Relasi Kekuasaan Dalam Pengelolaan Dana Desa di Desa Purba Dolok Kecamatan Parmonangan Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Untuk menjelaskan relasi kekuasaan dalam pengelolaan dana desa di desa
Purba Dolok, maka penelitian ini menggunakan beberapa konsepdan teori sebagai
bingkai analisis atas fakta atau fenomena sosial yang terjadi berkaitan dengan
topik penelitian. Penggunaan konsep dan teori disesuaikan dengan pilihan
paradigma penelitian oleh peneliti. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas posisi
peneliti dalam penelitian yang dilakukan.
Berkaitan dengan topik penelitian ini, penulis mengeksplorasi sejumlah
konsep dan teori antara lain : teori kubus kekuasaan (power cub), konsep
kekuasaan Max Weber, teori modal (capital) menurut Bordiue, relasi kekuasaan
menurut beberapa ahli dan sistem kekuasaan pemerintahan desa. Lebih jelasnya,
uraian batasan teori dan konsep sebagaimana telah disebutkan akan dipaparkan
pada bagian berikut tulisan ini.

2.1. Teori Kekuasaan Max Weber
Sejarah umat manusia membuktikan bahwa tidak ada masyarakat tanpa
kekuasaan, dan tidak ada kekuasaan tanpa masyarakat. Kehadiran kekuasaan
dalam masyarakat demikian penting sehingga tanpa kekuasaan dunia seolah tidak
berguna bagi manusia. Tetapi sebaliknya kekuasaan juga membawa dampak
buruk


yang

sering

dikaitkan

dengan

kekejaman,

diktator,

kekerasan,

totalitarianisme, dan lain sebagainya.
Sosiologi memandang kekuasaan sebagai unsur penting yang bersifat
konstitutif dari masyarakat berdasarkan pengalaman sehari-hari. Kekuasan

15

Universitas Sumatera Utara

termasuk kategori relasi sosial yang menunjukkan adanya hubungan antara dua
pihak baik individu maupun kelompok (Hendropuspito, 1989 : 115). Namun harus
dipahami bahwa relasi tersebut bukanlah relasi biasa melainkan mempunyai unsur
yaitu unsur memaksa oleh pihak yang berkuasa.
Max Weber (dalam Sahid, 2011 : 33) mengatakan bahwa kekuasaan
merupakan kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan
masyarakat akan kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
Sedangkan Harold D. Laswell (dalam Budiarjo, 2008 : 60) mengatakan bahwa
kekuasaan merupakan suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang
dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari
pihak pertama. Adapun Damsar (2010 : 65) mengatakan bahwa kekuasan
merupakan suatu kemampuan untuk menguasai atau memengaruhi orang lain
untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari
orang lain dalam mencapai tujuan, khususnya untuk mempengaruhi perilaku
orang lain.
Untuk menganalisis jenis kekuasaan yang terdapat dalam masyarakat desa
Purba Dolok, peneliti akan menggunakan teori kekuasaan yang dikemukakan oleh

Max Weber. Max Weber sebagaimana dikutip dari Damsar (2010 : 69) membagi
kekuasaan dalam tiga tipe, yaitu :
a. Kekuasaan tradisional, yaitu kekuasaan yang bersumber dari tradisi,
kebiasaan, kekudusan, aturan, dan kekuatan pada masyarakat yang
berbentuk kerajaan dimana status dan hak para pemimpin juga sangat
ditentukan oleh adat kebiasaan. Tipe jenis ini melembaga dan diyakini

16
Universitas Sumatera Utara

memberi manfaat ketentraman pada warga.Weber membedakan kekuasaan
tradisional menjadi tiga yaitu gerontokrasi, patriarkalisme dan patrimonial.
Kekuasaan gerontokrasi merupakan kekuasaan yang terdapat pada
golongan tua dalam suatu masyarakat. Kekuasaan patriarkalisme
merupakan kekuasaan yang terdapat pada suatu satuan kekerabatan yang
dipegang oleh seorang individu tertentu yang memiliki otoritas warisan.
Sedangkan kekuasaan patrimonial merupakan kekuasaan yang diperoleh
oleh keluarga pemimpin.
b. Kekuasaan kharismatik. Tipe kekuasaan yang keabsahannya berdasarkan
pengakuan terhadap kualitas istimewa dan kesetiaan kepada individu

tertentu serta komunitas bentukannya, tipe ini di miliki oleh seseorang
karena kharisma kepribadiannya. Kekuasaan tipe ini akan hilang atau
berkurang apabila yang bersangkutan melakukan kesalahan fatal atau
dapat hilang apabila pandangan atau paham masyarakat berubah.
c. Kekuasaan rasional-legal, merupakan kekuasaaan yang didasarkan pada
pemberian wewenang atau otoritas yang bersumber dari hukum atau
peraturan perundang-undangan. Model kekuasaan semacam ini biasanya
diterapkan di negara-negara modern atau di kota-kota, badan hukum baik
miliki pribadi atau serikat. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan
dalam struktur birokrasi tersebut dipimpinan oleh seseorang yang memiliki
kharismatik sehingga hasil atau capaian cukup berbeda dan fleksibel.
Semua peraturan ditulis dengan jelas dan diundangkan dengan tegas serta
batas wewenang para pejabat atau penguasa ditentukan oleh aturan main.
Kepatuhan serta kesetian tidak ditujukan kepada pribadi pemimpin,

17
Universitas Sumatera Utara

melainkan kepada lembaga yang bersifat impersonal.
2.2.


Relasi Kekuasaan
Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih

sederhana maupun yang sudah kompleks susunannya. Akan tetapi meskipun
selalu ada, kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat
(Soemardjan & Soelaeman, 1964 : 337). Oleh karena pembagian kekuasaan yang
tidak merata tersebut maka timbul makna pokok dari kekuasaan yaitu kemampuan
untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang
kekuasaan.
Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dan
yang dikuasai, atau dengan kata lain antara pihak yang memiliki kemampuan
untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain menerima pengaruh tersebut.
Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan, kekuasaan mencakup
kemampuan untuk memerintah dan juga untuk memberi keputusan-keputusan
yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan
pihak lain. Berry (2003 : 205) mengatakan bahwa kekuasaan bukanlah kekuatan
yang bersifat fisik, tetapi terutama menunjukkan suatu relasi atau hubungan.
Relasi kekuasaan merupakan suatu bentuk hubungan sosial yang menunjukkan
hubungan yang tidak setara, hal ini disebabkan dalam kekuasaan terkandung unsur

pemimpin. Coleman (2008 : 79) mengatakan bahwa relasi kekuasaan satu pelaku
atas pelaku lain dapat terjadi ketika seorang individu memiliki hak untuk
mengontrol tindakan-tindakan tertentu dari individu lainnya.
Kekuasan termasuk kategori relasi sosial yang menunjukkan adanya
hubungan antara dua pihak baik individu maupun kelompok (Hendropuspito,

18
Universitas Sumatera Utara

1989:115). Namun harus dipahami bahwa relasi tersebut bukanlah relasi biasa
melainkan mempunyai unsur yaitu unsur memaksa oleh pihak yang berkuasa. Hak
milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Untuk menganalisis
relasi kekuasaan dalam penelitian ini akan diajukan beberapa pertanyaan
mendasar seperti siapa yang memiliki kekuasaan atau dari mana kekuasaan itu
bersumber, bagaimana kekuasaan beroperasi atau dengan cara apa kekuasaan itu
dioperasikan oleh aktor-aktor dalam masyarakat.
Sifat hakikat kekuasaan dapat terwujud dalam hubungan yang simetris dan
asimetris (Soekanto, 2012 : 232). Masing-masing hubungan dapat terwujud dalam
kehidupan sehari-hari sehingga dapat diperoleh gambaran sebagai berikut.
Tabel 2.1. Perbandingan Sifat Hakikat Kekuasaan

No

Kekuasaan Asimetris

Kekuasaan Simetris

1

Popularitas

Hubungan persahabatan

2

Peniruan

Hubungan sehari-hari

3


Mengikuti perintah

Hubungan

yang

bersifat

ambivalen
4

Tunduk pada pemimpin formal dan informal

Pertentangan antara mereka yang
sejajar kedudukannya

5

Tunduk pada seorang ahli


6

Pertentangan antara mereka yang tidak sejajar
kedudukannya

7

Hubungan sehari-hari

19
Universitas Sumatera Utara

2.3.

Modal Dalam Kekuasaan
Aktor hadir dalam suatu arena atau ruang kekuasaan bukan tanpa bekal

yang memampukan dirinya untuk bersaing dalam perebutan posisi maupun
taruhan yang ada pada arena atau ruang tersebut. Aktor memiliki modal yang
darinya praktik bisa dimungkinkan. Modal menurut Bourdieuadalah sekumpulan

sumber kekuatan dan kekuasaan yang benar-benar dapat digunakan. Istilah modal
dipakai Bourdieu untuk memetakan hubungan-hubungan kekuatan dan kekuasaan
dalam masyarakat. Dalam istilah lain, Surbakti (1984 : 34) menyebut hal ini
sebagai sumber kekuasaan yang menjadikan seseorang atau individu atau
sekelompok orang berkuasa atas orang lain.
Secara rinci Bourdieu (dalam Adib, 2013) menggolongkan modal ke
dalam empat jenis yakni modal ekonomi, modal budaya, modal sosial dan modal
simbolik.
1. Modal ekonomi mencakup alat-alat produksi (mesin, tanah, buruh), materi
(pendapatan dan benda-benda), dan uang. Modal ekonomi sekaligus juga
berarti modal yang secara langsung bisa ditukar dan dipatenkan sebagai
hak milik individu. Modal ekonomi merupakan jenis modal yang relatif
paling independen dan fleksibel karena modal ekonomi secara mudah bisa
digunakan atau ditransformasikan ke dalam arena atau ruang lain serta
fleksibel untuk diberikan atau diwariskan pada orang lain.
2. Modal budaya adalah keseluruhan kualifikasi intelektual yang bisa
diproduksi melalui pendidikan formal maupun warisan keluarga. Modal
budaya mengimplisitkan suatu proses pembelajaran sehingga tidak bisa
begitu saja diberikan kepada orang lain. Seseorang yang memiliki


20
Universitas Sumatera Utara

pengetahuan, informasi dan keahlian bisa memiliki pengaruh pada pihak
lain, termasuk para pembuat dan pelaksana keputusan publik.
3. Modal sosial atau jaringan sosial yang dimiliki pelaku (individu atau
kelompok) dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki kuasa.
Modal sosial memungkinkan terjadinya simpul kekuasaan antar berbagai
aktor dalam arena atau ruang kekuasaan. Dengan modal sosial dapat
diidentifikasi individu atau kelompok mana yang mendominasi dalam
kekuasaan yang disebabkan oleh kuatnya jaringan sosial yang dimiliki.
4. Modal simbolik yaitu segala bentuk prestise, status, otoritas dan legitimasi
yang terakumulasi.Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki
pengaruh terhadap orang lain karena norma sosial yang berlaku
mengharuskan masyarakat patuh, dalam hal ini raja, tokoh adat, tokoh
agama dan lain sebagainya. Popularitas atau pribadi yang terkenal, jabatan
atau posisi sosial yang ada pada diri seseorang memungkinkannya untuk
memiliki modal simbolik yang besar.
Beragam jenis modal tersebut di atas, oleh Bourdieu (dalam Karnanta,
2013) dapat dipertukarkan dengan jenis-jenis modal lainnya. Masing-masing jenis
modal didapat dan diakumulasikan dengan saling diinvestasikan dalam bentukbentuk modal lain atau yang disebutnya sebagai rekonversi modal. Penentuan
hirarki dan diferensiasi masyarakat tergantung pada jumlah modal yang
diakumulasi dan struktur modal itu sendiri. Karnanta (2013) mengemukakan
bahwa seseorang yang menguasai keempat modal sekaligus pasti akan menduduki
hirarki tertinggi dan memperoleh kekuasaan yang besar (kelas dominan),
sementara yang hanya menguasai beberapa modal saja dari keseluruhan modal

21
Universitas Sumatera Utara

menempati posisi hirarki sebagai kelas menengah; yang tidak menguasai satu
modal pun menempati posisi hirarki terendah.
Dalam bangun teoritiknya, Bourdieu sering menggunakan istilah kuasa
simbolik. Istilah tersebut digunakan Bourdieu untuk menjelaskan proses
reproduksi sosial yang melibatkan aktor-aktor dalam suatu arena atau ruang
sebagaimana Jhon Gaventa menyebut dalam teori kubus kekuasaan. Masingmasing aktor memiliki modal yang berlainan, namun saling berkontestasi antara
satu sama lain. Kuasa simbolik adalah adalah kuasa untuk mengubah dan
menciptakan realitas, yakni mengubah dan menciptakannya sebagai sesuatu yang
diakui, dikenali, dan juga sah. Kuasa simbolik untuk membuat orang melihat dan
percaya, untuk memperkuat atau mengubah cara pandang terhadap dunia dan
bagaimana mengubah dunia itu sendiri.

2.4. Teori Kubus Kekuasaan (Powercube)
Teori kubus kekuasaan dicetuskan oleh John Gaventa (Wigraheni, dkk, 2014)

yang terinspirasi dari teori gurunya yaituSteven Lukes. Lukes menjelaskan teori
kekuasaanTiga Dimensi dalam bukunya yang berjudulPowerA Radical View.
Dimensi pertama menjelaskan tentang kekuasaan yang hanya berfokus pada satu
hal saja, yaitu tindakan para aktor dalam mengambil keputusan. Dimensi kedua
juga masih berfokus pada kepentingan subjektif dalam bentuk pilihan atau bahkan
keluhan. Sedangan dimensi ketiga memperhatikan aspek pembuatan kebijakan
dalam agenda politikdan sekaligus melihat kontrol terhadap agenda tersebut. Teori
kekuasaan Tiga Dimensi tersebut kemudian menginspirasi Gaventa untuk
menciptakan teori kubus kekuasaan (powercube).

22
Universitas Sumatera Utara

Dalam teori kubus kekuasaan, kekuasaan dipahami sebagai kontrol
seseorang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lainnya, dan sebuah
kerangka pemikiran untuk menganalisis tiga dimensi kekuasaan, yaitu level
(wilayah-wilayah interaksi), ruang, dan bentuk (dimensi-dimensi kekuasaan). Teori
kubus kekuasaansendiri memudahkan kita melihat dan memetakan hal-hal yang
berperan dalam kekuasaan, para aktor di dalamnya, persoalan, dan situasi yang
melatarbelakanginya, bahkan memungkinkan untuk melakukan perubahan secara
tepat dan evolusioner. Dengan demikian, pandangan teori kubus kekuasaan akan
difokuskan pada ruang-ruang yang telah dibuat baik oleh pemerintah desa Purba
Dolok maupun masyarakat secara umum.

Gambar 2.1 Ilustrasi Kubus Kekuasaan
Dalam teori kubus kekuasaan, ketiga dimensi kekuasaan dengan beragam
jenis dan warnanya tidak berdiri sendiri melainkan saling terkait dan bahkan
saling mempengaruhi. Kita pun tahu bahwa kekuasaan diatas panggung politik
dipenuhi lapisan-lapisan pada setiap dimensinya. Karenanya kekuasaan yang
terlihat faktual belum tentu dalam kondisi rilnya, tetapi ada hal-hal yang mesti
dirahasiakan dalam kekuasaan. Bentuk kekuasaan semacam ini sangat
berpengaruh terhadap kondisi dan kehidupan masyarakatdisebuah negara atau

23
Universitas Sumatera Utara

komunitas politiktertentu. Kekuasaan yang disimbolkan dengan bentuk kubus
masing-masing sisi kubus saling berhubungan satu sama lain.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk menjelaskan relasi
kekuasaan yang terjadi pada level atau wilayah-wilayah kekuasaan, dapat
dianalisis dengan melihat ruang (spaces) yang diciptakan oleh para aktor. Ruang
dilihat sebagai peluang, momen, dan wahana yang dapat mempengaruhi kebijakan
kebijakan, wacana, keputusan-keputusan. Gaventa (dalam Fahmid, 2011)
menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis ruang (spaces) yang memungkin kita dapat
melihat dan menganalisis relasi kekuasaan yang terjadi, yaitu sebagai berikut :
1. Ruang tertutup (closed) adalahruang yang dibuat oleh sekelompok aktor
atau elite yang difungsikan untuk mengambil keputusan tanpa melibatkan
pihak lain tanpa ada keinginan untuk membuka lebih luas ruang tersebut
untuk membuka kemungkinan masuknya pihak lain atau partisipan secara
lebih luas. Keputusan dibuat oleh sekelompok aktor di belakang “pintu
tertutup”, tanpa mencoba untuk membuka sebuah proses yang lebih
inklusif. Dalam kacamata pemerintah, cara lain untuk memahami ruang ini
adalah sebagai ruang yang diberikan kepada elit (baik itu birokrat, ahli
atau wakil-wakil terpilih) yang membuat keputusan dan memberikan
pelayanan kepada masyarakat, tanpa harus perlu lebih luas untuk
melakukan konsultasi dan adanya partisipasi masyarakat.
2. Ruang tersediakan atau diundang (invited)adalah ruang yang dengan
sengaja dibuat oleh para penentu kebijakan baik pada level negara, daerah
ataupun desa baik yang disahkan secara hukum ataupun tidak, dan
bertujuan untuk mengundang lebih banyak pihak duduk bersama

24
Universitas Sumatera Utara

memutuskan sesuatu (NGO, donor, sektor swasta, kelompok-kelompok
tertentu dalam masyarakat dll). Ruang “diundang” ini mungkin diatur
sedemikian rupa dan kegiatan tersebut dilembagakan sebagai bentuk
konsultasi.
3. Ruang terciptakan(claim)adalah ruang yang dibangun secara mandiri oleh
masyarakat secara umum yang diakibatkan oleh kekecewaan atas ruangruang yang tersedia di wilayah mereka untuk berproses keterlibatan atau
dibangun secara khusus untuk menyediakan ruang bagi aktifitas mereka
sendiri tanpa ada intervensi dari pihak luar. Biasanya ruang semacam ini
terbangun akibat mobilisasi rakyat atas persoalan yang tak dapat
diselesaikan oleh para pejabat setempat yang bertanggungjawab atas ruang
dan proses yang ada. Pada bagian ini, terdapat aktor atau kelompok yang
berani mengklaim ruang dengan melakukan perlawanan terhadap
penguasa. Ruang ini berkisar dari yang diciptakan oleh gerakan sosial dan
forum warga, di mana di ruang ini orang bukan hanya berkumpul tetapi
dapat pula untuk berdebat, berdiskusi dan menolak.
Selain itu Gaventa (dalam Yohana, 2015) juga mengatakan bahwadimensidimensi yang mempengaruhi relasi kekuasaan khususnya dalam pengambilan
keputusan terbagi menjadi tiga jenis yakni sebagai berikut :
1. Kekuatan nyata(visible power) merupakan kekuasaan yang diatur secara
hukum, memiliki struktur, kewenangan, institusi, dan prosedur dalam
pengambilan keputusan secara jelas.Strategi yang menargetkan tingkat ini
adalah mencoba untuk mengubah “siapa, bagaimana dan apa” dari
pembuatan kebijakan sehingga proses kebijakan yang terjadi lebih

25
Universitas Sumatera Utara

demokratis dan akuntabel dan melayani kebutuhan dan hak-hak
masyarakat.
2. Kekuatan tersembunyi (hidden power)adalah kekuasaan yang dikontrol
oleh orang-orang tertentu atau institusi yang memiliki power institutions
yang menjaga pengaruh mereka melalui pengontrolan terhadap siapa yang
dapat diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan
agenda. Dinamika semacam ini beroperasi pada banyak level kekuasaan,
sedikit banyak menafikan dan mengecilkan arti atau nilai dari orang-orang
tersisih.
3. Kekuatan tak terlihat (invisible power) merupakan kekuasaan yang paling
terdalam dan tidak terlihat. Kekuasaan tak terlihat tersebut mampu
membentuk batasan-batasan proses keterlibatan secara ideologis dan
psikologis. Dengan demikian, persoalan dan isu-isu tidak hanya dijaga
pada meja pengambilan keputusan, tapi juga dari pikiran, dan kesadaran
dari para pemain yang terlibat. Dengan mempengaruhi bagaimana
masyarakat berpikir tentang tempat mereka di dunia, maka level
kekuasaan ini adalah membentuk kepercayaan (beliefs), rasa kedirian
(sense of self), dan penerimaan akan status quo (acceptance of the status
quo) mendefinisikan apa yang dimaksud dengan “normal”, apa yang dapat
“diterima”, dan apa yang dianggap “aman”.

2.5.

Program Dana Desa
Dana desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara yang diperuntukkan bagi desa yang ditransfer melalui Anggaran

26
Universitas Sumatera Utara

Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai
penyelenggaraan

pemerintahan,

kemasyarakatan,

dan

pelaksanaan

pemberdayaan

pembangunan,

masyarakat.

Untuk

pembinaan
meningkatkan

kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan
kemiskinan, prioritas penggunaan dana desa diarahkan untuk pelaksanaan
program dan kegiatan pembangunan desa, meliputi :
a. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrasruktur atau sarana
dan prasarana fisik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan dan
permukiman.
b. Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
kesehatan masyarakat.
c. Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana
pendidikan, sosial dan kebudayaan.
d. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangunan dan
pemeliharaan sarana prasarana produksi dan distribusi.
e. Pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana energi terbarukan serta
kegiatan pelestarian lingkungan hidup.
Desa dalam perencanaan program dan kegiatan pembangunan desa serta
pemberdayaan masyarakat desa, dapat mempertimbangkan tipologi desa
berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan desa, meliputi:
a. Desa tertinggal dan/atau sangat tertinggal, mengutamakan kegiatan
pembangunan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk pemenuhan
kebutuhan atau akses kehidupan masyarakat desa.

27
Universitas Sumatera Utara

b. Desa berkembang, memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana
pelayanan umum dan sosial dasar baik pendidikan dan kesehatan
masyarakat desa untuk mengembangkan potensi dan kapasitas masyarakat
desa.
c. Desa maju dan/atau mandiri, memprioritaskan kegiatan pembangunan
sarana dan prasarana yang berdampak pada perluasan skala ekonomi dan
investasi desa, termasuk prakarsa desa dalam membuka lapangan kerja,
padat teknologi tepat guna dan investasi melalui pengembangan Badan
Usaha Milik Desa.
Prioritas penggunaan dana desa untuk program dan kegiatan bidang
pemberdayaan masyarakat desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang
bertujuan

meningkatkan

kapasitas

warga

atau

masyarakat

desa

dalam

pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi
individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain :
a. Peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan
atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan peningkatan kapasitas
melalui pelatihan dan pemagangan.
b. Dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh Badan Usaha
Milik Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau
lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya.
c. Bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan
pangan desa.
d. Pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan
bantuan

hukum

masyarakat

desa,

termasuk

pembentukan

Kader

28
Universitas Sumatera Utara

Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas
Ruang Belajar Masyarakat di desa (Community Centre).
e. Promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta gerakan hidup bersih dan
sehat, termasuk peningkatan kapasitas pengelolaan Posyandu, Poskesdes,
Polindes dan ketersediaan atau keberfungsian tenaga medis/swamedikasi
di desa.
f. Dukungan

terhadap

kegiatan

pengelolaan

hutan/pantai

desa

dan

hutan/pantai kemasyarakatan.
g. Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk energi terbarukan dan
pelestarian lingkungan hidup.
h. Bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan
analisa kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam musyawarah desa.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 Tahun 2015 Tentang Tata Cara
Pengalokasian, Penyaluran, Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Desa,
menyatakan bahwa Dana Desa disalurkan dari Rekening Kas Umum Negara
(RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) setiap tahun anggaran.
Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD dilakukan dalam tiga tahap yaitu:
tahap pertama pada bulan April sebesar 40%, tahap kedua pada bulan Agustus
sebesar

40%

dan

tahap

ketiga

pada

bulan

Oktober

sebesar

20%.

Sedangkan pada tahun 2016, penyaluran dana desa dilakukan dalam dua tahap
yakni tahap pertama pada bulan Agustus sebesar 60% dan tahap kedua pada bulan
Oktober sebesar 40%. Pencairan Dana Desa dari RKUD ke Rekening Kas Desa
(RKD) dilakukan setelah Kepala Desa menyampaikan APBDesa kepada
Bupati/Walikota.

29
Universitas Sumatera Utara

2.6.

Kekuasaaan Pemerintahan Desa
Dilihat dari posisi desa yang dilematik, pada satu sisi membutuhkan

otonomi untuk merealisasikan keaslian dan aspirasi lokal, dan disisi lain harus
memperhatikan pusat, dapat dikatakan bahwa kekuasaan pemerintahan desa untuk
mengatur wilayahnya sangat besar dan bersifat mutlak. Oleh sebab itu, kontrol
menjadi

elemen

penting

untuk

memastikan

bahwa

kekuasaan

tidak

disalahgunakan dan tidak menjadikan alat bagi penguasa untuk memperdayakan
rakyat. Suatu pemerintahan desa yang demokratis adalah pemerintahan yang lahir
dari bentukan masyarakat sendiri, dan bukan merupakan hasil rekayasa elit
penguasa.
Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dalam sistem
penyelenggaraan pemerintahan nasional. Sehingga desa memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Berdasarkan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 23 dan 24 dikatakan bahwa
pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa yang mana dalam
menyelanggarakan pemerintahan desa, harus berdasarkan asas-asas berikut :
a. Kepastian hukum
b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan
c. Tertib kepentingan umum
d. Keterbukaan
e. Akuntabilitas
f. Efektivitas dan efisiensi
g. Kearifan lokal
h. Keberagaman

30
Universitas Sumatera Utara

i. Partisipatif
Adapun penyelenggara pemerintahan desa ialah sebagai berikut :
a. Kepala Desa, yang mana dalam menjalankan roda pemerintahan kepala
desa memiliki beberapa wewenang yaitu sebagai berikut :
1) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa
2) Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa
3) Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa
4) Menetapkan peraturan desa
5) Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa
6) Membina kehidupan masyarakat desa
7) Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa
8) Membina

dan

meningkatkan

perekonomian

desa

serta

mengitegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif
untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa
9) Mengembangkan sumber pendapatan desa
10) Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa
11) Memanfaatkan teknologi tepat guna
12) Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif
13) Mewakili desa di dalam dan diluar pengadilan atau menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan
b. Perangkat

Desa

merupakan

pembantu

kepala

desa

dalam

menyelenggarakan pemerintahan desa. Perangkat desa terdiri dari
sekretaris desa, kepala urusan dan pelaksanaan kewilayahan.
31
Universitas Sumatera Utara

c. Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melakukan fungsi
pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa
berdasarkan keterwakilan wilayahnya. Badan Permusyawaratan Desa
mempunyai fungsi yang diatur didalam Undang-undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa yaitu sebagai berikut :
1) Membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama kepala
desa
2) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa
3) Melakukan pengawasan kinerja kepala desa
Selain fungsi, Badan Permusyawaratan Desa juga mempunyai beberapa
wewenang yang diatur oleh undang-undang yaitu :
1) Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Perbekel
2) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan
Peraturan Perbekel
3) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Perbekel
4) Membentuk panitia pemilihan Perbekel
5) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan
aspirasi masyarakat
6) Menyusun tata tertib BPD
Pambudi, dkk (2003 : 43) mengatakan bahwa pemerintahan desa
mengakui ada tiga kuasa yang menjadi kekuatan utama penggerak pemerintahan
desa yaitu sebagai berikut :
a. Kedaulatan rakyat merupakan sumber utama dari kekuasaan yang ada.
Pengakuan adanya kedaulatan rakyat merupakan cermin dari sebuah

32
Universitas Sumatera Utara

persepsi mengenai kekuasaan yang rasional, di mana kekuasaan datang
dari rakyat dan karena itu harus dipertanggungjawabkan pada rakyat.
b. Parlemen desa adalah badan yang berfungsi dalam skema demokrasi
perwakilan. Posisi parlemen desa sebagai penyampai aspirasi rakyat, dan
tidak memiliki otonomi di hadapan rakyat. Parlemen desa juga bukan
sebuah badan yang menerima kekuasaan mutlak dari rakyat desa, sebab
yang diberikan hanya sebagian, sehingga ketika sewaktu-waktu dirasakan
terjadi pengingkaran suara rakyat, maka rakyat bisa menggunakan hak
dasarnya.
c. Pemerintahan desa adalah badan eksekutif yang bertugas menjalankan
aspirasi rakyat, untuk menjawab masalah dan harapan rakyat.

2.7.

Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini penulis mencantumkan beberapa hasil penelitian

terdahulu yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penelitian tersebut berfungsi
sebagai referensi, perbandingan maupun sebagai dasar pemilihan topik. Masingmasing penelitian tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
Hasil penelitian Sirait (2015) tentang Kekuasaan Sentralistik dan Elitis
Dalam Pengambilan Keputusan (Studi Analisis Deskriptif di Desa Sihopur
Kecamatan Angkola Selatan Kabupaten Tapanuli Selatan). Penelitian ini
merupakan

penelitian

deskriptif

dengan

pendekatan

kualitatif.

Dalam

pengumpulan data, peneliti menggunakan metode wawancara, observasi dan
dokumentasi. Perspektif teori yang digunakan ialah perspektif ilmu politik.

33
Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kompromi di antara sumbersumber kekuasaan, yaitu Kepala Desa dan Kepala BPD selaku si Pukka Huta.
Partisipasi dan keterlibatan masyarakat desa tidak telihat dalam melakukan kritik
secara keras maupun tindakan-tindakan protes terhadap kepala desa dan badan
permusyawaratan desa. Si Pukka Huta yakni Kepala Desa bersekongkol dengan
para perangkat desa dan pihak BPD dalam mengambil keputusan serta
memanipulasi alokasi dana desa, di sisi lain masalah yang juga muncul di desa
yaitu lemahnya akuntabilitas pemerintah Desa Sihopur dalam mengelola Alokasi
Dana Desa. Peraturan undang-undang yang telah ada hanyalah sebagai tulisan
belaka, yang dalam aplikasinya pemerintahan ditingkat desa tidak sesuai dengan
mekanisme yang telah tertulis. Relasi kekuasaan dalam pemerintah desa bersifat
sentralistik dan elitis terutama dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian
kekuasaaan pembuatan kebijakan serta pengambil keputusan benar-benar terpusat
pada elit desa yang dikenal sebagai di si Pukka Huta yaitu kepala desa dan kepala
BPD. Elemen-elemen lain yang ada di desa Desa Sihopur juga tidak mempunyai
kekuasaan yang signifikan dalam pengambilan keputusan di desa.
Hasil penelitian Manalu (2014) tentang Analisis Relasi Kekuasaan Dalam
Pemerintahan Desa : Suatu Studi Terhadap Relasi Kekuasaan Pangulu dengan
Maujana Nagori di Nagori Simattin Kecamatan Pamatang Sidamanik Kabupaten
Simalungun. Sebagaimana penelitian terdahulu yang dilakukan Sirait (2015),
penelitian ini juga menggunakan perspektif ilmu politik. Jenis penelitian
merupakan deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Metode pengumpulan data
yang digunakan ialah wawancara mendalam dan studi kepustakaan.

34
Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dominasi kekuasaan oleh
Pangulu dalam menyelenggarakan pemerintahan desa cenderung menuju sebuah
pola yang melahirkan konsentrasi kekuasaan politik. Ketimpangan kekuasaan
antara Pangulu dan Maujana Nagori memungkinkan badan eksekutif desa berjalan
sendiri sehingga memungkinkan penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk
kepentingan pribadi.
Dari dua hasil penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai dasar dan
pembanding, terdapat beberapa persamaan sekaligus perbedaan dengan penelitian
yang dilakukan di Desa Purba Dolok Kecamatan Parmonangan Kabupaten
Tapanuli Utara. Persamaan kedua penelitian terdahulu dengan penelitian ini ialah
terletak

pada

jenis

penelitian

dan

metode

pengumpulan

data

yang

digunakan.Adapun perbedaan masing-masing penelitian akan diuraikan sebagai
berikut :
1. Perbedaan paling mendasar ialah objek kajian yang memusatkan perhatian
pada relasi kekuasaan antar aktor di desa dalam hal pengelolaan sebuah
program pembangunan yaitu dana desa. Fokus penelitian terdahulu terletak
pada analisis relasi kuasa dalam sistem pemerintahan desa. Sistem
dimaksudkan dalam hal ini adalah lembaga pemerintah desa sebagai satu
kesatuan.
2. Penelitian terdahulu memandang kekuasaan dari perspektif politik
sedangkan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan
menggunakan perspektif sosiologi.
3. Dalam penelitian ini relasi kekuasaan tidak dipandang hanya sebagai
hubungan antara beberapa individu ataupun kelompok. Akan tetapi dalam

35
Universitas Sumatera Utara

relasi kekuasaan juga terdapat sumber-sumber kekuasaan (modal) yang
secara sosiologis menjadikan seorang aktor atau individu mampu menjalin
relasi dengan aktor lainnya dalam kerangka kekuasaan.
4. Penelitian ini sangat mengedepankan faktor sosial budaya (seperti konsep
dalihan na tolu, sistem kekuasaan dualistik, dan lain sebagainya) dalam
relasi kekuasaan antar aktor dalam pengelolaan dana desa. Hal ini terkait
dengan karakteristik masyarakat Desa Purba Dolok yang masih bersahaja.

36
Universitas Sumatera Utara