Aplikasi Fungsi Green Menggunakan Algoritma Monte Carlo dalam Persamaan Diferensial Semilinear

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Sebelum membahas definisi dari fungsi Green, penulis akan menjelaskan persamaan
diferensial semilinear yang berkaitan dengan penelitian ini dan hubungannya dengan
penyelesaian permasalahan dengan menggunakan fungsi Green.
2.1 Persamaan Diferensial Semilinear
Menurut Evans (2010), suatu persamaan diferensial nonlinear dikatakan semilinear
jika suku dengan orde tertinggi dari fungsi unknown u hanya bergantung pada variabel
x tidak pada u ataupun turunannya. Secara umum persamaannya dapat ditulis dalam
bentuk berikut,
dn u
a0 (x) n + an
dx



dn−1 u dn−2 u
du
, n−2 , ..., , u, x
n−1

dx
dx
dx



= 0.

Sebagai contoh u′′ (x) + u′ (x) + u2 = 0, dimana suku yang membuat persamaan
diferensial orde dua ini menjadi nonlinear adalah u2 . Karena nonlinear tidak terletak
pada suku dengan orde tertinggi dari persamaan tersebut, maka persamaan diferensial
ini bersifat semilinear. Contoh lainnya adalah persamaan diferensial parsial dari utt −
ux + sin u = 0, dikatakan semilinear karena terdapat fungsi unknown u yang terikat
pada fungsi sinus yang nonlinear.
2.2 Fungsi Green dan Hubungannya dengan Fungsi Delta Dirac
Fungsi Delta Dirac diperkenalkan oleh seorang fisikawan Inggris Paul Dirac pada mekanika kuantum Dirac. Pada abad ke 19, para ilmuwan matematika dan fisika mulai
menggunakan fungsi Delta Dirac walaupun sebenarnya fungsi ini tidak dapat digambarkan secara nyata. Tetapi dalam aplikasinya, fungsi Delta Dirac dianggap sebagai
limit barisan dari fungsi yang memiliki lonjakan tinggi pada titik asalnya. Oleh karena
itu, fungsi Delta Dirac yang dinotasikan dengan δ(x − ξ) dapat dinyatakan sebagai
kekuatan impuls ketika x = ξ (Haberman, 1998) .

7
Universitas Sumatera Utara

8
Dirac mendefinisikan fungsi Delta sebagai fungsi yang bernilai besar sekali di
ξ dan bernilai nol diluar ξ. Definisi dari fungsi Delta Dirac pada ruang dimensi satu
dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut.

δ(x − ξ) =


0,

∞,

jika x 6= ξ
jika x = ξ

dengan memenuhi sifat
1.

2.

Z
Z



δ(x − ξ) dx = 1,
−∞


f (x) δ(x − ξ) dξ = f (ξ).
−∞

Keseluruhan konsep dari fungsi Green erat kaitannya dengan fungsi Delta Dirac dalam pendefinisian fungsinya. Andaikan jika terdapat suatu operator diferensial
orde n dinotasikan dengan L pada ruang satu dimensi yang mengatur fungsi u dan
bersamaan dengan operator kondisi batas B, maka fungsi Green G(x; ξ) dapat didefinisikan sebagai suatu fungsi yang diatur oleh operator diferensial L dengan fungsi
nonhomogennya adalah fungsi Delta Dirac dan fungsi homogennya adalah operator
kondisi batas pada domain.
2.3 Fungsi Green untuk Operator Diferensial Eliptik pada Satu Dimensi

Secara umum suatu persamaan diferensial eliptik orde dua pada ruang satu dimensi
dapat ditulis dalam bentuk berikut,
d

dx



du
a(x)
dx



+ b(x)

du
+ c(x)u = f (x).
dx


Persamaan diferensial eliptik dapat ditemukan di berbagai aplikasi dan pemodelan fisika diantaranya yaitu pada potensial bidang gravitasi dan elektrostatik. Selain itu
diaplikasikan juga pada kepadatan peluang suatu random-walk, aliran panas stasioner
dan pada fenomena biologi.
Andaikan terdapat suatu operator diferensial eliptik pada ruang satu dimensi dan

Universitas Sumatera Utara

9
operator kondisi batas homogen yang dinotasikan dengan L dan B yaitu




L = d −k(x) d + v(x) ,
dx
dx

B , j = a, b.

x ∈ (a, b)


j

Maka operator diferensial Le dikatakan sebagai adjoint dari operator diferensial L jika
memenuhi sifat

Z

b
a

e dx =
wLu

Z

b

uLw dx.
a


fj 6= Bj , dengan menggunakan sifat diatas, Le dapat diperoSecara umum Le 6= L dan B

leh dengan melakukan integrasi pada bagian sebelah kanan yaitu
Z

b

uLw dx =
a

Z

b
a

d
u
dx




dw
+ v(x)w(x)
−k(x)
dx



dx.

Dengan menggunakan intergrasi parsial disepanjang (a, b) pada bagian sebelah kanan,
diperoleh



b  Z b 
dw
dw
du


u −k(x)
−k(x)
+ v(x)w(x) −
+ v(x)w(x)
dx.
dx
dx
dx
a
a
Selanjutnya integrasi pada persamaan diatas juga dapat ditulis seperti berikut
Z

b
a

dw du
dx +
−k(x)

dx dx

Z

b

w(x)v(x)
a

du
dx.
dx

Dengan melakukan integrasi parsial sekali lagi pada suku pertama maka persamaan
diatas dapat ditulis menjadi

 Z b
Z b
du b
du

du
d
−k(x) w −
wv(x)
−k(x)
+
dx.
w
dx a
dx
dx
dx
a
a
Dengan mengasumsikan Ba u = Bb u = 0 dan mengatur adjoint dari kondisi batas
Bea w = 0 dan Beb w = 0, maka hasil dari integrasi pertama dan kedua adalah


b 
b
du
dw


−k(x) u(x) + v(x)w(x)u(x) + k(x) w(x) = 0.
dx
dx
a
a

Universitas Sumatera Utara

10
Sehingga diperoleh
Z

b

uLw dx =
a

Z

b

w
a



d
dx



du
−k(x)
dx

dimana adjoint operator diferensial Le adalah
d
Le =
dx





d
−k(x)
dx

du
− v(x)
dx



− v(x)



dx =

Z

b
a

e dx,
wLu

d
.
dx

Turunan - turunan yang terdapat pada operator diferensial diatas adalah turunan
terhadap variabel spasial x. k(x) adalah fungsi yang bergantung pada turunan kedua
u yang menggambarkan sebagai difusi dan v(x) adalah fungsi yang bergantung pada
turunan pertama u yang menggambarkan sebagai adveksi.
Adveksi dihasilkan oleh aliran yang bersifat searah dan tidak mengubah zat yang
dipindahkan. Sedangkan difusi mengacu pada pergerakan massa zat akibat gerakan
pencampuran air. Dalam permasalahan fisika model adveksi dan difusi dapat dicontohkan pada gerakan pasang surut air yang menyebabkan air bergerak searah keluar
dari muara sungai. Apabila pemodelan fokus kepada efek pencemaran bakteri dari luapan air hujan jangka pendek, maka karakteristik dari perpindahannya sebagai mekanisme adveksi. Dalam skala waktu yang lebih lama, pergerakan pasang surut air akan
menggerakkan air bolak - balik yang membentuk siklus dapat dikategorikan sebagai
mekanisme difusi (Chapra, 2008).
Selain itu pemodelan difusi dan adveksi juga banyak dipakai dalam ilmu biologi. Difusi digambarkan sebagai pergerakan acak partikel - partikel zat kimia yang menyebabkannya untuk bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Adveksi
digambarkan sebagaik transportasi partikel zat kimia yang bergerak dalam medium
tertentu, misalnya udara, air, darah, dan lain- lain. Salah satu contoh permasalahan
biologi yang menggunakan adveksi dan difusi adalah memodelkan kepadatan populasi zooplankton pada sebuah danau. Pergerakan zooplankton secara vertikal adalah
difusi dan kecepatan yaitu kemampuan mengapung yang menyebabkan zooplankton

Universitas Sumatera Utara

11
bermigrasi ke permukaan air adalah adveksi ( Logan, 2004).
Jika terdapat suatu operator diferensial orde dua L bersamaan operator batas B0
dan Bℓ pada ruang satu dimensi (0, ℓ), maka fungsi Green terkait memenuhi

LG(x; ξ) = δ(x − ξ),

x ∈ (0, ℓ)

B = 0, B = 0.
0


Berikut ini diberikan Lemma penyelesaian fungsi Green dari operator diferensial
eliptik orde dua yang telah disebutkan diatas.
Lemma 2.1. Andaikan terdapat dua fungsi k : (0, ℓ) → R+ dan v : (0, ℓ) → R dengan
operator diferensial L yang didefinisikan sebagai
Lu =



′
− k(x)u′ + v(x)u .

Maka fungsi Greennya adalah

G(x; ξ) =

Z x

µ(t) 
1 


G(0; ξ) − c
dt ,



0 k(t)
 µ(x)

jika x ≤ ξ


Z ℓ


µ(t) 
1 



µ(ℓ)G(ℓ; ξ) + (1 + c)
dt ,
µ(x)
x k(t)

dimana



µ(t) = exp −
dan
c=

=

Z

t
0



jika x > ξ

v(s) 
ds
k(s)



−k(x)G′ (x; ξ) + v(x)G(x; ξ),








(2.1)

jika x ≤ ξ

−k(x)G′ (x; ξ) + v(x)G(x; ξ) − 1,

jika x > ξ
(2.2)

G(0; ξ) − µ(ℓ)G(ℓ; ξ) −
Z


0

µ(t)
dt
k(t)

Z


ξ

µ(t) 
dt
k(t)

.

Universitas Sumatera Utara

12
Bukti. Berdasarkan definisi fungsi Green pada satu dimensi, maka fungsi Green yang
memenuhi operator diferensial diatas adalah


− k(x)G′ (x; ξ) + v(x)G(x; ξ)

′

= δ(x − ξ),

x ∈ (0, ℓ)

(2.3)

dimana δ(x − ξ) = 0 ketika x ∈ (0, ξ) dan x ∈ (ξ, ℓ). Turunan - turunan yang terdapat
pada fungsi Green di atas adalah turunan terhadap variabel x. Selanjutnya integrasikan
persamaan diatas terhadap x sehingga diperoleh
−k(x)G′ (x; ξ) + v(x)G(x; ξ) = c, x ≤ ξ

(2.4)

−k(x)G′ (x; ξ) + v(x)G(x; ξ) = d, x > ξ.

(2.5)

Kemudian kalikan kedua sisi persamaan diatas dengan −

1
dan faktor integrasi µ(x)
k(x)

sehingga menjadi
µ(x)
v(x)
µ(x)G(x; ξ) = −c
, x≤ξ
k(x)
k(x)
v(x)
µ(x)
µ(x)G′ (x; ξ) −
µ(x)G(x; ξ) = −d
, x>ξ
k(x)
k(x)
µ(x)G′ (x; ξ) −

dengan



µ(x) = exp −

Z

x
0

(2.6)

v(s) 
ds .
k(s)

Maka sisi sebelah kiri dari persamaan (2.6) dapat dianggap sebagai derivatif dari µ(x)G(x, ξ),
yaitu

d
µ(x)
µ(x)G(x; ξ) = −c
, x≤ξ
dx
k(x)

d
µ(x)
µ(x)G(x; ξ) = −d
, x > ξ.
dx
k(x)

(2.7)
(2.8)

Kemudian integrasikan kedua sisi persamaan (2.7) terhadap t dengan batas (0, x) sehingga didapatkan
µ(x)G(x; ξ) − µ(0)G(0; ξ) = −c

Z

x
0

µ(t)
dt.
k(t)

Universitas Sumatera Utara

13
Dengan memindahkan bagian kedua di ruas kiri persamaan ke ruas kanan dan mengalikan hasilnya dengan µ−1 (x), diperoleh
1 
G(0; ξ) − c
G(x; ξ) =
µ(x)

Z

x
0

µ(t) 
dt .
k(t)

Di sini telah digunakan fakta bahwa µ(0) = 1. Dengan melakukan hal yang serupa
terhadap (2.8), yakni integrasi dengan batas (x, ℓ), maka diperoleh
1 
G(x; ξ) =
µ(ℓ)G(ℓ; ξ) + d
µ(x)

Z


x

µ(t) 
dt .
k(t)

(2.9)

Selanjutnya dengan menggunakan sifat integral dari fungsi delta Dirac, diperoleh
Z ℓ



− k(x)G (x; ξ) + v(x)G(x; ξ)

0

′

dx =

Z



(2.10)

δ(x − ξ) dx = 1.
0

Karena bagian sebelah kiri persamaan di atas adalah






− k(ℓ)G (ℓ; ξ) + v(ℓ)G(ℓ; ξ) −







− k(0)G (0; ξ) + v(0)G(0; ξ) ,

dan dengan menggunakan (2.4) dan (2.5), maka didapatkan hubungan
d = 1 + c.

(2.11)

dengan mensubtitusikan d pada persamaan (2.9) maka diperoleh persamaan (2.1) sebagai fungsi Green dari operator diferensial diatas.
Selanjutnya c dapat diketahui dengan menggunakan kekontinuan dari fungsi Green ketika x = ξ, yaitu

1 
G(0; ξ) − c
µ(ξ)

Z

ξ
0

G(ξ − ; ξ) = G(ξ + ; ξ)
Z ℓ
µ(t) 
µ(t) 
1 
µ(ℓ)G(ℓ; ξ) + (1 + c)
dt =
dt .
k(t)
µ(ξ)
ξ k(t)

Dengan memindahkan variabel c yang sama ke sebelah kiri dan yang lainnya disebelah

Universitas Sumatera Utara

14
kanan maka didapatkan
−c

Z

ξ
0

µ(t)
dt +
k(t)

Karena

Z

Z

ξ
0


ξ

µ(t) 
dt = −G(0; ξ) + µ(ℓ)G(ℓ; ξ) +
k(t)

µ(t)
dt +
k(t)

Z


ξ

µ(t)
dt =
k(t)

Z


0

Z


ξ

µ(t)
dt.
k(t)

µ(t)
dt
k(t)

maka dapat diperoleh c yang telah disebutkan pada Lemma 2.1.

Pada pembuktian Lemma diatas telah diperoleh solusi fungsi Green untuk operator diferensial eliptik L. Sehingga turunan dari fungsi Green terhadap x yang dinotasikan dengan G′ (x; ξ) adalah

G′ (x; ξ) =


Z x
 
d
µ(t) 
1 


,
G(0; ξ) − c
dt



0 k(t)
 dx µ(x)

jika x ≤ ξ




Z ℓ


µ(t)
1 
d



µ(ℓ)G(ℓ; ξ) + (1 + c)
dt ,
dx µ(x)
x k(t)

 Z
Karena µ(x) = exp −

x
0

jika x > ξ.
(2.12)


v(s)
ds , maka turunan dari µ−1 (x) pada suku
k(s)

pertama adalah
d
dx



exp

Z

x
0

v(s) 
k(s)



= exp

Z

x
0

v(s)  d
ds
k(s)
dx


v(x)
exp
=
k(x)

Z

x
0

Z

x
0

v(s)
k(s)



v(s) 
v(x)
ds =
.
k(s)
k(x) µ(x)

Turunan suku kedua persamaan fungsi Green untuk x ≤ ξ adalah
d
dx



−c

Z

x
0



=

=



µ(t) 
dt
k(t)



d
−c
dx

Z

µ(t) 
dt
k(t)

x
0



= −c

µ(x)
,
k(x)

dan untuk x > ξ adalah
d
dx



(1 + c)

Z


x

µ(t) 
dt
k(t)



d
(1 + c)
dx

Z


x

µ(t) 
dt
k(t)



= −(1 + c)

µ(x)
.
k(x)

Universitas Sumatera Utara

15
Maka G′ (x; ξ) dapat disederhanakan menjadi

G′ (x; ξ) =


v(x)
µ(x)


G(0; ξ)
−c
,


k(x) µ(x)
k(x)







v(ℓ)G(ℓ; ξ)

jika x ≤ ξ
(2.13)

µ(x)
v(x)
− (1 + c)
,
k(x) µ(x)
k(x)

jika x > ξ.

Berikut ini diberikan beberapa Lemma yang menggunakan operator diferensial
pada Lemma 2.1 dengan mengkombinasikan operator kondisi batas Dirichlet, Neumann dan Robin pada masing - masing domain.
Lemma 2.2. Andaikan terdapat suatu operator diferensial dan operator kondisi batas


′
Lu = − k(x)u′ + v(x)u ,

x ∈ (0, ℓ)

B u = u(0), B u = u(ℓ).
0


(2.14)

Maka fungsi Greennya adalah

G(x; ξ) =

Z x

µ(t)
c


dt




 µ(x) 0 k(t)

jika x ≤ ξ


Z


(1 + c) ℓ µ(t)



dt
µ(x) x k(t)

(2.15)
jika x > ξ

dimana µ(t) seperti yang tertera di Lemma 2.1 dan
Z

c = −Z



µ(t)
dt
k(t)



µ(t)
dt
k(t)

ξ

0

.

(2.16)

Bukti. Diketahui bahwa kondisi batas pada permasalahan diatas adalah G(0; ξ) = 0
dan G(ℓ; ξ) = 0, maka persamaan (2.1) pada Lemma 2.1 dapat disederhanakan menjadi (2.15) dengan c yang telah disebutkan pada (2.16).

Universitas Sumatera Utara

16
Lemma 2.3. Andaikan terdapat suatu operator diferensial dan operator kondisi batas


′
Lu = − k(x)u′ + v(x)u ,

x ∈ (0, ℓ)

B u = −k(0)u′ (0) + v(0)u(0), B u = u(ℓ).
0


(2.17)

Maka fungsi Greennya adalah

G(x; ξ) =


Z ℓ

1
µ(t)


dt,


µ(x)
k(t)

ξ


x≤ξ
(2.18)



Z ℓ


µ(t)
1


dt,

µ(x) x k(t)

x > ξ.

Bukti. Diketahui dari kondisi batas
−k(0)G′ (0; ξ) + v(0)G(0; ξ) = 0 dan G(ℓ; ξ) = 0.
Jika x = 0, maka persamaan (2.2) untuk x ≤ ξ pada Lemma 2.1 menjadi c = 0.
Sehingga persamaan (2.1) menjadi

G(x; ξ) =


G(0; ξ)


,



 µ(x)

jika x ≤ ξ


Z ℓ


µ(t)
1



dt,
µ(x) x k(t)

(2.19)
jika x > ξ.

Karena c = 0, maka c pada Lemma 2.1 menjadi
G(0; ξ) −
0=

Z


0

Sehingga dapat diperoleh
G(0; ξ) =

Z


ξ

µ(t)
dt
k(t)

µ(t)
dt
k(t)

Z


ξ

.

µ(t)
dt.
k(t)

Dengan mensubtitusikan G(0; ξ) ke persamaan (2.19), maka diperoleh (2.18) sebagai
fungsi Green pada permasalahan (2.17).

Universitas Sumatera Utara

17
Lemma 2.4. Andaikan terdapat suatu operator diferensial dan operator kondisi batas


′
Lu = − k(x)u′ + v(x)u ,

x ∈ (0, ℓ)

B u = −k(0)u′ (0), B u = u(ℓ).
0


(2.20)

Maka fungsi Greennya adalah

G(x; ξ) =

Z x

µ(t) 
G(0; ξ) 


1 − v(0)
dt ,



0 k(t)
 µ(x)

jika x ≤ ξ
(2.21)



 Z ℓ µ(t)

1 



1 + v(0)G(0; ξ)
dt,
µ(x)
x k(t)

jika x > ξ

dengan µ(t) seperti yang telah disebutkan pada Lemma 2.1 dan

G(0; ξ) = − 

Z
v(0)



µ(t)
dt
k(t)




µ(t)
dt − 1
k(t)

ξ

Z

0

.

(2.22)

Bukti. Diketahui dari kondisi batas fungsi Green adalah
−k(0)G′ (0; ξ) = 0 dan G(ℓ; ξ) = 0.
Jika x = 0 maka persamaan (2.2) untuk x ≤ ξ pada Lemma 2.1 menjadi
v(0)G(0; ξ) = c.
Sehingga jika c dan G(ℓ; ξ) disubtitusikan pada persamaan (2.1) maka diperoleh persamaan (2.21) sebagai solusi fungsi Green pada permasalahan diatas. Selanjutnya dengan mensubtitusikan c pada Lemma 2.1 diperoleh
G(0; ξ) −
v(0)G(0; ξ) =

Z


0

Z


ξ

µ(t)
dt
k(t)

µ(t)
dt
k(t)

.

Dengan mengubah persamaan diatas dan mengelompokkan G(0; ξ) ke sebelah kiri,
maka didapatkan G(0; ξ) yang telah disebutkan pada (2.22).

Universitas Sumatera Utara

18
Lemma 2.5. Andaikan terdapat suatu operator diferensial dan operator kondisi batas


′
Lu = − k(x)u′ + v(x)u ,

x ∈ (0, ℓ)

B u = −k(0)u′ (0), B u = −k(ℓ)u′ (ℓ) + v(ℓ)u(ℓ).
0


(2.23)

Maka fungsi Greennya adalah

G(x; ξ) =

Z x

µ(t) 
1
1 



+
dt ,


v(0)

0 k(t)
 µ(x)

jika x ≤ ξ
(2.24)


Z ξ


1 
µ(t) 
1




+
dt ,
µ(x)
v(0)
0 k(t)

jika x > ξ.

dengan v(0) 6= 0.

Bukti. Diketahui dari kondisi batas fungsi Green adalah
−k(0)G′ (0; ξ) = 0 dan − k(ℓ)G′ (ℓ; ξ) + v(ℓ)G(ℓ; ξ) = 0.
Jika x = 0, maka persamaan (2.2) untuk x ≤ ξ pada Lemma 2.1 menjadi
v(0)G(0; ξ) = c.
Jika x = ℓ maka persamaan (2.2) untuk x > ξ pada Lemma 2.1 menjadi
−k(ℓ)G′ (ℓ; ξ) + v(ℓ)G(ℓ; ξ) = d = 0.
Karena pada (2.11) diketahui bahwa d = c + 1 = 0 maka c = −1. Sehingga untuk
x ≤ ξ pada persamaan (2.1) dapat disederhanakan menjadi
1 
G(0; ξ) +
G(x; ξ) =
µ(x)
Karena G(0; ξ) =

Z

x

µ(t) 
dt .
k(t)

x

µ(t) 
dt .
k(t)

0

c
−1
=
maka
v(0)
v(0)
1
1 

+
G(x; ξ) =
µ(x)
v(0)

Z

0

Universitas Sumatera Utara

19
Untuk x > ξ pada persamaan (2.1) dapat disederhanakan menjadi
G(x; ξ) =

1
µ(ℓ)G(ℓ; ξ)
µ(x)

(2.25)

Selanjutnya dengan mensubtitusikan c pada Lemma 2.1 diperoleh

−1 =



1
− µ(ℓ)G(ℓ; ξ) −

v(0)
Z ℓ
µ(t)
dt
0 k(t)

Z


ξ

µ(t) 
dt
k(t)

.

Dengan mengubah persamaan diatas dan mengelompokkan µ(ℓ)G(ℓ; ξ) ke sebelah kiri
persamaan, maka didapatkan
1
+
µ(ℓ)G(ℓ; ξ) = −
v(0)

Z

ξ
0

µ(t)
dt.
k(t)

Sehingga jika µ(ℓ)G(ℓ; ξ) disubtitusikan pada (2.25) maka diperoleh persamaan (2.24)
sebagai solusi fungsi Green untuk permasalahan di atas.
Lemma 2.6. Andaikan terdapat suatu operator diferensial dan operator kondisi batas


′
Lu = − k(x)u′ + v(x)u ,

x ∈ (0, ℓ)

B u = −k(0)u′ (0), B u = −k(ℓ)u′ (ℓ).
0


(2.26)

Maka fungsi Greennya adalah

G(x; ξ) =

Z x

µ(t) 
c  1



dt ,



0 k(t)
 µ(x) v(0)


Z ℓ


µ(t) 
(1 + c)  µ(ℓ)



+
dt ,
µ(x) v(ℓ)
x k(t)

jika x ≤ ξ
(2.27)
jika x > ξ,

dimana µ(t) seperti yang telah disebutan pada Lemma 2.1 dan


µ(ℓ)


v(ℓ)

Z


ξ

µ(t) 
dt
k(t)

,
c= 
Z ℓ
µ(t) 
1
µ(ℓ)

+
dt
v(ℓ) v(0)
0 k(t)

(2.28)

Universitas Sumatera Utara

20
dengan syarat v(0) 6= 0 dan v(ℓ) 6= 0.

Bukti. Diketahui dari kondisi batas fungsi Green adalah
−k(0)G′ (0; ξ) = 0 dan − k(ℓ)G′ (ℓ; ξ) = 0.
Jika x = 0 maka persamaan (2.2) untuk x ≤ ξ pada Lemma 2.1 menjadi
v(0) G(0; ξ) = c.
Jika x = ℓ maka persamaan (2.2) untuk x > ξ pada Lemma 2.1 menjadi
v(ℓ) G(ℓ; ξ) = d = 1 + c.
Dari persamaan diatas maka diperoleh
G(0; ξ) =

(1 + c)
c
dan G(ℓ; ξ) =
.
v(0)
v(ℓ)

Selanjutnya dengan mensubtitusikan G(0; ξ) untuk x ≤ ξ pada persamaan (2.1) dapat
disederhanakan menjadi
Z x
1  c
µ(t) 
G(x; ξ) =
−c
dt
µ(x) v(0)
0 k(t)
Z x
µ(t) 
c  1

dt ,
=
µ(x) v(0)
0 k(t)
dan mensubtitusikan G(ℓ; ξ) untuk x > ξ pada persamaan (2.1) dapat disederhanakan
menjadi
Z ℓ
1 
(1 + c)
µ(t) 
G(x; ξ) =
µ(ℓ)
+ (1 + c)
dt
µ(x)
v(ℓ)
x k(t)
Z ℓ
µ(t) 
(1 + c)  µ(ℓ)
+
dt .
=
µ(x) v(ℓ)
x k(t)
Sehingga diperoleh persamaan (2.27) sebagai solusi fungsi Green dari permasalahan
di atas. Selanjutnya dengan mensubtitusikan G(0; ξ) dan G(ℓ; ξ) ke persamaan c pada

Universitas Sumatera Utara

21
Lemma 2.1, diperoleh
c
(1 + c)
− µ(l)

v(0)
v(ℓ)
c=
Z ℓ
µ(t)
dt
0 k(t)

Z


ξ

µ(t)
dt
k(t)

.

Dengan mengubah persamaan diatas dan mengelompokan c ke sebelah kiri, maka akan
diperoleh c seperti yang telah disebutkan pada (2.28).

2.4 Solusi Permasalahan Nilai Batas Orde Dua Semilinear
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mencari solusi dari suatu permasalahan nilai batas yang nonhomogen, salah satu diantaranya adalah dengan mencari
fungsi Green dari permasalahan tersebut.
Jika terdapat suatu permasalahan dengan kondisi batas yang homogen, maka solusinya dapat direpresentasikan sebagai kombinasi linear dari fungsi Green dan fungsi
nonhomogennya . Adapun jika suatu permasalahan diferensial orde dua dengan kondisi batas yang nonhomogen, maka solusinya tidak hanya dipengaruhi oleh integral dari
fungsi Green dan fungsi nonhomogennya, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi batas
dari fungsi Green tersebut.
Lemma berikut ini membahas solusi dari suatu persamaan diferensial jika fungsi
Green dari persamaan diferensial tersebut diketahui.
Lemma 2.7. Andaikan terdapat suatu persamaan diferensial orde dua semilinear pada
dimensi satu yang dirumuskan sebagai mencari u : R → R yang memenuhi

e
Lu(x)
= − (k(x)u′ (x)) − v(x)u′ (x) = f (u(x)),

Maka u adalah
u(ξ) =

Z

x ∈ (0, ℓ).

(2.29)



G(x, ξ)f (u(x)) dx + B.C,

(2.30)

0

Universitas Sumatera Utara

22
dimana
B.C = G(x; ξ)k(x)

x=ℓ
x=ℓ
du x=ℓ
dG(x; ξ)


u(x)

k(x)
+
v(x)G(x;
ξ)u(x)


, (2.31)
dx x=0
dx
x=0
x=0

dan G(x; ξ) adalah fungsi Green yang diatur oleh


LG(x; ξ) = (−k(x)G′ (x; ξ) + v(x)G(x; ξ)) = δ(x − ξ),

x, ξ ∈ (0, ℓ).

(2.32)

Bukti. Dengan menggunakan persamaan diferensial pada (2.29), diketahui bahwa


du 
du
d
e
k(x)
− v(x)
. (2.33)
G(x; ξ)f (u(x)) = G(x; ξ)Lu(x) = G(x; ξ) −
dx
dx
dx
Dengan mengintegrasikan persamaan diatas pada (0, ℓ) dan memandang integral pada
ruas kanan menjadi pengurangan dari integral
Z



G(x; ξ)f (u(x)) dx = −
0

Z


0

du 
d
k(x)
dx −
G(x; ξ)
dx
dx

Z



G(x; ξ)v(x)
0

du
dx.
dx
(2.34)

Kemudian dengan mengaplikasikan integrasi parsial pada suku pertama di ruas kanan,
diperoleh


Z



G(x; ξ)
0

du 
du x=ℓ
d
k(x)
dx = −G(x; ξ)k(x)

dx
dx
dx x=0
+

Z



k(x)
0

(2.35)

dG(x; ξ) du
dx.
dx dx

Dengan melakukan integrasi parsial sekali lagi terhadap integral diruas kiri, akan diperoleh

Z


0

 x=ℓ
dG(x; ξ) du
dG(x; ξ)

k(x)
dx = k(x)
u(x)
dx dx
dx
x=0


Z


0

(2.36)

d
dG(x; ξ) 
k(x)
u(x) dx
dx
dx

Selanjutnya integrasi parsial juga dilakukan pada suku kedua di ruas kanan dari persa-

Universitas Sumatera Utara

23
maan (2.34)


Z


0

x=ℓ

G(x; ξ)v(x)u′ (x) dx = −v(x)G(x; ξ)u(x)

x=0

+

Z


0

(2.37)

d
(v(x)G(x; ξ)) u(x) dx.
dx

Dengan menggabungkan persamaan (2.35), (2.36), dan (2.37) maka diperoleh
Z


0

du x=ℓ
G(x; ξ)f (u(x)) dx = −G(x; ξ)k(x)

dx x=0
x=ℓ
x=ℓ
dG(x; ξ)


+ k(x)
u(x)
− v(x)G(x; ξ)u(x)
dx
x=0
x=0
+

Z


0

d
u(x)
dx



dG(x; ξ)
−k(x)
+ v(x)G(x; ξ)
dx



dx.
(2.38)

Karena integral pada ruas kiri dapat ditulis sebagai fungsi delta Dirac dan dengan
menggunakan sifat dari fungsi delta Dirac, diperoleh
Z


0

d
u(x)
dx



dG(x; ξ)
−k(x)
+ v(x)G(x; ξ)
dx



dx =

Z



u(x)δ(x − ξ) dx = u(ξ).
0

Sehingga diperoleh (2.30) sebagai solusi dari u.

Jika persamaan diferensial diatas diberikan kondisi batas tertentu seperti Dirichlet, Neumann, dan Robin, maka penyelesaiannya akan dipengaruhi oleh kondisi batas
yang diberikan. Seperti yang terdapat pada Lemma - Lemma berikut ini.
Lemma 2.8. Andaikan terdapat masalah nilai batas semilinear pada ruang satu dimensi yang memenuhi

Lu
e = f (u(x)),
u(0) = u

0

x ∈ (0, ℓ)

(2.39)

dan u(ℓ) = uℓ .

Universitas Sumatera Utara

24
Maka solusi u adalah
u(ξ) =

Z



G(x; ξ)f (u(x)) dx − k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)uℓ + k(0)G′ (0; ξ)u0 ,

(2.40)

0

dimana G(x; ξ) adalah fungsi Green yang diatur oleh

LG = δ(x − ξ),

x, ξ ∈ (0, ℓ)

(2.41)

G(0; ξ) = 0 dan G(ℓ; ξ) = 0.

Bukti. Diketahui dari kondisi batas pada fungsi Green bahwa G(0; ξ) = 0 dan G(ℓ; ξ) =
0. Sehingga diperoleh
G(x; ξ)k(x)

du x=ℓ
=0

dx x=0

dan

x=ℓ

= 0.
v(x)G(x; ξ)u(x)

(2.42)

x=0

Demikian pula, dengan menggunakan kondisi batas yang diberikan untuk u, maka
solusi u yang disebutkan pada Lemma 2.7 dapat disederhanakan menjadi
u(ξ) =

Z



G(x; ξ)f (u(x)) dx − k(ℓ)
0

dG(ℓ; ξ)
dG(0; ξ)
uℓ + k(0)
u0
dx
dx

(2.43)

Lemma 2.9. Andaikan terdapat masalah nilai batas semilinear pada ruang satu dimensi yang memenuhi

Lu
e = f (u(x)),

x ∈ (0, ℓ)

−(k(0)u′ (0)) = g , dan u(ℓ) = u
0


(2.44)

Maka solusi u adalah
u(ξ) =

Z



G(x; ξ)f (u(ξ)) dx + G(0; ξ)g0 − k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)uℓ

(2.45)

0

dimana G(x, ξ) adalah fungsi Green yang diatur oleh

LG = δ(x − ξ),

x, ξ ∈ (0, ℓ)

−k(0)G′ (0; ξ) + v(0)G(0; ξ) = 0 dan G(ℓ; ξ) = 0

(2.46)

Universitas Sumatera Utara

25
Bukti. Diketahui dari kondisi batas fungsi Green adalah G(ℓ; ξ) = 0. Sehingga B.C
yang terdapat pada Lemma 2.7 dapat disederhanakan
du x=ℓ
= −G(0; ξ)k(0)u′ (0),

dx x=0

(2.47)

x=ℓ

v(x)G(x; ξ)u(x)
= −v(0)G(0; ξ)u(0).

(2.48)

G(x; ξ)k(x)
dan

x=0

Kemudian

x=ℓ
dG(x; ξ)

u(x)
= −k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)u(ℓ) + k(0)G′ (0; ξ)u(0).
−k(x)
dx
x=0

(2.49)

Karena kondisi batas yang diberikan pada G(x; ξ) ketika x = 0 adalah
−k(0)G′ (0; ξ) + v(0)G(0; ξ) = 0.
Maka dengan menggabungkan persamaan (2.48) dan suku kedua pada ruas kanan persamaan (2.49), diperoleh


− − k(0)G′ (0; ξ) + v(0)G(0; ξ) u(0) = 0.
Selanjutnya, dengan menggunakan kondisi batas pada u maka persamaan (2.47) menjadi
−G(0; ξ)k(0)u′ (0) = G(0; ξ)u0 ,
dan suku pertama ruas kanan persamaan (2.49) menjadi
−k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)u(ℓ) = −k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)uℓ .
Sehingga persamaan u pada lemma 2.7 dapat disederhanakan menjadi (2.45).

Lemma 2.10. Andaikan terdapat masalah nilai batas semilinear pada ruang satu di-

Universitas Sumatera Utara

26
mensi yang memenuhi

Lu
e = f (u(x)),

x ∈ (0, ℓ)

−k(0)u′ (0) − v(0)u(0) = g , dan u(ℓ) = u .
0


(2.50)

Maka solusi u adalah
u(ξ) =

Z



G(x; ξ)f (u(x)) dx + G(0; ξ)g0 − k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)uℓ .

(2.51)

0

dimana G(x; ξ) adalah fungsi Green yang diatur oleh

Lu = δ(x − ξ),

x, ξ ∈ (0, ℓ)

k(0)G′ (0; ξ) = 0 dan G(ℓ; ξ) = 0.

(2.52)

Bukti. Diketahui dari kondisi batas fungsi Green k(0)G′ (0, ξ) = 0. Sehingga
−k(x)

x=ℓ
dG(x; ξ)
dG(ℓ; ξ)

u(x)
u(ℓ),
= −k(ℓ)
dx
dx
x=0

(2.53)

dan jika ξ = ℓ, maka G(ℓ; ξ) = 0. Sehingga
du x=ℓ
= −G(0; ξ)k(0)u′ (0).

dx x=0

(2.54)

x=ℓ

v(ξ)G(x; ξ)u(ξ)
= −v(0)G(0; ξ)u(0).

(2.55)

G(x; ξ)k(x)
dan

x=0

Dengan menggabungkan persamaan (2.54) dan (2.55), dan menggunakan kondisi batas
pada u maka dapat disederhanakan






G(0; ξ) − k(0)u (0) − v(0)u(0) = G(0; ξ)g0 ,

(2.56)

dan persamaan (2.53) menjadi
−k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)u(ℓ) = −k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)uℓ .

(2.57)

Sehingga dengan menggabungkan (2.56) dan (2.57) maka solusi u pada lemma 2.7

Universitas Sumatera Utara

27
dapat disederhanakan menjadi (2.51).
Lemma 2.11. Andaikan terdapat masalah nilai batas semilinear pada ruang satu dimensi yang memenuhi

Lu
e = f (u(x)),

x ∈ (0, ℓ)

−k(0)u′ (0) − v(0)u(0) = g , dan − k(ℓ)u′ (ℓ) = g .
0


(2.58)

Maka solusi u adalah
u(ξ) =

Z



G(x; ξ)f (u(ξ)) dx + G(0; ξ)g0 − G(ℓ; ξ)gℓ .

(2.59)

0

dimana G(x; ξ) adalah fungsi Green yang diatur oleh

LG = δ(x − ξ),

x, ξ ∈ (0, ℓ)

−k(0)G′ (0; ξ) = 0 dan − k(ℓ)G′ (ℓ; ξ) + v(ℓ)G(ℓ; ξ) = 0.

(2.60)

Bukti. Diketahui bahwa kondisi batas fungsi Green adalah −k(0)G′ (0) = 0, maka
B.C pada Lemma 2.7 dapat disederhanakan menjadi
x=ℓ
dG(x; ξ)

−k(x)
u(x)
= −k(ℓ)G′ (ℓ; ξ)u(ℓ).
dx
x=0

(2.61)

Selanjutnya B.C lainnya adalah

dan

du x=ℓ
= G(ℓ; ξ)k(ℓ)u′ (ℓ) − G(0; ξ)k(0)u′ (0).
G(x; ξ)k(x)
dx x=0

(2.62)

x=ℓ

v(x)G(x; ξ)u(x)
= v(ℓ)G(ℓ; ξ)u(ℓ) − v(0)G(0; ξ)u(0).

(2.63)

x=0

Karena kondisi batas G(x, ξ) ketika x = ℓ adalah

−k(ℓ)G′ (ℓ; ξ) + v(ℓ)G(ℓ; ξ) = 0.
Dengan meggabungkan persamaan (2.61) dan suku pertama pada ruas kanan persama-

Universitas Sumatera Utara

28
an (2.63), maka diperoleh



− k(ℓ)G′ (ℓ; ξ) + v(ℓ)G(ℓ; ξ) u(ℓ) = 0.

Selanjutnya dengan menggabungkan pesamaan (2.62) dan (2.63) dan menggunakan
kondisi batas pada u, maka diperoleh


−G(0; ξ) − k(0)u′ (0) − v(0)u(0) − G(ℓ; ξ)k(ℓ)u′ (ℓ) = G(0; ξ)g0 − G(ℓ; ξ)gℓ .

(2.64)

Sehingga persamaan u pada Lemma 2.7 dapat disederhanakan menjadi (2.59).
Lemma 2.12. Andaikan terdapat masalah nilai batas semilinear pada ruang satu dimensi yang memenuhi

Lu
e = f (u(x)),

x ∈ (0, ℓ)

−k(0)u′ (0) − v(0)u(0) = g , dan − k(ℓ)u′ (ℓ) − v(ℓ)u(ℓ) = g .
0


(2.65)

Maka solusi u adalah
u(ξ) =

Z



G(x; ξ)f (u(ξ)) dξ + G(0; ξ)g0 − G(ℓ; ξ)gℓ.

(2.66)

0

dimana G(x; ξ) adalah fungsi Green yang diatur oleh

LG = δ(x − ξ),

x, ξ ∈ (0, ℓ)

−k(0)G′ (0; ξ) = 0 dan − k(ℓ)G′ (ℓ; ξ) = 0.

(2.67)

Bukti. Diketahui bahwa kondisi batas fungsi Green adalah −k(0)G′ (0; ξ) = 0 dan
−k(ℓ)G′ (ℓ; ξ) sehingga B.C pada Lemma 2.7 dapat disederhanakan menjadi
−k(ξ)

 ξ=ℓ
dG(x, ξ)

u(ξ)
= 0.

ξ=0

B.C lainnya adalah
du x=ℓ
G(x; ξ)k(x)
= G(ℓ; ξ)k(ℓ)u′ (ℓ) − G(0; ξ)k(0)u′ (0).
dx x=0

(2.68)

Universitas Sumatera Utara

29
dan

x=ℓ

v(x)G(x; ξ)u(x)
= v(ℓ)G(ℓ; ξ)u(ℓ) − v(0)G(0; ξ)u(0).

(2.69)

x=0

Selanjutnya dengan menggabungkan ruas kanan persamaan (2.68) dan (2.69) dan menerapkan kondisi batas pada u, maka diperoleh










G(0; ξ) − k(0)u (0) − v(0)u(0) − G(ℓ; ξ) − k(ℓ)u (ℓ) − v(ℓ)u(ℓ)



= G(0; ξ)g0 − G(ℓ; ξ)gℓ .
Sehingga persamaan u dapat disederhanakan menjadi (2.66).

Universitas Sumatera Utara