LAPORAN PRAKTIKUM FERMENTASI (1). doc

BAB I
PENDAHULUAN

I. Acara
:Fermentasi
Hari/Tanggal
: 5 November 2015
Tujuan Pembuatan kimchi :
1. Menjelaskan prosedur pembuatan kimchi
2. Mengetahui dan menjelaskan perubahan yang terjadi selama proses fermentasi
3. Membuat kimchi dengan benar
Tujuan Pembuatan Tape
1. Menyebutkan prinsip-prinsip pembuatan tape
2. Menulis mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan tape
3. Menerangkan proses yang terjadi dalam pembuatan tape
4. Menuliskan prosedur pembuatan tape
Tujuan Pembuatan Yogurt
1. Manyebutkan prinsip pembuatan yoghurt
2. Menjelaskan prosedur pembuatan yoghurt
3. Menyebutkan mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan yoghurt
4. Menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi selama proses

Tujuan Pembuatan Sourkrout
1. Menjelaskan prosedur pembuatan Saurkraut
2. Mengetahui dan menjelaskan perubahan yang terjadi selama proses fermentasi
3. Membuat Saurkraut dengan benar
Tujuan Pembuatan Tempe

1. Mengetahui mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan tempe
2. Menerangkan proses yang terjadi dalam tempe
3. Menerangkan prosedur pembuatan tempe

BAB II

METODE PERCOBAAN
II. Alat dan Bahan
1. Pembuatan kimchi
Alat
:






Pisau
Baskom
Telenan
Alat pengaduk

Bahan






Gelas ukur
Panci
Kompor
Toples

f.

g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

1 sdt jahe muda, diiris halus
1 batang daun bawang
½ buah bawang Bombay
Kecap ikan
Tepung beras
Cabe bubuk
Gula pasir secukupnya
Air secukupnya

:

a. 1 Buah sawi putih yang besar

b. Garam
c. 2 siung bawang merah, diiris
halus
d. 3 siung bawang putih, diiris
halus
e. 3 buah cabe merah, diiris halus
2. Pembuatan Sourkrot
Alat
Toples
: 1 buah
Panci stainless
: 1 buah
Panci
: 1 buah
Baskom tertutup
: 1 buah
Sendok stainless
: 1 buah
Sendok tirus
: 1 buah


Corong lebar
Talenan
Pisau
Gelas ukur
Saringan
pH stick

: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 1 buah
: 2 buah

Bahan
Kol putih
:
Garam kasar
: secukupnya

Larutan garam: 12 g garam dilarutkan ke dalam 300 ml air
3. Pembuatan Yogurt
Alat





Timbangan digital
Gelas beker
Alumunium foil
Gelas untuk fermentasi

Bahan







Pipet ukur 10 ml
Propipet
Piring plastik
Sendok makan dan sendok teh



Susu sapi pasteurisasi




Susu skim 18%
Starter/ragi yoghurt 2%, 3%

4. Pembuatan tape singkong dan ubi
Alat :








Timbangan Digital
Dandang / Kukusan
Pengaduk
Termometer
Ph Meter
Refraktometer








Piring
Plastik

Kompor Gas
Daun Pisang
Tusuk Gigi
Gelas Beaker

Bahan :
 Ubi dan singkong
 Ragi Tape
5. Pembuatan tape beras dan ketan hitam
Alat dan Bahan
Alat


timbangan digital



pHmeter




dandang/kukusan



refraktometer



pengaduk



piring



termometer




plastik



kompor gas



daun pisang



tusuk gigi

 gelas beker
Bahan




beras dan ketan hitam
ragi tape

6. PEMBUATAN TEMPE
Alat dan Bahan
Alat

Timbangan digital

Dandang / kukusan

Sendok

Tampah/baki

Panci

pH meter
Bahan
 Kacang kedelai
 Ragi tempe
 Air
 Plastik dan daun pisan

III. Cara Kerja
Pembuatan Kimchi
Menimbang sawi

Membersihkan dan mencuci daun sawi

Memotong sawi + 1 inc

mencampurkan garam pada sawi

mendiamkan sawi sampai layu

Meniriskan sawi

Mencampurkan dengan bumbu

Menginkubasi selama 1,3,6 hari

Mengamati pH organoleptik 1,3,6 hari

Pembuatan saurkrout

Menimbang sawi

Membersihkan dan mencuci sawi, lalu mengukur pHnya

Memotong sawi tipis-tipis dan menimbang beratnya

Mencampurkan sawi dengan garam kasar secukupnya

Mendiamkan sawi hingga layu

Meniriskan sawi dan mencucinya dengan air

Merendam sawi dengan larutan garam 12 g garam ditambah 300 ml air)

Inkubasi selama 1,3 dan 6 hari

Mengamati pH dan organoleptic pada hari 1,3 dan 6

PEMBUATAN TAPE SINGKONG DAN UBI
Membersihkan bahan (ubi) dan menimbangnya sebanyak 80 gram

Mencuci bahan

Pengukusan bahan (ubi)

Mengukus bahan selama ¾ matang

Menimbang dan mengukur pH bahan

Menguji sifat organoleptiknya

Mengani-anginkan bahan sampai rata (konsentarasi ragi tapenya 0,5 % dan 1 % dari
berat setelah dikukus )

Membiarkan 30 menit kemudian membagi menjadi 2

Membungkus bahan dangan daun dan tabung (tutup almunium foil)
lmm

Menginkubasi selama 2 hari

Mengukur berat, pH dan ladar gula

Menguji sifat organoleptiknya
PEMBUATAN TAPE KETAN HITAM DAN BERAS
Membersihkan bahan (ketan hitam) dan menimbangnya sebanyak 80 gram

Mencuci bahan

Merebus bahan dengan perbandingan air 1 : 6
(ketan)

Mengukus bahan sampai ¾ matang

Menimbang dan mengukur pH bahan

Menguji sifat organoleptiknya

Mengangin-anginkan bahan sampai suhunya + 400C

Menaburkan ragi tape pada bahan sampai rata (konsentrasi ragi tapenya 0,5% dan 1% dari
berat setelah dikukus)

Membiarkan 30 menit kemudian membagi menjadi 2

Membungkus bahan dengan daun dan tabung (tutup alumunium)

Menginkubasi selama 2 hari

Mengukur berat, pH dan kadar gula

Menguji sifat organoleptiknya
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil (tabel hasil percobaan/pengamatan)
Tabel 1. Hasil pengamatan kimchee

Berat

Sebelum dibuat

H +1

H +3

H +6

394 g

398 g

374 g

368 g

6

5

4,5

4,2

pH
B.

Tabel 2. Hasil pengamatan organolepik pada kimchee

Sebelum
dibuat
H +1

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Ket

Merah

Minyak ikan

Pedas dan asin

Agak keras

Air masih

kecoklatan

sedikit

Merah

Rempah-

Sedikit asam,

kecoklatan

rempah

rasa rempah-

Reyah

Air
menambah

rempah
H +3

Coklat

Rempah-

Sedikit asam,

rempah

pedas, rasa

banyak
Reyah

Air semakin
sedikit

rempah-rempah
H +6

Coklat

Rempah-

Rempah-rempah,

rempah

sedikit pedas

Reyah

Air sedikit

Table 3. Hasil pengamatan berat dan pH Sourkrout
Sebelum dibuat
Berat
pH

Hari 1

Hari 3

Hari 6

300 g

375 g

350 g

330 g

4

4

3.5

3

Table 4. Hasil pengamatan sifat organoleptic Sourkrout

Sebelum

Aroma

Rasa

Tekstur

Warna

Khas sawi

Hambar

Keras

Hijau

Asam

Agak asin

Agak

Kekuningan

dibuat
Hari 1

lembek
Hari 3

Asam

Asin

Lembek

Kekuningan

Hari 6

Asam

Asin, asam

Sangat

Kuning

lembek

keruh

Tabel 5. Pengamatan Bahan pada tape ubi
Bahan

Ubi

Berat

Berat

pH

Berat setelah

pH

Kadar gula

Awal

Setelah

setelah

inkubasi

setelah

setelah inkubasi

Dikukus

dikukus

98

6

53,5

inkubasi
Tape bungkus daun,

4

Brix = 26 %

4

Brix = 24 %

1 %= 87 g
53,5

76

6

Tape bungkus gelas
beaker, 1 %= 75 g

Ubi

106,5

100

6

Tape bungkus daun,

4

Brix = 16 %

0,5 %= 86 g
106,5

82

6

Tape bungkus

4

Brix= 22 %

baker, 0,5 %

Tabel 6 pengamatan organoleptik Tape ubi
organoleptik

Konsenterasi

Konsenterasi

Konsenterasi

Konsenterasi 0,5

1% (b. daun)

0,5 %

1%

% (b. Beeker )

(b.daun)

(b.beeker)

Aroma

Khas tape

Khas tape

Khas tape

Khas tape

Warna

Putih

Putih

Putih

Putih kekuningan

kekuningan, ada

kekuningan

kekuningan

sebagian
permukaanya yg
berwarna
kehitaman
Tekstur

Agak lunak

lunak

lunak

Agak lunak

flavour

Sedikit manis,

Asam,

Sedikit manis,

Sedikit manis,

asam

agak asam

asam

Tabel 7 Pengamatan Bahan singkong
Bahan

Tape1
Tape 2
Tape1
Tape2

Berat

Berat setelah

Berat setelah

pH

Kadar gula

awal

dikukus

inkubasi

setelah

setelah

129 g
93 g
82 g
88 g

129 g
93 g
82 g
88 g

1%= 106 g
1%= 55 g
0,5%= 42 g
0,5%= 44 g

inkubasi
4
5
5
6

inkubasi
Brinx= 34%
Brinx= 34%
Brinx= 35%
Brinx= 14%

Tabel 8. Pengamatan organoleptik Tape singkong
Sifat

Setelah

organoleptik

dikukus

Aroma

Setelah diinkubasi
tape 2
tape 1

tape 1
(1%)

(1%)

(0,5%)

tape 2 (0,5%)

Khas

Khas ragi

Khas ragi

singkong

tape

tape

Khas ragi tape

Khas ragi tape

Putih tulang

Putih tulang

Putting tulang

Putih tulang

kasar

Sedikit keras

Lunak

Lunak

Lunak

Sdikit

Asam, sedikit

Asam, sedikit

Asam, sedikit

Asam, sedikit

manis

manis

manis

manis

manis

Panjang

Panjang

Pendek

Panjang

Pendek

lonjong

lonjong

lonjong

lonjong

lonjong

Kuning

Warna

pucat
Padat,

Tekstur

Rasa

Bentuk

Keterangan :
Tape 1: daun
Tape 2: tabung
Tabel 9. Pengamatan Bahan pada tape ketan hitam
Bahan

Berat

Berat

pH

Berat setelah

pH

Kadar gula setelah

awal

setelah

setela

inkubasi

setelah

inkubasi

dikukus

h

inkubasi

dikuku
s
Ketan
hitam

15 g

20 g

6,5

Tape1,1%= 24 g

4,5

brix = 35 %

15 g

20 g

6,5

Tape2,1%= 24 g

5

brix = 35 %

15 g

20 g

6,5

Tape1,0,5%= 22 g

5

brix = 34 %

15 g

20 g

6,5

Tape2,0,5%= 22 g

5,5

brix = 34 %

Keterangan :
Tape1 : daun
Tape 2 : tabung
Tabel 10. Pengamatan Organoleptik Tape
Sifat Organoleptik

Setelah dikukus

Setelah diinkubasi

Aroma

Khas ketan hitam

asam

Warna

Ungu kehitaman

Ungu kehitaman

Tekstur

Lunak

Lunak berair

Flavor

Hambar

Asam, manis

Sifat

Padat

Padat

Tabel 11. Pengamatan bahan pada tape beras
Bahan

Berat awal

Berat
setekah di
kukus

pH
setelah
di kukus

Berat setelah di
inkubasi

pH
Kadar gula
setelah setelah
inkubasi inkubasi

Beras

160

398@ 60g

6

Tape 1. 1%= 36g

4

Brix=17 %

Tape 2. 1%= 54g

Brix=20,5%

Tape 1. 0,5%=33

Brix=16%

g

Brix=21 %

Tape 2. 0,5 %=53
g

Tabel 13. Pengamatan organoleptik tape beras
Sifat organoleptik

Setelah di kukus

Setelah di inkubasi

Warna

Putih bersih

Putih kekuningan

Aroma

Khas nasi rebus

Asam menyengat

tekstur

Lembut

Kenyal

flavor

Tawar sedikit manis di akhir

Asam pekat

Tabel 9. Sifat Organoleptik Susu Skim dan Susu Pasteurisasi
Sifat organoleptik
Aroma
Warna
Tekstur
Flavor
Sifat

Susu Pasteurisasi
Khas susu
Putih tulang
Cair kental
Gurih manis
Cair

Susu Skim
Amis
Putih tulang
Cair kental
Hambar,gurih
Cair

Tabel 10. Sifat Organoleptik Yoghurt dalam waktu 8 jam

Sifat organoleptik
Aroma
Warna
Tekstur
Flavor

4 ml (2%)
Khas susu
Putih tulang
Lembut, kental
Sedikit asam

6 ml (3%)
Khas susu
Putih tulang
Lembut, kental
Sangat asam

Tabel 11. Sifat Organoleptik Yoghurt dalam waktu 24 jam
Sifat organoleptik
Aroma
Warna
Tekstur
Flavor

4 ml (2%)
Khas susu
Putih tulang
Lembut, kental
Asam

6 ml (3%)
Khas susu
Putih tulang
Lembut, kental, kasar
Sangat asam

Tabel 12. pH Yoghurt
6 ml
4

pH

4 ml
4,5

Tabel Pengamatan Organoleptik pada tempe
Sifat
Warna

Plastik tidak
dilubangi
Putih kuning

Plastik dilubangi
Putih sebagian

Daun pisang
Putih, kekuningan

Aroma
Rasa
Tekstur

coklat

hitam menuju coklat

Sedikit langu

Busuk dan langu

Sangat busuk

Kedelai ragi

Kedelai ragi

Sedikit busuk
kedelai ragi

Pecah dan padat

padat

Padat kopong,
sedikit berlendir

B. Pembahasan
Fermentasi adalah suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat
organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Dalam pengolahan
pangan, proses fermentasi dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara
terkontrol ini biasanya ditujukan untuk meningkatkan keawetan pangan dengan
diproduksinya asam atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karakateristik rasa
dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih
baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk
tradisional (misalnya tempe, tauco, tape) sampai kepada produk yang modern (misalnya
salami dan yoghurt). Jenis mikroorganisme yang berperan antara lain, bakteri pembentuk
asam laktat, asam asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010).
Keuntungan-keuntungan dari fermentasi antara lain:


Beberapa hasil fermentasi (asam dan alkohol) dapat mencegah pertumbuhan
mikroorganisme beracun contoh Clostridium boltulinum (pH 4,6 tidak dapat tumbuh dan

tidak membentuk toksin)


Mempunyai nilai gizi yang lebih tinggi dari nilai gizi bahan asalnya (mikroorganisme
bersifat katabolik, memecah senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana sehingga
mudah dicerna dan mensintesis vitamin kompleks dan faktor-faktor pertumbuhan
badan lainnya, sebagai contoh vitamin B12, riboflavin, provitamin A)



Dapat terjadi pemecahan bahan-bahan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim
tertentu, contohnya selulosa dan hemiselulosa dipecah menjadi gula sederhana.
Kerugian dari fermentasi diantaranya adalah dapat menyebabkan keracunan karena

toksik yang terbentuk, sebagai contoh tempe bongkrek yang dapat menghasilkan racun
demikian juga dengan oncom. (Sri Rini Dwi Ari,2008 )
Selama fermentasi terjadi beberapa perubahan karena kerja dari mikroorganisme yang
memang diinginkan dan pertumbuhannya dipicu. Mikroorganisme fermentatif yang mengubah
karbohidrat menjadi alkohol, asam, dan CO2 pertumbuhannya cukup tinggi, sedangkan
mikroorganisme proteolitik yang menyebabkan kebusukan dan mikroorganisme lipolitik
penyebab

ketengikan

pertumbuhannya

terhambat.

Mikroorganisme proteolitik

dapat

memecah protein menjadi komponen yang mengandung nitrogen misalnya NH3 dan
menimbulkan bau busuk, contoh proteus vulgaris. Mikroorganisme lipolitik dapat memecah
lemak fosfolipida menjadi asam-asam lemak (bau tengik), contoh Alcaligenes lipolyticus.
Contoh :


C16H12O6 (gula) Æ 2 C2H5OH (etanol) + 2 CO2. Reaksi di atas dibantu oleh ragi
(enzim) yang mengandung sterptococcus ceravisiae, S. Ellipsoideus dan
merupakan reaksi dasar pada pembuatan tape, brem, tuak, anggur minum, bir dan
roti.



C2H5OH + O2 Æ CH3COOH (asam asetat/cuka) + H2O. Reaksi diatas dibantu oleh
keberadaan mikroorgansime Acetobacter aceti yang dapat mengubah etanol
menjadi asam asetat. Reaksi tersebut merupakan reaksi dasar pada pembuatan
cuka. (Sri Rini Dwi Ari,2008 )
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah jenis pangan (substrat), asam, macam

mikroba, dan kondisi sekelilingnya (suhu, pH, oksigen, dan garam) yang mempengaruhi
pertumbuhan serta metabolisme mikroba (Winarno, 2004). Substrat (makanan) yang
dibutuhkan oleh mikroba untuk kelangsungan hidupnya berhubungan erat dengan
komposisi kimianya. Kebutuhan mikroorganisme akan substrat juga berbeda-beda. Ada
yang memerlukan substrat lengkap dan ada pula yang tumbuh subur dengan substrat
yang sangat sederhana. Hal itu karena beberapa mikroorganisme ada yang memiliki
sistem enzim (katalis biologis) yang dapat mencerna senyawa-senyawa yang tidak

dapat dilakukan oleh mikroorganisme lain.
Suhu fermentasi mempengaruhi lama fermentasi karena pertumbuhan mikroba
dipengaruhi suhu lingkungan fermentasi. Mikroba memiliki kriteria pertumbuhan yang
berbeda-beda. Drajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting yang perlu
untuk diperhatikan saat proses fermentasi karena pH mempengaruhi pertumbuhan
bakteri fermentasi. Oksigen mempengaruhi fermentasi karena setiap mikroorganisme
membutuhkan oksigen dalam jumlah yang berbeda sehingga harus diatur, garam yang
ditambahkan menyebabakan pengeluaran air dan gula dari sayur- sayuran dan memicu
pertumbuhan mikroorganise asam laktat. (Sri Rini Dwi Ari,2008 ).
Macam Produk Hasil Fermentasi dan Cara Pengolahan/Pengawetan Pada Proses
Fermentasi
Fermentasi sayur dapat dilakukan pada semua jenis sayur dan buah-buahan yang
bersifat sayuran bisa difermentasi, asal cukup mengandung gula dan zat gizi lainnya
untuk pertumbuhan bakteri asam laktat.
• Faktor-faktor lingkungan yang
perlu diperhatikan adalah :
1) anaerobik,
2) cukup kadar garam,
3) suhu,
4) tersedia bakteri asam laktat.
Adapun 2 jenis fermentasi sayuran yang dilakukan dalam parktikum ini adalah
pembuatan kimchi dan sourkrout
1. Kimchi
Salah satu produk makanan hasil proses fermentasi adalah Kimchi, yang
merupakan makanan tradisional Korea berupa suatu jenis asinan sayur hasil
fermentasi yang diberi bumbu pedas. Setelah digarami dan dicuci, sayuran dicampur
dengan bumbu yang dibuat dari udang krill, kecap ikan, bawang putih, jahe dan bubuk
cabai merah. Sayuran yang paling umum dibuat kimchi adalah sawi putih dan lobak. Di
zaman dulu, kimchi diucapkan sebagai chim-chae yang berarti sayuran yang direndam.
Di Korea, kimchi selalu dihidangkan di waktu makan sebagai salah satu jenis banchan
yang paling umum. Kimchi juga digunakan sebagai bumbu sewaktu memasak sup
kimchi (kimchi jjigae), nasi goreng kimchi (kimchi bokkeumbap), dan berbagai masakan
lain.
Berdasarkan analisis data pada tabel 1 dan 2 hasil dari pengamatan kimchi selama
6 hari maka dapat diambil lesimpulan sebagai berikut :

 Berat kimchi semakin berkurang dari awal pembuatan sampai dengan hari ke 6
kecuali pada hari kedua pembuatan berat kimchi semakin bertambah 4 angka dari
sebalumnya. Pada hari kedua berat kimchi naik lebih banyak karena air yang ada
didalam bahan kimchi dikeluarkan untuk mencegah pertumbuhan bakteri,
sedangkan dihari ke tiga sampai ke enam jumlah air menyusut karena pengaruh
dari fermentasi dan mikroba yang ada didalamnya
 pH kimchi semakin bertambah asam dari hari pertama sampai hari ke enam
berturut-turut dari pH 6,5, 4,5, dan 4,2. memasuki tahap kedua proses pembuatan
kimchi , jumlah Leuconostoc mesenteroides berkurang. Lactobacillus plantarum,
bakteri asam laktat homofermentatif, aktif berpolimerasi dan memproduksi asam
laktat pada pH 3. Bakteri ini menciptakan rasa asam pada kimchi. Leuconostoc
citreum dan Pediococus juga berperan aktif
 rasa pada kimchi juga meningkat dari hari pertama sampai keenam, yaitu Pedas
dan asin menjadi Sedikit asam, rasa rempah-rempah dan di hari ke enam menjadi
terasa rempah-rempah, sedikit pedas. Rasa kimchi yang semakin asam karena
Produk utama hasil fermentasi kimchi berupa asam laktat, namun terdapat produk
metabolit lain seperti fruktosa, manitol, polisakarida dan lain-lain. Sehingga
menyebabkan rasa yang lebih kaya. Selain itu, penambahan bumbu-bumbu
sebelumnya menyebabkan rasa dan tekstur yang lebih kompleks. Rasa kimchi
yang berkurang rasa asamnya karena lactobacillus plantarum dan Lactobacillus
brevis aktif pada tahap akhir fermentasi mempengaruhi pematangan kimchi. Pada
tahap ini, pertumbuhan Leuconostoc mesenteroides sedikit terhambat karena
Lactobacilus plantarum, sehingga mengakibatkan rasa khas kimchi berkurang.
 Aroma kimchi yang dihasilkan adalah minyak ikan dihari pertama dan rasa
rempah-rempah pada hari selanjutnya, aroma kimchi ini dihasilkan setelah
mengalami proses fermentasi di suhu ruang adalah aromanya kurang sedap dan
apek karena aktifitas bakteri yang menghasilkan karbondioksida. Tetapi setelah
disimpan selama beberapa hari aroma yang tercium dari kimchi aroma dari
bawang putih dan juga aroma asam. (Fitriyono dkk, 2014)
 Warna kimchi berubah dari hari pertama sampai hari ke enam dari warna merah
kecoklatan menjadi coklat. Hal ini didapatkan karena warna pada bubuk cabe
berwarna merah larut dalam adonan kimchi. (Fitriyono dkk, 2014)
 Tekstur pada kimchi dari keras menjadi renyah. Tekstur ini timbul karena kimci
masih mengeluarkan air. Rasa renyah kimchi dipengaruhi oleh bahan baku
pembuatan kimchi. Penambahan bumbu-bumbu menyebabkan rasa dan tekstur
yang lebih kompleks.

2. Sourkrout
Soukraut merupakan kubis yang difermentasi secara alami. Saat garam
ditambahkan pada irisan kubis, menyebabkan cairan sari kubis keluar dari irisan
kubis. Sari ini mengandung gula hasil fermentasi. Mikroorganisme yang secara
alami tumbuh pada daun kubis pada kondisi anaerob akan menggunakan gula ini
untuk menghasilkan asam laktat. Dimana asam laktat tersebut akan mengawetkan
kubis. Sangatlah penting untuk menentukan konsentrasi garam yang ditambahkan
agar fermentasi dapat berlangsung dengan baik ( Dinstel, 2008 ).
Dalam pembuatan Saurkraut, kubis diiris tipis-tipis dan dibiarkan terjadi
fermentasi alamiah dengan adanya garam 2 sampai 2,5% . Seperti
fermentasi sayuran alamiah

pada

lainya dengan adanya garam. Garam disini akan

menghambat organisme pembusuk dan memungkinkan pertumbuhan berikutnya
dari penghasil-penghasil

asam

utama seperti

Leuconostoc mesenteroides,

Pediococus cerevisae, Lacobacillus brevis, dan Lactobacillus Plantarum. Keluarnya
karbondioksida yang cepat selama tahap permulaan dari fermentasi memberikan
kondisi anaerobik untuk organisme-organisme yang diinginkan. Kadar asam antara
1,5-1,7% sudah cukup dilihat dari segi organoleptik, tetapi pasteurisasi dengan
pemanasan

dibutuhkan

untuk

stabilitas

terhadap

mikrooganisme

selama

penyimpanan (misalnya dalam kaleng atau botol tertutup) (Buckle et al, 1985)
Mikroorganisme yang secara alami tumbuh pada daun kubis pada kondisi
anaerob akan menggunakan gula ini untuk menghasilkan asam laktat. Dimana
asam laktat tersebut akan mengawetkan kubis. Sangatlah penting untuk
menentukan konsentrasi garam yang ditambahkan agar fermentasi dapat
berlangsung dengan baik ( Dinstel, 2008 ).
Pada pengamatan pembuatan sauerkraut didapatkan hasil seperti tabel 3 dan
table 4. Dan mengacu pada hasil pengamatan tersebut pembahasan tiap
parameternya sebagai berikut :
 Berat saurkrout mengalami perubahan berat yang tidak stabil dari hari pertama
sampai hari keenam


pH sourkrout seiring dengan bertambahnya hari maka pH sourkrout akan
semakin asam. Hal ini karena Proses fermentasi asam laktat berlangsung
dengan timbulnya gas dan meningkatnya jumlah asam laktat yang diikuti
dengan penurunan pH. Sifat bakteri laktat tumbuh pada pH 3 – 8 serta mampu
memfermentasikan monosakarida dan disakarida sehingga menghasilkan asam
laktat (Stamer, 1979 dalam Suprihatin).
Reaksi kimia dalam fermentasi Asam laktat adalah sebagai berikut:

C6H12O6
Gula
(Agus, 2004).


Lactobacillus sp.

CH3CHOHCOOH
Asam laktat

Aroma sourkrout pada hari pertama khas sawi tetapi setelah dilakukan
fermentasi selam 6 hari aroma tersebut berubah menjadi asam. Hal ini
dipengaruhi oleh proses fermentasi yang terjadi didalmnya

 Rasa dari sourkrout asin dan sedikit asam. Rasa asin didapatkan dari garam
yang ditambahkan dan rasa asam didapatkan dari pengaruh pH dan bakteri
fermentasi yang ada didalamnya. Hai ini menunjukan bahwa penambahan
garam menyebabkan adanya rasa asam atau menimbulkan rasa asam, dan
akan menghasilkan bakteri asam laktat dari penambahan garam tersebut.
Kemudian dari terbentuknya BAL, selanjutnya akan menghasilkan asam laktat,
asam asetat, etanol, manitol, dextran, ster-ester dan CO2 (Buckle et al, 1985)
 Tekstur pada sourkrout semakin lama di fermentasi maka teksturnya akan
semakin lembek. Hal ini dapat dipengaruhi kadar air dari bahan baku yang
digunakan.
 Warna sourkrout berubah seiring dengan bertambahnya hari. Warna pada
saurkrout bemula dari warna hijau kemudian kekuning-kuningan menjadi kuning
keruh. Hal ini disebabkan oleh pigmen yang terkandung dalam bahan baku
sourkrout.

KESIMPULAN
 Kimchi adalah Salah satu produk makanan hasil proses fermentasi adalah
Kimchi, yang merupakan makanan tradisional Korea berupa suatu jenis asinan
sayur hasil fermentasi yang diberi bumbu pedas. Sayuran yang paling umum
dibuat kimchi adalah sawi putih dan lobak
 Soukraut merupakan kubis yang difermentasi secara alami. Saat garam
ditambahkan pada irisan kubis, menyebabkan cairan sari kubis keluar dari
irisan kubis.
 Terjadi Perubahan fisik maupun non fisik pada pembuatan sorkrout dan kimchi
perubahan-perubahan tersebut dapat ditinjau dari berat produk, pH, sifat
organoleptik yang mencakup rasa, tekstur, warna dan aroma.

3. PEMBUATAN TAPE

Prinsip pembuatan tape yaitu ketela atau beras setelah dimasak, dicampur
dengan ragi, patinya akan dihidrolisis oleh kapang A. Ruoxii dan Endomycopsis
burtonii menjadi maltosa dan glukosa, selanjutnya sakarida ini difermentasi menjadi
alkohol dan asam-asam organik pendukung flavor dan aroma yang enak. Banyak
kapang amilolitik dan khamir yang ikut serta dalam proses pembuatan tape, bila jenis
khamir Hensenula terikut serta pada proses fermentasi, maka alkohol dan asamasam organik yang telah terbentuk akan teresterifikasi sehingga akan menghasilkan
tape dengan aroma yang sangat kuat. Pemeraman yang terlalu lama akan
menyebabkan produk tape menjadi banyak mengandung air. Dalam proses
fermentasi tape, digunakan

beberapa jenis

jenis mikroorganisme seperti

Saccharomyces Cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii, Mucor sp.,
Candi da ut ili s, Sacch aromyco psi s fi bul ig er a, Pediococcus. (Gandjar,
2003)
Pada praktikum kali ini jenis tape yang akan dibuat berupa tape singkong, ubi,
beras, dan ketan hitam. Sebelum dilakukan pembuatan tape, dilakukan perlakukanperlakuan khusus seperti pengukusan yang berfungsi untuk membuat bahan
makanan menjadi masak dengan

uap air mendidih (Maryati, 2000). Selain itu

pengukusan juga berfungsi untuk menonaktifkan enzim yang akan merubah warna,
cita rasa dan nilai gizi. Setelah dilakukan pengukusan terhadap bahan makanan yang
akan dibuat tape proses selanjutnya adalah mendinginkan bahan makanan dengan
cara mengangin-anginkan sampai suhunya turun. Hal ini dilakukan agar bakteri yang
akan digunakan untuk pembuatan tape tidak mati karena bakteri tape tidak tahan
panas. Proses selanjutnya adalah pemberian ragi tape. Dalam pemberian ragi tape
ini terdapat dua konsenstrasi yaitu 1 % dan 0,5 %. Astawan (2004) menyatakan
bahwa ragi tape merupakan inokulum yang umum digunakan dalam pembuatan tape.
Ragi tape terbuat dari bahan dasar tepung beras yang dibentuk bulat pipih dengan
diameter 2-3 cm. Mikroba yang terdapat di dalam ragi tape dapat dibedakan menjadi
lima kelompok, yaitu kapang amilolitik, khamir amilolitik, khamir nonamilolitik, bakteri
asam laktat dan bakteri amilolitik. Setelah bahan- bahan di beri ragi maka proses
selanjutnya adalah membungkus dengan daun pisang dan dimasukkan dalam gelas
beaker dan ditutup dengan alumunium foil dan selanjutnya di inkubasi selama 3 hari.
Tujuan pembungkusan dengan daun adalah agar suasananya menjadi anaerob
karena proses fermentasi dapat berlangsung jika suasannya anaerob. Selain itu daun
juga bagus digunakan karena untuk kebutuhan aerasi selama proses fermentasi,
dimana proses fermentasi tersebut akan menghasilkan gas CO2. Selanjutnya
dimasukan ke dalam wadah tertutup, untuk menjaga suasana anaerob lalu di amati
sifat organoleptiknya. Dalam pembuatan tape ini bahan baku yang digunakan berupa

singkong, ubi, beras, dan ketan hitam hal ini dilakukan karena tidak sembarangan
bahan makanan dapat digunakan untuk pembuatan tape adapun kriteria bahan yang
digunakan untuk pembuatan tape adalah bahan makanan yang mengandung
karbohidrat. Syarat utama dalam pembuatan tape adalah kandungan karbohidrat
yang cukup. Karbohidrat akan digunakan oleh mikroba sebagai sumber energi dalam
proses fermentasi. Dalam pembuatan tape dengan proses fermentasi, karbohidrat
(pati) bereaksi dengan enzim atau terhidrolisis sehingga menghasilkan glukosa.
Glukosa

akan

mengalami

proses

fermentasi

(peragian)

dan

menghasilkan

etanol/alkohol. Faktor yang mempengaruhi kualitas tape :
1. Bahan baku
2. Ragi
3. Kebersihan alat
Pada pengamatan pembuatan tape didapatkan hasil seperti tabel pengamatan
tape singkong, ubi, beras dan ketan hitam. Dan mengacu pada hasil pengamatan
tersebut pembahasan tiap parameternya sebagai berikut :


Berat singkong, ubi, beras, dan ketan hitam meningkat setelah dilakukannnya
pengukusan. Hal disebabkan oleh kadar air yang semakin meningkat ketika
proses pemasakan. Sedangkan sebagian besar berat bahan tape mengalami
penambahan berat setelah dilakukan inkubasi selama 3 hari. Hal ini
dikarenakan adanya penambahan air pada bahan sehingga berpengaruh
pada berat bahan. Air pada tape dihasilkan oleh proses oksidasi asam asetat
menjadi karbondioksida dan air pada rangkaian proses fermentasi tape yang
dilakukan oleh enzim oksidase yang juga terkandung pada ragi tape. (Aan
Mau’izhatul Hasanah, 2002).



pH tape sebelum diinkubasi berkisar 6 pada ubi, beras, dan pH 6,5 pada
ketan hitam. sedangkan pH tape setelah diinkubasi yaitu berkisar 4 sampai 5
pada tape dengan konsenterasi ragi 1% dan 0,5 % yang menyebabkan tape
menjadi asam. Menurut Girindra (1993) pH sangat berpengaruh terhadap
aktifitas enzim yang dihasilkan mikroba dalam ragi, karena sifat ionik gugus
karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh pH. Hal ini menyebabkan
daerah katalitik dan konformasi enzim menjadi berubah. Selain itu perubahan
pH juga menyebabkan denaturasi enzim dan mengakibatkan hilangnya
aktifitas enzim. Dalam keadaan normal pH yang dimiliki harus tetap karena
jika mengalami perubahan akan menyebabkan pergeseran aktifitas enzim.
Hal ini akan mempengaruhi dan mengacaukan sistem katabolik dan anabolik
dalam sel rag. Pengukuran pH pada tape menggunakan kertas lakmus.



Kadar gula tape dihitung dengan menggunakan refraktometer. Refraktometer
adalah alat yang biasa digunakan untuk mengukur kadar atau konsenterasi
bahan atau zat terlarut misalnya gula. Konsenterasi bahan bahan terlarut
sering dinyatakan dalam satuan brix (%) Yang merupakan presentasi dari
bahan terlarut dalam sample (larutan air). Kadar gula tape beras setelah di
inkubasi lebih besar dari pada kadar gula pada tape ketan hitam hal ini dapat
dilihat pada semua konsenterasi tape baik dari konsenterasi 1 % dan 0,5 %.
Kadar gula tape singkong lebih tinggi dibandingkan dengan tape ubi.
Penambahan kadar gula pada tape setelah inkubasi dipenfgaruhi oleh proses
fermentasi. Fermenta si

merup akan ta hap

terja dinya hidrolisis

terhadap bahan berpati menjadi gula- sederhana melalui enzimatis serta
diikuti perubahan gula menjadi alkohol (Tri Susanto dan Budi Saneto, 1994).


Aroma dari keseluruhan tape sama yaitu asam khas tape aroma ini muncul
setelah 3 hari dilakukan pemeraman. Pada hari pertama menunjukkan belum
mengalami perubahan yaitu masih sama dengan bahan awalnya, hal ini
disebabkan karena bakteri yang digunakan dalam pembuatan tape belum
bereaksi dengan baik. Semakin lama proses fermentasi semakin kuat
alkoholnya



Warna dari tape menjadi berubah seperti pada tape singkong warnanya
menjadi lebih kuning. Hal ini diakibatkan oleh akibat dari adanya hasil-hasil
proses fermentasi. Fermentasi yang terjadi pada tape adalah fermentasi
karbohidrat.

Pada

fermentasi

ini

monosakarida

didalamnya

akan

difermentasikan oleh ragi. Hasil fermentasi karbohidrat berupa asam organik,
alkohol, dan gas


Rasa dari keseluruhan semua tape1 baik dari konsenterasi 0,5 % dan 1%
manis dan sedikit asam hal ini disebabkan oleh gula yang memberikan rasa
manis dan juga terdapat asam organik yang memberikan rasa sedikit asam
yang merupakan hasil fermentasi.



Tekstur tape setelah selesai dilakukan masa inkubasi maka didaptkan hasil
dari tape yang mempunyai tekstur lunak dan tidak keras lagi. Hal ini
menandakan bahwa

telah terjadi proses fermentasi pada bahan-bahan

tersebut sehingga dapat mengubah tekstur yang ada. Semakin lama proses
fermentasi, semakin berubah bau, rasa, warna dan tekstur tape. Maka dari itu
perlu diperhatikan kualitas dari tape dengan mengetahui faktor-faktor yang
mempenagruhinya seperti memperhatikan Bahan baku, Ragi dan Kebersihan
alat.

KESIMPULAN
 Prinsip pembuatan tape yaitu ketela atau beras setelah dimasak, dicampur
dengan ragi, patinya akan dihidrolisis

oleh kapang A. Ruoxii dan

Endomycopsis burtonii menjadi maltosa dan glukosa, selanjutnya sakarida ini
difermentasi menjadi alkohol dan asam-asam organik pendukung flavor dan
aroma yang enak
 Dalam

proses

fermentasi

tape,digunakan

beberapa

jenis

jenis

mikroorganisme seperti Endomycopsis burtonii, Mucor sp., Candi da ut ili s,
Sacch

aromyco

psis

fibuligera,Pediococcus,

dsb.Saccharomyces

Cerevisiae, Rhizopus oryzae,
 Dalam pembuatan tape dengan proses fermentasi, karbohidrat (pati) bereaksi
dengan enzim atau terhidrolisis sehingga menghasilkan glukosa. Glukosa
akan

mengalami

proses

fermentasi

(peragian)

dan

menghasilkan

etanol/alkohol..
 Semakin lama proses fermentasi, semakin berubah bau, rasa, warna dan
tekstur tape. Maka dari itu perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas tape yaitu dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya
seperti kualitas bahan, ragi dan kebersihan alat.
4. YOGURT
Yoghurt adalah minuman sehat yang terbuat dari fermentasi susu sapi. Istilah
yoghurt berasal dari bahasa Turki, yang berarti susu asam. Yoghurt diartikan sebagai
bahan makanan yang berasal dari susu sapi dengan bentuk menyerupai bubur atau
es krim yang rasanya asam (Shurtleff dan Aoyagi, 2007). Yoghurt dibuat melalui
proses fermentasi menggunakan campuran bakteri Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophillus, yang dapat menguraikan gula susu (laktosa) menjadi
asam laktat.
Sejumlah ahli menyatakan beberapa manfaat dapat diperoleh dari yoghurt, jika
dikonsumsi secara teratur, yaitu :
a. Dapat menghasilkan zat zat gizi yang diperlukan oleh hati sehingga berguna
untuk mencegah penyakit kanker
b. Membantu proses pencernaan di dalam tubuh
c. Memiliki gizi yang lebih tinggi dibanding dengan susu segar dan kandungan
d. lemaknya juga lebih rendah, sehingga cocok bagi mereka yang sedang
menjalani diet rendah kalor
e. Membantu proses penyembuhan lambung yang luka
f.

Menurunkan kadar kolesterol dalam darah

g. Mengatasi berbagai masalah pencernaan seperti diarhe, radang usus dan
intoleransi laktosa
Adapun jenis susu yang digunakan dalam pembuatan yogurt ini adalah susu
skim dan susu pasteurisasi. Susu skim mengandung semua komponen gizi dalam
susu yang tidak dipisahkan, kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam
lemak (Buckle et al, 1987). Produk olahan ini adalah susu yang telah mengalami
proses pasteurisasi. Proses pasteurisasi termasuk proses pemanasan yang
dapat

didefenisikan sebagai berikut: pasteurisasi adalah proses pemanasan

setiap komponen (partikel) dalam susu pada suhu 62oC selama 30 menit, atau
pemanasan pada suhu 72oC selama 15 detik, yang segera diikuti dengan proses
pendinginan.
Ada 2 macam cara pasteurisasi yaitu :
a. Pasteurisasi lama (LTLT= Low Temperature Long Time) dengan suhu
62oC- 65oC selama 30 menit
b. Pasteurisasi sekejap (HTST= High Temperature Short Time) dengan
suhu 85oC – 95oC selama 1-2 menit
Pada pembuatan yogurt kali ini digunakan 2 sampel yogurt yang terdiri dari yogurt
A dengan jumlah starter 4 ml dan yogurt B dengan jumlah starter 6 ml yang diinkubasi
selama berapa jam, yaitu 8 jam dan 24 jam kemudian di amati organoleptiknya.
Langkah-langkah pembuatan yogurt adalah mencampur 36 ml susu skim dan 200 ml
susu cair lalu dimasukkan ke dalam toples yang sudah di sterilisasi dengan
menggunakan autocalf, perlakuan ini berfungsi untuk menghindari kontaminasi
terhadap bakteri patogen. Pada prinsipnya, sterilisasi autoclave menggunakan panas
dan tekanan dari uap air. Temperature sterilasi biasanya 121 o C, tekanan yang biasa
digunakan antara 15-17,5 psi (pound per square inci) atau 1 atm. Pada pengamatan
pembuatan yogurt didapatkan hasil seperti tabel 9,10,11 dan tabel 12. Dan mengacu
pada hasil pengamatan tersebut pembahasan tiap parameternya sebagai berikut :


Aroma yogurt A dan B yang diinkubasi selama 6 jam dan 24 jam memiliki
aroma khas susu yang sama



Rasa yogurt A dan B yang diinkubasi selama 6 jam dan 24 jam memiliki
warna yang sama yaitu putih tulang



Tekstur yogurt A dan B yang diinkubasi selama 6 jam dan 24 jam jam
memiliki warna yang sama yaitu Lembut, kental



Flavour yogurt A saat diinkubasi selama 8 jam memiliki rasa yang sedikit
asam dibandingkan dengan yogurt B yaitu sangat asam. Sedangkan yogurt
A yang diinkubasi selama 24 jam memiliki rasa asam dan yogurt B memiliki
rasa sangat asam. Perbedaan keasaman yoghurt dapat disebabkan oleh
penggunaan jenis starter yang berbeda. Hal tersebut disebabkan setiap
starter yang digunakan dalam pembuatannya mempunyai karakteristik
sendiri dalam memecah laktosa susu yang kemudian akan diperoleh
keasaman dan flavor yang berbeda. tingkat konsentrasi starter yang
digunakan juga akan mempengaruhi kecepatan perombakan laktosa pada
waktu dan suhu inkubasi yang sama. Peningkatan konsentrasi starter
berarti peningkatan jumlah mikrobia.



pH starter 4 ml berkisar 4,5 dan pH starter 6 ml sebanyak 4. Yoghurt yang
baik mempunyai total asam laktat sekitar 0,85-0,95%. Sedangkan derajat
keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt adalah sekitar 4,5.

KESIMPULAN


Yoghurt adalah

minuman sehat yang terbuat dari fermentasi susu sapi.

Yoghurt diartikan sebagai bahan makanan yang berasal

dari susu sapi

dengan bentuk menyerupai bubur atau es krim yang rasanya asam


Yoghurt dibuat melalui proses fermentasi menggunakan campuran bakteri
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus, yang dapat
menguraikan gula susu (laktosa) menjadi asam laktat.



Penggunaan jumlah starter yang berbeda-beda pada pembuatan yogurt dapat
menciptakan flavour atau rasa yang berbeda, selain itu lamanya inkubasi juga
berpengaruh didalamnya.

4. PEMBUATAN TEMPE
Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau
jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus oligosporus
dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara tradisional dan
merupakan sumber protein nabati . Di Indonesia pembuatan tempe sudah
menjadi industri rakyat (Francis F. J., 2000).

Tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai.
Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang
tempe selama proses fermentasi, sehingga protein, lemak dan karbohidrat
menjadi lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu
menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida
dan asam amino bebas (Astawan, 2008).
Mikroba yang sering dijumpai pada laru tempe adalah kapang jenis
Rhizopus oligosporus, atau kapang dari jenis R. oryzae. Sedangkan pada
laru murni campuran selain kapang Rhizopus oligosporus, dapat dijumpai
pula kultur murni Klebsiella.Selain bakteri Klebsiella, ada beberapa jenis
bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi tempe diantaranya
adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus sp., Streptococcus sp.,
dan beberapa genus bakteri yang memproduksi vitamin B12 (Suprihatin,
2010)
Langkah-langkah yang dilakukan pertama kali untuk pembuatan tempe
adalah merendam kedelai semalaman hal ini dilakukan untuk agar kedelai
mengalami pemekaran sehingga dapat diolah dengan mudah selain itu
perendaman berfungsi untuk hidrasi biji kedelai dan membiarkan terjadinya
fermentasi asam laktat secara alami agar diperoleh keasaman yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan fungi (Warisno, 2010). Dan proses
selanjutnya adalah pencucian kembali serta diakhiri dengan penirisan,
sehingga dihasilkan kedelai basah siap pakai. Proses selanjutnya yaitu
kedelai dikukus, pengukusan ini bertujuan untuk menghilangkan bau langu
dan juga menginaktivasi enzim yang ada pada kedelai selain itu hal yang
paling penting adalah membuat kedelai mudah terfermentasi. Langkah
terakhir yang dilakukan dalam pembuatan tempe adalah memberikan ragi
pada tempe dengan berat 1 % dari berat bahan. Ragi tempe sebenarnya
adalah kumpulan spora jamur yang tumbuh di atas tempe. Sebelum
dilakukan inkubasi selama 2 hari tempe-tempe tersebut dibungkus dalam 3
wadah yaitu dibungkus daun, plastik yang dilubangi dan plastik yang tidak
dilubangi.
selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik fisik
maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas proteolitik
kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen
terlarutnya akan mengalami peningkatan. Dengan adanya peningkatan dari
nitrogen terlarut maka pH juga akan mengalami peningkatan. Nilai pH untuk
tempe yang baik berkisar antara 6,3 sampai 6,5. Kedelai yang telah

difermentasi menjadi tempe akan lebih mudah dicerna. Selama proses
fermentasi karbohidrat dan protein akan dipecah oleh kapang menjadi
bagian-bagian yang lebih mudah larut, mudah dicerna dan ternyata bau
langu dari kedelai juga akan hilang. (Warisno, 2010)
Pada pengamatan pembuatan tempe didapatkan hasil seperti tabel 13
dan tabel 14. Dan mengacu pada hasil pengamatan tersebut pembahasan
tiap parameternya sebagai berikut :


Warna dari ketiga sampel tempe tersebut keseluruhannya hampir
sama yaitu putih. Warna putih pada tempe disebabkan adanya miselia
jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Dan warna putih
kehitaman pada tempe yang dibungkus daun hal ini disebabkan oleh
pengaruh fermentasi bakteri tempe yang terjadi selama masa inkubasi.



Aroma tempe bungkus plastik tanpa dilubangi terasa langu, bau langu
ini berasal dari kedelai. Sedangkan pada tempe yang terbungkus
plastik yang dilubangi berbau busuk bahkan pada tempe yang
dibungkus daun baunya sangat bususk. Hal ini terjadi karena lubang
yang dibuat pada plastik terlalu lebar karena Aliran udara yang terlalu
cepat

menyebabkan

proses metabolisme akan

berjalan cepat

sehingga dihasilkan panas yang dapat merusak pertumbuhan kapang
(Warisno, 2010). Oleh karena itu apabila digunakan kantong plastik
sebagai bahan pembungkusnya maka sebaiknya pada kantong
tersebut diberi lubang dengan jarak antara lubang yang satu dengan
lubang lainnya sekitar 2 cm.


Rasa pada tempe yang dibungkus daun pisang, plastik yang dilubangi
dan tidak dilubangi mimiliki rasa kedelai dan ragi. Degradasi
komponen-komponen kedelai pada fermentasi membuat tempe
memiliki rasa dan aroma khas.



Tekstur tempe yang dibungkus dengan plastik padat dan pecah pada
plastik yang dilubangi. Tekstur padat pada tempe disebabkan oleh
miselia kapang yang merekatkan biji-biji kedelai sehingga terbentuk
tekstur yang memadat, Sedangkan pada tempe yang dibungkus daun
pisang padat, kopong dan sedikit berlendir. Hal ini dipengaruhi oleh
suhu, tempat tempe dibungkus dan waktu pemeraman. Kapang tempe
dapat digolongkan kedalam mikroba yang bersifat mesofilik, yaitu
dapat tumbuh baik pada suhu ruang (25-27oC). Oleh karena itu, maka
pada waktu pemeraman, suhu ruangan tempat pemeraman perlu
diperhatikan. (Warisno, 2010)

KESIMPULAN


Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai
atau jenis kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus
oligosporus dan Rhizopus oryzae. Tempe umumnya dibuat secara
tradisional dan merupakan sumber protein nabati.



Beberapa jenis bakteri yang berperan pula dalam proses fermentasi
tempe diantaranya adalah: Bacillus sp., Lactobacillus sp., Pediococcus
sp., Streptococcus sp., dan beberapa genus bakteri yang memproduksi
vitamin B12



Selama proses fermentasi, kedelai akan mengalami perubahan baik
fisik maupun kimianya. Protein kedelai dengan adanya aktivitas
proteolitik kapang akan diuraikan menjadi asan-asam amino, sehingga
nitrogen terlarutnya akan mengalami peningkatan.



Tempat yang digunakan untuk membungkus, suhu ruangan, perlakuaperlakuan sebelum pembatan tempe, waktu inkubasi berpengaruh
terhadap hasil dari tempe.

DAFTAR PUSTAKA
Agus., Krisno. 2004. Mikrobiologi Terapan . Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.
Astawan, Made dan Andreas Leomitro Kasih. (2008). Khasiat Warna-Warni Makanan.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Aan Mau’izhatul Hasanah. 2007. Pengaruh Total Mikroba Pada Merk Ragi dan Lama
Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Putih. Skripsi yang Diterbitkan
Malang : Fakultas Sains dan Teknologi UM
Buckle, K.A, R.A Edwards, G.H Fleet dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan Terjemahan oleh
Hari Purnomo dan Adiono. UI-Press, Jakarta
Dinstel, Roxie R. 2008. Sautauerkr. University of Alaska Fairbanks Cooperative Extension
Service FNH-00170
Fitriyono dkk, 2014. Aplikasi Pengolahan Pangan. Deeppublish. Yogyakarta
Francis, F.J., 2000. Anthocyanins and Betalains: Composition and Application.
Cereal Foods World 45 (5): 208-213.
Gandjar, I., 2003. Tape from cassava and cereals. The First International Symposium and
Workshop on Sight into the World of Indigenous
Girindra, A. 1993. Biokimia I. Jakarta: Gramedia
Maryati, Sri, 2000. Tata Laksana Makanan, Rineka Cipta. Jakarta.
Sri Rini Dwiari, Dkk. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Pres.
Susanto, Tri dan Budi Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Surabaya : PT
Bina Ilmu.
Shurtleff, W; dan Aoyagi, A, Tempeh production: a craft and technica manual (edisi ke 2nd),
Lafayette: “The Soyfoods Center”, ISB 0933332238,1986.
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai. Jakarta Selatan:
Penerbit PT. Agro Media Pustaka
Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.