Pengaruh Aplikasi GA3 Dalam Pertumbuhan Dan Perkembangan Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea brasiliensisMuell. Arg) Secara In Vitro

18

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Sistematika bahan tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg.) menurut
Steenis

(2005)

ialah

:

Kingdom

:

Plantae,

Divisio:


Spermatophyta,

Subdivisio : Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo : Euphorbiales,
Famili : Euphorbiaceae, Genus : Hevea, Spesies: Hevea brassiliensisMuell Arg.
Tanaman karet adalah anggota famili Euphorbiaceae. Berbentuk pohon,
tinggi 10-20 m, bercabang dan mengandung banyak getah susu. Daun berselangseling, tangkai daun panjang, tiga anak daun yang licin bertangkai, petiola
pendek, hijau dan memiliki panjang 3.5-30 cm. Helaian anak daun bertangkai
pendek dan berbentuk elips atau bulat telur, pangkal sempit dan tegang, ujung
runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm
dan lebar 2.5-12.5 cm (Sianturi, 2001).
Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang
tinggi. Dibeberapa kebun karet ada beberapa kecondongan arah tumbuh
tanamannya agak miring kearah utara. Batang tanaman ini mengandung getah
yang dikenal dengan nama lateks (Budiman, 2012).
Daun berselang-seling tangkai daun panjang, satu anak daun yang licin
berkilat. Petiola tipis, hijau dan berpanjang 3.5-30 cm. Helaian anak daun
bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong atau oblong abovate, pangkal
sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak
cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2.5-12.5 cm (Steenis, 2005).
Bunganya bergerombol muncul dari ketiak daun (axillary), individu bunga

bertangkai pendek, bunga betina terletak diujung. Proporsi bunga jantan lebih

19

banyak dibandingkan bunga betina (60-80 bunga jantan untuk 1 bunga betina).
Bunga jantan dan waktu mekar hanya satu hari kemudian luruh. Bunga betina
mekar selama 3-4 hari, pada waktu yang sama masih ada beberapa bunga jantan
yang mekar (Syamsulbahri, 1996).
Karet merupakan tanaman berbuah polong (diselaputi kulit yang keras)
yang sewaktu masih muda buah berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet
dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras
dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua
warna

kulit

buah

berubah


menjadi

keabu-abuan

kemudian

mengering

(Budiman, 2012).
Biji karet besar sedikit padat, ukurannya 2-3.5 x 1.5-3 cm, mengkilat,
bobot satu biji antara 2-4 gram. Perkecambahan biji karet terjadi 7-10 hari
sesudah disemaikan. Bibit karet ataupun tanaman karet dewasa mempunyai
pertumbuhan yang berperiodik, setiap pertumbuhan daun dinamakan mupus atau
flush. Setiap periode pertumbuhan tunas juga dikenal sebagai pertumbuhan daun
payung (Syamsulbahri, 1996).
Kultur Jaringan
Kultur jaringan atau dikenal dengan kultur in vitro merupakan teknik
memisahkan bagian dari tanaman seperti tunas terminal, tunas aksilar, daun,
batang atau embrio serta menumbuhkannya di dalam media buatan dalam kondisi
aseptik sehingga membentuk tanaman lengkap. Hal ini didasari oleh adanya daya

totipotensi sel. Terbentuknya tanaman lengkap dari eksplan potongan bagian
tanaman dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: kondisi fisiologi eksplan,

20

genotipe eksplan, media dasar, zat pengatur tumbuh serta lingkungan kultur
seperti pencahayaan maupun kelembaban dan suhu ruangan (Pardal, 2012).
Pada kultur jaringan callusatau struktur yang besar, regenerasi terutama
menghasilkan keseragaman tanaman. Sebaliknya, regenerasi dari sel-sel
tumbuhan yang tunggal atau proptoplast seringkali disertai dengan perubahan
kecil atau besar pada fenotipe akhir tanaman. Keadaan ini diberi nama
variasi somaklonal dan banyak dilakukan sebagai cara untuk memperbaiki
tanaman, khususnya yang berhubungan dengan hasil serta ketahanan terhadap
penyakit (Smith, 1995).
Teknik kultur jaringan memberikan alternatif terhadap usaha perbanyakan
tanaman secara vegetatif dalam skala yang lebih besar dalam upaya konservasi
dan pengembangan tanaman gaharu dimasa yang akan datang. Ada beberapa
kelebihan yang diperoleh dari perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan
diantaranya adalah dapat menghasilkan tanaman yang homogen, berkualitas
tinggi, jumlah yang tidak terbatas, bebas hama dan penyakit, menghasilkan klon

yang lebih unggul, dapat diperbanyak dalam waktu yang relatif singkat, tidak
dibatasi oleh waktu, tetapi membutuhkan keahlian khusus (Iskandaret al., 2006)
Proses perbanyakan tanaman karetmelalui teknologi microcutting terdiri
atasbeberapa

tahap,

yaitu

kultur

primer(primary

culture),

multiplikasi,

conditioning(hardening), induksi dan inisiasiperakaran serta aklimatisasi (Carron
et al., 2005 ; Haris et al., 2009). Eksplan padatahap kultur primer merupakan
potonganbatang tanaman karet muda yangdipelihara dalam polibeg di rumah

kacadan eksplan tersebut memiliki minimal satu mata tunas aksilar (axillary bud).
Dalam kondisi in vitro, eksplan yang bebas dari kontaminan dan tumbuh baik

21

dapat diperbanyak melalui subkultur berulang-ulang sehingga kultur primer
merupakan tahap yang menentukan untuk keberhasilan dan keberlanjutan
perbanyakan tanaman menggunakan teknologi tersebut (Haris et al., 2009).
Organogenesis yaitu diferensiasi meristem unipolar, menghasilkan ujung
tunas (shoot tip) yang akan menjadi tunas (caulogenesis) atau ujung akar (root tip)
yang akan menjadi akar (rhizogenesis). Proses organogenesis memerlukan dua
tahap induksi, masing-masing menggunakan media dengan zat pengatur tumbuh
yang berbeda. Embrio somatik yaitu proses diferensiasi meristem bipolar yang
berupa bakal tunas dan akar. Dua meristem diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman utuh. Embrio yang terbentuk selanjutnya akan tumbuh dan berkembang
menjadi tanaman utuh (Yuliarti, 2010).
Organogenesis dan embriogenesis tanaman sangat tergantung ada
kemampuan sel dalam bergenerasi. Peneliti-peneliti terdahulu memulai penelitian
dan mengalami kegagalan dalam meregenerasikan suatu jaringan menjadi
tanaman. Keterbatasan pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh menjadi

hambatannya. Setelah ditemukan auksin dan sitokinin serta zat pengatur tumbuh
lainnya, sangat berperan dalam proses diferensiasi sel menjadi organ tertentu,
maka kendala untuk organogenesis dan embriogenesis dapat dieliminir
(Harahap, 2011).
Penggandaan biakan dalamkultur jaringan dapat dilakukan melaluijalur
organogenesis dan embriogenesissomatik. Cara embriogenesissomatik banyak
mendapatBalitbiogenperhatian karena jumlah propagulayang dihasilkan tidak
terbatas dandapat diperoleh dalam waktu yanglebih singkat. Di samping itu,
untukmendukung

program

pemuliaan

tanamanmelalui

rekayasa

22


genetika,penggunaan

embrio

somatik

dapatmempercepat

keberhasilan

denganpeluang transformasi yang lebihtinggi karena embrio somatik dapatberasal
dari satu sel somatik. Untukpenyimpanan jangka pendek maupunjangka panjang,
embrio

somatikdianggap

disimpankarena

bila


merupakan

bahan

tanamanyang

diregenerasikan

dapat

membentuk

ideal
bibit

untuk
somatik

(Purnamaningsih, 2006).
Eksplan

Kultur meristem adalah kultur jaringan makanan dengan menggunakan
eksplan (bahan tanaman). Bagian tanaman yang digunakan berupa jaringan
merismatik, misalnya daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji. Dalam
pelaksanaannya teknik kutur meristem, secara berurutan langkah kerja yang harus
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan media kultur

: media preparasi

2. Pembuatan bahan eksplan

: inisiasi

3. Penanaman eksplan

: inokulasi

4. Penumbuhan tanaman kultur

: inkubasi


5. Pengadaptasian tanaman kultur

: aklimatisasi

(Nugroho dan sugito, 2000).
Pada tanaman dikotil, pembelahan sel yang bertanggung jawab untuk
pemanjangan terjadi didalam daerah meristematik tepat dibawah ujung dan
bersamaan dengan diferensiasi jaringan pengangkut primer. Penebalan skunder
berlanjut dalam jaringan batang yang lebih tua tetapi pertumbuhan membujur
biasanya tidak nyata pada ruas-ruas yang memisahkan daun-daun yang telah
mengembang (Goldsworthy dan fisher, 1996).

23

Dalam perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan
faktor penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenetik, ukuran
eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus
dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan
awal kultur. Umumnya, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah
jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda
mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-sel masih aktif membelah diri, dan
relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan) (Yusnita, 2003).
Perbanyakan secara in vitro dapat menggunakanberbagai macam eksplan.
Eksplan yang relatif mudahdiinduksi tunasnya adalah eksplan yang memiliki
jaringanmeristem atau bakal tunas seperti tunas terminaldan bakal tunas pada
buku. Untuk mengetahuieksplan yang paling mudah, paling cepat, dan
palingtinggi faktor multiplikasinya, induksi tunas dilakukandengan menggunakan
eksplan tunas terminal, bukusatu tunas dengan daun dan buku satu tunas tanpa
daun (Kosmiatin et al., 2005)
Beberapa genotipe bibit karet yang tersedia di rumah kaca akan digunakan
sebagai eksplan dalam pembiakanmicrocutting tanaman karet. Bahan-bahan karet
yang digunakan ini harus diberi perlakuan yang berbeda dalam poses
microcutting. Sehubungan dengan itu hal ini untuk karakterisasi masing-masing
genotipe untuk menentukan kualitas genotipe yang berkaitan dengan respon dan
kemampuan pertumbuhan selama proses microcutting. Juga batang bawah yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dan mengidentifikasi
ciri-ciri morfologi untuk klon batang bawah yang menggunakan teknologi
microcutting (Pratama, 2008).

24

Pembentukan kalus terjadi karena adanyapelukaan yang diberikan pada
eksplan, sehinggasel-sel pada eksplan akan memperbaiki sel-selyang rusak
tersebut. Pada awalnya terjadipembentangan dinding sel dan penyerapan
air,sehingga

sel

akan

membengkak

selanjutnya

terjadipembelahan

sel

(Sitorus et al., 2011).
Sel-sel pada jaringan atau organ tanaman tidak semua seragam. Berbagai
tipe sel dapat dijumpai dalam jaringan tanaman. Proses dimana sel-sel tumbuh
menjadi terspesialisasi disebut diferensiasi sedangkan proses pertumbuhan dan
diferensiasi individu tanaman disebut perkembangan. Istilah lain yang berkaitan
dengan perkembangan tanaman adalah morfogenesis (Lakitan, 1996).
Tahap multiplikasi diharapkan tunas akan mengalami pemanjangan
dengan demikian terjadi pertambahan ukuran tunas sebelum induksi akar, oleh
karena itu perlu dicari jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tepat untuk
dapat merangsang pemanjangan tunas. Pemanjangan tunas disertai dengan
membukanya primordia daun menjadi helaian daun. Terkadang pada tahap
pemanjangan tunas diikuti pula dengan multiplikasi tunas. Pada tahapan
pemanjangan tunas, terdapat dua zat pengatur tumbuh yang mempengaruhi yaitu
sitokinin dan gibberelin (Ariyanti, 2014).
Media Kultur Jaringan
Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama
disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan
yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen
tambahan. Komponen utama meliputi garam mineral, sumber karbon, vitamin dan
zat pengatur tumbuh. Komponen lain seperti senyawa nitrogen organik, berbagai

25

asam organik, metabolit dan ekstrak tambahan tidak mutlak, tetapi dapat
menguntungkan ketahanan sel dan perbanyakannya (Wetter dan Constabel, 1991).
Media kultur merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
perbanyakan tanaman secara kultur jaringan. Berbagai komposisi media kultur
telah diformulasikan untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara
in vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhkan
ditanah, meliputi hara-hara makro dan mikro (Yusnita, 2003).
Medium yang digunakan untuk kultur in vitro tanaman dapat berupa
medium padat atau cair. Medium padat digunakan untuk menghasilkan kalus yang
selanjutnya diinduksi membentuk tanaman yang lengkap (plantlet), sedangkan
medium cair biasanya digunakan untuk kultur sel. Medium yang digunakan
mengandung lima komponen utama, yaitu: senyawa anorganik, sumber karbon,
vitamin, zat pengatur tumbuh, dan suplemen organik (Yuwono, 2006).
Medium

padat

dapat

digunakan

untukproliferasi

kalus

karena

mempercepatpembentukan kalus sekunder dan pembentukankalus embriogenik
remah yanglebih banyak. Sementara pada SPS (sistem perendaman sesaat)
danmedium

cair,

pembentukan

kalus

embriogenikremah

relatif

sedikit,

sehinggaterbentuk lebih banyak sel embriogenikyang menunjang proses
pendewasaanmenjadi embrio somatik. Oleh karena itu, penggunaan medium cair
dan

mediumSPS

(sistem

perendaman

sesaat)

dapat

direkomendasikan

sebagaimedium tumbuh untuk pendewasaan kalusembriogenik menjadi embrio
somatik

(Kasi dan Sumaryono, 2008).

26

Hasil penelitian Nursetiadi (2008) media WPM (Woody Plant Medium)
merupakan media yang mampu dioptimalkan oleh eksplan untuk pembentukan
tunas. Muncul tunas tercepat yaitu pada media WPM (Woody Plant Medium)
dengan konsentrasi BAP 0 ppm + IBA 0.5 ppm dan BAP 1 ppm + IBA 0.5 ppm
dan pada konsentrasi BAP 2 ppm + IBA 0.5 ppm merupakan konsentrasi yang
paling optimal pada panjang tunas dan jumlah daun.
Lingkungan In vitro
Pemuliaan tanaman in vitromencakup semua teknik kultur sel dan jaringan
yang meliputi perbanyakan, pengamatan dan manipulasi genetik tanaman tanpa
melibatkan siklus seksual. Pada dasarnya kultur in vitro merupakan suatu proses
perbanyakan sel, jaringan, organ atau proptoplas dengan teknik steril (Nasir,
2002).
Pekerjaan mengisiolasi dan mentransfer bahan tanaman biasanya
diruangan

khusus

atau

didalam

lemari

dimana

mikroorganisme

dapat

dikecualikan. Lemari yang digunakan untuk isolasi dapat ditempatkan dalam
rancangan laboratorium, tetapi jauh lebih baik di ruangan inokulasi atau transfer
ruangan khusus yang disediakan. Pada saat ditempatkan di inkubator
pencahayaan, suhu dan kelembaban dapat dikontrol. Laju pertumbuhan tergantung
pada suhu dan juga pencahayaan yang diadopsi (George et al., 2007).
Kondisi lingkungan yang menentukan keberhasilan dalam pembiakan
tanaman dengan kulturjaringan meliputi cahaya, suhu, dan komponen atmosfer.
Cahaya dibutuhkan untuk mengatur proses morfogenetik tertentu. Dalam teknik
kultur jaringan, cahaya dinyatakan dengan dimensi lama penyinaran, intensitas,
dan kualitasnya. Prof Murashige menyarankan untuk mengasumsikan lama

27

kebutuhan penyinaran pada kultur jaringan tanaman merupakan pencerminan dari
kebutuhan periodisitas tanaman yang bersangkutan dilapangan. Kualitas cahaya
mempengaruhi diferensiasi jaringan (Yusnita, 2003).
Kualitas cahaya yang baik untuk perkembangan tanaman harus
diperhatikan. Lampu flourescens jauh lebih baik dibandingkan lampu pijar, karena
panasnya

relatif

rendah.

Intensitas

cahaya

yang

dibutuhkan

berkisar

1000-4000 lux. Intensitas cahaya diatur menempatkan lampu dengan kekuatan
tertentu dengan jarak 40-50 cm dari tabung kultur untuk luas tertentu
(Harahap, 2011).
Suhu juga berpengaruh terhadap kesehatan tanaman yang dikulturkan.
Suhu yang umum digunakan untuk pengkulturan berbagai jenis tanaman adalah
26±20C. Untuk kebanyakan tanaman, suhu yang terlalu rendah (kurang dari 200C)
dapat menghambat pertumbuhan, dan suhu yang terlalu tinggi (lebih dari 320C)
menyebabkan tanaman merana. Namun, pada kultur tanaman yang biasanya
memerlukan suhu rendah untuk pertumbuhan terbaiknya (Yusnita, 2003).
Plant Growth Regulator
Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang mendorongpembelahan
(sitokinesis), pertumbuhan danperkembangan kultur sel tanaman. Sitokininjuga
menunda penuaan daun, bunga dan buahdengan cara mengontrol dengan baik
proseskemunduran yang menyebabkan kematian sel-seltanaman. Pada tumbuhan,
efek sitokinin seringdipengaruhi oleh keberadaan auksin, misalnyajumlah akar
yang

banyak

akan

menghasilkan

sitokinin

dalam

jumlah

banyak.

Peningkatankonsentrasi sitokinin ini akan menyebabkansistem tunas membentuk
cabang dalam jumlahyang lebih banyak(Lawalata, 2011).

28

Giberelin sebagai hormon tumbuh pada tanaman sangat berpengaruh
terhadap

sifat

genetik

(genetic

dwarfism),

parthonecarphy, mobilisasi karbohidrat

pembungaan,

penyinaran,

selama perkecambahan (germination)

dan aspek fisiologi lainnya (Abidin, 1985).
Pada banyak sistem, giberelin yang ditambahkan dapat menghalangi
efek-efek dorman. Hal ini menyatakan bahwa peranan giberelin didalam meristem
apikal mungkin hanyalah melindunginya dari efek-efek penghambat pertumbuhan
endogen yang menghambat seperti misalnya dorman (Wilkins, 1989).
Di antara hormon tumbuhan yang dikenal giberelin mempunyai
kemampuan khusus memacu pertumbuhan tanaman utuh pada banyak spesies,
terutama tumbuhan kerdil atau tumbuhan dwitahunan dalam fase roseta, giberelin
biasanya lebih banyak mendorong pemanjangan batang utuh dari pada potongan
batang,

sehingga

efeknya

berlawanan

dengan

efek

auksin

(Salisbury dan Ross, 1995).
GA3 merupakan yang paling banyak dijumpai di dalam tanaman. Asam
giberelat tidak begitu sering digunakan dalam kultur jaringan. Senyawa tersebut
tidak tahan panas dan tidak dapat diautoklaf. Oleh karena itu, harus ditambahkan
kedalam medium setelah diotoklaf dengan menggunakan filter milipore
(sterilisasi filter). Secara umum peranan asam giberelat didalam tanaman adalah
meningkatkan perkecambahan biji dan menginduksi pemanjangan ruas. Senyawa
itu digunakan didalam media kultur untuk meningkatkan pemanjangan
pucuk-pucuk yang sangat kecil dan merangsang pembentukan embrio dan kalus
(Zulkarnain, 2009)

29

Menurut Wareing dan Phillips (1970) dalam Mudyantini (2008) efek
fisiologis yang khas pada tanaman yangdiperlakukan dengan GA3 adalah
terjadinya

pemanjanganbatang,

akibat

adanya

aktivitas

kambium

di

internodus,sehingga tanaman yang diperlakukan menjadi lebih tinggidaripada
tanaman normal. Pemanjangan batang selaindipengaruhi oleh aktivitas kambium
juga disebabkan olehpeningkatan mitosis di daerah meristem subapikal
batang,sehingga

jumlah

sel

pada

masing-masing

internodusmeningkat.

Peningkatan jumlah sel menyebabkanpertumbuhan batang lebih cepat, sehingga
dihasilkanbatang yang lebih panjang. Respon ini pada batangbiasanya hanya
berupa peningkatan panjang internodus,dan umumnya tidak meningkatkan jumlah
internodus yang terbentuk.
Kebanyakan hormon endogen ditanaman terdapat pada jaringan meristem
yaitu jaringan yang aktif tumbuh dan membelah. Sehingga pemberian hormon
eksogen sangat mempengaruhi kerja hormon endogen sebagai fungsinya dalam
proses cytokinesis(proses pembelahan sel) pada berbagai organ tanaman.
Pemberian hormon eksogen dengan konsentrasi yang melebihi kebutuhan
tanaman dapat menyebabkan pembentukan tunas terhambat (Azwin, 2007).
Pemberian GA3 pada tempat yangdapat mengangkutnya ke apeks
tajuk,peningkatan

pembelahan

dan

pembesaran

selakan

nampak

pada

pemanjangan danperkembangan daun muda, dengan terpacunyaperkembangan
daun yang cepat ini fotosintesisakan terpacu yang dapat menghasilkanpeningkatan
keseluruhan pertumbuhan.Perkembangan daun sangat penting padaproduksi
tanaman budidaya agar dapatmemaksimalkan penyerapan cahaya dan asimilasi
(Mubarok, 2003).

30

Pemberian NAA dan BAP terhadap regenerasi kentang hasil induksi
mutasi EMS dapat dirumuskan. Tidak terdapat interaksi antara NAA dan BAP
terhadap regenerasi kalus kentang menjadi planlet, waktu muncul rootlet, jumlah
rootlet, diameter kalus dan bobot kalus. Pemberian NAA memberikan pengaruh
berbeda nyata pada diameter kalus dan bobot kalus kentang. Warna kalus yang
dihasilkan adalah hijau keputihan, hijau kekuningan, putih kecoklatan, coklat dan
coklat kekuningan. Sedangkan tekstur kalus yang terbentuk adalah kompak
(Wartina, 2011)
Kajian Kultur Jaringan Tanaman Karet
Kultur In vitro embrio tanaman karet yang dilakukan dengan
menggunakan konsentrasi yang berbeda Benzil Amino Purin (BAP) 0.075 mg/l
dan 0.01 mg/l konsentrasi Napthalen Asam Asetat (NAA) untuk melengkapi
Murashige dan Skoog (MS) medium dengan 0.075 mg/l BAP dan 0.01 mg/l NAA.
Perlakuan ini menghasilkan planlet karet dengan akar tunggang yang berkembang
dengan baik. Konsentrasi yang sama dari NAA dan konsentrasi BAP sedikit lebih
tinggi atau lebih dari 0.075 mg/l karet yang dihasilkan tunas dan akar lateral saja
(Dickson et al., 2011).
Pemberian

kombinasi

BAP

dan

NAA

pada

media

WPM

(Woody Plant Medium) terhadap persentase munculnya tunas, jumlah tunas,
terbentuknya

daun

yang

terbaik

pada

kombinasi

konsentrasi

0.5 mg/l BAP + 0 mg/l NAA, sedangkan konsentrasi 0.5 mg/l BAP + 0.25 mg/l
NAA memberikan respon panjang tunas yang terbaik (Sundari et al., 2015).
Hasil penelitian (Harahap et al., 2015) Pemberian kombinasi BAP dan
NAA terhadap persentase eksplan hidup tertinggi yaitu pada perlakuan

31

BAP 0.5mg/l + NAA 0 mg/l dan eksplan membentuk tunas pada perlakuan BAP
1.5 mg/l + NAA 0.25 mg/l. Semakin tinggi konsentrasi BAP yang diberikan maka
jumlah tunas yang dihasilkan akan semakin tinggi, karena pemberian konsentrasi
BAP yang tertinggi pada perlakuan masih bisa direspon oleh tanaman sehingga
tanaman terdorong untuk melakukan pembelahan sel secara aktif (Sari, 2011).
Eksplan tunas muncul pada media yang ditambahkan dengan 0.5 mg/l dan
4.0 mg/l BAP dan 0.005, 0.1, 0.5, 0.1 mg/l IBA. Pertumbuhan tunas ketiak
ditemukan baik pada 0.5 mg/l BAP + 0.005 mg/l IBA, 0.5 mg/l BAP + 0.1 mg/l
IBA dan 4.0 mg/l BAP + 0.05 mg/l IBA. Dengan konsentrasi BAP 7-10 mg/l BAP
kultur menunjukkan jenis pertumbuhan dengan sejumlah besar tunas yang tumbuh
berdekatan, ketika dipisahkan dan disubkultur gagal berkembang menjadi tunas
normal (Gunnatilleke dan Chandra, 1988).