Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Self Care pada Pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Perubahan gaya hidup berdampak terhadap perubahan pola penyakit yang
terjadi di masyarakat. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan gaya hidup
dan merupakan masalah yang cukup serius terjadi di negara maju dan negara
berkembang adalah peningkatan jumlah kasus Diabetes Melitus (DM) (Meetoo
dan Allen, 2010). DM sejauh ini adalah penyakit endokrin yang paling sering
ditemukan (Sherwood, 2011).
DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya (Purnamasari, 2009). Insulin, suatu hormon yang disekresikan oleh
pankreas sebagai respon terhadap peningkatan konsentrasi glukosa dan nutrien
lain di darah setelah makan, merangsang penyerapan, pemakaian, dan
penyimpanan nutrien-nutrien ini oleh sel (Granner, 2009).
The International Diabetes Federation (IDF) (2013) telah melaporkan

jumlah orang yang menderita DM meningkat dari 285 juta di tahun 2010 menjadi

438 juta pada tahun 2030 dengan lebih dari 70 persen kasus terjadi di negara
berkembang. American Diabetes Association (ADA) (2012) melaporkan bahwa
setiap 21 detik ada satu orang yang terkena DM. Diperkirakan jumlah DM
mencapai 350 juta pada tahun 2025, lebih dari setengahnya berada di Asia,
terutama di India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. Khusus Indonesia, pada tahun
1995 jumlah penderita DM berada di urutan ketujuh dunia, dan diperkirakan pada
tahun 2025 naik menjadi nomor lima. Di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya
hampir 10 persen penduduk mengidap DM (Tandra, 2014).
Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan gejala, meningkat sesuai
dengan bertambahnya umur, namun mulai umur ≥ 65 tahun cenderung menurun,
lebih tinggi di daerah perkotaan daripada pedesaan. DM juga lebih tinggi pada

2

masyarakat dengan pendidikan tinggi dan dengan kuintil indeks pemilikan tinggi
(RISKESDAS, 2013).
Menurut ADA (2010), DM diklasifikasikan menjadi 4 jenis, yaitu DM tipe
1 disebut juga DM tergantung insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus/
IDDM) disebabkan oleh proses autoimun atau idiopatik, DM tipe 2 atau DM tidak
tergantung insulin (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM) terjadi

karena resistensi insulin, DM yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya, DM Gestational yang terjadi selama kehamilan. Lebih dari 90 persen dari
semua populasi DM merupakan DM tipe 2 (Yuliani, 2014).
DM tipe 2 dan komplikasi yang di akibatkannya merupakan masalah
kesehatan publik yang telah meningkat secara global (Donelly dan Bilous, 2015).
Komplikasi yang timbul dapat digolongkan menjadi dua, yaitu komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler.
Komplikasi mikrovaskuler meliputi retinopati diabetik, nepropati diabetik,
dan neuropati diabetik. Akibat komplikasi retinopati, 12.000 sampai 24.000 kasus
baru menderita kebutaan ditemukan dalam setiap tahunnya. Komplikasi nepropati
ditunjukkan dengan adanya data bahwa 43 persen kasus baru mengalami gagal
ginjal terminal. Neuropati terjadi pada 60 persen sampai 70 persen penderita DM
dan neuropati merupakan penyebab utama amputasi ekstremitas bawah. Neuropati
yang terjadi dapat berupa neuropati motorik, sensorik, dan otonom yang akan
berdampak terhadap kejadian ulkus kaki (Sousa et al., 2009).
Komplikasi makrovaskular meliputi penyakit arteri koroner, stroke, dan
penyakit vaskular perifer. Pasien DM tipe 2 memiliki resiko penyakit arteri
koroner meningkat 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bukan pasien DM
dan komplikasi tersebut merupakan penyebab utama kematian akibat DM yaitu
sebesar 65 persen. Resiko stroke 2-4 kali lebih tinggi. Penyakit vaskular perifer

dapat mencetuskan timbulnya ulkus dan amputasi kaki (50 persen amputasi kaki
dilakukan pada pasien DM di Amerika) (Sousa et al., 2009).
WHO memastikan peningkatan penderita DM tipe 2 paling banyak akan
terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagian peningkatan
jumlah penderita DM tipe 2 karena kurangnya pengetahuan tentang pengelolaan

3

DM. Pengetahuan pasien tentang pengelolaan DM sangat penting untuk
mengontrol kadar glukosa darah. Penderita DM yang memiliki pengetahuan yang
cukup tentang DM lalu mengubah perilakunya akan dapat mengendalikan kondisi
penyakitnya sehingga dapat hidup lebih lama ( Kurniadi dan Nurrahmani, 2014).
Self care adalah proses perkembangan pengetahuan atau kesadaran dalam

proses pembelajaran untuk tetap bertahan dengan keadaan yang komplek pada
pasien DM tipe 2 dilihat dari konteks sosial. Terdapat konstribusi yang positif
antara pasien DM tipe 2 dengan aktivitas self care yang telah diberikan
penyuluhan tentang pentingnya self care. Dengan adanya promosi kesehatan
tentang self care pada pasien DM tipe 2 dapat menunda terjadinya komplikasi
dalam waktu yang relatif lama (Shrivastava, 2013).

Terdapat korelasi antara self care dengan kadar HbA1C pada pasien DM
tipe 2. Ditemukan adanya hubungan positif jika penderita DM tipe 2 dengan
tingkat self care yang tinggi maka HbA1C pasien tersebut juga akan menurun
(Hayward, 2007). Terdapat hubungan yang cukup berarti antara tingkat self care
dengan HbA1C pada pasien DM tipe 2 di RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung.
Semakin tinggi tingkat self care maka semakin baik tingkat HbA1C-nya. Perlu
pengendalian DM dalam dalam mencegah terjadinya komplikasi yaitu dengan
terapi farmakologis dan non farmakologis yang akan memberikan dampak
terhadap penurunan HbA1C menjadi tingkat yang lebih baik (Kusniyah, 2010).
Menurut Svartholm (2010), pasien DM tipe 2 masih membutuhkan
informasi lebih mengenai aktivitas self care terutama yang berhubungan dengan
kontrol glukosa darah, diet, dan olahraga. Antara kedua jenis kelamin dibutuhkan
penerapan gaya hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari untuk mengurangi resiko
terjadinya komplikasi DM tipe 2.
Data yang didapat dari rekam medik RSUP Haji Adam Malik Medan,
terjadi peningkatan jumlah pasien DM tipe 2 dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010
terdapat 1.807 orang pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan meningkat
menjadi 2.079 orang dan 2.352 orang pada tahun 2011 dan 2012. Pada tahun 2014
sebanyak 2.565 orang dan terhitung 1 Januari-31 Maret 2015 sebanyak 695 orang
pasien DM tipe 2 yang menjalani rawat jalan. Jumlah pasien rawat inap DM tipe 2


4

tahun 2014 sebanyak 289 orang dan 1 Januari 2015-31 Maret 2015 sebanyak 80
orang.
Melihat peningkatan tersebut dibutuhkan suatu perilaku dari penderita DM
agar mampu mengendalikan dan memelihara dirinya agar tidak memperberat dan
menambah komplikasi penyakitnya. Berdasarkan informasi yang terdapat diatas,
peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku self care
pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah
Uraian dalam latar belakang masalah diatas memberikan dasar bagi
peneliti untuk merumuskan pertanyaan yaitu faktor-faktor apa sajakah yang
mempengaruhi perilaku self care pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku self care pada

pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat perilaku self care pada pasien DM tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
2. Untuk mengetahui distribusi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
status ekonomi, dan lama menderita DM terhadap perilaku self care
pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
3. Untuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
status ekonomi, dan lama menderita DM terhadap perilaku self care
pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan

5

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat member manfaat yaitu :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku self care
pada pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan Periode September-November 2015.
2. Dapat menjadi sumbangan pemikiran dan referensi bagi rekan-rekan
sesama mahasiswa khususnya bagi peneliti berikutnya.
3. Memberikan informasi dan menambah pengetahuan bagi penderita DM
tipe 2.