Analisis Usahatani Dan Efisiensi Penggunaan Input Produksi Usahatani Kedelai (Studi Kasus : Desa Tanjung Jati, Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Tingkat Produksi Kedelai
Peluang peningkatan produksi kedelai di dalam negeri masih terbuka lebar, baik
melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam. Saat ini
produktivitas nasional kedelai baru mencapai 1,4 ton/ha dengan kisaran 0,6-2,2 ton/ha
di tingkat petani, sedangkan produktivitas hasil penelitian dengan teknologi budidaya
spesifik lokasi dapat mencapai 2,45 dengan kisaran 1,7-3,2 ton/ha, bergantung pada
kondisi lahan dan teknologi yang diterapkan. (Balitkabi, 2015).
Produksi kedelai yang tertinggi berada di Pulau Jawa yaitu Jawa Timur. Saat ini
produksi kedelai mencapai 350 ribu ton dari Jawa Timur. Provinsi tersebut
memberikan sumbangan paling besar untuk produksi kedelai nasional. Sebanyak 350
ribu ton dihasilkan di Jawa Timur dari 700-800 ribu ton produksi kedelai nasional per
tahun. Kalau dilihat dari angka tersebut, ini berarti 42% produksi kedelai nasional
berasal dari Jawa Timur (Liputan 6, 2013)
Peningkatan produktivitas kedelai perlu dilakukan dengan penerapan teknologi
spesifik lokasi. Perluasan areal tanam di lahan sawah irigasi dan tadah hujan, lahan
kering sistem monokultur maupun tumpasari, areal tanam perkebunan, hutan yang

belum optimal dan pembukaan areal baru. (Balitkabi, 2015).

2.1.2 Anjuran Penggunaan Input Produksi Kedelai
Penanaman bibit kedelai dengan ditugal dengan jarak tanam 40 x 15 cm atau 40 x 20
cm, 2 biji per lubang. Bibit yang baik untuk budidaya kedelai ialah bibit yang sudah
cukup tua, utuh, dan warnanya mengkilat. Bibit dibutuhkan sebanyak 50-75 kg untuk
1 hektarnya. Penggunaan pupuk yang umum untuk tanaman kedelai adalah pupuk
kandang sebanyak 2,5 ton/ha, Pupuk NPK diberikan setara 75 kg Urea, 100 kg SP36
dan 100 kg KCL per hektar. Semua pupuk tersebut paling lambat diberikan pada saat
tanaman berumur 14 hari. Pupuk diberikan dalam alur 5-7 cm dari baris tanaman
kemudian ditutupi dengan tanah. Untuk penyakit karena virus dikendalikan dengan
mengendalikan vektor penyebarnya. Dengan insektisida deltametrin seperti Decis 25
EC dosis 1 ml/l air. Penggunaan pestisida yang lain untuk per hektarnya pula sesuai
yang ditetapkan dalam kemasan botol atau paket yang dibeli. Manakala untuk
penggunaan tenaga kerja pula sesuai tenaga kerja yang ahli dibidangnya. Semakin
ahli seseorang itu dalam bekerja semakin banyak pula produksi yang bisa diperoleh.
2.2. Landasan Teori
2.2.1 Usahatani dan Pendapatan
Usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat ditempat itu
yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikanperbaikan yang dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang

didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya (A.T.Mosher,1968). Sedangkan
Adiwilga (1992) menjelaskan usahatani adalah kegiatan usaha manusia untuk

mengusahakan tanahnya dengan maksud untuk memperoleh hasil tanaman atau
hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan
untuk memperoleh hasil selanjutnya
Usahatani adalah usaha yang tidak terlepas dari biaya-biaya. Biaya dalam usahatani
dibedakan menjadi dua yakni biaya tetap (Fixed cost) dan biaya variabel (Variable
cost). Jumlah dari kedua biaya tersebut dikenal dengan biaya total (Total Cost).
TC= TFC + TVC.
Keterangan :
TC

= Total Biaya

FC

= Biaya Tetap

VC


= Biaya Variabel

(Soekartawi, 1995)
Soekartawi (2003), mengemukakan bahwa pendapatan dibagi menjadi dua bagian
yaitu: Pendapatan Kotor (Penerimaan) usahatani adalah nilai produksi total usahatani
dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual, dikonsumsi oleh rumah tangga petani,
dan disimpan digudang pada akhir tahun. Sedangkan Pendapatan bersih usahatani
adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya produksi seperti upah
buruh, pembelian bibit, pestiisida dan pupuk yang digunakan oleh usahatani.
Pendapatan keluarga yang diperoleh petani berasal dari pendapatan bersih
dijumlahkan dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

Penerimaan petani pada dasarnya juga terdiri atas dua bagian yakni penerimaan kotor
yaitu penerimaan yang berasal dari penjualan hasil pertanian. Penerimaan ini
diperoleh dengan perhitungan jumlah hasil produksi dikalikan dengan harga atau:
TR= Q.P
Dimana:
TR


= Total penerimaan kotor

Q

= Jumlah Hasil Produksi

P

= Harga produksi

Selain penerimaan kotor dikenal istilah penerimaan bersih yaitu penerimaan yang
diperoleh dari hasil perhitungan penjualan hasil produksi pertanian setelah dikurangi
dengan biaya produksi yang digunakan. Atau:
Π = TR – TC
Dimana:
Π

= Penerimaan Bersih

TR


= Penerimaan kotor

TC

= Total Biaya produksi yang dikeluarkan

Pada analisis ekonomi usaha, data penerimaan biaya dan pendapatan usaha sangat
perlu diketahui. Penerimaan usaha adalah perkalian antara produksi yang dihasilkan
dengan harga jual yang berlaku saat ini. Sedangkan biaya usaha adalah semua
pengeluaran yang dipergunakan baik mempengaruhi ataupun tidak mempengaruhi

jumlah produksi yang dihasilkan dan pendapatan usaha merupakan selisih antara
penerimaan usaha dan pengeluaran.
Analisis R/C singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan
(nisbah) antara penerimaan dan biaya. R/C Ratio merupakan alat analisa untuk
mengukur biaya dari suatu produksi, dimana jika R/C ratio > 1 maka usahatani layak
di kembangkan, R/C ratio < 1 maka usahatani tidak layak dikembangkan dan
dikatakan impas jika R/C ratio = 0 (Soekartawi, 2002)
2.2.2 Produksi dan Fungsi Produksi

Produksi merupakan serangkaian kegiatan menghasilkan barang dan jasa dengan
memanfaatkan masukan yang dimiliki untuk memenuhi kebutuhan. Kegiatan
produksi berkaitan erat dengan adanya masukan dan output. Masukan dalam
usahatani dapat berupa tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan lain-lain yang
mempengaruhi nilai produksi yang akan didapat. Hubungan kuantitatif antara
masukan dan keluaran disebut sebagai fungsi produksi, sedangkan analisis dan
pendugaan hubungan antara masukan dan keluaran disebut analisis fungsi produksi
(Soekartawi 1986).
Fungsi produksi membahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan
produksi. Pengertian lain mengenai fungsi produksi adalah fungsi yang menunjukkan
berapa keluaran yang dapat diperoleh dengan menggunakan sejumlah variabel
masukan yang berbeda. Melalui fungsi produksi dapat terlihat secara nyata bentuk
hubungan perbedaan jumlah dari faktor-faktor produksi yang digunakan untuk

kegiatan produksi. Selain itu fungsi produksi sekaligus menunjukkan produktivitas
dari produk yang dihasilkan. Berdasarkan hal tersebut maka produktivitas merupakan
fungsi produksi dengan yang membandingkan jumlah keluaran (output) per satuan
masukan (input) dalam hal ini adalah membandingkan nilai output dengan luasan
lahan (Hernanto, 1989).
Beberapa faktor produksi yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya produksi

meliputi ; luas lahan yang dimiliki, jumlah benih yang digunakan, jumlah tenaga
kerja yang digunakan, banyaknya pupuk yang digunakan, banyaknya pestisida yang
digunakan, keadaan pengairan, tingkat pengetahuan dan keterampilan, tingkat
kesuburan tanah, iklim atau musim, modal yang tersedia (Soekartawi, 2002).
Model yang sering digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik
adalah the law of deminishing return. Model ini menjelaskan hubungan fungsional
yang mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Bila input dari
salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit waktu,
sedangkan input dari sumber daya yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk
akan meningkat di atas suatu titik tertentu, tetapi peningkatan output tersebut
cenderung mengecil. Hal ini dapat di lihat dari gambar berikut:

Sumber : (Bilas, 1994)
Gambar 1 .Kurva Law Deminishing Return
Berdasarkan gambar di atas dapat ditemukan tahapan (stages) produksi , I, II dan III.
Tahap I merupakan tahapan yg tidak rasional, karena setiap penambahan input
menaikan produksi lebih besar dari penambahan input itu sendiri yang masih
memungkinkan peningkatan total produksi dengan menaikan variabel input. Tahap
ini berada di antara titik 0 sampai perpotongan antara marginal product dengan
average product yang sering di sebut tahap increasing. Tahap II menunjukan

penambahan input meningkatkan total produksi. Tahap ini berada dari titik MP = AP
sampai pada maksimum total product. Pada tahap ini akan dicapai keuntungan
maksimum, daerah ini disebut daerah yang paling rasional. Tahap III merupakan
tahapan dimana penambahan variabel input justru menurunkan total produksi. Tahap
ini dimulai dari total product yang menurun dan marginal product yang negative
(Bilas, 1994).
Secara produktivitas dapat dinyatakan sebagai rasio antara keluaran terhadap sumber
daya yang dipakai. Bila dalam rasio tersebut masukan yang dipakai untuk

menghasilkan keluaran dihitung seluruhnya, disebut sebagai produktivitas total, tetapi
bila yang dihitung sebagai masukan hanya faktor tertentu saja disebut sebagai
produktivitas parsial yang dapat dituliskan dalam bentuk tabulasi sederhana yaitu :
Produktivitas = Jumlah Produksi (Ton) ÷ Luas Lahan (Ha)
(Hernanto, 1996).
2.2.3

Fungsi Produksi Frontier

Konsep produksi batas (frontier production function) menggambarkan output
maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Fungsi produksi

frontier merupakan fungsi produksi yang paling praktis atau menggambarkan
produksi maksimal yang dapat diperoleh dari variasi kombinasi factor produksi pada
tingkat pengetahuan dan teknologi tertentu (Battese dalam Kurniawan, 2012)
Pendekatan stochastic frontier merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
melihat efisiensi dari suatu usahatani. Fungsi produksi stochastic frontier
menggambarkan hubungan antara input yang tersedia dan output maksimum yang
dapat dicapai dengan memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam
usahatani.
Pendekatan ini dipilih karena sederhana dan dapat dibuat dalam bentuk linier
(Maryono 2008; Hutauruk 2008; Khotimah 2010). Fungsi produksi stochastic frontier
dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor produksi yang mempengaruhi
efisiensi teknis, dapat melihat efisiensi teknis usahatani dari sisi input, dan efek

inefisiensi yang berkaitan (Maryono 2008; Hutauruk 2008). Dengan menggunakan
fungsi produksi stochastic frontier peneliti dapat mengetahui faktor produksi apa saja
yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani serta bagaimana pengaruhnya terhadap
usahatani.
Model yang digunakan adalah model fungsi Stochastic Production Frontier CobbDouglas menggunakan parameter pendugaan Maximum Likelihood Estimated (MLE)
(Haryani 2009; Khotimah 2010; Prayoga 2010). Salah satu keuntungan menggunakan
fungsi produksi Cobb-Douglas adalah jumlah elastisitas dari masing-masing faktor

produksi yang diduga merupakan pendugaan skala usaha (return to scale) (Maryono
2008). Parameter MLE digunakan untuk menggambarkan hubungan antara produksi
maksimum yang dapat dicapai dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang ada.
Faktor-faktor produksi yang dimaksud antara lain lahan, modal, tenaga kerja, dan
manajemen atau pengelolaan. Selain itu, fungsi produksi yang diestimasi
menggunakan parameter pendugaan Maximum Likelihood Estimation (MLE) dapat
mengidentifikasi faktor produksi juga dapat melihat efisiensi teknis petani dan efek
inefisiensi yang berkaitan (Sukiyono 2005; Hutauruk 2008; Haryani 2009).
2.2.4

Efisiensi

Efisiensi merupakan hal penting dalam pengukuran keberhasilan pelaksanaan proses
produksi. Efisiensi teknik yang tinggi berperan penting dalam upaya peningkatan
keuntungan suatu usahatani. Farrell (1957) diacu dalam Tasman (2010), mengajukan
pengukuran efisiensi yang terdiri dari dua komponen yaitu efisiensi teknis dan
efisiensi harga. Efisiensi teknis merupakan kemampuan perusahaan untuk mendapat

output maksimum dari satu set input yang tersedia sedangkan efisiensi harga
merupakan kemampuan dari perusahaan menggunakan input dalam proporsi yang

optimal sesuai dengan harga masing-masingnya. Kedua ukuran efisiensi ini kemudian
dikombinasikan akan menyediakan ukuran total efisiensi ekonomi.
Salah satu komponen dari pengukuran efisiensi ekonomi adalah efisiensi teknis.
Suatu usahatani baru dapat dikatakan efisiensi ekonomi jika sudah mencapai efisiensi
teknis (Sukiyono 2005). Hal tersebut menunjukkan bahwa usahatani tersebut sudah
menggunakan input produksi yang dimiliki secara optimal.
Namun, pada usahatani yang telah efisien secara teknis, belum tentu secara harga
efisien. Penggunaan input meskipun efisien secara teknis tetapi tidak secara harga
dapat dilihat dari nilai produk marjinalnya yang lebih rendah dibandingkan harga
input (Hutauruk 2008). Menurut Bakhsoodeh dan Thomson diacu dalam Hutauruk
(2008), petani yang efisien secara teknis adalah petani yang menggunakan lebih
sedikit input untuk memproduksi sejumlah output pada tingkat tertentu atau petani
yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan
menggunakan sejumlah input tertentu.
2.3 Penelitian Terdahulu
Aisah (2003) juga melakukan penelitian mengenai efisiensi teknis terhadap komoditi
hortikultura dengan judul analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani tomat di
Sukabumi, Jawa Barat. Penghitungan efisiensi teknis dilakukan dengan menggunakan
analisis fungsi produksi stochastic frontier. Hasil analisis fungsi produksi stochastic
frontier menunjukkan variabel lahan, benih per hektar, pupuk TSP per hektar, pupuk

KCL per hektar, pupuk ZA per hektar, fungisida per hektar, insektisida per hektar dan
tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi tomat, sementara variabel pupuk
urea dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tomat. Hasil
analisis efisiensi teknis para petani tomat yang dijadikan responden menunjukkan
nilai sebesar 0,71.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zulfadli Adha Nasution (2015) dengan
judul Analisis Efisiensi Penggunaan Pupuk Oleh Petani Pada Tanaman Sayuran
(Kubis, Kubis Bunga Dan Wortel) pupuk pada usahatani sayuran di Kecamatan
Tigapanah Kabupaten Karo dengan hasil penelitian menyatakan peggunaan pupuk
pada tanaman sayuran (Kubis,Kubis Bunga dan Wortel) tidak efisien,baik secara
teknis, harga dan ekonomi. Ada pengaruh nyata harga pupuk,harga sayuran dan
pengalaman petani secara bersama-sama terhadap penggunaan pupuk pada tanaman
kubis bunga dan wortel. Sedangkan, untuk kubis harga pupuk,harga sayuran dan
pengalaman petani secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata.Penggunaan pupuk
efisien berdasarkan The Law of Diminishing Returns (LDR) pada Kubis yaitu 550
Kg/ Ha, Kubis Bunga yaitu 440 kg/0,25ha,dan Wortel, yaitu 150 Kg/0,25ha. Ketika
dilakukan perbandingan antara penggunaan pupuk yang efisien menurut teori The
Law of Diminishing Returns (LDR) dengan penggunaan pupuk oleh petani sayuran
diperoleh hasil yakni ada perbedaan yang signifikan antara penggunaan pupuk secara
efisien dengan penggunaan pupuk oleh petani kubis, kubis bunga dan wortel.

2.4 Kerangka Pemikiran
Usahatani kedelai adalah suatu usahatani yang tujuan akhirnya adalah untuk
memperoleh pendapatan atau keuntungan. Pendapatan tergantung pada besarnya
produksi dan penerimaan yang diperoleh. Pendapatan dipengaruhi oleh penerimaan
yang dikurangi biaya produksi. Manakala untuk mendapatkan penerimaan itu adalah
dengan hasil produksi yang diperoleh tadi dijual dengan harga jual yang telah
ditetapkan pemerintah dan petani tidak dapat menentukan harga jual tersebut. Untuk
memperoleh keuntungan dan pendapatan yang tinggi, biaya produksi yang dipakai
dalam input produksi (bibit, luas lahan, tenaga kerja, pupuk dan pestisida) untuk
menghasilkan kedelai diefisiensikan menggunakan pendekatan produksi frontier yaitu
efisiensi teknis, harga, dan ekonomi. Secara skematis digambarkan kerangka
pemikiran sebagai berikut :

Usahatani Kedelai

Input Produksi
1. Bibit
2. Luas lahan
3. Tenaga kerja
4. Pupuk
5. Obat-obatan

Produksi

Harga Jual

Efisiensi
1. Teknik
2. Harga
3. Ekonomi

Penerimaan

Biaya Produksi

Pendapatan

Keterangan
: Menyatakan Hubungan
: Menyatakan Pengaruh
Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran

2.5 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang sudah dibuat maka
hipotesis pada penelitian ini adalah :
1. Tingkat produksi usahatani kedelai di Desa Tanjung Jati Kecamatan Binjai
Kabupaten Langkat tergolong rendah.
2. Usahatani kedelai di Desa Tanjung Jati Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat
adalah usahatani yang tidak menguntungkan.
3. Penggunaan input produksi terhadap produksi tanaman kedelai di Desa
Tanjung Jati Kecamatan Binjai Kabupaten Langkat tidak efisien secara teknis,
harga dan ekonomi.