Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian Chapter III V

BAB III
PROSEDUR PEMBERIAN SERTIFIKASI STANDAR NASIONAL
INDONESIA TERHADAP PRODUK KOPI

A. Badan

Sertifikasi

Nasional

Sebagai

Penentu

Dalam

Pemberian

Sertifikasi Standar Nasional Indonesia
Badan Standardisasi Nasional bertanggung jawab untuk membina,
mengembangkan, dan mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara

nasional. 75 BSN dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997
yang disempurnakan denggan Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 2000
Tentang Kedudukan Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali
diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.
BSN adalah lembaga pemerintah non kementerian yang bertugas dan bertanggung
jawab dibidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. 76
Undang-Undang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian menyebutkan di
dalam Pasal 8 ayat (2) tugas dan tanggung jawab di bidang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian yang dimiliki pemerintah dilaksanakan oleh BSN. BSN
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri

75

2016.

Tentang BSN, http://www.bsn.go.id/bsn/profile.php, diakses pada tanggal 6 November

76


Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian , Pasal 1 poin 4, Bab I Ketentuan Umum.

Universitas Sumatera Utara

yang mengkoordinasikan. 77 BSN sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung
jawab untuk merumuskan dan mengembangkan standar di Indonesia, mengacu
pada yang ditetapkan oleh badan dunia seperti ISO, CODEX Alimentarius,
standar nasional lainnya, serta standar regional. BSN bersama dengan komisi
teknis yang terdiri dari kementerian teknis terkait serta para pemangku
kepentingan merumuskan standar terkait proses, manajemen, produk dan juga
jasa/pelayanan. 78
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan organisasi, tugas, dan
fungsi BSN diamanatkan oleh UU Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian untuk
diatur dengan PP terbaru, tapi setelah dua tahun UU disahkan belum terbit PP
terbaru tentang BSN tersebut. BSN adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen
dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di
Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional
(DSN). Dalam melaksanakan tugasnya dikarenakan belum ada PP terbaru yang
mengaturnya maka BSN masih berpedoman pada PP Standardisasi Nasional. 79

1.

Visi BSN adalah terwujudnya infrastruktur mutu nasional yang handal untuk
meningkatkan daya saing dan kualitas hidup bangsa.

2.

Misi BSN adalah : 80

77

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian , Pasal 8 ayat (3), Bab II Kelembagaan.
78
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan , “Laporan Akhir Kajian Peranan SNI Untuk Penguatan Pasar Dalam
Negeri dan Daya Saing Produk Ekspor” (Jakarta: Kementerian Perdagangan Republik Indonesia,
2015), hlm. 12.
79
“Badan Standardisasi Nasional”,

https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Standardisasi_Nasional, diakses pada tanggal 19 April
2016.
80
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

a. Merumuskan, menetapkan, dan memelihara SNI yang berkualitas dan
bermanfaat bagi pemangku kepentingan;
b. Mengembangkan dan mengelola Sistem Penerapan Standar, Penilaian
Kesesuaian, dan Ketertelusuran Pengukuran yang handal untuk
mendukung implementasi kebijakan nasional;
c. Meningkatkan persepsi masyarakat dan partisipasi pemangku kepentingan
dalam bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian;
d. Mengembangkan budaya, kompetensi, dan sistem informasi di bidang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian sebagai upaya untuk
meningkatkan efektifitas implementasi Sistem Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian;
e. Merumuskan, mengkoordinasikan, dan mengevaluasi pelaksanaan
Kebijakan Nasional, Sistem dan Pedoman di bidang Standardisasi dan

Penilaian Kesesuaian yang efektif untuk mendukung daya saing dan
kualitas hidup bangsa.
3.

Fungsi BSN adalah : 81
a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang standardisasi
nasional;
b. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BSN;
c. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang
standardisasi nasional;
d. Penyelenggaraan kegiatan kerjasama dalam negeri dan internasional di
bidang standardisasi;
e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang
perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,
kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan
rumah tangga.

4.

Kewenangan BSN adalah : 82

a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;
b. Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan
secara makro;
c. Penetapan sistem informasi di bidangnya;
d. Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu :
1) Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang standardisasi
nasional;
2) Perumusan dan penetapan kebijakan sistem akreditasi lembaga
sertifikasi, lembaga inspeksi dan laboratorium;
3) Penetapan SNI;
81
82

Ibid.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

4) Pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidangnya;

5) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidangnya.
Agar semua norma pengembangan standar dapat diterapkan secara baik,
maka BSN melakukan:
1.

2.

Penguatan fungsi Manajemen Teknis Pengembangan Standar (MTPS) adalah
lembaga non struktural yang merupakan unsur fungsi BSN sebagai National
Standard Body dan mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran
kepada Kepala BSN dalam rangka menetapkan kebijakan untuk
memperlancar pengelolaan kegiatan pengembangan SNI.
Penguatan posisi Masyarakat Standardisasi Indonesia (MASTAN) merupakan
organisasi non-pemerintah yang diperlukan untuk memberikan wadah dan
saluran yang seluas mungkin bagi stakeholder untuk berpartisipasi dalam
berbagai proses standardisasi. Dalam proses pengembangan SNI, khususnya
dalam pelaksanaan tahap jajak pendapat dan tahap persetujuan RSNI, agar
partisipasi dan pelaksanaan konsensus pihak berkentingan dapat semakin
luas.
Pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi


Nasional. Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang
akreditasi dan sertifikasi dilakukan oleh KAN. KAN mempunyai tugas
menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN
dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Sedangkan pelaksanaan tugas
dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh
Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (selanjutnya disebut KSNSU).
Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran mempunyai tugas
memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional
untuk satuan ukuran. Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi
produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan,
keselamatan,

kesehatan

serta

pelestarian

fungsi


lingkungan,

pengaturan

standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem
nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang

Universitas Sumatera Utara

dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam
transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global. 83
Sistem penilaian kesesuaian oleh KAN mengandung sejumlah unsur
sebagai berikut : 84
1.

2.

3.


Unsur pertama adalah proses akreditasi oleh KAN untuk menilai dan
memberikan pengakuan terhadap LPK. Hampir semua yang ditetapkan oleh
BSN merupakan adopsi pedoman ISO/IEC. Selain itu KAN juga
menggunakan rekomendasi organisasi internasional seperti IAF
(International Accreditation Forum), APLAC (Asia Pacific Laboratory
Accreditation Cooperation), PAC (Pacific Accreditation Cooperation),
maupun ILAC (International Laboratory Accreditation Cooperation). Dalam
pelaksanaan tugasnya KAN didukung oleh jasa auditor.
Unsur kedua adalah proses penilaian kesesuaian yang mencakup kegiatan
pengujian oleh laboratorium, inspeksi teknis, sertifikasi sistem manajemen,
sertifikasi personel dan sertifikasi produk oleh LPK yang telah diakreditasi
oleh KAN.
Unsur ketiga adalah proses ketertelusuran pengukuran. Suatu hasil
pengukuran selalu mengandung ketidakpastian yaitu nilai yang menyatakan
rentang di mana nilai yang benar berada. Nilai ketidak pastian dapat berasal
dari alat ukuran yang digunakan, pelaksanaan pengukuran oleh operator,
kondisi lingkungan. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil yang dapat
diandalkan, khususnya laboratorium penguji memerlukan kalibrasi secara
periodik untuk mengetahui ketidakpastian serta mengikuti uji profisiensi

untuk dapat menjamin unjuk kerja suatu laboratorium.
Komite Akreditasi Nasional (KAN) adalah suatu lembaga non struktural

yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, dibentuk
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 2001. KAN memberikan
pelayanan akreditasi kepada Lembaga Sertifikasi yang berlokasi di Indonesia dan
luar negeri. Sedangkan untuk akreditasi kepada Laboraturium dan Lembaga

83

“Badan Standardisasi Nasional”,

https://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Standardisasi_Nasional , diakses pada tanggal
12 November 2016.
84
Bambang Purwanggono, dkk., “Pengantar Standardisasi Edisi Pertama” (Jakarta:
Badan Standardisasi Nasional, 2009), hlm. 44

Universitas Sumatera Utara

inspeksi yang terletak di luar negeri selama di negara tersebut tidak terdapat
Badan Akreditasi lokal yang menandatangani dari mutual recognition di
negaranya. 85

B. Lembaga Sertifikasi Produk Sebagai Pemberi Sertifikasi Standar
Nasional Indonesia
Kegiatan sertifikasi dilakukan oleh LSPro. Perusahaan yang ingin
produknya disertifikasi mengajukan aplikasi ke LSPro dan mengikuti proses
sertifikasi yang ada di LSPro. Dalam melakukan proses sertifikasi tersebut, LSPro
haruslah mengoperasikan skema sertifikasi tertentu, dalam SNI ISO/IEC
17067:2013 dikatakan bahwa skema sertifikasi ialah aturan, prosedur dan
manajemen untuk melakukan sertifikasi terhadap produk-produk tertentu.
Skema berisi tata cara/persyaratan-persyaratan dan mekanisme apa saja
yang diperlukan dan dilakukan dalam pelaksanaan sertifikasi produk tertentu.
Dari mulai proses seleksi, determinasi, review, keputusan dan atestesi. Jadi dalam
melakukan sertifikasi, LSPro haruslah memastikan bahwa kegiatan sertifikasi
yang dilakukannya sesuai dengan skema yang dioperasikannya. 86
Pada prinsipnya skema sertifikasi produk sangatlah bergantung dari jenis,
karakteristik serta proses produksi produk tersebut. Menurut UU Standardisasi
dan Penilaian Kesesuaian, sertifikasi adalah rangkaian kegiatan Penilaian

85

Febi Amanda, Op. Cit., hlm. 62.
“Bagaimana Proses Mendapatkan Sertifikasi
SNI untuk Produk?”,
http://bsn.go.id/main/berita/berita_det/7008/Infografis---Alur-Proses-Sertifikasi-SNI-pada-Produk,
diakses pada tanggal 17 November 2016.
86

Universitas Sumatera Utara

Kesesuaian yang berkaitan dengan pemberian jaminan tertulis bahwa Barang,
Jasa, Sistem, Proses, atau Personal telah memenuhi Standar dan/atau regulasi. 87
Pada prinsipnya penerapan/sertifikasi SNI adalah sukarela, para pihak
yang ingin menerapkan SNI dipersilahkan menjadikan SNI sebagai rujukan dalam
kegiatan atau proses yang dilakukannya. Namun untuk membuktikan dan
mendapatkan pengakuan formal bahwa benar suatu perusahaan/organisasi telah
menerapkan SNI atau standar tertentu, perlu proses penilaian kesesuaian yang
dilakukan pihak ketiga. Proses penilaian oleh pihak ketiga inilah yang disebut
sebagai Sertifikasi, dan lembaga yang melakukan kegiatan penilaian disebut
sebagai lembaga sertifikasi. Secara umum ada tiga (3) klasifikasi kegiatan
sertifikasi berdasarkan SNI yang dapat dilakukan : 88
1.

Sertifikasi Sistem Manajemen, yaitu sertifikasi terhadap sistem manajemen
perusahaan misalnya berdasarkan SNI ISO (9001, 14001, 22000, HACCP,dll)

2.

Sertifikasi Produk, yaitu sertifikasi terhadap produk yang dihasilkan
perusahaan berdasarkan SNI produk tertentu misalnya SNI 1811:2007 untuk
Helm, SNI 3554:2015 untuk Air minum dalam kemasan, SNI 2054:2014
untuk baja tulangan beton, dan produk-produk lainnya

3.

Sertifikasi Personel, yaitu sertifikasi terhadap kompetensi personel misalnya
Auditor, PPC, Tenaga Migas, Tenaga Kelistrikan, dll
Jadi Sertifikasi SNI adalah proses penilaian kesesuaian terhadap

produk/sistem manajemen/kompetensi suatu perusahaan/personel berdasarkan

87

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi
dan Penilaian Kesesuaian, Pasal 1 angka 9.
88
BSN, “Pengantar Standardisasi Edisi Kedua” (Jakarta: Badan Standardisasi Nasional,
2014), hlm. 21. (selanjutnya disebut BSN Kedua).

Universitas Sumatera Utara

persyaratan dalam SNI dalam rangka memperoleh pengakuan formal. Proses
sertifikasi produk adalah proses menilai apakah suatu produk memenuhi
persyaratan seperti yang tercantum dalam standar. Untuk itu yang harus
dilakukan untuk adalah :
1.

Pastikan jenis produk apa yang ingin disertifikasi, ingat objek utama
sertifikasi produk adalah produknya bukan perusahaan, hal ini berbeda
dengan sertifikasi sistem manajemen yang menjadikan perusahaan objek
sertifikasinya.

2.

Cek apakah Produk yang anda ingin sertifikasi sudah ada Standar nya, dalam
hal ini apakah SNI nya sudah ditetapkan. Jika SNI nya belum ada, maka
produk tidak dapat disertifikasi.

3.

Setelah memastikan SNI nya, cek apakah ada Lembaga Sertifikasi Produk
yang sudah terakreditasi oleh KAN untuk SNI tersebut. Jika tidak ada LSPro
yang terakreditasi berarti produk belum dapat disertifikasi, namun bisa
meminta LSPro untuk menambah ruang lingkup akreditasinya kepada KAN
sehingga produk bisa disertifikasi. Khusus untuk SNI yang sudah diwajibkan,
beberapa kementerian mengatur tentang penunjukan sementara LSPro yang
belum diakreditasi untuk melakukan sertifikasi, namun dipersyaratkan dalam
jangka waktu tertentu harus sudah terakreditasi.

Contoh Persyaratan Pendaftaran SPPT SNI Ke LSPro :
1.

Dokumen Administrasi
a.
b.
c.
d.

Fotokopi Akte Notaris Perusahaan;
Fotokopi SIUP, TDP;
Fotokopi NPWP;
Surat pendaftaran merek dari Dirjen HAKI/Sertifikat Merek;

Universitas Sumatera Utara

e. Surat pelimpahan merek atau kerjasama antara pemilik merek dengan
pengguna merek (hanya bila merek bukan milik sendiri);
f. Bagan organisasi yang disahkan pimpinan;
g. Surat penunjukkan wakil manajemen dan biodatanya;
h. Surat permohonan SPPT SNI;
i. Angka penegenal importir (api) (bila bukan produsen);
j. Fotokopi sertifikat sistem manajemen mutu atau manajemen lainnya;
2.

Dokumen Teknis
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pedoman Mutu yang telah disahkan;
Diagram alir proses produksi;
Daftar peralatan utama produksi;
Daftar bahan baku utama dan pendukung produksi;
Daftar peralatan inspeksi dan pengujian;
Salinan dokumen panduan mutu dan prosedur mutu;
Lembaga sertifikasi produk dimungkinkan menerbitkan tanda kesesuaian

terhadap suatu standar. Tanda kesesuaian yang berlaku adalah tanda SNI dan
tanda lain yang berbasis SNI seperti tanda ekolabel, tanda pangan organik, tanda
keselamatan, tanda hemat energi, tanda lainnya yang ditetapkan oleh BSN, dan
tanda lain sesuai dengan kebutuhan.
Kewenangan lain yang dimiliki lembaga sertifikasi produk adalah: 89
1.

Menunda, membekukan dan mencabut sertifikat, serta mengurangi ruang
lingkup, atau menilai kembali jika ada:
a.

Perubahan personel inti.

b.

Pelanggaran persyaratan dan peraturan lembaga sertifikasi produk
dan/atau persyaratan standard dan/atau Peraturan Pemerintah.

c.

Kegagalan dalam membantu personel atau sub kontrak lembaga
sertifikasi produk selama menjalankan tugas resminya.

89

Eddy Herjanto, “Pemberlakuan SNI Secara Wajib Di Sektor Industri: Efektivitas dan
Berbagai Aspek Dalam Penerapannya”, Jurnal Riset Industri Vol. V, No.2, 2011, hlm. 130.

Universitas Sumatera Utara

2.

Membekukan sertifikat apabila menurut lembaga sertifikasi produk
ketidakmampuan

perusahaan

hanya

bersifat

sementara

dan

tidak

mengakibatkan pencabutan sertifikat.
3.

Menetapkan periode penundaan, pembekuan dan selama periode tersebut
sertifikat yang dimiliki perusahaan dapat dicabut apabila tidak mampu
memenuhi persyaratan.

4.

Mencabut sertifikat jika :
a.

Pemilik dinyatakan bangkrut atau menjadi bagian dari krediturnya.

b.

Badan usaha tersebut dalam tahap likuidasi.

c.

Tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Proses sertifikasi produk adalah proses menilai apakah suatu produk

memenuhi persyaratan seperti yang tercantum dalam standar, hal yang dapat
dilakukan adalah : 90
1.

Permohonan sertifikasi
Pemohon diharuskan mengisi Formulir Permohonan Sertifikasi Produk yang
telah disediakan yang diajukan kepada Kepala Badan Sertifikasi.

2.

Penilaian sistem manajemen mutu
Penilaian Sistem Manajemen Mutu diharuskan untuk pemohon yang
mengajukan permohonan sertifikasi produk. Hal ini berarti pomohon
diharuskan untuk implementasi/menerapkan sistem manajemen mutu menurut
SNI 19-9000/ISO 9000.

3.

Penilaian laboratorium
90

“Proses sertifikasi Produk”, http://indonesia.go.id/?lpnk=badan-standardisasinasional. diakses pada tanggal 14 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

Penilaian

laboratorium

uji

diharuskan.

Apabila

pemohon

memiliki

laboratorium uji dan melaksanakan pengujian sendiri maka laboratorium uji
tersebut harus memenuhi persyaratan (implementasi/menerapkan) SNI 1917025/ISO 17025.
4.

Pengambilan contoh uji
Pengambilan contoh uji dilaksanakan oleh personil LSPro. Contoh uji diambil
dari alur produksi dan dari gudang atau dari pasar dengan jumlah sesuai
dengan yang disyaratkan oleh LSPro atau mengikuti aturan lain yang relevan.
Sejumlah contoh uji yang diambil harus mewakili dan berlaku untuk satu tipe
produk yang disertifikasi atau lebih tergantung pada proses pembuatan dan
fungsi dari produk tersebut dan hal ini akan ditetapkan kemudian oleh LSPro
contoh uji yang diambil hanya mewakili dan berlaku untuk satu merek
dagang yang disertifikasi.

5.

Pengujian contoh uji
Pengujian dilaksanakan oleh lembaga/laboratorium uji eksternal atas nama
LSPro. Pemohon dapat melaksanakan pengujian di laboratorium uji milik
pemohon atau di laboratorium uji eksternal yang ditunjuk oleh pemohon,
asalkan laboratorium uji tersebut memenuhi persyaratan SNI 19-17025/ISO
17025 seperti yang ditetapkan pada butir 2 diatas dan telah memenuhi
perjanjian kerjasama dengan LSPro, dengan demikian pemohon cukup hanya
menyerahkan ke LSPro laporan uji untuk dievaluasi. Laporan uji harus
menunjukkan laporan yang terakhir dan terbaru. Pengujian harus mengikuti

Universitas Sumatera Utara

persyaratan uji yang telah ditetapkan oleh standar acuan atau aturan lain yang
relevan.
6.

Evaluasi
Evaluasi dilakukan terhadap seluruh rangkaian kegiatan sertifikasi dengan
memperhatikan persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan.

7.

Follow-up
Apabila hasil evaluasi menunjukkan adanya ketidaksesuaian terhadap
persyaratan yang ditetapkan, dilakukan penilaian ulang sesuai dengan
ketidaksesuaian yang timbul. Penilaian ulang untuk produk sama seperti yang
dilaksanakan pada penilaian semula sedangkan untuk sistem manajemen
mutu dan laboratorium uji hanya memverifikasi ketidaksesuaian yang timbul.

8.

Keputusan sertifikasi
Manajemen LSPro akan memutuskan sertifikasi setelah semua tahapan
prosedur sertifikasi dilaksanakan dan dilengkapi dengan laporannya. Apabila
pada laporan evaluasi menunjukkan tidak memenuhi aturan yang ditetapkan
oleh LSPro atau pada laporan evaluasi menujukkan adanya ketidaksesuaian
terhadap persyaratan standar, diputuskan bahwa produk yang dimaksud
dinyatakan tidak lulus sertifikasi.

9.

Bukti kesesuaian
Bukti kesesuaian yang diterbitkan oleh LSPro adalah "Sertifikat Produk
Penggunaan Tanda SNI"

10. Survailen

Universitas Sumatera Utara

Survailen dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan total survailen tiga
kali sejak tanggal berlakunya sertifikat. Jika survailen tidak dilaksanakan
(kecuali dalam keadaan force majeure) sertifikat akan ditunda setelah 60
(enam puluh) hari sejak surat pemberitahuan survailen diterbitkan. Survailen
meliputi : Penilaian sistem manajemen mutu dan laboratorium uji,
pengambilan contoh uji, pengujian dan evaluasi. Contoh uji diambil dari
pabrik dan pasar dengan jumlah sesuai dengan yang disyaratkan oleh LSPro
atau mengikuti aturan lain yang relevan.
11. Sertifikasi ulang
Sertifikasi ulang dilaksanakan setiap 4 (empat) tahun sekali. Pelaksanaan dan
persyaratan sertifikasi ulang sama seperti dengan pelaksanaan sertifikasi
awal.
Pemberian sertifikat oleh LSPro adalah dilakukan oleh Manajemen LSPro
dapat menerbitkan sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI kepada pemohon
sertifikasi apabila : 91
1.

Hasil evaluasi terhadap sistem manajemen mutu tidak menunjukkan adanya
ketidaksesuaian.

2.

Hasil pengujian contoh uji memenuhi persyaratan standar.

3.

Hasil keputusan team evaluasi menyatakan bahwa seluruh tahapan kegiatan
sertifikasi telah memenuhi persyaratan sertifikasi.
Pemegang sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI mempunyai beberapa

hak dan kewajiban, yaitu sebagai berikut : 92
91

“Badan Standardisasi Nasional”, http://indonesia.go.id/?lpnk=badan-standardisasinasional, diakses pada tanggal 14 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

Hak pemegang sertifikat :
1.

Pemegang sertifikat berhak untuk menggunakan sertifikat dan membubuhkan
tanda SNI pada produk atau kemasannya dengan mengikuti aturan
penggunaannya yang ditetapkan oleh LSPro, apabila produk yang dimaksud
telah dinyatakan lulus sertifikasi

2.

Pemegang sertifikat berhak untuk mempublikasikan bahwa produknya telah
disertifikasi oleh LSPro.

3.

Pemegang sertifikat dapat mengajukan keluhan ke LSPro dalam hal kaitannya
dengan kegiatan sertifikasi termasuk personel sertifikasi.
Kewajiban pemegang sertifikat :

1.

Pemegang sertifikat menjamin bahwa produk yang disertifikasi diproduksi
sesuai dengan standar dan spesifikasi yang sama seperti produk yang
dijadikan contoh uji.

2.

Pemegang sertifikat harus menginformasikan ke LSPro apabila ada
modifikasi produk, proses produksi dan sistem manajemen mutu.

3.

Pemegang sertifikat harus membolehkan personel LSPro untuk akses tak
terbatas ke area pabrik yang memproduksi produk yang disertifikasi.

4.

Pemegang sertifikat harus memenuhi kewajiban pembayaran biaya yang
ditetapkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan sertifikasi.

5.

LSPro memberi wewenang ke pemegang sertifikat untuk menyatakan bahwa
produknya yang disertifikasi telah sesuai dengan standar dan aturan sistem
sertifikasi.

92

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

6.

LSPro memegang dan menjaga rahasia yang diperoleh selama LSPro
berhubungan dengan pemegang sertifikat.

C. Prosedur Pemberian Sertifikat Standar Nasional Indonesia Terhadap
Produk Kopi
Persaingan bisnis yang dihadapi perusahan-perusahaan saat ini semakin
ketat, khususya pada perusahaan yang bergerak dalam industri Fast Moving
Consumer Goods (selanjutnya disebut dengan FMCG) yaitu industri yang
memproduksi barang-barang yang sering dibeli konsumen di antaranya :
makanan, minuman, kosmetik, detergen, dan lain sebagainya. Hal
menyebabkan manajemen perusahaan dituntut untuk

lebih

ini

cermat dalam

menentukan strategi bersaing. Oleh karena itu perusahaan harus selalu mencari
ide- ide kreatif serta membuat produk yang berkualitas dalam menjalankan
perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan. 93
Salah satu kategori produk FMCG yang banyak diminati masyarakat dunia
dan khususnya di Indonesia adalah kopi. Permintaan akan kebutuhan kopi dunia
saat ini diprediksi meningkat hingga hampir 25% dalam lima tahun ke depan.
Ekspor kopi di Indonesia sendiri pada tahun ini diproyeksikan menurun, produksi
kopi terserap dengan maksimal oleh lokal, hal tersebut terjadi karena permintaan
kopi dalam negeri yang kian meningkat.
Di pasar internasional, kopi asal Indonesia dikenal berkualitas baik dan
dapat bersaing dengan kompetitor seperti Vietnam dan Brazil. Walaupun memiliki
93

Pudji Rahardjo, Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika dan Robusta..
(Jakarta: Penebar Swadaya, 2012), hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

daya saing dari sisi kualitas namun tidak dapat bersaing pada sisi harga yang
disebabkan pengelolaan kopi di negara kompetitor tersebut didukung penggunaan
teknologi, rendahnya produktivitas kopi Indonesia karena usia tanaman yang
sudah tua, tingginya tarif gas dan listrik, dan infrastruktur pendukung seperti jalan
dan pelabuhan di dalam negeri menyebabkan biaya tambahan. 94
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perindustrian telah menerbitkan
aturan wajib SNI untuk kopi. Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi serbuan
impor produk kopi yang mulai menguasai pasar domestik. Kopi yang tidak
memiliki SNI akan dimusnahkan dan direekspor, aturan tersebut tertuang dalam
Peraturan

Menteri

Perindustrian

Nomor 87/M-IND/PER/10/2014

tentang

Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Kopi Instan Secara Wajib yang
kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 55/MIND/PER/6/2015 yang selanjutnya mengalami perubahan kedua yaitu Peraturan
Menteri Perindustrian Nomor 03/M-IND/PER/01/2016 (selanjutnya disebut
Permenperin SNI Kopi Instan). Salah satu tujuan penerbitan aturan tersebut untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen. 95
Dengan terbitnya Permenperin SNI Kopi tersebut, produsen kopi instan96
atau importir kopi instan wajib menerapkan ketentuan SNI dengan memiliki SPPT

94

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan,
Op. Cit., hlm. 45.
95
“Pemerintah Terbitkan SNI untuk Kopi”,
http://www.kemenperin.go.id/artikel/10284/Pemerintah-Terbitkan-SNI-untuk-Kopi,
diakses pada tanggal 12 Desember 2016.
96
Produsen kopi instan adalah : a. Perusahaan yang memproduksi kopi instan baik dalam
bentuk curah, maupun kemasan yang proses pengemasannya dilakukan sendiri atau menunjuk
perusahaan lain, yang selanjutnyadisebut pabrikan; dan/atau b) perusahaan yang hanya melakukan
kegiatan usaha pengemasan kopi instan yang selanjutnya disebut pengemas ulang. Lihat Peraturan
Dirjen Industri Agro Nomor 22/IA/PER/03/2016, bagian Lampiran I poin 2 Ketentuan Umum.

Universitas Sumatera Utara

SNI dan tanda SNI pada setiap bentuk kemasan produknya. Kopi instan 97 yang
dimaksud adalah kopi dalam bentuk kemasan ritel dan bentuk curah, kopi instan
murni dan tanpa campuran bahan lain, termasuk kopi instan dekafein. Peraturan
ini tidak berlaku bagi kopi yang digunakan sebagai bahan baku atau penolong
serta kopi instan yang digunakan sebagai contoh uji penelitian. Dalam kopi instan
produksi dalam negeri yang tidak memenuhi ketentuan SNI harus ditarik dari
peredaran dan dimusnahkan oleh produsen yang bersangkutan. Kopi Indonesia
khususnya jenis arabika masih menjadi nomor satu di dunia. Hal itu terbukti dari
harga jual kopi arabika Jawa dan Sumatera mencapai US$100 per kilogram untuk
jenis premium. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, ekspor produk kopi
olahan sepanjang tahun 2013 mencapai US$243,87 juta atau turun 24,41% di
bandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai US$322,62 juta. 98
Ekspor produk kopi olahan masih di dominasi produk kopi instan, ekstrak,
esens, dan konsentrat kopi. Kondisi ekspor berbanding terbalik dengan impor kopi
olahan. Sepanjang tahun 2013, impor produk kopi olahan mencapai US$81,11
juta atau naik 15,01% dibandingkan dengan tahun sebelumnya mencapai
US$71,19 juta. Impor terbesar dialami oleh produk kopi instan yang disinyalir
adalah produk bermutu rendah. Berdasarkan data Kemenperin, impor kopi olahan
di lndonesia pada tahun 2013 merupakan impor dengan nilai tertinggi sejak 7
97

Kopi instan adalah produk kopi berbentuk serbuk atau granuka atau flake yang
diperoleh dari proses pemisahan biji kopi, disangrai tanpa dicampur dengan bahan lain, digiling,
diekstrak dengan air, dikeringkan dengan proses spray drying (dengan atau tanpa aglomeransi)
atau freeze drying atau fluidized bed drying atau proses lainnya menjadi produk yang mudah larut
dalam air. Lihat Permenprin 87/M-IND/PER/10/2014 tentang Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Kopi Instan Secara Wajib, Pasal 1poin 1.
98
“Pemerintah Terbitkan SNI untuk Kopi”,
http://www.kemenperin.go.id/artikel/10284/Pemerintah-Terbitkan-SNI-untuk-Kopi,
diakses pada tanggal 12 Desember 2016.

Universitas Sumatera Utara

tahun terakhir. Selain untuk melindungi industri kopi dalam negeri, berlakunya
SNI wajib juga untuk menjaga kesehatan konsumen. Dalam penerapan SNI wajib
ini, produk kopi akan di uji dari sisi kadar air, toksin yang terdapat dalam biji
kopi, dan sebagainya. 99
Defenisi sertifikasi dapat kita lihat pad ISO/IEC 17000:2004 yaitu
sertifikasi sebagai pengesahan dari pihak ketiga yang berkaitan dengan produk,
proses, sistem atau orang, dan sertifikasi dapat diterapkan untuk semua obyek
penilaian kesesuaian. Penilaian kompetensi lembaga penilaian kesesuaian itu
sendiri, dilakukan melalui akreditasi.
Sertifikasi dapat dibagi ke dalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu : 100
1.

Sertifikasi Sistem Manajemen
Sistem manajemen yang dioperasikan oleh suatu organisasi dapat

memberikan bukti bahwa organisasi tersebut telah menerapkan prosedur untuk
menyusun

dan

mendokumentasikan

proses-proses

administratif

dan

manajemennya. Dokumentasi dari seluruh proses di dalam sebuah organisasi
dapat memfasilitasi deteksi dan pelacakan kesalahan untuk segera mengambil
tindakan perbaikan yang diperlukan. Beberapa sistem manajemen mutu (yang
selanjutnya disebut SMM) yang diakui di seluruh dunia dan dapat disertifikasi
oleh lembaga sertifikasi antara lain adalah :
a. Sistem Manajemen Mutu berdasarkan seri ISO 9000
b. Sistem Manajemen Lingkungan berdasarkan seri ISO 14000
c. Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja berdasarkan seri OHSAS 18000
99

Ibid.
Bambang Purwanggono, dkk., Op. Cit., hlm. 112.

100

Universitas Sumatera Utara

d. Sistem Higinis–Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
e. Good Practices, termasuk Good Manufacturing Practice (GMP)
2.

Sertifikasi Produk
Lembaga sertifikasi dapat memberikan sertifikasi terhadap jenis standar

berdasarkan pada standar ISO atau yang didasarkan pada standar FAO/WHO
Codex Alimentarius. Harmonisasi proses antara ISO dan Codex Alimentarius telah
menghasilkan ISO 22000, kombinasi antara ISO 9000 dan HACCP yang
menyatakan persyaratan sistem manajemen keamanan pangan (selanjutnya disebut
SMKP) (food safety). Bila sertifikasi sistem manajemen ditujukan untuk
memberikan pengakuan kesesuaian sistem manajemen sebuah organisasi dengan
standar sistem manajemen yang relevan, sertifikasi produk dimaksudkan untuk
memberikan pengakuan bahwa proses produksi, kandungan atau kadar, sifat-sifat
dan karakteristik lainnya dari sebuah produk telah sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan dalam standar yang relevan. 101
Sertifikat merupakan jaminan tertulis yang diberikan oleh lembaga/
laboratorium yang telah diakreditasi untuk menyatakan bahwa produk, proses,
jasa, sistem atau personel telah memenuhi standar yang dipersyaratkan. Seperti
ISO 22000 yaitu suatu standar internasional yang menggabungkan dan
melengkapi elemen utama ISO 9001 dan HACCP dalam hal penyediaan suatu
kerangka kerja yang efektif untuk pengembangan, penerapan, dan peningkatan
berkesinambungan dari Sistem Manajemen Keamanan Pangan.

101

Febi Amanda, Op. Cit., hlm. 78.

Universitas Sumatera Utara

Rainforest Certificate yaitu standar untuk kelestarian lingkungan dan
memastikan kondisi yang lebih baik pada lingkungan kerja dan meningkatkan
kesejahteraan orang-orang yang bekerja pada suatu industri. Fair Trade
Certificate adalah sertifikasi produk yang telah menerapkan kelestarian
lingkungan, kesejahteraan tenaga kerja dan pengembangan standar, dan ISO
17025 diterapkan untuk pengujian laboratorium internal yang dimiliki oleh
industri. 102
Standar-standar tersebut diatas adalah standar yang dipersyaratkan oleh
pembeli diluar negeri yang harus dipenuhi oleh eksportir. Beberapa negara yang
menerapkan standar sangat ketat adalah Jepang dan Amerika Serikat, jika pelaku
usaha dapat mengadopsi persyaratan standar pada negara tersebut maka akan lebih
muda untuk memasuki pasar negara lain. Dalam memenuhi persyaratan sertifikasi
tersebut, pelaku usaha berpendapat tidak sulit dan biaya yang dikeluarkan cukup
terjangkau serta jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan dokumen yaitu
satu bulan. Secara umum tidak ditemui kendala dalam memperoleh sertifikasi
namun untuk pelaku usaha menengah dirasa cukup sulit untuk memperoleh
sertifikasi tersebut khususnya pemenuhan persyaratan dan biaya sertifikasi.
Standar Nasional Indonesia untuk kopi dalam kemasan diantaranya adalah
SNI 01-3542-2004 kopi bubuk (coffee), SNI 01-2983-1992/SNI 2983:2014 kopi
instan Instant (coffee), SNI 01-4446-1998 kopi mix (coffee mix), SNI 01-42821996 kopi celup (coffee bag), SNI 01-4314-1996 minuman kopi dalam kemasan
(coffee drinks in package), SNI 7708:2011 kopi gula krimer dalam kemasan
102

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan,
Op. Cit., hlm. 55.

Universitas Sumatera Utara

(coffee creamer sugar in packaging), SNI 6685:2009 Kopi susu gula dalam
kemasan (coffee sugar milk in sachets). 103
Prosedur pemberian SPPT-SNI terhadap produk kopi, diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Industri Agro Nomor 24/IA/PER/3/2015 tentang
Petunjuk Teknis Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Instan Secara
Wajib,

namun

karena

dikeluarkannya

Permenperin

Nomor

03/M-

IND/PER/01/2016 tentang Perubahan Kedua Pemberlakuan Standar Nasional
Indonesia (SNI) Kopi Instan Secara Wajib, maka dikeluarkan juga Peraturan
Direktur Jenderal Industri Agro Nomor 22/IA/PER/3/2016 tentang Petunjuk
Teknis Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Instan Secara Wajib
(selanjutnya disebut Perdirjen IA Juknis SNI Kopi Instan).
SPPT-SNI Kopi Instan diperoleh melalui Sistem Sertifikasi Tipe 5 yang
berlaku selama 4 (empat) tahun atau Sistem Sertifikasi Tipe 1 b yang terbagi atas
kopi instan produk dalam negeri, berlaku untuk setiap Di dalam bab III disebutkan
tata cara memperoleh SPPT-SNI, yaitu : 104
1.

Pelaku usaha baik dalam negeri maupun luar negeri atau importir,
mengajukan permohonan SPPT-SNI Kopi Instan kepada LSPro sesuai
prosedur yang ditetapkan LSPro.

2.

Pelaku Usaha dapat memperoleh SPPT-SNI jika memenuhi hal berikut :
a. Sistem Sertifikasi Tipe 5 dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

103

Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan
Kebijakan Perdagangan, Op. Cit., hlm. 72.
104
Lihat Peraturan Direktur Jenderal Industri Agro Nomor 22/IA/PER/3/2016 tentang
Petunjuk Teknis Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Instan Secara Wajib.

Universitas Sumatera Utara

1) Mengajukan permohonan kepada LSPro dan memenuhi persyaratan
administrasi dengan melampirkan :
a)

Fotokopi akta pendirian perusahaan atau perubahannya, untuk
produsen kopi instan dalam negeri, atau akta sejenis dalam
terjemahan bahasa Indonesia untuk produsen luar negeri, oleh
penerjemah tersumpah;

b) Fotokopi izin industri (Izin Usaha Industri atau Tanda Daftar
Industri) bagi produsen Kopi Instan dalam negeri, atau izin yang
sejenis untuk produsen luar negeri yang telah diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah;
c)

Dokumen mengenai penggunaan merek;
(1) Fotokopi Sertifikat Merek Pelaku Usaha atau Tanda Daftar
Merek

yang diterbitkan

oleh

Dirjen

Hak

Kekayaan

Intelektual, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia;
(2) Fotokopi perjanjian lisensi dari pemilik merek sebagaimana
dimaksud pada (1);
(3) Fotokopi surat perjanjian dengan perusahaan pengemas
mengenai penggunaan merek pabrikan untuk produk Kopi
instan yang dikemas oleh perusahaan pengemas; atau
(4) Fotokopi surat perjanjian makloon dari pemberi makloon
untuk produk yang menggunakan merek pemberi makloon.
d) Surat pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa dokumen
yang dilampirkan sesuai aslinya.

Universitas Sumatera Utara

2) Telah menerapkan SMM atau SMKP yang dibuktikan dengan
menyampaikan :
a)

Surat pernyataan dari Produsen Kopi instan baik dari dalam
negeri ataupun luar negeri tentang kesesuaian penerapan :
(1) SMM berdasarkan SNI ISO 9001:2008 atau revisinya, atau
SMM lainnya yang diakui; atau
(2) SMKP SNI ISO 22000:2009 atau revisinya; atau

b) Sertifikat SMM berdasarkan SNI ISO 9001:2008 atau revisinya
yang diterbitkan oleh LSMM atau SMKP SNI ISO 22000:2009
atau revisinya yang diterbitkan oleh LSSMKP.
3) Bagi yang telah memiliki SMM, harus menerapkan Cara produksi
pangan olahan yang baik (CPPOB) sesuai dengan Peraturan Menteri
Perindustrian Nomor 75/M-IND/Per/7/2010 untuk produk dalam
negeri yang dinyatakan dalam surat pernyataan (self declaration) dan
Good Manufacturing Practies (GMP) atau yang sejenis untuk produk
impor.
4) Dilakukan audit SMM atau SMKP.
5) Dilakukan pengambilan contoh dan pengujian mutu produk sesuai
parameter SNI 2983:2014 Kopi Instan dengan laboratorium uji yang
terakreditasi KAN.
b. Sistem Sertifikasi Tipe 1 b dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
1) Mengajukan permohonan kepada LSPro dan memenuhi persyaratan
administasi dengan melampirkan :

Universitas Sumatera Utara

a) Fotokopi izin industri (Izin Usaha Industri)
b) Fotokopi

Angka

Pengenal

Importir

(API),

Nomor

Induk

Kepabeanan (NIK), dan Importir Terdafatar (IT) untuk importir;
c) Fotokopi akta pendirian perusahaan atau perubahannya, dan akta
pendirian dalam terjemahan bahasa Indonesia untuk produsen luar
negeri, oleh penerjemah tersumpah;
d) Dokumen mengenai penggunaan merek;
e) Surat pernyataan bermaterai yang menyatakan bahwa dokumen
yang dilampirkan sesuai aslinya.
2) Dilakukan pengambilan contoh dan pengujian sesuai parameter SNI
oleh laboratorium uji bagi kopi instan yang diproduksi di dalam negeri
ataupun luar negeri dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Kopi instan produk dalam negeri, dilakukan pengujian sesuai SNI
oleh laboratorium uji yang ditugaskan oleh LSPro pada setiap lot
produksi;
b) Kopi

instan

produk

luar

negeri,

pada

setiap

kali

pengapalan/pengiriman harus dilakukan pengambilan contoh oleh
LSPro untuk dilakukan pengujian oleh laboratorium uji yang
ditugaskan LSPro.
Proses sertifikasi :
1.

Sistem Sertifikasi Tipe 5, dilakukan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

a. LSPro meneliti kelengkapan dokumen dan apabila dokumen belum
lengkap harus segera dilengkapi oleh perusahaan pemohon untuk diproses
lebih lanjut.
b. Tim Auditor melakukan audit kecukupan dan kebenaran dokumen SMM
atau SMKP dan jika tidak memenuhi persyaratan, perusahaan pemohon
harus melakukan tindakan koreksi.
c. LSPro membuat laporan hasil audit SMM atau SMKP dan mengevaluasi
hasil uji mutu produk dari Laboratorium Uji dan bila ditemukan
ketidaksesuaian, maka harus segera diinformasikan kepada perusahaan
pemohon untuk melakukan perbaikan.
d. Tim evaluasi LSPro meneliti laporan audit sertifikasi SMM atau SMKP
dan SHU serta dokumen lainnya dan menentukan keputusan sertifikasi,
yang terdiri dari :
1) Pemberian

atau

perpanjangan

SPPT-SNI,

apabila

memenuhi

persyaratan sertifikasi;
2) Penundaan pemberian atau perpanjangan SPPT-SNI, apabila belum
memenuhi persyaratan sertifikasi dan perusahaan pemohon dapat
melakukan tindakan perbaikan; atau
3) Penolakan pemberian atau perpanjangan SPPT-SNI, apabila tidak
memenuhi persyaratan sertifikasi.
2.

Sistem Sertifikasi Tipe 1 b, dilakukan sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

a. LSPro meneliti kelengkapan dokumen dan apabila dokumen belum
lengkap harus segera dilengkapi oleh perusahaan pemohon untuk diproses
lebih lanjut.
b. LSPro mengevaluasi hasil uji mutu produk dari laboratorium uji dan bila
ditemukan tidak memenuhi persayaratan SNI, maka harus segera
diinformasikan kepada perusahaan pemohon untuk dilakukan pengambilan
contoh ulang paling banyak 1 (satu) kali.
c. Tim evaluasi LSPro mengevaluasi SHU serta dokumen lainnya dan
menentukan keputusan sertifikasi, yang terdiri dari :
1) Pemberian

atau

perpanjangan

SPPT-SNI,

apabila

memenuhi

persyaratan sertifikasi;
2) Penolakan pemberian SPPT-SNI, apabila tidak memenuhi persyaratan
sertifikasi.
Total waktu yang diperlukan untuk pemrosesan dan penerbitan SPPT-SNI
Kopi instan adalah untuk sistem Sertifikasi Tipe 5 apabila semua persyaratan
terpenuhi adalah 41 hari kerja tidak termasuk waktu yang diperlukan untuk
pengujian. Untuk sistem Sertifikasi Tipe 1 b, waktu yang diperlukan adalah 5 hari
kerja tidak termasuk waktu yang diperlukan untuk pengujian. Penerbitan SPPTSNI Kopi Instan oleh LSPro wajib dilaporkan kepada Dirjen Pembinaan Industri
paling lambat 7 hari kerja, dan LSPro melakukan survailen satu kali dalam
setahun. 105
105

“Sanksi

Tegas

Atas

Pelanggaran

Regulasi

SNI

secara

Wajib”,

http://www.batik.go.id/index.php/post/read/sanksi_tegas_atas_pelanggaran_regulasi_sni_
secara_wajib_yang_tertuang_dalam_undang_undang_no_20_tahun_2014_0, diakses pada
tanggal 16 November 2016.

Universitas Sumatera Utara

Penilaian kesesuaian (conformity assessment) 106 mencakup seluruh
kegiatan, kelembagaan dan proses penilaian untuk menyatakan bahwa produk,
proses atau jasa memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam suatu standar.
Dalam kaitannya dengan penerapan SNI, penilaian kesesuaian merupakan
serangkaian kegiatan untuk memastikan bahwa persyaratan yang ditetapkan dalam
SNI telah dipenuhi oleh produk, proses, atau jasa yang relevan.
Pada dasarnya penilaian kesesuaian diperlukan untuk melandasi
kepercayaan terhadap penerapan SNI ISO/IEC 17000:2004 mendefinisikan
penilaian kesesuaian sebagai pernyataan bahwa produk, proses, sistem, orang atau
lembaga telah memenuhi persyaratan tertentu, yang dapat mencakup kegiatan
pengujian, inspeksi, sertifikasi, dan juga akreditasi LPK. Sama seperti standar,
penilaian kesesuaian pada dasarnya juga merupakan kegiatan yang bersifat
sukarela sesuai dengan kebutuhan dari pihak-pihak yang bertransaksi. Dalam
praktek, penilaian kesesuaian dapat dilakukan oleh produsen (pihak pertama),
oleh pembeli (pihak kedua), maupun pihak-pihak lain (pihak ketiga) yang bukan
merupakan bagian dari produsen maupun konsumen. 107
Pelaku penilaian kesesuaian: 108

a. Pihak Pertama - Penilaian dilakukan sendiri oleh pembuat atau pemasok
(deklarasi kesesuaian-diri, self declaration);
b. Pihak Kedua - Penilaian dilakukan oleh pemakai, pembeli atau konsumen
langsung;
c. Pihak Ketiga - Penilaian dilakukan oleh pihak independen dari pembuat
106

Bambang Purwanggono, dkk., Op. Cit., hlm. 42.
Ibid.
108
Ibid.

107

Universitas Sumatera Utara

maupun pembeli. Keberadaan pihak ketiga sebagai pelaksana penilaian
kesesuaian merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan
pendayagunaan SNI dalam berbagai kegiatan produksi dan transaksi
perdagangan atau pelayanan jasa, karena objektivitas penilaian mereka
lebih dapat diterima secara luas.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
AKIBAT HUKUM PERMBERLAKUAN STANDAR NASIONAL
INDONESIA KOPI SECARA WAJIB DITINJAU DARI UNDANGUNDANG NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN
PENILAIAN KESESUAIAN

A. Standar Nasional Indonesia Kopi Sebagai Suatu Bentuk Perlindungan
Terhadap Konsumen
Kesepakatan WTO-TBT menjelaskan bahwa standar merupakan alat
penting dalam mengatasi hambatan dalam perdagangan. Meskipun terdapat
standar nasional yang mungkin berbeda dari negara ke negara, kehadiran standar
telah memberikan efek positif karena telah memberikan corak yang transparan
mengenai produk dan keinginan konsumen. Dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut
UU Perlindungan Konsumen) disebutkan bahwa Perlindungan Konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. 109 Hal yang dapat disimpulkan dari “segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum” melahirkan suatu benteng untuk
meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya
demi untuk kepentingan konsumen. 110
Standar nasional dan peraturan teknik merupakan indikator potensi
teknologi suatu negara. Produk yang sesuai standar akan mempelancar

109

Republik Indonesia, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Pasal 1 angka 1.
110
Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Gramedia
Utama, 2001), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

perdagangan, karena adanya jaminan bahwa produk tersebut telah memenuhi
persyaratan yang telah disepakati bersama oleh pihak yang berkepentingan.
Fungsi standar dalam perdagangan dapat dijadikan sebagai acuan untuk
menghasilkan suatu produk dagang yang berkualitas atau dijadikan sebagai
persyaratan bagi pihak yang terlibat dalam transaksi perdagangan. Standar dapat
mengurangi biaya transaksi perdagangan dan menghindarkan atau memperkecil
ketidakpuasan konsumen. Standar dapat juga digunakan untuk memproteksi pasar
domestik, dengan menerapkan standar internasional maka akan dapat dicegah
masuknya produk-produk yang tidak standar, sehingga akan melindungi produk
nasional yang menerapkan standar dan sekaligus melindungi konsumen dari
produk tak bermutu. 111
Sesuai dengan salah satu tujuan daripada Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian yaitu meningkatkan perlindungan kepada konsumen, 112 maka secara
tidak langsung hal ini menandakan bahwa keduanya berkaitan erat. Perencanaan
perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disusun dalam suatu Program
Nasional Perumusan Standar (PNPS) juga memperhatikan aspek perlindungan
konsumen. 113 Dengan demikian, apabila setiap produk yang dipasarkan di
Indonesia sudah memiliki dan memenuhi standardisasi, maka otomatis produk
tersebut telah terjamin mutu dan kualitasnya. Tentunya standardisasi tersebut
ditandai dengan adanya label SNI. Apabila suatu produk tidak berlabel SNI, maka
kita patut waspada dan meragukan kualitas dan mutu produk tersebut.
111

Robertus Maylando Siahaya. Op. Cit.,hlm. 68.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian, Bab I, Pasal 3.
113
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan
Penilaian Kesesuaian, Bab III, Pasal 10, angka 3.
112

Universitas Sumatera Utara

Agar suatu peraturan dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan suatu
lembaga untuk dapat mengawasi serta melaksanakan peraturan-peraturan yang
ada tersebut. Di dalam hukum perlindungan konsumen, pemerintah biasanya
diwakili oleh badan, lembaga, serta instansi-instansi tertentu yang telah diberi
kewenangan

untuk

mengatur serta mengawasi

perlindungan

konsumen,

sebagaimana berikut :
1.

Menteri Perdagangan, pada Pasal 1 angka 13 UU Perlindungan Konsumen,
yang dimaksud dengan Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan
tanggung jawabnya meliputi bidang perdagangan. 114

2.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). BPSK merupakan badan
yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha
dan konsumen. 115

3.

Badan

Perlindungan

Konsumen

Nasional

(BPKN),

bertugas

untuk

memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah dalam upaya
mengembangkan perlindungan konsumen di Indonesia. 116
4.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), merupakan Lembaga
Pemerintah

Non-Departemen

yang

bertugas

melakukan

regulasi,

standardisasi, dan sertifikasi terhadap produk obat dan bahan makanan yang
dikonsumsi oleh konsumen, post marketing vigilance termasuk sampling dan
pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi,

114

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Pasal 1 angka 13.
115
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Pasal 1 angka 11.
116
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, Pasal 33.

Universitas Sumatera Utara

penyidikan dan penegakan hukum, pre-audit iklan dan promosi produk, riset
terhadap pelaksanaan kebijakan pengawasan obat dan makanan, komunikasi,
informasi, dan edukasi publik termasuk peringatan publik. 117
5.

Polisi Republik Indonesia, untuk menindak pelanggaran yang dilakukan
terhadap UU Perlindungan Konsumen, maka polisi merupakan suatu badan
yang memiliki kewenangan untuk menindak lanjuti setiap pelanggaran yang
dilakukan oleh pelaku usaha yang merugikan konsumen.
Untuk mengetahui pelaku usaha yang tidak memenuhi Standar Nasional

Indonesia dalam menentukan perbuatan melawan hukumnya maka diperlukan
teori Hukum Perlindungan Konsumen, antara lain 118:
1.

Pelaku Usaha dan Konsumen Adalah Dua Pihak Yang Sangat Seimbang (Let
the buyer beware/caveat emptor); Asas ini berasumsi bahwa:
Pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak yang sangat seimbang
sehingga tidak perlu ada proteksi apapun bagi si konsumen. Tentu saja dalam
perkembangannya, konsumen tidak mendapat akses informasi yang sama terhadap
barang atau jasa yang dikonsumsikannya. Ketidakmampuan itu bisa karena
keterbatasan pengetahuan konsumen, tetapi terlebih-lebih lagi banyak disebabkan
oleh ketidakterbukaan pelaku usaha terhadap produk yang ditawarkannya.
Menurut prinsip ini, dalam suatu hubungan jual beli keperdataan, yang wajib
berhati-hati adalah pembeli. Sekarang mulai diarahkan menuju kepada caveat
venditor (pelaku usaha yang perlu berhati-hati).
2.

Teori Prinsip Kehati-hatian (The due care theory);
Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk
berhati-hati dalam memasarkan produknya, baik barang ataupun jasa. Selama
berhati-hati, pelaku usaha tidak dapat dipersalahkan. Jika ditafsirkan secara acontratio, maka untuk mempersalahkan si pelaku usaha seseorang harus dapat
membuktikan, pelaku usaha itu melanggar prinsip kehati-hatian.
3.

The privity of contract; Prinsip ini menyatakan bahwa:
Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi
hal itu baru dapat dilakukan jika di antara mereka telah terjalin suatu hubungan
117

“Fungsi Badan POM”, http://www.pom.go.id/profile/fungsi_badan_POM.asp (diakses
pada tanggal 13 November 2016)
118
Dina W. Kariodimedjo, “Persentasi : Mata Kul

Dokumen yang terkait

UNDANG- UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN

0 0 39

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 8

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 1

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 1 17

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 25

Akibat Hukum Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia Kopi Secara Wajib Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi Dan Penilaian Kesesuaian

0 0 5

Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap penjualan produk yang tidak Standar Nasional Indonesia (SNI) ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian di Kota Pangkalpinang - Repository Universitas Bangka Beli

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap penjualan produk yang tidak Standar Nasional Indonesia (SNI) ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian di Kota Pangkalpinang - Repository Uni

0 0 24

Penegakan hukum tingkat penyidikan terhadap tindak pidana Standar Nasional Indonesia di kota Pangkalpinang ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Penegakan hukum tingkat penyidikan terhadap tindak pidana Standar Nasional Indonesia di kota Pangkalpinang ditinjau dari undang-undang nomor 20 tahun 2014 tentang standardisasi dan penilaian kesesuaian - Repository Universitas Bangka B

0 0 20