Memperkokoh Hubungan Indonesia Australia (1)

Memperkokoh Hubungan Indonesia-Australia
Vinsensio M. A. Dugis
Departemen Hubung an Internasional FISIP (Jniuersitas Airlang g a

ABSTRAK
Upayo-upaya apa Aang dapat dilakukan pemeintah Indonesia dan Australia
untuk memperkuat kembali hubungan bilateral Indonesia Australia?
Pertanyaan ini tepat untuk diangkat, mengingat Presiden Joko Widodo

(Jokoui) resmi dilantik ketika hubungan Indonesia-Australia sekali lagi
berada pada titik rendah menyusul terkuaknya upoya skandal penyadapan
yang dilakukan para agen intelijen Australia terhadap sejumlah petinggi
Indonesia. Situasi kemudian semakin memburak menyusul penolakan
Presiden Jokoui atas permohonan grasi dua terpidana mati u arg a Australia
aang dinyatakan bersalah tahun zoo6 sebagai otak perencanaan
pengelundupan heroin dari Bali. Tulisan ini berpendapqt bq.hwa kedua
pemeintahan dapat belajar pada praktek yang pernah dilakukan semenjak
pertengahan tahun 79&oan, yaitu membangun kembali hubungan bilateral
yang diauali dmgan diplomasi pertemanan. Komunikasi hotline langsung
antar pemeintah kedua belah pihak diperluas sementara hubungan antarorang tidak saja diperluas tetapi juga diperdalam. Cara ini membuka banyak
kesempatan bagi kedua pihak dapat menemukan kepentingan-kepentingan

serupct, yang selanjutnAa tentu saja menjadi benih-benih unggul demi
membangun kerjasama yang semakin lebih berarti ke depan.
Kc,tq. Kunci: hubung an bilateral, diplomasi, diplomasi pertemanan

What the current gouerttments of Indonesia and Australia can do to
restrengthen its bilateral relationship? This question is timely to be raised up,
as Presidmt Joko Widodo (Jokoui) assumed his presidency tahen Indonesia-

Australia relationship u)as once again at its lotu point follouing the
of Australia't spA agencies targeted Indonesia's high ranking
officers. The relatbnship further deteiorated follouing the refisal of
President Jokouti ouer the request clemencg from death sentence of two
Australians, found guiltg in zoo6 of being the ringleaders of a gang rahich
plotted to smuggle heroin out the country from Bali. This paper is on the uieu
reuelations

that in order to reuitalize the bilateral relationship of Indonesia and Australia,
both gouernments can learn from what once utilized since the tg9os, that is
building relations by a so-called setting up a mateship diplomacy. Direct
hotline communications betuseen officers needs to be broadening uhile at the

same time people-to-peopb contact at large needs to be deepened. This tuay
usould giue both side ample uonues where both gouernments could see more
shared similiarties of interests, tuhich euentually becoming fertile seeds for a
fur the r me anin gful co llab o r atio ns .

Keyuords : bilateral relationship, diplomacy, mateship diplomacy,
Global & Strategis, Th.

9,lic.z

309

Vinsensio Dugis

penyadaPan"

310

Global & Strategis, Th- 9, No' z


Memperkokoh Hubung an Indonesia-Australia

Di bawah warisan kondisi 'mendinginnya' hubungan bilateral inilah

Hubungan kedua negara kembali jatuh ke

titik yang semakin rendah.

bermaknake depannYa.

Jenkins Affair & Mateship Diplomacy

Global & Strategis, Th. 9, No-z

311

Vinsensio Dugis

Indonesia memanggil Dubes Australia dan di
Canberra, Dubes Indonesia mengajukan surat protes kepada Menlu

Ausralia berkaitan dengan artikel Jenkins. Tanggal rz April 1986,
Menristek Habibie membatalkan secara sepihak rencana kunjungannya
ke Ausilalia (Byrnes r986a, r-4). Tidak lama kemudian, Indonesia
menolak perpanjangan visa masuk jurnalis Australia dan melarang
masuk sembiian orang jurnalis yang ingin meliput kuniungan Presiden
AS, Ronald Reagan, ke Bali (Walters 1986b, r). Hubungan semakin
memburuk ketika Indonesia secara sepihak menunda perundingan
mengenaibatas landas kontinen di Celah Timor (Byrnes r986b, r-4)'

Di Jakarta, Menlu

Menghadapi
1986,
tradisional I

April

dan Laut Timor Yang menjadi wi
Tetapi hari berikutrya, Indonesia mt
Ausiralia. Akibatnya, r8o orang turis asal Australia tertahan di Bandara

bagian ada yang terpaksa berangkat ke
Ngurah Rai Bali dan
tempat tujuan lain
Medan, empat turis
seorang pilot Australia Yang
Colombo, Sri Lanka, dan mel
interogasi ketat sebelum diijinkan menginap semalam (Tempo 1986).
Menghadapi pencabutan visa masuk ini, Australia melakukan protes
diplomatik keras melalui Dubes
Menlu Australia memanggil Dubes
ini (Nary rq86). Karena Protes i
menarik-kembali tindakan pencabutan visa bagi turis Australia (Byrnes
1986c, t-4). Meski demikian, sejumlah
mengecam sikap media Australia' Dengan
Penerangan, Harmoko, mendeskripsikan tul
jurnalisfie alkohol yang jauh dari kebenaran (Merdeka, z4 April 19-8.6).
panglima ABRI, Je;deii Beni Moerdani, mengatakan tulisan Jenkins
merirpakan kampanye yilng mencoreng d11 m_elShina Kepala Negara,
.o"to bukti usa[ra tampui tangan masalah dalam negeri. Moerdani
sampai mengatakan, Indonesia tidak menganggap penting bantuan

militer Australia kepada Indonesia (Kassim 19.86, 1).
Kasus ini, dikenal luas sebagai Jenkins Affair, telah mengakibatkan
hubungan bilateral Indonesia-Au
dingin. ImplikasinYa memPengar
demikian, pemerintah kedua Negg
banyak perbedaan antara Indon
sebaiknya segera berakhir.

3L2

Global & Strategis, Th. 9, No. z

M emp

e

r ko

koh H ub ung an In do ne s ia-Austr alia


Dalam perdebatan di Parlemen Australia, z9 April 1986, pM Bob Hawke

seperti halnya di Indonesia. Untuk itu, kedua pemerintah harus
meninggalkan semua perbedaan dan mencari formula terbaik untuk
memperbaiki hubungan bilateral (Commontaealth parliamentary
Debates, House of Rep., t986, z6z7-8).
Tidak lama kemudian, pernyataan ini diikuti oleh beberapa tindakan
nyata. Tanggal 17 Mei 1986, Menteri Imigrasi Australia, Chris Hurford,
diutus mengunj
diplomatik memperbaiki
hubungan. Mes
uka, hasil kunjungan ini

z8 Juni 1986. Di akhir pertemuan itu Menlu Australia mengeluarkan
pernyataan bahwa di samping terjadinya krisis akibat pemuatan artikel
Jenkins, hubungan kedua negara berjalan seperti biasa. Meski demikian,
krikil-krikil yang mengganjal hubungan belum berhasil seluruhnya
disingkirkan. Upaya Canberra mempengaruhi Indonesia mencabut
larangan masuk bagi jurnalis Australia belurn berhasil. Jurnalis terakhir
asal Australia yang bekerja untuk Australiai Financial Reuieu tetap

harus meninggalkan Jakarta pada akhir 1986 setelah visa kerjanya tidak
diperpanjang.
Untuk mengatasi ini, Menlu Hayden melakukan upaya diplomatik lain.
Pada bulan Mei 1987, Hayden melakukan persinggahan di Jakarta
dalam lawatannya ke Eropa. Ia mengadakan diskusi penting dengan
para pejabat Indonesia, termasuk dengan Presiden Soeharto, mengenai
larangan masuk bagi jurnalis Australia. Hayden nampaknya sadar
bahwa semakin lama masalah ini tidak teratasi, semakin banyak pula
potensi kesulitan yang akan timbul (Byrnes L987, 2). Meski belum
mendapat hasil maksimal, Hayden mendapat indikasi bahwa
kemungkinan larangan masuk bagi jurnalis Australia ke Indonesia
segera berakhir (Peake L98il.
Hingga akhir 1987, hubungan Indonesia-Australia secara berangsur
membaik. Perundingan mengenai landas kontinen Celah Timor dibuka
kembali. Awal 1988, mulai beredar khabar bahwa larangan masuk
terhadap jurnalis Australia segera dicabut. Hal ini terbukti benar, ketika
Februari 1988 Indonesia mengijinkan Asosiasi Pers Australia
(Australian Associated Press/AAP) mendirikan bironya di Jakarta. Ini
dilanjutkan dengan kunjungan Menteri Pos-Telekomunikasi dan


Global & StrateEis,

Th .

g, No.z

313

Vinsensio Dugis

Pariwisata, Soesilo Soedarman,

il;j;G;;

resmi

bulal

Agustus. ke Australia. Inilah


p"j;;i- ;;;inqrr r{ao"::i1'1T:ll1\,j:l}.:;
Indonesia untuk

affrli.ly""S sekaligus me,gindikasikan kesediaan
(Hidayat
--"ffi".Uuifi tt,rUr.tgan dengan Australia

rgSB; Ecclesston

rg8B).

Di

dalam semua uPaya memPer

Alatas di Indonesia.

salah satu tugas Yang dianggaPnYa

ateral yang lebih kuat (Ecclesston


produktif.

karena dia mamPu melakukan ko
merupakan basis Yang me-|g
bilateral Indonesia-Australia
banyak kalangan Yang menilai ku
3).

BulanMaretrg8g,MenluAlatasmelakukankunjunganbalasanke
;urt"-""Jn:u"iu, yuog ol. sebagian media Australia dianggap

d;t*lir;
31.4

Global & Strategis, Th. 9, No' z

M emp er ko ko h H ub ung an I ndo ne sia-Austr alia

menunjukkan wajah persahabatan Indonesia (Williams 1989, 3). Di
samping itu, dapat dipastikan bahwa kunjungan ini menunjukkan
dengan jelas respons positif Indonesia terhadap pikiran-pikiran yang
sebelumnya telah dikaji selama kunjungan Evans ke Jakarta. Ini
tergambar dari apa yang dinyatakan Alatas bahwa dia sependapat
dengan rekannya Evans yang menilai pentingnya hubungan bilateral
kedua negara (Alatas 1989, 88). :-Setelah terlibat dalam diskusi tiga hari yang intens, kedua Menlu secara

resmi bersepakat bahwa disamping berbagai perbedaan yang

ada,

Indonesia dan Australia mempunyai banyak kepentingan yang setara
dalam berbagai bidang dan hal ini diakui merupakan titik tolak untuk
membangun hubungan yang stabil. Secara resmi hasil pembicaraan
kedua Menlu disebut Kerangka Kerjasama Baru Hubungan IndonesiaAustralia (A Netu Framework for the Austrolia-Indonesia Relationship)
yang diringkas sebagai berikut.
Pertama, kedua Menlu "... affirmed the common desire of their two
Governments for good-neigbourly, mutually beneficial relations, and
agreed to a new framework for the future conduct of the relationship".
Kedua, sepakat menyelenggarakan diskusi level meneteri secara regular
yang dilakukan sebagai "... forum for frequent consultation and
cooperation in the management of relations between the two nations,
and annual official talks will be reinstitued". Ketiga, bahwa "The
Australia Indonesia Ministerial Meeting (AIMM), to be constituted by
the Foreign Ministers of the two countries (and other Ministers as and
when appropriate), will be convened at least every 18 montls, or more
frequently if circumstances so require", yang tujuannya adalah "to
review development in Australia-Indonesia relations with the objective
of cooperative management of the relationship between the two
countries" dan "to consult on regional and global political and economic
issues of concern to Austalia and Indonesia" (Backgrounder rqSg). Di
samping itu, kedua Menlu juga sepakat untuk mengadakan pembicaraan
reguler pada tingkat pejabat senior yang kemudian dikenal dengan
Pertemuan Pejabat Senior Australia Indonesia (Australia Indonesia
Senior Officials Meeting/ AISOM). Pertemuan AISOM direncanakan
setahun sekali atau sesuai kebutuhan (Backgrounder tgSg).
Selain kesepakatan di atas, kedua pihak juga setuju terhadap dua hal
lain. Pertama, pembentukan Institut Australia Indonesia yang tugas
utamanya adalah membantu pemerintah kedua pihak untuk
mengidentifikasi bidang-bidang praktis di mana pengertian yang lebih

baik bisa diperluas. Kedua, Evans dan Alatas juga sepakat membina
hubungan personal yang lebih baik dan berniat untuk lebih sering
menggunakan hubungan telepon langsung (hotline chonnels) yang

Global & Strategis, Th. g, No.t

315

Vnsensio Dugis

dianggap penting untuk mendukung hubungan diplomatik AustraliaIndonesia selanjutnya (Bruer 1989, 3).

terjadinya krisis.

Muatan kerangka kerjasama baru itu juga memperlihatkan adanya

lndonesia-Australia.

pada soqJ keuntungan
memberi dasar argumen baru
-penekanan
yang dibangun kedua
kerjasama
setiap
timbal balik yang seimbang dari
kendala utama,
sebagai
negara- perbedaan kultur tidak lagi dipandang

316

Global & Strategis, Th. 9, No. z

M emp

e

r ko

koh H ubung an Indo nes ia-Austr alia

justru sebaliknya dilihat sebagai potensi di mana kedua negara dapat
membangun kerjasama yang seimbang.

Muatan kerangka kerjasama baru secara implisit

juga
mengesampingkan pandangan lama bahwa pihak Australia-lah yang
paling berkepentingan terhadap terciptanya hubungan baik antara
Indonesia dan,A.ustralia. Kesepakatan untuk bekerjasama dalam banyak
bidang mengindikasikan bahwa pihak pemerintah Indonesia dan
Australia mempunyai tanggungjawab bersama (ruin resporuibilrty) ai
dalam menjaga stabilitas hubungan. Keinginan kedua pihak untuk juga
menjalin kerjasama pada isu-isu berskala regional dan global,
menunjukkan kehendak kuat mengarahkan substansi hubungan
bilateral dari yang tadinya hanya terfokus pada isu-isu politik-keamanan
berskala sempit, ke suatu format yang lebih luas, mencakup lebih
banyak persamaan-persamaan kepentingan.

Momentum Keating
Ketika Paul Keating terpilih menjadi Perdana Menteri Australia pada
bulan Desember r99r, Diplomasi Pertemanan mendapat momentum
baru. PM Keating memutuskan melakukan kunjungan resmi luar negeri
pertamanya ke Indonesia, suatu keputusan yang jelas menunjukkan
bahwa ia berkeinginan untuk semakin memperkuat hubungan bilateral
Indonesia-Australia. Keating-lah PM Australia yang pernah menyatakan
bahwa tidak ada negara yang lebih penting bagi Australia selain
Indonesia. Bahkan dia juga pernah mengakui bahwa salah satu prioritas
terpenting yang dipikirkannya sesaat seteiah terpilih menjadi PM adalah
menjamin berlangsungnya hubungan bilateral Indonesia-Australia yang
stabil. Inilah alasan utama mengapa dia memutuskan untuk melakukan
kunjungan pertama ke Indonesia (Keating 1995, 2ot-6).

Keating berargumen, sudah terlalu lama kedua negara hanya
memfokuskan hubungannya pada isu-isu politik yang eksklusif.
Akibatnya, tidak banyak orang Australia mengerti pentingnya Indonesia,
termasuk kemajuan ekonomi yang telah dicapainya serta peluangpeluang yang dapat dimanfaatkan Australia (Keating 1995, zor-6).
Pandangan demikian nampaknya disetujui oleh Presiden Soeharto.
Karena itu, dalam kunjungan pertama Keating ke Jakarta kedua
pemimpin sepakat bahwa segera perlu dibentuk suatu mekanisme resmi
untuk menjembatani hubungan kedua negara. Realisasinya, kedua
pemimpin sepakat membentuk Forum Kementerian Indonesia-Australia
(Australia-Indonesia Ministerial Forum/ AIMF) yang beranggotakan
terutama Menteri-Menteri dengan poriofolio ekonomi (Keating 1995,
zor-6).

Global & Strategis, Th. g, No.z

317

Vinsensio Dugis

1994,337).

Studi lain juga menunjukkan bahwa

f"Sol

rqtils,ili:t9*^I::

#ililuil?;fi6;;."bahansikap.Indonesia:"lP1T-5:','^":Hi
i "cific - E o no mic c o op e' fP :Edengan
fi;ffinf i"ir' ii ^uir.' (u,"i;- da1--hubqsannll!9):
;;;;;ilh aipio**i r"iti"g Indonesia yary ta$-nva
XT-q agak
^*T*ragu-ragu
S;ffiil;, rr,"*bu.rto mendor"ong
men]1$
c

;;G;i:L

DiplomTi Hsi:i*::
il;il;;"ilk fi
-3zo.sz]' =EU1T I"*:Ti:::
iiH:di:#;;;^:"il;1,i.i."*""tirierh-adap.'6':itil-f
',1T^:'.1'l
anggota APEC :9pt1
;;;;: *"rr'r"i"-u"u-TTb:*^01i1?H
AdaIah
2o2o'
bebas antar anggota yang dimulai tahun
perdagangan bebas APEC,
("nezasvah t\e4,

p"."dd""g;

318

Globel & Strttegis, Th. 9, No' z

M emp erkokoh Hubung an Indonesia-Attstralia

model diplomasi yang sama ini juga yang membantu Indonesia dan
Australia mencapai kesepakatan bersejarah, penandatanganan
perjanjian keamanan pada bulan Desember rggs (Lowry Lgg6)Secara garis besar, apa yang disepakati melalui Kerangka Kerjasama
Baru rgBB segera diwujudkan oleh pemerintah kedua negara. Seperti

telah disepakati, Konsultasi Tingkat Menteri yang

terjadwal

delapanbelas bulan sekali, segera dimulai. Pertemuan pertama diadakan

di Bali pada r99o dan kedua di Canberratahun berikutnya. Kunjungan
setingkat menteri, termasuk kunjungan pimpinan militer, meningkat
drastis. Antara Lg&g-Lggt saja misalnya, empatbelas menteri Indonesia
mengunjungi Australia (Effendi LggL, 6-D. Kunjungan-kunjungan
serupa dari pihak Australia juga meningkat drastis. Dalam kapasitasnya
sebagai Menteri Luar Negeri dan Perdagangan, Senator Gareth Evans
misalnya, telah melakukan lawatan resmi sebanyak empatbelas kali
antara 1988-1995 (Evans Lgg6, Lg). Jumlah ini melebihi duapuluh kali
jika kunjunganresmi Evans antara r9g4-rgg6juga ikut dihitung. Secara
umum, antara Agustus r988-Juni 1994 berlangsung 87 kali kunjungan
bilateral setingkat menteri, 35 dari Indonesia dan 5z dari pihak
Australia Evans and Grant Lgg1,2ot-2). Dari jumlah kunjungan timbal
balik yang meningkat ini, tentu saja cakupan isu dan kepentingan yang
dibicarakan meliputi banyak hal.
Bersamaan dengan meningkatnya lalulintas kunjungan pejabat
pemerintah antar kedua negara, upaya-upaya kerjasama pada tingkat
multilateral antara Indonesia dan Australia juga mulai digalakkan secara
aktif. Bidang yang paling menonjol adalah kerjasama kedua negara
dalam rangka mencari solusi penyelesaian konflik Kamboja. Tidak dapat
dipungkiri bahwa kerjasama pemerintah kedua negara mempunyai
kontribusi besar terhadap penyelesaian komprehensif masalah Kamboja
pada tahun 1999. Dalam rangka ini, Menlu kedua negara, Gareth Evans
dan Ali Alatas, kembali memperlihatkan kerjasama yang saling
mendukung, dan kedekatan hubungan kedua Menlu banyak membantu
diplomasi kedua negara dalam penyelesaian masalah Kamboja (Evans
t994,r-r4).
Kecenderungan membaik dan meningkatnya saling pengertian antar
kedua negara semakin terlihat ketika pada bulan Juli r99r, Indonesia
mengangkat Sabam Siagian, jurnalis senior, menjadi Duta Besar
Indonesia untuk Australia. Inilah kali pertama dalam sejarah
Pemerintahan Orde Baru, seorang jurnalis diangkat menjadi Duta Besar,
meskipun praktek demikian sudah cukup sering di tahun 195o-an.

Mengingat bahwa Sabam adalah seor"ang jurnalis senior yang syarat
pengalaman, pengangkatannya tentu saja signifikan dalam konteks
hubungan Indonesia-Australia. Keputusan pemerintah Indonesia

Global & Strategis, Th. 9, No.z

379

Vinsensio Dugis

menunjuk dan mengangkat -Sab.am Siagian -jel-as . mengindikasikan
hubungan baiknya
bahwa Indonesia -.riU"ii perhatian seriui terhadap
den
Sab

di

1
{

terutama dengan masYarakat Per
pemerintah (Hill r99r, 7)'
SimPulan: MenataP ke DePan
)

antara Menteri Luar Negeri atau

Sosok low-Profile
kembali membuka

international brain (Bland 2or4)'
poritik telah mengantarnyl qtuk
Karir bisnis Jokowi sebelum terjun ke
politik luar

berhubungu, uirriJ- dt Gb"gai belahan dunia.

320

visi

Gtobal& Strategb,Th. g,No' z

M emp erkokoh Hubung an Indonesia-Australia

negerinya yang menekankan asas fungsional dari pertemanan yang
dibangun tentu juga potensial mengoptimalkan sinergi kepentingan di
berbagai bidang antara Indonesia dan Australia. Hal ini penting karena
melihat Diplomasi Pertemanan antara Australia dan Indonesia sejak
tahun 1988 yang tumbuh dari kesadaran bersama atas realitas
hubungan bilateral yang rentan terhadap isu-isu politik sempit; hak
asasi manusia, persepsi Australia tentang ancaman dari Utara, dan gaya
pers Australia dalam memberitakan tentang Indonesia. Dalam
prosesnya, kesadaran bersama ini perlu direalisasikan oleh Menteri Luar
Negeri kedua Negara saat ini, sebagaimana AIi Alatas dan Gareth Evans,
menyepakati Kerangka Kerjasama Baru 1989. Kedua pihak merasa perlu
bidang-bidang kerjasama diperluas tidak saja pada tingkat bilateral
tetapi juga pada tingkat multilateral.

Fakta telah membuktikan bahwa pola diplomasi serupa dipomasi
pertemanan -apakah nantinya Blusukan Diploinacy- mempunyai
peranan potensial yang dapat disumbangkan terhadap stabilitas
hubungan Indonesia-Australia. Di samping terciptanya mekanisme
resmi yang berfrrngsi meningkatkan bidang-bidang kerjasama yang
semakin luas, hubungan baik yang dikembangkan antar elit kedua
negara, ternyata menciptakan suasana yang konstruktif ketika kedua
pihak menghadapi konflik yang potensial mengganggu stabilitas
hubungan.

Terdapat momentum baru yang juga potensial menjadi modal
memperkokoh hubungan Indonesia-Australia ke depan, yaitu naiknya
Malcolm Turnbull menggantikan Tony Abbott. Gaya foto selfi yang
dilakukan Malcolm T\rrnbull ketika diajak blusukan Presiden Jokowi ke
Pasar Tanah Abang dalam kunjungannya ke Jakarta baru-baru ini, boleh
jadi indikasi kuat bahwa kedua pemimpin ini siap memperkokoh
kembali hubungan Indonesia-Australia dengan mengkombinasikan
Blusukan Diplomacy ala Jokowi dengan Selfie Diplomacy ala Perdana
Menteri Turnbull. Jika prinsip-prinsip dasar sebagaimana diuraikan di
atas diletakkan kembali dengan gaya kepemimpinan kedua pemimpin
baru ini, maka niscaya hubungan Garuda dan Kanguru akan secepatnya
kembali stabil seperti sediakala.

Daftar Pustaka
Buku
Catley, Bob & Dugis, Vinensio, 1998. Australian Indonesian Relations
Since 1945, The Garuda and The Kangaroo. Aldershot: Ashgate.

L

i
L

Global & Strqtegis, Th. 9, No.z

327

Vinsensio Dugis

..Indonesia-Arrstralia Economic Relations,,, dalam
Melbourne'
H. da cortu. a,i iotian Aid to Indonesio' editor'
Centre of Southeast Asian
Evans, Gareth, 1994' "l!e ComP
Cambodian Conflict: An
dalam Hugh Smith' Interna
the C ambo dion ExP erience,
Studies Centre'

Effendi, Buchari, 1991.

-'

St. Leonards, NSW: Allen

&

Keating, Paul, 19

Aduancing
e

Indonesia"' dalam Mark Ri;an'
eeches of Paut Keating' Prime
Picture'

Minister,

Artikel Jurnal
Alatas,Ali.rgSg...SomeThoughtsonIndonesian-AustralianRelations,'
JurnalLuor Negeri, r.z'
Indonesiaand the Australian
Hurst,
^retv!' John. ,qsz.;;i'ci"!t "1c"rtqe; Spring and Summer'
fvf"aiu," ff, eAustrolionQuarterly'
Tesis
Dugis,

A

Vinsensio.

Political,

StudY of

H.hT::

submitted
Australia.

Artikel Media Cetak & Online
Bruer,Mark,tg8g...EvansandAlatasreestablishacloserelationship,,,
TheAge,4 March.
er

srrr,*,"iftil'h?J,^'i!i.ul'."Indonesian-^Y11]:T:.,,.:"1',"1'^Taft

;;;;;urE"I","eitiiti""FinonciolR*iy::l*p*,
t,lk","'qustiqtioi Financiat

#;;;";d".

i}33f,1""'r"-u'i|i?
t1 o1
Reuieu, rTAPril.
laYULYt't)2
"tr:J{;ih:ilt
irant-ravlor' .(r g 86c)' " Indonesia backs
rony Grant
Greg Earl, and TonY
Financial Reuiew' z4
d.own as moderat"r- i,"*it," Aistrolian
April.

322

Global

& Sh'ategis,

Th- g, No'

z

Vinsensio Dugis

Working PaPer
Connelly, Aaron

L., 2or4' Inilonesian {oreign policy under President

ffi;'iffi

vvvrvt
Ausfruuu-tltuult"t'Ll evwq"cv
Lowry, Bob, 1990':iii"tia-r"donesia--securitvc:o!"'2I:::^:"[
-anberra, Strategic &

o, woiiiiworking paper No. zgg,
University'
O"t*." Studies Centre ofXusiralian NationalA1tglY^:.^t::?r*?:,

Better

Robert, Christopher-g. & H;Uir, Ahmad

D'' zor4'

,iiir[Ji#rii,*p)iiiiiii"tprt"-uonomic^aruitsocio-cutntral
Issue Brief No' rr'
constrointse, Nrtio"i SecurityCollege

Dokumen Resmi
ent of Foreign Affairs and Trade'
Australia oid Indonesia into the

East

S.

Backgrounder, No.

467, LS

March r,989'

";:;tr::;;;ii;';;;ti;;;;;"iiiia"i",'.HouseorRep.,volr48,re86'
l9**.**

324

Global

k

Strategis, Th' 9,1llo' z