LAPORAN TUGAS BESAR STRUKTUR BANGUNAN BA
LAPORAN TUGAS BESAR STRUKTUR BANGUNAN BAJA
SP-1218
DESAIN STRUKTUR WORKSHOP RANGKA BAJA
Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah
SP-1218 Struktur Bangunan Baja
Dosen Pengampu:
Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc
Asisten Dosen :
Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc
Disusun Oleh:
Andhika Fajar Septiawan 07151005
Arum Prastyo Putri 07151005
Donny Dharmawan 07151012
Kurniani 07151021
Yuzar Adhitama 07151037 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS BESAR STRUKTUR BANGUNAN BAJA
SP-1218
DESAIN STRUKTUR WORKSHOP RANGKA BAJA
Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah SP-1218
Struktur Bangunan Baja
Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Kalimantan
Disusun Oleh:
Andhika Fajar Septiawan 07151005
Arum Prastyo Putri 07151005
Donny Dharmawan 07151012
Kurniani 07151021
Yuzar Adhitama 07151037
Telah Disetujui dan Disahkan oleh:
Balikpapan, 18 Desember 2017
Dosen Pengampu
Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc
NIP/NIPH : 100115037
Dosen Asistensi
Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc
NIP/NIPH : 100115037
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Struktur Bangunan Baja ini dengan lancar. Penulisan ini ditujukan untuk memenuhi tugas besar pada mata kuliah Struktur Bangunan Baja dengan judul “Desain Struktur Workshop Rangka Baja” dengan dosen pengampu oleh Bapak Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc
Penulis menyadari karya tulis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
-
Bapak Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc selaku dosen mata kuliah Struktur Bangunan Baja sekaligus selaku asistensi dosen.
-
Orang Tua penulis yang selalu memeberikan perhatian, motivasi dan bimbingan moral kepada penulis
-
Teman-teman Teknik Sipil 2015 atas sharing ilmu yang sering dilakukan
Penulis menyadari karya tulis ini tidak luput dari bebagai kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan dan perbaikan perencanaan selanjutnya.
Hormat kami,
Penulis
DAFTAR ISI
3.5.1 Beban Angin Pada Atap 19
3.5.2 Beban Angin Pada Dinding 20
3.8 Pemilihan Profil Penampang 28
BAB 4 ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR 30
4.1 Gaya Dalam Ultimate Elemen 30
4.2 Pengecekan Kapasitas Penampang 30
4.2.4 Kapasitas Pengaku Global (Brecing) 57
5.2.1 Sambungan Balok – Kolom 68
5.2.2 Sambungan Brecing dan Kuda –kuda 72
5.2.3 Sambungan Kuda – Kuda dan Kolom 76
6.1 Rencana Tanjakan dan Injakan 82
6.2 Pembebanan pada Anak Tangga 84
6.3.3 Hasil Analisa Tangga Menggunakan SAP 2000 84
6.3 Gaya Dalam Ultimate Elemen 85
6.4.1 Kapasitas Balok Anak Tangga 86
6.4.2 Kapasitas Balok Induk Tangga 91
6.5 Perhitungan Sambungan Tangga 96
6.5.1 Sambungan Balok Anak Tangga – Balok Induk Tangga 96
6.5.2 Sambungan Pelat Bordess – Balok Induk Tangga 100
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 104
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Baja 9
Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu Baut 9
Table 2.3 Profil IWF pada Struktur Gedung 11
Tabel 2.4 Profil C pada Struktur Gedung 12
Table 2.5 Spesifikasi Profil Siku 13
Tabel 2.6 Spesifikasi Profil H pada Struktur Gedung 14
Tabel 3.1 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan non Gedung untuk Beban Gempa 21
Tabel 3.2 Faktor keutamaan gempa 22
Tabel 3.3 Koefisien situs, Fa 24
Tabel 3.4 Koefisien situs, Fv 24
Tabel 3.5 Kombinasi Pembebanan 27
Tabel 4.1 Data Hasil Perhitungan smp Banyaknya Kendaraan 30
Tabel 4.2 Perhitungan Kapasitas Lentur batang IWF 400.200.8.13 38
Tabel 4.3 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 400.200 39
Tabel 4.4 Data Kolom profil H 400.400.13.21 40
Tabel 4.5 Perhitungan Kapasitas Lentur H 400.400.13.21 42
Tabel 4.6 Data -data Kuda-Kuda (tabel Queen Cross) H 400.200.8.13………….……..46
Tabel 4.7 Perhitungan Kapasitas Lentur H 400.200.8.13………………………......... 52
Tabel 4.8 Perhitungan Kapasitas Geser H 400.200.8.13………………………........ 52
Tabel 4.9 Data Gording profil C 200x80x7.5x11dari Tabel Gunung Garuda………….. 53
Tabel 4.10 Perhitungan Kapasitas Lentur C 200x80x7.5x11 ………………………….. 55
Tabel 4.11 Perhitungan Kapasitas Geser C 200x80x7.5x18………………………… 56
Tabel 4.12 Data Spesifkasi Profil Siku 100.100.7.7………………………………… 57
Tabel 4.13 Analisa kelangsingan struktur brecing ………………………………… .. 59
Tabel 4.14 Kapasitas Tekan Pada Brecing…………………………………………… .. 60
Tabel 4.15 Data -data Balok (tabel Queen Cross) IWF 400.200.8.13………………….. 62
Tabel 4.16 Perhitungan Kapasitas Lentur batang IWF 400.200………………………...65
Tabel 4. 17 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 400.200…………………………………67
Tabel 5.1 Spesifikasi Baut Normal 69
Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Geser 71
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 71
Tabel 5.4 Syarat Geser dan Tarik…………………………………………… ………….72
Tabel 5.5 spesifikasi Baut Normal 72
Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Geser 75
Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 75
Tabel 5.8 Syarat Geser dan Tarik 76
Tabel 5.9 spesifikasi Baut Normal 79
Tabel 5.10 Hasil Perhitungan Jumlah baut Geser 79
Tabel 5.11 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 79
Tabel 5.12 Syarat Geser dan Tarik 79
Tabel 6.1 Rekapitulasi Gaya Dalam pada Induk Tangga dan Anak Tangga 85
Tabel 6.2 Data -data Balok Anak Tangga (tabel Queen Cross) IWF 150x75x7x5 86
Tabel 6.3 Perhitungan Kapasitas Lentur Induk Tangga batang IWF 150x75 .89
Tabel 6.4 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 150 x75 .90
Tabel 6.5 Data -data Balok Induk Tangga (tabel Queen Cross) IWF 200x1235x6x9 91
Tabel 6.6 Perhitungan Kapasitas Lentur Induk Tangga batang IWF 200x125 94
Tabel 6.7 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 200.125 95
Tabel 6.8 spesifikasi Baut Normal 96
Tabel 6.9 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Geser 98
Tabel 6.10 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 99
Tabel 6.11 Syarat Geser dan Tarik 99
Tabel 6.12 spesifikasi Baut Normal 100
Tabel 6.13 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Geser 102
Tabel 6.14 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 103
Tabel 6.15 Syarat Geser dan Tarik 103
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.1 Tampak Depan 5
Gambar 2.2 Tampak 3D View 6
Gambar 2.3 Define Grid System Data 6
Gambar 2. 4 Material Property Data 7
Gambar 2. 5 Frame Properties 7
Gambar 2. 6 Properties of Object 8
Gambar 2. 7 Joint Restraints 8
Gambar 2. 8 Profil IWF……………………………………..….……………......10
Gambar 2. 9 Profil C……………………………………………………………..11
Gambar 2.10 Profil siku…………………………………………………….……12
Gambar 2.11 profil H-beam………………………..……………………….……14
Gambar 3.1 Define Load Patterns………………………..………………………14
Gambar 3.2 Distribusi Beban Mati pada Pelat Lantai 17
Gambar 3. 3 Distribusi Beban Hidup pada Pelat Lantai 18
Gambar 3. 4 Peta Zonasi Gempa Indonesia untuk Menentukan Ss 23
Gambar 3. 5 Peta Zonasi Gempa Indonesia untuk Menentukan S1 23
Gambar 3. 6 Spektrum Respons Desain 26
Gambar 3. 7 Spektrum Respons Desain 27
Gambar 3. 8 Cek Design Struktur 28
Gambar 3. 9 Hasil Cek Design Struktur 29
Gambar 6.1 Rencana Desain Tangga 82
Gambar 6.2 Tampak Samping Tangga 83
Gambar 6.3 Tampak Atas Tangga 83
Gambar 6.4 Beban Hidup pada Tangga 84
Gambar 6.5 Beban Hidup pada Tangga 85
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia konstruksi saat ini semakin pesat, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis bahan yang merupakan bagian material konstruksi. Indonesia telah menggunakan beberapa material konstruksi, salah satunya adalah material baja. Material baja belakangan ini semakin banyak digunakan oleh para pelaku dunia konstruksi karena baja memiliki beberapa kelebihan dibandingkan material konstruksi lainnya, yaitu waktu pelaksanaan konstruksi lebih singkat karena dapat dipabrikasi, selanjutnya memiliki high strength per unit weight cukup tinggi sehingga berat konstruksi secara keseluruhan lebih ringan, serta materialnya sangat daktail sehingga mampu menahan deformasi yang besar. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya penggunaan material baja sebagai material penyusun konstruksi salah satunya adalah bangunan workshop yang merupakan tempat pelaksanaan berbagai kegiatan industri berupa produksi dan lain sebagainya.
Sangat penting dalam sebuah perencanaan pekerjaan konstruksi yang baik dan tahan gempa tentu dibutuhkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangankan sebelumnya, salah satu faktor tersebut adalah kriteria desain. Oleh karena itu, seorang mahasiswa jurusan teknik sipil harus memahami bagaimana mendesain struktur baja dengan baik. Salah satu mata kuliah yang membahas materi tersebut adalah “Bangunan Struktur Baja”, dan terdapat sebuah tugas besar yang dikerjakan secara kelompok, yaitu membuat sebuah perencanaan struktur dari pusat perbelanjaan dengan lokasi bangunan berada di Jawa Barat, lebih tepatnya terdapat diderah Kota Bandung. Perencanaan workshop tersebut akan didesain sesuai dengan denah yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam segi desain bangunan, gedung workshop telah mengalami banyak perkembangan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penyusun mencoba merencanakan desain bangunan tersebut. Struktur bangunan tersebut menggunakan material baja. Struktur terdiri atas 2 lantai yang direncanakan dapat menahan beban mati (dead load), kemudian beban hidup (live load), dan beban gempa (earthquake), serta tinggi gedung pada perencanaan yaitu 8 meter dengan jarak antar balok yaitu A = A1 = A2 = 5 meter.
Dalam pengerjaan konstruksinya, workshop menggunakan material baja dengan spesifikasi material menggunakan baja bermutu BJ34, sedangkan baut yang digunakan bermutu A-490, dengan jenis atapnya multiroof dengan jarak gording adalah 90 cm dan data tambahan kecepatan angin 20 m/s. Dalam perencanaan struktur bangunan baja ini, diharapkan dapat mengetahui permodelan struktur yang diperlukan dalam konstruksi, seperti mengetahui spesifikasi tiap elemen dari struktur tersebut, dan beban yang dapat ditahan oleh konstruksi workshop tersebut.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas besar ini adalah:
-
Mahasiswa dapat mendesain struktur bangunan baja bertingkat banyak
-
Mahasiwa dapat memahami konsep-konsep dasar dalam mendesain strktur bangunan baja.
-
Mahasiswa dapat membuat sebuah permodelan struktur baja.
-
Mahasiswa dapat mengimplementasikan konsep mendesain struktur bangunan baja seperti merancang struktur atap, mendesain sambungan, dan mendesain pembebanan pada struktur baja.
1.3 Referensi dan Software
Dalam penulisan tugas besar ini beberapa referensi dan software yang digunakan adalah sebagai berikut :
-
SNI 03-1726-2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non-Gedung
-
SNI 1727-1989 Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung
-
Profil Baja PT. Gunung Garuda
-
AutoCad 2010, merupakan software yang digunakan dalam menggambar desain bangunan
-
SAP 2000 V15, merupakan software yang digunakan dalam mendesain struktur bangunan dan melakukan perhitungan gaya gaya dan momen yang terjadi dalam suatu struktur
-
Microsoft Excel, merupakan program komputer yang digunakan dalam pengolahan angka (aritmatika) dan proses kalkulasi
-
Microsoft Word merupakan program penulisan kalimat yang membantu dalam penyusunan kata dan penyusunan laporan.
1.4 Metodologi
Dalam merencanakan struktur bangunan, diperlukan sebuah tahapan secara terstruktur untuk memudahkan dalam pengerjaaan suatu konstruksi. Tahap-tahap yang dilakukan penyusun dalam tugas ini dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini:
Gambar 1. 1 Flowchart Tahapan Perencanaan
BAB 2
PERMODELAN STRUKTUR
2.1 Model Struktur
Untuk memudahkan permodelan struktur bangunan yang akan difungsikan sebagai workshop, digunakan software yang telah dibuat untuk memodelkan suatu konstruksi yaitu program SAP 2000. Program ini dipergunakan untuk melakukan analisis dan desain pada struktur bangunan dengan cepat dan tepat.
Dalam tugas besar ini akan di desain Model Struktur bangunan yang akan difungsikan sebagai workshop dengan spesifikasi struktur rangka baja dengan bentang panjang 20 meter, lebar 15 meter dan kemiringan atas sebesar 20o. Pada bentang panjang sebesar 20 meter akan dibagi menjadi 4 bagian. Dan pada bentang lebar selebar 15 meter akan dibagi menjadi 3 bagian.
Berikut ini merupakan tampak depan dan 3D view dari model struktur bangunan workshop :
Berikut ini merupakan langkah – langkah dalam memodelkan struktur bangunan workshop dengan menggunakan software SAP2000 :
1. New Model
File – New model – Grid only
T entukan grid yang dibutuhkan dalam sesuai dengan model struktur yang akan dibuat .
Gambar 2.13 Define Grid System Data
2. Input Material Property Data
Define – Material – Add new material
Gambar 2. 14 Material Property Data
Input spesifikasi data dari material yang digunakan pada Material Property Data. Spesifikasi material dapat dilihan pada subbab 2.2
3. Input Frame Properties
Define – section properties – Frame sections – Add new property
Input semua frame properties untuk masing – masing jenis profil baja yang diberikan pada spesifikasi masing – masing profil. Setelah semua spesifikasi dari masing – masing profil di input, gunakan auto-select list agar program sap 2000 bisa dengan otomatis menentukan sendiri spesifikasi masing – masing profil yang paling cocok untuk masing – masing elemen struktur yang digunakan. Elemen yang terdapat pada struktur ini antara lain :
-
Bracing
-
Kolom
-
Kuda – kuda
-
Gording
4. Menggambarkan Model Struktur
Draw – Draw Frame/cable/tendon
Gambarkan elemen – elemen struktur yang ada sesuai dengan frame yang akan digunakan. Contoh untuk bracing digunakan pada bracing, dan kemudian untuk gording frame untuk gording, dan seterusnya.
Gambar 2. 16 Properties of Object
5. Draw – Draw Frame/cable/tendon
Assign – Joint – Restraints
S istem perletakan yang digunakan dalam struktur bangunan gedung ini adalah perletakan jepit sehingga pergerakan translasi dan rotasi keduanya dikunci.
2.2 Material Baja
Menurut SNI 03 - 1729 - 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50, dan BJ 55. Besarnya tegangan leleh (fy) dan tegangan ultimit (fu) berbagai jenis baja struktur sesuai dengan SNI 03 - 1729 - 2002, Dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Baja
Jenis Baja | Kuat Tarik Batas (fu) MPa | Tegangan Leleh (fy) MPa |
BJ 34 | 340 | 210 |
BJ 37 | 370 | 240 |
BJ 41 | 410 | 250 |
BJ 50 | 500 | 290 |
BJ 55 | 550 | 410 |
Material Baja yang digunakan dalam pengerjaan tugas besar ini ditentukan oleh dosen asistensi yaitu BJ 34.
Setiap struktur baja merupakan gabungan dari beberapa komponen batang yang disatukan dengan alat pengencang. Salah satu alat pengencang adalah baut. Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandardkan oleh ASTM adalah tipe A325 dan A490. Selain mutu tinggi ada pula baut mutu normal A307 terbuat dari baja kadar carbon rendah.
Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu Baut
Tipe Baut | Diameter (mm) | Proof Stress (MPa) | Kuat Tarik Min. (MPa) |
A307 | 6.35-10.4 | - | 60 |
A325 | 12.7-25.4 28.6-38.1 | 585 510 | 825 725 |
A490 | 12.7-38.1 | 825 | 1035 |
Material Baut yang digunakan dalam pengerjaan tugas besar ini ditentukan oleh dosen asistensi yaitu A4 90.
Rincian material yang digunakan dalam pengerjaan tugas besar ini ditentukan oleh
dosen asistensi, dengan rincian sebagai berikut :
a. Jenis Atap : Multiroof
b. Jarak Gording Max : 0.9 m
c. Mutu Baja : BJ 34
d. Mutu Baut : A4 90
Dengan data tambahan sebagai berikut :
a. Kecepatan Angin : 30 Km/jam
b. Fungsi Bangunan : Workshop
2.3 Profil Baja
Profil penampang yang digunakan untuk masing–masing elemen pada bangunan workshop adalah sebagai berikut:
1. Balok dan kuda-kuda menggunakan profil IWF
Profil Web-Flange (IWF)
Profil IWF atau yang umumnya disebut I-beam digunakan sebagai balok, kolom, tiang pancang, top & bottom chord member pada truss, composite beam, kantilever kanopi rencana pada bangunan baja. Dalam merencanakan struktur, digunakan dimensi profil yang terlampir pada Tabel 2.3 di bawah ini:
T
abel 2.3. Profil IWF pada Struktur Gedung
2. Gording menggunakan profil C
Profil C
Profil Canal “C” digunakan sebagai rangka utama pada konstruksi kuda-kuda baja ringan. Sementara untuk konstruksi pendukung seperti reng sebagai tempat kedudukan penutup atap/genteng.
Tabel 2.4 Profil C pada Struktur Gedung
Sumber : PT. Gunung Garuda
3. Bracing menggunakan profil Siku
Profil Siku
T abel 2.5 Spesifikasi Profil Siku
4. Kolom menggunakan profil H-beam
Profil H-beam
Gambar 2.11 profil H-beam
T abel 2.6 Profil H pada Struktur Gedung
BAB 3
PEMBEBANAN
Setelah melakukan pemodelan struktur, maka dilakukan assign pembebanan sebelum dilakukan analisis struktur secara keseluruhan.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :
-
Define Load Patterns
-
K emudian input beban-beban yang akan di-assign pada struktur, antara lain beban mati/DL (dead load), beban hidup/LL (live load), Beban Atap/SIDL, Beban Angin (Wind Load), Beban Hujan/R (Rain Load), serta Beban Gempa.
Gambar 3. 1 Define Load Patterns
3.1 Beban Mati
Beban Mati atau Dead Load adalah beban struktur bangunan workshop itu sendiri yang terdiri dari beban elemen-elemen penyusunnya yang dalam hal ini merupakan material baja.
3.1.1 Struktur Atap
a. Kuda-Kuda
-
Rangka Utama
Jumlah rangka utama: 5
Untuk perumusan rangka utama yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja. Sehingga, Luas penampang (A) pada rangka utama menggunakan profil C: 39250 AC
-
Bracing
Jumlah Bracing (n) = 32
Untuk perumusan bracing yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja
Sehingga, Luas penampang (A) pada bracing menggunakan profil C: 251200 AC
b. Gording
Jumlah gording (n) = 14
Untuk perumusan bracing yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja
Sehingga, Luas penampang (A) pada gording menggunakan profil siku: 109900 Asiku
c. Penutup Atap
Sisi miring (Lebar) = 7,97 meter
Panjang = 20 meter
maka, luas atap luasan persegi panjang yaitu
luas atap = Px L
= 7,97 x 20
= 159.4 m2
Luas atap total atap adalah 2x 159.4 m2 = 318.8 m2
Sehingga, beban atap dapat dihitung dengan perumusan sebagai berikut:
Beban atap = Luas atap x massa jenis atap (multiroof)
= 318.8 m2 x 40 kg/m2
= 12.752 kg
3.1.2 Struktur Rangka
a. Balok
Jumlah Balok (n) = 28
Untuk perumusan kolom yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja
Sehingga, Luas penampang (A) pada balok menggunakan profil IWF: 219800 A IWF
b. Kolom
Jumlah Kolom (n) = 32
Untuk perumusan kolom yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja
Sehingga, Luas penampang (A) pada kolom menggunakan profil IWF: 251200 A IWF
3.1.3 Pelat
ϒc = 2400 Kg/m3
Tinggi Segitiga = 2.5m
Tebal Pelat = 0.12m
Sehingga Distribusi beban mati pelat yaitu
Distribusi beban mati = ϒc x Tinggi Segitiga x Tebal Pelat
= 2400 Kg/m3 x 2.5m x 0.12 m
= 720 kg/m
Gambar 3. 2 Distribusi Beban Mati pada Pelat Lantai
3.2 Beban Hidup
Beban hidup atau Live Load pada struktur bangunan gudang ini diasumsikan sebagai berikut beban hidup pada pelat lantai yang di assign pada pelat lantai adalah 400 kg sesuai dengan peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan workshop.
Berikut ini merupakan perhitungan distribusi beban hidup pada lantai, sebagai berikut:
Beban pelat = 400 Kg/m2
Tinggi Segitiga = 2.5 m
Sehingga, Distribusi bebannya segitiganya yaitu :
Bebannya Segitiga = Beban Pelat x Tinggi Segitiga
= 400 kg/ m2 x 2.5 m
= 1000 kg/m
Gambar 3. 3 Distribusi Beban Hidup pada Pelat Lantai
3.3 Beban Atap
Beban atap ini bekerja berdasarkan luasan dengan cara menghitung Tributary Area di daerah dimana beban ini ditahan oleh gording atap, Adapun beban atap terdiri dari beberapa macam berupa kuda-kuda dengan berat 39250 AC, kemudian bresing sebesar 251200 AC, selanjutnya gording 109900 Asiku, serta beban atap sebesar 12.752 kg.
3.4 Beban Hujan
Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung tahun 1983 pada bab 3.2 menjelaskan beban hujan terjadi pada atap, dengan besar beban sesuai dengan peraturan adalah
Q = (40 – 0,8 x α) kg/m2
= (40 – 0,8 x 20)
= 24 kg/m2
Karena, beban tersebut melebihi dari ketentuan maka, beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/ m2
3.4 Beban Angin
Beban angin pada Struktur bangunan gedung terjadi pada bagian atap dan kolom. Berdasarkan peraturan yang ada dimana lokasi struktur jauh dari letak pantai, maka beban yang terjadi adalah sebesar q = 25 kg/m2.
3.5.1 Beban Angin Pada Atap
Beban angin pada atap diasumsikan tegak lurus pada bidang atap sehingga beban angin yang bekerja pada atap harus dikonversi menjadi beban angin arah vertikal dan beban angin arah horizontal sebelum bisa di assign pada gording sebagai penerima beban angina dan dimodelkan pembebanannya dalam program SAP2000.
Berikut ini perhitungan faktor konversi atap dalam menerima beban angin.
T (tinggi atap) = 2,7 m
X (lebar atap) = 15 m
Α (sudut atap) = 20 ͦ
Cara mencari P di peraturan pembebanan 1983 pada pasal 4.2 no 3.
Rumus:
P = V²/16=kg/m²
Beban angin yang terjadi pada atap dibedakan menjadi dua dimana bagian yang berhadapan langsung dengan arah datangnya angin disebut bagian tiup dan bagian yang tidak berhadapan langsung dengan angin disebut bagian hisap dan kedua jenis beban angin ini memilik koefisien pengali yang berbeda.
Bidang atap di pihak angin :
Koefisien C = (0,02 x α) – 0,4
= (0,02 x 20) – 0,4 = 0
Qtekan = P x C
= 25 X 0 = 0
Bidang atap dibelakang angin :
Koefisien C = 0,4
Qhisap = P x C
= 25 X 0,4 = 10
3.5.2 Beban Angin Pada Dinding
Perhitungan Beban Angin pada Dinding tidak jauh berbeda dengan perhitungan Beban angin pada atap dimana terdapat beban angin bagian tekan dan beban angin bagian hisap. Akan tetapi, beban angin yang bekerja pada dinding hanya beban vertikal yang terjadi pada kolom struktur
-
Bidang kolom di pihak angin :
Koefisien C = 0.9
Qtekan = q x 0,9
= 25 x 0,9 = 22,5 kg/m²
-
Bidang kolom dibelakang angin :
Koefisien C = -0.4
Qhisap = q x -0,4
= 25 x -0,4 = -10 kg/m²
3. 6 Beban Gempa
Beban Gempa merupakan beban yang terjadi secara alami akibat terjadinya pergerakan pada lapisan tanah sehingga adanya percepatan pada tanah yang menyebabkan beban pada struktur akibat interaksi tanah dengan struktur dan karakteristik respon struktur. Beban gempa timbul akibat percepatan sehingga semakin besar berat struktur maka semakin besar juga beban gempa yang diterima oleh struktur tersebut.
Beban gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%. Untuk mendesain struktur bangunan yang tahan gempa, kita harus mempertimbangkan berbagai hal, salah satunya adalah faktor keutamaan dan kategori resiko struktur bangunan. Berikut adalah tabel faktor keutamaan dan kategori resiko struktur bangunan:
Tabel 3.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung unttuk beban gempa
Jenis Pemanfaatan | Kategori Resiko |
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk antara lain :
| I |
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko I, II, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
| II |
Geung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:
Gedung dan non gedung, tidak termasuk dalam kategori IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran | III |
Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori resiko IV | IV |
Tabel 3.3 Faktor keutamaan gempa
Kategori Resiko | Faktor Keutamaan Gempa, I |
I atau II | 1,0 |
III | 1,25 |
IV | 1,50 |
Analisis beban gempa akan lebih mudah bila kita menggunakan respons spektral. Respons spektral adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik antara periode getaran struktur T vs respon-respon maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Dalam menentukan respons spektral, diberikan data, sebagai berikut:
-
Asumsi tanah yang akan dibangun struktur bangunan adalah tanah keras, sangat padat dan bantuan lunak (SC);
-
Daerah struktur bangunan yang dibangun adalah Bandung.
Jadi, berikut langkah-langkah dalam membuat respons spektral, sebagai berikut:
1. MCER, Ss dan S1
Ss adalah parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek. Untuk mendapatkan nilai MCER Ss, kita lihat pada peta gempa Indonesia yang terdapat keterangan Ss, sebagai berikut:
Gambar 3. 4 Peta Zonasi Gempa Indonesia untuk Menentukan Ss
Berdasarkan peta zonasi gempa Indonesia di daerah Bandung, maka didapatkan MCER Ss = 1,0 – 1,2 g dan Ss = 1,0 g ialah yang digunakan. S1 adalah parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik. Untuk mendapatkan nilai MCER S1, dapat dilihat pada peta gempa Indonesia yang terdapat keterangan S1, sebagai berikut:
Gambar 3. 5 Peta Zonasi Gempa Indonesia untuk Menentukan S1
Berdasarkan peta zonasi gempa Indonesia di daerah Bandung, maka didapatkan S1 = 0,4 – 0,5 g dan S1 = 0,4 g ialah yang digunakan.
2. Fa dan Fv
Fa adalah faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek. Sedangkan Fv adalah faktor amplifikasi getaran terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik. Mencari nilai Fa dan Fv dilakukan dengan melihat pada grafik koefisien Fa dan Fv, sebagai berikut:
Tabel 3.4 Koefisien situs, Fa
Kelas Situs | Parameter respons spectral percepaatan gempa (MCER) terpetakan pada periode pendek, T=0,2 detik, S1 | ||||
| Ss < 0,25 | Ss = 0.5 | Ss= 0,75 | Ss= 1,0 | Ss > 1,25 |
SA | 0,8 | 0,8 | 0,8 | 0,8 | 0,8 |
SB | 1,0 | 1,0 | 1,0 | 1,0 | 1,0 |
SC | 1,2 | 1,2 | 1,1 | 1,0 | 1,0 |
SD | 1,6 | 1,4 | 1,2 | 1,1 | 1,0 |
SE | 2,5 | 1,7 | 1,2 | 0,9 | 0,9 |
SF | SS |
Tabel 3.4 Koefisien situs, Fv
Kelas Situs | Parameter respons spectral percepaatan gempa (MCER) terpetakan pada periode pendek, T=0,2 detik, S1 | ||||
| S1 < 0,1 | S1 = 0.2 | S1 = 0,3 | S1 = 0,4 | S1 > 0,5 |
SA | 0,8 | 0,8 | 0,8 | 0,8 | 0,8 |
SB | 1,0 | 1,0 | 1,0 | 1,0 | 1,0 |
SC | 1,7 | 1,6 | 1,5 | 1,0 | 1,3 |
SD | 2,4 | 2 | 1,8 | 1,4 | 1,5 |
SE | 3,5 | 3,2 | 2,8 | 2,4 | 2,4 |
SF | SS |
Jadi, dengan menginterpolasi nilai Fa yang ada di tabel 2.3, maka didapatkan nilai Fa untuk tanah keras, sangat padat dan bantuan lunak (SC) dan Ss.
3. Sms dan Sm1
Sms adalah parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek. Sedangkan, Sm1 adalah parameter spectrum respons percepatan pada perioda 1 detik. Sms dan Sm1 dapat dicari dengan, sebagai berikut:
Sms = Fa × Ss
= 1,0 × 1,0
Sm1 = Fv × S1
= 1,0 × 0,4
4. Sds dan Sd1
Sds adalah parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek dan Sd1 adalah parameter percepatan spektral desain untuk perioda 1 detik. Sds dan Sd1 dapat dicari dengan, sebagai berikut:
Sds = × Sms
= × 1,0
Sd1 = × Sm1
= × 0,4
5. Ts, T0, dan Sa
Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka ketentuannya :
-
Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain Sa, harus diambil dari persamaan:
Sa = SDS
-
Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain Sa sama dengan SDS.
-
Untuk perioda lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain
Sa, diambil berdasarkan persamaan:
Sa =
-
Untuk rumus T0 dan Ts, sebagai berikut:
T0 = 0,2
Ts =
6. Plot respons Spektral
Plot respons spektral disesuaikan dengan SNI 1726-2012, sebagai berikut:
Gambar 3. 6 Spektrum Respons Desain
Berikut ini merupakan grafik spectrum respons yang berasal dari Puskim
Gambar 3. 7 Spektrum Respons Desain
3.7 Kombinasi Pembebanan
Pada tuga besar baja kali ini, diberikan kombinasi pembebanan yang terlihat pada tabel 3.5
Tabel 3.5 Kombinasi Pembebanan
-
No
DL
LL
Ex
Ey
R
W
1
1.4
2
1.2
1.6
3
1.2
0.5
1
0.3
4
1.2
0.5
1
-0.3
5
1.2
0.5
-1
0.3
6
1.2
0.5
-1
-0.3
7
1.2
0.5
0.3
1
8
1.2
0.5
0.3
-1
9
1.2
0.5
-0.3
1
10
1.2
0.5
-0.3
-1
11
0.9
1
0.3
12
0.9
1
-0.3
13
0.9
-1
0.3
14
0.9
-1
-0.3
15
0.9
0.3
1
16
0.9
0.3
-1
17
0.9
-0.3
1
18
0.9
-0.3
-1
19
1.2
1.6
0.5
20
1.2
1
0.5
1.6
21
1.2
1
0.5
-1.6
22
0.9
1.6
23
0.9
-1.6
3.8 Pemilihan Profil Penampang
Pemilihan profil penampang dalam bangunan workshop pada tugas kali ini dapat dilakukan dengan menggunakan langkah – langkah sebagai berikut :
-
Run hasil permodelan SAP yang telah dibuat dan di assign pembebanannya
-
Klik design pada SAP 2000, lalu pilih steel frame design /check out of structure
Design steel frame design start design / check of structure
Gambar 3. 1 Cek Design Struktur
Gambar 3. 2 Hasil Cek Design Struktur
-
Frame yang berwarna biru muda merupakan frame yang sudah baik, sedangkan frame yang berwarna merah merupakan frame yang kurang baik. Oleh karena itu untuk mempermudah dalam konstruksi dan perhitungan, dipilih satu macam profil yang paling besar untuk satu macam struktur. Jadi didapatkan :
-
Kolom menggunakan H 400-400-13-21
-
Balok menggunakan IWF 400-200-8-13
-
Gording menggunakan C 200-80-7.5-11
-
Bracing menggunakan SIKU100-100-5-10
-
Kuda-kuda menggunakan IWF 400-200-8-13
BAB 4
ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR
4.1 Gaya Dalam Ultimate Elemen
Pendesainan dengan menggunakan metode LRFD (load resistance factor design) memerlukan nilai gaya dalam struktur, sehingga penampang yang didesain tidak over design. Metode LFRD digunakan agar penampang yang digunakan efisien sehingga struktur akan lebih murah dan tetap kuat. Stuktur yang digunakan pada tugas besar kali ini adalah terbagi atas empat buah struktur, yaitu pengaku global (bracing), kuda- kuda, gording dan kolom. Pencarian gaya dalam harus dilakukan untuk keempat stuktur diatas sehingga profil masing – masing struktur dapat ditentukan. Gaya dalam yang ditampilkan untuk kolom, kuda-kuda dan gording yaitu normal, geser dan momen. Gaya galam yang ditampilkan untuk pengaku global yaitu normal, hal ini dikarenakan pengaku global adalah rangka batang. Berikut adalah gaya dalam maksimum yang diterima pada masing – masing struktur dengan menggunakan SAP 2000 v15 :
Tabel 4.1 Rekapitulasi Gaya Dalam Maksimum
Gaya Dalam Maksimum | ||||
Kolom | Kuda – kuda | Gording | Brecing | Balok |
Nu = 57.14 Kn.m | Nu = 35.90 KN.M | Mu = 30,13 KN.M | Nu = 0.419 KN.M | Mu = 67.79 KN.M |
Vu = 19.88 KN | Vu = 15.57 KN | Vu = 11.42 KN | Vu = 0.481 KN | Vu = 70.59 KN |
PUtarik = 0 | PUtarik= 23.96 KN | PUtarik= 64.92 KN | PUtarik= 5.39 KN | PUtarik= 4.02 KN |
PUtekan= 24.61 KN | PUtekan= 11.51 KN | PUtekan= 6.19 KN | PUtekan=3.22KN | PUtekan=6.58KN |
4.2 Pengecekan Kapasitas Penampang
Pada keempat struktur bangunan workshop ini, yaitu kolom, kuda-kuda bracing, balok dan gording, memiliki gaya dalam yang sama sehingga pengecekan harus dilakukan secara menyeluruh agar kegagalan tidak terjadi. Pengecekan yang harus dilakukan adalah pengecekan terhadap momen lentur, gaya geser, kombinasi gaya geser dan momen lentur, batang tekan dan batang tarik. Sedangkan pengaku global (bracing) hanya dilakukan pengecekan batang tekan dan tarik, hal ini disebabkan pengaku global hanya menerima gaya axial.
Berikut merupakan contoh perhitungan kapasistas dari berbagai penampang:
a. Batang Tekan
Berikut ini adalah prosedur dalam menghitung kekuatan penampang menahan gaya aksial tekan :
1. Cek syarat kelangsingan struktur
Mengecek syarat kelangsingan komponen struktur tekan dengan perumusan
Dari persamaan diatas, kita dapat menghitung nilai iy minimum agar memenuhi syarat kelangsingan struktur
Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai kelangsingan struktur, yaitu = 27.02 Dengan nilai kelangsingan seperti diatas, kelangsingan profil memenuhi syarat. Syarat kelangsingan profil adalah kurang dari 200. Maka, penggunaan IWF 400.200.8.13 diijinkan.
2. Menghitung nilai ω
Sebelum mendapatkan nilai ω, penentuan parameter kelangsingan kolom λc terlebih dahulu harus dilakukan. Selanjutnya, nilai λc akan menentukan rumus yang akan digunakan untuk menghitung nilai ω seperti persamaan berikut
λc2
Penentuan nilai λc seperti yang disebutkan sebelumnya
Karena nilai λc > 1.2 maka
3. Menghitung nilai Nn
Daya dukung nominal komponen sturktur tekan dapat dihitung menggunakan perumusan sebagai berikut :
Sehingga didapat nilai Nn = 2572,601 KN
Bahaya tekuk juga perlu diperhitungkan dalam desain batang tekan, naka berikut adalah prosedur dalam menghitung kekuatan oenamoang terhadap bahaya tekuk :
1. Menentukan Xo dan Yo
Nilai Xo dan Yo tergantung dari bentuk profil baja yang digunakan. Untuk IWF nilai Xo dan Yo adalah :
Xo = 0 ; Yo = 0
2. Menentukan nilai Ix dan Iy
Nilai Ix dan Iy didapatkan dari tabel profil penampang baja
Ix = 24.570 cm4
Iy = 10.661 cm4
3. Menentukan nilai A
Nilai A didapatkan dari tabel profil penampang baja
A = 126.18 cm2
4. Menentukan nilai ro2
ro2 merupakan jari-jari girasi polar terhadap pusat geser yang dapat dihitung melalui perumusan berikut :
Sehingga diapatkan nilai ro2 = 279,21 cm2 = 27921 mm2
5. Menentukan nilai H
Sehingga didapatkan H = 1-0 = 1
6. Menentukan nilai Fcry
Sehingga didapat nilai Fcry = 203,88 MPa
7. Menentukan Nilai G (Konstanta Geser)
Sehingga didapatkan G = 76923,077 MPa
8. Menentukan nilai J (Inersia Torsi)
Sehingga didapatkan nilai J = 3567 mm4
9. Menentukan nilai Fcrz
Sehingga didapatkan nilai Fcrz = 77,88 MPa
10. Menentukan Nilai Fclt
Sehingga didapatkan nilai Fclt = 159,49 MPa
11. Menentukan nilai Nnlt
Sehingga didapatkan nilai Nnlt = 2012,44 KN
Nilai terfktor =
Dari dua nilai daya dukung nominal struktur tekan yang didapatkan, daya dukung nominal struktur yang lebih kecil yang dipilih agar bangunan lebih konservatif. Nilai Nn yang kita pilih kemudian kita cek kekuatannya terhadap Nu.
Dari hasil perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa penampang IWF 400.200.8.13 yang digunakan kuat menahan gaya ultimate batang tekan yang terjadi pada bangunan.
b. Batang Tarik
Pada batang tarik, pengecekan yang harus dilakukan adalah dua macam, yaitu pengecekan bila kegagalan leleh (yielding) dan kegagalan retak (fraktur).
Berikut ini adalah prosedur dalam menghitung kekuatan batan tarik untuk kondisi kegagalan retak (fraktur) :
1. Menentukan Nilai A
Nilai A didapat dari tabel profil
2. Menentukan Nilai Nn
Sehingga didapatkan Nn = 1987,3 KN
Nn terfaktor =
Berikut merupakan perhitungan batang tarik dimana kegagalannya adalah leleh (yielding) :
1. Menentukan nilai An (luas nominal penampang)
Pada perhitungan An diasumsikan Alubang = 15% dari Ag (konservatif) sehingga nilai Ae dapat kita hitung seperti dibawah ini.
2. Menentukan nilai Ae (luas efektif penampang)
Pada perhitungan Ae diasumsikan u = 0.9, dikarenakan u < 0.9 sehingga nilai Ae dapat kita hitung seperti dibawah ini
3. Menentukan nilai Nn
Nn terfaktor =
Pilih yang lebih kecil lalu nilai Nn yang dipilih kemudian kita cek kekuatannya terhadap Nu.
Dari hasil perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa penampang IWF 400.200.8.13 yang kita gunakan kuat menahan gaya ultimate batang tarik yang terjadi pada komponen stukrut yang ditinjau.
c. Momen Lentur
Pada pengecekan momen lentur terdapat 2 pengecekan yaitu pengecekan tebal pelat dan panjang bentang. Untuk pengecekan tebal pelat adalah sebagai berikut :
1. Pengecekan profil apakah profil compact atau tidak.
Penampang dikatakan compact jika
Berdasarkan perhitunga, diketahui bahwa
Sehinggi dapat diketahui penampang kompak
2. Menentukan Momen Nominal (Mn)
Mn = Mp (Momen Plastis)
Pengecekan panjang bentang :
1. Menentukan faktor panjang bentang L, Lp (batas bentang pendek), dan Lr(batas bentang menegah).
Didapatkan nilai Lp sebesar =499,1 cm = 4991 mm
Untuk menentukan Lr, terlebih dahulu harsu menghitung X1, Iw (konstanta punter lengkung), X2, dan fl yang bisa kita dihitung dengan cara seperti dibawah ini.
FL = 168 MPa
Setelah nilai X1, X2, dan FL diketahui, maka kita sekarang dapat menghitung Lr.
Lr = 8027,78mm
2. Cek faktor panjang bentang
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan :
Lp < L < Lr
Maka bentang termasuk bentang menengah.
3. Menghitung momen nominal penampang berdasarkan faktor panjang bentang.
-
Bentang pendek
Mn (Momen Nominal) = Mp (Momen Plastis)
-
Bentang Menengah
Dengan Mr = SxFL
-
Bentang Panjang
Karena bentang termasuk bentang panjang maka :
Karena momen bekerja secara seragam,maka Cb =1
Mn = 206,15 KNm
Mn terfaktor =
Tabel 4.2 Perhitungan Kapasitas Lentur batang IWF 400.200.8.13
Lentur | |||||
Kelangsingan | Panjang bentang | ||||
λp untuk b= | 11.73 |
| Lp= | 4991 | mm |
untuk h= | 115.93 |
| Lr= | 8027,78 | mm |
λr untuk b= | 9.970 |
| L= | 5000 | mm |
untuk h= | 66.936 |
| Bentang Menengah | ||
b/tf= | 15.38 | Kompak | Mn= | 206,15 | Kn*m |
h/tw= | 50 | Kompak | φ= | 0.9 |
|
Mp= | 289 | Kn*m | | | |
Dari perhitungan di atas didapat dua nilai momen nominal penampang. Untuk perhitungan yang lebih konservatif, pilih Mn yang terkecil dari dua Mn hasil perhitungan sebelumnya. Kemudian nilai Mn kita bandingkan dengan Mu.
Dari hasil perhitungan kekuatan dari penampang untuk menahan lentur, didapatkan bahwa momen nominal penampang lebih besar dari momen ultimate yang terjadi. Maka penampang IWF 400.200.8.13 kuat dalam menahan momen ultimate yang terjadi.
d. Gaya Geser
-
Memperhitungkan perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel.
-
Menentukan penampang membutuhkan pengaku local atau tidak
Maka profil tidak membutuhkan pengaku lokal
3. Menentukan nilai Kn
Kn = 5,56
-
Menentukan faktor untuk perbandingan tinggi terhadap tebal panel
-
Menentukan nilai Vn berdasarkan faktor perbandingan tinggi terhadap tebal panel.
Dari hasil perhitungan diatas didapat
Vn = 0,6 x 210 MPa x 400 x 8
Vn = 403,2 KN
6. Cek Vn terhadap Vu
Vn terfaktor =
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan kekuatan geser nominal penampang lebih besar dari geser ultimate yang terjadi. Maka penampang IWF 400.200.8.13 kuat dalam menahan gaya geser ultimate yang terjadi.
Tabel 4. 3 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 400.200
| Geser | ||
| h/tw | 50 | Tidak butuh pengaku |
| Kn | 5.56 |
|
| h/tw | 50 |
|
| 1.1*sqrt(E | 80,05 |
|
| Vn | 403,2 | Kn |
| φ= | 0.9 |
|
e. Interaksi yang terjadi antara momen lentur dan gaya geser
Berikut merupakan perhitungan interaksi yang ditimbulkan antara lentur dan geser pada sktruktur yang mengalami lentur dan geser
Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan bahwa penampang IWF 400.200.8.13 dapat menahan interaksi yang terjadi antara lentur dan geser.
4.2.1 Kapasitas Kolom
1. Cek Momen Lentur
Berikut merupakan hasil perhitungan kapasitas kolom
Data-Data Kolom (Dari Tabel Queen Kross) H 400.400.13.21 | |||||
H | 400 | Mm | Fy | 210 | N/mm2 |
B | 400 | Mm | Fr | 42 | N/mm2 |
tw (t1) | 13 | Mm | Fl | 168 | N/mm2 |
tf (t2) | 21 | Mm | Fu | 340 | N/mm2 |
R | 22 | Mm | Poison | 0.3 | |
A | 21870 | mm2 | J | 1234800 | mm4 |
Ix | 666000000 | mm4 | E | 200000 | N/mm2 |
Iy | 224000000 | mm4 | G | 76923.08 | |
Ix | 175 | Mm | L | 4000 | mm |
Iy | 101 | Mm | Iw | 8960000000000 | |
Sx | 3330000 | mm3 | X1 | 13590.53146 | |
Sy | 1120000 | mm3 | X2 | 436.1426491908 | |
Tabel 4.4 Data Kolom profil H 400.400.13.21 dari Tabel King Cross
Pada pengecekan momen lentur terdapat 2 pengecekan yaitu pengecekan tebal pelat dan panjang bentang. Untuk pengecekan tebal pelat adalah sebagai berikut :
1. Pengecekan profil apakah profil kompak atau tidak kompak
Penampang dikatakan kompak jika
Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa
Sehingga dapat diketahui penampang kompak
2. Menentukan Momen Nominal (Mn)
Mn = Mp (Momen Plastis)
Mp = Fy x Z = 783.216 Kn.m
3. Pengecekan Panjang Bentang
Menentukan jenis panjang bentang (bentang panjang, bentang pendek, dan bentang menengah)
Sehingga didapatkan nilai Lp = 5,485 m
Untuk menentukan Lr, kita terlebih dahulu harus menghitung X1, Iw (konstanta puntir lengkung), X2, dan fl yang bisa kita hitung dengan cara di bawah ini.
Sehingga didapatkan nilai X1, X2, dan Iw Berturut-turut yaitu = 24495,13 ; 2.78x10-5 ; 177x108
Lr = 484.0299 m
Sehingga dapat disimpulkan bentang L=5m termasuk bentang Pendek
4. Menentukan Momen Nominal
Karena termasuk bentang pendek maka
Mp
Mn = 783.216 Kn.m
Dari perhitungan di atas didapat dua nilai momen nominal penampang. Untuk perhitungan yang lebih konservatif, pilih Mn yang terkecil dari dua Mn hasil perhitungan sebelumnya. Kemudian nilai Mn kita bandingkan dengan Mu.
𝑀𝑢 ≤ 0,9 𝑀𝑛
30,13 Kn.m ≤ 0,9 x 783.216 Kn.𝑚
30,13 Kn.𝑚 < 704.894 Kn.m
Dari hasil perhitungan kekuatan nominal dari penampang untuk menahan lentur, didapatkan bahwa momen nominal penampang lebih besar dari momen ultimate yang terjadi. Maka penampang H 400.400.13.21 kuat dalam menahan momen ultimate yang terjadi
Tabel 4.5 Perhitungan Kapasitas Lentur H 400.400.13.21
Lentur | |||||
Kelangsingan | Panjang bentang | ||||
λp untuk b= | 11.73 |
| Lp= | 5485.79 | mm |
untuk h= | 115.93 |
| Lr= | 484029.92 | mm |
λr untuk b= | 9.97 |
| L= | 4000 | mm |
untuk h= | 66.936 |
| Bentang Pendek | ||
b/tf= | 19.05 | Tdk Kompak | Mn= | 783.216 | Kn*m |
h/tw= | 30.77 | Kompak | φ= | 0.9 |
|
Mp= | 783.216 | Kn*m | | | |
Kapasitas Momen penampang adalah φMn = 704.894 Kn.m
2. Kolom Tekan
Contoh perhitungan kolom tekan menggunakan profil balok, yaitu H 400.400.13.21. Berikut ini adalah prosedur dalam menghitung kekuatan penampang menahan gaya aksial tekan :
1. Cek syarat kelangsingan struktur
Mengecek syarat kelangsingan komponen struktur tekan dengan perumusan
Dari persamaan diatas,kita dapat menghitung nilai iy minimum agar memenuhi syarat kelangsingan struktur
Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai kelangsingan struktur, yaitu = 19.80 Dengan nilai kelangsingan seperti diatas, kelangsingan profil memenuhi syarat. Syarat kelangsingan profil adalah kurang dari 200. Maka, penggunaan IWF 400.400.13.21 diijinkan.
2. Menghitung nilai ω
Sebelum mendapatkan nilai ω, penentuan parameter kelangsingan kolom λc terlebih dahulu harus dilakukan. Selanjutnya, nilai λc akan menentukan rumus yang akan digunakan untuk menghitung nilai ω seperti persamaan berikut
λc2
Penentuan nilai λc seperti yang disebutkan sebelumnya
Karena nilai
3. Menghitung nilai Nn
Daya dukung nominal komponen sturktur tekan dapat dihitung menggunakan perumusan sebagai berikut :
Sehingga didapat nilai Nn = 4592.7 KN
Bahaya tekuk juga perlu diperhitungkan dalam desain batang tekan, naka berikut adalah prosedur dalam menghitung kekuatan oenamoang terhadap bahaya tekuk :
1. Menentukan Xo dan Yo
Nilai Xo dan Yo tergantung dari bentuk profil baja yang digunakan. Untuk IWF nilai Xo dan Yo adalah :
Xo = 0 ; Yo = 0
2. Menentukan nilai Ix dan Iy
Nilai Ix dan Iy didapatkan dari tabel profil penampang baja
Ix = 66.600 cm4
Iy = 22.400 cm4
3. Menentukan nilai A
Nilai A didapatkan dari tabel profil penampang baja
A = 218.7 cm2
4. Menentukan nilai ro2
ro2 merupakan jari-jari girasi polar terhadap pusat geser yang dapat dihitung melalui perumusan berikut :
Sehingga diapatkan nilai ro2 = 406,95 cm2 = 40695 mm2
5. Menentukan nilai H
Sehingga didapatkan H = 1-0 = 1
6. Menentukan nilai Fcry
Sehingga didapat nilai Fcry = 210 MPa
7. Menentukan Nilai G (Konstanta Geser)
Sehingga didapatkan G = 76923,077 MPa
8. Menentukan nilai J (Inersia Torsi)
Sehingga didapatkan nilai J = 3567 mm4
9. Menentukan nilai Fcrz
Sehingga didapatkan nilai Fcrz = 106,72 MPa
10. Menentukan Nilai Fclt
Sehingga didapatkan nilai Fclt = 106,72 MPa
11. Menentukan nilai Nnlt
Sehingga didapatkan nilai Nnlt = 2333,96 KN
Nilai terfktor =
Dari dua nilai daya dukung nominal struktur tekan yang didapatkan, daya dukung nominal struktur yang lebih kecil yang dipilih agar bangunan lebih konservatif. Nilai Nn yang kita pilih kemudian kita cek kekuatannya terhadap Nu.
Dari hasil perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa penampang H 400.400.13.21 yang digunakan kuat menahan gaya ultimate batang tekan yang terjadi pada bangunan.
3. Interaksi yang terjadi antara momen lentur dan gaya tekan
Berikut merupakan perhitungan interaksi yang ditimbulkan antara lentur dan tekan pada sktruktur yang mengalami lentur dan tekan
Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan bahwa penampang H 400.400.13.21 dapat menahan interaksi yang terjadi antara lentur dan tekan.
4.2.2 Kapasitas Kuda-Kuda
Tabel 4.6 Data -data Kuda-Kuda (tabel Queen Cross) H 400.200.8.13
| |||||
H = | 400 | mm | fy = | 210 | Mpa |
B = | 200 | mm | fr = | 48 | MPa |
tw(t1) = | 8 | mm | fl = | 168 | MPa |
tf(t2)= | 13 | mm | fu = | 37 | Mpa |
0 | |||||
r = | 16 | mm | Poisson Ratio = | 0.3 |
|
A = | 12618 | mm2 | J = | 356762.67 | mm4 |
Ix = | 245700000 | mm4 | E = | 200000 | Mpa |
Iy = | 106610000 | mm4 | G = | 76923.07 |
|
Ix = | 139.5 | mm | L = | 7970 | mm |
Iy = | 9,19 | mm | Iw = | 4.264E+09 | mm6 |
Sx = | 1228400 | mm3 | X1 = | 15041.915 | |
a. Cek batang tarik
Pada batang tarik, pengecekan yang harus dilakukan adalah dua macam, yaitu pengecekan bila kegagalan leleh (yielding) dan kegagalan retak (fraktur). Contoh perhitungan batang tarik menggunakan profil kuda-kuda, yaitu IWF 400 x 400 x 13 x 21. Berikut ini adalah prosedur dalam menghitung kekuatan batang tarik untuk kondisi kegagalan retak (fraktur)
1. Menentukan nilai A
Dari tabel spesifikasi penampang didapatkan:
A = 12618 mm2
2. Menentukan nilai Nn
Daya dukung struktur tarik dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.
Nn = A x (0.75 x fy )
= 1987335 N
= 1987,3 KN
Nnterfaktor = Nn x = 1788,57 KN
Berikut merupakan perhitungan batang tarik dimana kegagalannya adalah leleh (yielding):
1. Menentukan nilai An (luas nominal penampang)
Pada perhitungan An diasumsikan Alubang =15% dari Ag (konservatif) sehingga nilai Ae dapat kita hitung seperti dibawah ini.
An = Ag – Alubang
2. Menentukan nilai Ae (luas efektif penampang)
Pada perhitungan Ae diasumsikan u=0,9 dikarenakan u<0,9 sehingga nilai Ae dapat kita hitung seperti dibawah ini.
Ae = u x An
3. Menentukan nilai Nn
Nn = Ae x Fu
Pada perhitungan daya dukung nominal berdasarkan luas penampang efektif, digunakan parameter Fu yaitu kekuatan batas tarik yang digunakan dalam desain.
Nnterfaktor = x Nn
Pilih yang lebih kecil lalu nilai Nn yang kita pilih kemudian kita cek kekuatannya terhadap Nu.
Nu Nn
Dari hasil perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa penampang H 400.200.8.13 yang kita gunakan kuat menahan gaya ultimate batang tarik yang terjadi pada komponen struktur yang kita tinjau.
b. Cek Momen Lentur
Pada pengecekan momen lentur terdapat 2 pengecekan yaitu pengecekan tebal pelat dan panjang bentang. Untuk pengecekan tebal pelat adalah sebagai berikut :
1. Pengecekan profil apakah profil compact atau tidak.
Penampang dikatakan compact jika
≤ λp =
≤ λp =
Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa:
Sehingga dapat diketahui bahwa penampang kompak
2. Menentukan Momen Nominal (Mn)
Mn = Mp(Momen Plastis)
Mp = Fy x Z = 298 KN.M
3. Menentukan jenis panjang bentang (bentang panjang, bentang pendek, dan bentang menengah)
Lp = 1,76 x iy x
Sehingga didapatkan nilai Lp = 499,1 cm = 4991 mm
Untuk menentukan Lr, kita terlebih dahulu harus menghitung X1, Iw(konstanta puntir lengkung), X2, dan fl yang bisa kita hitung dengan cara di bawah ini.
X1 =
Iw = h² x (
X2 = 4 (
FL = 168 MPa
Sehingga didapatkan nilai X1, Iw dan X2 berturut – turut =
Lr = iy [ ]
Lr = 17210.70 mm
4. Cek faktor panjang bentang
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan :
Lp < L < Lr
Maka bentang termasuk bentang menengah.
5. Menghitung momen nominal penampang berdasarkan faktor panjang bentang.
-
Bentang pendek
Mn (Momen Nominal) = Mp (Momen Plastis)
-
Bentang Menengah
Dengan Mr = SxFL
-
Bentang Panjang
Karena bentang termasuk bentang panjang maka :
Karena momen bekerja secara seragam, maka Cb =1
Mn =57,771 KNm
Mn terfaktor = 51.99
Dari perhitungan di atas didapat dua nilai momen nominal penampang. Untuk perhitungan yang lebih konservatif, pilih Mn yang terkecil dari dua Mn hasil perhitungan sebelumnya. Kemudian nilai Mn kita bandingkan dengan Mu.
Mu Mn
Dari hasil perhitungan kekuatan dari penampang untuk menahan lentur, didapatkan bahwa momen nominal penampang lebih besar dari momen ultimate yang terjadi. Maka penampang H 400.200.8.13 kuat dalam menahan momen ultimate yang terjadi.
c. Cek kapasitas geser
-
Memperhitungkan perbandingan tinggi dengantebal panel
-
Menentukan apakah penampang membutuhkan pengaku local atau tidak
≤ 6,36
3. Menentukan nilai Kn
Kn = 5 +
Maka nilai Kn = 5,56
4. Menentukan faktor perbandingan tinggi dengan tabel panel
Dari hasil perhitungan diatas didapat
5. Menentukan nilai Vn
Vn = 0,6 Fy Aw dengan Aw = h x tw
Vn = 0,6 x 210 x 400 x 8 = 403200 N = 403,2 KN
Vn = 0.9 x 403,2 = 362,88
6. Cek Vn terhadap Vu
Vu Vn
15,57 ≤ 362,88
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan kekuatan geser nominal penampang lebih besar dari geser ultimate yang terjadi. Maka penampang H 400.200.8.13 kuat dalam menahan gaya geser ultimate yang terjadi.
d. Cek kombinasi
Berikut merupakan perhitungan interaksi yang ditimbulkan antara lentur dan geser pada sktruktur yang mengalami lentur dan geser
Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan bahwa penampang H 400.200.8.13 dapat menahan interaksi yang terjadi antara lentur dan geser.
Tabel 4.7 Perhitungan Kapasitas Lentur H 400.200.8.13
-
Lentur
Kelangsingan
Panjang bentang
λp untuk b=
11.73
Lp=
4991.53
Mm
untuk h=
115.93
Lr=
17210.70
Mm
λr untuk b=
9.970
L=
5000
Mm
untuk h=
66.936
Bentang Menengah
b/tf=
15.38
Kompak
Mn=
57.771
kN*m
h/tw=
50.00
Kompak
φ=
0.9
Mp=
288.9197
Kn*m
Tabel 4.8 Perhitungan Kapasitas Geser H 400.200.8.13
-
Geser
h/tw
50
Tidak butuhpengaku
Kn
5.56
h/tw
26.67
1.1*sqrt(E
80.04523
Vn
403.2
Kn
φ=
0.9
4.2.3 Kapasitas Gording
1. Cek Momen Lentur
Berikut merupakan hasil perhitungan kapasitas gording
Data-Data Gording (Dari Tabel Gunung Garuda) C 200x80x7.5x11 Single | |||||
H | 200 | Mm | Fy | 210 | N/mm2 |
B | 80 | Mm | Fr | 42 | N/mm2 |
tw (t1) | 7.5 | Mm | Fl | 168 | N/mm2 |
tf (t2) | 11 | Mm | Fu | 340 | N/mm2 |
r | 12 | Mm | Poison | 0.3 |
|
A | 3133 | mm2 | J | 96017.917 | mm4 |
Ix | 19500000 | mm4 | E | 200000 | N/mm2 |
Iy | 1770000 | mm4 | G | 76923.08 |
|
ix | 78.9 | Mm | L | 5000 | mm |
iy | 23.8 | Mm | Iw | 17700000000 |
|
Sx | 195000 | mm3 | X1 | 24495.1271 |
|
Sy | 30800 | mm3 | X2 | 2.78812E-05 |
|
Pada pengecekan momen lentur terdapat 2 pengecekan yaitu pengecekan tebal pelat dan panjang bentang. Untuk pengecekan tebal pelat adalah sebagai berikut :
1. Pengecekan profil apakah profil kompak atau tidak kompak
Penampang dikatakan kompak jika
Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa
Sehingga dapat diketahui penampang kompak
2. Menentukan Momen Nominal (Mn)
Mn = Mp (Momen Plastis)
Mp = Fy x Z = 45.864 Kn.m
3. Pengecekan Panjang Bentang
Menentukan jenis panjang bentang (bentang panjang, bentang pendek, dan bentang menengah)
Sehingga didapatkan nilai Lp = 1,293 m
Untuk menentukan Lr, kita terlebih dahulu harus menghitung X1, Iw (konstanta puntir lengkung), X2, dan fl yang bisa kita hitung dengan cara di bawah ini.
Sehingga didapatkan nilai X1, X2, dan Iw Berturut-turut yaitu = 24495,13 ; 2.78x10-5 ; 177x108
Lr = 5,476 m
Sehingga dapat disimpulkan bentang L=5m termasuk bentang Menengah
4. Menentukan Momen Nominal
Karena termasuk bentang menengah maka
Mp
Mn = 33,755 Kn.m
Dari perhitungan di atas didapat dua nilai momen nominal penampang. Untuk perhitungan yang lebih konservatif, pilih Mn yang terkecil dari dua Mn hasil perhitungan sebelumnya. Kemudian nilai Mn kita bandingkan dengan Mu.
𝑀𝑢 ≤ 0,9 𝑀𝑛
30,13 Kn.m ≤ 0,9 x 33,755 Kn.𝑚
30,13 Kn.𝑚 < 30,379 Kn.m
Dari hasil perhitungan kekuatan nominal dari penampang untuk menahan lentur, didapatkan bahwa momen nominal penampang lebih besar dari momen ultimate yang terjadi. Maka penampang C 200x80x7.5x11 kuat dalam menahan momen ultimate yang terjadi.
Tabel 4.10 Perhitungan Kapasitas Lentur C 200x80x7.5x11
-
Kelangsingan
Panjang bentang
λp untuk b=
11.73
Lp=
1292.69
mm
untuk h=
115.93
Lr=
5304.62
mm
λr untuk b=
9.97
L=
5000
mm
untuk h=
66.936
Bentang Menengah
b/tf=
7.27
Kompak
Mn=
33,755
Kn*m
h/tw=
26.67
Kompak
φ=
0.9
Mp=
45.864
Kn*m
Kapasitas Momen penampang adalah φMn = 30,379 Kn.m
3. Cek Kapasitas Geser
-
Memperhitungkan perbandingan tinggi dengan tebal panel
-
Menentukan apakah penampang membutuhkan pengaku local atau tidak
Maka profil penampang tidak memerlukan pengaku local
3. Menentukan nilai Kn
Maka didapatkan nilai Kn = 5,25
-
Menentukan faktor perbandingan tinggi dengan tebal panel
-
Menentukan nilai Vn
Vn = 0,6 Fy Aw dengan Aw = h x tw
Vn = 0,6 x 210 x 1500 = 189 Kn
6. Cek Vn terhadap Vu
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan kekuatan geser nominal penampang lebih besar dari geser ultimate yang terjadi. Maka penampang kuat dalam menahan gaya geser ultimate yang terjadi.
Tabel 4.11 Perhitungan Kapasitas Geser C 200x80x7.5x18
-
Geser
h/tw
26.67
Tidak butuh pengaku
Kn
5.56
h/tw
26.67
1.1*sqrt(E
80.01
Vn
189
Kn
φ=
0.9
4. Cek Kombinasi
Untuk Cek kapasitas kombinasi antara lentur dan geser menggunakan rumus:
Dari hasil perhitungan diatas didapatkan kombinasi antara kekuatan geser dan kekuatan lentur penampang lebih besar dari geser ultimate yang terjadi. Maka penampang kuat dalam menahan gaya geser ultimate yang terjadi.
4.2.4 Kapasitas Pengaku Global (Brecing)
Pada brecing terdapat beberapa pengecekan kapasitas yaitu kapasitas pada elemen tekan dan elemen tarik nya. Berikut adalah data-data yang dibutuhkan dalam menganalisa kapasitas brecing, seperti terlihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.12 Data Spesifkasi Profil Siku 100.100.7.7 Tabel Data Queen Cross
Data-Data Brecing ( Berdasarkan Tabel Data Queen Cross Untuk Profil Siku ) | |||||
H = | 100 | mm | fy = | 340 | Mpa |
B = | 100 | mm | fu = | 250 | Mpa |
tw = | 7 | mm | E = | 200.000 | Mpa |
tf = | 7 | mm | Sy = | 17.700 | cm3 |
R = | 3.080 | cm | | | |
A = | 13.620 | cm2 | | | |
Ix = | 129.000 | cm4 | | | |
Iy = | 129.000 | cm4 | | | |
ix = | 3.080 | cm | | | |
iy = | 3.080 | cm | | | |
Sx = | 17.700 | cm3 | | | |
1. Cek Syarat Kelangsingan Elemen Penampang (Tekuk Lokal)
Mengecek syarat kelangsingan sayap dan badan pada elemen penampang struktur tekan yaitu adalah dengan menggunakan rumus:
a. Sayap (Flange)
𝜆f =
𝜆f = = 7.14
𝜆rf= = 250 / 2100,5 = 17.25
𝜆rf > 𝜆f = 17.25 > 7.14…ok
nilai 𝜆rf didapatkan hasil yang lebih besar dari 𝜆f sehingga sehingga tekuk lokal pada elemen brecing pada sayap adalah dapat memenuhi.
b. Web (Badan)
𝜆w =
𝜆f = = 14.28
𝜆rw= = 665 / 2100,5 = 45.89
𝜆rw > 𝜆fw = 45.89 > 14.28…ok
2. Cek Syarat Kelangsingan Struktur
Mengecek syarat kelangsingan komponen struktur tekan dengan perumusan :
Dapat diketahui bahwa pada brecing yang digunakan dikedua ujung tumpuan adalah sndi-sendi pada semua arah sumbu penampang, sehingga Lk = L, dan terdapat 7 panjang bentang brecing, adapun salah satu contoh panjang brecing yang digunakan berupa 70 cm brecing pada perhitungan kelangsingan sturktur, yaitu:
Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai kelangsingan struktur, yaitu = 25 Dengan nilai kelangsingan seperti diatas, kelangsingan profil memenuhi syarat. Syarat kelangsingan profil adalah kurang dari 200. Maka, penggunaan profil siku 100.100.5.10 diijinkan. Adapun tabel analisa perhitungan untuk panjang brecing lainnya adalah sebagai berikut: