LAPORAN TUGAS BESAR STRUKTUR BANGUNAN BA

LAPORAN TUGAS BESAR STRUKTUR BANGUNAN BAJA

SP-1218

DESAIN STRUKTUR WORKSHOP RANGKA BAJA

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah

SP-1218 Struktur Bangunan Baja

Dosen Pengampu:

Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc

Asisten Dosen :

Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc

Disusun Oleh:

Andhika Fajar Septiawan 07151005

Arum Prastyo Putri 07151005

Donny Dharmawan 07151012

Kurniani 07151021

Yuzar Adhitama 07151037 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN

LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS BESAR STRUKTUR BANGUNAN BAJA

SP-1218

DESAIN STRUKTUR WORKSHOP RANGKA BAJA

Disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah SP-1218

Struktur Bangunan Baja

Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Kalimantan

Disusun Oleh:

Andhika Fajar Septiawan 07151005

Arum Prastyo Putri 07151005

Donny Dharmawan 07151012

Kurniani 07151021

Yuzar Adhitama 07151037

Telah Disetujui dan Disahkan oleh:

Balikpapan, 18 Desember 2017

Dosen Pengampu









Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc

NIP/NIPH : 100115037







Dosen Asistensi









Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc

NIP/NIPH : 100115037

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Struktur Bangunan Baja ini dengan lancar. Penulisan ini ditujukan untuk memenuhi tugas besar pada mata kuliah Struktur Bangunan Baja dengan judul “Desain Struktur Workshop Rangka Baja” dengan dosen pengampu oleh Bapak Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc

Penulis menyadari karya tulis ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

  1. Bapak Basyaruddin, S.T., M.T., M.Sc selaku dosen mata kuliah Struktur Bangunan Baja sekaligus selaku asistensi dosen.

  2. Orang Tua penulis yang selalu memeberikan perhatian, motivasi dan bimbingan moral kepada penulis

  3. Teman-teman Teknik Sipil 2015 atas sharing ilmu yang sering dilakukan

Penulis menyadari karya tulis ini tidak luput dari bebagai kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan dan perbaikan perencanaan selanjutnya.

Hormat kami,

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan 2

1.3 Referensi dan Software 2

1.4 Metodologi 3

BAB 2 PERMODELAN STRUKTUR 5

2.1 Model Struktur 5

2.2 Material Baja 8

2.3 Profil Baja 10

BAB 3 PEMBEBANAN 15

3.1 Beban Mati 15

3.1.1 Struktur Atap 15

3.1.2 Struktur Rangka 16

3.1.3 Pelat 17

3.2 Beban Hidup 17

3.3 Beban Atap 18

3.4 Beban Hujan 19

3.4 Beban Angin 19

3.5.1 Beban Angin Pada Atap 19

3.5.2 Beban Angin Pada Dinding 20

3. 6 Beban Gempa 20

3.7 Kombinasi Pembebanan 27

3.8 Pemilihan Profil Penampang 28

BAB 4 ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR 30

4.1 Gaya Dalam Ultimate Elemen 30

4.2 Pengecekan Kapasitas Penampang 30

4.2.1 Kapasitas Kolom 40

4.2.2 Kapasitas Kuda-Kuda 46

4.2.3 Kapasitas Gording 53

4.2.4 Kapasitas Pengaku Global (Brecing) 57

4.2.5 Kapasitas Balok 62

BAB 5 SAMBUNGAN 68

5.1 Sambungan 68

5.2 Penggunaan Sambungan 68

5.2.1 Sambungan Balok – Kolom 68

5.2.2 Sambungan Brecing dan Kuda –kuda 72

5.2.3 Sambungan Kuda – Kuda dan Kolom 76

BAB 6 DESAIN TANGGA 82

6.1 Rencana Tanjakan dan Injakan 82

6.2 Pembebanan pada Anak Tangga 84

6.2.1 Beban Mati 84

6.2.2 Beban Hidup 84

6.3.3 Hasil Analisa Tangga Menggunakan SAP 2000 84

6.3 Gaya Dalam Ultimate Elemen 85

6.4 Pengecekan Kapasitas 86

6.4.1 Kapasitas Balok Anak Tangga 86

6.4.2 Kapasitas Balok Induk Tangga 91

6.5 Perhitungan Sambungan Tangga 96

6.5.1 Sambungan Balok Anak Tangga – Balok Induk Tangga 96

6.5.2 Sambungan Pelat Bordess – Balok Induk Tangga 100

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 104

DAFTAR PUSTAKA 106



DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Baja 9

Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu Baut 9

Table 2.3 Profil IWF pada Struktur Gedung 11

Tabel 2.4 Profil C pada Struktur Gedung 12

Table 2.5 Spesifikasi Profil Siku 13

Tabel 2.6 Spesifikasi Profil H pada Struktur Gedung 14

Tabel 3.1 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan non Gedung untuk Beban Gempa 21

Tabel 3.2 Faktor keutamaan gempa 22

Tabel 3.3 Koefisien situs, Fa 24

Tabel 3.4 Koefisien situs, Fv 24

Tabel 3.5 Kombinasi Pembebanan 27

Tabel 4.1 Data Hasil Perhitungan smp Banyaknya Kendaraan 30

Tabel 4.2 Perhitungan Kapasitas Lentur batang IWF 400.200.8.13 38

Tabel 4.3 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 400.200 39

Tabel 4.4 Data Kolom profil H 400.400.13.21 40

Tabel 4.5 Perhitungan Kapasitas Lentur H 400.400.13.21 42

Tabel 4.6 Data -data Kuda-Kuda (tabel Queen Cross) H 400.200.8.13………….……..46

Tabel 4.7 Perhitungan Kapasitas Lentur H 400.200.8.13………………………......... 52

Tabel 4.8 Perhitungan Kapasitas Geser H 400.200.8.13………………………........ 52

Tabel 4.9 Data Gording profil C 200x80x7.5x11dari Tabel Gunung Garuda………….. 53

Tabel 4.10 Perhitungan Kapasitas Lentur C 200x80x7.5x11 ………………………….. 55

Tabel 4.11 Perhitungan Kapasitas Geser C 200x80x7.5x18………………………… 56

Tabel 4.12 Data Spesifkasi Profil Siku 100.100.7.7………………………………… 57

Tabel 4.13 Analisa kelangsingan struktur brecing ………………………………… .. 59

Tabel 4.14 Kapasitas Tekan Pada Brecing…………………………………………… .. 60

Tabel 4.15 Data -data Balok (tabel Queen Cross) IWF 400.200.8.13………………….. 62

Tabel 4.16 Perhitungan Kapasitas Lentur batang IWF 400.200………………………...65

Tabel 4. 17 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 400.200…………………………………67

Tabel 5.1 Spesifikasi Baut Normal 69

Tabel 5.2 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Geser 71

Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 71

Tabel 5.4 Syarat Geser dan Tarik…………………………………………… ………….72

Tabel 5.5 spesifikasi Baut Normal 72

Tabel 5.6 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Geser 75

Tabel 5.7 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 75

Tabel 5.8 Syarat Geser dan Tarik 76

Tabel 5.9 spesifikasi Baut Normal 79

Tabel 5.10 Hasil Perhitungan Jumlah baut Geser 79

Tabel 5.11 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 79

Tabel 5.12 Syarat Geser dan Tarik 79

Tabel 6.1 Rekapitulasi Gaya Dalam pada Induk Tangga dan Anak Tangga 85

Tabel 6.2 Data -data Balok Anak Tangga (tabel Queen Cross) IWF 150x75x7x5 86

Tabel 6.3 Perhitungan Kapasitas Lentur Induk Tangga batang IWF 150x75 .89

Tabel 6.4 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 150 x75 .90

Tabel 6.5 Data -data Balok Induk Tangga (tabel Queen Cross) IWF 200x1235x6x9 91

Tabel 6.6 Perhitungan Kapasitas Lentur Induk Tangga batang IWF 200x125 94

Tabel 6.7 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 200.125 95

Tabel 6.8 spesifikasi Baut Normal 96

Tabel 6.9 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Geser 98

Tabel 6.10 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 99

Tabel 6.11 Syarat Geser dan Tarik 99

Tabel 6.12 spesifikasi Baut Normal 100

Tabel 6.13 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Geser 102

Tabel 6.14 Hasil Perhitungan Jumlah Baut Tarik 103

Tabel 6.15 Syarat Geser dan Tarik 103

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar 2.1 Tampak Depan 5

Gambar 2.2 Tampak 3D View 6

Gambar 2.3 Define Grid System Data 6

Gambar 2. 4 Material Property Data 7

Gambar 2. 5 Frame Properties 7

Gambar 2. 6 Properties of Object 8

Gambar 2. 7 Joint Restraints 8

Gambar 2. 8 Profil IWF……………………………………..….……………......10

Gambar 2. 9 Profil C……………………………………………………………..11

Gambar 2.10 Profil siku…………………………………………………….……12

Gambar 2.11 profil H-beam………………………..……………………….……14

Gambar 3.1 Define Load Patterns………………………..………………………14

Gambar 3.2 Distribusi Beban Mati pada Pelat Lantai 17

Gambar 3. 3 Distribusi Beban Hidup pada Pelat Lantai 18

Gambar 3. 4 Peta Zonasi Gempa Indonesia untuk Menentukan Ss 23

Gambar 3. 5 Peta Zonasi Gempa Indonesia untuk Menentukan S1 23

Gambar 3. 6 Spektrum Respons Desain 26

Gambar 3. 7 Spektrum Respons Desain 27

Gambar 3. 8 Cek Design Struktur 28

Gambar 3. 9 Hasil Cek Design Struktur 29

Gambar 6.1 Rencana Desain Tangga 82

Gambar 6.2 Tampak Samping Tangga 83

Gambar 6.3 Tampak Atas Tangga 83

Gambar 6.4 Beban Hidup pada Tangga 84

Gambar 6.5 Beban Hidup pada Tangga 85

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan dunia konstruksi saat ini semakin pesat, hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis bahan yang merupakan bagian material konstruksi. Indonesia telah menggunakan beberapa material konstruksi, salah satunya adalah material baja. Material baja belakangan ini semakin banyak digunakan oleh para pelaku dunia konstruksi karena baja memiliki beberapa kelebihan dibandingkan material konstruksi lainnya, yaitu waktu pelaksanaan konstruksi lebih singkat karena dapat dipabrikasi, selanjutnya memiliki high strength per unit weight cukup tinggi sehingga berat konstruksi secara keseluruhan lebih ringan, serta materialnya sangat daktail sehingga mampu menahan deformasi yang besar. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya penggunaan material baja sebagai material penyusun konstruksi salah satunya adalah bangunan workshop yang merupakan tempat pelaksanaan berbagai kegiatan industri berupa produksi dan lain sebagainya.

Sangat penting dalam sebuah perencanaan pekerjaan konstruksi yang baik dan tahan gempa tentu dibutuhkan beberapa faktor yang perlu dipertimbangankan sebelumnya, salah satu faktor tersebut adalah kriteria desain. Oleh karena itu, seorang mahasiswa jurusan teknik sipil harus memahami bagaimana mendesain struktur baja dengan baik. Salah satu mata kuliah yang membahas materi tersebut adalah “Bangunan Struktur Baja”, dan terdapat sebuah tugas besar yang dikerjakan secara kelompok, yaitu membuat sebuah perencanaan struktur dari pusat perbelanjaan dengan lokasi bangunan berada di Jawa Barat, lebih tepatnya terdapat diderah Kota Bandung. Perencanaan workshop tersebut akan didesain sesuai dengan denah yang telah ditentukan sebelumnya.

Dalam segi desain bangunan, gedung workshop telah mengalami banyak perkembangan. Berkaitan dengan hal tersebut, maka penyusun mencoba merencanakan desain bangunan tersebut. Struktur bangunan tersebut menggunakan material baja. Struktur terdiri atas 2 lantai yang direncanakan dapat menahan beban mati (dead load), kemudian beban hidup (live load), dan beban gempa (earthquake), serta tinggi gedung pada perencanaan yaitu 8 meter dengan jarak antar balok yaitu A = A1 = A2 = 5 meter.

Dalam pengerjaan konstruksinya, workshop menggunakan material baja dengan spesifikasi material menggunakan baja bermutu BJ34, sedangkan baut yang digunakan bermutu A-490, dengan jenis atapnya multiroof dengan jarak gording adalah 90 cm dan data tambahan kecepatan angin 20 m/s. Dalam perencanaan struktur bangunan baja ini, diharapkan dapat mengetahui permodelan struktur yang diperlukan dalam konstruksi, seperti mengetahui spesifikasi tiap elemen dari struktur tersebut, dan beban yang dapat ditahan oleh konstruksi workshop tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan tugas besar ini adalah:

  1. Mahasiswa dapat mendesain struktur bangunan baja bertingkat banyak

  2. Mahasiwa dapat memahami konsep-konsep dasar dalam mendesain strktur bangunan baja.

  3. Mahasiswa dapat membuat sebuah permodelan struktur baja.

  4. Mahasiswa dapat mengimplementasikan konsep mendesain struktur bangunan baja seperti merancang struktur atap, mendesain sambungan, dan mendesain pembebanan pada struktur baja.

1.3 Referensi dan Software

Dalam penulisan tugas besar ini beberapa referensi dan software yang digunakan adalah sebagai berikut :

  1. SNI 03-1726-2012 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non-Gedung

  2. SNI 1727-1989 Tata Cara Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung

  3. Profil Baja PT. Gunung Garuda

  4. AutoCad 2010, merupakan software yang digunakan dalam menggambar desain bangunan

  5. SAP 2000 V15, merupakan software yang digunakan dalam mendesain struktur bangunan dan melakukan perhitungan gaya gaya dan momen yang terjadi dalam suatu struktur

  6. Microsoft Excel, merupakan program komputer yang digunakan dalam pengolahan angka (aritmatika) dan proses kalkulasi

  7. Microsoft Word merupakan program penulisan kalimat yang membantu dalam penyusunan kata dan penyusunan laporan.

1.4 Metodologi

Dalam merencanakan struktur bangunan, diperlukan sebuah tahapan secara terstruktur untuk memudahkan dalam pengerjaaan suatu konstruksi. Tahap-tahap yang dilakukan penyusun dalam tugas ini dapat dilihat pada gambar 1.1 dibawah ini:

Gambar 1. 1 Flowchart Tahapan Perencanaan

BAB 2

PERMODELAN STRUKTUR

2.1 Model Struktur

Untuk memudahkan permodelan struktur bangunan yang akan difungsikan sebagai workshop, digunakan software yang telah dibuat untuk memodelkan suatu konstruksi yaitu program SAP 2000. Program ini dipergunakan untuk melakukan analisis dan desain pada struktur bangunan dengan cepat dan tepat.

Dalam tugas besar ini akan di desain Model Struktur bangunan yang akan difungsikan sebagai workshop dengan spesifikasi struktur rangka baja dengan bentang panjang 20 meter, lebar 15 meter dan kemiringan atas sebesar 20o. Pada bentang panjang sebesar 20 meter akan dibagi menjadi 4 bagian. Dan pada bentang lebar selebar 15 meter akan dibagi menjadi 3 bagian.

Berikut ini merupakan tampak depan dan 3D view dari model struktur bangunan workshop :

Gambar 2.11 Tampak Depan

Gambar 2.12 Tampak 3D View

Berikut ini merupakan langkah – langkah dalam memodelkan struktur bangunan workshop dengan menggunakan software SAP2000 :

1. New Model

File – New model – Grid only

T entukan grid yang dibutuhkan dalam sesuai dengan model struktur yang akan dibuat .

Gambar 2.13 Define Grid System Data

2. Input Material Property Data

Define – Material – Add new material

Gambar 2. 14 Material Property Data

Input spesifikasi data dari material yang digunakan pada Material Property Data. Spesifikasi material dapat dilihan pada subbab 2.2

3. Input Frame Properties

Define – section properties – Frame sections – Add new property

Gambar 2. 15 Frame Properties

Input semua frame properties untuk masing – masing jenis profil baja yang diberikan pada spesifikasi masing – masing profil. Setelah semua spesifikasi dari masing – masing profil di input, gunakan auto-select list agar program sap 2000 bisa dengan otomatis menentukan sendiri spesifikasi masing – masing profil yang paling cocok untuk masing – masing elemen struktur yang digunakan. Elemen yang terdapat pada struktur ini antara lain :

  • Bracing

  • Kolom

  • Kuda – kuda

  • Gording

4. Menggambarkan Model Struktur

Draw – Draw Frame/cable/tendon

Gambarkan elemen – elemen struktur yang ada sesuai dengan frame yang akan digunakan. Contoh untuk bracing digunakan pada bracing, dan kemudian untuk gording frame untuk gording, dan seterusnya.

Gambar 2. 16 Properties of Object

5. Draw – Draw Frame/cable/tendon

Assign – Joint – Restraints

S istem perletakan yang digunakan dalam struktur bangunan gedung ini adalah perletakan jepit sehingga pergerakan translasi dan rotasi keduanya dikunci.

Gambar 2. 17 Joint Restraints

2.2 Material Baja

Menurut SNI 03 - 1729 - 2002, baja struktur dapat dibedakan berdasarkan kekuatannya menjadi beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50, dan BJ 55. Besarnya tegangan leleh (fy) dan tegangan ultimit (fu) berbagai jenis baja struktur sesuai dengan SNI 03 - 1729 - 2002, Dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 2.1 Spesifikasi Mutu Baja

Jenis Baja


Kuat Tarik Batas (fu)

MPa


Tegangan Leleh (fy)

MPa

BJ 34

340

210

BJ 37

370

240

BJ 41

410

250

BJ 50

500

290

BJ 55

550

410

Material Baja yang digunakan dalam pengerjaan tugas besar ini ditentukan oleh dosen asistensi yaitu BJ 34.

Setiap struktur baja merupakan gabungan dari beberapa komponen batang yang disatukan dengan alat pengencang. Salah satu alat pengencang adalah baut. Dua tipe dasar baut mutu tinggi yang distandardkan oleh ASTM adalah tipe A325 dan A490. Selain mutu tinggi ada pula baut mutu normal A307 terbuat dari baja kadar carbon rendah.

Tabel 2.2 Spesifikasi Mutu Baut

Tipe Baut

Diameter (mm)

Proof Stress (MPa)

Kuat Tarik Min. (MPa)

A307

6.35-10.4

-

60

A325

12.7-25.4

28.6-38.1

585

510

825

725

A490

12.7-38.1

825

1035

Material Baut yang digunakan dalam pengerjaan tugas besar ini ditentukan oleh dosen asistensi yaitu A4 90.

Rincian material yang digunakan dalam pengerjaan tugas besar ini ditentukan oleh

dosen asistensi, dengan rincian sebagai berikut :

a. Jenis Atap : Multiroof

b. Jarak Gording Max : 0.9 m

c. Mutu Baja : BJ 34

d. Mutu Baut : A4 90

Dengan data tambahan sebagai berikut :

a. Kecepatan Angin : 30 Km/jam

b. Fungsi Bangunan : Workshop

2.3 Profil Baja

Profil penampang yang digunakan untuk masing–masing elemen pada bangunan workshop adalah sebagai berikut:

1. Balok dan kuda-kuda menggunakan profil IWF

Profil Web-Flange (IWF)

Gambar 2. 18 Profil IWF

Profil IWF atau yang umumnya disebut I-beam digunakan sebagai balok, kolom, tiang pancang, top & bottom chord member pada truss, composite beam, kantilever kanopi rencana pada bangunan baja. Dalam merencanakan struktur, digunakan dimensi profil yang terlampir pada Tabel 2.3 di bawah ini:

T
abel 2.3.
Profil IWF pada Struktur Gedung

2. Gording menggunakan profil C

Profil C

Gambar 2. 19 Profil C

Profil Canal “C” digunakan sebagai rangka utama pada konstruksi kuda-kuda baja ringan. Sementara untuk konstruksi pendukung seperti reng sebagai tempat kedudukan penutup atap/genteng.

Tabel 2.4 Profil C pada Struktur Gedung

Sumber : PT. Gunung Garuda

3. Bracing menggunakan profil Siku

Profil Siku

Gambar 2.20 Profil siku

T abel 2.5 Spesifikasi Profil Siku

4. Kolom menggunakan profil H-beam

Profil H-beam

Gambar 2.11 profil H-beam

T abel 2.6 Profil H pada Struktur Gedung

BAB 3

PEMBEBANAN

Setelah melakukan pemodelan struktur, maka dilakukan assign pembebanan sebelum dilakukan analisis struktur secara keseluruhan.

Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah :

  1. Define Load Patterns

  2. K emudian input beban-beban yang akan di-assign pada struktur, antara lain beban mati/DL (dead load), beban hidup/LL (live load), Beban Atap/SIDL, Beban Angin (Wind Load), Beban Hujan/R (Rain Load), serta Beban Gempa.

Gambar 3. 1 Define Load Patterns

3.1 Beban Mati

Beban Mati atau Dead Load adalah beban struktur bangunan workshop itu sendiri yang terdiri dari beban elemen-elemen penyusunnya yang dalam hal ini merupakan material baja.

3.1.1 Struktur Atap

a. Kuda-Kuda

  • Rangka Utama

Jumlah rangka utama: 5

Untuk perumusan rangka utama yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja. Sehingga, Luas penampang (A) pada rangka utama menggunakan profil C: 39250 AC

  • Bracing

Jumlah Bracing (n) = 32

Untuk perumusan bracing yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja

Sehingga, Luas penampang (A) pada bracing menggunakan profil C: 251200 AC

b. Gording

Jumlah gording (n) = 14

Untuk perumusan bracing yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja

Sehingga, Luas penampang (A) pada gording menggunakan profil siku: 109900 Asiku

c. Penutup Atap

Sisi miring (Lebar) = 7,97 meter

Panjang = 20 meter

maka, luas atap luasan persegi panjang yaitu

luas atap = Px L

= 7,97 x 20

= 159.4 m2

Luas atap total atap adalah 2x 159.4 m2 = 318.8 m2

Sehingga, beban atap dapat dihitung dengan perumusan sebagai berikut:

Beban atap = Luas atap x massa jenis atap (multiroof)

= 318.8 m2 x 40 kg/m2

= 12.752 kg

3.1.2 Struktur Rangka

a. Balok

Jumlah Balok (n) = 28

Untuk perumusan kolom yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja

Sehingga, Luas penampang (A) pada balok menggunakan profil IWF: 219800 A IWF

b. Kolom

Jumlah Kolom (n) = 32

Untuk perumusan kolom yaitu = Luas penampang x Massa jenis baja

Sehingga, Luas penampang (A) pada kolom menggunakan profil IWF: 251200 A IWF

3.1.3 Pelat

ϒc = 2400 Kg/m3

Tinggi Segitiga = 2.5m

Tebal Pelat = 0.12m

Sehingga Distribusi beban mati pelat yaitu

Distribusi beban mati = ϒc x Tinggi Segitiga x Tebal Pelat

= 2400 Kg/m3 x 2.5m x 0.12 m

= 720 kg/m

Gambar 3. 2 Distribusi Beban Mati pada Pelat Lantai

3.2 Beban Hidup

Beban hidup atau Live Load pada struktur bangunan gudang ini diasumsikan sebagai berikut beban hidup pada pelat lantai yang di assign pada pelat lantai adalah 400 kg sesuai dengan peraturan pembebanan Indonesia untuk bangunan workshop.

Berikut ini merupakan perhitungan distribusi beban hidup pada lantai, sebagai berikut:

Beban pelat = 400 Kg/m2

Tinggi Segitiga = 2.5 m

Sehingga, Distribusi bebannya segitiganya yaitu :

Bebannya Segitiga = Beban Pelat x Tinggi Segitiga

= 400 kg/ m2 x 2.5 m

= 1000 kg/m

Gambar 3. 3 Distribusi Beban Hidup pada Pelat Lantai

3.3 Beban Atap

Beban atap ini bekerja berdasarkan luasan dengan cara menghitung Tributary Area di daerah dimana beban ini ditahan oleh gording atap, Adapun beban atap terdiri dari beberapa macam berupa kuda-kuda dengan berat 39250 AC, kemudian bresing sebesar 251200 AC, selanjutnya gording 109900 Asiku, serta beban atap sebesar 12.752 kg.

3.4 Beban Hujan

Berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia Untuk Gedung tahun 1983 pada bab 3.2 menjelaskan beban hujan terjadi pada atap, dengan besar beban sesuai dengan peraturan adalah

Q = (40 – 0,8 x α) kg/m2

= (40 – 0,8 x 20)

= 24 kg/m2

Karena, beban tersebut melebihi dari ketentuan maka, beban tersebut tidak perlu diambil lebih besar dari 20 kg/ m2

3.4 Beban Angin

Beban angin pada Struktur bangunan gedung terjadi pada bagian atap dan kolom. Berdasarkan peraturan yang ada dimana lokasi struktur jauh dari letak pantai, maka beban yang terjadi adalah sebesar q = 25 kg/m2.

3.5.1 Beban Angin Pada Atap

Beban angin pada atap diasumsikan tegak lurus pada bidang atap sehingga beban angin yang bekerja pada atap harus dikonversi menjadi beban angin arah vertikal dan beban angin arah horizontal sebelum bisa di assign pada gording sebagai penerima beban angina dan dimodelkan pembebanannya dalam program SAP2000.

Berikut ini perhitungan faktor konversi atap dalam menerima beban angin.

T (tinggi atap) = 2,7 m

X (lebar atap) = 15 m

Α (sudut atap) = 20 ͦ

Cara mencari P di peraturan pembebanan 1983 pada pasal 4.2 no 3.

Rumus:

P = V²/16=kg/m²

Beban angin yang terjadi pada atap dibedakan menjadi dua dimana bagian yang berhadapan langsung dengan arah datangnya angin disebut bagian tiup dan bagian yang tidak berhadapan langsung dengan angin disebut bagian hisap dan kedua jenis beban angin ini memilik koefisien pengali yang berbeda.

Bidang atap di pihak angin :

Koefisien C = (0,02 x α) – 0,4

= (0,02 x 20) – 0,4 = 0

Qtekan = P x C

= 25 X 0 = 0

Bidang atap dibelakang angin :

Koefisien C = 0,4

Qhisap = P x C

= 25 X 0,4 = 10

3.5.2 Beban Angin Pada Dinding

Perhitungan Beban Angin pada Dinding tidak jauh berbeda dengan perhitungan Beban angin pada atap dimana terdapat beban angin bagian tekan dan beban angin bagian hisap. Akan tetapi, beban angin yang bekerja pada dinding hanya beban vertikal yang terjadi pada kolom struktur

  • Bidang kolom di pihak angin :

Koefisien C = 0.9

Qtekan = q x 0,9

= 25 x 0,9 = 22,5 kg/m²

  • Bidang kolom dibelakang angin :

Koefisien C = -0.4

Qhisap = q x -0,4

= 25 x -0,4 = -10 kg/m²

3. 6 Beban Gempa

Beban Gempa merupakan beban yang terjadi secara alami akibat terjadinya pergerakan pada lapisan tanah sehingga adanya percepatan pada tanah yang menyebabkan beban pada struktur akibat interaksi tanah dengan struktur dan karakteristik respon struktur. Beban gempa timbul akibat percepatan sehingga semakin besar berat struktur maka semakin besar juga beban gempa yang diterima oleh struktur tersebut.

Beban gempa rencana ditetapkan sebagai gempa dengan kemungkinan terlewati besarannya selama umur struktur bangunan 50 tahun adalah sebesar 2%. Untuk mendesain struktur bangunan yang tahan gempa, kita harus mempertimbangkan berbagai hal, salah satunya adalah faktor keutamaan dan kategori resiko struktur bangunan. Berikut adalah tabel faktor keutamaan dan kategori resiko struktur bangunan:

Tabel 3.1 Kategori risiko bangunan gedung dan non gedung unttuk beban gempa

Jenis Pemanfaatan

Kategori Resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk antara lain :

  • Fasilitas petanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan

  • Fasilitas sementara

  • Gedung penyimpanan

  • Rumah jaga dan struktur kecil lainnya




I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori resiko I, II, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

  • Perumahan

  • Rumah took dan rumah kantor

  • Pasar

  • Gedung perkantoran

  • Geedung apartemen/ rumah susun

  • Pusat perbelanjaan/ mall

  • Bangunan industry

  • Fasilitas manufaktur

  • Pabrik







II

Geung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk:

  • Bioskop

  • Gedung petemuan

  • Stadion

  • Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

  • Fasilitas penitipan anak

  • Penjara

  • Bangunan untuk orang jompo


Gedung dan non gedung, tidak termasuk dalam kategori IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran








III

Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk:

  • Bangunan-bangunan monumental

  • Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

  • Rumah sakit dan fasilitas lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

  • Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angina badai, dan tempat perlindungan darurat lainnya

  • Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

  • Pusat pembangkit energy dan fasilitas public lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

  • Struktur tambahan (termasuk menara telekomonukasi, tangka penyimpanan bahan bakar , menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangka air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau mineral atau peralatan pemadam kebakaran) yang diisyaratkan untuk beroperasi pada saat keaadaan darurat


Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori resiko IV

IV

Tabel 3.3 Faktor keutamaan gempa

Kategori Resiko

Faktor Keutamaan Gempa, I

I atau II

1,0

III

1,25

IV

1,50

Analisis beban gempa akan lebih mudah bila kita menggunakan respons spektral. Respons spektral adalah suatu spektrum yang disajikan dalam bentuk grafik antara periode getaran struktur T vs respon-respon maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Dalam menentukan respons spektral, diberikan data, sebagai berikut:

  • Asumsi tanah yang akan dibangun struktur bangunan adalah tanah keras, sangat padat dan bantuan lunak (SC);

  • Daerah struktur bangunan yang dibangun adalah Bandung.

Jadi, berikut langkah-langkah dalam membuat respons spektral, sebagai berikut:

1. MCER, Ss dan S1

Ss adalah parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda pendek. Untuk mendapatkan nilai MCER Ss, kita lihat pada peta gempa Indonesia yang terdapat keterangan Ss, sebagai berikut:

Gambar 3. 4 Peta Zonasi Gempa Indonesia untuk Menentukan Ss

Berdasarkan peta zonasi gempa Indonesia di daerah Bandung, maka didapatkan MCER Ss = 1,0 – 1,2 g dan Ss = 1,0 g ialah yang digunakan. S1 adalah parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk perioda 1,0 detik. Untuk mendapatkan nilai MCER S1, dapat dilihat pada peta gempa Indonesia yang terdapat keterangan S1, sebagai berikut:

Gambar 3. 5 Peta Zonasi Gempa Indonesia untuk Menentukan S1

Berdasarkan peta zonasi gempa Indonesia di daerah Bandung, maka didapatkan S1 = 0,4 – 0,5 g dan S1 = 0,4 g ialah yang digunakan.

2. Fa dan Fv

Fa adalah faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek. Sedangkan Fv adalah faktor amplifikasi getaran terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik. Mencari nilai Fa dan Fv dilakukan dengan melihat pada grafik koefisien Fa dan Fv, sebagai berikut:

Tabel 3.4 Koefisien situs, Fa

Kelas Situs

Parameter respons spectral percepaatan gempa (MCER) terpetakan pada periode pendek, T=0,2 detik, S1


Ss < 0,25

Ss = 0.5

Ss= 0,75

Ss= 1,0

Ss > 1,25

SA

0,8

0,8

0,8

0,8

0,8

SB

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

SC

1,2

1,2

1,1

1,0

1,0

SD

1,6

1,4

1,2

1,1

1,0

SE

2,5

1,7

1,2

0,9

0,9

SF

SS

Tabel 3.4 Koefisien situs, Fv

Kelas Situs

Parameter respons spectral percepaatan gempa (MCER) terpetakan pada periode pendek, T=0,2 detik, S1


S1 < 0,1

S1 = 0.2

S1 = 0,3

S1 = 0,4

S1 > 0,5

SA

0,8

0,8

0,8

0,8

0,8

SB

1,0

1,0

1,0

1,0

1,0

SC

1,7

1,6

1,5

1,0

1,3

SD

2,4

2

1,8

1,4

1,5

SE

3,5

3,2

2,8

2,4

2,4

SF

SS

Jadi, dengan menginterpolasi nilai Fa yang ada di tabel 2.3, maka didapatkan nilai Fa untuk tanah keras, sangat padat dan bantuan lunak (SC) dan Ss.

3. Sms dan Sm1

Sms adalah parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek. Sedangkan, Sm1 adalah parameter spectrum respons percepatan pada perioda 1 detik. Sms dan Sm1 dapat dicari dengan, sebagai berikut:

Sms = Fa × Ss

= 1,0 × 1,0

Sm1 = Fv × S1

= 1,0 × 0,4

4. Sds dan Sd1

Sds adalah parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek dan Sd1 adalah parameter percepatan spektral desain untuk perioda 1 detik. Sds dan Sd1 dapat dicari dengan, sebagai berikut:

Sds = × Sms

= × 1,0

Sd1 = × Sm1

= × 0,4

5. Ts, T0, dan Sa

Bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka ketentuannya :

  1. Untuk perioda yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain Sa, harus diambil dari persamaan:

Sa = SDS

  1. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain Sa sama dengan SDS.

  2. Untuk perioda lebih besar dari Ts, spektrum respons percepatan desain

Sa, diambil berdasarkan persamaan:

Sa =

  1. Untuk rumus T0 dan Ts, sebagai berikut:

T0 = 0,2

Ts =

6. Plot respons Spektral

Plot respons spektral disesuaikan dengan SNI 1726-2012, sebagai berikut:

Gambar 3. 6 Spektrum Respons Desain

Berikut ini merupakan grafik spectrum respons yang berasal dari Puskim

Gambar 3. 7 Spektrum Respons Desain

3.7 Kombinasi Pembebanan

Pada tuga besar baja kali ini, diberikan kombinasi pembebanan yang terlihat pada tabel 3.5

Tabel 3.5 Kombinasi Pembebanan

No

DL

LL

Ex

Ey

R

W

1

1.4

2

1.2

1.6

3

1.2

0.5

1

0.3

4

1.2

0.5

1

-0.3

5

1.2

0.5

-1

0.3

6

1.2

0.5

-1

-0.3

7

1.2

0.5

0.3

1

8

1.2

0.5

0.3

-1

9

1.2

0.5

-0.3

1

10

1.2

0.5

-0.3

-1

11

0.9

1

0.3

12

0.9

1

-0.3

13

0.9

-1

0.3

14

0.9

-1

-0.3

15

0.9

0.3

1

16

0.9

0.3

-1

17

0.9

-0.3

1

18

0.9

-0.3

-1

19

1.2

1.6

0.5

20

1.2

1

0.5

1.6

21

1.2

1

0.5

-1.6

22

0.9

1.6

23

0.9

-1.6

3.8 Pemilihan Profil Penampang

Pemilihan profil penampang dalam bangunan workshop pada tugas kali ini dapat dilakukan dengan menggunakan langkah – langkah sebagai berikut :

  1. Run hasil permodelan SAP yang telah dibuat dan di assign pembebanannya

  2. Klik design pada SAP 2000, lalu pilih steel frame design /check out of structure

Design steel frame design start design / check of structure

Gambar 3. 1 Cek Design Struktur

Gambar 3. 2 Hasil Cek Design Struktur

  1. Frame yang berwarna biru muda merupakan frame yang sudah baik, sedangkan frame yang berwarna merah merupakan frame yang kurang baik. Oleh karena itu untuk mempermudah dalam konstruksi dan perhitungan, dipilih satu macam profil yang paling besar untuk satu macam struktur. Jadi didapatkan :

    1. Kolom menggunakan H 400-400-13-21

    2. Balok menggunakan IWF 400-200-8-13

    3. Gording menggunakan C 200-80-7.5-11

    4. Bracing menggunakan SIKU100-100-5-10

    5. Kuda-kuda menggunakan IWF 400-200-8-13

BAB 4

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR

4.1 Gaya Dalam Ultimate Elemen

Pendesainan dengan menggunakan metode LRFD (load resistance factor design) memerlukan nilai gaya dalam struktur, sehingga penampang yang didesain tidak over design. Metode LFRD digunakan agar penampang yang digunakan efisien sehingga struktur akan lebih murah dan tetap kuat. Stuktur yang digunakan pada tugas besar kali ini adalah terbagi atas empat buah struktur, yaitu pengaku global (bracing), kuda- kuda, gording dan kolom. Pencarian gaya dalam harus dilakukan untuk keempat stuktur diatas sehingga profil masing – masing struktur dapat ditentukan. Gaya dalam yang ditampilkan untuk kolom, kuda-kuda dan gording yaitu normal, geser dan momen. Gaya galam yang ditampilkan untuk pengaku global yaitu normal, hal ini dikarenakan pengaku global adalah rangka batang. Berikut adalah gaya dalam maksimum yang diterima pada masing – masing struktur dengan menggunakan SAP 2000 v15 :

Tabel 4.1 Rekapitulasi Gaya Dalam Maksimum

Gaya Dalam Maksimum

Kolom

Kuda – kuda

Gording

Brecing

Balok

Nu = 57.14 Kn.m

Nu = 35.90 KN.M

Mu = 30,13 KN.M

Nu = 0.419 KN.M

Mu = 67.79 KN.M

Vu = 19.88 KN

Vu = 15.57 KN

Vu = 11.42 KN

Vu = 0.481 KN

Vu = 70.59 KN

PUtarik = 0

PUtarik= 23.96 KN

PUtarik= 64.92 KN

PUtarik= 5.39 KN

PUtarik= 4.02 KN

PUtekan= 24.61 KN

PUtekan= 11.51 KN

PUtekan= 6.19 KN

PUtekan=3.22KN

PUtekan=6.58KN

4.2 Pengecekan Kapasitas Penampang

Pada keempat struktur bangunan workshop ini, yaitu kolom, kuda-kuda bracing, balok dan gording, memiliki gaya dalam yang sama sehingga pengecekan harus dilakukan secara menyeluruh agar kegagalan tidak terjadi. Pengecekan yang harus dilakukan adalah pengecekan terhadap momen lentur, gaya geser, kombinasi gaya geser dan momen lentur, batang tekan dan batang tarik. Sedangkan pengaku global (bracing) hanya dilakukan pengecekan batang tekan dan tarik, hal ini disebabkan pengaku global hanya menerima gaya axial.

Berikut merupakan contoh perhitungan kapasistas dari berbagai penampang:

a. Batang Tekan

Berikut ini adalah prosedur dalam menghitung kekuatan penampang menahan gaya aksial tekan :

1. Cek syarat kelangsingan struktur

Mengecek syarat kelangsingan komponen struktur tekan dengan perumusan

Dari persamaan diatas, kita dapat menghitung nilai iy minimum agar memenuhi syarat kelangsingan struktur

Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai kelangsingan struktur, yaitu = 27.02 Dengan nilai kelangsingan seperti diatas, kelangsingan profil memenuhi syarat. Syarat kelangsingan profil adalah kurang dari 200. Maka, penggunaan IWF 400.200.8.13 diijinkan.

2. Menghitung nilai ω

Sebelum mendapatkan nilai ω, penentuan parameter kelangsingan kolom λc terlebih dahulu harus dilakukan. Selanjutnya, nilai λc akan menentukan rumus yang akan digunakan untuk menghitung nilai ω seperti persamaan berikut

λc2

Penentuan nilai λc seperti yang disebutkan sebelumnya

Karena nilai λc > 1.2 maka

3. Menghitung nilai Nn

Daya dukung nominal komponen sturktur tekan dapat dihitung menggunakan perumusan sebagai berikut :

Sehingga didapat nilai Nn = 2572,601 KN

Bahaya tekuk juga perlu diperhitungkan dalam desain batang tekan, naka berikut adalah prosedur dalam menghitung kekuatan oenamoang terhadap bahaya tekuk :

1. Menentukan Xo dan Yo

Nilai Xo dan Yo tergantung dari bentuk profil baja yang digunakan. Untuk IWF nilai Xo dan Yo adalah :

Xo = 0 ; Yo = 0

2. Menentukan nilai Ix dan Iy

Nilai Ix dan Iy didapatkan dari tabel profil penampang baja

Ix = 24.570 cm4

Iy = 10.661 cm4

3. Menentukan nilai A

Nilai A didapatkan dari tabel profil penampang baja

A = 126.18 cm2

4. Menentukan nilai ro2

ro2 merupakan jari-jari girasi polar terhadap pusat geser yang dapat dihitung melalui perumusan berikut :

Sehingga diapatkan nilai ro2 = 279,21 cm2 = 27921 mm2

5. Menentukan nilai H

Sehingga didapatkan H = 1-0 = 1

6. Menentukan nilai Fcry

Sehingga didapat nilai Fcry = 203,88 MPa

7. Menentukan Nilai G (Konstanta Geser)

Sehingga didapatkan G = 76923,077 MPa

8. Menentukan nilai J (Inersia Torsi)

Sehingga didapatkan nilai J = 3567 mm4

9. Menentukan nilai Fcrz

Sehingga didapatkan nilai Fcrz = 77,88 MPa

10. Menentukan Nilai Fclt

Sehingga didapatkan nilai Fclt = 159,49 MPa

11. Menentukan nilai Nnlt

Sehingga didapatkan nilai Nnlt = 2012,44 KN

Nilai terfktor =

Dari dua nilai daya dukung nominal struktur tekan yang didapatkan, daya dukung nominal struktur yang lebih kecil yang dipilih agar bangunan lebih konservatif. Nilai Nn yang kita pilih kemudian kita cek kekuatannya terhadap Nu.

Dari hasil perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa penampang IWF 400.200.8.13 yang digunakan kuat menahan gaya ultimate batang tekan yang terjadi pada bangunan.

b. Batang Tarik

Pada batang tarik, pengecekan yang harus dilakukan adalah dua macam, yaitu pengecekan bila kegagalan leleh (yielding) dan kegagalan retak (fraktur).

Berikut ini adalah prosedur dalam menghitung kekuatan batan tarik untuk kondisi kegagalan retak (fraktur) :

1. Menentukan Nilai A

Nilai A didapat dari tabel profil

2. Menentukan Nilai Nn

Sehingga didapatkan Nn = 1987,3 KN

Nn terfaktor =

Berikut merupakan perhitungan batang tarik dimana kegagalannya adalah leleh (yielding) :

1. Menentukan nilai An (luas nominal penampang)

Pada perhitungan An diasumsikan Alubang = 15% dari Ag (konservatif) sehingga nilai Ae dapat kita hitung seperti dibawah ini.

2. Menentukan nilai Ae (luas efektif penampang)

Pada perhitungan Ae diasumsikan u = 0.9, dikarenakan u < 0.9 sehingga nilai Ae dapat kita hitung seperti dibawah ini

3. Menentukan nilai Nn

Nn terfaktor =

Pilih yang lebih kecil lalu nilai Nn yang dipilih kemudian kita cek kekuatannya terhadap Nu.

Dari hasil perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa penampang IWF 400.200.8.13 yang kita gunakan kuat menahan gaya ultimate batang tarik yang terjadi pada komponen stukrut yang ditinjau.

c. Momen Lentur

Pada pengecekan momen lentur terdapat 2 pengecekan yaitu pengecekan tebal pelat dan panjang bentang. Untuk pengecekan tebal pelat adalah sebagai berikut :

1. Pengecekan profil apakah profil compact atau tidak.

Penampang dikatakan compact jika

Berdasarkan perhitunga, diketahui bahwa

Sehinggi dapat diketahui penampang kompak

2. Menentukan Momen Nominal (Mn)

Mn = Mp (Momen Plastis)

Pengecekan panjang bentang :

1. Menentukan faktor panjang bentang L, Lp (batas bentang pendek), dan Lr(batas bentang menegah).

Didapatkan nilai Lp sebesar =499,1 cm = 4991 mm

Untuk menentukan Lr, terlebih dahulu harsu menghitung X1, Iw (konstanta punter lengkung), X2, dan fl yang bisa kita dihitung dengan cara seperti dibawah ini.

FL = 168 MPa

Setelah nilai X1, X2, dan FL diketahui, maka kita sekarang dapat menghitung Lr.

Lr = 8027,78mm

2. Cek faktor panjang bentang

Dari hasil perhitungan diatas didapatkan :

Lp < L < Lr

Maka bentang termasuk bentang menengah.

3. Menghitung momen nominal penampang berdasarkan faktor panjang bentang.

  • Bentang pendek

Mn (Momen Nominal) = Mp (Momen Plastis)

  • Bentang Menengah

Dengan Mr = SxFL

  • Bentang Panjang

Karena bentang termasuk bentang panjang maka :

Karena momen bekerja secara seragam,maka Cb =1

Mn = 206,15 KNm

Mn terfaktor =

Tabel 4.2 Perhitungan Kapasitas Lentur batang IWF 400.200.8.13

Lentur

Kelangsingan

Panjang bentang

λp untuk b=

11.73

Lp=

4991

mm

untuk h=

115.93

Lr=

8027,78

mm

λr untuk b=

9.970

L=

5000

mm

untuk h=

66.936

Bentang Menengah

b/tf=

15.38

Kompak

Mn=

206,15

Kn*m

h/tw=

50

Kompak

φ=

0.9

Mp=

289

Kn*m




Dari perhitungan di atas didapat dua nilai momen nominal penampang. Untuk perhitungan yang lebih konservatif, pilih Mn yang terkecil dari dua Mn hasil perhitungan sebelumnya. Kemudian nilai Mn kita bandingkan dengan Mu.

Dari hasil perhitungan kekuatan dari penampang untuk menahan lentur, didapatkan bahwa momen nominal penampang lebih besar dari momen ultimate yang terjadi. Maka penampang IWF 400.200.8.13 kuat dalam menahan momen ultimate yang terjadi.

d. Gaya Geser

  1. Memperhitungkan perbandingan maksimum tinggi terhadap tebal panel.

  1. Menentukan penampang membutuhkan pengaku local atau tidak

Maka profil tidak membutuhkan pengaku lokal

3. Menentukan nilai Kn

Kn = 5,56

  1. Menentukan faktor untuk perbandingan tinggi terhadap tebal panel

  1. Menentukan nilai Vn berdasarkan faktor perbandingan tinggi terhadap tebal panel.

Dari hasil perhitungan diatas didapat

Vn = 0,6 x 210 MPa x 400 x 8

Vn = 403,2 KN

6. Cek Vn terhadap Vu

Vn terfaktor =

Dari hasil perhitungan diatas didapatkan kekuatan geser nominal penampang lebih besar dari geser ultimate yang terjadi. Maka penampang IWF 400.200.8.13 kuat dalam menahan gaya geser ultimate yang terjadi.

Tabel 4. 3 Perhitungan Kapasitas Geser IWF 400.200


Geser

h/tw

50

Tidak butuh pengaku

Kn

5.56

h/tw

50

1.1*sqrt(E

80,05

Vn

403,2

Kn


φ=

0.9

e. Interaksi yang terjadi antara momen lentur dan gaya geser

Berikut merupakan perhitungan interaksi yang ditimbulkan antara lentur dan geser pada sktruktur yang mengalami lentur dan geser

Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan bahwa penampang IWF 400.200.8.13 dapat menahan interaksi yang terjadi antara lentur dan geser.

4.2.1 Kapasitas Kolom

1. Cek Momen Lentur

Berikut merupakan hasil perhitungan kapasitas kolom

Data-Data Kolom (Dari Tabel Queen Kross) H 400.400.13.21

H

400

Mm

Fy

210

N/mm2

B

400

Mm

Fr

42

N/mm2

tw (t1)

13

Mm

Fl

168

N/mm2

tf (t2)

21

Mm

Fu

340

N/mm2

R

22

Mm

Poison

0.3


A

21870

mm2

J

1234800

mm4

Ix

666000000

mm4

E

200000

N/mm2

Iy

224000000

mm4

G

76923.08


Ix

175

Mm

L

4000

mm

Iy

101

Mm

Iw

8960000000000


Sx

3330000

mm3

X1

13590.53146


Sy

1120000

mm3

X2

436.1426491908


Tabel 4.4 Data Kolom profil H 400.400.13.21 dari Tabel King Cross

Pada pengecekan momen lentur terdapat 2 pengecekan yaitu pengecekan tebal pelat dan panjang bentang. Untuk pengecekan tebal pelat adalah sebagai berikut :

1. Pengecekan profil apakah profil kompak atau tidak kompak

Penampang dikatakan kompak jika

Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa

Sehingga dapat diketahui penampang kompak

2. Menentukan Momen Nominal (Mn)

Mn = Mp (Momen Plastis)

Mp = Fy x Z = 783.216 Kn.m

3. Pengecekan Panjang Bentang

Menentukan jenis panjang bentang (bentang panjang, bentang pendek, dan bentang menengah)

Sehingga didapatkan nilai Lp = 5,485 m

Untuk menentukan Lr, kita terlebih dahulu harus menghitung X1, Iw (konstanta puntir lengkung), X2, dan fl yang bisa kita hitung dengan cara di bawah ini.

Sehingga didapatkan nilai X1, X2, dan Iw Berturut-turut yaitu = 24495,13 ; 2.78x10-5 ; 177x108

Lr = 484.0299 m

Sehingga dapat disimpulkan bentang L=5m termasuk bentang Pendek

4. Menentukan Momen Nominal

Karena termasuk bentang pendek maka

Mp

Mn = 783.216 Kn.m

Dari perhitungan di atas didapat dua nilai momen nominal penampang. Untuk perhitungan yang lebih konservatif, pilih Mn yang terkecil dari dua Mn hasil perhitungan sebelumnya. Kemudian nilai Mn kita bandingkan dengan Mu.

𝑀𝑢 ≤ 0,9 𝑀𝑛

30,13 Kn.m ≤ 0,9 x 783.216 Kn.𝑚

30,13 Kn.𝑚 < 704.894 Kn.m

Dari hasil perhitungan kekuatan nominal dari penampang untuk menahan lentur, didapatkan bahwa momen nominal penampang lebih besar dari momen ultimate yang terjadi. Maka penampang H 400.400.13.21 kuat dalam menahan momen ultimate yang terjadi

Tabel 4.5 Perhitungan Kapasitas Lentur H 400.400.13.21

Lentur

Kelangsingan

Panjang bentang

λp untuk b=

11.73

Lp=

5485.79

mm

untuk h=

115.93

Lr=

484029.92

mm

λr untuk b=

9.97

L=

4000

mm

untuk h=

66.936

Bentang Pendek

b/tf=

19.05

Tdk Kompak

Mn=

783.216

Kn*m

h/tw=

30.77

Kompak

φ=

0.9

Mp=

783.216

Kn*m




Kapasitas Momen penampang adalah φMn = 704.894 Kn.m

2. Kolom Tekan

Contoh perhitungan kolom tekan menggunakan profil balok, yaitu H 400.400.13.21. Berikut ini adalah prosedur dalam menghitung kekuatan penampang menahan gaya aksial tekan :

1. Cek syarat kelangsingan struktur

Mengecek syarat kelangsingan komponen struktur tekan dengan perumusan

Dari persamaan diatas,kita dapat menghitung nilai iy minimum agar memenuhi syarat kelangsingan struktur

Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai kelangsingan struktur, yaitu = 19.80 Dengan nilai kelangsingan seperti diatas, kelangsingan profil memenuhi syarat. Syarat kelangsingan profil adalah kurang dari 200. Maka, penggunaan IWF 400.400.13.21 diijinkan.

2. Menghitung nilai ω

Sebelum mendapatkan nilai ω, penentuan parameter kelangsingan kolom λc terlebih dahulu harus dilakukan. Selanjutnya, nilai λc akan menentukan rumus yang akan digunakan untuk menghitung nilai ω seperti persamaan berikut

λc2

Penentuan nilai λc seperti yang disebutkan sebelumnya

Karena nilai

3. Menghitung nilai Nn

Daya dukung nominal komponen sturktur tekan dapat dihitung menggunakan perumusan sebagai berikut :

Sehingga didapat nilai Nn = 4592.7 KN

Bahaya tekuk juga perlu diperhitungkan dalam desain batang tekan, naka berikut adalah prosedur dalam menghitung kekuatan oenamoang terhadap bahaya tekuk :

1. Menentukan Xo dan Yo

Nilai Xo dan Yo tergantung dari bentuk profil baja yang digunakan. Untuk IWF nilai Xo dan Yo adalah :

Xo = 0 ; Yo = 0

2. Menentukan nilai Ix dan Iy

Nilai Ix dan Iy didapatkan dari tabel profil penampang baja

Ix = 66.600 cm4

Iy = 22.400 cm4

3. Menentukan nilai A

Nilai A didapatkan dari tabel profil penampang baja

A = 218.7 cm2

4. Menentukan nilai ro2

ro2 merupakan jari-jari girasi polar terhadap pusat geser yang dapat dihitung melalui perumusan berikut :

Sehingga diapatkan nilai ro2 = 406,95 cm2 = 40695 mm2

5. Menentukan nilai H

Sehingga didapatkan H = 1-0 = 1

6. Menentukan nilai Fcry

Sehingga didapat nilai Fcry = 210 MPa

7. Menentukan Nilai G (Konstanta Geser)

Sehingga didapatkan G = 76923,077 MPa

8. Menentukan nilai J (Inersia Torsi)

Sehingga didapatkan nilai J = 3567 mm4

9. Menentukan nilai Fcrz

Sehingga didapatkan nilai Fcrz = 106,72 MPa

10. Menentukan Nilai Fclt

Sehingga didapatkan nilai Fclt = 106,72 MPa

11. Menentukan nilai Nnlt

Sehingga didapatkan nilai Nnlt = 2333,96 KN

Nilai terfktor =

Dari dua nilai daya dukung nominal struktur tekan yang didapatkan, daya dukung nominal struktur yang lebih kecil yang dipilih agar bangunan lebih konservatif. Nilai Nn yang kita pilih kemudian kita cek kekuatannya terhadap Nu.

Dari hasil perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa penampang H 400.400.13.21 yang digunakan kuat menahan gaya ultimate batang tekan yang terjadi pada bangunan.

3. Interaksi yang terjadi antara momen lentur dan gaya tekan

Berikut merupakan perhitungan interaksi yang ditimbulkan antara lentur dan tekan pada sktruktur yang mengalami lentur dan tekan

Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan bahwa penampang H 400.400.13.21 dapat menahan interaksi yang terjadi antara lentur dan tekan.

4.2.2 Kapasitas Kuda-Kuda

Tabel 4.6 Data -data Kuda-Kuda (tabel Queen Cross) H 400.200.8.13


H =

400

mm

fy =

210

Mpa

B =

200

mm

fr =

48

MPa

tw(t1) =

8

mm

fl =

168

MPa

tf(t2)=

13

mm

fu =

37

Mpa

0

r =

16

mm

Poisson Ratio =

0.3

A =

12618

mm2

J =

356762.67

mm4

Ix =

245700000

mm4

E =

200000

Mpa

Iy =

106610000

mm4

G =

76923.07

Ix =

139.5

mm

L =

7970

mm

Iy =

9,19

mm

Iw =

4.264E+09

mm6

Sx =

1228400

mm3

X1 =

15041.915


a. Cek batang tarik

Pada batang tarik, pengecekan yang harus dilakukan adalah dua macam, yaitu pengecekan bila kegagalan leleh (yielding) dan kegagalan retak (fraktur). Contoh perhitungan batang tarik menggunakan profil kuda-kuda, yaitu IWF 400 x 400 x 13 x 21. Berikut ini adalah prosedur dalam menghitung kekuatan batang tarik untuk kondisi kegagalan retak (fraktur)

1. Menentukan nilai A

Dari tabel spesifikasi penampang didapatkan:

A = 12618 mm2

2. Menentukan nilai Nn

Daya dukung struktur tarik dapat dihitung dengan rumus dibawah ini.

Nn = A x (0.75 x fy )

= 1987335 N

= 1987,3 KN

Nnterfaktor = Nn x = 1788,57 KN

Berikut merupakan perhitungan batang tarik dimana kegagalannya adalah leleh (yielding):

1. Menentukan nilai An (luas nominal penampang)

Pada perhitungan An diasumsikan Alubang =15% dari Ag (konservatif) sehingga nilai Ae dapat kita hitung seperti dibawah ini.

An = Ag – Alubang

2. Menentukan nilai Ae (luas efektif penampang)

Pada perhitungan Ae diasumsikan u=0,9 dikarenakan u<0,9 sehingga nilai Ae dapat kita hitung seperti dibawah ini.

Ae = u x An

3. Menentukan nilai Nn

Nn = Ae x Fu

Pada perhitungan daya dukung nominal berdasarkan luas penampang efektif, digunakan parameter Fu yaitu kekuatan batas tarik yang digunakan dalam desain.

Nnterfaktor = x Nn

Pilih yang lebih kecil lalu nilai Nn yang kita pilih kemudian kita cek kekuatannya terhadap Nu.

Nu Nn

Dari hasil perhitungan diatas dapat kita simpulkan bahwa penampang H 400.200.8.13 yang kita gunakan kuat menahan gaya ultimate batang tarik yang terjadi pada komponen struktur yang kita tinjau.

b. Cek Momen Lentur

Pada pengecekan momen lentur terdapat 2 pengecekan yaitu pengecekan tebal pelat dan panjang bentang. Untuk pengecekan tebal pelat adalah sebagai berikut :

1. Pengecekan profil apakah profil compact atau tidak.

Penampang dikatakan compact jika

≤ λp =

≤ λp =

Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa:

Sehingga dapat diketahui bahwa penampang kompak

2. Menentukan Momen Nominal (Mn)

Mn = Mp(Momen Plastis)

Mp = Fy x Z = 298 KN.M

3. Menentukan jenis panjang bentang (bentang panjang, bentang pendek, dan bentang menengah)

Lp = 1,76 x iy x

Sehingga didapatkan nilai Lp = 499,1 cm = 4991 mm

Untuk menentukan Lr, kita terlebih dahulu harus menghitung X1, Iw(konstanta puntir lengkung), X2, dan fl yang bisa kita hitung dengan cara di bawah ini.

X1 =

Iw = h² x (

X2 = 4 (

FL = 168 MPa

Sehingga didapatkan nilai X1, Iw dan X2 berturut – turut =

Lr = iy [ ]

Lr = 17210.70 mm

4. Cek faktor panjang bentang

Dari hasil perhitungan diatas didapatkan :

Lp < L < Lr

Maka bentang termasuk bentang menengah.

5. Menghitung momen nominal penampang berdasarkan faktor panjang bentang.

  • Bentang pendek

Mn (Momen Nominal) = Mp (Momen Plastis)

  • Bentang Menengah

Dengan Mr = SxFL

  • Bentang Panjang

Karena bentang termasuk bentang panjang maka :

Karena momen bekerja secara seragam, maka Cb =1

Mn =57,771 KNm

Mn terfaktor = 51.99

Dari perhitungan di atas didapat dua nilai momen nominal penampang. Untuk perhitungan yang lebih konservatif, pilih Mn yang terkecil dari dua Mn hasil perhitungan sebelumnya. Kemudian nilai Mn kita bandingkan dengan Mu.

Mu Mn

Dari hasil perhitungan kekuatan dari penampang untuk menahan lentur, didapatkan bahwa momen nominal penampang lebih besar dari momen ultimate yang terjadi. Maka penampang H 400.200.8.13 kuat dalam menahan momen ultimate yang terjadi.

c. Cek kapasitas geser

  1. Memperhitungkan perbandingan tinggi dengantebal panel

  1. Menentukan apakah penampang membutuhkan pengaku local atau tidak

≤ 6,36

3. Menentukan nilai Kn

Kn = 5 +

Maka nilai Kn = 5,56

4. Menentukan faktor perbandingan tinggi dengan tabel panel

Dari hasil perhitungan diatas didapat

5. Menentukan nilai Vn

Vn = 0,6 Fy Aw dengan Aw = h x tw

Vn = 0,6 x 210 x 400 x 8 = 403200 N = 403,2 KN

Vn = 0.9 x 403,2 = 362,88

6. Cek Vn terhadap Vu

Vu Vn

15,57 ≤ 362,88

Dari hasil perhitungan diatas didapatkan kekuatan geser nominal penampang lebih besar dari geser ultimate yang terjadi. Maka penampang H 400.200.8.13 kuat dalam menahan gaya geser ultimate yang terjadi.

d. Cek kombinasi

Berikut merupakan perhitungan interaksi yang ditimbulkan antara lentur dan geser pada sktruktur yang mengalami lentur dan geser

Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan bahwa penampang H 400.200.8.13 dapat menahan interaksi yang terjadi antara lentur dan geser.

Tabel 4.7 Perhitungan Kapasitas Lentur H 400.200.8.13

Lentur

Kelangsingan

Panjang bentang

λp untuk b=

11.73


Lp=

4991.53

Mm

untuk h=

115.93


Lr=

17210.70

Mm

λr untuk b=

9.970


L=

5000

Mm

untuk h=

66.936


Bentang Menengah

b/tf=

15.38

Kompak

Mn=

57.771

kN*m

h/tw=

50.00

Kompak

φ=

0.9


Mp=

288.9197

Kn*m




Tabel 4.8 Perhitungan Kapasitas Geser H 400.200.8.13





Geser

h/tw

50

Tidak butuhpengaku

Kn

5.56


h/tw

26.67


1.1*sqrt(E

80.04523


Vn

403.2

Kn

φ=

0.9


4.2.3 Kapasitas Gording

1. Cek Momen Lentur

Berikut merupakan hasil perhitungan kapasitas gording

Data-Data Gording (Dari Tabel Gunung Garuda) C 200x80x7.5x11 Single

H

200

Mm

Fy

210

N/mm2

B

80

Mm

Fr

42

N/mm2

tw (t1)

7.5

Mm

Fl

168

N/mm2

tf (t2)

11

Mm

Fu

340

N/mm2

r

12

Mm

Poison

0.3

A

3133

mm2

J

96017.917

mm4

Ix

19500000

mm4

E

200000

N/mm2

Iy

1770000

mm4

G

76923.08

ix

78.9

Mm

L

5000

mm

iy

23.8

Mm

Iw

17700000000

Sx

195000

mm3

X1

24495.1271

Sy

30800

mm3

X2

2.78812E-05

Tabel 4.9 Data Gording profil C 200x80x7.5x11dari Tabel Gunung Garuda

Pada pengecekan momen lentur terdapat 2 pengecekan yaitu pengecekan tebal pelat dan panjang bentang. Untuk pengecekan tebal pelat adalah sebagai berikut :

1. Pengecekan profil apakah profil kompak atau tidak kompak

Penampang dikatakan kompak jika

Berdasarkan perhitungan, diketahui bahwa

Sehingga dapat diketahui penampang kompak

2. Menentukan Momen Nominal (Mn)

Mn = Mp (Momen Plastis)

Mp = Fy x Z = 45.864 Kn.m

3. Pengecekan Panjang Bentang

Menentukan jenis panjang bentang (bentang panjang, bentang pendek, dan bentang menengah)

Sehingga didapatkan nilai Lp = 1,293 m

Untuk menentukan Lr, kita terlebih dahulu harus menghitung X1, Iw (konstanta puntir lengkung), X2, dan fl yang bisa kita hitung dengan cara di bawah ini.

Sehingga didapatkan nilai X1, X2, dan Iw Berturut-turut yaitu = 24495,13 ; 2.78x10-5 ; 177x108

Lr = 5,476 m

Sehingga dapat disimpulkan bentang L=5m termasuk bentang Menengah

4. Menentukan Momen Nominal

Karena termasuk bentang menengah maka

Mp

Mn = 33,755 Kn.m

Dari perhitungan di atas didapat dua nilai momen nominal penampang. Untuk perhitungan yang lebih konservatif, pilih Mn yang terkecil dari dua Mn hasil perhitungan sebelumnya. Kemudian nilai Mn kita bandingkan dengan Mu.

𝑀𝑢 ≤ 0,9 𝑀𝑛

30,13 Kn.m ≤ 0,9 x 33,755 Kn.𝑚

30,13 Kn.𝑚 < 30,379 Kn.m

Dari hasil perhitungan kekuatan nominal dari penampang untuk menahan lentur, didapatkan bahwa momen nominal penampang lebih besar dari momen ultimate yang terjadi. Maka penampang C 200x80x7.5x11 kuat dalam menahan momen ultimate yang terjadi.

Tabel 4.10 Perhitungan Kapasitas Lentur C 200x80x7.5x11

Kelangsingan

Panjang bentang

λp untuk b=

11.73

Lp=

1292.69

mm

untuk h=

115.93

Lr=

5304.62

mm

λr untuk b=

9.97

L=

5000

mm

untuk h=

66.936

Bentang Menengah

b/tf=

7.27

Kompak

Mn=

33,755

Kn*m

h/tw=

26.67

Kompak

φ=

0.9

Mp=

45.864

Kn*m




Kapasitas Momen penampang adalah φMn = 30,379 Kn.m

3. Cek Kapasitas Geser

  1. Memperhitungkan perbandingan tinggi dengan tebal panel

  1. Menentukan apakah penampang membutuhkan pengaku local atau tidak

Maka profil penampang tidak memerlukan pengaku local

3. Menentukan nilai Kn

Maka didapatkan nilai Kn = 5,25

  1. Menentukan faktor perbandingan tinggi dengan tebal panel

  1. Menentukan nilai Vn

Vn = 0,6 Fy Aw dengan Aw = h x tw

Vn = 0,6 x 210 x 1500 = 189 Kn

6. Cek Vn terhadap Vu

Dari hasil perhitungan diatas didapatkan kekuatan geser nominal penampang lebih besar dari geser ultimate yang terjadi. Maka penampang kuat dalam menahan gaya geser ultimate yang terjadi.

Tabel 4.11 Perhitungan Kapasitas Geser C 200x80x7.5x18


Geser

h/tw

26.67

Tidak butuh pengaku

Kn

5.56


h/tw

26.67


1.1*sqrt(E

80.01


Vn

189

Kn


φ=

0.9


4. Cek Kombinasi

Untuk Cek kapasitas kombinasi antara lentur dan geser menggunakan rumus:

Dari hasil perhitungan diatas didapatkan kombinasi antara kekuatan geser dan kekuatan lentur penampang lebih besar dari geser ultimate yang terjadi. Maka penampang kuat dalam menahan gaya geser ultimate yang terjadi.

4.2.4 Kapasitas Pengaku Global (Brecing)

Pada brecing terdapat beberapa pengecekan kapasitas yaitu kapasitas pada elemen tekan dan elemen tarik nya. Berikut adalah data-data yang dibutuhkan dalam menganalisa kapasitas brecing, seperti terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.12 Data Spesifkasi Profil Siku 100.100.7.7 Tabel Data Queen Cross

Data-Data Brecing ( Berdasarkan Tabel Data Queen Cross Untuk Profil Siku )

H =

100

mm

fy =

340

Mpa

B =

100

mm

fu =

250

Mpa

tw =

7

mm

E =

200.000

Mpa

tf =

7

mm

Sy =

17.700

cm3

R =

3.080

cm




A =

13.620

cm2




Ix =

129.000

cm4




Iy =

129.000

cm4




ix =

3.080

cm




iy =

3.080

cm




Sx =

17.700

cm3




1. Cek Syarat Kelangsingan Elemen Penampang (Tekuk Lokal)

Mengecek syarat kelangsingan sayap dan badan pada elemen penampang struktur tekan yaitu adalah dengan menggunakan rumus:

a. Sayap (Flange)

𝜆f =

𝜆f = = 7.14

𝜆rf= = 250 / 2100,5 = 17.25

𝜆rf > 𝜆f = 17.25 > 7.14…ok

nilai 𝜆rf didapatkan hasil yang lebih besar dari 𝜆f sehingga sehingga tekuk lokal pada elemen brecing pada sayap adalah dapat memenuhi.

b. Web (Badan)

𝜆w =

𝜆f = = 14.28

𝜆rw= = 665 / 2100,5 = 45.89

𝜆rw > 𝜆fw = 45.89 > 14.28…ok

2. Cek Syarat Kelangsingan Struktur

Mengecek syarat kelangsingan komponen struktur tekan dengan perumusan :

Dapat diketahui bahwa pada brecing yang digunakan dikedua ujung tumpuan adalah sndi-sendi pada semua arah sumbu penampang, sehingga Lk = L, dan terdapat 7 panjang bentang brecing, adapun salah satu contoh panjang brecing yang digunakan berupa 70 cm brecing pada perhitungan kelangsingan sturktur, yaitu:

Dari hasil perhitungan diatas, didapatkan nilai kelangsingan struktur, yaitu = 25 Dengan nilai kelangsingan seperti diatas, kelangsingan profil memenuhi syarat. Syarat kelangsingan profil adalah kurang dari 200. Maka, penggunaan profil siku 100.100.5.10 diijinkan. Adapun tabel analisa perhitungan untuk panjang brecing lainnya adalah sebagai berikut: