Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Menuju Pembangunan Kota Hijau (Studi Kasus di Kota Medan) Chapter III VI

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Kota ini
merepresentasikan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk sebagaimana kotakota metropolitan lainnya. Pertumbuhan penduduk tersebut memicu laju
perubahan penggunaan lahan yang sangat pesat di perkotaan menjadi
perumahan/permukiman, perdagangan, jasa, dan perindustrian. Waktu penelitian
selarna 1,5 tahun dirnulai dari bulan Januari 2013 - Juni 2014, yang terdiri atas
tiga tahap yaitu tahapan pengumpulan data dan klasifikasi data, analisis dan
sintesis serta konsep dan perencanaan.
3.2 Alat dan Data Penelitian
3.2.1. Alat Penelitian
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer
beserta perlengkapannya yang berguna untuk proses pengolahan dan analisis data.
Peralatan yang digunakan adalah :
-

Peralatan laboratorium : perangkat keras komputer, dengan perangkat
lunak GIS (ArcGIS) dan software pengolah citra (Er Mapper), Software
Arc View beserta extension, software SPSS Statistics 17.0, software

Powersim Constructor 2.5d dan Criterium decision plus 3.0

-

Global Positioning System (GPS), kompas, dan alat penunjang lainnya
untuk mengetahui posisi koordinat titik kontrol tanah yang berguna
menentukan area contoh (training area) daerah-daerah yang bervegetasi.

-

Citra satelit ikonos tahun 2003 dan tahun 2013

52
Universitas Sumatera Utara

53

-

Peta Rupa Bumi Indonesia dari Badan Informasi Geospasial (BIG)


3.2.2. Data Penelitian

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
dilaksanakan melalui wawancara mendalam dengan stakeholders berkaitan
dengan arahan prioriras kebijakan.
Tabel 3.1. Jenis, unit, dan sumber data
Peubah
Aspek Biofisik
Lahan Permukiman/bangunan
Lahan Industri
Lahan Jasa
Lahan Sawah
Lahan Kebun Campuran
Lahan Hutan Rawa
Lahan Tegalan
Lahan Terbuka Bervegetasi

Unit


Sumber data

Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha
Ha

Peta Penggunaan lahan Tahun 2003, dan
2013 (Analisis Citra Ikonos dengan
resolusi 30 Meter) dan Peta Rupa Bumi
Indonesia daerah Kota Medan dengan
skala 1:25.000.

Alokasi RTH 2013

Ha


Analisis Citra Ikonos dengan resolusi 30
Meter dan Peta Rupa Bumi Indonesia
Daerah Kota Medan dengan Skala 1 :
25.000

Aspek Sosial
Kependudukan
Jumlah Penduduk
Kelahiran
Kematian
Migrasi Masuk
Migrasi Keluar

Jiwa
Jiwa/Tahun
Jiwa/Tahun
Jiwa/Tahun
Jiwa/Tahun


BPS Kota Medan, Bappeda Kota Medan,
dan dinas terkait dilingkungan Kota
Medan

Lahan Bervegatasi
Pengurangan RTH
Penambahan RTH
Suhu dan kelembaban

Analisis Regresi Berganda
- Perubahan Luas lahan RTH
- Pertambahan jumlah permukiman
- Pertambahan jumlah penduduk
- Pertambahan jumlah industri

Ha
Ha
O
C


BPN Kota Medan, BPS Kota Medan,
Bappeda Kota Medan, BLH Kota Medan
dan dinas terkait dilingkungan Kota
Medan

Ha/Thn
Unit/Thn
Jiwa/Thn

BPS Kota Medan, Bappeda Kota Medan,
BLH Kota Medan dan dinas terkait
dilingkungan Kota Medan

Unit/Thn
Aspek Ekonomi
Pendapatan Daerah
- PDRB
- Pendapatan per sektor

Rupiah


Bappeda Kota Medan

Universitas Sumatera Utara

54

Data sekunder meliputi data kependudukan, sarana utilitas kota/lahan terbangun
dan lahan bervegetasi, suhu, kelembaban dan pendapatan daerah dan data hasil
olahan lainnya. Seluruh data tersebut digunakan untuk analisis regresi dan pola
hubungan dinamis. Peubah yang digunakan dan sumber data disajikan pada Tabel
3.1.
3.3. Rancangan Penelitian
1) Tahap studi literatur
Pada studi literatur dimulai dengan mencari dan merangkum kepustakaan
yang dapat menunjang pengerjaan penelitian, serta mendapatkan standar
RTH dan kriteria konsep kota hijau yang ideal.
2) Tahapan pengumpulan data
Pada tahapan ini, dilakukan pengumpulan data yang berkaitan dengan
penelitian berupa data primer dan data skunder. Data primer dilakukan

melalui wawancara kepada stakeholders. Populasi dalam penelitian
adalah jumlah

ini

RTH yang dimanfaatkan baik secara individu, kelompok,

organisasi, swasta, instansi pemerintah di lokasi penelitian. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini
digunakan karena responden yang dipilih adalah responden yang memenuhi
kriteria :
a.

Memiliki keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti;

b.

Memiliki reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli pada bidang
yang diteliti;


Universitas Sumatera Utara

55

c. Memiliki pengalaman dalam bidang kajian yang diteliti. Kriteria
stakeholders tersebut diidentifikasi dengan rincian seperti tertera pada
Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Kriteria stakeholder, instansi dan jumlah responden
No
1.

2.
3
4.

Kriteria stakeholders

Asal
Intsnasi/Lembaga Jumlah
dan Bidang Keahlian

Responden
Kedudukan/Jabatan
Sekda Kota Medan
1
Bappeda Kota Medan
1
BLH Kota Medan
1
Dinas Pertamanan
1
Dinas Permukiman
1
DPRD
3
Camat
21
Tokoh Masyarakat
Peduli Lingkungan
10
LSM

Peduli Lingkungan
5
Akademisi
Pusat Penelitian
5
Lingkungan Hidup
Jumlah
60

3) Tahap pembahasan hasil olahan data, merupakan tahap pembahasan dan
perumusan hasil analisis untuk menjawab tujuan penelitian.
4) Tahap penulisan disertasi, pada tahap ini dilakukan penyusunan disertasi yang
merupakan hasil akhir kegiatan yang dilakukan selama penelitian.
Rancangan penelitian dengan analisis spasial terhadap perubahan
penggunaan lahan multi waktu dari tahun 2003 - 2013, didapatkan dinamika dan
polanya serta ketersediaan lahan RTH saat ini. Wawancara dan penyebaran
kuesioner (lampiran 9), kepada stakeholders untuk menetapkan kriteria dan
pemilihan prioritas kebijakan dengan model AHP. Intisari masing-masing bagian
yang meliputi tujuan penelitian, peubah, sumber data, teknik analisis dan output
yang diharapkan disajikan pada Tabel 3.3 diatas.

Universitas Sumatera Utara

56

Tabel 3.3. Matriks rangkuman, tujuan, jenis data, parameter, teknik analisa
data dan output
Tujuan

Jenis data yang
dikumpulkan

Menganalisis
Data Penggunaan
dinamika dan Lahan Tahun 2003,
pola perubahan dan 2013
penggunaan
lahan Tahun
2003,
2008
dan 2013
Menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perubahan
penggunaan
lahan
RTH
menjadi RTB
Menyusun
skenario
kebijakan kota
hijau dengan
menganalisis
optimalisasi
distribusi
spasial dengan
pendekatan
sistem dinamik

Menyusun
arahan
prioritas
strategi
kebijakan
pengalokasian
kota hijau

Sumber data

Teknik
Analisis
data

Peta
Penggunaan
Lahan Tahun
2003,
dan
2013

Berbasis
Sistem
Informasi
geografis
dan Remote
Sensing
(Analisis
Spasial)
Jumlah Penduduk
BPS
dan Analisis
JumlahPermukiman, Bappeda Kota regresi
Jumlah Industri
Medan
berganda

Data Penggunaan Peta
Lahan Tahun 2003, Penggunaan
dan 2013
Lahan Tahun
2003,
dan
Data
Lahan 2013
bervegatsi, Data
Penduduk,
dan BPS Kota
Data
Medan,
Pendapatan daerah
Bappeda Kota
Medan, BLH
Kota Medan
dan dinas
terkait
dilingkungan
Kota Medan

Data kuesioner dan Stakeholder
wawancara
1. Dinas
Pemerintahan terkait
2. Masyarakat
3. Swasta
4. Akademisi

Output yang
diharapkan
Model Spasial
Perubahan
penggunaan
Lahan

Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perubahan
penggunaan
lahan
RTH
menjadi RTB

Berbasis
Disain model
Sistem
kebijakan kota
Informasi
hijau
geografis
dan Remote
Sensing
(Analisis
Spasial)

Integrasi
Sistem
Informasi
geografis
Analisis
Spasial) dan
Sistem
Dinamik
AHP

Strategi
kebijakan
pengalokasian
kota hijau

Universitas Sumatera Utara

57

3.6. Terminologi
Guna menghindari pemahaman yang berbeda pada penelitian ini maka
disusun batasan operasional sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1.

Pengelolaan adalah suatu proses yag dimulai dari perencanaan, pengaturan,
pengawasan, penggerak sampai dengan proses terwujudnya tujuan.

2.

Industri adalah komplek bangunan yang utamanya dimaksudkan sebagai
tempat perusahaan (seperti pabrik, kilang dan sebagainya)

3.

Lahan jasa adalah komplek bangunan yang utamanya dimaksudkan untuk
kegiatan sosial seperti rumah sakit, instansi pemerintahan, terminal, pasar,
bank

4.

Kebun campuran adalah areal yang ditanami rupa-rupa jenis tanaman keras
atau kombinasi tanaman keras dan tanaman semusim dengan tidak jelas
jenis mana yang meninjol

5.

Sawah adalah areal pertanian tanah basah atau sering digenangi air. Fisiknya
tampak seperti apa yang lazim di Indonesia dikenal sebagai tanah sawah
serta serta periodik atau terus menerus ditanamai padi. Termasuk dalah hal
ini sawah-sawah yang ditanami tebu, tembakau, rosela dan sayur-sayuran

6.

Lahan terbuka adalah : areal terbuka karena hanya ditanam tanaman rendah
dari keluarga rumput dan semak rendah

7.

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, lautan, dan udara sebagai
satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan
melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya (UU No.24
tahun 1992).

Universitas Sumatera Utara

58

8.

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratifdan/ atau aspek fungsional (UU No.24 Tahun 1992).

9.

Wilayah perkotaan adalah suatu pusat permukiman dan kegiatan penduduk
yang mempunyai batas administratif yang diatur dalam peraturan
perundangan serta pemukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri
perkotaan (Inmendagri No.14 Tahun 1988).

10.

Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas
baik

dalam

bentuk

area/kawasan

maupun

dalam

bentuk

area

memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang
pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas RTH dan ruang
terbuka non hijau.
11.

Taman lingkungan, adalah lahan terbuka hijau yang berfungsi sosial dan
estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada
tingkat lingkungan.

12.

Taman kurang dari 100 pohon adalah lahan terbuka hijau yang terbentuk
oleh geometris jalan seperti pada persimpangan tiga atau bundaran jalan.
Sedangkan median berupa jalur pemisah yang membagi jalan menjadi dua
lajur atau lebih.

13.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah bagian dari lahan terbuka kota yang
ditumbuhi oleh tanaman atau tumbuhan secara alami (endemik) atau
budidaya (introduksi), untuk berbagai kepentingan lingkungan perkotaan,
seperti hutan kota, jalur hijau, pekarangan, lahan pertanian, ruang terbuka
taman atau lapangan olahraga, semak belukar atau perkebunan.

Universitas Sumatera Utara

59

14.

Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) adalah ruang terbuka non hijau adalah
ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori
RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.

15.

RTH milik publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah
atau publik/swasta dan untuk kepentingan publik dalam upaya peningkatan
kualitas lingkungan dan kenyamanan warga kota.

16.

Kota hijau adalah kota yang secara ekologis dikatakan kota yang sehat.
Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota
dengan kelestarian lingkungan.

17.

Kriteria kota hijau
a.

Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU yang berlaku, seperti
UU 24/2007: Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus menjadi
kota waspada bencana), UU 26/2007: Penataan Ruang, UU 32/2009:
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

18.

b.

RTH seluas 30% dari luas kota (RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)

c.

Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)

Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang
diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah,
atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer 1997).

19.

Geographic Information System (GIS) merupakan suatu sistem berbasiskan
komputer yang digunakan untuk menyimpan dan menganalisis informasiinformasi geografis

Universitas Sumatera Utara

60

20.

Penganggaran daerah adalah mekanisme stakeholders untuk berkontribusi
terhadap keputusan yang dibuat mengenai kebijakan penganggaran melalui
tahapan pembahasan APBD secara partisipatif (bottom up planning).

21.

Green community adalah suatu konsepsi untuk membangun perhatian dan
atau

kepedulian

masyarakat

serta

upaya

menyamakan

platform

pengembangan industri pertamanan di masa mendatang
22.

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan
antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.

23.

Koefisien Daerah Hijau (KDH)

adalah angka persentase perbandingan

antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang
diperuntukkan

bagi

pertamanan/penghijauan

dan

luas

tanah

perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
3.5. Analisa Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kota Medan
Pengertian lahan berbeda dengan tanah, namun dalam kenyataan sering
terjadi kekeliruan dalam memberikan batasan pada kedua istilah tersebut. Tanah
merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri dari komponen-komponen
padat, cair dan gas yag memiliki sifat dan perilaku yang dinamik. Benda alami ini
terbentuk dari hasil interaksi antara iklim dan jasad hidup terhadap suatu bahan
induk yang dipengaruhi relief tempatnya terbentuk dan waktu. Sedangkan lahan
merupakan lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, vegetasi dan

Universitas Sumatera Utara

61

benda yang memiliki pengaruh terhadap pengguanan lahan. Termasuk di
dalamnya kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang (Arsyad,1989).
Penggunaan lahan adalah penggunaan lahan utama atau kedua (apabila
merupakan penggunaan lahan berganda) dari sebidang lahan pertanian, lahan
hutan, padang rumput dan sebagainya. Jadi penggunaan lahan lebih mengarah
dalam pengertian tingkat pemanfaatan oleh masyarakat. Penggunaan lahan
(landuse) merupakan suatu bentuk campur tangan manusia terhadap lahan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya baik materil maupun spiritual. Menurut Arsyad
(1989) penggunaan lahan dibagi atas dua golongan besar yaitu, penggunaan lahan
pertanian dan penggunaan lahan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian
dibagi kembali berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan,
dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti pengunaan lahan
sawah, tegalan, hutan lindung, kebun karet dan sebagainya. Sedangkan
penggunaan lahan non pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan lahan
kota atau desa (permukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya.
Penggunaan lahan merupakan salah satu produk kegiatan manusia di
permukaan bumi yang memiliki berbagai macam variasi bentuk. Perubahan
penggunaan lahan merupakan kombinasi dari hasil interaksi faktor sosial
ekonomi, politik dan budaya. Manusia menjadi faktor utama terbentuknya
berbagia macam pola penggunaan lahan serta terhadap perubahan-perubahan
sebagai akibat aktivitasnya di atas permukaan bumi.
Analisis mengenai perubahan penggunaan lahan merupakan suatu alat
untuk memperkirakan perubahan ekosistem dan implikasi lingkungannya pada
skala waktu dan keruangan yang bervariasi. Yang termasuk perubahan pada

Universitas Sumatera Utara

62

penutupan lahan adalah perubahan keanekaragaman biotik, produktifitas yang
utama dan aktual, kualitas tanah, alieran permukaan serta kecepatan sedimentasi
(Zain, 2002).
Kajian ini dilakukan dengan teknik analisis spasial untuk menentukan
alokasi lahan yang dapat dikembangkan sebagai RTH di Kota Medan.
Pengamatan perubahan penggunaan lahan dilakukan pada tahun 2003 dan 2013.
Pada selang waktu tersebut, diprediksi telah terjadi pengalihan fungsi

lahan

sehingga dapat dilihat perubahan- perubahan yang terjadi dengan jelas. Tujuan
dilakukannya analisis perubahan tutupan lahan kota Medan ini adalah untuk lebih
memudahkan mengetahui perubahan yang terjadi selama dua (2) periode
pengamatan yaitu dari tahun 2003 - tahun 2013. Analisis perubahan penutupan
lahan dilakukan dengan membandingkan peta penggunaan lahan tahun 2003 dan
tahun 2013 dengan cara mengoverlay peta tersebut.
Metode yang digunakan adalah dengan change detection. Menurut
Sumantri (2006), change detection adalah suatu analisis deteksi perubahan yang
dilakukan untuk menentukan laju/tingkat perubahan lahan setiap waktu dimana
menggunakan teknologi penginderaan jauh (remote sensing) dalam menentukan
perubahan di obyek studi khusus di antara dua atau lebih periode waktu. Analisis
dan evaluasi penggunaan lahan yang dilakukan adalah evaluasi laju perubahan
penggunaan lahan tahun 2003 - tahun 2013.
Dinamika tata ruang bersumber pada dinamika penduduk beserta aktivitas
sosial dan ekonomi. Aktivitas penduduk perkotaan direpresentasikan dengan
semakin tingginya permintaan lahan terbangun. Lahan terbangun dalam klaster ini
direpresentasikan

dengan

sebutan

permukiman

baik

untuk

kepentingan

Universitas Sumatera Utara

63

perumahan, industri, dan sarana terbangun lainnya. Setiap aktivitas tersebut
mengakibatkan perubahan tata ruang dari waktu ke waktu. Sampai pada tingkat
tertentu, aktivitas sosial dan ekonomi pada akhirnya akan dibatasi oleh
kemampuan daya dukung biofisik kawasan. Variabel dalam kajian ini adalah
perubahan penggunaan lahan terhadap rencana jenis penggunaan lahan dalam peta
penggunaan lahan Kota Medan mewakili delapan klaster yaitu:
a.

Klaster 1, dicirikan oleh luas areal permukiman/bangunan

b.

Klaster 2, dicirikan oleh luas areal kawasan industri

c.

Klaster 3, dicirikan oleh luas areal jasa

d.

Klaster 3, dicirikan oleh luas areal sawah

e.

Klaster 4, dicirikan oleh luas areal kebun campuran

f.

Klaster 5, dicirikan oleh luas areal hutan rawa

g.

Klaster 6, dicirikan oleh luas areal tegalan

h.

Klaster 7, dicirkan oleh luas areal lahan terbuka
Dalam menganalisis perubahan penggunaan lahan dan menghitung kondisi

RTH dilakukan dengan kegiatan pengolahan citra Ikonos menggunakan perangkat
lunak GIS (ArcGIS) dan software pengolah citra (Er-Mapper), Software Arc View
beserta extension Pengolahan citra ikonos meliputi layer stack, koreksi geometrik,
pemotongan citra, klasifikasi penutupan lahan, uji akurasi untuk hasil klasifikasi
penutupan
1. Layer stack
Layer stack merupakan suatu proses pengkonversian dan penggabungan
band. Band yang berbentuk .Tiff dikonversi menjadi bentuk .img, dan
penggabungan band dilakukan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini band yang

Universitas Sumatera Utara

64

digabungkan adalah band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7, sedangkan untuk band 6 hanya
dikonversi dari bentuk .Tiff menjadi .Img.
2. Koreksi Geometrik
Data citra yang telah dilayer stack kemudian di koreksi berdasarkan
koordinat geografisnya yang disebut dengan koreksi geometrik. Proses koreksi
geometrik dilakukan dengan dua cara yaitu koreksi citra ke peta acuan atau
koreksi citra ke citra acuan yang telah terkoreksi. Pada penelitian kali ini
koordinat yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan
sebagai acuan adalah citra tahun 2003 yang telah terkoreksi. Penggunaan
koordinat UTM dimaksudkan untuk mempermudah proses analisis. Koreksi
geometrik citra menggunakan titik ikat medan (GCP) pada citra Ikonos yang akan
dikoreksi dengan peta atau citra acuan. Pada penelitian ini yang digunakan adalah
citra Tahun 2013 yang telah terkoreksi (proses geo-referensi dari citra ke citra),
dari citra yang akan dikoreksi diambil koordinat file-nya, dan citra acuan diambil
koordinat lintang dan bujur pada lokasi yang sama.
3. Pemotongan Citra
Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan daerah penelitian. Pada
penelitian ini citra yang telah terkoreksi dipotong dengan peta batas administratif
Kota Medan yang diperoleh dari Bappeda Kota Medan.
4. Klasifikasi Penutupan Lahan
Klasifikasi merupakan kegiatan proses pengelompokan dari nilai-nilai
spektral pada citra. Terdapat dua metode pengelompokan kelas yaitu klasifikasi
terbimbing dan klasifikasi tidak terbimbing. Klasifikasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing yang menggunakan training sample.

Universitas Sumatera Utara

65

Adapun langkah yang dilakukan adalah :
1.

Pengambilan sampel
Sebelum dilakukan proses klasifikasi peta diambil daerah latihan (training
sample areas) dengan menggunakan peta rupa bumi tahun 2003 sebagai
acuan. Pengambilan sampel berdasarkan pada kenampakan warna yang
terdapat pada citra atau pengamatan visual. Sampel dibagi dalam kelas lahan
bervegetasi pohon, ladang, sawah, semak dan rumput, lahan terbangun,
lahan terbuka dan badan air.

2.

Proses klarifikasi
Klasifikasi dilakukan terhadap hasil sampling dengan menggunakan metode
pengkelas kemiripan maksimum (maximum likehood classification). Metode
klasifikasi

pengkelas

kemiripan

maksimum

yaitu

metode

mempertimbangkan kemiripan spektral dengan spektral maksimum suatu
objek yang dominan akan dimasukkan menjadi satu kelas dan jika nilai
spektralnya jauh dari maksimum akan dimasukkan kedalam kelas lain. Pada
proses klasifikasi ini akan diperoleh citra kelas pentupan lahan dan
presentase penutupan lahan dari masing-masing kelas.
3.

Uji akurasi
Proses uji akurasi hanya dilakukan pada pengolahan penutupan lahan.
Kegiatan uji akurasi digunakan untuk menilai seberapa besar kesesuaian
antara hasil klasifikasi dengan kondisi tutupan lahan dilapangan. Badan
Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah mensyaratkan tingkat
ketelitian sebagai kriteria utama bagi sistem klasifikasi penutupan atau
penggunaan

lahan

yang

disusun

yaitu

tingkat

ketelitian

Universitas Sumatera Utara

66

klasifikasi/interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh
harus tidak kurang dari 85 persen (Lillesand & Kiefer 1990).
4.

Pewarnaan ulang
Hasil dari pengklasifikasian diwarnai ulang (recode). Pewarnaan ulang ini
ditujukan untuk mempermudah dalam mengenali kelas-kelas dalam
penutupan lahan

5.

Hasil
Hasil dari semua proses pengolahan citra dihasilkan jenis peta penggunaan
lahan yang terdiri dari 2 peta yaitu peta tahun 2003 dan tahun 2013. Semua
peta yang dihasilkan akan dihitung luasannya. Hasil dari perhitungan luasan
digunakan untuk proses analisis yaitu dengan membandingkan luasan
berdasarkan tahun.

3.6. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan
Lahan Bervegetasi Menjadi Lahan Terbangun
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan luas lahan bervegtasi yang
terjadi di Kota Medan dilakukan melalui analisis regresi berganda. Regresi
berganda adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk menganalisis
hubungan antara variabel tujuan (dependent variable) dengan bebrapa variabel
penduga (independent variable). Sasaran dari metode regresi berganda adalah
penggunaan variabel penduga untuk memprediksi variabel tujuan. Dengan kata
lain analisis regrasi berganda digunakan untuk menduga nilai suatu parameter
regresi berdasarkan data yang diamati. Model yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai penduga yang baik jika asumsi-asumsi berikut dapat dipenuhi:
a.

E (ei) = 0 untuk setiap i; dimana i = 1,2,...,n; artinya rata-rata galat adalah nol

Universitas Sumatera Utara

67

b.

Kov (ei,ej) = 0, i ≠ j, artinya kovarian pengamatan ke-i dan ke-j = 0, dengan
kata lain tidak ada autokorelasi antara galat pengamatan yang satu dengan
yang lain.

c.

Var (ei2) = σ2; untuk setiap i dimana i = 1,2,...,n; artinya setiap galat
pengamatan memiliki ragam yang sama.

d.

Kov (ei,x1i) = Kov (ei,x2i) = 0; artinya kovarian setiap galat pengamatan
dengan setiap variabel bebas yang tercakup dalam persamaan linier berganda
sama dengan nol.

e.

Tidak ada multikolinearitas; artinya tidak ada hubungan linier yang eksak
antara variabel-variabel penjelas, atau variabel penjelas harus saling bebas.

f.

Ei ≈ N (0;σ), galat pengamatan menyebar normal dengan rata-rata nol dan
ragam σ2.

Persamaan (model) yang akan dihasilkan adalah:
Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + … + bnXn
dimana

Y

: Variabel terikat (dependent variable) yaitu perubahan lahan RTH

b1 b2 b3

: Koefisien Regresi

X1 X2 X3

: Variabel bebas (independent variable)

Uji serempak (Uji F) pada model regresi berganda
Uji serempak dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara
bersama-sama terhadap variabel terikat (Santoso, 2009). Langkah-langkah dalam
menguji hipotesis dengan distribusi F disajikan dibawah ini.

Universitas Sumatera Utara

68

1.

Perumusan hipotesis
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0, berarti secara bersama-sama tidak ada pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam konteks penelitian ini, dapat
dinyatakan bahwa variabel perubahan penggunaan lahan RTH tidak
dipengaruhi secara bersama-sama oleh variabel sosial ekonomi dan
biofisiknya (penduduk, bangunan/pemukiman, perluasan infrastruktur kota,
dan sebagainya)
H1 : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ β4 ≠ 0, berarti secara bersama-sama terdapat pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat.

2.

Penentuan taraf nyata/ level of significance = α
Taraf nyata / derajat keyakinan yang digunakan sebesar α = 10%. Derajat
bebas atau degree of freedom (df) dalam distribusi F ada dua, yaitu :
dbregresi = dbr = db1 = k – 1
dbgalat/error = dbg = db2 = n – k
dimana:
df = degree of freedom / derajad bebas (db)
n = Jumlah sampel dan k = banyaknya koefisien regresi

3.

Penentuan daerah keputusan, yaitu daerah dimana hipotesis nol diterima atau
tidak. H0 diterima apabila F hitung ≤ F tabel, artinya semua variabel bebas
secara bersama-sama bukan merupakan variabel penjelas yang signifikan
terhadap variabel terikat. H0 ditolak apabila F hitung > F tabel, artinya
semua variabel bebas secara bersama-sama merupakan penjelas yang
signifikan terhadap variabel terikat.

Universitas Sumatera Utara

69

4.

Penentuan uji statistik nilai F
Bentuk distribusi F selalu bernilai positif

5.

Pengambilan keputusan
Keputusan bisa menolak Ho atau menerima Ha. Nilai F tabel yang diperoleh
dibandingkan dengan nilai F hitung. Apabila F hitung lebih besar dari F
tabel, maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent.
Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis regresi berganda adalah:

perubahan luas lahan bervegtasi sebagai variabel dependen, dan pertambahan
areal lahan terbangun terdiri atas: pertambahan jumlah penduduk, pertambahan
jumlah permukiman, pertambahan jumlah industri. sebagai variabel independent.
3.7. Menyusun dan Mensimulasi Model Dinamis Yang Mengkaitkan Faktor
Biofisik, Sosial, Ekonomi, dan Ketersediaan RTH.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka sebagai hasil penelitian dibuat
rumusan arahan pengembangan kota hijau di Kota Medan. Sistem Informasi
Geografis digunakan untuk menganalisis arahan pengembangan kota hijau yang
dilakukan didasarkan pada hasil analisis penutupan lahan, Rencana Umum Tata
Ruang (RUTR), dan proyeksi kebutuhan RTH pada tahun 2028, dengan
mempertimbangkan preferensi masyarakat terhadap bentuk dan fungsi RTH yang
diharapkan.
Arahan pengembangan RTH dilakukan untuk memenuhi kebutuhan RTH
maksimum yang masih mungkin dicapai berdasarkan kondisi penutupan lahan
eksisting, RUTR dalam luas wilayah pada masing-masing kecamatan. Sebaran
kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah digunakan untuk melihat kebutuhan
RTH kota secara total pada wilayah Kota Medan yang berupa ruang terbuka yang

Universitas Sumatera Utara

70

didominasi oleh penghijauan (vegetasi) dalam bentuk apapun. Sebaran RTH
menurut kebutuhan penduduk ditujukan untuk meningkatkan kenyamanan
penduduk yang berbentuk taman umum, jalur hijau, hutan kota, dan/atau kawasan
perlindungan setempat (selanjutnya disebut RTH kenyamanan).
Bentuk RTH disesuaikan dengan ketersediaan lahan yang ada, namun
sebisa mungkin mengakomodasikan preferensi masyarakat. Bila ketersediaan
lahan di suatu kecamatan tidak mencukupi, maka pemenuhan kebutuhan diperoleh
dari subsidi dari kecamatan lain. Pada prinsipnya seluruh RTH ditujukan untuk
menyangga ekologi Kota Medan, namun beberapa diantaranya perlu ditekankan
pada fungsi tertentu. Fungsi estetika antara lain ditekankan pada RTH taman dan
jalur hijau tepi jalan. Fungsi ekologi ditekankan pada hutan kota, kawasan resapan
air, kawasan sempadan situ dan jalur hijau sempadan sungai. Sedangkan kawasan
pertanian menekankan pada fungsi ekonomi.

Gambar 3.1. Tahapan pendekatan sistem dalam penelitian

Universitas Sumatera Utara

71

Pendekatan sistem dinamik dimaksudkan dalam rangka menjaga proporsi
RTH kota mengantisipasi cepatnya perubahan penggunaan lahan sebagai akibat
tekanan penduduk dan kegiatan ekonomi kota. Model ini diharapkan akan
diperoleh keseimbangan aspek-aspek ekologi, ekonomi, dan sosial untuk
mendukung keberlanjutan pembangunan kota. Adapun tahapan penelitian hingga
diperoleh rumusan arahan kawasan kota hijau disajikan dalam Gambar 3.1.
Pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu (1) mencari
semua faktor penting yang ada dalam rangka mendapatkan solusi yang baik untuk
menyelesaikan masalah, dan (2) penyusunan suatu model kuantitatif untuk
membantu keputusan secara rasional. Tahapan analisis dengan metode pendekatan
sistem meliputi analisis kebutuhan, formulasi masalah, identifikasi sistem,
pemodelan sistem, verifikasi dan validasi, serta implementasi/opereasi sistem.
(Suwarli, 2011)
Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan hipotesis tentang interaksiinteraksi perilaku yang mendasar pola referensi. Beberapa interasi dari formulasi,
perbandingan dengan bukti empiris dan reforrmulasi akan diperlukan untuk
sampai pada satu hipotesa yang logis dan sahih secara empiris.
1 Analisis Kebutuhan
Dalam tahapan analisis kebutuhan akan diuraikan tentang kebutuhan dan
kepentingan yang utama bagi tiap-tiap elemen pembentuk sistem. Tiap-tiap
elemen memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda. Kumpulan semua
kebutuhan dan kepentingan ini akan saling berinteraksi dan saling mempengaruhi
satu sama lain di dalam sistem dalam rangka sistem tersebut mencapai tujuan.

Universitas Sumatera Utara

72

Analisis ini diperlukan untuk mengetahui kebutuhan dari setiap aktor
(stakeholder) yang terkait dengan kota hijau di Kota Medan. Untuk mengetahui
kebutuhan dari masing-masing stakeholder dilakukan dengan berdiskusi atau
wawancara langsung kepada masing-masing stakeholder, yang dalam ha1 ini
diwakili oleh pihak pemerintah daerah dan masyarakat seternpat. Penentuan
responden dilakukan dengan cara purposive sampling.
2 Formulasi Permasalahan
Formulasi permasalahan merupakan pembahasan permasalahan yang
dihadapi berdasarkan beberapa kriteria yang kemudian dievaluasikan. Dalam
tahap ini, situasi atau isu yang ada digambarkan dan dibatasi oleh studi
identifikasi. Hal ini adalah langkah pertama yang biasa dilakukan pada sebagian
besar pendekatan untuk menyelesaikan masalah. Strukturisasi masalah dari tahap
ini terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut (Maani dan Cavana, 2000):
1. Mengidentifikasi isu kebijakan yang menjadi fokus penelitian yaitu
marginalisasi RTH dan pengelolaannya. Tahap ini memerlukan kepastian
dalam menentukan sasaran hasil, mempertimbangkan sudut pandang
stakeholders.
2. Mengumpulkan informasi awal dan data termasuk laporan evaluasi kinerja
RTH kota, sejarah dinamika lahan, catatan statistik, dokumen kebijakan,
studi sebelumnya, dan wawancara stakeholders.

Universitas Sumatera Utara

73

Gambar 3.2. Skenario penataan kota hijau dengan model pendekatan
sistem dinamik
Formulasi masalah ditentukan atas dasar penentuan informasi melalui
identifikasi sistem yang dilakukan secara bertahap (Eriyatno, 1999). Berdasarkan
analisis kebutuhan dan adanya perbedaan kepentingan antar stakeholders dalam
sistem manajemen pengelolaan RTH di Kota Medan.
3 . Identifikasi Permasalahan

Pada tahap ini terdapat beberapa aktivitas diantaranya mengetahui dan
mendefinisikan permasalahan yang akan dikaji, sehingga akan diperoleh. Inti
masalah yang akan menjadi bahan rujukan ketika menguji kebijakan dalam

Universitas Sumatera Utara

74

menyelesaikan masalah. Untuk mendapatkan inti permasalahan tersebut ada
beberapa ha1 yang perIu diungkapkan, yaitu :
1.

Pola referensi
Dalam langkah ini diidentifikasi pola historis atau pola hipotesis yang
menggambarkan perilaku persoalan (problem behavior). Pola referensi ini
merupakan gambaran perubahan variabel-variabel penting dan variabel lain
yang terkait dari waktu ke waktu. Dengan pola historis variabel-variabel ini
akan dihasilkan inti masalah untuk suatu kajian sistern dinamik.

2. Hipotesis dinamik
Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan hipotesis awd tentang interaksiinteraksi perifaku yang mendasari pola refexensi. Beberapa interaksi dari
fomulasi, perbandingan dengan bukti empiris dan reformulasi dan diperlukan
untuk menampilkan pada satu hipotesa yang logis dan sahih secara empiris.
3.

Batas model
Dalam langkah ini batas model akan ditentukan terlebih dahulu dengan jelas
sebelum suatu model dibentuk. Batas model ini memisahkan proses-proses
yang menyebabkan adanya kecenderungan internal yang diungkapkan dalam
pola referensi dari proses-proses yang merepresentasikan pengaruhpenganrh
eksogen yaitu pengaruh yang berasaf dari luar sistern. Batas model ini akan
menggambarkan cakupan analisis dan akan berdasarkan pada isu-isu yang
ditunjukkan oleh analisis tersebut dan akan meliputi semua interaksi sebab
akibat yang berhubungan dengan isu tersebut.

Universitas Sumatera Utara

75

4 Konseptualisasi Sistem
Pada tahap ini tercakup langkah-langkah untuk mengenali sistem (system
identification). Identifikasi sistem bertujuan untuk memberikan gambaran
terhadap system yang dikaji dalam bentuk diagram. Diagam yang digunakan
adalah diagram lingkar sebab-akibat (causal loop diagram) yang kemudian
diinterpretasikan kedalam diagram-diagram input-output sistem.
5. Perumusan Model
Perumusan model merupakan proses untuk mengubah konsep sistem atau
struktur model yang telah disusun kedalam bentuk persamaan-persamaan atau
bahasa komputer. Perumusan model rnerupakan transformasi dari suatu
pandangan konseptual informal ke pandangan konseptual formal atau representasi
memugkinkan model tersebut disimulasikan untuk rnenentukan perilaku dinamis
yang diakibatkan oleh asumsi-asumsi dari model.
Perumusan model sistem penataan RTH Kota Medan dibagi ke dalam tiga
subrnodel yaitu 1) Submodel RTH, 2) submodel penduduk, 3) submodel ekonomi.
Secara umum persamaan yang digunakan pada ketiga submodel untuk masingmasing variabel yang diarnati dapat dijabarkan sebagai berikut (Achsan 2009):
1.

2.

Sub Model RTH
Y1( t =T) =Y1 (t= 0) +
1 masuk dt – X1 keluar dt
Keterangan
:
Y1( t =T)
: luas RTH pada saat T
Y1 (t= 0)
: luas RTH pada saat mula-mula (t = 0)
X1 masuk dt : Pertambahan luas RTH
X1 keluar dt
: Pengurangan luas RTH
Sub Model Penduduk
Y2( t =T) =Y2 (t= 0) +
2 masuk dt – X2 keluar dt
Keterangan :
Y2( t =T)
: Jumlah penduduk pada saat T
Y2 (t= 0)
: Jumlah penduduk pada saat mula-mula (t = 0)

Universitas Sumatera Utara

76

X2 masuk dt : Pertambahan jumlah penduduk
X2 keluar dt : Pengurangan jumlah penduduk
3.

Sub Model Ekonomi
Y3 = X3A + X3B
Keterangan
:
Y3
: Total PDRB
X3A
: PDRB sektor non RTH
X3B
: PDRB sektor RTH

6. Analisis Perilaku Model
Analisis perilaku model adalah aktivitas untuk memahami perilaku sistem
yang diakibatkan oleh asumsi-asumsi dalam model, sehingga dapat menjadi dasar
untuk menyempurnakan model. Usaha pemahaman model dengan variabel multi
temporal ini dibantu dengan simulasi komputer, sehingga menghasilkan gambaran
bagaimana perilaku sistem terhadap waktu.
7. Pengujian
Setelah model diformulasikan, langkah selanjutnya dilakukan pengujian
model untuk mendapatkan keyakinan atas kesahihan model dan prediksi terhadap
tendensi-tendensi internal sistem. Hal ini diperlukan dalam upaya memodifikasi
dan memperbaiki struktur model. Model dapat dikatakan baik jika mudah
dikomunikasikan, dapat memberikan pemahaman terhadap perilaku model, dan
masih terbuka untuk perbaikan sistem. Uji validasi kinerja dilakukan untuk
mengetahui apakah model yang dibangun layak secara akademik dan juga untuk
menghindari model yang salah.
8. Validasi Model
Validasi model merupakan salah satu kriteria penilaian keobjektifan dari
suatu pekerjaan ilmiah, kegiatan yang dilakukan untuk menilai kesesuaian antara
keluaran dari model matematik dengan keluaran dari sistem nyata atau untuk

Universitas Sumatera Utara

77

memeriksa kesesuaian antara perilaku model matematik dengan perilaku sistem
yang diwakili (Eriyatno dan Sofyar 2006). Validasi bertujuan untuk proses yang
ditirukan. Dalam validasi model dapat dilakukan dua pengujian yaitu uji validasi
struktur dan uji validasi kinerja. Uji validasi struktur lebih menekankan
padakeyakinan pada pemeriksaan kebenaran logika pemikiran, sedangkan uji
validasi
Cara pengujian yang umum dilakukan adalah dengan memvalidasi output
model menggunakan uji statistik yang dikembangkan oleh Muhammadi et al.
(2001) yaitu uji statistik penyimpangan antara nilai rata-rata simulasi terhadap
aktual (absolut mean error, AME) dan uji penyimpangan nilai variasi simulasi
terhadapaktual (absolut variation error, AVE) dengan kisaran nilai maksimal
10%. Lebih lanjut dikatakan bahwa uji validitas kinerja dapat dilakukan terhadap
satu atau lebih variabel yang dominan baik pada main model maupun co model
Adapun rumus untuk menghitung AME dan AVE adalah sebagai berikut:
AME = (Si – Ai)/Ai x 100%
AVE = (Ss – Sa)/Sa x 100%
dimana :
Si = Si/N
Ai = Ai/N
SS = (Si – Si)/2/N)
Sa = (Ai-Ai) 2/N

S = Nilai simulasi
A = Nilai aktual
Ss = Deviasi nilai simulasi
Sa = Deviasi nilai aktual
N = Interval waktu pengamatan

Aplikasi rumus AME dan AVE tersebut diperoleh nilai AME berkisar antara 0,55
persen sampai 1,24 persen dan nilai AVE berkisar antara 1,06 persen sampai 5,02
persen. Kedua kisaran nilai tersebut masih di bawah nilai batas yang

Universitas Sumatera Utara

78

diperbolehkan yaitu 10 persen sehingga model yang dibangun memiliki kinerja
yang baik, relatif tepat dan dapat diterima secara ilmiah. (Wigena, 2009).
3.8. Merumuskan Kebijakan Yang Dapat Direkomendasikan Untuk
Pembangunan Kota Hijau di Kota Medan
Dalam percepatan perbaikan lingkungan perkotaan diperlukan adanya
persamaan persepsi antar pemangku kepentingan baik dalam membangun
kesadaran masyarakat secara umum maupun dalam upaya membangun model dan
langkah-langkah pembangunan kota di masa yang akan datang. Di Kota Medan
dapat ditelusuri bahwa bentuk RTH yang ada berjumlah 6 (enam) bentuk yang
dipecah dari 3 (tiga) kelompok besar, yaitu
1. Kelompok Kawasan yang terdiri dari 2 (dua) bentuk yaitu bentuk
taman kota dan lapangan olah raga,
2. Kelompok Simpul terdiri dari 2 (dua) bentuk yaitu bentuk taman
dengan kurang dari 100 pohon dan bentuk jalan,
3. Kelompok Jalur, yang terdiri dari sepadan sungai dan jalur hijau yang
hampir keseluruhannya berpusat di pusat Kota/Pemerintahan Kota.
(Lampiran 5)
Mengacu pada kondisi ini untuk mengembangkan RTH di Kota Medan
yang secara nyata kekurangan luasan RTH, yang nantinya akan dipenuhi dengan
mengkonversi lahan terbangun menjadi RTH, tentu memilih bentuk, bukan hal
yang mudah, karena yang perlu dilihat dan ketahui adalah posisi dari lahan
terbangun yang memungkinkan di bangun menjadi RTH, dan selanjutnya adalah
juga perlu diketahui preferensi masyarakat mengenai bentuk pilihan yang paling
dipilih dari 6 (enam) bentuk RTH yang ada.

Universitas Sumatera Utara

79

Arahan kebijakan Pengalokasian Kota Hijau digunakan pendekatan
Analisis Hierarkhi Proses (AHP). AHP digunakan dalam pengambilan keputusan
atas permasalahan yang dilakukan secara kelompok dan permasalahan yang
belum. AHP yang dikembangkan oleh Saaty (1993), merupakan suatu metode
dalam memecahkan situasi kompleks dan tidak berstruktur ke dalam bagian
komponen yang tersusun secara hierarki baik struktural maupun fungsional.
Proses sistemik dalam AHP memungkinkan pengambil keputusan mempelajari
interaksi secara simultan dari komponen dalam hirarki yang telah disusun.
Keharusan nilai numerik pada setiap variabel masalah membantu pengambil
keputusan mempertahankan pola pikiran yang kohesif dan mencapai suatu
kesimpulan.
Penyusunan secara hirarki dalam AHP mencerminkan pemikiran untuk
memilahkan

elemen

sistem

dalam

berbagai

tingkat

berlainan

dan

mengelompokkan unsur yang serupa pada tiap tingkat. Tingkat puncak yang
disebut fokus hanya satu elemen yaitu sasaran keseluruhan yang sifatnya luas.
Tingkat berikutnya masing–masing dapat memiliki beberapa elemen. Dikarenakan
elemen dalam suatu

tingkat akan dibandingkan satu dengan yang lainnya

terhadap suatu kriteria yang berada di tingkat atas, maka elemen dalam setiap
tingkat harus dari derajat besaran yang sama (Gambar 3.5).
Metode AHP dimulai dengan menstrukturkan suatu situasi yang kompleks
tak struktur ke dalam bagian-bagian komponennya, menata komponen atau
variabel ke dalam suatu hirarki, memberi nilai relatif tingkat kepentingan yang
ada setiap variabel dengan pertimbangan subyektif dan mensintesis berbagai

Universitas Sumatera Utara

80

pertimbangan tersebut untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas
tertinggi dalam mempengaruhi hasil.
Prinsip dasar penyelesaian persoalan dengan metode AHP adalah
decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical
consistency.
1) Decomposition
Decomposition adalah proses pemecahan persoalan menjadi unsur-unsurnya.
Pemecahan dilanjutkan terhadap unsur-unsurnya sampai tidak dapat dilakukan
pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan
tersebut untuk mendapatkan hasil yang akurat
2) Comparative judgement
Comparative judgement adalah membuat penilaian tentang kepentingan relatif
dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat di
atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh
terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil penilaian dapat disajikan dalam bentuk
matriks pairwise comparition.
3) Synthesis of Priority
Synthesis of priority adalah menentukan peringkat elemen-elemen menurut
relatif pentingnya. Penentuan peringkat dilakukan dengan cara mencari
eigenvector pada setiap matrik pairwise comparison untuk mendapatkan local
priority. Karena matrik pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka
untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis diantara local
priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui
prosedur sintesa dinamakan priority setting.

Universitas Sumatera Utara

81

4) Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa obyek-obyek yang
serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Kedua
adalah menyangkut tingkat hubungan antara obyekobyek yang didasarkan pada
kriteria

tertentu.

Konsistensi

logis

menjamin

bahwa

semua

elemen

dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan
suatu kriteria yang logis.
5) Komparasi berpasangan
Penentuan tingkat kepentingan (bobot) dari elemen-elemen keputusan pada
setiap tingkat hirarki dilakukan dengan judgement melalui pembandingan.
Nilai tingkat kepentingan ini dinyatakan dalam bentuk kualititif dengan
membandingkan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Untuk
mengkuantifikasikan digunakan skala penilaian. Menurut Saaty (1993), skala
penilaian 1 sampai 9 merupakan yang terbaik berdasarkan nilai Root Mean
Square Deviation (RMS) dan Median Absolute Deviation atau MAD
(Tabel 3.4).
Tabel 3.4. Skala perbandingan berpasangan
Nilai
1
3

Keterangan
Kedua elemen sama penting
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang
lainnya
5
Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lainnya
7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
9
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang
berdekatan
Menurut Saaty (1980), teknik komparasi berpasangan yang digunakan
dalam AHP dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden.

Universitas Sumatera Utara

82

Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik
permasalahan tersebut. Jika responden merupakan kelompok, maka seluruh
anggota diusahakan memberikan pendapat (judgement).

Gambar 3.3. Hirarki pembangunan kota hijau

Langkah-langkah berikut menjadi arahan prioritas kebijakan dan strategi
pengalokasian kota hijau berbasis komunitas hijau, yaitu :
I. Fokus

: Menyusun konsep kota pembangunan kota hijau

II. Aktor

:
1) Pemerintah daerah, yaitu badan dan dinas-dinas pada
pemerintahan daerah Kota Medan yang terkait dengan upaya
penganggaran dan pengendalian pemanfaatan RTH;
2) Masyarakat, yaitu orang-orang yang tinggal dikawasan padat
pemukiman dan kurang tersedianya lahan RTH;

Universitas Sumatera Utara

83

3) Swasta (pengusaha), yaitu orang-orang yang berkontribusi
dalam program-program pembangunan di Kota Medan dalam
hal ini yang masuk dalam keanggotaan Kadin Kota Medan;
4) Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu lembaga dibentuk
oleh masyarakat yang perduli dengan masalah tata ruang kota;
5) Perguruan tinggi, yaitu perguruan tinggi baik negeri maupun
swasta yang peduli dan meneliti masalah perencanaan dan
pembangunan kota
III. Alternatif
a) Kawasan berbentuk non-linier, zonal atau areal, dengan luas
minimal satu hektar, seperti : taman kota, hutan kota, kawasan
konservasi, lapangan bola, alun-alun kota, kawasan fungsional
(perdagangan,

industri,

permukiman,

pertanian)

dan

sebagainya.
b) Simpul berbentuk non-linier, zona
kurang dari satu hektar, seperti

atau areal dengan luas
: pekarangan, taman RT,

Taman RW, dan sebagainya
c) Jalur Hijau berbentuk koridor, linier, memanjang. Termasuk
dalam RTH ini adalah : jalur hijau jalan raya, jalur hijau lintas
kereta, jalur hijau sempadan sungai, jalur pengaman listrik
tegangan tinggi.

Universitas Sumatera Utara

84

BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI

4.1. Kondisi Geografis dan Sumberdaya Alam
Pemahaman terhadap kondisi fisik dasar wilayah penelitian yang akan
dikemukakan adalah meliputi letak geografis dan batas administrasi, aspek
topografi/kemiringan lereng, kondisi geologi/jenis tanah, klimatologi, hidrologi,
dan pola penggunaan tanah. Aspek tersebut akan menentukan daya dukung lahan
serta daya tampung ruang fisik lahan terhadap arah pengembangan kota pada
masa mendatang.
Berdasarkan peta topografi lembar Kota Medan skala 1 : 50.000 lembar
0619-61 dan 0610-63 daerah penelitian secara astronomis terletak antara 20 29’30”
Lintang Utara dan 980 41’30” Bujur Timur, dengan luas daerah penelitian secara
keseluruhan 265,10 Km2. Secara administrasi daerah ini dibatasi oleh :
-

Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

-

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

-

Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang

-

Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
Luas wilayah administrasi Kota Medan adalah seluas 26.510 Ha yang

terdiri dari 21 (dua puluh satu) Kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi
dalam 2000 lingkungan. Kecamatan Medan Labuhan memiliki luas wilayah
terbesar yaitu 3.667 Ha (13,83 persen dari total wilayah Kota Medan). Kecamatan
Medan Belawan merupakan daerah yang memiliki luas terbesar kedua yaitu
sekitar 2.625 Ha. Sedangkan Kecamatan Medan Maimun memiliki luas wilayah
terkecil yaitu 298 Ha (1,12 persen dari total luas keseluruhan). Untuk lebih

Universitas Sumatera Utara

85

jelasnya mengenai luas wilayah administrasi Kota Medan dapat dilihat pada
Gambar 4.1. Tabel 4.1.

Gambar 4.1. Peta administrasi Kota Medan

Universitas Sumatera Utara

86

Tabel 4.1. Luas wilayah dan rasio terhadap luas Kota Medan menurut
kecamatan tahun 2013

No

Kecamatan

Luas (Ha)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Medan Tuntungan
2.068
Medan Johor
1.458
Medan Amplas
1.119
Medan Denai
905
Medan Area
552
Medan Kota
527
Medan Maimun
298
Medan Polonia
901
Medan Baru
584
Medan Selayang
1.281
Medan Sunggal
1.544
Medan Helvetia
1.316
Medan Petisah
682
Medan Barat
533
Medan Timur
776
Medan Perjuangan
409
Medan Tembung
799
Medan Deli
2.084
Medan Labuhan
3.667
Medan Marelan
2.382
Medan Belawan
2.625
Jumlah
26.510
Sumber BPS Kota Medan Tahun 2013

Persentase

Kelurahan

Lingkungan

7,80
5,50
4,22
3,41
2,08
1,99
1,12
3,40
2,20
4,83
5,82
4,96
2,57
2,01
2,93
1,54
3,01
7,86
13,83
8,99
9,90
100,00

9
6
7
6
12
12
6
5
6
6
6
7
7
6
11
9
7
6
6
5
6
151

75
81
77
82
172
146
66
46
64
63
88
88
69
98
128
128
95
105
99
88
143
2.001

4.2. Keadaan Iklim dan Cuaca
Kondisi klimatologi Kota Medan menurut Stasiun BMKG Sampali suhu
minimum berkisar antara 23,0°C – 24,1°C dan suhu maksimum berkisar antara
30,6° C – 33,1 °C. kelembaban udara untuk Kota Medan rata-rata berkisar antara
78 –82 persen. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec sedangkan rata-rata
total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm. Hari hujan di Kota Medan pada
tahun 2007 rata-rata perbulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya
berkisar antara 211,67 mm – 230,3 mm.

Universitas Sumatera Utara

87

4.3. Keadaan Hidrologi
Sungai-sungai yang membentang di Kota Medan memiliki pengaruh yang
cukup besar pada perkembangan Kota Medan. Sungai-sungai ini digunakan
sebagai sumber air untuk masyarakat yang menduduki daerah sekitar sungai,
untuk mengatasi banjir serta tempat pembuangan air hujan. Kota Medan secara
hidrologi dipengaruhi dan dikelilingi oleh beberapa sungai besar dan anak sungai
seperti Sungai Percut, Sungai Deli, Sungai Babura, Sei Belawan dan sungaisungai lainnya.
4.4. Kependukan dan Sosial Ekonomi Kota Medan
4.4.1. Kependukan Kota Medan
Kota Medan pada saat ini sedang mengalami masa transisi demografi yang
ditunjukkan dengan adanya proses pergeseran dari suatu keadaan dimana tingkat
kelahiran dan kematian relatif tinggi menuju keadaan dimana tingkat kelahiran
dan kematian semakin menurun. Penurunan tingkat kelahiran antara lain
disebabkan oleh perubahan pola fikir dan perbaikan kondisi sosial ekonomi
masyarakat. Selain itu, perbaikan gizi dan status kesehatan juga mempengaruhi
penurunan tingkat kematian. Pada akhir proses transisi demografi, tingkat
kelahiran dan kematian tidak banyak berubah sehingga jumlah penduduk
cenderung tidak berubah, kecuali karena proses migrasi. Perkembangan penduduk
Kota Medan dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 4.2.
berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

88

Tabel 4.2. Jumlah