Mekanisme Survival Pedagang Pasar Tradisional Ditengah Maraknya Pasar Modern (Studi Kasus: Pedagang Pasar Dwikora Pematangsiantar)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Kota Pematangsiantar adalah salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara,
dan kota terbesar kedua di provinsi tersebut setelah Medan. Luas daratan Kota
Pematangsiantar adalah 79,971 Km² terletak 400-500 meter di atas permukaan
laut. Karena letak Pematangsiantar yang strategis, ia dilintasi oleh jalan Raya
Lintas Sumatera. Kota ini memiliki penduduk sebanyak 245.104 jiwa pada tahun
2014 (Siantarkota.bps.go.id)
Tulang punggung perekonomian kota Pematangsiantar adalah sektor
industri.Sektor industri yang terdapat di kota Pematangsiantar adalah sektor
industri besar dan sedang. Selama tahun 2014 perekonomian Pematang Siantar
bertumbuh sebesar 5,16%. Pertumbuhan tersebut terutama berkaitan dengan
terjadinya arus dana, baik dari maupun ke masyarakat serta dunia usaha
(Pematangsiantarkota.go.id). Penelitian ini akan membahas mengenai sektor
perdagangan, tetapi peneliti memfokuskan penelitian hanya ke bagian pusat pasar
daerah kota Pematangsiantar
Daerah kota Pematangsiantar memiliki dua pasar tradisional terbesar yang
bernama Pasar Horas dan Pasar Dwikora.Kedua pasarini adalah pasar
tradisionalyang dimiliki Kota Pematangsiantar sejak berpuluh tahun lalu.Kedua
pasar itu kini masih kokoh berdiri di tengah-tengah meningkatnya laju

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Kota Pematangsiantar. Dari segi
bahasanya sendiri, masyarakat biasanya menyebut dan lebih mengenal istilah
pasar itu sebagai pajak.

1

Keberadaan pasar tradisional telah ada sejak puluhan tahun yang lalu,
diperkirakan sudah muncul sejak jaman kerajaan Kutai Kertanegara pada abad ke5 Masehi, dimulai dari barter (tukar-menukar) barang kebutuhan sehari-hari
dengan para pelaut dari cina. Masyarakat mulai menyusun barang dagangannya
pada tikar-tikar kemudian terjadilah transaksi jual beli tanpa uang. Bahkan saat
masuknya peradaban Islam ditanah air pada abad 12 Masehi, pasar digunakan
sebagai alat untuk berdakwah dimana para wali mengajarkan masyarakat
mengenai cara-cara berdagang yang benar secara islam.
Pasar selama ini sudah memiliki tempat yang paling penting dalam
kehidupan masyarakat sehari-hari, bagi masyarakat pasar bukan hanya tempat
bertemunya antara penjual dan pembeli tetapi juga sebagai wadah untuk
berinteraksi sosial. Dalam pasar tradisional banyak interaksi yang tidak ditemukan
dalam pasar modern, dimana para pedagang pasar tradisional tidak membeli suatu
barang dagangan yang akan mereka jajakan di tokonya dalam jumlah yang besar
dari agen, hal ini disebabkan karena keterbatasan modal yang mereka miliki tidak

mencukupi untuk membeli barang-barang dalam jumlah yang besar kemudian
juga mereka tidak memiliki fasilitas yang lengkap untuk menyimpan barang
dagangan terlalu banyak karena para pedagang tidak memiliki lemari pendingin
untuk menyegarkan barang dagangannya seperti yang terlihat dipasar modern.
Pasar memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi distribusi, yakni pasar berfungsi
mendekatkan jarak antara konsumen dengan produsen dalam melaksanakan
transaksi. Pasar memiliki fungsi distribusi menyalurkan

barang-barang hasil

produksi kepada konsumen. Fungsi pembentukan harga, dimana sebelum terjadi
transaksi jual beli terlebih dahulu dilakukan tawar-menawar, sehingga diperoleh

2

kesepakatan harga antara penjual dan pembeli. Dalam proses tawar-menawar
itulah keinginan kedua belah pihak (antara pembeli dan penjual) digabungkan
untuk menentukan kesepakatan harga, atau disebut harga pasar. Fungsi promosi,
pasar merupakan sarana paling tepat untuk ajang promosi, karena di pasar banyak
dikunjungi para pembeli. Pelaksanaan promosi dapat dilakukan dengan berbagai

cara, misalnya memasang spanduk, membagikan leaflet atau brosur penawaran,
membagikan sampel atau contoh produk kepada calon pembeli, dan sebagainya.
Berfungsinya lembaga pasar sebagai institusi ekonomi tidak terlepas dari aktivitas
yang dilakukan oleh pembeli dan pedagang. Oleh karena itu bagian ini juga
membahas tentang pembeli dan pedagang. Selain itu aspek yang tak kalah
menarik untuk dibahas adalah aspek ruang dan waktu dari pasar serta aspek tawar
menawar yang terjadi dipasar.
Pasar modern dan pasar tradisional merupakan tempat bertemunya penjual
dan pembeli. Namun kedua pasar tersebut memiliki perbedaan. Perbedaan
tersebut dapat dilihat dari mutu pelayanannya serta pendistribusiannya. Pasar
modern mengutamakan pelayanan yang menyenangkan, bangunannya baik,
tempatnya nyaman, segala kebutuhan pembeli diperhatikan, mulai dari parkir dan
sarana lain, namun pembeli tidak perlu berinteraksi dengan penjual, sehingga
komunikasi sosial tidak terjadi. Dari segi pendistribusiannya, pasar modern tidak
langsung dalam arti produsen dan konsumen tidak saling mengenal. Sedangkan
yang melayani sekedar penjaga yang tidak mempunyai akses menentukan
harga,sedangkan konsumen tidak membutuhkan kontak langsung dengan penjual.
Pasar dwikora merupakan pasar tradisional yang dibangun dan dikelola oleh
Pemerintah Daerah yang dimana sebagai unsur penyelenggara pemerintahan


3

adalah walikota. Pasar Tradisional terdiri dari berbagai macam toko, kios, los, dan
tenda yang dimiliki dan dikelola oleh pedagang kecil dan menengah dengan
proses jual beli barang dagangan melalui tawar-menawar. Dalam perekonomian
Indonesia, sektor usaha kecil inilah yang memegang peranan yang sangat penting
terutama bila dikaitkan dengan jumlah tenaga kerja yang mampun diserapnya.
Usaha kecil ini selain memiliki arti strategis bagi pembangunan, juga sebagai
upaya untuk memeratakan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai.
Keberadaan pasar tradisional tidak lepas dari kebijakan-kebijakan
Pemerintah Daerah yang ikut mengatur tangan di dalamnya. Saat ini pasar
tradisional menjadi wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok yang
dihasilkan oleh para pelaku ekonomi berskala menengah dan kecil yang sebagian
besar merupakan produk hasil pertanian. Oleh karena itu, kehadiran pasar
tradisional sangat dibutuhkan sebagian besar para petani untuk menjual hasil
produksinya. Dengan demikian pasar tradisional tidak hanya berperan penting
dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi ratusan pedagang yang ada di dalam
pasar dwikora, namun juga memberikan kesempatan kepada para petani dalam
menyalurkan hasil kebunnya atau dengan kata lain sebagai produsen, sehingga
dalam hal ini para petani yang datang dari berbagai desa dapat memperoleh

pendapatan dari hasil petaniannya baik memasarkan produknya secara langsung
dipasar tradisional dwikora maupun melalui perantara pemasok.
Pasar Dwikora atau yang lebihdikenal dengan sebutan Pajak Parluasan
memiliki pajak ikan terbesar di kota Pematangsiantar.Selain ituPasar Dwikora ini
merupakan pasar yang lengkap dengan menyediakan segala kebutuhan
masyarakat. Lengkap dari segi kebutuhan masyarakat seperti sembako, sayur

4

mayur, buah, ikan, peralatan rumahtangga, alat bangunan, retail, dan berbagai
kebutuhan lainnya. Dalam kesehariannya masing-masing pedagang menjajakan
barang dagangannya didalam kios yang telah mereka sewa dari PD (perusahaan
daerah) pasar Dwikorayang mengelola pasar tersebut. Toko yang mereka
dapatkan bukanlah cuma-cuma tetapi mereka menyewanya dengan harga yang
cukup besar, sebagiandari pedagang yang memiliki modal tinggi menyewa lebih
dari satu pintu, ada yang dua bahkan tiga. Pasca kebakaran tanggal 27 februari
2011, toko-toko yang ada di Pasar Tradisional Dwikora terlihat lebih baik dan
lebih rapi, bangunannya yang permanen menunjukkan kekokohan setiap toko,
langit-langit yang telah tertutup rapi memberikan kenyamanan bagi pembeli dan
pedagang walau hujan sekalipun.

Letak tempat berdagang para pedagang dibedakan menurut jenis barang
yang mereka jual, terdapat empat pintu masuk ke dalam pajak. Masing-masing
pintu masuk memiliki bagian utuk menjual barang dagangan. Pintu satu pembeli
dapat langsung melihat para pedagang yang menjual sembako, sayur mayur,
bumbu-bumbu untukmemasak. Pintu kedua dapat ditemui para pedagang
pakaian bekas atau yang biasa disebut monza, pintu tiga ada pajak ikan yang
memang khusus menjual ikan-ikan yang di datangkan dari luar daerah, yang
terakhir adalah pintu empat yang banyak menjual buah-buahan, alat-alat
kosmetik, dan perhiasan. Dengan tersusun rapi seperti ini sehingga memudahkan
para pembeli untuk memilih barang yang hendak dibelanjakan.
Barang memiliki dua jenis nilai yang berbeda, yaitu nilai guna (use value)
dan nilai tukar (exchange value). Nilai kebergunaan suatu barang atau keuntungan
yang diberikan oleh suatu barang ketika ia digunakan. Misalnya, nilai guna

5

sepasang pakaian adalah manfaat bagi pemakainya untuk melindungi tubuh si
pemakai dari teriknya matahari atau angin yang kencang.Di samping memiliki
nilai guna, setiap barang juga memiliki nilai tukar, yaitu nilai suatu barang yang
akan didapatkan ketika barang tersebut ditukarkan dengan barang lain. Misalnya

sebuah gelang emas ditukar dengan sebuah kalung yang sama nilai harganya.
Meskipun semua barang dalam semua sistem ekonomi memiliki nilai guna
dan nilai tukar, menurut Sanderson (2003:112), sistem ekonomi itu sendiri
cenderung diorganisasikan, terutama menurut salah satu dari dua jenis nilai ini.
Masyarakat pra-kapitalis diorganisasikan melalui berbagai aktivitas di mana
produksi barang untuk nilai guna adalah satu-satunya produsen. Dalam konteks
ini, barang-barang di produksi agar dikonsumsi, bukan agar dapat ditukarkan
dengan barang lain. Jika jenis aktivitas ini mendominasi tindakan ekonomi, maka
sistem ekonomi yang dipakai (production-for-use economy) dipandang berlaku.
Sebaliknya, pada masyarakat kapitalisme modern, produksi besar sejumlah barang
ditujukan terutama untuk nilai tukarnya, untuk memperoleh sejumlah uang yang
diterima produsen kapitalis atas barang yang dijual dipasar. Jelas bahwa barangbarang yang dipertukarkan tersebut memiliki nilai guna, jika tidak, maka tidak
akan ada orang yang akan membeli barang tersebut.
Marx juga menjelaskan sirkulasi komoditi. Ia melihat 3 tipe sirkulasi
komoditi yang dialami umat manusia sepanjang sejarah. Sirkulasi komoditi yang
sangat sederhana dialami umat manusia adalah tipe K-K yaitu suatu komoditi
ditukar langsung dengan komoditi lainnya, misalnya seorang petani menukarkan
sesumpit jagung dengan sejerat ikan kepada seorang nelayan. Tipe ini dikenal
juga dengan barter, merupakan bentuk pertukaran komoditi yang pertama dalam


6

sejarah umat manusia. Bentuk lanjut dari tipe pertama ini adalah tipe K-U-K yaitu
komoditi dikonversikan ke dalam uang, kemudian dikonversikan lagi ke dalam
komoditi, misalnya nelayan menjual hasil tangkapannya kemudian uang hasil
penjualanannya tersebut digunakan untuk membeli beras.Begitupun yang terjadi
di Pasar Tradisional Dwikora. Para pedagang mengambil barang dari para toke,
bukan untuk menggunakannya sebagai kebutuhan pribadi. Melainkan untuk
menjual kembali kepada konsumen. Sedangkan uang yang di dapat dari hasil
penjualanan digunakan untuk memenuhi kebutuhan di dalam rumahtangga. Dan
yang terakhir adalah tipe U-K-U yaitu uang ditukar komoditi selanjutnya ditukar
kembali dalam bentuk uang. Sebagai contoh, uang digunakan untuk membeli
barang dalam jumlah besar kemudian barang dijual untuk memperoleh uang
kembali dalam bentuk laba.
Tindakan yang dilakukan seperti yang telah dijelaskan diatas disebut
sebagai tindakan ekonomi. Tindakan ekonomi biasanya tidak berada di ruang
hampa, suatu ruang yang tidak melibatkan hubungan sosial dengan orang lain.
Tetapi pada umumnya sebuah tindakan ekonomi terjadi dalam konteks hubungan
sosial dengan orang lain. Oleh sebab itu, tindakan ekonomi dapat berlangsung
dengan melibatkan kerjasama, kepercayan, dan jaringan. Atau sebaliknya suatu

tindakan ekonomi dapat menghasilkan perselisihan, ketidakpercayaan, dan
pemutusan hubungan (Damsar, 2003). Oleh karena itu, sosiolog dapat melihat
tindakan ekonomi sebagai suatu bentuk dari tindakan sosial. Maksudnya, seperti
yang dikatakan Weber (1964:12), tindakan ekonomi dapat dilihat sebagai suatu
bentuk tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah laku
orang lain. Memberi perhatian ini dilakukan secara sosial dalam berbagai cara

7

seperti memperhatikan orang lain, saling bertukar pandang, berbincang dengan
mereka, berpikir tentang mereka dan memberi senyum kepada mereka. Begitu
pula yang terjadi dalam suasana Pasar Dwikora. Peneliti melihat semua itu terjadi
diantara penjual dan pembeli. Dengan kata lain, penjual dan pembeli telah
melakukan interaksi sosial yang baik dan menjalin komunikasi yang baik.
Dalam sosiologi ekonomi, Geertz (1963), Mai dan Bucholt, dan lain-lain
(dalam Damsar, 1997:107) pedagang dibagi atas:
1. Pedagang profesional yaitu pedagang yang menganggap aktifitas
perdagangan

merupakan


pendapatan

dari

hasil

perdagangan

merupakan sumber utama dan satu-satunya bagi ekonomi keluarga.
Pedagang profesional seperti pedagang distributor, pedagang (partai)
besar, atau pedagang eceran.
2. Pedagang semi profesional yaitu pedagang yang mengakui
aktifitasnya untuk memperoleh uang tetapi pendapatan dari hasil
perdagangan merupakan sumber tambahan bagi ekonomi keluarga.
3. Pedagang subsistensi merupakan pedagang yang menjual produk
atau barang dari hasil aktivitas atas subsistensi untuk memenuhi
ekonomi rumah tangga.
4. Pedagang semu adalah orang yang melakukan kegiatan perdagangan
karena hobi untuk mendapatkan suasana baru atau mengisi waktu

luang.
Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah yang dimana
daerah memiliki keleluasaan dalam mengatur daerahnya sesuai dengan
karakteristik masing-masing kota. Kota Pematangsiantar juga telah memiliki

8

peraturan daerah No.5 Tahun 2014 tentang pembentukan PD Pasar Horas Jaya.
Pembentukan PD Pasar Horas Jaya dimaksudkan dapat menciptakan lapangan
pekerjaan serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Tujuannya adalah mendorong
perkembangan pembangunan dan perekonomian daerah serta menunjang
peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah) baik yang bersumber dari penggalian
dan pemanfaatan potensi daerah maupun yang bersumber dari pengembangan
usaha luar daerah.
Namun, seiring berkembangnya sebuah kota, pengelolaan pasar tradisional
semakin terpinggirkan oleh pasar modern karena tidak dapat dipungkiri kehadiran
pasar modern dewasa ini sudah menjadi tuntutan gaya hidup modern yang
berkembang ditengah-tengah masyarakat kita saat ini.
Upaya manusia untuk memenuhi kebutuhannya sudah berlangsung sejak
manusia itu ada. Salah satu kegiatan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhan
tersebut adalah memerlukan adanya pasar sebagai sarana pendukungnya. Pasar
merupakan kegiatan ekonomi yang termasuk salah satu perwujudan adaptasi
manusia terhadap lingkungannya. Hal ini didorong oleh faktor perkembangan
ekonomi yang pada awalnya hanya bersumber pada masalah pemenuhan
kebutuhan hidup (kebutuhan pokok). Manusia sebagai makhluk sosial dalam
perkembangannya juga menghadapi kebutuhan sosial untuk mencapai kepuasan
atas kekuasaan, kekayaan, dan martabat.
Pasar tradisonal tidak lagi diidentikkan dengan pembeli golongan menengah
kebawah. Sebelum adanya pasar modern, pasar tradisional merupakan nadi
perekonomian rakyat, baik yang ada di kota maupun yang ada di pedesaan.
Memang pasar tradisional terkesan penuh kesemerawutan, mulai dari tata

9

letak,sirkulasi pengunjung, dan lalu lintas diluar pasar maupun di dalam pasar,
namun disitulah tertumpu ekonomi rakyat banyak, selain pedagang, juga ada kuli
angkut,tukang parkir,dan pedagang makanan keliling.
Hasil pra penelitian yang sudah dilakukan, informasiyang di dapatkan
peneliti dari beberapa pedagang Pasar Dwikora bahwa dulu seorang pedagang
mampu memenuhi kebutuhan hidupnya secara berlebih. Tidak jarang ada
pedagang yang memiliki lebih dari satu kios di Pasar Dwikora. Besarnya dampak
positif dari hadirnya pasar tradisional ini bagi para pedagang. Tetapi beberapa
waktu belakangan ini semua keadaan tampak mulai berubah. Banyak pedagang
yang telah meninggalkan pekerjaannya dan membuka usaha klontong sendiri.
Misalnya, dengan membuka grosir di daerah tempat tinggalnya.

Belum lagi

persaingan yang terjadi diantara pedagang. Yaitu pedagang kaki lima yang
berjualan di luar daerah kios/ yang berada di trotoar. Banyak masyarakat tidak
jarang membeli kepada mereka ketimbang harus masuk ke dalam pasar yang
penuh kesemerawutan, belum lagi apabila pasar tersebut becek. Itu akan
mengurangi daya tarik masyarakat untuk berbelanja lama-lama di dalam pasar.
Keberadaan pasar tradisional terutama di daerah kota Pematangsiantar,
masih menyimpan gambaran khas kearifan lokalnya. Masyarakat dari berbagai
wilayah di Pematangsiantar selalu berbelanja dan memenuhi kebutuhan pokoknya
dari Pasar Dwikora ini. Dimulai pukul 03.00 wib pajak ini sudah melakukan
aktivitas jual-beli. Banyak masyarakat lalu lalang untuk memenuhi kebutuhannya.
Banyak pedagang yang kewalahan dalam melayani para pembeli sehingga ada
pedagang yang menggunakan jasa orang lain sebagai anggota yang bekerja
membantu dalam melayani pembeli.

10

Pembeli dapat duduk membaur diantara pedagang tanpa ada pembatas,
sehingga semua dapat serba hidup. Komunikasi dan interaksi sosial terjadi dengan
sendirinya,

suasana

keakraban

antara

penjual

dan

pembeli

terwujud.

Pedagangtidak lupa menggunakan bahasa daerah sebagai alat penarik perhatian
pembeli agar mau menjadi pelanggan tetap. Sikap keramah tamahan yang
ditunjukkan para pedagang tidak jarang menjadi alat untuk menarik simpati para
pedagang agar mau kembali berbelanja ketempat yang sama. Ada juga pedagang
yang memiliki strategi dengan memberikan kompensasi utang kepada pembeli.
Hanya modal kepercayaan yang diberi kepada pembeli, dapat menghasilkan
hubungan yang lebih lama antara penjual dan pembeli.
Menurut Weber (dalam Damsar,2009) tindakan sosial di pasar bermula dari
persaingan dan berakhir dengan pertukaran. Weber juga melihat elemen perebutan
atau konflik dalam pasar. Dia menggunakan istilah perebutan pasar (market
struggle) ketika ia menjelaskan pertempuran antara seorang dengan yang lainnya
di pasar. Konsep persaingan digunakannya ketika menjelaskan konflik yang
damai, sejauh ia merupakan suatu usaha formal yang damai untuk memperoleh
pengontrolan terhadap kesempatan dan keuntungan yang diharapkan oleh yang
lainnya.
Beberapa waktu belakangan ini memang tidak bisa dipungkiri bahwa
keberadaan pasar modern dewasa ini sudah menjadi tuntutan dan konsekuensi dari
gaya hidup modern yang berkembang di masyarakat kita. Sangat mudah
menjumpai minimarket, supermarket, bahkan hypermartdi sekitar tempat tinggal
kita. Tempat-tempat tersebut memang menjanjikan kenyamanan dengan harga
yang tidak kalah menarik dengan adanya diskon yang berlaku. Akibatnya

11

eksistensi pasar tradisional di tengah modernisasi perlahan-lahan tampaknya
mulai mengalami penurunan kepercayaan signifikan dari masyarakat..Harus
diakui kondisi pasar tradisional terdesak oleh keberadaan pasar modern, pihak
berwenang khususnya pemerintah baik pusat maupun daerah yang semestinya
memberikan proteksi agar invasi pasar modern tidak terus meluas seakan tak
berdaya dengan aliran keuntungan yang ditawarkan. Disini jelas terlihat
persaingan secara damai di antara pasar tradisional dengan pasar modern. Apalagi
jika dibandingkan dengan pasar modern yang menyajikan kenyamanan,
kepercayaan, dan pelayanan yang lebih unggul dibandingkan pasar tradisional.
Prapenelitian yang dilakukan sebelumnyadiketahui dari masyarakat bahwa
dahulu

sebelum

pasar-pasar

modern

mulai

bermunculan

seperti

saat

sekarang,Pasar Dwikora ini begitu ramai dikunjungi pembeli dari pukul 03.0017.00 wib. Hampir setiap saat ada saja pembeli dan suasana lalu lalang yang
terlihat. Tetapidiwaktu sekarang ini suasana itu mulai menghilang. Pasar sudah
mulai tampak sepi dari mulai pukul 13.00 wib. Banyak pedagang yang mulai
mengeluh karena pasar ini sudah tidak seperti dulu. Dari beberapa informan yang
peneliti dapatkan, sudah ada beberapa pedagang yang tidak lagi menempati
kiosnya, tetapi sudah dialihkan ke pemilik baru karena ketidaksanggupan pemilik
kios melanjutkan biaya sewa. Itu disebabkan karena sudah mulai menurunnya
keinginan masyarakat untuk berbelanja ke pasar tradisional. Karena dilihat dari
kondisinya, banyak pasar-pasar modern bermunculan dengan menyediakan
kebutuhan masyarakat yang lebih baik dari sisi kualitas.
Permasalahan pedagang tradisional dan pasar modern perlu untuk diteliti
karena hal ini terkait dengan masyarakat kota/kabupaten yang memiliki

12

ketergantungan besar terhadap dua pasar tersebut dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Pernyataan ini di dukung dengan adanya penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Auladi dan Sudrajat mengenai “Mekanisme Survival Pedagang
Kelontong Di Kecamatan Sidayu”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa strategi
adaptif yang dilakukan para pedagang kelontong yang berada dikawasan pasar
sidayu, Gresik yaitu dengan menjalin hubungan secara kekeluargaan yaitu dengan
memberi parsel menjelang lebaran kepada setiap pelanggan, menyamakan harga
barang antar satu dengan pedagang lain, memperhatikan kualitas barang, dan
memberi kompensasi utang kepada pelanggan. Selain itu pedagang kelontong
yang berjualan dikawasan ini melakukan strategi dengan mendayagunakan
anggota keluarga sebagai penambahan pendapatan yang juga merupakan strategi
bertahan hidup para pedagang kelontong. Selain itu, peneliti ingin mengetahui
signifikansi kehadiran pasar modern terhadap para pedagang di pasar tradisional.
Sehingga dengan ini juga peneliti bisa mengetahui kondisi yang dialami
parapedagang sekarang ini. Dari permasalahan diatas maka peneliti ingin
mengangkat judul penelitian mengenai “Mekanisme Survival Pedagang Pasar
Tradisonal Di Tengah Maraknya Pasar Modern” (Studi Kasus: Pedagang
Pasar Tradisional Dwikora Pematang Siantar).

13

1.2 Rumusan masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat dilihat bagaimana
terancamnya kehadiran pasar tradisioanal terhadap hadirnya pasar modern di
kehidupan masyarakat.Perumusan masalah yang akan menjadi fokus kajian dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana strategi bertahan (mekanisme survival) para pedagang Pasar
Tradisional ditengah maraknya Pasar Modern?
1.3 Tujuan penelitian
Penelitianini bertujuan ingin menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan dalam rumusan masalah. Secara konkrit, tujuan penelitian ini adalah:
1.

Untuk mengetahuibagaimana strategi bertahan yang dilakukan para
pedagang untuk mempertahankan eksistensinya di tengah Pasar Modern.

1.4 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kegunaan baik
secara teoritis maupun praktis.
1. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya ilmu
pengetahuan, khususnya di bidang permasalahan sosial masyarakat. Penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan kontribusi atau sumbangan pemikiran kepada
akademisi maupun jurusan sosiologi.
2. Secara praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi para
pedagang

dan

umumnya

bagi

masyarakat

Pematang

Siantar

dalam

mengembangkan dan meningkatkan kualitas kehidupan internal pasar maupun

14

eksternal masyarakat sekitar serta dapat memberikan masukan arah kebijakan
pemerintah tentang pembangunan pasar tradisional.
1.5 Defenisi konsep
Adapun konsep-konsep dalam penelitian ini adalah:
1. MekanismeSurvival
Kemampuan seseorang dalam menerapkan seperangkat cara untuk
mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya.
2. Pasar
Menurut Damsar (1997:101) istilah pasar dalam kajian sosiologi ekonomi
diartikan sebagai salah satu lembaga paling penting dalam institusi ekonomi yang
menggerakkan dinamika kehidupan , berfungsinya pasar tidak terlepas dari
aktivitas yang dilakukan oleh pembeli dan pedagang.
3. Pedagang
Pedagang adalah orang atau institusi yang memperjualbelikan produk atau
barang, kepada konsumen baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Pasar tradisional
Pasar tradisional adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli serta
ditandai dengan adanya transaksi penjual dan pembeli secara langsung dan
biasanya ada proses tawar-menawar. Pasar tradisional merupakan wadah utama
penjualanan produk-produk skala ekonomi rakyat.
5. Pasar modern
Pasar modern adalah pasar yang penjual dan pembeli nya tidak bertransaksi
secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam

15

barang (barcode), berada dalam bangunan yang nyaman, dan pelayanannya
dilakukan secara mandiri.
6. Hubungan Sosial
Hubungan sosial merupakan hubungan yang terjadi akibat adanya interaksi
antar aktor (distributor, pedagang perantara,pedagang pengecer, pembeli serta
pemerintah/ pengelola pasar), dimana hubungan tersebut bukan hanya sebatas
untuk mencari keuntungan melainkan lebih dari pada itu seperti menyangkut
keluarga, kegemaran, maupun pengalaman yang pada akhirnya mempererat
hubungan antara penjual dan pembeli.
7. Barang
Barang adalah setiap benda, baik yang berwujud maupun tidak berwujud,
baik bergerak maupun tidak bergerak, baik dapat dihabiskan maupun tidak dapat
dihabiskan, dan dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan
oleh konsumen atau Pelaku Usaha.
8. Jasa
Jasa adalah setiap layanan dan unjuk kerja berbentuk pekerjaan atau hasil
kerja yang dicapai, yang diperdagangkan oleh satu pihak ke pihak yang lain dalam
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau Pelaku Usaha.
9. Distribusi
Distribusi adalah kegiatan penyaluran barang secara langsung atau tidak
langsung kepada konsumen.

16

10. jaringan sosial
Jaringan sosial merupakan hubungan-hubungan yang tercipta antar banyak
individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok
lainnya (Damsar, 2002:157).
11. Pelanggan
Pelanggan adalah orang-orang yang kegiatannya membeli dan
menggunakan suatu produk, baik barang dan jasa, secara terus menerus.
12. Pembeli
Pembeli adalah seseorang atau perusahaan yang membeli barang tertentu
atau menggunakan jasa tertentu.
13. Jaringan Hubungan Sosial
Adalah suatu rangkaian hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang
sama di antara individu-individu atau kelompok-kelompok (Granovetter dan
Swedberg, 1992:9).

17