Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara
untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional, seperti yang tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pada alinea ke-IV yang bertujuan
untuk mewujudkan kesejahteraan umum.
Masalah

pembangunan

merupakan

upaya

bangsa


Indonesia

untuk

meningkatkan taraf hidupnya, dalam rangka menciptakan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat.Negara Indonesia merupakan Negara yang berkembang, dan
sedang

giat-giatnya

melakukan

kegiatan

pembangunan.Pembangunan

fisik

merupakan kegiatan pembangunan yang utama, karena hal ini mencakup
pembangunan


sarana

dan

prasarana.Pembangunan

sarana

misalnya,

pembuatan/perbaikan jalan, pembangunan jembatan, perbaikan stasiun, terminal dan
pelabuhan serta saluran-saluran air dan irigasi.Sedangkan pembangunan prasarana
misalnya, pembangunan perumahan untuk rakyat, pembangunan jaringan listrik,
kantor-kantor pemerintahan, gedung-gedung, dan bangunan-bangunan lainnya.
Pelaksanaan proyek-proyek pembangunan, baik proyek swasta maupun
proyek pemerintah banyak melibatkan banyak orang atau pihak-pihak yang dapat

1


Universitas Sumatera Utara

2

membantu supaya proyek pembangunannya cepat terselesaikan. Pihak-pihak yang
terlibat tersebut antara lain adalah pihak penyedia jasa dan pihak pengguna jasa.
Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa
Konstruksi, yang dimaksud dengan Pengguna Jasa adalah orang perseorangan atau
badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan
layanan jasa konstruksi. Sedangkan, pada Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18
tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi yang dimaksud dengan “Penyedia Jasa adalah
orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa
konstruksi.”1
Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat perlu didukung oleh
beberapa sarana. Salah satu diantaranya adalah prasarana listrik, dimana listrik dalam
kehidupan sehari-hari sangat besar pengaruhnya dan merupakan salah satu sumber
tenaga yang penting bagi kegiatan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Listrik merupakan sumber energi penting yang dikelola oleh Negara, untuk itu
dirasa perlu adanya peraturan-peraturan yang mengatur PT. PLN (Persero) sebagai
pengelola dengan tujuan utama kepentingan masyarakat yang didasarkan pada Pasal

33 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.”
Kesimpulan dari pasal di atas adalah PT. PLN (Persero) diberi wewenang oleh
pemerintah untuk menguasai dan mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan

1

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, Lembaran Negara RI
Nomor 54 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3833.

Universitas Sumatera Utara

3

listrik. Listrik merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang tidak dapat dipenuhi
sendiri, maka PT. PLN (Persero) mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat tersebut. Jadi, PT. PLN (Persero) merupakan fasilitator bagi masyarakat
untuk memperoleh kebutuhan akan energi listrik.
PT. PLN (Persero) diberi kuasa mengurus dan mengawasi bagian kelistrikan
oleh pemerintah, melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang

Ketenagalistrikan. PT. PLN (Persero) mempunyai tugas utama untuk menyediakan
tenaga listrik bagi kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan tujuan-tujuan dari
Negara Indonesia seperti yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945, khususnya untuk ikut memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang
disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Tahun 2009, serta di dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5052 merupakan salah satu peraturan pokok tentang
Ketenagalistrikan dan sebelum berlakunya Undang-Undang tersebut peraturan
tentang ketenagalistrikan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985
tentang ketenagalistrikan.2
Diterbitkannya Undang-Undang ini, karena hanya PT. PLN (Persero) yang
ditunjuk

sebagai

Badan

Usaha


Milik

Negara

yang

bergerak

dibidang

2

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009, Tentang Ketenagalistrikan, Lembaran Negara RI
Nomor 133 Tahun 2009, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5052.

Universitas Sumatera Utara

4


ketenagalistrikan. Oleh karena itu, sudah seharusnya PT. PLN (Persero) melakukan
peningkatan pelayanan untuk seluruh masyarakat. Tugas PT. PLN (Persero),
seharusnya tidak hanya dalam hal pelayanan terhadap masyarakat saja, tetapi harus
menyediakan listrik dengan kualitas yang baik dalam segala aspek sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia.
Tenaga listrik merupakan landasan bagi kehidupan modern, dan tersedianya
dalam jumlah dan mutu yang cukup menjadi syarat bagi suatu masyarakat untuk
memiliki kehidupan yang lebih baik dalam perkembangan industri yang sudah maju.
Keberadaan energi listrik sebagai sarana penerangan bagi masyarakat, dan berfungsi
menjadi salah satu indikator untuk dapat dilaksanakannya pembangunan.
Besarnya penggunaan listrik khususnya oleh masyarakat, menunjukan bahwa
betapa pentingnya energi listrik bagi mereka. Ada yang menggunakan energi listrik
untuk keperluan rumah tangga, industri, dan perdagangan dalam skala lokal maupun
nasional. Hal lainnya yang tak kalah penting sehubungan dengan fungsi listrik, yaitu
kemajuan tekhnologi komunikasi dan informatika yang semakin berkembang serta
juga bergantung dengan energi listrik, seperti handphone dan alat-alat elektronik
lainnya.
Pembangunan

sektor


ketenagalistrikkan

bertujuan

untuk

memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan tujuan
pembangunan nasional, serta menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata
berdasarkan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Universitas Sumatera Utara

5

1945. Tenaga listrik, sebagai salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam,
mempunyai peranan penting bagi Negara dalam mewujudkan pencapaian tujuan
pembangunan nasional.3

PT. PLN (Persero) menyadari, bahwa masyarakat dalam melakukan kegiatan
sehari-hari selalu menggunakan listrik dan sangat bergantung dengan listrik. PT. PLN
(Persero) berusaha semampunya untuk melayani semua masyarakat di seluruh daerah
di Indonesia. Tetapi, tentunya pihak PT. PLN (Persero) dalam hal melayani
masyarakat baik dalam Kota maupun luar Kota, khususnya di Provinsi Aceh tidak
mungkin bekerja sendiri. Oleh karena itu, PT. PLN (Persero) melakukan kerjasama
dengan pihak-pihak yang menyediakan jasa, khususnya dibidang ketenagalistrikkan.
Banyaknya pihak yang terlibat dalam pembangunan suatu proyek, menyebabkan
pengaturan hak, kewajiban, tanggung jawab serta hubungan hukum diantara para
pihak menjadi sulit.
Oleh karena itu untuk memudahkan pengaturan hal-hal tersebut, dibuatlah
suatu perjanjian kontrak kerja sama, dimana para pihak sepakat untuk mengatur
sendiri hak, kewajiban serta segala hal yang berhubungan dengan pelaksanaan proyek
pembangunan tersebut dalam suatu kontrak kerja konstruksi yang merupakan
keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan
penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Karena menurut
ketentuan hukum di Indonesia siapa yang membuat kesepakatan perjanjian yang
dituangkan dalam sebuah kontrak tertulis, maka isi dari kontrak itu atau segala hal
3


Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikkan.

Universitas Sumatera Utara

6

yang diatur dalam kontrak perjanjian itu adalah menjadi Undang-Undang dan
kekuatan hukumnya sama dengan Undang-Undang bagi para pihak yang membuat.
Segala hal yang diatur dalam suatu kontrak/perjanjian harus dinegosiasikan
terlebih dahulu pasalnya satu demi satu dan ayat dari kontrak tersebut secara cermat.
Agar tidak ada kontrak yang tidak benar atau berat sebelah yang mungkin akan
menimbulkan sengketa dikemudian hari. Perjanjian yang digunakan antara penyedia
jasa dengan pemberi tugas tidak dibuat dihadapan Notaris dalam bentuk akta
authentik, melainkan menggunakan perjanjian di bawah tangan dan hanya diberi
materai.
Syarat sahnya suatu perjanjian/kontrak diatur dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menyebutkan bahwa untuk
sahnya suatu perjanjian/kontrak harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu kesepakatan
mereka yang mengikatkan diri, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal
tertentu dan suatu sebab yang halal.

Ikatan kerja antara pengguna jasa dengan penyedia jasa yang digunakan
sebagai dasar hukum, adalah kontrak kerja. Pada umumnya kontrak kerja berisi
tentang pembagian hak dan kewajiban diantara keduanya. Kontrak kerja berarti
perikatan tertulis antara pengguna jasa (pemilik proyek/pemberi tugas) dan penyedia
jasa (konsultan perencana/kontraktor pelaksana/konsultan pengawas) mengenai
kegiatan pekerjaan borongan baca meter .

Universitas Sumatera Utara

7

Kenyataannya, hak dan kewajiban dari para pihak sering menjadi
permasalahan dalam suatu perjanjian. Hal ini sama dengan yang terjadi antara PT.
PLN (Persero) dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri.

Karena PT. PLN

(Persero) tidak menjalankan kewajibannya sebagaimana diatur dalam kontrak yang
dibuat oleh kedua belah pihak, yaitu kontrak perjanjian pemborongan pekerjaan
jasabaca meter antara PT. PLN (Persero) dan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri.
Kedua belah pihak terikat kontrak kerjasama selama 4 tahun.
Namun, pada kenyataannya dalam hal pembayaran upah kerja, PT. PLN
(Persero) tidak membayarnya sesuai dengan waktu yang telah disepakati oleh kedua
belah pihak, sehingga menimbulkan penunggakkan upah pembayaran kepada PT.
Multi Guna Putra Aceh Mandiri. Sementara, PT. Multi Guna Aceh Mandiri telah
mengerjakan kewajibannya tepat waktu dan sesuai dengan yang diatur dalam kontrak
perjanjian.
Maka, oleh karena itu berdasarkan latar belakang ini peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai “Analisis Yuridis Terhadap
Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter Antara
PT. PLN (Persero) Cabang Sigli Dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri”.
B. Perumusan Masalah
Untuk menentukan identifikasi masalah maka perlu dipertanyakan apakah
yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk
menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut.4

4

Ronny Kountir, Metode Penelitian Untuk Penelitian Skripsi dan Tesis, PPM,
Jakarta,2003,hal. 35.

Universitas Sumatera Utara

8

Berdasarkan uraian di atas, maka tertarik untuk diteliti lebih jauh lagi
pemasalahan ini, dan yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah proses pelaksanaan perjanjian borongan pekerjaan dibidang
jasa baca meter antara PT. PLN (Persero)Cabang Sigli dengan PT. Multi
Guna Putra Aceh Mandiri?
2. Apa faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam perjanjian borongan
pekerjaan dibidang jasa baca meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli
dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri?
3. Bagaimanakah penyelesaian dan pertanggungjawaban pihak yang melakukan
wanprestasi dalam perjanjian borongan pekerjaan dibidang jasa baca meter
antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh
Mandiri?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan tesis ini adalah untuk mengetahui jawaban dari rumusan
masalah yang telah dibuat. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini, adalah :
1. Untuk menjelaskan pelaksanaan perjanjian borongan pekerjaan dibidang jasa
baca meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna
Putra Aceh Mandiri.

Universitas Sumatera Utara

9

2. Untuk menjelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya wanprestasi dalam
perjanjian borongan pekerjaan dibidang jasa baca meter antara PT. PLN
(Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri.
3. Untuk menjelaskan penyelesaian danpertanggungjawaban dari pihak yang
melakukan wanprestasi dalam perjanjian borongan pekerjaan dibidang jasa
baca meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna
Putra Aceh Mandiri.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran, manfaat, dan kontribusi
dibidang ilmu hukum baik teoritis maupun praktis sebagai berikut:
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran
bagi perkembangan hukum terutama dibidang perjanjian pemborongan
pekerjaan dibidang jasa di Indonesia, khususnya PT. PLN

(Persero)

khususnya mengenai hak dan kewajiban.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
bagi para praktisi, maupun bagi pihak yang terkait mengenai perjanjian
pemborongan pekerjaan dibidang jasa.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penulusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Program Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa belum ada penelitian sebelumnya

Universitas Sumatera Utara

10

dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan
Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli Dengan
PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri” terutama dalam permasalahan yang sama.
Akan tetapi ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan masalah perjanjian
kerjasama yang pernah ditulis sebelumnya, antara lain:
1. Penelitian dengan judul “Perjanjian Sengketa Pelaksanaan Perjanjian
Kerjasama Operasional Antara Perum BULOG Devisi Regional Sumatera
Utara Dengan Mitra Kerja”, oleh Masitah, NIM: 087011071, Mahasiswi
Magister Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara, dengan rumusan masalah
sebagai berikut;
a. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian kerjasama yang dilakukan oleh
Perum BULOG dengan mitra kerja?
b. Apakah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam
pelaksanaan perjanjian kerjasama operasional tersebut?
c. Bagaimanakah penyelesaian sengketa dalam hal terjadinya wanprestasi
dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama antara Perum Bulog dengan mitra
kerja?
2. Penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli
Tenaga Listrik Antara PT. PLN (Persero) Dengan Pelanggan”, oleh Dewi
Lestari Simanjuntak, NIM: 107011040, Mahasiswi Magister Kenotariatan,
Universitas Sumatera Utara, dengan rumusan masalah sebagai berikut;

Universitas Sumatera Utara

11

a. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik antara hukum
dalam hal perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) dengan
pelanggan?
b. Apakah upaya yang dilakukan dan sanksi yang diberikan PT. PLN (Persero)
terhadap pelanggan yang melakukan pelanggaran perjanjian jual beli arus
listrik?
c. Apakah kendala-kendala yang dihadapi PT. PLN (Persero)

dalam

menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan?
Berdasarkan hasil penelusuran judul tesis di atas, dapat disimpulkan bahwa
judul dan permasalahan dalam penelitian ini tidak memiliki kesamaan dengan judul
dan permasalahan yang telah ada sebelumnya. Penelitian ini difokuskan kepada
permasalahan perjanjian pekerjaan borongan jasa baca meter antara PT. PLN
(Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri, maka penelitian
ini asli baik dari segi materi maupun dari segi lokasi penelitian.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi.5 Dan suatu teori harus diuji menghadapakan pada faktafakta yang dapat menunjukan ketidakbenarannya.6

Teori diperlukan untuk

mengembangkan suatu bidang suatu kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk
5

J J M M. Wuisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia,
Jakarta, 1996, hal. 203.
6
Ibid, hal 16.

Universitas Sumatera Utara

12

meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam penerapan aturan hukum. Di
dalam teori ini, mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan
kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tata tertib hukum, tetapi juga merupakan
suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang
saling bertentangan dan menjamin pemuasan kebutuhan maksimal dengan
pengorbanan yang minimal.7
Sebagai tolak ukur untuk menganalisa permasalahan yang akan diteliti suatu
teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal
sebagai berikut;8
a. Teori tersebut berguna untuk lebih lanjut mempertajam atau lebih
mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.
b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan konsep-konsep.
c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui
serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti.
d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena
telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktorfaktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.
e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan pada pengetahuan
penelitian.

7
8

Syafrudin Kalo, Teori Dan Penemuan Hukum, Medan, 2009 , hal. 19.
J. Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, Alumni, Bandung, 1983, hal 254.

Universitas Sumatera Utara

13

Dengan kata lain, kerangka teori adalah kerangka berfikir atau butir-butir
pendapat, teori, tesis, mengenai kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi
bahan perbandingan, pegangan teoritis dalam penelitian.9
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.
Soerjono Soekanto, menyatakan bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum,
selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat
ditentukan oleh teori.”10
Teori klasik, menyebutkan “perjanjian adalah suatu perbuatan hukum
yang berisi dua (een tweezijdigde overeenkomst), yang didasarkan atas kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Maksud dari satu perbuatan hukum yang meliputi
penawaran (offer, aanbod) dari pihak yang satu dan penerimaan (acceptance,
aanvaarding) dari pihak yang lain. Akan tetapi, pandangan klasik itu kiranya kurang
tepat, oleh karena dari pihak yang satu penawaran, dan dari pihak yang lain ada
penerimaan, maka ada dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu”.11
Dalam teori sama nilai (equivalent theory) yang dikemukakan oleh Laesio
Enormis, menyatakan bahwa, “suatu janji yang tidak diimbangi dengan sesuatu yang
equivalent (sama nilainya) dengan isi janji itu oleh pihak kedua (lazimnya perjanjian
9

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Hukum dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 80.
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 6.
11
Erza
Putri,
Teori-Teori
Tentang
Hukum
Kontrak,
http://erzaputri.blogspot.com/2011/07/teori-teori-tentang-hukum-kontrak.html, diakses tanggal 06
April 2016, pukul 20.40 WIB.
10

Universitas Sumatera Utara

14

sepihak eenzijdige overeenkomst atau abstract promise) tidak merupakan janji
yang wajar, dan karenanya tidak pula mengikat.”12
Prinsip

diatas

mencerminkan

telah

adanya

rasa

keadilan

didalam

melakukan perjanjian. “Walaupun teori tersebut ternyata bukanlah yang tumbuh
dalam hukum perjanjian kita yang bersumber dari KUH Perdata, dimana
dikatakan masih berasaskan kehendak bebas perseorangan, yang merupakan falsafah
hidup masyarakat Eropa abad ke-19”.13
Menurut teori kehendak suatu kontrak menghadirkan suatu ungkapan
kehendak para pihak, yang diasumsikan bahwa suatu kontrak melibatkan kewajiban
yang dibebankan terhadap para pihak.14 Teori kehendak ini dipertahankan oleh Gr.
Van der Burght, yang dikenal dengan ajaran kehendak (wisleer). Menurutnya ajaran
ini mengutarakan bahwa faktor yang menentukan terbentuk tidaknya suatu
persetujuan adalah suara batin yang ada dalam kehendak subjektif para calon
kontrakan.15
Para

pihak

dalam

suatu

kontrak

memiliki

hak

untuk

memenuhi

kepentingan pribadinya sehingga melahirkan suatu perikatan. Pertimbangannya ialah
bahwa individu

harus

memiliki

kebebasan

dalam setiap

penawaran

dan

mempertimbangkan kemanfaatannya bagi dirinya.

12

Sunarjati Hartono, Mencari Bentuk dan Sistem Hukum Perjanjian Indonesia, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal. 305.
13
Ibid, hal. 60.
14
Johannes Ibrahim, Cross Default dan Cross Collateral Dalam Upaya Penyelesaian
Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, 2004, hal. 5.
15
Ibid, hal. 6.

Universitas Sumatera Utara

15

Pelaksanaan perjanjian jasa borongan tentunya berhubungan erat dengan
perjanjian. Bahwa dasar hubungan yang terjadi antara pihak penyedia jasa dengan
pengguna jasa tentunya berhubungan erat dengan perjanjian. Bahwa dasar hubungan
yang terjadi antara penyedia jasa (pemborong) dengan pengguna jasa (pemilik)
adalah suatu perjanjian yang berarti

para pihak dalam hal ini mempunyai hak

dan kewajiban. Untuk itu dalam membahas masalah perjanjian tidak bisa lepas dari
ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur dalam KUH Perdata khususnya Bab II
Buku III yang berjudul perikatan yang lahir dari kontrak atau perjanjian. Perjanjian
dalam KUH Perdata dapat diartikan “sebagai suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lainnya atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal.”16
Menurut pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : “suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lainnya atau lebih”.17
Dari pengertian perjanjian yang telah dikemukakan diatas, agar suatu
perjanjian mempunyai kekuatan maka harus dipenuhi syarat sahnya perjanjian
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata, yaitu :
a. Syarat Subyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian dapat
dibatalkan, yang meliputi :

16
17

R. Subekti, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 51.
Ibid, hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

16

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
b. Syarat Obyektif, syarat ini apabila dilanggar maka perjanjian tersebut
menjadi batal demi hukum, yang meliputi :
1. Suatu hal (obyek) tertentu
2. Sebab yang halal
Kesepakatan diantara para pihak diatur dalam pasal 1321-1328 Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan kecakapan dalam rangka tindakan pribadi orang
perorangan diatur dalam pasal 1329-1331 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Syarat tersebut merupakan syarat subyektif yaitu syarat mengenai subyek hukum atau
orangnya. Apabila syarat subyektif tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut dapat
dibatalkan. Sedangkan syarat obyektif diatur dalam pasal 1332-1334 Kitab UndangUndang Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu obyek dalam perjanjian
dan pasal 1335-1337 mengatur mengenai kewajiban adanya suatu causa yang halal
dalam setiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Syarat tersebut merupakan
syarat obyektif, apabila tidak dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum.
Mengenai kapan suatu perjanjian dikatakan terjadi antara para pihak,
dalam ilmu hukum kontrak dikenal beberapa teori, yaitu :
1. Teori Penawaran dan Penerimaan
Bahwa pada prinsipnya suatu kesepakatan kehendak baru terjadi setelah
adanya penawaran (offer) dari salah satu pihak dan diikuti dengan penerimaan
tawaran (acceptance) oleh pihak lain dalam perjanjian tersebut.
2. Teori Kehendak

Universitas Sumatera Utara

17

Teori ini berusaha untuk menjelaskan jika ada kontroversi antara apa yang
dikehendaki dengan apa yang dinyatakan dalam perjanjian, maka yang
berlaku adalah apa yang dikehendaki, sementara apa yang dinyatakan tersebut
dianggap tidak berlaku.
3. Teori Pernyataan
Menurut teori ini, apabila ada kontroversi antara apa yang dikehendaki
dengan apa yang dinyatakan, maka apa yang dinyatakan tersebutlah yang
berlaku. Sebab masyarakat menghendaki apa yang dinyatakan itu dapat
dipegang.
4. Teori Pengiriman
Menurut teori ini suatu kata sepakat dapat terbentuk pada saat dikirimnya
suatu jawaban oleh pihak yang kepadanya telah ditawarkan suatu perjanjian,
karena sejak

saat

pengiriman

tersebut,

si

pengirim

jawaban telah

kehilangan kekuasaan atas surat yang dikirimnya itu.
5. Teori Pengetahuan
Menurut teori ini, suatu kata sepakat telah terbentuk pada saat orang yang
menawarkan tersebut mengetahui bahwa penawarannya tersebut telah
disetujui oleh pihak lainnya. Jadi pengiriman jawaban saja oleh pihak yang
menerima tawaran masih dianggap belum cukup, karena pihak yang
melakukan

tawaran

masih

belum

mengetahui

diterimanya

tawaran

tersebut.

Universitas Sumatera Utara

18

6. Teori Kepercayaan
Teori ini mengajarkan bahwa suatu kata sepakat dianggap telah terjadi
manakala ada pernyataan yang secara obyektif dapat dipercaya.18
Dalam penelitian ini dipakai teori

Kepastian Hukum, yaitu teori yang

menjelaskan bahwa perjanjian borongan yang terjadi antara PT. PLN (Persero)
dengan pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri haruslah memberikan kekuatan
hukum kepada kedua belah pihak, yaitu jaminan atas pelaksanaan hak dan kewajiban
diantara kedua belah pihak, sehingga pelaksanaan
dipertanggung

perjanjian tersebut dapat

jawabkan dengan segala akibatnya menurut hukum. Kepastian

Hukum adalah tujuan utama dari hukum.19 Tugas kaedah-kaedah

hukum adalah

untuk menjamin adanya kepastian hukum.20
Dengan adanya pemahaman kaidah-kaidah hukum tersebut, masyarakat
sungguh-sungguh menyadari bahwa kehidupan bersama akan tertib apabila terwujud
kepastian dalam hubungan antara sesama manusia, dalam pengertian teori kepastian
hukum yang oleh Roscoe Pound dikatakan bahwa adanya kepastian hukum
memungkinkan adanya ‘Predictability’.21
Dengan demikian kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yang
pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui apa yang

18

Munir Fuady, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra AdityaBakti,
Bandung, 2001, hal. 8.
19
J.B.Daliyo, Pengantar ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, PT. Prennahlindo, Jakarta,
2001, hal.120.
20
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta , jakarta, 1995, hal. 49 – 50.
21
Pieter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media Group , Jakarta,
2009, hal.158.

Universitas Sumatera Utara

19

boleh dan tidak boleh dilakukan dan kedua berupa keamanan bagi individu dari
kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu
individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh
Negara terhadap individu.
Selanjutnya dalam hubungan kerja dapat terjadi sengketa atau konflik antara
para pihak dalam perjanjian kerja tersebut. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ronny
Hanitijo Soemitro, yaitu konflik adalah situasi atau keadaan dimana para pihak
memperjuangkan tujuan masing-masing yang tidak dapat dipersatukan dan dimana
tiap-tiap pihak mencoba meyakinkan pihak lain mengenai kebenaran tujuannya
masing-masing. Sebagai makhluk sosial yang berinteraksi dengan manusia lain,
merupakan suatu hal yang wajar jika dalam interaksi tersebut terjadi perbedaan
paham yang mengakibatkan konflik tersebut, sehingga konflik yang terjadi tidak
menimbulkan dampak negatif.
Jika dalam perjanjian terjadi sengketa, maka ada beberapa sarana yang dapat
menyelesaikan sengketa tersebut, yaitu secara bipartit, arbitrase, konsiliasi, mediasi
dan Pengadilan Negeri Setempat.
2. Konsepsi
Konsepsi berasal dari bahasa Latin, concepto yang memiliki arti sebagai
sesuatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan
pertimbangan.22Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori,

22

Komaruddin, dan Yooke Tjuparmah Komarrudin, Kamus Istilah Karya Tulis Ilmiah, Bumi
Aksara,Jakarta, 2000, hal. 122.

Universitas Sumatera Utara

20

konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu
yang konkrit, yang disebut juga dengan operational definition.23
Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan
pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh
karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan
beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai
dengan tujuan yang telah ditentukan, atau peranan konsep dalam penelitian adalah
untuk menghubungkan dunia teori dengan observasi, antara abstraksi dan
realitas.24Konsep

diartikan

sebagai

kata

yang

menyatakan

abstraksi

yang

digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus.25
Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul
penelitian, bukanlah untuk pengertian mengkonsumsikannya semata-mata kepada
pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran, tetapi juga demi menuntun
peneliti

sendiri

di

dalam

menangani

rangkaian

proses

penelitian

yang

bersangkutan.26Konsepsi yang digunakan dalam judul, yaitu antara lain;
a. Wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya
atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat
dipersalahkan kepadanya.

23

Sultan Remy Sjahdeini, Kebebasan berkontrak dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1995,
hal.10.
24
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1996, hal.63.
25
Sumadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Liberty, Yogyakarta, 2003, hal. 3.
26
Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,
hal.107-108.

Universitas Sumatera Utara

21

b. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.27
Hukum Perjanjian diatur dalam buku III KUH Perdata sebagai bagian dari
KUH PERDATA yang terdiri dari IV Buku. Buku I mengenai Hukum
Perorangan/Personenrecht, Buku ke II memuat ketentuan Hukum Kebendaan/
Zakenrecht, Buku ke III mengenai Hukum Perjanjian/Verbintenissenrecht,
sedangkan Buku ke IV mengatur Pembuktian dan Kadaluarsa/Bewijs en
Verjaring.28
Perjanjian di dalam KUH Perdata diatur dalam Buku III, dengan judul
“Tentang Perikatan.“ Perkataan perikatan mempunyai arti yang lebih luas dari
perkataan perjanjian, sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan
hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau
perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar
hukum dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang
lain yang tidak berdasarkan persetujuan. Tetapi,sebagian besar dari Buku III
ditujukan pada perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian.29
c. Perjanjian Pemborongan, adalah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa pihak
yang satu (pemesan) menugaskan kepada pihak yang lain (pemborong) untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dengan pembayaran tertentu (harga borongan) dan

27

Lihat Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hal. 3.
29
R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 1979, hal. 122.

28

Universitas Sumatera Utara

22

pihak ini sepakat dengan pihak pertama untuk melaksanakan pekerjaan tersebut
dengan pembayaran.30
d. Baca Meter adalah kegiatan membaca, mencatat dan merekam angka kedudukan
meter, alat pengukur meter kWh, meter kVarh, meter kVa maksimal, pada setiap
pelanggan meter serta pembacaan dan pencatatan penunjukan sakelar waktu.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, yang artinya suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa hukum baik dalam
bentuk teori maupun praktek pelaksanaan dari hasil penelitian di lapangan.31
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian
kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada
peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum lainnya.32
2. Sumber Data
Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan yang didukung
penelitian lapangan, yaitu sebagai berikut;
a. Penelitian Kepustakaan (library research), yaitu menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.33

30

C. Smit. Masalah Perjanjian Pemborongan (terjemahan Hr Sugihardjo). Jogyakarta, tanpa
tahun, hal. 7.
31
Soerjono Soekamto, Metode Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal. 63.
32
Bambang Waluyo, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 13.
33
Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Rajawali Press, Jakarta, 1995, hal. 39.

Universitas Sumatera Utara

23

1) Bahan hukum primer, artinya bahan-bahan hukum yang mengikat, yaitu
antara lain;
a) Norma Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
c) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikkan.
d) Undang- Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti; hasil-hasil penelitian dan karya
ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan penelitian.
3) Bahan tertier, yaitu bahan pendukung di luar bidang hukum, seperti;
kamus ensiklopedia, majalah-majalah yang terkait dengan penelitian.
b. Penelitian Lapangan (Field Research), untuk mendapatkan data yang terkait
dengan penelitian, maka dilakukan wawancara kepada;
1) General Manager PT. PLN (Persero) Cabang Sigli, berjumlah 1 (satu)
orang.
2) Bendahara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli, berjumlah 1 (satu) orang.
3) Direktur PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri, berjumlah 1 (satu) orang.

3. Alat Pengumpul Data
Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpul data, yaitu antara lain;
a. Studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan
permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil

Universitas Sumatera Utara

24

penelitian dokumen-dokumen, perundang-undangan yang terkait dengan
penelitian ini, yang selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada
penelitian lapangan.
b. Wawancara yang difokuskan kepada narasumber yang telah ditentukan untuk
mendapatkan data yang akurat.

4.

Analisis Data
Setelah pengumpulan data dilakukan, baik dengan studi kepustakaan maupun

studi lapangan maka data tersebut dianalisa secara kualitatif,34

yakni dengan

mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data
yang diperoleh dengan asas-asas hukum yang terkait dengan penelitian, sehingga
diperoleh kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif.35

34

Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1997,

hal. 10.
35

Sutandyo Wigjosoebroto, Apakah Sesungguhnya Penelitian Itu?, Kertas Kerja, Universitas
Erlangga, Surabaya, hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan Wadah Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) Binaan Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

0 56 124

Peranan PT. Pegadaian (Persero) dalam Meningkatkan Pelayanan Pinjaman Dana Kepada Masyarakat (Studi pada Kantor Cabang Simpang Limun Medan)

11 172 104

Sasaran-Sasaran Pemberian Kredit Mikro pada PT. Bank Bukopin Cabang Medan

1 44 107

Analisis Kinerja Jasa PT. Jamsostek (Persero) Terhadap Kepuasan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehat

0 23 1

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

4 40 96

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 0 14

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 0 2

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 2 29

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri Chapter III V

0 0 51

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 0 4