Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri Chapter III V

54

BAB III
FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA WANPRESTASI DALAM
PERJANJIAN BORONGAN PEKERJAAN DIBIDANG JASA BACA METER
ANTARA PT. PLN (PERSERO) CABANG SIGLI DENGAN PT. MULTI
GUNA PUTRA ACEH MANDIRI
A. Wanprestasi Menurut Hukum Perikatan Yang Berlaku Di Indonesia
Perkataan wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang artinya prestasi
buruk.Wanprestasi adalah suatu sikap dimana seseorang tidak memenuhi atau lalai
melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian
yang dibuat antara kreditur dan debitur.62
Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih
terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak
terdapat

kata

sepakat

untuk


menentukan

istilah

mana

yang

hendak

dipergunakan.Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat di berbagai istilah yaitu
ingkar janji, cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.
Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah
menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestasi”.Ada
beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi
pendapat tentang pengertian mengenai wanprestasi tersebut.
Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu
prestasi


didalam

hukum

perjanjian,

berarti

suatu

hal

yang

harus

dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian.Barangkali dalam Bahasa Indonesia

62


Abdul R Saliman, ,Esensi Hukum Bisnis Indonesia, Kencana, Jakarta, 2004, hal.15.

54

Universitas Sumatera Utara

55

dapat

dipakai

istilah

“pelaksanaan

janji

untuk


prestasi

dan

ketiadaan

pelaksanaannya janji untuk wanprestasi.”63
Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa apabila debitur “karena
kesalahannya” tidak melaksanakan apa yang diperjanjikan, maka debitur itu
wanprestasi atau cidera janji. Kata karena salahnya sangat penting, oleh karena
debitur tidak melaksanakan prestasi yang diperjanjikan sama sekali bukan karena
salahnya.64
Menurut J Satrio, wanprestasi adalah suatu keadaan di mana debitur tidak
memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu
dapat dipersalahkan kepadanya.65
Yahya Harahap mendefinisikan wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban
yang tidak tepat pada waktunyaatau dilakukan tidak menurut selayaknya. Sehingga
menimbulkan keharusan bagi pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti
rugi (schadevergoeding), atau dengan adanya wanprestasi oleh salah satu pihak,
pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan perjanjian.66

Hal ini mengakibatkan apabila salah satu pihak tidak memenuhi atau tidak
melaksanakan isi perjanjian yang telah mereka sepakati atau yang telah mereka buat
maka yang telah melanggar isi perjanjian tersebut telah melakukan perbuatan
wanprestasi.Dari uraian tersebut di atas kita dapat mengetahui maksud dari
63
64

R. Wirjono Prodjodikoro, ,Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1999, hal.17.
R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Keempat, Pembimbing Masa, Jakarta, 1979,

hal.59.
65

Radityowisnu, http://radityowisnu.blogspot.com/2012/06/wanprestasi-dan-ganti-rugi.html,
diakses pada tanggal 06 April 2016, pukul 20.34 WIB.
66
M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 60.

Universitas Sumatera Utara


56

wanprestasi itu, yaitu pengertian yang mengatakan bahwa seorang dikatakan
melakukan wanprestasi bilamana “tidak memberikan prestasi sama sekali, terlambat
memberikan prestasi, melakukan prestasi tidak menurut ketentuan yang telah
ditetapkan dalam pejanjian”. Faktor waktu dalam suatu perjanjian adalah sangat
penting, karena dapat dikatakan bahwa pada umumnya dalam suatu perjanjian kedua
belah pihak menginginkan agar ketentuan perjanjian itu dapat terlaksana secepat
mungkin, karena penentuan waktu pelaksanaan perjanjian itu sangat penting untuk
mengetahui tibanya waktu yang berkewajiban untuk menepati janjinya atau
melaksanakan suatu perjanjian yang telah disepakati.
Dengan demikian bahwa dalam setiap perjanjian prestasi merupakan suatu
yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian.Prestasi merupakan isi dari
suatu perjanjian, apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah
ditentukan dalam perjanjian maka dikatakan wanprestasi.
Dalam pelaksanaan isi perjanjian sebagaimana yang telah ditentukan dalam
suatu perjanjian yang sah, tidak jarang terjadi wanprestasi oleh pihak yang dibebani
kewajiban (debitur) tersebut.Tidak dipenuhinya suatu prestasi atau kewajiban
(wanprestasi) ini dapat dikarenakan oleh dua kemungkinan alasan. Dua kemungkinan
alasan tersebut, yaitu antara lain;

1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaiannya.
Kesalahan di sini adalah kesalahan yang menimbulkan kerugian. Dikatakan
orang mempunyai kesalahan dalam peristiwa tertentu kalau ia sebenarnya

Universitas Sumatera Utara

57

dapat menghindari terjadinya peristiwa yang merugikan itu baik dengan tidak
berbuat atau berbuat lain dan timbulnya kerugian itu dapat dipersalahkan
kepadanya. Dimana tentu kesemuanya dengan memperhitungan keadaan dan
suasana pada saat peristiwa itu terjadi.67
Kerugian itu dapat dipersalahkan kepadanya (debitur) jika ada unsur
kesengajaan atau kelalaian dalam peristiwa yang merugikan itu pada diri debitur
yang dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Kita katakan

debitur sengaja

kalau kerugian itu memang diniati dan dikehendaki oleh debitur, sedangkan
kelalaian adalah peristiwa dimana seorang debitur seharusnya tahu atau patut

menduga, bahwa dengan perbuatan atau sikap yang diambil olehnya akan timbul
kerugian.68

Disini debitur belum tahu pasti apakah kerugian akan muncul atau

tidak, tetapi sebagai orang yang normal seharusnya tahu atau bisa menduga akan
kemungkinan munculnya kerugian tersebut.69Dengan demikian kesalahan disini
berkaitan dengan masalah “dapat menghindari” (dapat berbuat atau bersikap lain)
dan “dapat menduga” (akan timbulnya kerugian).70
2. Karena keadaan memaksa (overmach/ force majure) , diluar kemampuan
debitur,debitur tidak bersalah.
Keadaan memaksa ialah keadaan tidak dapat dipenuhinya prestasi oleh pihak
debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan karena kesalahannya, peristiwa mana

67

J. Satrio, Hukum Perikatan, Alumni,Bandung, 1999, hal. 90.
J. Satrio, Op. Cit., hal. 91.
69
Ibid,hal. 91.

70
Ibid,hal. 91.

68

Universitas Sumatera Utara

58

tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga akan terjadi pada waktu membuat
perikatan.71Vollmar menyatakan bahwa overmacht itu hanya dapat timbul dari
kenyataan-kenyataan dan keadaan-keadaan tidak dapat diduga lebih dahulu.72
Dalam hukum anglo saxon (Inggris) keadaan memaksa ini dilukiskan dengan
istilah “frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa
yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak yang membuat perikatan
(perjanjian) itu tidak dapat dilaksanakan sama sekali.73
Dalam keadaan memaksa ini debitur tidak dapat dipersalahkan karena
keadaan

memaksa


tersebut

timbul

diluar

kemauan

dan

kemampuan

debitur.Wanprestasi yang diakibatkan oleh keadaan memaksa bisa terjadi karena
benda yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi
karena perbuatan debitur untuk berprestasi itu terhalang seperti yang telah
diuraikan diatas.Keadaan memaksa yang menimpa benda objek perikatan bisa
menimbulkan kerugian sebagian dan dapat juga menimbulkan kerugian
total.Sedangkan keadaan memaksa yang menghalangi perbuatan debitur
memenuhi prestasi itu bisa bersifat sementara maupun bersifat tetap. 74Unsur –

unsur yang terdapat dalam keadaan memaksa, yaitu antara lain;
a. Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan benda
yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap.
71
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan Cetakan Ke Dua, Citra AdityaBakti,
Bandung,1990, hal. 27.
72
Ibid, hal. 31.
73
Ibid, hal.27.
74
Ibid. hal. 27.

Universitas Sumatera Utara

59

b. Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi
perbuatan

debitur untuk berprestasi,

ini dapat bersifat tetap

atau

sementara.
c. Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu
membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur. Jadi bukan karena
kesalahan pihak-pihak, khususnya debitur.75
Wanprestasi memberikan akibat hukum terhadap pihak yang melakukannya
dan membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk
menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga
oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena
wanprestasi tersebut.
Dasar hukum wanprestasi yaitu: Pasal 1238 KUHPerdata: “Debitur
dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan
kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Pasal 1243 KUHPerdata: “Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak
dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah
dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang
harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam
waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan”. Adapun bentuk-bentuk dari
wanprestasi, yaitu antara lain:
75

Ibid.hal 27

Universitas Sumatera Utara

60

a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
Sehubungan dengan debitur yang tidak memenuhi prestasinya maka dikatakan
debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali.
b. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
Apabila prestasi debitur masih dapat diharapkan pemenuhannya, maka debitur
dianggap memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya.
c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Debitur yang memenuhi prestasi tapi keliru, apabila prestasi yang keliru tersebut
tidak dapat diperbaiki lagi maka debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama
sekali.76
Subekti, mengatakan bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu, antara lain;
a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
Dalam bentuk kelalaian ini, jelas pihak debitur menyatakan bahwa ia tidak
mau melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dijanjikannya. Pernyataan
ini dapat dilakukan secara tegas dalam suatu surat atau percakapan secara
langsung, atau dapat juga disimpulkan dari perbuatannya yang menolak
melaksanakan kewajibannya, dengan demikian maka debitur segera dapat
dinyatakan dalam keadaan lalai dan dapat dituntut ganti rugi tanpa perlu
memerlukan peneguran terlebih dahulu.77

76
77

J. Satrio, Op. Cit., hal.84.
R. Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung,1981, hal. 49.

Universitas Sumatera Utara

61

b. Melaksanakan

apa

yang

dijanjikannya

tetapi

tidak

sebagaimana

dijanjikannya;
Dalam bentuk kelalaian ini, pihak debitur melaksanakan prestasi yang
dijanjikan

namun

pelaksanaan

tersebut

tidaklah

seperti

apa

yang

diperjanjikan. Jadi disini debitur melaksanakan prestasinya dengan itikad
baik, karena debitur tidak ada kesungguhan melaksanakan kewajibannya
secara sempurna.Oleh karena itu dalam bentuk kelalaian yang demikian,
pihak kreditur tidak perlu lagi melakukan teguran kelalaian kepada debitur,
karena dalam hal ini tanpa adanya peneguran debitur sudah berada dalam
keadaan lalai.78
c. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
Sering kali dalam suatu perjanjian tidak ditentukan secara pasti kapan
debitur harus melaksanakan kewajiban, dalam hal ini kreditur belum
mengetahui dengan pasti kapan debitur dapat dikatakan dalam keadaan
lalai.Oleh karena itu debitur perlu diberikan jangka waktu untuk
melaksanakan kewajiban tersebut.Hal tersebut dilakukan oleh pihak kreditur
dengan melakukan teguran sekaligus menentukan jangka waktu yang pantas
dalam teguran tersebut, agar debitur melaksanakan kewajibannya.79
Adakalanya dalam suatu perjanjian sudah mengandung ketentuan waktu,
dimana dalam jangka waktu tersebut seorang debitur harus melaksanakan

78
79

M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 64.
R. Wirjono Prodjodikoro, Op. Cit., hal. 45.

Universitas Sumatera Utara

62

kewajibannya, ketentuan waktu tersebut bersifat mutlak dan tidak dapat
diperpanjang lagi.Hal ini sering disebut dengan istilah perjanjian tersebut
mengandung suatu fatal termijn, artinya batas waktu terakhir yang tidak boleh
ditunda lagi. Dalam hal yang demikan, dengan lewatnya waktu yang sudah
ditentukan maka debitur telah melakukan wanpresatasi, dan dapat dinyatakan
bahwa ia dalam keadaan lalai atas dasar perjanjian itu sendiri. Keadaan lalai
tersebut timbul tanpa perlu adanya teguran dari pihak kreditur.80
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Untuk
mengatakan bahwa seseorang melakukan wanprestasi dalam suatuperjanjian,
kadang-kadang tidak mudah karena sering sekali juga tidak dijanjikan dengan
tepat

kapan

suatu

pihak

diwajibkan

melakukan

prestasi

yang

diperjanjikan.81
Wanprestasi memang dapat terjadi dengan sendirinya tetapi kadang-kadang
tidak.Banyak perikatan yang tidak dengan ketentuan waktu pemenuhan prestasinya
memang dapat segera ditagih.Tetapi pembeli juga tidak dapat menuntut pengganti
kerugian apabila penjual tidak segera mengirim barangnya ke rumah pembeli.Ini
diperlukan

tenggang

waktu

yang

layak

dan

ini

diperbolehkan

dalam

praktik.Tenggang waktu dapat beberapa jam, dapat pula satu hari bahkan lebih.
Jalan keluar untuk mendapatkan kapan debitur itu wanprestasi, undangundang memberikan upaya hukum dengan suatu pernyataan lalai (ingebrekestelling,

80
81

M. Yahya Harahap, Op. Cit., hal. 64.
Ibid., hal. 64.

Universitas Sumatera Utara

63

sommasi).Fungsi pernyataan lalai ialah merupakan upaya hukum untuk menentukan
kapan saat terjadinya wanprestasi.
Menurut Pasal 1238 KUHPerdata yang menyakan bahwa: “Si

berutang

adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu
telah dinyatakan lalai, atau demi perikatan sendiri, ialah jika ini menetapkan bahwa si
berutang harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan”.
Dari ketentuan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa debitur dinyatakan
wanprestasi apabila sudah ada somasi (in gebreke stelling). Adapun bentukbentuk somasi menurut Pasal 1238 KUHPerdata adalah:
1. Surat perintah.
Surat perintah tersebut berasal dari hakim yang biasanya berbentuk penetapan.
Dengan surat penetapan

ini

juru

sita

memberitahukan secara lisan kepada

debitur kapan selambat-lambatnya dia harus berprestasi. Hal ini biasa disebut
“exploit juru Sita”
2. Akta
Akta ini dapat berupa akta dibawah tangan maupun akta Notaris.
3. Tersimpul dalam perikatan itu sendiri
Maksudnya sejak pembuatan perjanjian, kreditur sudah menentukan saat adanya
wanprestasi.
Dalam perkembangannya, suatu somasi atau teguran terhadap debitur yang
melalaikan kewajibannya dapat dilakukan secara lisan akan tetapi untuk

Universitas Sumatera Utara

64

mempermudah pembuktian dihadapan hakim apabila masalah tersebut berlanjut ke
pengadilan maka sebaiknya diberikan peringatan secara tertulis.
Dalam keadaan tertentu somasi tidak diperlukan untuk dinyatakan bahwa
seorang debitur melakukan wanprestasi yaitu dalam hal adanya batas waktu dalam
perjanjian (fatal termijn), prestasi dalam perjanjian berupa tidak berbuat sesuatu,
debitur mengakui dirinya wanprestasi.
Pasal 1235 KUHPerdata: “dalam tiap perikatan untuk memberikan sesuatu
adalah termasuk kewajiban si berhutang untuk menyerahkan kebendaan yang
bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang bapak keluarga yang baik,
sampai pada saat penyerahan.”
Penyerahan menurut Pasal 1235 KUHPerdata dapat berupa penyerahan nyata
maupun penyerahan yuridis.
Dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dan ada
unsur kelalaian dan salah, maka ada akibat hukum yang atas tuntutan dari kreditur
bisa menimpa debitur, sebagaimana diatur dalam Pasal 1236 KUHPerdata dan Pasal
1243 KUHPerdata, juga diatur pada Pasal 1237 KUHPerdata.
Pasal 1236 KUHPerdata: “si berhutang adalah wajib untuk memberikan ganti
biaya, rugi dan bunga kepada si berhutang, apabila ia telah membawa dirinya dalam
keadaan tidak mampu menyerahkan bendanya, atau telah tidak merawat sepatutnya
guna menyelamatkannya”.

Universitas Sumatera Utara

65

Pasal 1236 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata berupa ganti rugi dalam
arti:
1. Sebagai pengganti dari kewajiban prestasi perikatannya.
2. Sebagian dari kewajiban perikatan pokoknya atau disertai ganti rugi atas dasar
cacat tersembunyi.
3. Sebagai pengganti atas kerugian yang diderita kreditur.
4. Tuntutan keduanya sekaligus baik kewajiban prestasi pokok maupun
ganti rugi keterlambatannya.
Pasal 1237 KUHPerdata: “dalam hal adanya perikatan untuk memberikan
suatu kebendaan tertentu, kebendaan itu semenjak perikatan dilahirkan, adalah
atas

tanggungan

si berpiutang. maka sejak debitur lalai, maka resiko atas obyek

perikatan menjadi tanggungan debitur.”
Pasal 1243 KUH Perdata, mengatakan “Penggantian biaya, rugi dan bunga
karena tak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si
berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau
jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau
dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”.
Yang dimaksud dengan kerugian dalam pasal ini, adalah kerugian yang timbul
karena si berutang melakukan wanprestasi (lalai memenuhi perikatan). Kerugian
tersebut wajib diganti oleh si berhutang terhitung sejak ia dinyatakan lalai. Ganti
kerugian itu terdiri dari tiga unsur, yaitu;

Universitas Sumatera Utara

66

1. Ongkos atau biaya yang telah dikeluarkan, misalnya ongkos cetak, biaya
materai, biaya iklan, dan biaya lainnya.
2. Kerugian sesungguhnya karena kerusakan, kehilangan benda milik salah satu
pihak akibat kelalaian pihak lain, misalnnya busuknya buah-buahan karena
kelambatan penyerahan, ambruknya rumah karena kesalahan konstruksi,
sehingga merusakkan perabot rumah tangga.
3. Bunga atau keuntungan yang diharapkan, misalnya bunga yang berjalan
selama piutang terlambat diserahkan (dilunasi), keuntungan yang tidak
diperoleh karena kelambatan penyerahan bendanya.82
Ganti kerugian harus berupa uang, bukan barang, kecuali jika diperjanjikan
lain. Dalam ganti kerugian itu tidak selalu ketiga unsur tersebut harus ada. Yang ada
itu mungkin hanya kerugian yang sesungguhnya, atau mungkin kerugian
sesungguhnya ditambah dengan ongkos atau biaya.83
Untuk melindungi debitur dari tuntutan sewenang-wenang pihak kreditur,
undang-undang memberikan pembatasan terhadap ganti kerugian yang harus dibayar
oleh debitur sebagai akibat dari kelalaiannya (wanprestasi). Kerugian yang harus
dibayar oleh debitur hanya meliputi;
1. Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan. Dapat diduga itu tidak
hanya mengenai kemungkinan timbulnya kerugian. Jika jumlah kerugian
melampaui batas yang dapat diduga, kelebihan yang melampaui batas dugaan
82

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia Cetakan Ketiga, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2000, hal. 208.
83
Ibid.hal. 208

Universitas Sumatera Utara

67

itu tidak boleh dibebankan kepada debitur, kecuali jika debitur ternyata telah
melakukan tipu daya. Hal, ini seperti yang diatur dalam Pasal 1247 KUH
Perdata.
2. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (kelalaian) debitur, seperti
yang ditentukan dalam Pasal 1248 KUH Perdata. Untuk menentukan syarat
“akibat langsung” dipakai teori adequate. Menurut teori ini, akibat langsung
ialah akibat yang menurut pengalaman manusia normal dapat diharapkan atau
dapat diduga akan terjadi. Dengan timbulnya wanprestasi, debitur selaku
manusia normal dapat menduga akan merugikan kreditur. Teori ini diikuti
dalam praktek peradilan.84
3. Bunga dalam hal terlambat membayar sejumlah hutang, seperti yang
ditentukan dalam Pasal 1250 KUH Perdata. Besarnya bunga didasarkan pada
ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah. Menurut yurisprudensi, Pasal
1250 KUH Perdata tidak dapat diberlakukan terhadap perikatan yang timbul
karena perbuatan melawan hukum.85
Bunga yang harus dibayar karena lalai ini disebut “moratoir interest”,
sebagai hukuman bagi debitur.86Moratoir berasal dari kata “mora” bahasa Latin yang
berarti lalai.Pembayaran ganti kerugian sebesar bunga moratorium tersebut semata-

84

Ibid.hal. 208.
Sri Soedewi, Hukum Perutangan, Terjemehan, Seksi Hukum Perdata Fakultas Hukum
UGM, Yogyakarta, 1974, hal. 36.
86
Abdulkadir Muhammad,Hukum Perikatan Cetakan Ke Dua, op.cit., hal. 43.
85

Universitas Sumatera Utara

68

mata digantungkan pada keterlambatan pembayaran tersebut sehingga kreditur tidak
perlu dibebani untuk membuktikan dasar penuntutan ganti kerugian tersebut.87
Bahwa kerugian yang harus diganti meliputi kerugian yang dapat diduga dan
merupakan akibat langsung dari wanprestasi, artinya ada hubungan sebab-akibat
antara wanprestasi dengan kerugian yang diderita. Berkaitan dengan hal ini ada dua
sarjana yang mengemukakan teori tentang sebab-akibat yaitu:
1. Conditio Sine qua Non (Von Buri), Menyatakan bahwa suatu peristiwa A
adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain) dan peristiwa B tidak akan
terjadi jika tidak ada pristiwa A;
2. Adequated Veroorzaking (Von Kries), Menyatakan bahwa suatu peristiwa A
adalah sebab dari peristiwa B (peristiwa lain). Bila peristiwa A menurut
pengalaman manusia yang normal diduga mampu menimbulkan akibat
(peristiwa B).
Dari kedua teori diatas maka yang lazim dianut adalah teori Adequated
Veroorzaking karena pelaku hanya bertanggung jawab atas kerugian yang selayaknya
dapat dianggap sebagai akibat dari perbuatan itu disamping itu teori inilah yang
paling mendekati keadilan.88
Karena tuntutan ganti rugi dalam peristiwa-peristiwa seperti tersebut di atas
diakui, bahkan diatur oleh undang-undang, maka untuk pelaksanaan tuntutan itu,

87

Akhmadi, Miru dan Saka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai
1456 BW, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008.
88
Nindyo Pramono, Hukum Komersil, Cetakan Pertama, Pusat Penerbitan UT,Jakarta, 2003,
hal. 223.

Universitas Sumatera Utara

69

kreditur dapat minta bantuan untuk pelaksanaan menurut cara-cara yang ditentukan
dalam Hukum acara perdata, yaitu melalui sarana eksekusi yang tersedia dan diatur
disana, atas harta benda milik debitur. Prinsip bahwa debitur bertanggung jawab atas
kewajiban perikatannya dengan seluruh harta bendannya telah diatur di dalam pasal
1131 KUH Perdata.
Penghitungan besarnya ganti kerugian tersebut terhitung bukan pada saat
utang tersebut tidak dibayar atau lalainya debitur, melainkan mulai dihitung sejak
tuntutan tersebut diajukan ke pengadilan, kecuali jika dalam keadaan tertentu undangundang memberikan kemungkinan bahwa penghitungan bunga tersebut berlaku demi
hukum (mulai saat terjadinya wanprestasi).89
Karena wanprestasi mempunyai akibat-akibat yang begitu penting, maka
harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau lalai,
dan kalau hal itu disangkal olehnya, maka harus dibuktikan di muka hakim.
Pengajuan ke pengadilan tentang wanprestasi dimulai dengan adanya somasi yang
dilakukan oleh seorang jurusita dari pengadilan, yang membuat proses verbal tentang
pekerjaannya itu, atau juga cukup dengan surat tercatat atau surat kawat, asal saja
jangan sampai dengan mudah dipungkiri oleh si berutang.90
Kadang-kadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai
atau lupa, karena seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak
diwajibkan melakukan wanprestasi yang dijanjikan.91

89

Akhmadi Miru dan Saka Pati, Loc.Cit.
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Cetakan Ketigapuluh Enam. Pradnya
Paramita, Jakarta, 2005, hal. 147.
91
Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan Ketiga Belas, PT. Intermasa, Jakarta, 1991, hal. 45.
90

Universitas Sumatera Utara

70

Di pengadilan, kreditur harus sebisa mungkin membuktikan bahwa lawannya
(debitur) tersebut telah melakukan wanprestasi, bukan overmacht. Begitu pula dengan
debitur, debitur harus meyakinkan hakim jika kesalahan bukan terletak padanya
dengan pembelaan seperti berikut:
1. Overmacht;
2. Menyatakan bahwa kreditur telah melepaskan haknya; dan
3. Kelalaian kreditur.92
Jika debitur tidak terbukti melakukan wanprestasi, maka kreditur tidak bisa
menuntut apa-apa dari debitur tersebut. Tetapi jika yang diucapkan kreditur di muka
pengadilan terbukti, maka kreditur dapat menuntut:
1. Menuntut hak pemenuhan perjanjian;
2. Menuntut hak pemenuhan perjanjian berikut dengan ganti rugi sesuai Pasal
1246 KUH Perdata yang menyatakan, “biaya, ganti rugi dan bunga, yang
boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritanya dan
keuntungan yang sedianya dapat diperolehnya”. Berdasarkan pasal 1246 KUH
Perdata tersebut, dalam wanprestasi, penghitungan ganti rugi harus dapat
diatur berdasarkan jenis dan jumlahnya secara rinci seperti kerugian kreditur,
keuntungan yang akan diperoleh sekiranya perjanjian tesebut dipenuhi dan
ganti rugi bunga (interst).93

92

Ibid.hal. 45.
Advokatku.Wanprestasi
dan
Perbuatan
Melawan
Hukum.http://advokatku.
blogspot.com/2009/01/wanprestasi-dan-perbuatan-melawan-hukum.html.diakses 06 April 2016, pukul
21.45 WIB.
93

Universitas Sumatera Utara

71

3. Pembatalan perjanjian
Dalam hal pembatalan perjanjian, banyak pendapat yang mengemukakan
bahwa pembatalan ini dilakukan oleh hakim dengan mengeluarkan putusan
yang bersifat declaratoir. Hakim juga mempunyai suatu kekuasaan yang
bernama “discretionair”, artinya ia berwenang untuk menilai wanprestasi
debitur. Apabila kelalaian itu dianggapnya terlalu kecil, hakim berwenang
untuk menolak pembatalan perjanjian meski ganti rugi yang diminta harus
dituluskan.94
4. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi; dan
5. Meminta/ menuntut ganti rugi saja.95
Dan hak-hak yang dituntut oleh kreditur dicantumkan pada bagian petitum
dalam surat gugatan. Jika debitur tidak bisa membuktikan bahwa ia tidak
melakukan wanprestasi tersebut, maka biaya perkara seluruhnya dibayar oleh
debitur.
B. Faktor Penyebab Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan
Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Wilayah
Sigli Dengan PT. Multi Guna Putra Mandiri Sigli
Perjanjian pemborongan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para
pihak yang terlibat didalamnya. Dengan kata lain pihak pengguna jasa dan pihak
yang menyediakan jasa harus mematuhi peraturan-peraturan yang ada dalam
perjanjian pemborongan ini. Apabila pihak penyedia jasa wanprestasi dalam

94
95

Subekti, Op. Cit., hal. 148.
Purwahid Patrik, Dasar-dasarHukum Perikatan, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 12.

Universitas Sumatera Utara

72

melaksanakan pekerjaan ini, maka sebagai akibat dari wanprestasi tersebut pihak
penyedia jasa dapat dikenai sanksi sesuai dengan yang tercantum didalam perjanjian
pemborongan.
Pekerjaan suatu proyek yang direncanakan dalam perjanjian pemborongan
tentu tidak akan selamanya dapat terwujud seperti yang diharapkan. Tentunya, ada
banyak faktor yang menyebabkan perjanjian pemborongan tidak dapat dilaksanakan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.Faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya keterlambatan dalam pekerjaan, yaitu faktor yang disebabkan oleh
manusia, dan faktor yang bukan disebabkan oleh manusia (force majeure).
Faktor yang disebabkan manusia, yaitu wanprestasi yang dilakukan oleh pihak
penyedia jasa, wanprestasi ini terjadi karena pihak penyedia jasa tidak melakukan
pekerjaannya seperti yang telah diperjanjikan, atau terlambat dalam menyerahkan
pekerjaan tersebut kepada pengguna jasa ataupun sama sekali tidak melaksanakan
pekerjaan tersebut. Sedangkan faktor yang bukan disebabkan oleh manusia, biasanya
disebut dengan force majeure atau bisa juga disebut dengan faktor yang disebabkan
oleh kejadian diluar kemampuan manusia. Kejadian ini, biasanya berupa :
1. Bencana alam (yang dinyatakan oleh pemerintah setempat), yaitu gempa
bumi, angin topan, tanah longsor, banjir, kebakaran, dan lain-lain.
2. Peperangan, pemberontakan, kerusuhan masal, dan lain-lain.
3. Peraturan Pemerintah dibidang moneter yang berkaitan dengan pekerjaan
seperti, kenaikan BBM, perubahan nilai rupiah, dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

73

Berkaitan, dengan force majure atau kejadian diluar kemampuan manusia ini,
ada diatur didalam kontrak pada Pasal 20, yang berbunyi: “yang dimaksud dengan
keadaan memaksadalam PERJANJIAN ini adalah suatu keadaan tidak dapat
dilaksanakannya PERJANJIAN ini sebagai akibat langsung dari semua kejadian di
luar kemampuan PIHAK KEDUA dan PIHAK PERTAMA untuk mengatasinya,
seperti;
a. Kejadian atau peristiwa yang terjadi sebagai akibat dari hal-hal di luar
kemampuan PIHAK yang bersangkutan, yang tidak terduga, tidak dapat
dipertanggungjawabkan dan tidak diketahui penyebabnya;
b. Kerusuhan, huru-hara, pemberontakan, peperangan, embargo, blokade;
c. Peraturan-peraturan Pemerintah yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan
PERJANJIAN ini;
d. Bencana alam yang berakibat langsung terhadap peralatan PIHAK
PERTAMA, termasuk akibat tersambar petir, banjir, kebakaran, gempa bumi
dan lain-lain.
Apabila, keterlambatan pekerjaan terjadi, dikarenakan force majeure, maka
pihak penyedia jasa, harus memberitahukan kepada pihak pengguna jasa secara lisan
dalam waktu 7 (tujuh) hari dan diikuti dengan pemberitahuan tertulis selambatlambatnya 30 (tigapuluh) hari kalender terhitung sejak kejadian dimaksud.Ketentuan
ini, sesuai dengan isi dari Pasal 20 ayat (4) Surat Perjanjian.

Universitas Sumatera Utara

74

Namun, dalam kasus ini wanprestasi terjadi karena upah kerja yang
seharusnya dibayarkan oleh PT. PLN (Persero) Cabang Sigli tidak dibayarkan sampai
pekerjaan telah diselesaikan sesuai dengan perjanjian oleh PT. Multi Guna Putra
Aceh Mandiri. Berdasarkan hasil penelitian, penyebab tidak dibayarkannya upah
kerja untuk pekerjaan borongan baca meter ini, karena dana untuk pembayaran
pekerjaan borongan baca meter tersebut, telah digunakan untuk keperluan atau
pekerjaan lain, yaitu pemborongan pekerjaan pembangunan instalasi listrik di daerah
Aceh Tamiang.
Dari penjelasan ini, dapat dikatakan bahwa pihak PT. PLN (Persero) Cabang
Sigli

telah

lalai

dan

tidak

memiliki

itikad

baik

dalam

menjalankan

kewajibannya.Karena, seharusnya PT. PLN (Persero) Cabang Sigli harus membayar
upah hasil kerja untuk PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri sesuai dengan perjanjian
yang ada terlebih dahulu.
C. Pengaturan Wanprestasi Dalam Kontrak Perjanjian Borongan Pekerjaan
Dibidang Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Wilayah Sigli Dengan
PT. Multi Guna Putra Mandiri Sigli
Apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikannya,
maka dikatakan ia melakukan wanprestasi. Ia alpa atau lalai atau ingkar janji. Atau
juga ia melanggar perjanjian, bila ia melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh
dilakukannya.96

96

R. Subekti, Hukum Perjanjian Cetakan Kesebelas, Penerbit: Intermasa, Jakarta, 1987,

hal.45.

Universitas Sumatera Utara

75

Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya kewajiban-kewajiban sebagaimana
yang

telah

diatur

di

dalam

kontrak

perjanjian

oleh

pihak-pihak

yang

bersangkutan.Wanprestasi menimbulkan akibat, yaitu penuntutan hak oleh pihak
yang dirugikan. Pihak yang melakukan wanprestasi harus bertanggung jawab untuk
mengganti biaya, kerugian dan bunga, kepada pihak yang merasa telah dirampas
haknya. Hal ini diatur didalam Pasal 1236 dan 1239 KUH Perdata.
Pasal 1432 KUH Perdata, mengatakan; wanprestasi, yaitu sebagai berikut; “
penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan
mulai diwajibkan, bila debitur walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk
memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya
hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang
telah ditentukan”. Debitur dinyatakan lalai, yaitu antara lain;
1. Tidak memenuhi prestasi,
2. Terlambat memenuhi prestasi, dan
3. Melakukan prestasi tetapi tidak sebagaimana mestinya.
Subekti, mengatakan bentuk wanprestasi ada empat macam yaitu antara lain;
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
2. Melaksanakan

apa

yang

dijanjikannya

tetapi

tidak

sebagaimana

dijanjikannya;
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;

Universitas Sumatera Utara

76

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.97
Akibat hukum bagi debitur yang lalai atau melakukan wanprestasi ada empat
macam, yaitu :
1. Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau dengan singkat
dinamakan ganti rugi.
2. Pembatalan perjanjian atau juga dinamakan pemecahan perjanjian.
3. Peralihan resiko.
4. Membayar biaya perkara, kalau sampai diperkarakan didepan hakim.98
Karena wanprestasi (kelalaian) mempunyai akibat-akibat yang begitu penting,
maka harus ditetapkan lebih dahulu apakah si berutang melakukan wanprestasi atau
lalai, dan kalau hal itu disangkal olehnya, harus dibuktikan di muka hakim.Kadangkadang juga tidak mudah untuk mengatakan bahwa seseorang lalai atau lupa, karena
seringkali juga tidak dijanjikan dengan tepat kapan sesuatu pihak diwajibkan
melakukan wanprestasi yang dijanjikan.99
Dalam praktik penyusunan kontrak sering kali dimasukkan klusul yang isinya
sebagaimana tersebut diatas, misalnya fatale termijn, sehingga dengan tidak
dipenuhinya salah satu kewajiban debitur dalam kontrak, secara otomatis telah terjadi
wanprestasi.
Biasanya untuk menindaklanjuti kondisi ini dicantumkan juga klausul
pemutusan kontrak sebagai salah satu bentuk sanksi yang ditempuh pihak
97

Ibid.hal. 45.
Ibid.hal. 45.
99
Ibid.hal. 45.
98

Universitas Sumatera Utara

77

kreditur.Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditur yang dirugikan sebagai akibat
kegagalan pelaksanaan kontrak oleh pihak debitur mempunyai hak gugat dalam
upaya menegakkan hak-hak kontraktualnya, hal ini sebagimana diatur dalam Pasal
1267 KUH Perdata yang mengatakan bahwa Pihak yang terhadapnya perikatan tidak
dipenuhi, dapat memilih, memaksa pihak yang lain untuk memenuhi kontrak, jika hal
itu masih dapat dilakukan atau menuntut pembatalan persetujuan dengan penggantian
biaya, kerugian dan bunga. Hak kreditur tersebut dapat secara mandiri diajukan
maupun dikombinasikan dengan gugatan lain, meliputi:
1. Pemenuhan (nakoming),
2. Ganti kerugian,
3. Pembubaran, pemutusan atau pembatalan (ontbinding),100
4. Pemenuhan ditambah ganti rugi pelengkap,
5. Pembubaran ditambah ganti rugi pelengkap,
Pihak yang lalai dan melakukan wanprestasi dapat digugat didepan hakim.
Tentang wanprestasi ini harus dinyatakan dahulu secara tertulis, yaitu dengan
memperingatan pihak tersebut, bahwa pihak yang lain menghendaki pembayaran
seketika atau dalam jangka waktu pendek.
Dalam kontrak perjanjian antara PT, PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT.
Multi Guna Putra Aceh Mandiri tidak ada mengatur mengenai wanprestasi secara

100

D.Saragih menerjemahkan “Onbinding” dalam suatu substansial dari buku J.H.Niewenhuis,
hoofdstuken Verbintenissenrecht dengan istilah “pembubaran” , sementara beberapa penulis
menggunakan istilah “pembatalan” Menurut saya istilah pemutusan lebih tepat dipergunakan.
Mengenai perbedaan ini akan dibahas lebih lanjut dalam sub bab pembatalan dan pemutusan kontrak

Universitas Sumatera Utara

78

terperinci, seperti kontrak-kontrak perjanjian pada umumnya. Dalam kontrak ini,
hanya mengatur wanprestasi secara garis besar, seperti yang tertulis pada Pasal 19
ayat (5) yang mengatakan “ Salah satu PIHAK dapat mengakhiri perjanjian ini
dengan memberitahukan sebelumnya kepada PIHAK lainnya apabila PIHAK lainnya
telah melanggar ketentuan-ketentuan dalam PERJANJIAN ini.

Universitas Sumatera Utara

79

BAB IV
PENYELESAIAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIHAK YANG
MELAKUKAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN BORONGAN
PEKERJAAN DIBIDANG JASA BACA METER ANTARA PT. PLN
(PERSERO) CABANG SIGLI DENGAN PT. MULTI GUNA PUTRA
ACEH MANDIRI
A. Kronologis Permasalahan Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang
Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli Dengan PT. Multi
Guna Putra Aceh Mandiri
Pelaksanaan perjanjian kerjasama dibidang jasa borongan baca meter ini,
diberikan oleh PT. (PLN) Persero Cabang Sigli kepada PT. Multi Guna Putra Aceh
Mandiri.dengan cara penunjukan secara langsung tanpa adanya pengadaan terlebih
dahulu.

PT.

PLN

(Persero)

Cabang

Sigli

pada

tanggal

12

November

2008.mengirimkan surat undangan nomor 012.SU/610/PAN-AO&TU/SGL/2008,
kepada PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri untuk menghadiri rapat mengenai
penunjukan langsung dan penawaran harga untuk pekerjaan jasa borongan baca meter
tersebut.
Setelah semua persyaratan dipenuhi, berdasarkan surat perintah kerja nomor
012.PJ/610/AO-TU/SGL/2008 dibuatlah kontrak kerja pada tanggal 01 Desember
2008 antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh
Mandiri di Kantor PT. PLN (Persero) Cabang Sigli. Dalam perjanjian, para pihak
yang melaksanakan pekerjaan, yaitu antara lain:
1. PT. PLN (Persero), yang didirikan berdasarkan Akte Notaris Soetjipto, SH
Nomor 169 tanggal 30 Juli 1994 sebagaimana terakhir diubah dengan Akta

79

Universitas Sumatera Utara

80

Notaris Haryanto, SH di Jakarta Nomor 43 tanggal 26 Oktober 2001,
berkedudukan di Jalan Trunojoyo Blok M-1/135 Kebayoran Baru, Jakarta 12160,
yang dalam hal ini diwakili oleh Nahwaluddin selaku Manajer PT. PLN (Persero)
Nomor : 0812.K/426/DIR/2008 tanggal 08 Mei 2008, yang beralamat di Jalan
Tgk. Chik Ditiro, No. 3, Sigli, dengan demikian sah bertindak untuk dan atas PT.
PLN (Persero), yang selanjutnya dalam PERJANJIAN ini disebut sebagai PIHAK
PERTAMA.
2. PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri, yang didirikan berdasarkan Akta Notaris
Sabaruddin Salam, SH Nomor 42 tanggal 05 Agustus 2008 dengan pengesahan
berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor : C27512 HT .01.01.TH. 2005 tanggal 06 Oktober 2005 yang dalam hal ini diwakili
oleh ZAKKI MUAMMAR selaku Direktur Utama, yang beralamat di Jalan Sri
Ratu Safiatuddin No. 9, Kelurahan Peunayong, Kecamatan Kuta Alam, dengan
demikian sah bertindak untuk dan atas PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri
selanjutnya dalam PERJANJIAN ini disebut sebagai PIHAK KEDUA.
Kedua belah pihak sepakat mengadakan PERJANJIAN Pemborongan
Pekerjaan Outsourcing Baca Meter Tarif Tunggal di PT. PLN (Persero) Cabang Sigli,
untuk selanjutnya disebut PERJANJIAN, berdasarkan:
1. Surat Edaran Direksi PT. PLN (Persero) Nomor : 001.E/DIR/2007, tanggal 29
Januari 2007.

Universitas Sumatera Utara

81

2. Surat dari General Manajer PT. PLN (Persero) Wilayah Nanggroe Aceh
Darussalam No.187/545/W.NAD/2008, tanggal 29 Januari 2008.
3. Surat Penawaran Harga dari PIHAK KEDUA No. 001/MGP-SGL/XI/2008,
tanggal 18 November 2008.
4. Surat Keputusan Manajer PT. PLN (Persero) Wilayah Nanggroe Aceh
Darussalam Cabang Sigli No. 012.K/610/SGL/2008, tanggal 28 November
2008.
Kemudian, setelah kontrak dibuat maka kedua belah pihak harus
menandatangani kontrak tersebut sebagai tanda bahwa perjanjian tersebut telah
disepakati oleh kedua belah pihak dan penandatanganan kontrak dilakukan paling
lambat 7 (tujuh) hari kalender setelah diterbitkan Surat Penunjukan Penyedia
Barang/Jasa (SPPBJ) dan setelah penyedia barang/jasa yang ditunjuk menyerahkan
jaminan pelaksanaan dengan ketentuan:
1. Nilai jaminan pelaksanaan dengan jaminan bank 5% (Lima Persen) dari nilai
kontrak dan sudah termasuk PPN.
2. Masa berlakunya jaminan pelaksanaan sekurang-kurangnya sejak tanggal
penandatangan kontrak sampai 30 (Tiga Puluh) hari setelah tanggal masa
pemeliharaan berakhir berdasarkan kontrak.
3. Pada saat jaminan pelaksanaan diterima oleh pengguna barang/jasa, maka
jaminan penawaran yang bersangkutan segera dikembalikan.

Universitas Sumatera Utara

82

Setelah

melakukan

penandatangan,

maka

pelaksanaan

perjanjian

pemborongan yang telah dibuat dan disepakati oleh kedua belah pihak , dimana
pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri telah sepakat dengan PT. PLN (Persero)
Cabang Sigli untuk melaksanakan pekerjaan borongan baca meter di Kota Sigli.
Pembacaan kWh meter ini, dimulai tanggal 15 (lima belas) dan batas akhir
pembacaan kWh meter adalah tanggal 25 (dua puluh lima) setiap bulan, atau
ditentukan kemudian oleh PIHAK PERTAMA/ yang mewakili.
Perjanjian kerjasama antara kedua belah pihak telah berlangsung selama 4
(empat) periode, yaitu sebagai berikut;
1. Kontrak pertama, No. 012.PJ/610/AO-TU/SGL/2008 dengan nilai kontrak
sebesar Rp. 582.120.000,- berlangsung mulai tanggal 1 Desember 2008
sampai dengan 31 Maret 2009.
2. Kontrak kedua, No. 07.PJ/610/AO-TU/SGL/2009 dengan nilai kontrak
sebesar Rp. 1.486.170.000,- berlangsung mulai tanggal 3 April 2009 sampai
dengan 31 Desember 2009.
3. Kontrak ketiga, No. 040.SPP/610/AO-NIAGA&PP/SGL/2010 dengan nilai
kontrak sebesar Rp. 2.760.000.000’- berlangsung mulai tanggal 31 Desember
2010 sampai dengan 30 Desember 2011.
4. Kontrak keempat, No. 001.SPP/610/AO-NIAGA&PP/SGL/2012 dengan nilai
kontrak sebesar Rp. 2.866.500.000,- berlangsung mulai tanggal 1 Januari
2012 sampai dengan 31 Desember 2012, dengan mengalami 2 (dua) kali

Universitas Sumatera Utara

83

perubahan yaitu No. 130.PJ-AMD/610/TREN-YANAD/SGL/2012 tanggal 1
Juni 2012 dan No. 268.PJ-AMD/610/TREN-YANAD/SGL/2012 tanggal 1
September 2012.
Semua pekerjaan ini, dilaksanakan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan
ketentuan yang diatur oleh kedua belah pihak didalam kontrak perjanjian. Pihak PT.
Multi Guna Putra Aceh Mandiri telah melakukan kewajibannya sesuai dengan apa
yang telah diatur didalam kontrak perjanjian dengan baik dan benar tanpa ada
melakukan kesalahan sedikitpun. Namun pada kenyataannya hak menerima upah dari
hasil kerja untuk PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri tidak diberikan oleh pihak PT.
PLN (Persero) Cabang Sigli.PT. PLN (Persero) Cabang Sigli sampai dengan habisnya
masa kontrak yang terakhir, belum juga melunaskan sisa pembayaran upah kerja
tersebut sampai dengan saat ini.
Mengenai berapa jumlah sisa pembayaran yang belum dilunasi oleh pihak PT.
PLN (PERSERO) Cabang Sigli kepada pihak PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri,
kedua belah pihak tidak dapat memastikan jumlahnya secara rinci. Karena, semua
pegawai dari pihak PT. PLN yang dulunya bertugas mengawasi kegiatan borongan
pekerjaan dibidang jasa baca meter ini, sudah tidak bekerja lagi.Sehingga pegawai
pengganti atau pegawai yang baru tidak mengetahui permasalahan yang terjadi
sebelumnya.
B. Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang
Jasa Baca Meter Antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli Dengan PT. Multi
Guna Putra Aceh Mandiri

Universitas Sumatera Utara

84

Perjanjian bersifat obligatoir, yaitu melahirkan kewajiban-kewajiban bagi para
pihak. Perjanjian merupakan sarana utama bagi para pihak untuk menciptakan sendiri
aturan-aturan hukum yang akan mengatur tindakan para pihak dikemudian hari. Hak
dan kewajiban yang timbul dari perjanjian ditentukan oleh kedua belah pihak
berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh mereka.
Faktor-faktor atau dikenal dengan otonomi para pihak (partif otonomic)
merupakan faktor penentu utama atau primer dalam menentukan isi dari perjanjian,
yang artinya sifat dan luasnya hak dan kewajiban para pihak yang melakukan
perjanjian dilihat dari apa yang disepakati mereka. Sebagai faktor penentu, faktor
otonom menempati hirarki atau urutan untuk menentukan daya mengikatnya
perjanjian.
Pasal 1340 KUH Perdata mengatakan bahwa perjanjian hanya berlaku antara
para pihak yang mengikatkan diri saja, dan perjanjian tersebut tidak dapat merugikan
pihak ketiga dan juga perjanjian tersebut tidak dapat menguntungkan pihak ketiga,
kecuali sebagaimana diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata.
Suatu perjanjian mengikat kedua belah pihak yang melakukan perjanjian,
tetapi dengan syarat perjanjian itu dibuat secara sah, dalam artian pembentukannya
harus sesuai dengan syarat sahnya perjanjian sebagaimana yang diatur didalam Pasal
1320 KUH Perdata. Perjanjian mengikat kedua belah pihak dan perjanjian tersebut
harus dibuat sesuai dengan undang-undang yang berlaku, karena perjanjian tersebut
akan menjadi undang-undang bagi para pihak yang terkait. Perjanjian tersebut dapat

Universitas Sumatera Utara

85

ditarik kembali jika ada kesepakatan antara kedua belah pihak atau karena alasanalasan yang diatur dalam undang-undang.Perjanjian juga harus dijalankan
denganberlandaskan kepada itikad baik. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1338
KUH Perdata.
Pasal 1339 KUH Perdata, mengatakan bahwa persetujuan tidak hanya
mengikat secara tegas apa yang diatur dalam perjanjian, tetapi juga segala sesuatu
dalam perjanjian tersebut yang berkaitan dengan keadilan, kebiasaan dan undangundang. Dalam Pasal 1347 KUH Perdata, mengatakan bahwa syarat-syarat yang
selalu diperjanjikan berdasarkan kebiasaan, harus dianggap telah termasuk didalam
perjanjian, walaupun didalam perjanjian tidak dinyatakan dengan tegas.
Dalam kehidupan yang namanya perselisihan itu sudah sering terjadi, baik
dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam pekerjaan yang melibatkan banyak pihak.
Jika, dikaitkan dengan pekerjaan biasanya perselisihan terjadi dikarenakan salah satu
pihak tidak mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan yang diharapkan atau tidak
sesuai dengan yang tertulis didalam surat perjanjian yang dibuat oleh kedua belah
pihak.
Dalam praktek, pada umumnya proses penyelesaian wanprestasi dilakukan
biasanya melalui cara sebagai berikut:
1. Memberikan teguran secara lisan.
2. Memberikan surat peringatan secara tertulis atas keterlambatan pekerjaan.
3. Memberikan addendum.

Universitas Sumatera Utara

86

4. Memutuskan kontrak perjanjian.
Dalam suatu perjanjian terletak adanya kewajiban bagi para pihak untuk
memenuhi suatu prestasi yang telah diperjanjikan, dan apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan prestasi tersebut, maka pihak tersebut dianggap melakukan kelalaian
atau dalam istilah hukumnya dikenal dengan wanprestasi.
Dalam hal penyelesaian perselisihan, biasanya pihak yang berselisih lebih
menggunakan cara musyawarah untuk menyelesaikan perselisihan yang terjadi
diantara kedua belah pihak baik perselisihan dari segi teknis maupun perselisihan dari
segi yuridis. Apabila dalam menyelesaikan kedua perselisihan ini, lebih diutamakan
dengan cara musyawarah, maka tidak ada perbedaan dalam menyelesaikan
perselisihan yang timbul dalam perjanjian. Namun, ada beberapa perjanjian yang
memisahkan perselisihan dari segi teknis dan perselisihan dari segi yuridis.Sehingga
perselisihan tersebut sampai diselesaikan pada Pengadilan Negeri setempat, dimana
perjanjian itu dibuat.
Bentuk penyelesaian yang ditempuh untuk setiap perselisihan atau sengketa
yang timbul dari dan atau yang berhubungan dengan kontrak/perjanjian, diutamakan
penyelesaian melalui musyawarah untuk memperoleh mufakat. Apabila perselisihan
atau sengketa masih belum dapat diselesaikan melalui musyawarah, maka
perselisihan diselesaikan dengan mengacu pada Pasal 25 ayat (2) dalam kontrak
perjanjian, yaitu ; “apabila dalam 30 (tiga puluh) Hari setelah salah satu PIHAK
mengirimkan pemberitahuan Sengketa kepada PIHAK lainnya, tidak tercapai

Universitas Sumatera Utara

87

kesepakatan dalam musyawarah dan mufakat, maka PARA PIHAK sepakat untuk
menyelesaikan Sengketa tersebut melalui Pengadilan Negeri Sigli”.
Dalam praktek perjanjian kerjasama pemborongan baca meter antara PT. PLN
(Persero) Wilayah Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri, ternyata tidak
ada pemisahan antara perselisihan dari segi teknis dan perselisihan dari segi yuridis.
Dikarenakan, apabila terjadi perselisihan antara kedua belah pihak, maka perselisihan
ini diselesaikan dengan cara musyawarah. Namun, jika dengan jalan musyawarah
tidak tercapai kata sepakat maka barulah dibentuk panitia Arbitrase yang terdiri dari
seorang wakil pihak pertama dan seorang wakil dari pihak kedua, kemudian
mengangkat seorang ahli yang pengangkatannya disetujui oleh kedua belah pihak.
Selanjutnya penyelesaian perselisihan akan diteruskan melalui pengadilan, apabila
melalui cara tersebut diatas tidak dicapai penyelesaian. Keputusan panitia Arbitrase
ini mengikat kedua belah pihak, dan biaya penyelesaian perselisihan yang
dikeluarkan akan dipikul secara bersama-sama.
Selama ini, baik PT. PLN (Persero) Wilayah Aceh maupun pihak PT. Multi
Guna Putra Aceh Mandiri, belum pernah sama sekali terlibat kasus sampai ke
pengadilan ataupun kasus yang sampai menyebabkan putusnya kontrak. Hal ini,
disebabkan karena pihak yang merasa dirugikan memberikan kesempatan terlebih
dahulu kepada pihak yang melakukan kesalahan untuk memperbaiki dan atau
melengkapi pekerjaan sebagaimana yang diatur didalam kontrak.

Universitas Sumatera Utara

88

Walaupun penyelesaian secara musyawarah sering digunakan, namun ada satu
hal yang sulit untuk mewujudkan tercapainya musyawarah dalam suatu perselisihan.
Hal tersebut adalah para pihak pada umumnya sulit untuk mendengarkan dan
menerima pendapat dari pihak lain, sehingga mengganggap gampang hal-hal yang
kelihatannya mudah. Justru hal-hal yang dianggap mudah oleh salah satu pihak,
malah dianggap hal yang sangat materiil dan sangat susah oleh pihak yang lainnya.
Selain itu hal-hal seperti ini, apabila tidak segera diselesaikan akan berakibat fatal,
sehingga menyebabkan terjadinya perselisihan dan kemungkinan tidak akan bisa
diselesaikan dengan jalan musyawarah.
Dalam kontrak perjanjian pada Pasal 25 ayat (1), dinyatakan bahwa “apabila
terjadi perselisihan pendapat (sengketa) dalam pelaksanaan PERJANJIAN ini, para
PIHAK bersepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah dan mufakat”.Maka
oleh karena itu, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa ini, dengan
jalan musyawarah dan mufakat.Namun, kenyataannya sampai pada saat ini
permasalahan tersebut belum juga terselesaikan dan pihak PT. Multi Guna Putra
Aceh Mandiri sampai dengan saat ini belum menerima haknya sesuai dengan
perjanjian yang ada.
C. Pertanggungjawaban Pihak Yang Melakukan Wanprestasi Dalam
Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter Antara PT. PLN
(Persero) Cabang Sigli Dengan PT. Multi Guna Putra Mandiri Sigli
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Kerjasama antara PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan dengan Wadah Tenaga Kerja Luar Hubungan Kerja (TK-LHK) Binaan Kantor PT. Jamsostek (Persero) Cabang Medan

0 56 124

Peranan PT. Pegadaian (Persero) dalam Meningkatkan Pelayanan Pinjaman Dana Kepada Masyarakat (Studi pada Kantor Cabang Simpang Limun Medan)

11 172 104

Sasaran-Sasaran Pemberian Kredit Mikro pada PT. Bank Bukopin Cabang Medan

1 44 107

Analisis Kinerja Jasa PT. Jamsostek (Persero) Terhadap Kepuasan Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehat

0 23 1

Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara PT.PLN (Persero) dengan CV.Carmel dalam Hal Penyeimbangan Beban Trafo (Studi pada PT.PLN (Persero) Area Payakumbuh)

4 40 96

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 0 14

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 0 2

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 0 24

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 2 29

Analisis Yuridis Terhadap Wanprestasi Dalam Perjanjian Borongan Pekerjaan Dibidang Jasa Baca Meter antara PT. PLN (Persero) Cabang Sigli dengan PT. Multi Guna Putra Aceh Mandiri

0 0 4