Fingerprinting kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Berdasarkan Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD) Chapter III V

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Maret 2015 sampai dengan
Februari 2016. Penanaman benih dilakukan di Desa Tanjung Sari, pada koordinat
03°33’33,6° LU dan 098°38’23,5” BT pada ketinggian ± 58 mdpl, Medan.
Analisis marka RAPD dan SSR dilakukan di Laboratorium Terpadu, Fakultas
Kedokteran, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat Penelitian
Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun muda berusia tiga
Minggu Setelah Tanam (MST) yang berasal dari benih kelapa sawit DxP Unggul
Socfindo (L). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
nitrogen cair, buffer CTAB, buffer TAE, buffer TE, buffer TBE, chloroform
isoamilakohol (KIAA) dengan perbandingan 24 : 1, NaCl, NaOH, Na-EDTA,
HCl, isopropanol dingin, β-mercaptoetanol, agaros (promega V3121), primer
oligonukleotida, Master mix (promega M7122), Ladder invitrogen ukuran 100 bp
dan Marker bench top 1 kb DNA Ladder, lima primer SSR dan lima primer
RAPD.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tisu, timbangan
digital, hot plate (biosan), mortar, centrifuge (Eppendorf 5415), vortex, freezer,

PCR tube 0.2 ml dan 1.5 ml, mikropipet ukuran 1-50 µl, 100-500 µl, pinset,
sarung tangan karet, tips pipet (putih, kuning dan biru), autoclave, kamera, water
bath, pH meter elektrik, perangkat elektroforesis (power supply, well, dan

Universitas Sumatera Utara

chamber) pengaduk magnetik, alat-alat gelas (gelas ukur, gelas beker, erlemeyer),
elektroforesis (Power PAC 3000, biorad), PCR (Thermal cycler) applied
biosystem, Gel Doc (UV cambridge), hand seal, pirex, masker dan alat tulis.

Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan terhadap daun benih kelapa sawit yang masih
muda (3 MST). Prosedur isolasi DNA dimodifikasi dari metode CTAB oleh
Orozco-Castilo (1994) dengan modifikasi pada polynillpolypirrolidone (PVPP)
dan 2-merkaptoethanol (Toruan-Mathius et al. 1997), (Asmono et al. 2000).
Tahapan isolasi dilakukan dengan cara membuang tulang daun lalu dicuci dan
dikeringkan dengan tisu. Sebanyak 0.1-2.0 g daun digerus menggunakan mortar
sambil ditambahkan nitrogen cair dan penambahan PVPP dibagian terakhir.
Setelah halus, sampel dimasukkan ke dalam sentrifus yang berisi 1 ml buffer
ekstraksi CTAB dan β-mercaptoentanol 10 µl kemudian diaduk menggunakan

vortex hingga homogendan diinkubasi dalam waterbath selama 30 menit pada
suhu 65ºC. Setiap 10 menit sekali dibolak balik dengan perlahan-lahan. Setelah
itu, diinkubasi pada suhu ruang selama 4-5 menit, kemudian ditambahkan 1 ml
kloroform : isoamilalkohol (24 :1).
Sampel disentrifius dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu ruang selama
10 menit. Supernatan yang diperoleh dipindahkan pada tabung sentrifus lain, lalu
ditambahkan 1 ml kloroform : isoamilalkohol (24 :1) dikocok dengan vortex dan
disentrifus lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit.
Supernatan yang telah diperoleh kemudian dipindahkan lalu ditambahkan 1ml
isopropanol dingin. Kemudian diinkubasi selama satu malam di dalam lemari es

Universitas Sumatera Utara

untuk mengendapkan pellet DNA. Setelah itu, disentrifius pada kecepatan 13.000
rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit. Selanjutnya, supernatan dihomogenkan
dengan/ memobolak-balik tabung, lalu disimpan dalam lemari es (4ºC) selama 30
menit, kemudian disentrifius lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4ºC
selama 10 menit. Supernatan yang diperoleh dibuang kemudian pelet dikeringanginkan. Pelet yang sudah kering dilarutkan dengan buffer TE sebanyak 100 µl,
kemudian dispin manual hingga homogen.
Selanjutnya, ditambahkan dengan etanol absolut dingin, lalu dibolak –

balik hingga homogen. Lalu, dinkubasi dalam freezer (-20ºC) selama 30 menit
kemudian disentrifius lagi dengan kecepatan 13.000 rpm pada suhu 4ºC selama 10
menit. Supernatan dibuang sedangkan pelet dicuci menggunakan etanol absolut
dan dikeringanginkan. Pelet DNA yang sudah kering dilarutkan dengan 100 µl
buffer TE, kemudian simpan DNA dalam freezer (-20ºC).

Uji Kualitas DNA
Gel agaros dibuat dari 1.6 g agaros dan 80 ml larutan TAE 1x, kemudian
dipanaskan hingga larut dengan menggunakan hot plate dan didinginkan pada
suhu kamar hingga hangat. Selanjutnya, ditambahkan 0.5 µl EtBr dan dituang ke
dalam cetakan gel elektroforesis yang telah dipasang sisir (cetakan sumur) hingga
gel memadat. Gel yang sudah padat dipindahkan ke dalam bak elektroforesis.
Sampel yang akan dielekstroforesis dicampur dengan loading dye dengan
perbandingan 5:1 (DNA : loading dye). Setelah dicampur maka diinjeksi kedalam
sumur gel agaros dengan menggunakan pipet mikro.

Setelah semua sampel

selesai diinjeksi maka alat elektroforesis dihubungkan ke power supply yang


Universitas Sumatera Utara

dialiri tegangan listrik 75 volt selama 60 menit. Hasil elektroforesis diamati
dengan bantuan lampu UV dalam transilluminator dan didokumentasikan dengan
menggunakan gel documentation.

Uji Kuantitas DNA
Pengujian kuantitas DNA dilakukan dengan metode nanophotometer pada
panjang gelombang (λ) 260 dan 280 nm dengan menggunakan stok DNA hasil
isolasi dan pemurnian. DNA mempunyai kemurnian tinggi jika ratio nilai
absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm berkisar antara 1,8 – 2,0
(Sambrook et al. 1989).

Amplifikasi PCR- Marka Simple Sekuens Repeats (SSR)
Pembuatan master mix PCR dilakukan dalam tabung mikro dengan
komposisi untuk satu kali reaksi dengan total volume 25 µl antara lain Go Taq
PCR 12.5 µl, nuclease free water 8.5 µl, primer forward 1 µl, primer reverse 1 µl
dan DNA sampel 2 µl. Proses amplifikasi dilakukan menggunakan mesin PCR
berdasarkan penelitian Putri (2010). Program amplifikasi terdiri atas


siklus

predenaturasi 4 menit pada suhu 94ºC, diikuti 35 siklus denaturasi 94ºC, selama
30 detik, tahapan anneling 52ºC selama 1 menit 15 detik, extension 72ºC selama 1
menit 30 detik, dan post extension pada 72ºC selama 8 menit dan kondisi akhir
PCR 40C.
Elektroforesis hasil amplifikasi dengan marka SSR dilakukan pada gel
agarose 4%. Gel dibuat dengan melarutkan 3.2 g agarose pada 80 ml buffer TBE
1x, kemudian dipanaskan hingga larut dengan menggunakan hot plate dan

Universitas Sumatera Utara

didinginkan pada suhu kamar hingga hangat. Selanjutnya, ditambahkan 1.5 µl
EtBr dan dituang ke dalam cetakan gel elektroforesis yang telah dipasang sisir
(cetakan sumur) hingga gel memadat. Gel yang sudah padat dipindahkan ke dalam
bak elektroforesis, kemudian tuang TBE 1x ke dalam bak elektroforesis. Marker
yang telah dicampur dengan loading dye diinjeksi ke dalam sumur gel agarose
menggunakan pipet mikro. Setelah semua sampel selesai dinjeksi dengan bantuan
lampu UV dalam transilluminator dan didokumuntasikan menggunakan gel
documentation.


Amplifikasi PCR-Marka Random Amplfied Polymorphic DNA (RAPD)
Pembuatan master mix PCR dilakukan dalam tabung mikro dengan
komposisi untuk satu kali reaksi dengan total volume 25 µl antara lain Go Taq
PCR 12.5 µl, nuclease free water 9.5 µl, primer 1 µl dan DNA sampel 2 µl.
Proses amplifikasi dilakukan menggunakan mesin PCR. Program running PCR
berdasarkan pada penelitian Setiyo (2001) yang terdiri atas 45 siklus dengan
reaksi predenaturasi 940C selama 2 menit, denaturasi 940C selama 1 menit,
annealing 360C selama 1 menit, extension 720C selama 2 menit, post extension
720C selama 10 menit dan kondisi akhir PCR 40C .
Elektroforesis hasil amplifikasi dengan marka RAPD dilakukan dengan
melarutkan gel agarose 2%. Gel dibuat dengan melarutkan 1.6 g agarose pada 80
ml buffer TAE 1x, kemudian dipanaskan hingga larut dengan menggunakan hot
plate dan didinginkan pada suhu kamar hingga hangat. Selanjutnya, ditambahkan
1.5 µl EtBr dan dituang ke dalam cetakan gel elektroforesis yang telah dipasang
sisir (cetakan sumur) hingga gel memadat. Gel yang sudah padat dipindahkan ke

Universitas Sumatera Utara

dalam bak elektroforesis, kemudian tuang TAE 1x ke dalam bak elektroforesis.

Marker yang telah dicampur dengan loading dye diinjeksi ke dalam sumur gel
agaros menggunakan pipet mikro. Setelah semua sampel selesai dinjeksi dengan
bantuan lampu UV dalam transilluminator dan di dokumuntasikan menggunakan
gel documentation.

Analisis Data
Analisis data dilakukan berdasarkan atas data skoring hasil gel agarose.
Data molekuler yang dianalisis diubah ke dalam bentuk data biner berdasarkan
ada dan tidaknya pita hasil amplifikasi.Jika terdapat pita hasil amplifikasi diberi
kode 1, sedangkan jika tidak ada diberi kode 0.Nilai polymorphic information
content (PIC) untuk marka SSR dihitung dengan menggunakan software Power
Marker 3.25 (Liu, 2005). Botsein et al. (1980) mengklasifikasikan nilai PIC
menjadi 3 kelas yaitu : PIC > 0.5:sangat informatif ; 0.25 > PIC < 0.5: sedang PIC
< 0.25 : rendah. Sedangkan perhitungan PIC pada RAPD dihitung dengan
menggunakan Excel 2007. Polymorphic Information Content (PIC) untuk
beberapa marker dihitung dengan menggunakan rumus:
PIC i = 2f i (1-f i )
PIC i = Polymorphic Information Content (PIC) pada marker
f i = frekuensi dari pita primer yang muncul
(1-f i ) = frekuensi dari pita yang tidak muncul

Nilai PIC untuk dominan marker seperti RAPD memiliki nilai maksimum
yaitu 0.5 untuk f i = 0.5 (Ma et al. 2013). Sedangkan untuk melihat persentase pita
polimorfik menggunakan rumus berikut :

Universitas Sumatera Utara

x 100
Matriks jarak atau ketidaksamaan genetik untuk semua kombinasi
pasangan individu dapat dianalisis dengan dua tipe analisis deskriptif dari
keragaman : (1) Principal Coordinates Analysis (PCoA), suatu jenis analisis
faktorial pada tabel ketidaksamaan untuk mendapatkan group origin utama dan
(ii) Neighbour-Joining Tree (NJtree) berdasarkan Saitou dan Nei (1978) untuk
memperoleh gambaran dari kekerabatan diantara individu-individu. Perhitungan
dan analisis deskriptif ini menggunakan software DARwin Softwere Versi 6
(Perreira dan Jacquemoud-Collet, 2014).
Untuk menghitung jumlah alel efektif per lokus (Na), observed
heterozigosity (Ho) dan expected heterozigosity (He) digunakan Gen Alex ver.
6.501 (Peakall dan Smouse, 2012).

Universitas Sumatera Utara


HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Kualitas DNA Kelapa Sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
Uji kualitas DNA dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
ekstraksi DNA. Keberhasilan ekstraksi DNA ditunjukkan oleh adanya pita pada
hasil dokumentasi elektroforesis gel. Melalui metode elektroforesis maka DNA
yang bermuatan negatif akan bergerak kearah muatan positif. Pemisahan tersebut
dilakukan berdasarkan perbedaan ukuran berat molekul dan muatan listrik.
Magdeldin (2012) menyatakan pada teknik elektroforesis, larutan penyangga yang
mengandung makro-molekul ditempatkan dalam suatu wadah tertutup dan dialiri
arus listrik sehingga DNA akan bergerak ke kutub positif.
Pemberian arus listrik dapat menyebabkan terjadinya perpindahan aliran
listrik elektron dengan kecepatan yang berbeda bergantung pada berat molekul
DNA yang dilihat berdasarkan pita yang terbentuk pada gel agarose. Pratiwi
(2001) menyatakan kecepatan migrasi dari makromolekul diukur dengan jalan
melihat terjadinya pemisahan dari molekul ditunjukkan adanya pita yang
terbentuk di dalam pelarut. Pita yang baik akan menunjukkan hasil dokumentasi
pita yang terang dan tidak menunjukkan adanya kontaminan. Uji kualitas DNA
berdasarkan uji gel agarose hasil elektroforesispada 39 sampel tanaman kelapa

sawit dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada Gambar 2. menunjukkan hasil pengamatan pada uji kualitas DNA
dari 39 sampel tanaman yang diuji hanya nomor sampel No.25, No.4, No.30,
No.14, No.23, No.40, No.39, No.41, No.23 dan No.13 tidak menunjukkan adanya

Universitas Sumatera Utara

pita sedangkan sisanya menunjukkan keberadaan pita DNA. Keberhasilan proses
ekstraksi DNA yang dilakukan pada penelitian ini mencapai 83,38%.
29 2 36 8 23 18 35 5 37 9 20 27 12 21 25 4 31 46 34 44

5 11 13 26 3

6 8 30 14 7 23 40

b
A
36 35 18 23 45 39 41 3 25 4 32 42 15 18 30 16 40 35 38 9 20 27 36 44 5 2 6 21 24 23 31 13

Gambar 1. Profil uji kualitas DNA kelapa sawit dengan menggunakan agarose

Keterangan : A dan B Menunjukkan adanya smear
Pada Gambar 1. terlihat kondisi smear hasil ekstraksi yang ditunjukkan
oleh notasi A dan B yang disebabkan oleh keberadaan kontaminan, kontaminan
tersebut dapat berupa polisakarida, protein dan lipid, juga dapat disebabkan oleh
proses ekstraksi yang belum maksimal. Smear juga bisa merupakan sisa larutanlarutan yang terbawa selama isolasi, Mulyani et al. (2011) menyatakan bahwa
smear bisa merupakan sisa dari larutan-larutan yang terbawa selama proses isolasi
atau juga dapat berupa DNA yang terdegradasi pada proses isolasi. Zat pengotor
hasil ekstraksi tersebut merupakan senyawa polisakarida dan metabolit sekunder.
Keberadaan senyawa tersebut dapat menjadi faktor yang menghambat
keberhasilan proses ekstraksi DNA (Maftuchah dan Zainuddin, 2013) .
Untuk mendegradasi senyawa tersebut maka digunakan buffer CTAB,
larutan ini berfungsi untuk mengurangi adanya kontaminan karena CTAB
merupakan senyawa kationik yang melisis membran sel sehingga mampu

Universitas Sumatera Utara

mengendapkan polisakarida serta senyawa fenolik. CTAB merupakan detergen
yang berguna untuk melarutkan membran plasma sel (Chawla, 2003).

Uji Kuantitas DNA Kelapa Sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
Hasil uji kuantitas dengan menggunakan nanofotometer menunjukkan
pendekatan terhadap konsentrasi DNA yang telah diekstraksi dari tanaman
sampel. Dari 39 sampel tanaman yang diuji dengan proses elektroforesis gel,
hanya 30 sampel tanaman yang akan di uji kuantitasnya. Hal ini dilihat
berdasarkan tingkat kejelasan hasil uji kualitas dengan menggunakan agarose. Jika
hasil uji kualitas menunjukkan keberadaan pita yang jelas, sampel tersebut layak
untuk diuji kuantitas.

Hasil uji kuantitas pada 30 sampel tanaman kelapa sawit

pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 7.
Konsentrasi DNA maksimal yang dihasilkan dari 30 sampel tanaman
yang diuji adalah sebesar 2269 µg/µl, sedangkan paling kecil adalah sebesar 0.196
µg/µl. Semakin tinggi konsentrasi yang dihasilkan maka semakin tinggi
konsentrasi DNA yang terkandung pada hasil ekstraksi. Pengukuran kemurnnian
DNA yang dihasilkan berdasarkan rasio Å260/Å280.
Fatchiyah (2011) menjelaskan bahwa DNA menyerap cahaya UV
optimum pada panjang gelombang 260 nm, akan tetapi kontaminan, protein atau
fenol menyerap cahaya pada 280 nm dengan adanya perbedaan penyerapan
cahaya UV akan dapat diketahui tingkat kemurnian DNA berdasarkan nilai
absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi 280 (Å260/Å280).
Rasio λ 260 /λ 280 dari hasil ekstraksi DNA pada penelitian ini maksimal
adalah sebesar 2.096 sedangkan rasio λ 260 /λ 280 minimal sebesar 0.644. Rasio

Universitas Sumatera Utara

λ 260 /λ 280 tersebut merupakan indikator yang dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagaimana tingkat kemurnian DNA hasil ekstrasi. Sambrook et al.
(1989) menyebutkan nilai absorbansi DNA pada rasio panjang gelombang 260 nm
dan 280 nm berkisar antara 1.8 sampai dengan 2.0. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hanya ada 3 sampel yang merujuk pada indikator yang
ditetapkan oleh Sambrook et al. (1989) yaitu pada sampel No.11, No.47 dan
No.45.

Penapisan Marka SSR dan RAPD
Penapisan terhadap 5 marka SSR dan 5 marka RAPD dilakukan untuk
memilih primer yang akan digunakan untuk pengujian terhadap 30 sampel
tanaman kelapa sawit. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan
elektroforesis gel diperoleh hasil bahwa dari 12 primer SSR hanya ada 5 marka
yang akan dilanjutkan untuk tahapan penelitian selanjutnya demikian juga dengan
primer RAPD.
Penapisan ini dilakukan berdasarkan hasil uji dokumentasi gel agaros.
Jika hasil uji dokumentasi menunjukkan adanya pita, maka primer tersebut
akandipilih untuk analisis. Semakin banyak primer yang komplemen dengan
genom tanaman yang diuji maka akan semakin banyak primer yang terpilih untuk
dianalisis. Kegiatan penapisan dilakukan berulang kali untuk mendapatkan
kandidat primer yang dapat dijadikan sebagai primer untuk tahapan penelitian
selanjutnya. Berdasarkan proses penapisan yang telah dilakukan terpilih lima
primer RAPD yaitu OPC-12, OPH-12, OPC-7, OPI-20 dan OPD-16 sedangkan

Universitas Sumatera Utara

marka SSR yang terpilih terdiri atas primer FR0465, FR304, FR391, FR0350 dan
FR3693.
Proses pemilihan primer sangat penting untuk dilakukan. Surahman et al.
(2007) menyatakan bahwa pemilihan primer merupakan hal yang sangat
mempengaruhi keberhasilan proses amplifikasi DNA target. Jika primer yang
digunakan tidak sesuai dengansekuens nukleotida target, maka tidak akan terjadi
proses penggandaan oleh enzim taq-polimerase dengan kata lain amplifikasi tidak
dapat terjadi jika primer yang digunakan tidak komplementer dengan susunan
nukleotida target.
Penyebab lain yang dapat mengakibatkan tidak adanya amplifikasi pada
produk PCR adalah perlakuan pada suhu anneling. Suhu anneling yang tidak
sesuai dengan primer yang digunakan menyebabkan tidak terjadinya proses
penempalan primer.

Suryanto (2003) menyatakan bahwa suhu sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan proses amplifikasi DNA. Faktor lain yang
dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada saat proses amplifikasi yaitu
tingkat kemurniaan DNA. Berdasarkan hasil uji kualitas DNA pada penelitian ini
(Gambar 2) memperlihatkan masih menunjukkan adanya kontaminan sehingga hal
ini dapat mempengaruhi tingkat kemurniaan DNA. Weishing et al. (2005)
menjelaskan bahwa jika DNA yang akan diperbanyak tidak murni akan
menyebabkan gangguan pada saat proses penempelan primer dan hal tersebut juga
akan dapat menyebabkan terganggunya aktifitas enzim polymerase.

Universitas Sumatera Utara

Visualisasi Hasil Elektroforesis PCR Primer SSR
Primer SSR merupakan salah satu jenis marka molekuler yang dapat
mengidentifikasi keberadaan alel pada suatu genom tanaman. Marka SSR dapat
mengidentifikasi keberadaan fragmen yang berukuran relatif kecil. Pada penelitian
ini telah diuji 5 primer SSR. Hasil pengujian terhadap 5 marka tersebut dapat
dilihat pada Gambar 3-7.
Primer FR0465 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA tanaman
yang diuji. Pola pita bersifat heterozigot, jumlah pita sebanyak dua dan ukuran
pita sekitar 175 bp dan 212 bp. Visualisasi pada primer FR 0465 dapat dilihat
pada Gambar 2.
M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35

M 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12

2072 bp
600 bp

100bp

Gambar 2.

Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer FR 0465, Ket : M =
Marker Ladder 100 bp

Primer FR 304 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA tanaman
yang diuji. Pola pita bersifat homozigot dengan ukuran pita sekitar 120 bp.
Visualisasi pada primer FR 304 dapat dilihat pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara

M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12
2072 bp

600 bp

100bp

Gambar 3.

Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer FR 304,
Keterangan: M = Marker Ladder 100 bp

Primer FR 391 mampu menunjukkan amplifikasi pada 30 DNA tanaman
yang diuji. Pola pita bersifat homozigot, jumlah pita sebanyak dua dan ukuran pita
sekitar 278 bp dan 308 bp. Visualisasi pada primer FR 391 dapat dilihat pada
Gambar 4.
M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12
2072 bp

600 bp

100bp

Gambar 4.

Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer FR 391 bp,
Keterangan : M = Marker Ladder 100 bp

Primer FR 0350 mampu menunjukkan amplifikasi pada 29 DNA tanaman
yang diuji hanya DNA No.30 yang tidak teramplifikasi. Pola pita bersifat
hetorozigot, jumlah pita sebanyak empat, dan ukuran pita sekitar 168 bp, 197 bp,
275 bp dan 354 bp. Visualisasi pada primer FR 0350 dapat dilihat pada Gambar 5.

Universitas Sumatera Utara

M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12

2072 bp

600 bp

100bp

Gambar 5.

Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer FR 0350 bp,
Keterangan : M = Marker Ladder 100 bp

Primer FR 3693 mampu menunjukkan amplifikasi pada 29 DNA tanaman
yang diuji hanya DNA No. 30 yang tidak teramplifikasi. Pola pita bersifat
heterozigot, jumlah pita sebanyak dua, dan ukuran pita sekitar 289 bp dan 496 bp.
Visualisasi pada primer FR 3693 dapat dilihat pada Gambar 6.
M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12

2072 bp
600 bp

100bp

Gambar 6. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer FR 3693 bp,
Keterangan : M = Marker Ladder 100 bp; lingkaran merah
menunjukkan adanya unik band pada 496 bp.
SSR merupakan salah satu penanda molekuler yang didasarkan pada DNA
ruas berulang yang dapat menunjukkan adanya variasi. Treuren (2000)
menyatakan bahwa SSR merupakan salah satu penanda yang dapat menunjukkan

Universitas Sumatera Utara

karakterisasi genetik yang akurat didasarkan pada urutan DNA pendek yang tiap
unit ulangannya terdiri atas satu atau beberapa nukleotida.
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan marka SSR,
diantaranya adalah pemilihan jenis primer. Oleh sebab itu, penapisan dan optimasi
sebelum diaplikasikan perlu untuk dilakukan. Asep (2010) menjelaskan bahwa
sebelum dilakukan aplikasi marka SSR perlu dilakukan penapisan dan optimasi
karena setiap tanaman mempunyai karakteristik spesifik yang berbeda satu sama
lain. Marka SSR merupakan marka yang terkenal dalam studi genetik dan
pemuliaan, kelebihan marka SSR merupakan marka yang menunjukkan adanya
multi alelik dan dapat menunjukkan adanya heterozigositas. Donata (2010)
menjelaskan bahwa SSR dapat menunjukkan kandungan informasi yang tinggi,
bersifat kodominan, relatif sederhana dan kuantitas DNA yang dibutuhkan lebih
sedikit. Primer yang menunjukkan adanya heterozigositas yaitu pada primer
FR0465 dan primer FR0350.
Keragaman marka SSR tersebut ditunjukkan oleh ukuran pita yang
teramplifikasi pada hasil gel dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian ini, ukuran
marka SSR berkisar antara 120 bp sampai dengan 496 bp. Ukuran pita yang
ditunjukkan oleh SSR menunjukkan adanya perbedaan ukuran pita dan
keberadaan pita tersebut bermanfaat untuk identifikasi adanya perbedaan secara
genetik. Amrital (2006) menjelaskan bahwa mikrosatelit sangat bermanfaat untuk
identifikasi keragaman genetik.
Pola pita yang ditunjukkan oleh marka SSR dapat berupa pola
heterozigot dan pola homozigot. Pola heterozigot ditunjukkan oleh primer

Universitas Sumatera Utara

FR0465 dan FR0350 sedangkan pola homozigot ditunjukkan oleh primer FR304,
FR391, dan FR3693. Primer-primer ini dapat dijadikan sebagai marka atau
penanda yang menunjukkan adanya perbedaan alel heterozigot atau alel
homozigot untuk kelapa sawit DxP Unggul Socfindo. Ilbi (2003) menyatakan
bahwa SSR merupakan salah satu penanda atau marka molekuler berbasis DNA
yang memiliki kelebihan dalam hal sensitivitas untuk mengidentifikasi spesies
yang berbeda serta dapat membedakan individu berkerabat dekat.

Visualisasi Hasil Elektroforesis PCR Primer RAPD
Primer RAPD merupakan salah satu penanda pada bidang genetika, marka
ini dapat mendeteksi adanya tingkat polimorfisme pada suatu genom. RAPD
sering digunakan karena penggunaannya yang relatif mudah dan ekonomis dalam
mengidentifikasi tingkat polimorfisme. Hasil elektroforesis pada primer RAPD
dapat dilihat pada Gambar 7-11. Primer OPC-12 menunjukkan pola pita yang
berjumlah 1 pita dengan ukuran pita sekitar 591 bp. Persentase pita polimorfik
sebesar 100% dan persentase monomorfis sebesar 0%. Visualisasi pada primer
OPC-12 dapat dilihat pada Gambar 7.
M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6

42 45 3 48 30 37 24 12

1 kp
3000 bp
1000 bp

250 bp

Gambar 7. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer OPC-12, Keterangan
: M = Marker Ladder 1 kb.

Universitas Sumatera Utara

Primer OPH-12 menunjukkan pola pita yang berjumlah 4 pita dengan
ukuran pita berkisar antara 573 bp – 2153 bp. Persentase pita polimorfik sebesar
100% dan persentase monomorfis sebesar 0%. Visualisasi pada primer OPH-12
dapat dilihat pada Gambar 8.
M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12
1 kb
3000 bp
1000 bp

250 bp

Gambar 8. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer OPH-12,
Keterangan : M = Marker Ladder 1 kb
Primer OPC-07 menunjukkan pola pita yang berjumlah 3 pita dengan
ukuran pita berkisar antara 455 bp – 807 bp. Persentase pita polimorfik sebesar
100% dan persentase monomorfis sebesar 0%. Visualisasi pada primer OPC-07
dapat dilihat pada Gambar 9.
M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12
1 kb
3000 bp

1000 bp

250 bp

Gambar 9. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer OPC-07,
Keterangan : M = Marker Ladder 1 kb

Universitas Sumatera Utara

Primer OPI-20 menunjukkan pola pita yang berjumlah 5 pita dengan
ukuran pita berkisar antara 439 bp – 3053 bp. Persentase pita polimorfik sebesar
100% dan persentase monomorfis sebesar 0%. Visualisasi pada primer OPI-20
dapat dilihat pada Gambar 10.
M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12

1 kb
3000 bp

1000 bp

250 bp

Gambar 10. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer OPI-20, Keterangan
:M = Marker Ladder 1 kb; lingkaran merah menunjukkan unik band
pada 3054 bp.
Primer OPD-16 menunjukkan pola pita yang berjumlah 4 pita dengan
ukuran pita berkisar antara 274 bp – 1810 bp. Persentase pita polimorfik sebesar
100% dan persentase monomorfis sebesar 0%. Visualisasi pada primer OPD16dapat dilihat pada Gambar 11.
M 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 M 31 36 9 40 2 47 6

42 45 3 48 30 37 24 12

1 kb
3000 bp
1000 bp

250 bp

Gambar 11. Elektroforegram amplifikasi 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP
Unggul Socfindo dengan menggunakan Primer OPD-16,
Keterangan : M = Marker Ladder 1 kb

Universitas Sumatera Utara

Marka RAPD merupakan salah satu marka molekuler yang bersifat
dominan, primer yang dijadikan sebagai penanda akan menempel pada sekuens
DNA secara random sehingga dapat menunjukkan adanya keragaman ditingkat
DNA. Surahman et al. (2007) menjelaskan bahwa primer RAPD bersifat tunggal
yang memiliki rangkaian nukleotida yang bersifat random sehingga dapat
dimanfaatkan untuk mendeteksi polimorfisme DNA. Pramudi et al. (2007) juga
menjelaskan bahwa RAPD dapat digunakan untuk analisis keragaman genetik.
Kelebihan dari marka RAPD untuk mendeteksi adanya keragaman yaitu
lebih mudah dalam aplikasinya serta lebih efisien dalam hal teknis pengerjaannya.
Gunereen et al. (2010) menyebutkan bahwa kelebihan penggunaan marka RAPD
adalah lebih mudah dalam aplikasi, lebih cepat dan lebih murah. Jika
dibandingkan dengan primer SSR maka kelebihan dari marka RAPD adalah lebih
efisien dalam penggunaan waktu pada saat proses elektroforesis. Waktu yang
dibutuhkan dengan menggunakan marka SSR sekitar tiga setengah jam sampai
empat jam sedangkan proses elektroforesis pada RAPD hanya membutuhkan
waktu sekitar satu jam.
Kemampuan penanda RAPD untuk menempel pada sekuens DNA hasil
amplifikasi PCR mempengaruhi jumlah dan intensitas DNA yang dihasilkan.Hal
tersebut dipengaruhi oleh kemurnian dan konsentrasi DNA. Cetakan DNA yang
mengandung senyawa polisakarida akan menghasilkan pita DNA amplifikasi yang
redup atau tidak jelas. Ariani (2014) menjelaskan bahwa cetakan DNA yang
mengandung senyawa-senyawa seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta

Universitas Sumatera Utara

konsentrasi DNA yang terlalu kecil sering menghasilkan pita DNA amplifikasi
yang redup atau tidak jelas.
Deteksi keberadaan keragaman DNA berdasarkan marka RAPD tersebut
ditunjukkan oleh keberadaan pita-pita yang terlihat pada gel dokumentasi. Pitapita tersebut menunjukkan adanya keberagaman. Berdasarkan hasil pengujian
diperoleh hasil bahwa ukuran pita yang teramplifikasi pada primer yang diuji
mulai dari 211 bp sampai dengan 2153 bp. Keberadaan pita yang teramplifikasi
menunjukkan fragmen-fragmen yang bersifat dominan. Zulfahmi (2013)
menjelaskan bahwa RAPD merupakan marka yang bersifat dominan. Fragmen
DNA yang telah dihasilkan tidak dapat membedakan antara genotipe homozigot
dominan dan heterozigot.
Ketidakmampuan primer RAPD dalam membedakan antara genotipe
homozigot dominan dan heterozigot merupakan salah satu kekurangan dari marka
RAPD jika dibandingkan dengan marka SSR. Donata (2010) menyatakan bahwa
marka SSR bersifat kodominan selanjutnya Weising et al. (2005) menjelaskan
bahwa salah satu kelemahan dari marka RAPD adalah sangat sensitif terhadap
perubahan kondisi reaksi dan marka RAPD hanya dapat membedakan genotipe
yang bersifat homozigot dominan.

Profil Kuantitatif Hasil Elektroforesis Marka SSR pada Kelapa Sawit
Varietas DxP Unggul Socfindo
Profil kuantitatif hasil elektroforesis dengan menggunakan marka SSR
dihitung dengan melihat rataan ukuran pita, jumlah alel, jumlah alel efektif,
indeks informasi, heterozigositas teramati dan heterozigositas harapan.

Hasil

Universitas Sumatera Utara

perhitungan profil kuantitatif hasil elektroforesis marka SSR dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Profil hasil elektroforesis marka SSR pada amplifikasi 30 DNA kelapa
sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
Primer
FR 0465
FR304
FR391
FR0350
FR 3693
Rataan

Ukuran Alel (bp)
175, 212
120
278, 308
168,197,275,354
289, 496

N

Na

Ne

I

Ho

He

PIC

30
30
30
29
29

2
1
2
4
2

1.946
1
1.979
3.174
1.035

0.679
0
0.688
1.224
0.087

0.833
0
0
0.828
0.034

0.486
0
0.495
0.685
0.034

0.368
#
0.372
0.623
0.033

-

29

2.2

1.827

0.536

0.565

0.425

0.349

Keterangan : Rata-rata jumlah alel (Na), jumlah alel efektif (Ne), indeks
informasi (I), heterosigositas teramati (Ho), heterozigositas harapan
(He) dan kandungan informasi polimorfisme (PIC) pada lima
primer SSR , # : tidak adanya polimorfisme
Pada Tabel 2. diperoleh hasil bahwa rataan nilai jumlah alel sebesar 2.200;
rataan jumlah alel efektif sebesar 1.827; rataan indeks informasi sebesar 0.536;
rataan hetrozigositas teramati sebesar 0.565; rataan heterozigositas harapan
sebesar 0.425 dan rataan PIC adalah sebesar 0.349.

Profil Kuantitatif Hasil Elektroforesis Marka RAPD pada Kelapa Sawit
Varietas DxP Unggul Socfindo
Profil kuantitatif hasil elektroforesis dengan menggunakan marka RAPD
dihitung dengan melihat ukuran pita (bp), total pita, jumlah pita polimorfik,
jumlah pita monomorfik, persentase pita polimorfik dan PIC. Hasil perhitungan
profil kuantitatif hasil elektroforesis marka SSR dapat dilihat pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 3. Jumlah fragmen DNA dan tingkat keinformatifan primer RAPD
No
1
2
3
4
5

Nama
Primer
OPC -12
OPH-12
OPC-7
OPI-20
OPD-16
Total
Rata-rata

Ukuran Pita
(bp)

Total
Pola Pita

Jumlah Pita
Polimorfik

Jumlah Pita
Monomorfik

Persentase Pita
Polimorfik (%)

591
573-2153
455-807
439-3053
274-1810

1
4
3
5
4
18
3.6

1
4
3
5
4
18
3.6

0
0
0
0
0
0
-

100%
/100%
100%
100%
100%
100%

PIC
0.064
0.491
0.215
0.444
0.48
0.338

Pada Tabel 3. diperoleh hasil bahwa ukuran pita terkecil adalah sebesar
274 bp sedangkan terbesar 3053 bp, rataan jumlah pita polimorfik sebesar 3.6,
tidak terdapat pita yang monomorfik, persentase pita polimorfik 100% dan rataan
PIC adalah sebesar 0.347.

Analisis Kluster Marka SSR Kelapa Sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
Analisis kluster terhadap DNA sampel dilakukan untuk melihat bagaimana
pemisahan primer terhadap 30 sampel tanaman yang diuji berdasarkan matriks
jarak ketidaksamaan. Berdasarkan matriks ketidaksamaan tersebut diperoleh hasil
bahwa 30 sampel tanaman sawit menunjukkan pemisahan genotipe ke dalam 3
kluster utama. Dendogram yang dibentuk dari marka SSR dapat dilihat pada
Gambar 12.

Universitas Sumatera Utara

I

II

III

Gambar 12. Dendogram 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
yang dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple matching
berdasarkan marka SSR
Kluster I berjumlah 15 individu yang terdiri atas individu No.44, No.11,
No.24, No.40, No.9, No.36, No.26, No.38, No.12,No.2, No.35, No.6 ,No.31, No.5
dan No.18, kluster II berjumlah 7 individu yang terdiri atas individu No.37,
No.30, No.16, No.8, No.20, No.30, No.3 dan No.45 dan kluster III berjumlah 8
individu yang terdiri atas No.21, No.32, No.15, No.29, No.27, No.48, No.42 dan
No.47.

Universitas Sumatera Utara

Matriks jarak ketidaksamaan genetik marka SSR menunjukkan bahwa
jarak ketidaksamaan generik pada tanaman kelapa sawit yang diuji berkisar antara
0.000 sampai dengan 0.900 (Lampiran 11). Jarak ketidaksamaan genetik tertinggi
terdapat pada indvidu No. 30 dan individu No.6 sebesar 0.900 sedangkan jarak
ketidaksamaan genetik rendah terdapat hampir pada semua individu yang diuji
0.000.
Marka SSR merupakan marka genetik yang salah satu kelebihannya
bersifat kodominan (Putri, 2010; Zulhermana, 2009; Donata, 2010). Material
genetik yang digunakan pada penelitian ini merupakan benih hasil persilangan
DxP sehingga alel yang dibentuk merupakan alel kodominan. Berdasarkan hal
tersebut maka dapat diketahui bahwa jika jarak ketidaksamaan genetik tetua yang
digunakan untuk persilangan juga berjauhan dan demikian sebaliknya.
Berdasarkan Lampiran 11. dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan
genetik antara satu

individu dengan individu lainnya. Hal ini membuktikan

bahwa tetua yang digunakan untuk persilangan varietas DxP Unggul Socfindo
berbeda sehingga menghasilkan jarak genetik yang beragam. Jarak genetik yang
bernilai 0.8 sampai dengan 0.9 dijumpai pada individu No.30 dan Individu No.
35, inidivdu No. 30 dan individu No. 31, inidividu No.30 dan inidvidu No. 2,
individu No.30 dan No.6, individu No.12 dan No.30.

Analisis Kluster Marka RAPD Kelapa Sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
Pengelompokkan terhadap 30 sampel kelapa sawit berdasarkan marka
RAPD juga dilakukan untuk melihat jarak ketidaksamaan. Pengelompokkan

Universitas Sumatera Utara

tersebut akan dapat melihat bagaimana kluster yang dihasilkan oleh primer
RAPD. Dendogram yang dibentuk marka RAPD dapat dilihat pada Gambar 13.

I

II

III

Gambar 13. Dendogram 30 DNA kelapa sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
yang dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple
matchingberdasarkan marka RAPD
Pada matriks jarak ketidaksamaan secara grafik diperlihatkan melalui
dendogram (Gambar 13), 30 sampel tanaman sawit menunjukkan pemisahan
genotipe ke dalam 3 kluster utama. Kluster I berjumlah 13 individu yang terdiri

Universitas Sumatera Utara

atas individu No.9, No.26, No.45, No.31, No.18, No.42, No.20, No.32, No.6,
No.27, No.5, No.47, dan No.29, kluster II berjumlah 12 individu yang terdiri atas
individu No.24, No.16, No.38, No.30, No.48, No.3, No.12, No.36, No.2, No.40,
No.37 dan No.35 dan kluster III berjumlah 5 individu e yang terdiri atas individu
No.44, No.11, No.15, No.8 dan No.21.
Matriks jarak ketidaksamaan genetik marka RAPD menunjukkan bahwa
jarak ketidaksamaan generik pada tanaman kelapa sawit yang diuji berkisar
antara 0.000

sampai dengan 1.265 (Lampiran 12).

Jarak ketidaksamaan

genetik tertinggi terdapat pada indvidu No. 30 dan individu No.9 sebesar 1.265
sedangkan jarak ketidaksamaan genetik rendah terdapat pada individu No. 24 dan
individu No.11.
Marka RAPD merupakan penanda molekuler yang dapat menunjukkan
adanya keragaman genetik. Marka RAPD telah secara luas digunakan untuk
penelitian diversitas genetik (Guneeren et al. 2010). Berdasarkan Lampiran 12.
dapat diketahui bahwa ada perbedaan genetik pada individu DxP Unggul
Socfindo. Artinya bahwa jika dalam suatu populasi masih memiliki tingkat
keragaman maka masih memungkin untuk mengeksploitasi sifat genetik yang
terkandung pada individu tersebut untuk perencanaan kegiatan pemuliaan
tanaman selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) Marka SSR Kelapa Sawit
Varietas DxP Unggul Socfindo
Profil radial NJtree berguna untuk pengelompokkan dari genotipe yang
diuji berdasarkan marka yang digunakan.Berdasarkan profil radial tersebut dapat
dilihat bagaimana kecenderungan pengelompokan terhadap 30 sampel tanman
kelapa sawit Varietas DxP Unggul Socfindo. Pengelompokkan NJtree pada
penelitian ini berdasarkan jarak ketidaksamaan dengan menggunakan marka SSR.
Berdasarkan pengelompokkan NJtree tersebut dapat diketahui bahwa
tanaman kelapa sawit yang berasal dari varietas yang sama telah dapat dibedakan.
Perbedaan berdasarkan grup tersebut akan menunjukkan bagaimana tingkat
keragaman genetik. Genotipe-genotipe yang berada pada grup yang samamemiliki
tingkat kekerabatan yang lebih dekat sedangkan genotipe-genotipe yang terletak
pada grup yang berbeda menunjukkan ketidakmiripan yang lebih jauh.

/

Universitas Sumatera Utara

I

II

III

Gambar 14. Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dari 30 DNA kelapa
sawit Varietas DxP UnggulSocfindo yang dianalisis berdasarkan
yang dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple
matchingdengan Menggunakan Marka SSR
Berdasarkan hasil analisis matrix dissimilarity simple matching
didapatkan hasil profil radial yang dianalisis dikelompokkan kedalam tiga grup
utama. Berdasarkan Gambar 14. dapat diketahui bahwa pola pita yang hampir
sama diantara sampel yang diuji membuat profil radial menjadi sangat rapat.

Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) Marka RAPD Kelapa Sawit
Varietas DxP Unggul Socfindo
Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dari 30 DNA Kelapa
Sawit Varietas DxP Unggul Socfindo dengan menggunakan marka RAPD yang
dianalisis berdasarkan matrix dissimilarity simple matching dikelompokkan

Universitas Sumatera Utara

kedalam tiga grup utama yang mana grup I dibagi kedalam dua sub grup, grup dua
dan grup tiga. Profil radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) yang dibentuk pada
marka RAPD dapat dilihat pada Gambar 15.

I
IA

IB
II

IIB

IIA

II

Gambar 15.

Profil Radial Neighbour-Joining Tree (NJtree) dari 30 DNA kelapa sawit
Varietas DxP Socfindo La Mêyang dianalisis berdasarkan yang dianalisis
berdasarkan matrix dissimilarity simple matching dengan Menggunakan
Marka RAPD

Pengolompokan genotipe yang dihasilkan oleh marka RAPD dan SSR
menunjukkan bahwa primer yang telah digunakan dapat menunjukkan adanya
perbedaan antara individu yang diuji yang dikelompokkan kedalam 3 grup
utama.Terdapat perbedaan inividu hasil NJtree pada RAPD dan SSR, hal ini
disebabkan oleh karena sifat dari kedua marka ini yang mana marka RAPD

Universitas Sumatera Utara

membedakan individu berdasarkan sifat dominan sedangkan SSR membedakan
individu berdasarkan sifat kodominan.
Berkaitan dengan hal ini maka pengelompokan tersebut sangat berguna,
sebagai langkah awal untuk proses pemuliaan tanaman. Proses pemuliaan
tanaman akan jauh lebih efektif dilakukan jika berasal dari grup yang berbeda.
Acquaah (2007) menjelaskan bahwa semakin jauh jarak genetik maka proses
persilangan yang akan dilakukan juga akan semakin mudah. Proses persilangan
sendiri terkait dengan sifat fenotip yang dikendalikan oleh alel-alel tertentu.
Irawan (2008) menjelaskan bahwa sifat fenotip dikendalikan oleh gen tertentu
yang mengontrol suatu sifat. Sifat tersebut bersifat dominan, resesif, kodominan
dan adanya interaksi gen. Alel yang ekspresinya dapat menutupi alel lain bersifat
dominan sedangkan yang ditutupi disebut dengan resesif.

Analisis faktorial Principal Coordinates Analysis (PCoA) Marka SSR Kelapa
Sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
Analisis faktorial PCoA menunjukkan bahwa aksis 1 dan aksis 2 mampu
menjelaskan nilai keragaman molekuler pada lima primer SSR yang digunakan
pada 30 DNA kelapa sawit var DxP Unggul Socfindo sebesar 62.43%. Hasil
analisis Principal Coordinates Analysis (PCoA) yang dibentuk pada marka SSR
dapat dilihat pada Gambar 16.

Universitas Sumatera Utara

.3

Aksis 2 (24.38%)

35
.25

37 20
.2

12

2

8 16

6

30

.15

.1

.05

Aksis 1 (38.05%)
-.25

-.2

-.15

-.1

-.05

.05
-.05

36
24 38
40
9 11 44
26 31

-.1

.1

.15

47
15
21 29 18
32 48 27

-.15

.2

.25

.3

.35

.4

.45

3
45
42

5
-.2

Gambar 16.

Analisis faktorial Principal Coordinates Analysis (PCoA) aksis 1
(horizontal) dan aksis 2 (vertikal) yang dianalisis berdasarkan
matrix dissimilarity simple matchingdengan menggunakan Marka
SSR

Analisis faktorial Principal Coordinates Analysis (PCoA) Marka RAPD
Kelapa Sawit Varietas DxP Unggul Socfindo
Analisis faktorial PCoA menunjukkan bahwa aksis 1 dan aksis 2 mampu
menjelaskan nilai keragaman molekuler pada lima primer RAPD yang digunakan
pada 30 DNA kelapa sawit var DxP Unggul Socfindo sebesar 42.59%. Hasil
analisis Principal Coordinates Analysis (PCoA) yang dibentuk pada marka RAPD
dapat dilihat pada Gambar 17.

Universitas Sumatera Utara

16

.3

Aksis 1 (24.95%)

.25
.2

21
24 .15 44 5 37
1115 .1 40
2
27
32
12
36

30
-.8

-.7

-.6

-.5

-.4

-.3

-.2

Aksis 2 (17.64%)

45
38

-.1

3
48 6 20
42 -.1

.1

35
8 29
.2 18

.3

47

-.15
-.2
-.25

26

31

-.3
-.35
-.4
-.45

9-.5

Gambar 17.

Analisis faktorial Principal Coordinates Analysis (PCoA) aksis 1
(horizontal) dan aksis 2 (vertikal) yang dianalisis berdasarkan
matrixdissimilarity simple matching dengan Menggunakan Lima
Marka RAPD

Berdasarkan hasil analisis PCoA dapat diketahui bahwa nilai keragaman
molekuler yang dihasilkan oleh kedua marka tidak jauh berbeda.Nilai keragaman
molekuler pada marka SSR adalah sebesar 62.43% sedangkan nilai keragaman
molekuler pada marka RAPD adalah sebesar 42.59%. Berdasarkan hal ini dapat
diketahui bahwa kedua primer mampu menunjukkan adanya keragaman.
Keragaman sangat penting bagi proses seleksi tanaman. Keragaman yang tinggi
akan lebih meningkatkan keberhasilan dalam proses perakitan varietas baru.
Acquaah (2007) menyatakan keragaman genetik adalah faktor penting dalam
perakitan varietas baru.

Universitas Sumatera Utara

Upaya perbaikan tanaman akan lebih efektif dilakukan dengan melihat
keragaman genetiknya. Oleh sebab itu, keragaman merupakan modal utama dalam
proses pemuliaan tanaman. Widiastuti et al. (2013) menjelaskan bahwa upaya
perbaikan sifat tanamansalah satunya adalah dengan meningkatkan keragaman
genetik.Seperti telah diketahui, modal dasar pemulian tanaman adalah adanya
keragaman yang luas. Dengan adanya variabilitas yang luas, proses seleksi dapat
dilakukan secara efektif karena akan memberikan peluang yang lebih besar untuk
diperoleh karakter-karakter yang diinginkan.

Pembahasan
Identifikasi keragaman genetik kelapa sawit (E. guineensis) Varietas DxP
Socfindo Unggul berdasarkan marka RAPD dan SSR
Identifikasi keragaman genetik meupakan salah satu upaya dalam proses
pemuliaan tanaman. Selama ini upaya tersebut dilakukan dengan cara melakukan
pengamatan morfologi. Pengamatan morfologi memiliki beberapa kekurangan
yaitu data yang diperoleh sangat dipengaruhi faktor lingkungan, untuk mengatasi
permasalahan perlu dilakukan pengamatan molekuler. Pengamatan molekuler
akan menunjukkan data yang relatif lebih stabil dan tidak dipengaruhi faktor
lingkungan. Dua lembang et al. (2010) menyatakan identifikasi molekuler akan
memberikan hasil yang lebih efektif dan akurat dibandingkan dengan pengamatan
morfologi.
Deteksi keragaman genetik pada penelitian ini menggunakan dua jenis
marka yang berbeda yaitu marka SSR dan marka RAPD. Perbedaan mendasar

Universitas Sumatera Utara

pada kedua marka tersebut adalah marka SSR bersifat heterozigot atau kodominan
sedangkan marka RAPD bersifat dominan. Donata (2010) menyatakan bahwa
marka SSR merupakan salah satu marka yang bersifat heterozigot, selanjutnya
Zulfahmi (2013) menyatakan RAPD merupakan salah satu marka molekuler yang
bersifat dominan.
Untuk mengamati adanya keragaman genetik dapat dilakukan dengan
mengamati jumlah alel dan rataan alel, semakin tinggi jumlah alel teramati
semakin menunjukkan adanya keragaman genetik pada genom yang diamati.
Primer-primer SSR yang digunakan telah dapat menunjukkan adanya perbedaan
jumlah alel. Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah alel
yang dihasilkan pada masing-masing primer SSR mulai dari satu alel sampai
dengan empat alel. Perbedaan jumlah alel tersebut dapat menunjukkan adanya
perbedaan genetik pada masing-masing individu. Hartati et al. (2010) menyatakan
bahwa perbedaan jumlah alel dalam suatu lokus dapat menunjukkan adanya
keragaman.
Jika dibandingkan dengan rataan alel origin central tanaman kelapa sawit
didapatkan hasil bahwa rataan jumlah alel pada penelitian ini lebih rendah. Hal ini
dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Putri (2010) pada origin
Yangambi sebesar 3.50, Origin Nigeria 4.50, dan Origin Ekonia 3.85 dan
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tasma dan Arumsari (2013) di
dapatkan rataan jumlah alel kelapa sawit asal kamerun sebesar 8.75. Rendahnya
rataan alel pada penelitian ini dapat disebabkan oleh adanya proses pemuliaan
tanaman sehingga menghasilkan jumlah alel yang lebih kecil. Boekume et al.

Universitas Sumatera Utara

(2007) menjelaskan bahwa keberadaan jumlah alel pada populasi liar
menunjukkan penurunan yang disebabkan oleh adanya proses seleksi, selanjutnya
Mangoendidjojo (2003) menyatakan bahwa jika suatu genotipe secara terus
menerus mengalami penyerbukan dan pembuahan sendiri akan tampak bahwa
proporsi homozigot akan bertambah sedangkan proporsi heterozigot akan
menurun.
Ne menunjukkan jumlah alel efektif yang didapatkan dari masing-masing
DNA tanaman, nilai ini merupakan kebalikan dari nilai homozigositas. Semakin
tinggi nilai Ne, maka semakin banyak jumlah individu yang bersifat heterozigot.
Jumlah alel efektif tertinggi terdapat pada primer FR0350 sedangkan terendah
terdapat pada primer FR046, rataan alel efektif untuk primer SSR adalah 1.831.
Penelitian terkait dengan jumlah alel yang telah dilakukan oleh penelitianpenelitian sebelumnya dengan menggunakan varietas komersial menunjukan tidak
adanya perbedaan. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Nida (2014) yang
memperoleh jumlah rataan alel sebesar 2.80; Maizura et al. (2009) memperoleh
sebesar 1,90 dan Allou et al. (2008) memperoleh sebesar 1.75.
Indikasi adanya keragaman berdasarkan jumlah alel juga dapat dilihat
berdasarkan jumlah pita yang dihasilkan oleh primer RAPD berdasarkan hasil
penelitian ini diperoleh bahwa jumlah pita yang dihasilkan berkisar antara satu
sampai dengan delapan. Jumlah pita tertinggi terdapat pada primer OPH-13 dan
terendah terdapat pada primer OPC-12. RAPD merupakan primer yang bersifat
tunggal dan random yang mengamplifikasi fragmen DNA tertentu sesuai dengan
marka oligonukleutidanya sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi adanya

Universitas Sumatera Utara

keragaman. Surahman et al. (2007) yang menyatakan bahwa primer RAPD
bersifat tunggal yang memiliki rangkaian nukleotida yang bersifat random
sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan polimorfisme DNA
pada suatu genom.
Indikator lain yang dapat dijadikan untuk melihat adanya keragaman
genetik tanaman pada Varietas DxP Unggul Socfindo adalah berdasarkan nilai
heterozigositas teramati (Ho) dan heterozigositas harapan (He), semakin tinggi
nilai heterozigositas semakin tinggi keragaman genetiknya. Berdasarkan hasil
penelitian ini, secara umum dapat dilihat bahwa nilai heterozigositas termati (Ho)
lebih tinggi dibandingkan dengan nilai heterozigositas harapan (He).
Identifikasi genetik terhadap individu kelapa sawit yang berasal dari origin
center-nya akan menunjukkan nilai Ho lebih rendah dibandingkan dengan nilai
He. Hal ini dibuktikan oleh Zulkifli et al. (2007) yang mengamati E.guineensis
di sebelas negara sumber plasma nutfah kelapa sawit diperoleh rataan Ho sebesar
0.398 dan He sebesar 0.503, selajutnya Putri (2010) melihat pada origin kelapa
sawit yaitu Avros, Nigeria, Ekona, Ghana, Yangambi, Lá Mê menunjukkan nilai
rataan Ho sebesar 0.401 dan He 0.503, hal yang sama juga dijumpai pada
Noorhiza et al. (2012) mengamati pada beberapa daerah penghasil kelapa sawit
yaitu Colombia, Costa Rica, Panama, Honduras, Deli dura, Nigeria menunjukkan
nilai rataan Ho sebesar 0.192 dan nilai rataan He sebesar 0.279 dan Rajanaidu
(2015) mengamati di beberapa daerah sumber plasma nutfah kelapa sawit negara
Amerika Latin yaitu Colomobia, Brazil, Peru dan Equador menunjukkan nilai
rataan Ho sebesar 0.431 dan He sebesar 0.501.

Universitas Sumatera Utara

Akan tetapi, nilai Ho akan lebih tinggi dibandingkan dengan nilai He jika
identifikasi genetik tersebut dilakukan pada varietas komersial atau pada individu
kelapa sawit yang berasal hasil persilangan atau telah melalui tahapan pemuliaan
sehingga telah terjadi tekanan akibat seleksi. Hasil penelitian ini menunjukkan
nilai rataan Ho (0.565) lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rataan He
(0.425). Hal yang sama juga terdapat pada Nida (2014) yang menunjukkan nilai
rataan Ho sebesar 0.826 dan He sebesar 0.576, Nida et al. (2014) menunjukkan
nilai rataan Ho sebesar 0.8575 dan He sebesar 0.615.
Berdasarkan primer SSR digunakan pada penelitian ini diperoleh hasil
bahwa rataan PIC pada primer SSR sebesar 0.349, nilai PIC tertinggi pada primer
SSR adalah pada primer FR0350 dengan nilai PIC sebesar 0.623 sehingga primer
FR0350 dikategorikan termasuk primer yang sangat informatif sedangkan nilai
PIC terendah teridentifikasi pada primer FR304. Nilai PIC menunjukkan tingkat
keinformatifan primer untuk menunjukkan adanya keragaman genetik pada suatu
individu. Secara umum nilai PIC pada keseluruhan primer SSR yang digunakan
termasuk kelas sedang (0.25 > PIC < 0.5). Penentuan kriteria PIC tersebut
berdasarkan Botesin et al. (1980). Yu et al. (2009) mengatakan bahwa standar
marker bisa digunakan untuk analisis keragaman genetik adalah setiap lokus harus
mempunyai besar sama dari 4 alel dengan PIC lebih dari 0.7 sedangkan Billotte et
al. (2001) menyatakan bahwa marka SSR umumnya menunjukkan nilai PIC di
atas 60% dan jumlah alel per lokus b

Dokumen yang terkait

Keragaman Genetik Tiga Populasi Kelapa Sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Tipe Pisifera Berdasarkan Marka RAPD

1 74 54

Keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pisifera asal nigeria berdasarkan analisis marka simple sequence repeats (SSR)

1 21 332

Identifikasi Keragaman Genetik Pada Tanaman kelapa Sawit (Elaeis gineensis Jacq.) Asal Klon Berdasarkan Marka RAPD (Random Amplified Polimorphism DNA)

3 14 78

Fingerprinting kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Berdasarkan Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD)

0 0 17

Fingerprinting kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Berdasarkan Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD)

0 0 2

Fingerprinting kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Berdasarkan Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD)

0 0 6

Fingerprinting kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Berdasarkan Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD)

0 1 23

Fingerprinting kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Berdasarkan Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD)

1 3 10

Fingerprinting kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq.) Berdasarkan Marka Simple Sequence Repeats (SSR) dan Random Amplified Polymorphism DNA (RAPD)

0 0 12

Validasi Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT. Socfindo Berdasarkan Marka SSR (Simple Sequence Repeats) Chapter III VI

0 0 61