BOOK Bertha Sri Eko M Kompetensi Budaya

KOMPETENSI BUDAYA
DAN KEARIFAN LOKAL KULTUR JAWA
DALAM KOMUNIKASI POLITIK JOKOWI
Bertha Sri Eko Murtiningsih
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara
[email protected]

Pendahuluan
Budaya memberikan pengaruhi bagi kehidupan manusia dalam
berbagai aspek seperti lingkup hubungan antar pribadi, organisasi
dan bisnis, mau pun juga sosial dan politik. Terkait kehidupan
politik, kemampuan berkomunikasi seseorang secara efektif sangat
dipengaruhi oleh dinamika budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam lingkungannya. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan
oleh Dedy Mulyana dalam artikel di Pikiran Rakyat tentang Komunikasi
Politik Antar Budaya (4 Desember 2016), bahwa proses politik
senantiasa terjadi dalam konteks budaya yang melibatkan interaksi
antara kehidupan politik dan nilai – nailai budaya masyarakatnya.
Budaya yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan tertentu
mampu membentuk gaya komunikasi seseorang. Budaya dan komunikasi
saling berkaitan. Budaya akan mempengaruhi cara seseorang ketika

menciptakan, mengirim, menginterpretasikan dan merespon pesan orang
lain. Dalam konteks komunikasi politik, budaya yang melekat pada insane
politikus akan memengaruhi gaya komunikasi politiknya.
Budaya adalah seperangkat makna, simbol, dan norma – norma.
De Vito (2009) mendeinisikan budaya sebagai berikut :
cultures as something that concerns with life style of people; values,
beliefs, artifacts, ways of behaving, ways of communicating; language,
modes of thinking, law, and religion. herefore, culture afects all type
of communication (what we say and how to say in personal, group or
organizational communication). Such type of communication that takes
place between persons who have diferent cultural beliefs, values, or
445

Kolase Komunikasi di Indonesia

ways of behaving, is called intercultural communication (Devito, 2009:
44). More precisely, intercultural communication involves interactions
between people whose cultural perceptions and symbol systems are distinct
enough. his will eventually inluence the efective communication.
Karena itu pemahaman budaya sangat penting untuk membantu

mengembangkan komunikasi yang efektif dan interaksi yang bermakna.
Sehingga memahami hubungan antara budaya dan komunikasi menjadi
sangat penting guna memahami dan memaknai interaksi antar seseorang
dengan orang lain, maupun juga seseorang dengan komunitas masyarakat.
Menurut Samovar, Porter dan Daniel (2006, h.327), hal ini dikarenakan
budaya berbeda dari satu sama lain, praktek komunikasi dan perilaku
individu bisa dibangun meskipun dalam budaya berbeda dan tingkatan
pengaruh budaya pada komunikasi antar budaya adalah sebuah fungsi dari
perbedaan budaya.
Untuk itu kesuksesan bagi seorang politikus maupun pejabat publik
melakukan komunikasi politik sangat ditentukan oleh kemampuannya
dalam mengelola dan memahami dinamika serta interaksi budaya
masyarakat. Mereka perlu memahami bagaimana melakukan komunikasi
politik yang sesuai dengan konteks budaya masyarakat setempat. Dalam
hal ini, kompetensi budaya dalam politik menjadi penting untuk dipahami
sepenuhnya oleh politikus dan pejabat publik tertentu.
Menurut Deardof (2006:7), pengertian kompetensi budaya merujuk
pada pengelolaan interaksi yang pantas dan efektif diantara orang – orang
yang setara atau berbeda dari sisi afektif, kognitif dan orientasi perilaku pada
dunia. Orientasi ini secara normatif akan terepresentasikan dalam lingkup

kebangsaan, ras, etnis, suku dan agama. Sedangkan istilah kompetensi
dimaknai sebagai suatu sikap memahami, kepantasan, kesesuaian,
keefektifan dan kemampuan beradaptasi.
Dalam konteks Indonesia, kerapkali gaya komunikasi politik
menimbulkan problematika serius bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara hanya karena kurangnya pemahaman konteks budaya ketika
harus menjalankan komunikasi politik. Sebagaimana kita ketahui nuansa
politik Indonesia sangat dipengaruhi oleh budaya konteks normatif dalam
artian komunikasi harus dilakukan secara implisit yang mengutamakan
basa – basi, memperhatikan loyalitas kelompok dari pada individu,
memakai gaya komunikasi tidak langsung, mengutamakan pertukaran
446

Bertha Sri Eko Murtiningsih, Kompetensi Budaya dan...

informasi non verbal, mengutamakan suasana komunikasi non formal,
reaksi terhadap sesuatu tidak selalu nampak, dan bentuk pesan sebagian
besar pesan tersembunyi.
Kompetensi budaya bisa digali dari kearifan lokal. Dalam konteks
Indonesia banyak pejabat publik yang belum sepenuhnya melakukan

komunikasi politik berbasis kearifan lokal dan memiliki sensitivitas
terhadap keberagaman budaya. Sebagai contoh, komunikasi politik yang
dilakukan oleh Ahok kerapkali menuai pro dan kontra. Dalam persoalan
komunikasi politik yang dilakukan Ahok, banyak kalangan menilai bahwa
komunikasi yang dilakukan oleh Ahok kurang santun bahkan seringkali
dimaknai negatif bila dilihat dari intonasi atau nada suara yang cenderung
tinggi, gaya bicaranya yang ceplas – ceplos dan terkadang meledak – ledak,
pilihan bahasa yang digunakan cenderung kasar, serta gesture yang kurang
santun.
Tidak hanya terkait dengan kompetensi budaya, pemimpin
publik juga perlu memahami konteks kearifan lokal dalam melakukan
komunikasi politik. Hal ini dipandang penting karena dengan memahami
dan mewujudkan nilai-nilai, norma, dan etika yang melembaga secara
tradisional serta berlaku pada masyarakat tertentu akan memudahkan
pemimpin publik dalam membangun komunikasi politik yang efektif
untuk mempermudah mencapai tujuan yang dikehendaki.
Tulisan ini akan mengkaji tentang kompetensi budaya dan
komunikasi politik yang berbasis kearifan lokal dari budaya Jawa yang
dilakukan oleh Jokowi dalam melakukan komunikasi politik dengan
berbagai pemangku kepentingan.


Kajian Teori
Kompetensi Budaya
Menurut UNESCO (2013:12), pengertian kompetensi mengacu
pada keterampilan, kemampuan, dan pengetahuan untuk bertindak
apakah melalui kata – kata atau tindakan yang sesuai dengan konteks
tertentu. Kompetensi meliputi komponen kognitif ( pengetahuan),
aplikasi pengetahuan, aspek personal, dan etika. Individu memiliki
kapasitas pengetahuan yang bisa dicocokkan dengan kapasitas untuk
berbicara dan bertindak dengan tetap sesuai dengan konteks serta
memiliki etika dan perimbangan hak asasi manusia.
447

Kolase Komunikasi di Indonesia

Kompetensi budaya adalah kemampuan untuk dapat berkomunikasi
secara efektif dan tepat dengan orang – orang dengan beragam budaya.
Dengan demikian setiap individu ketika melakukan interaksi dan
komunikasi tidak melanggar aturan, norma, dan harapan yang berlaku
dalam lingkup masyarakat tertentu.

Menurut Fantini dan Tarmizi, 2006, kompetensi budaya adalah
kemampuan untuk mahir menavigasi lingkungan yang kompleks ditandai
dengan tumbuhnya keragaman masyarakat, budaya dan gaya hidup.
Mampu berinteraksi secara efektif dan tepat dengan ornag yang berbeda
bahasa dan budaya.
Menurut Deardof (2006:7), pengertian kompetensi antar budaya
merujuk pada pengelolaan interaksi yang pantas dan efektif diantara orang
– orang yang setara atau berbeda dari sisi afektif, kognitif dan orientasi
perilaku pada dunia. Orientasi ini secara normatif akan terepresentasikan
dalam lingkup kebangsaan, ras, etnis, suku dan agama. Sedangkan
istilah kompetensi dimaknai sebagai suatu sikap memahami, kepantasan,
kesesuaian, keefektivan dan kemampuan beradaptasi.
Menurut Hofstede dalam Deardof (2009:143), ada tiga hal yang
menuntun individu masuk dalam kompetensi antarbudaya, yaitu awareness,
knowledge dan skill. Pengetahuan dimaknai jika kita harus berinteraksi
dengan orang lain, maka kita harus memahami tentang budaya orang
lain dengan belajar tentang budaya mereka. Meskipun kita mungkin
tidak pernah berbagi dengan nilai – nilai mereka, namun paling tidak kita
mendapatkan pemahaman intelektual dimana nilai – nilai mereka berbeda
dari kita.

Awareness merupakan kesadaran bahwa individu membawa kerangka
mental tertentu dimana individu tersebut dibesarkan dalam lingkungan
yang berbeda, maka ia akan membawa nilai-nilai yang berbeda. Tanpa
awareness ini individu akan merasa superior dan kurang mau memahami
isyarat atau petunjuk dari budaya lain. Sebaliknya, jika individu memiliki
awareness maka ia mampu bersikap simpati dan menghargai motivasi
orang lain yang sepenuhnya berbeda dengan dirinya. Sedangkan skill adalah
kemampuan individu untuk mengakui dan menerapkan simbol – simbol
dari budaya lain sehingga individu memperoleh kepuasan bergaul dalam
lingkungan yang beragam.
Menjadi komunikator yang kompeten secara budaya juga harus
memiliki kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif merujuk pada
448

Bertha Sri Eko Murtiningsih, Kompetensi Budaya dan...

kemampuan untuk menghasilkan kata – kata yang tepat dan menggunakan
bentuk komunikasi yang masuk akal dan dapat dipahami tidak hanya pada
komunikator tapi juga untuk orang lain. Menurut Hymes, mengetahui
bagaimana caranya memasukkan kata – kata ke dalam sebuah kalimat

hanyalah awal dari komunikasi. Tetapi komunikator juga harus memahami
berbagai konteks sosial dan budaya.
Model kompetensi budaya menurut Deardof

Figure 1. Model Kompetensi Budaya
Sumber: Deardof (2009:68)

449

Kolase Komunikasi di Indonesia

Komunikasi Politik
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultur yang
mempunyai keberagaman dalam berbagai aspek kehidupan sehingga
memberi implikasi pada dinamika politik. Beragamnya etnis dan
agama di Indonesia menuntut seorang komunikator politik harus dapat
melakukan komunikasi politik yang memiliki kompetensi kearifan
lokal. Mengingat komunikasi politik yang berbasiskan kearifan lokal
akan mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang terdapat dalam
dinamika masyarakat secara efektif karena pesan – pesan politik

tersampaikan dengan baik dan benar.
Menurut Dahlan dalam Changara (2009:35), komunikasi politik
merupakan proses pengoperan lambang – lambang atau simbol –
simbol komunikasi yang berisi pesan – pesan politik dari seseorang
atau kelompok kepada orang lain dengan tujuan untuk membuka
wawasan atau cara berpikir, serta memengaruhi sikap dan tingkah laku
khalayak yang menjadi target politik.
Komunikasi politik menurut Brian Mc Nair (2003:21) memiliki
lima fungsi dasar, yaitu : 1) memberikan informasi kepada masyarakat
apa yang terjadi disekitarnya; 2) mendidik masyarakat mengenai arti
dan signiikansi fakta yang ada. hal ini bisa dilakukan oleh media
dengan membuat liputan yang objektif; 3) menyediakan diri sebagai
platform untuk menampung masalah- masalah politik sehingga bisa
menjadi wacana dalam membentuk opini publik, dan mengembalikan
hasil opini itu kepada masyarakat.; 4) membuat publikasi yang
ditujukan kepada pemerintah dan lembaga – lembaga politik
Sedangkan menurut Hebro dalam Cangara (2009: 40-41), fungsi
komunikasi politik adalah :
1. Memberikan informasi kepada masyarakat terhadap usaha-usaha
yang dilakukan lembaga politik maupun dalam hubungannya

dengan pemerintah dan masyarakat
2. Melakukan sosialisasi tentang kebijakan, program, dan tujuan
lembaga politik
3. Memberi motivasi kepada politisi, fungsionaris, dan para
pendukung partai
4. Menjadi platform yang bisa menampung ide – ide masyarakat

450

Bertha Sri Eko Murtiningsih, Kompetensi Budaya dan...

sehingga menjadi bahan pembicaraan dalam bentuk opini publik
5. Mendidik masyarakat dengan pemberian informasi, sosialisasi
tentang cara – cara pemilihan umum dan penggunaan hak mereka
sebagai pemberi suara
6. Menjadi hiburan masyarakat sebagai “peserta demokrasi” dengan
menampilkan para juru kampanye, artis, dan komentator politik
7. Memupuk integrasi dengan mempertinggi rasa kebangsaan guna
menghindari konlik dan ancaman berupa tindakan separatis yang
mengancam persatuan masional

8. Menciptakan iklim perubahan dengan mengubah struktur
kekuasaan melalui informasi untuk mencari dukungan masyarakat
luas terhadap gerakan reformasi dan demokrasi
9. Meningkatkan aktivitas politik masyarakat melalui siaran berita,
agenda setting, maupun komentar – komentar politik
10. Menjadi watchdog atau anjing penjaga dalam membantu terciptanya
good governance yang transparansi dan akuntabilitas.
Kearifan lokal dan Budaya Kekuasaan Jawa
Kearifan lokal adalah gagasan – gagasan lokal yang bernilai baik,
benar dan bersikap bijaksana yang dimiliki serta diimplementasikan
oleh anggota masyarakat dalam komunitasnya. Kearifan lokal
merupakan bagian dari kompetensi budaya. Dalam kultur masyarakat
Jawa kearifan lokal tercermin melalui falsafah hidup yang kemudian
mereka implementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
tataran keluarga, organisasi dan pemerintahan.
Menurut Abubakar dalam Al Musanna (2011:589), kearifan lokal
merupakan kebijakan yang bersandar pada ilosoi, nilai – nilai, etika
dan perilaku yang melembaga secara tradisional untuk mengelola
sumber daya ( alam, manusia, dan budaya) secara berkelanjutan.
Didit dalam Istiawati (2016:5), mengungkapkan bahwa kearifan
lokal mengacu pada pengetahuan yang berasal dari pengalaman
komunitas dan akumulasi pengetahuan lokal sebagai hasil proses
dialektika antara individu dan lingkungan.

451

Kolase Komunikasi di Indonesia

Menurut Ellen, Parker & Bicker dalam Dahliani (2015:2), menamai local
wisdom dengan pengetahuan lokal atau pengetahuan adat. Pengetahuan
lokal dideinisikan sebagai (1) pengetahuan yang terkait dengan tempat
dan satu set pengalaman yang dikembangkan oleh masyarakat lokal; (2)
pengetahuan yang diperoleh dengan peniruan (imitasi) dan percobaan;
(3) pengetahuan empiris yang ada; (4) pengetahuan di ranah tradisi dan
budaya yang komprehensif dan terpadu.
Sedangkan menurut Wagiran (2012:4), kearifan lokal memiliki
cakupan yang luas. Kearifan lokal lebih menekankan pada tempat dan
lokalitas dari kearifan tersebut. Kearifan lokal bisa merupakan kearifan
yang belum lama muncul dalam sebuah komunitas sebagai hasil
interaksinya dengan lingkungan alam dan interaksinya dengan budaya
lain. Dengan demikian kearifan bisa dilihat dari konteks kekinian.
Konsep tentang local widom juga diungkapkan oleh Nakorntap
dalam Roikhwanphut Mungmachon ( 2012:3) :
local wisdom is basic knowledge gained from living in balance with
nature. It is realted to culture in the community which is accumulated
and passed on. his is wisdom can be both abstract an concrete, but the
important characteristics are that it comes from experiences of truth
gained from life. his wisdom from real experiences integrates the body,
the spirit and the environment. It emphasizes respect for elders and their
life experiences. Moreover, it values morals more than material things
Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kearifan lokal merupakan pengetahuan, ilosoi, dan nilai – nilai
yang dimiliki oleh kelompok masyarakat tertentu yang diperoleh dari
interaksinya dengan lingkungan. Kearifan lokal juga bersifat terbuka,
leksibel dan dinamis.
Sebagaimana diungkapkan oleh Wagiran (2012:7), kearifan
lokal dapat dilihat dari aspek budaya seperti : (1) Religio-spritual, (2)
Moral, (3) Kemasyarakatan, (4) Adat dan tradisi, (5) Pendidikan dan
pengetahuan, (6) Teknologi, (7) Penataan ruang dan arsitektur, (8)
Mata pencaharian, (9) Kesenian, (10) Bahasa, (11) Benda cagar budaya
dan kawasan cagar budaya, (12) Kepemimpinan dan pemerintahan,
(13) Kejuangan dan kebangsaan.
Kearifan lokal pada masyarakat Jawa dalam konteks ini terlihat dari
aspek ilosoi nilai budaya yang terkait dengan aspek moral, kepemimpinan
452

Bertha Sri Eko Murtiningsih, Kompetensi Budaya dan...

dan pemerintahan. Masyarakat Jawa memiliki budaya kepemimpinan
yang khas dan sarat dengan nilai – nilai ilosois. Masyarakat Jawa memiliki
falsafah hidup yang menjadi pedoman dalam sikap dan perilakunya. Salah
satu contoh falsah hidup jawa menurut Endraswara (2003:50), dalam diri
manusia ada “angon rasa’, artinya setiap manusia memiliki tiga unsur
yaitu cipta, karsa , dan rasa. Cipta akan melahirkan pengetahuan, karsa
melahirkan kehendak baik, dan rasa melahirkan perasaan atau nilai –
nilai luhur. Falsafah ini memberi konsekuensi bagaimana orang Jawa
harus bertindak. Dalam konteks ini, orang Jawa dalam bertindak harus
memperhatikan konteks sosial, ruang, dan waktu.
Falsafah Jawa”ngono yo ngono ning aja ngono”, merupakan cara
bertindak orang Jawa yang harus mampu menyesuaikan diri. Budaya
ini memiliki makna bahwa seorang pemimpin dalam pemerintahan
tidak boleh berlebihan, tidak memperkaya diri, dan tidak menutupi
kesalahan orang lain. Istilah” anoraga” atau merendahkan diri, memberi
makna bahwa dalam bertindak tidak boleh bersikap “sapa sira sapa
ingsun, aja adigang-adigung adiguna, dan aja dumeh (mengunggulkan
diri, merendahkan orang lain). Endraswara (2003:50)
Menurut Suyanto (2005:9) konsep “budi luhur” merupakan salah
satu nilai kepemimpinan Jawa yang penting. Konsep ini dianggap
penting karena mampu menciptakan pemerintahan yang baik dan bisa
menjadi pedoman bagi elit politik agar dapat mengekang diri dan tidak
“kebablasan” dalam menjalankan kekuasaan, bersikap tanpa pamrih
dan berpihak pada rakyat. Pemimpin harus mampu menunjukkan
keseimbangan antara kewajiban dan kewenangan yang dimiliki, serta
mampu melindungi dan mengasihi rakyatnya.
Gaya kepemimpinan Jawa harus memiliki sikap “hamangku,
hamengku, dan hamengkoni”. sikap hamangku dimaknai sebagai sikap
dan pandangan yang harus bertanggung jawab terhadap kewajibannya
sebagai seorang pemimpin. Sedangkan sikap hamengkoni merupakan
sikap mampu mengakui kewajibannya. Kemudian sikap “hamengkoni”
adalah sikap yang berani melindungi rakyatnya dalam segala situasi.
Dalam kultur Jawa, maka seorang raja atau pemimpin harus
mampu menjadi panutan seluruh rakyat. Sikap “mamayu ayuning
bowo” yang dimaknai sebagai kemampuan untuk mewujudkan suasana
aman, tentram, dan kesejahteraan bagi rakyatnya. (Sardiman, 1992)
453

Kolase Komunikasi di Indonesia

Ideologi kepemimpinan Jawa menurut Endraswara, (2010, h.177),
meliputi : (1) sihsamastabuwana, yang berarti memiliki kasih sayang pada
dunia sekelilingnya, (2) dwiyacitra, artinya mampu menggantikan segala
situasi, (3) ginong pratidina, tiap saat menciptakan keharmonisan dalam
kehidupan yang mapan, (4) dirotsaha, membela hak- hak yang lemah.
Selanjutnya dalam Serat Suryajaya, seorang pemimpin Jawa juga harus
menguasai empat hal seperti (1) amulacantra yang berarti pemimpin
senantiasa memperhatikan perubahan sekelilingnya, (2) pandamprana,
artinya bersikap transparan dalam olah intelektual dan mengambil langkah
– langkah positif dalam pemerintahan, (c) agung dan lembut dalam men
jatuhkan hukuman pada yang bersalah, (d) dayakuwera, artinya bersedia
berkorban dengan melimpahkan kepada kawula alit yang membutuhkan
bantuan. Dalam kepemimpinan Jawa terdapat konsep yang sarat dengan
kebajikan seperti konsep “mikul dhuwur mendhem jero” yang bermakna
memikul setinggi-tingginya, memendam sedalam – dalamnya.

Pembahasan
Kompetensi Budaya, Kearifan Lokal Jawa dalam Kepemimpinan
dan Komunikasi Politik Jokowi.
Joko Widodo atau yang lebih dikenal dengan panggilan Jokowi
menjadi sosok fenomenal dalam dinamika politik di Indonesia. Berlatar
belakang pengusaha furnitur, Jokowi mampu menjadi Walikota Solo
selama dua periode dengan beragam dinamika politik yang terjadi.
Bahkan selanjutnya Jokowi mampu terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Puncaknya, Jokowi berhasil mendapatkan amanat kepercayaan rakyat
melalui pemilihan umum langsung untuk menduduki posisi orang nomor
satu di Republik Indonesia sebagai presiden. Sepak terjang Jokowi ketika
menjadi pemimpin dan harus mempimpin mulai dari level walikota,
gubernur, sampai presiden mempunyai pola-pola komunikasi ala Jawa.
Kepemimpinan dan komunikasi politik yang berbasis pada local
wisdom dapat memberikan arti dan dampak positif bagi terbangunnya
kehidupan berbangsa dan bernegara yang bermakna. Gagasan
kepemimpinan dan komunikasi politik yang berbasiskan kearifan lokal
merujuk pada kesadaran individu bahwa setiap masyarakat memiliki
nilai – nilai ilosois dan cara hidup yang bisa dijalankan dalam
setiap aspek kehidupan terutama dalam kehidupan berpolitik sesuai

454

Bertha Sri Eko Murtiningsih, Kompetensi Budaya dan...

konteksnya. Kearifan lokal yang dikembangkan dan diimplementasikan
dalam kehidupan bernegara dan berbangsa mampu memberikan solusi
terhadap beragam persoalan yang ada.
Nilai – nilai masyarakat Jawa yang mampu membangun kompetensi
kepemimpinan dan komunikasi politik yang baik yang seringkali
digunakan oleh Jokowi adalah : (1) Menang tanpa ngasorake. Hal ini
terwujud dalam sikap Jokowi yang tidak suka mempermalukan orang
lain di muka umum, (2) dayakuwera, artinya bersedia berkorban dengan
melimpahkan kepada kawula alit yang membutuhkan bantuan, (3)
“hamengkoni” adalah sikap yang berani melindungi rakyatnya dalam
segala situasi, (4) diwaycitta, sikap mau mendengarkan pendapat orang
lain dan bermusyawarah. Sebagai contoh, pertama dalam kasus sengketa
terkait dengan ganti rugi lahan untuk proyek Jakarta Outer Ring Road
West 2, Jokowi berupaya untuk melakukan dialog dan mencari upaya –
upaya untuk penyelesaian masalah dengan mendengarkan suara warga
Petukangan. Dalam kepemimpinannya Jokowi mempraktikan nilai –
nilai , menghindari konlik, dan membela rakyat kecil. Jokowi menjaga
harmonisasi politik dan kerukunan dengan berbagai pihak yang terlibat
dalam sengketa. Kedua, dalam pertemuan Jokowi dengan Gerakan
Nasional Pengawal Fatwa Ulama Indonesia (GNPF-MUI). Organisasi ini
gencar melakukan kritik terhadap pemerintahan Jokowi, namun Jokowi
mau melakukan dialog dan musyawarah dengan organisasi ini.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo menggunakan diplomasi makan siang bersama
untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Dalam diplomasi makan siang bersama,
Jokowi mempraktikkan ilosoi Jawa,(KOMPAS/WISNU WIDIANTORO)
Sumber : Kompas.com - 05/12/2013, 16:07 WIB

455

Kolase Komunikasi di Indonesia

Penampilan Jokowi jika dilihat dari komunikasi nonverbal, seperti
: cara berpakaian, cara berbicara, dan gesture yang digunakan saat
berkomunikasi. Jokowi menampilkan proil sebagai rakyat biasa. Dalam
hal berpakaian tampak sederhana, hal ini berbeda dengan presiden –
presiden sebelumnya yang menggunakan cara berpakaian tertentu untuk
membentuk identitasnya. Misalnya, Presiden Habibie selalu menggunakan
dasi dalam setiap kesempatan untuk menunjukkan bahwa dia seorang
yang berpendidikan atau intelek. Sama halnya dengan presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang selalu menggunakan pakaian safari untuk
menunjukkan kewibawaannya. Sedangkan presiden Gus Dur selalu
tampil dengan pakaian gamis dan berkopiah yang menunjukkan bahwa
dia adalah sosok yang religius. Dalam hal nada suara, Jokowi tidak pernah
bicara keras atau dengan nada tinggi.
Kearifan lokal Jawa yang dipraktikan dalam gaya komunikasi
nonverbal Jokowi berdasar pada konsep pimpinan jawa “manjing ajur
ajer” yang bermakna pimpinan hendaknya bisa menjadi diri sendiri
dan menjadi orang lain terutama wong cilik ( Endraswara, 2010:141)
Kompetensi Budaya dalam komunikasi politik Jokowi.
Hasil atau dampak eksternal yang diinginkan bagi setiap individu
yang memiliki kompetensi budaya adalah individu mampu berperilaku
dan berkomunikasi secara tepat dan efektif berdasarkan pengetahuan,
sikap, dan perilaku antarbudaya. Sedangkan dampak internal dari
kompetensi budaya adalah adanya kemapuan beradaptasi terkait
dengan gaya komunikasi yang berbeda dan perilaku, penyesuaian
terhadap lingkungan budaya baru, memiliki leksibilitas dalam memilih

456

Bertha Sri Eko Murtiningsih, Kompetensi Budaya dan...

dan menggunakan gaya komunikasi yang sesuai, leksibilitas kognitif,
memiliki pandangan etnorelatif dan mampu berempati.
Untuk mencapai hal tersebut maka individu harus memiliki
pengetahuan dan pemahaman dalam hal : (1) kesadaran diri, (2) pengetahuan
dan pemahaman mendalam tentang budaya termasuk konteks, peran
dan dampak budaya, world view, dan kesadaran sosiolinguistik. Selain itu
individu harus memiliki keterampilan mendengarkan, mengamati, dan
menafsirkan. Kemampuan menganalisa, mengevaluasi, dan mengaitkan.
Sikap yang diperlukan dalam kompetensi budaya adalah
kemampuan untuk menghormati dan menghargai budaya lain dan
keragaman budaya. Keterbukaan untuk pembelajaran antar budaya
dan orang- orang dari budaya lain, tidak mudah menghakimi. Adanya
rasa ingin tahu sehingga individu bisa bertoleransi terhadap ambiguitas
dan ketidakpastian.
Kompetensi budaya perlu dimiliki oleh komunikator politik
termasuk politikus, pejabat publik bahkan presiden. Bila dikaitkan
dengan model kompetensi budaya dari Deardof, dalam gaya
kepemimpinan dan komunikasi politik Jokowi memiliki kompetensi
pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang konteks budaya
lain. Jokowi memiliki keterampilan mendengarkan dan mengamati,
menghormati dan terbuka terhadap orang – orang diluar budayanya.
Sebagai contoh, Jokowi mau berdialog dengan masyarakat suku Anak
dalam yang berbeda budaya.

Jokowi berdialog dengan beberapa warga Suku Anak Dalam didampingi
(dok. Tim Komunikasi Presiden)
Sumber : https://news.detik.com/berita/3059312/

457

Kolase Komunikasi di Indonesia

Dalam hierarki politik, Jokowi menempatkan dirinya sebagai
rakyat biasa dan bukan sebagai penguasa. Jokowi ketika ketemu
dengan rakyat selalu menempatkan posisi sebagai seorang bapak yang
bijaksana dan mau mendengar. Proil kebapakan terlihat sangat jelas
ketika dalam berbagai acara kunjungan ke daerah sering kali bersifat
non formal bahkan cenderung mengabaikan protokoler yang berlaku.
Hal ini dilakukan untuk menimbulkan kesan sebagai seoarng bapak
dalam keluarga, bukan sebagai seorang pemimpin apalagi penguasa.
Di berbagai pelosok tanah air ada banyak kisah kepahlawan tentang
sosok-sosok perempuan Indonesia yang pada era nya mampu memberikan
kontribusi bagi masyarakat luas. Mulai dari Cut Nyak Dien, Christina
Martha, sampai kepada R.A Kartini. Hal ini tampaknya sangat dipahami
oleh Jokowi ketika menjadi presiden dengan memberikan porsi menteri
kepada perempuan cukup banyak, tercatat ada Sri Mulyani, Khoifah, Puan
Maharani, Rini Soemarmo, Susi Pudjiastuti, Retno Lestari, Siti Nurbaya,
Nila F Moeloek, dan Yohana Yambise.
Dalam konteks kompetensi budaya, dengan memilih menteri yang
bukan etnis Jawa dan memberi peluang kepada perempuan untuk
menduduki jabatan menteri. Hal ini menyiratkan bahwa Jokowi mau
memahami dan memiliki kesadaran diri terhadap orang – orang dari
budaya lain.

Kesimpulan
Membangun kompetensi antar budaya dan saling pengertian saat
ini merupakan hal yang relevan dalam politik. Berangkat dari berbagai
persoalan antar budaya yang terjadi ketika seorang pejabat publik
melakukan komunikasi politik dengan komunitas dan masyarakat
yang beragam etnis yang seringkali memunculkan sikap prasangka,
stereotip dan etnosentris yang membawa mereka pada konlik. Masalah
ini muncul karena adanya kesalahpahaman yang terjadi dalam interaksi
dan komunikasi antara orang – orang dengan beragam budaya.
Kompetensi antarbudaya merupakan sebuah proses “long life
process”. Individu bisa sungguh – sungguh dapat memiliki kompetensi
budaya jika individu mampu memperhatikan proses mulai dari
bagaimana ia memperoleh pengetahuan, sikap, dan keterampilan dan
mampu melakukan releksi secara kritis.

458

Bertha Sri Eko Murtiningsih, Kompetensi Budaya dan...

Sebagai pejabat publik, khususnya di Indonesia yang memiliki
keragaman budaya. suku dan agama, maka memiliki kompetensi budaya
merupakan suatu keharusan. Mereka harus mampu mengembangkan
sikap toleransi, menjembatani perbedaan dan hidup secara konstruktif
dalam lingkup multicultural. Kemudian, mereka diminta untuk dapat
menjembatani perbedaan demi melihat berbagai perspektif. Memiliki
cara berikir inklusif, memperhatikan emosi, dan memfungsikan
tindakan.

459

Kolase Komunikasi di Indonesia

Datar Pustaka:
Buku
Brian Mc Nair. (2003). Pengantar Komunikasi Politik. Jakarta: Nusamedia
Cangara, Haied.(2009). Komunikasi Politik: Konsep, Teori, dan Strategi.
Jakarta : . RajaGraindo Persada.
Deardof, Darla. K. (2009). Intercultural Competence. USA: SAGE
Publication
De Vito.(2009). Interpersonal Communication. USA : Pearson Education.
Inc
Endraswara. (2010). Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta :Penerbit Cakrawala.
Samovar, Larry A, Richard E.Porter dan Edwin R.McDaniel.(2006).
Intercultural Communication: A Reader. hompson Wadsworth
Tuman, Joseph.S.(2008). Communication in American Campaign. San
Fransisco State. University: SAGE Publication Inc
UNESCO. (2013). Intercultural Competences. Conceptual and operational
framework. Paris :UNESCO
Artikel Jurnal
Isbodroini Suyanto-Gunawan.(2005). Faham Kekuasaan Jawa : Pandangan
Elit Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Jurnal Antropologi Indonesia,
29 (2).
Wahyudi, S. Sarjana. (2011). Kepemimpinan Jawa Islam dalam Masyarakat
Jawa.Membangun Masyarakat Indonesia dalam Perspektif Budaya.
Sardiman.(1992). Konsep Kekuasaan dalam Tradisi Budaya Jawa. Jurnal
Cakrawala Pendidikan, 1(XI).
Dahliani, dkk.(2015), Local Wisdom In Built Environment In Globalization
Era. International Journal of Education and Research, 3(6).ISSN:
2411- 5681
Roikhwanphut Mungmachon.(2012), Knowledge and Local Wisdom:
Community Treasure. International Journal of Humanities and
Social Science,2(13)
Sumber lain :
https://news.detik.com/berita/3059312/ diakses 13 Juli pk. 10.30
Kompas.com - 05/12/2013, 16:07 WIB

460