

Uji Antikaker Isolat Toksik terhadap Sel HeLa
Aktivitas antikanker terhadap sel HeLa ditentukan
dengan metode MTT (3,[4,5-dimetilthiazol-2yl]-2,5difenil tetrazolium bromida). MTT assay dapat
digunakan untuk mengukur proliferasi sel secara
kolorimetri. Metode ini berdasarkan pada perubahan
garam tetrazolium (3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil
tetrazolium bromida) (MTT) menjadi formazan dalam
mitokondria yang aktif pada sel hidup. MTT
diabsorpsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui
reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai
respirasi mitokondria menjadi formazan yang terlarut
dalam SDS 10% berwarna ungu pemecahan MTT
pada mitokondria sel yang hidup oleh enzim suksinat
hidrogenase. Reaksi menggunakan MTT ini melibatkan

October - December 2013

I MADE DIRA SWANTARA, WIWIK SUSANAH RITA, DAN JAMES SIBARANI.

piridin nukleotida kofaktor NADH dan NADPH yang
hanya dikatalisis oleh sel hidup sehingga jumlah
formazan yang terbentuk proporsional dengan jumlah
sel yang hidup. Semakin banyak sel yang hidup,
semakin banyak kristal formazan yang terbentuk.8
Warna ungu formazan dapat dibaca absorbansinya
secara spektrofotometri dengan ELISA reader pada
panjang gelombang maximumnya 552-554 nm.
Absorbansi tersebut menggambarkan jumlah sel
hidup. Semakin kuat intensitas warna ungu yang

147-152

terbentuk, semakin tinggi absorbansi. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin banyak MTT yang
diabsorbsi ke dalam sel hidup dan dipecah melalui
reaksi reduksi oleh enzim reduktase dalam rantai
respirasi mitokondria sehingga formazan yang
terbentuk juga semakin banyak. Absorbansi ini
digunakan untuk menghitung persentase sel hidup
sebagai respons.9 Untuk mengetahui nilai LC50 masingmasing isolat maka dibuat grafik persen mortalitas
v.s. log konsentrasi, seperti terlihat pada gambar 1.

A

B

C
Gambar 1: Grafik antara % mortalitas v.s.
log konsentrasi isolat toksik
A. Fraksi A Callyspongia aerizusa,
B. Fraksi E Haliclona fescigra,
C. Fraksi C Ianthella basta

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4

October - December 2013

151

Potensi Antikanker Isolat Toksik Tiga Spons Indonesia

Grafik-grafik di atas menunjukkan bahwa
peningkatan konsentrasi ekstrak menyebabkan
peningkatan kematian sel HeLa. Dari grafik A tersebut

diperoleh nilai log LC50 sebesar 0,76 sehingga
nilai LC50 sebesar 5,50 ppm. Dengan cara yang
sama, untuk grafik B diperoleh nilai LC50 sebesar

44,67 ppm dan untuk grafik C diperoleh nilai LC50
sebesar 18,62 ppm.
Kuatnya aktivitas antikanker menurut Cho
dikategorikan sebagai berikut: LC50 < 5 µg/ml
dikatagorikan sangat aktif; LC50 = 5-10 µg/ml
dikatagorikan aktif; LC50 = 11-30 µg/ml dikatagorikan
sedang; dan LC50 > 30 µg/ml dikatagorikan tidak
aktif. 10 Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa
isolat toksik spons Callyspongia aerizusa aktif sebagai
antikanker terhadap sel HeLa dengan LC50 sebesar
5,50 ppm; isolat toksik spons Haliclona fescigra
tidak bersifat antikanker karena nilai LC50 sebesar
44,67 ppm; sedangkan isolat toksik spons Ianthela
basta bersifat antikanker dengan katagori sedang
dengan LC50 sebesar 18,62 ppm.
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa isolat toksik spons Callyspongia aerizusa
bersifat antikanker terhadap sel HeLa dengan LC50
sebesar 5,50 ppm. Isolat toksik spons Ianthela basta
bersifat antikanker terhadap sel HeLa dengan LC50
sebesar 18,62 ppm, sedangkan isolat toksik spons
Haliclona fascigera tidak bersifat antikanker terhadap
sel HeLa karena LC50 sebesar 44,67 ppm.
SARAN

Disarankan kepada para peneliti untuk meneliti
potensi spons Indonesia yang dapat digunakan
untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang membantu penelitian
ini, terutama kepada saudara Made Rai Rahayu,
Kadek Dewi Wirmandiyanthi, dan Ni Wayan Sri
Sukmarianti yang telah membantu pengerjakan
penelitian ini sampai selesai. Terima kasih pula
kami sampaikan kepada Direktorat Penelitian dan

152

Indonesian Journal of Cancer Vol. 7, No. 4

147-152

Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia karena telah
mendanai penelitian ini melalui Hibah Bersaing
Tahun Anggaran 2013. Terima kasih pula kami
sampaikan kepada Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas
Udayana yang telah berperan dalam pengusulan
proposal penelitian ini sampai bisa didanai. Semoga
amal kebaikan mereka mendapat pahala dari Ida
Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).

DAFTAR PUSTAKA

1.

Setyowati, E. P. , Umar A. J., Sudarsono, Kardono, B., Rachmaniar,
R. dan Meiyanto, E. Isolasi Senyawa Sitotoksik Spons Kaliapsis.
Majalah Farmasi Indonesia, 2007; 18(4): 183 – 189.
2. Trianto A, Ambariyanto, Muwarni R. Skrining bahan anti kanker pada
berbagai jenis sponge dan gorgonian terhadap L1210 cell line. Jurnal
Ilmu Kelautan, 2004; 9(3):120-124.
3. Garson, M.J. The Biosynthesis of Secondary Metabolits: Why is
Important. Proseding dari 4th International Porifera Conggress.
Amsterdam/Netherland. 1994.
4. Schmitz F.J., Bowden B.F. dan Toth, S.I. Antitumor and cytotoxic
compounds from marine organisms, dalam: Attaway, D. H. dan
Zaborsky, O. R. penyunting. Marine Biotechnology. New York:
Plenum Press: 1998, h. 197-308.
5. Astuti, P., Alam, G., Hartati, M.S., Sari, D., dan Wahyuono, S. Uji
sitotoksik senyawa alkaloid dari spons Petrosia sp: potensial
pengembangan sebagai Antikanker. Majalah Farmasi Indonesia 2005;
16(1): 58 – 62.
6. Amalia, N.L. ”Uji Sitotoksik Ekstrak Etanol 70% Buah Merica Hitam
(Piper nigrum L.) terhadap Sel HeLa” 2008. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
7. Meyer, B.N, Ferrigni, N.R, and McLaughlin. Brine Shrimp: A
Convenient General Bioassay for Active plant Constituents. Journal
of Planta Medical Research, 1982; (45): 31-34.
8. Doyle, A, dan Griffiths, J. B. Cell and Tissue Culture For Medical
Research. John Wiley and Sons Ltd. New York: 2000.
9. Sieuwerts, Anieta M, Jan G. M. Klijn, Harry A. Peters, John A.
Foekens. The MTT Tertazolium Salt Assay Scrutinized: How to Use
this Assay Reliably to Measure Metabolic Activity of Cell Cultures
in vitro for the Assessment of Growth Characteristics, IC50 Values
and Cell Survival. s. 1995; (33): 813-823.
10. Cho, S. J. Novel Cytotoxic Polyprenila-terd Xanthones From Garcinia
gaundichaudii (Guttiferae). Tetrahedron 1998; (54): 10915-10924.

October - December 2013